• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya disebut Perseroan ) adalah badan hukum yang merupakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya disebut Perseroan ) adalah badan hukum yang merupakan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) mengatur tentang Perseroan Terbatas. Berdasarkan UUPT, Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut “Perseroan”) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Untuk menjalankan operasinya, di dalam perseroan terdapat organ perseroan yang mempunyai fungsinya masing-masing. Organ perseroan terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris.

Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar (UUPT Pasal 1 ayat 5). Pengurusan suatu perseroan oleh anggota direksi wajib dilaksanakan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan (UUPT Pasal 97 ayat (3)).

(2)

1. bertindak dengan seksama (duty of care); 2. tidak memiliki kepentingan pribadi yang bertentangan dengan kepentingan perusahaan yang dipimpinnya

(duty of loyalty); dan 3. bertindak berdasarkan itikad baik (duty of faith). Dalam

kaitan ini, bila ada suatu transaksi korporasi yang disetujui oleh direksi kemudian menimbulkan kerugian bagi perusahaan, maka direksi harus bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian yang diderita perusahaan. Hal ini terkecuali bila direksi membuktikan bahwa dalam mengambil keputusan, kewajiban fidusia tersebut dilaksanakan dengan baik (Ruky, 2010: 38)

Melihat tanggung jawab direksi sebagai pimpinan perusahaan sangat berat dalam menjalankan bisnis suatu perseroan di mana direksi adalah yang bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan, maka seorang direksi berkewajiban untuk menjalankan usaha suatu Perseroan dengan tata

kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Hal tersebut

diperlukan untuk menghidari kemungkinan adanya itikad tidak baik dari direksi dalam menjalankan usahanya sehingga direksi sebagai pimpinan perseroan mencerminkan tindakan-tindakan yang sebesar-besarnya untuk kepentingan perseroan.

Terdapat suatu prinsip yang dikenal sebagai prinsip Business Judgement

Rule (BJR). Menurut Kadir dan Adriawan Law Offices (2008), BJR merupakan

salah satu doktrin dalam hukum perusahaan yang menetapkan bahwa direksi suatu perusahaan tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari suatu tindakan pengambilan keputusan, apabila tindakan direksi tersebut didasari itikad baik dan sifat hati-hati. Dengan prinsip ini, direksi mendapatkan perlindungan,

(3)

sehingga tidak perlu memperoleh justifikasi dari pemegang saham atau pengadilan atas keputusan direksi dalam pengelolaan perusahaan.

Definisi BJR adalah sebuah regulasi yang membantu untuk memastikan dewan direksi suatu korporasi terlindungi dari tuduhan menyesatkan mengenai cara menjalankan bisnis, kecuali secara jelas direksi telah terang-terangan melakukan pelanggaran. Alasan regulasi ini adalah untuk mengakui bahwa operasi bisnis sehari-hari bisa berisiko dan kontroversial. Oleh karena itu, direksi harus diijinkan untuk membuat keputusan tanpa takut dituntut. BJR lebih lanjut mengasumsikan bahwa tidak adil untuk mengharapkan direksi yang mengelola sebuah perusahaan membuat keputusan yang sempurna sepanjang waktu. Selama pengadilan percaya bahwa direksi bertindak rasional dalam situasi tertentu, tidak ada tindakan lebih lanjut yang akan diambil terhadap direksi (www.investopedia.com).

Aturan atau regulasi yang mengandung doktrin BJR tertuang dalam UUPT Pasal 97 Ayat (5) yang berbunyi, anggota direksi tidak dapat dipertangungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud Ayat (3) apabila dapat membuktikan:

1. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

2. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk

kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;

3. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak

langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan

(4)

tersebut.

Menurut Ruky (2010: 32), bagi perseroan yang terdaftar di pasar modal, kewajiban pimpinan perusahaan untuk melaksanakan kewajiban fidusia lebih

dipertegas. Ketentuan tentang duty of disclosure, prinsip keterbukaan informasi,

dan transaksi benturan kepentingan ditegaskan dalam UUPM (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal) dan berbagai Ketentuan Ketua Bapepam. Adapun transaksi material dan benturan kepentingan diatur dalam Ketentuan Ketua Bapepam. Prinsip keterbukaan, dinyatakan dalam Pasal 1 butir 25 UUPM yang mensyaratkan emiten, perusahaan publik, dan pihak lain yang tunduk pada UUPM untuk menginformasikan kepada masyarakat seluruh informasi material tentang usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap efek yang dimaksud dan atau harga dari efek tersebut.

Menurut Ruky (2010: 33), ketentuan mengenai kewajiban pimpinan perusahaan yang menyangkut fakta atau transaksi benturan kepentingan diatur dalam pasal 92 Peraturan Bapepam No. IX.E.1. Adapun mengenai fakta dan transaksi material diatur dalam pasal 86 Peraturan Bapepam No. IX.E.2. Peraturan IX.E.1 Pasal 92 menyatakan tentang keharusan memperoleh persetujuan mayoritas pemegang saham independen untuk transaksi benturan kepentingan. Adapun Peraturan IX.E.2 Pasal 86 menyatakan bahwa emiten yang telah menjadi perusahaan publik (pendaftarannya efektif) wajib mengumumkan kepada masyarakat semua fakta material yang dapat mempengaruhi harga efek atau saham. Peraturan IX.E.1 dan IX.E.2 menegaskan perlunya pernyataan pihak

(5)

independen atas kelayakan harga dan kewajaran transaksi benturan keuangan dan material.

Menurut Schmidt (2013),pendapat atau opini kewajaran atas suatu transaksi

adalah review formal, yang menilai apakah transaksi adil bagi pemegang saham

dari sudut pandang keuangan. Hal ini paling sering digunakan dalam merger atau akuisisi perusahaan untuk memberikan opini tentang kesesuaian harga akuisisi, namun opini kewajaran telah digunakan dalam berbagai situasi lain di mana opini keuangan dari pihak luar diperlukan. Pendapat kewajaran sangat penting ketika

suatu transaksi bukan merupakan arms length transaction, seperti insider-led

financing atau management buy-out. Arms length transaction adalah sebuah

transaksi di mana pembeli dan penjual dari produk bertindak independen dan tidak mempunyai hubungan satu sama lain (www.investopedia.com).

Menurut Advianto (2011), transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang

mempunyai hubungan istimewa pada dasarnya merupakan suatu kesepakatan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak saling bebas satu dengan lainnya untuk tujuan tertentu. Unsur kesepakatan dalam menentukan harga transaksi adalah hal yang paling menjadi perhatian, karena kesepakatan dalam penentuan harga dapat membawa dampak keuntungan maupun kerugian bagi pihak-pihak terkait (stake holder).

Transaksi antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa dijelaskan pada Peraturan Bapepam (sekarang menjadi OJK) No. IX.E.1 tentang Transaksi Afiliasi. Berdasarkan peraturan tersebut transaksi afiliasi adalah transaksi yang dilakukan oleh perusahaan atau perusahaan terkendali dengan afiliasi dari

(6)

perusahaan atau afiliasi dari anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau pemegang saham utama perusahaan.

PT. Catur Sentosa Adiprana Tbk (CSAP) merupakan perusahaan terbuka yang bergerak di bidang usaha perdagangan barang hasil produksi, terutama bahan bangunan dan barang-barang konsumsi. CSAP berdomisili di Jakarta dengan 48 cabang yang tersebar di 39 kota di seluruh Indonesia. Dalam rangka pengembangan usaha, CSAP akan melakukan pembelian tanah yang akan dikembangkan menjadi kantor cabang dan gudang. Pihak penjual yang merupakan pemilik tanah adalah direktur utama sekaligus pemegang saham utama CSAP. Transaksi yang dilakukan oleh CSAP dengan direktur utama sekaligus pemegang saham utama CSAP termasuk transaksi afiliasi. CSAP sebagai perusahaan terbuka terikat dengan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Pada transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai hubungan afiliasi atau hubungan istimewa, diperlukan suatu pendapat kewajaran atas transaksi tersebut dari pihak independen. Pendapat kewajaran tersebut terutama atas harga transaksi yang disepakati, untuk melindungi pemegang saham independen atau pemegang saham minoritas CSAP dari kemungkinan harga transaksi yang terlalu tinggi, yang dibayarkan oleh pembeli kepada penjual yang mempunyai hubungan afiliasi, sehingga dapat menimbulkan kerugian keuangan bagi pemegang saham independen.

Menurut Tarbell (2008), ditinjau dari sudut pandang prosedur suatu rencana transaksi, pendapat kewajaran dapat menjadi bukti bahwa pimpinan perusahaan

(7)

telah mencari nasihat professional menyangkut aspek keuangan dari rencana transaksi korporasi. Adapun dari sudut pandang legal, pendapat kewajaran memberikan bukti bahwa pemimpin perusahaan telah mengumpulkan berbagai informasi yang terkait dengan transaksi dan telah melakukan evaluasi berdasarkan pertimbangan bisnis yang rasional. Berdasarkan Peraturan VIII.C.3, pendapat

kewajaran (fairness opinion) merupakan suatu pernyataan yang diberikan oleh

penilai usaha untuk menyatakan bahwa suatu transaksi yang akan dilaksanakan adalah wajar atau tidak wajar.

Pada kasus transaksi yang akan dilakukan CSAP, rencana transaksi tersebut dilakukan oleh perusahaan dengan afiliasi dari anggota direksi yang sekaligus pemegang saham utama perusahaan. Tingkat kepemilikan saham CSAP per 31 Desember 2013 adalah PT. Buanatata Adisentosa sebagai pemegang saham mayoritas sebesar 825.345.000 saham atau 28,51 persen saham dan pemegang saham lainnya yaitu PT. Ekasentosa Jayasukses sebesar 456.142.000 saham atau 15,76 persen saham, Tn Budyanto Totong (Direktur Utama) sebesar 85.200.000 saham atau 2,94 persen saham, Tn. Darmawan Putra Totong (Komisaris) sebesar 60.950.000 saham atau 2,10 persen saham, Ny. Dra. Tjia Tjhin Hwa (Direktur) sebesar 0,35 persen saham dan lain-lain/publik (masing-masing di bawah 5 persen sebesar 1.457.321.800 saham atau 50,34 persen saham). Tn. Budyanto Totong sebagai direktur utama di CSAP serta pemegang saham utama CSAP dan juga sebagai direktur utama di PT. Buanatata Adisentosa yang merupakan pemegang 28,51 persen saham di CSAP. Oleh karena itu, sifat hubungan afiliasi antara Tn. Budyanto Totong sebagai pihak penjual dan CSAP sebagai pihak pembeli adalah berdasarkan hubungan kepemilikan saham dan hubungan kepengurusan.

(8)

Berdasarkan Peraturan IX.E.1, perusahaan wajib mengumumkan keterbukaan informasi atas setiap transaksi afiliasi kepada masyarakat dan menyampaikan bukti pengumuman dan dokumen pendukungnya kepada OJK. Salah satu dokumen pendukung yang dimaksud adalah pendapat kewajaran

(fairness opinion) atas transaksi dari penilai. Sehubungan dengan kewajiban

pimpinan perusahaan untuk mendapatkan pendapat kewajaran atas rencana transaksi dari penilai sebagaimana dimaksud dalam Peraturan IX.E.1, maka peneliti bermaksud akan melakukan penelitian mengenai kewajaran atas rencana transaksi yang akan dilakukan oleh CSAP yaitu pembelian tanah milik direktur utama sekaligus pemegang saham utama CSAP (penjual) oleh CSAP (pembeli).

1.2 Rumusan Masalah

Pendapat kewajaran atas suatu rencana transaksi menjadi suatu kebutuhan baik untuk melindungi direksi maupun untuk memenuhi kewajiban yang tercantum dalam peraturan. Mengingat rencana transaksi PT. Catur Sentosa Adiprana, Tbk termasuk kategori transaksi afiliasi, maka rencana transaksi tersebut memerlukan

suatu pendapat kewajaran (fairness opinion). Berdasarkan latar belakang tersebut,

maka rumusan masalah penelitian ini adalah belum ada kajian berupa “Analisis

Fairness Opinion Atas Rencana Transaksi Pembelian Tanah Milik Direktur Utama

Sekaligus Pemegang Saham Utama PT. Catur Sentosa Adiprana Tbk oleh PT. Catur Sentosa Adiprana Tbk”.

1.3 Keaslian Penelitian

(9)

transaksi korporasi tidak banyak ditemukan, namun penelitian mengenai pentingnya opini kewajaran banyak ditemukan. Penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya diantaranya adalah sebagai berikut.

Liu (2014) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh kekayaan dari pilihan menggunakan pendapat kewajaran pada merger dan akuisisi. Penelitian tersebut menggunakan data yang dikumpulkan secara manual selama periode 1996– 2011. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa penggunaan pendapat kewajaran memiliki dampak positif pada kekayaan pemegang saham.

Cain dan Denis (2010) melakukan penelitian mengenai penggunaan pendapat kewajaran pada perusahaan di Amerika Serikat. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penggunaan pendapat kewajaran pada aksi merger dan akuisisi perusahaan

dapat memberikan informasi tambahan (incremental information) pada pasar yang

sebelumnya tidak terpublikasikan, serta memberikan informasi yang berguna kepada dewan direksi dan investor. Dengan adanya pendapat kewajaran yang diumumkan ke pasar pada aksi merger dan akuisisi memberikan informasi yang berguna bagi pasar dan akan menentukan reaksi pada harga saham persahaan bersangkutan.

Bowers (2002 dalam Ruky, 2010: 7) membahas pengaruh kasus Smith v. Van Gorkom, di mana pada kasus tersebut Pengadilan Tinggi Bagian Delaware

(Delaware Supreme Court) mengabulkan tuntutan pemegang saham Trans Union

Corporation terhadap Dewan Direktur Trans Union (DDTU) cq Ketua Dewan Direktur Jerome van Gorkum yang telah menyetujui penjualan Trans Union yang dianggap tanpa melalui kajian mendalam. Pengadilan menetapkan bahwa DDTU telah melanggar kewajiban yang melekat dengan tugasnya sebagai dewan direksi

(10)

(fiduciary duty).

Pengadilan berpendapat bahwa DDTU telah menyetujui suatu transaksi korporasi yang tidak dihasilkan dari pertimbangan bisnis dengan informasi yang cukup. Keputusan tersebut memiliki efek di pasar untuk jasa penasihat keuangan, khususnya pasar untuk pendapat kewajaran dan jasa penasihat keuangan. Namun demikian, meskipun keyakinan luas bahwa keputusan yang dibuat melalui pengadaan pendapat kewajaran menjadi standar praktek dalam akuisisi, hanya 61 persen dari perusahaan target yang melapor memperoleh pendapat kewajaran. Persentase perusahaan yang memanfaatkan pendapat kewajaran melompat di tahun berikutnya setelah keputusan kasus Van Gorkom. Kenaikan tersebut tidak berkelanjutan, dari keseluruhan, rata-rata jumlah perusahaan target yang memanfaatkan pendapat kewajaran pasca-Van Gorkom (58 persen) yang pada dasarnya sama dengan persentase pra-Van Gorkom (57 persen).

Wahyudin (2013) telah melakukan penelitian berupa studi kasus yaitu analisis kewajaran transaksi korporasi yang dilakukan oleh PT Bank ICB Bumiputera Tbk. terkait perpanjangan penyewaan gedung milik PT The Nomad Office Indonesia, karena PT Bank ICB Bumiputera Tbk. dan PT The Nomad Office Indonesia merupakan perusahaan-perusahaan yang memiliki hubungan afiliasi. Transaksi yang terjadi di antara kedua perusahaan tersebut diatas merupakan transaksi afiliasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bapepam IX.E.1., Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, ditarik kesimpulan bahwa transaksi perpanjangan sewa gedung kantor yang dilakukan oleh PT Bank ICB Bumiputera Tbk. dengan PT The Nomad Office Indonesia ditinjau dari segi

(11)

ekonomis dan keuangan adalah wajar bagi PT Bank ICB Bumiputera Tbk. dan pemegang saham minoritas PT Bank ICB Bumiputera Tbk., serta akan memberikan manfaat bagi pemegang sahamnya.

Memperhatikan penelitian-penelitian sejenis dan terkait yang pernah dilakukan, terdapat persamaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian ini, yaitu pada studi kasus pendapat kewajaran atas transaksi korporasi yang dilakukan oleh pihak-pihak terafiliasi. Perbedaan mendasar antara peneliti sebelumnya dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Pihak-pihak yang akan melakukan transaksi adalah CSAP sebagai pihak

pembeli dan direktur utama sekaligus pemegang saham utama CSAP sebagai pihak penjual.

2. Transaksi yang akan dilakukan adalah pembelian aset berupa tanah.

3. Objek transaksi adalah tanah.

1.4 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan penelitian tersebut, disusunlah pertanyaan. Pertanyan penelitian ini adalah: apakah rencana transaksi pembelian tanah milik Direktur Utama sekaligus Pemegang Saham Utama CSAP oleh CSAP merupakan transaksi yang wajar?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan ru musa n masa la h da n pertanyaan penelitian tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kewajaran rencana transaksi pembelian tanah milik Direkur Utama sekaligus Pemegang Saham Utama CSAP

(12)

oleh CSAP.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada berbagai pihak, sebagai berikut.

1. Bagi direksi CSAP, mengurangi risiko sebagai pimpinan perusahaan di

mana menjadi pembuktian bahwa pimpinan perusahaan dalam mengambil keputusan, kewajiban fidusia telah dilaksanakan dengan baik dan berdasarkan pertimbangan bisnis yang rasional serta untuk kepentingan perusahaan.

2. Bagi CSAP, sebagai bahan untuk keterbukaan informasi kepada masyarakat

dan pembuktian bahwa CSAP sebagai Perseroan menjalankan usahanya

dengan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).

3. Bagi seluruh Pemegang Saham CSAP, sebagai bahan pertimbangan apakah

transaksi akan menguntungkan bagi para pemegang saham.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan terdiri dari 5 bab. Bab I Pendahuluan berisi latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Kajian Pustaka memuat landasan teori, kajian terhadap penelitian terdahulu, dan kerangka penelitian. Bab III Metode Penelitian, berisi uraian desain penelitian deskriptif, data dan sumber data, serta langkah-langkah penelitian. Bab IV Analisis, berisi analisis data, hasil analisis, dan pembahasan. Bab V Simpulan dan Saran, berisi simpulan, saran, dan keterbatasan penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Yang dimaksud nilai efektif arus dan tegangan adalah kuat arus atau Yang dimaksud nilai efektif arus dan tegangan adalah kuat arus atau tegangan yang dianggap

Laporan akuntabilitas kinerja Balai Karantina Pertanian Kelas II Cilegon tahun 2015 ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang berbagai capaian kinerja yang telah

Nilai produksi biogas yang dihasilkan selama 15 hari pemantauan dilakukan tabulasi data dalam bentuk tabel dan diplotkan dalam bentuk grafik dimana pada sumbu x

Clustering atau klusterisasi adalah salah satu alat bantu pada data mining yang bertujuan mengelompokkan objek- objek ke dalam cluster - cluster. Cluster adalah

Wearable art atau juga di sebut art to wear yang di buat dengan konsep satu karya dengan di kerjakan dengan tangan wearable art yang memiliki kualitas, unik, artistik dapat

Hasil analisis data tes pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menunjukkan bahwa strategi kooperatif Jigsaw terbukti lebih efektif dipakai dalam pembelajaran komputer

[r]

ramah lingkungan nyaman dan layak huni. Konsep sister city atau yang biasa disebut sebagai kota kembar adalah kerjasama yang disetujui oleh dua kota di