• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

6 2.1.1.Hakekat Matematika

Matematika adalah sebagai struktur pelajaran abstrak dan saling berkaitan. Matematika juga merupakan baris ekspresi bagi kebanyakan rumus- rumus ilmiah. Hal- hal yang tidak diketahui ini dapat dicari menggunakan matematika. Sebagai pengetahuan, matematika mempunyai ciri- ciri khusus antara lain abstrak, deduktif, konsisten, hierarkis, dan logis. Soedjadi (Gatot, 2007: 1.2) menyatakan bahwa keabstrakan matematika karena objek dasarnya abstrakl yaitu fakta, konsep, operasi dan prinsip. Ciri keabstrakan matematika beserta cirinya yang tidak sederhana ini menyebabkan matematika tidak mudah untuk dipelajari dan pada akhirnya banyak siswa yang kurang tertarik dengan mata pelajaran ini.

Namun demikian, ada hal yang tidak dapat dipungkiri pentingnya mempelajari matematika karena mata pelajaran ini berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan- bilangan dan simbol serta ketajaman penalaran yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari- hari, seperti halnya bahasa, membaca dan menulis.

Menurut Susanto (2013: 185) matematika merupakan salah satu bidng studi yang ada pada jenjang pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar sampai pada jenjang perguruan tinggi, bahkam mata pelajaran ini juga diajarkan di taman kanak- kanak (TK) secara informal. Hal ini menunjukkan pentingnya matematika dalam bidang pendidikan dan dalam kehidupan sehari- hari.

Belajar matematika merupakan suatu syarat cukup untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, karena hal ini melatih seseorang untuk berpikir kritis, kreatif dan aktif. Seperti yang sudah diuraikan dalam hakikat matematika tersebut, bidang studi ini merupakan ide- ide abstrak yang berisi simbol- simbol maka konsep matematika harus dipahami terlebih dahulu sebelum memanipulasi simbol- simbol tersebut. pembelajaran mengandung makna belajar

(2)

dan mengajar sehingga ada subjek yang akan memberikan informasi (informan) dan ada objek yang akan menerima informasi.

2.1.2. Pembelajaran Matematika di SD

Mata pelajaran matematika adalah salah satu mata pelajaran di sekolah yang merupakan mata pelajaran dasar di SD selain mata pelajaran lain. Matematika merupakan salah satu ilmu dasar dalam kehidupan sehari- hari yang berguna untuk memahami dasar – dasar ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dewasa ini. (Depdikbud 1994).

Pembelajaran matematika di SD tidak lepas dari ciri matematika itu sendiri yaitu memiliki sifat abstrak dan berpola deduktif serta konsisten. Oleh karena itu materi pembelajaran matematika di SD harus mampu menumbuhkembangkan kemampuan dan membentuk pribadi siswa sehingga mampu mengikuti perkembangan IPTEK.

Pembelajaran matematika di SD tidak hanya mengembangkan siswa trampil dalam melakukan operasi bilangan saja tetapi harus dapat memanfaatkan pengetahuan tentang bilangan untuk berbagai bidang lain tanpa harus melakukan operasi hitung. Pada dasarnya pembelajaran matematika bermaksud menata nalar, membentuk sikap siswa dan menumbuhkan kemampuan menggunakan atau menerapkan matematika dalam kehidupan. Hal ini berarti pembelajaran matematika tidak hanya memberikan keterampilan berhitung dan menyelesaikan soal, tetapi harus dapat mengembangkan daya nalar dan sikap siswa agar mampu menerapkan matematika untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Pendidikan matematika diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. (Depdiknas : 2003)

Pembelajaran matematika merupakan proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengmbangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat menungkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika. Menurut John Piaget (Susanto, 2013: 184), anak usia 7 – 12 tahun berada dalam tahap oprasional konkret. Berdasarkan

(3)

perkembangan kognitif ini, maka, anak usia sekolah dasar pada umumnya mengalami kesulitan dalam memahami matematika yang bersifat abstrak. Karena keabstrakannya matematika relatif tidak mudah untuk dipahami oleh siswa sekolah dasar pada umumnya.

Dalam hal ini guru menempati posisi penting dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan untuk mengarahkan siswa mencapai tujuan secara optimal, serta guru harus mampu menempatkan diri secara dinamis dan fleksibel sebagai informan, transformator, serta evaluator bagi terwujudnya kegiatan belajar siswa yang dinamis dan inovatif. Sementara siswa dalam memperoleh pengetahuannya tidak menerima secara pasif, pengetahuan dibangun oleh siswa itu sendiri secar aktif. Sejalan dengan Piaget bahwa pengetahuan diperoleh siswa dari suatu kegiatan yang dilakukan siswa, bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa.

Tujuan pembelajaran ini akan tercapai hasil yang maksimal apabila pembelajaran berjalan secara efektif, yaitu pembelajaran yang mampu melibatkan seluruh siswa secara aktif. Sehingga dapat dikatakan bahwa siswa dikatakan belajar matematika apabila pada diri siswa tersebut terjadi suatu kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan matematika. Perubahan tersebut terjadi dari tidak tahu menjadi tahu konsep matematika, dan mampu menggunakannya dalam materi lanjut maupun dalam kehidupan sehari – hari.

Secara umum, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Selain itu pembelajaran matematika juga dapat memberikan teanan penataran nalar dalam penerapan matematika.

Secara khusus, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar, sebagaimana yang disajikan oleh Depdiknas (2001) dalam Susanto (2013: 187), sebagai berikut :

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan megaplikasikan konsep antar algoritme.

(4)

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam genaralisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputu kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain unutk menjelaskan keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai penggunaan matemayika dalam kehidupan sehari – hari.

Menurut Depdiknas (Susanto, 2013: 189) mengemukakan kemampuan dan kompetensi umum pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah sebagai berikut :

1. Melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian berserta operasi campurannya termasuk yang melibatkan pecahan.

2. Menentukan sifat dan unsur berbagai bangun datar dan bangun ruang sederhana termasuk penggunaan sudut, keliling, luas, dan volume.

3. Menentukan sifat simetri, kesebangunan dan sistem koordinat.

4. Menggunakan pengukuran satuan, kesetaraan antarsatuan dan penaksiran pengukuran.

5. Menentukan dan menafsirkan data sederhana, seperti : ukuran tertinggi, terendah, rata- rata, modus, mengumpulkan dan menyajikannya.

6. Memecahkan masalah, melakukan penalaran, dan mengomunikasikan gagasan secara matematika.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika tersebut, guru hendaknya dapat menciptakan kondisi dan situasi pembelajaran yang memungkinkan siswa aktif membentuk, menemukan, dan mengembangkan pengetahuannya.

Lebih rinci seperti yang dijabarkan dalam standar isi pendidikan menurut Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang standar isi. Dari penjabaran berikut, peneliti mengambil materi matematika pada semester 2 pada standar kompetensi

(5)

nomor 7, yaitu menggunakan lambang bilangan romawi. Seperti diketahui materi ini terbilang singkat dan mudah bagi siswa sekolah dasar. Namun, ada pula siswa yang kurang memahami materi ini karena guru mengajarkan untuk menghafal lambang bilangan romawi tersebut. Jika hanya dengan menghafal siswa akan mudah lupa. Namun, dengan adanya tindakan atau aktivitas yang berkaitan dengan materi, siswa akan dapat mengingat dan memahaminya. Berikut standar kompetensi dan kompetensi dasar Matematika Kelas IV Semester 2:

2.2.Hasil Belajar

2.2.1.Pengertian Belajar

Winkel (Jamil Suprihatiningrum, 2012: 15) berpendapat bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental/ psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, ketrampilan, dan nilai-sikap. Belajar juga dikatakan sebagai suatu

(6)

interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya, yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep, ataupun teori.

Sedangkan Budiningsih (2005: 58) dalam Jamil Suprihatiningrum (2012: 15) menyatakan bahwa belajar merupakan proses pembetukan pengetahuan, yang mana siswa aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari.

Dari kedua pendapat diatas Jamil Suprihatiningrum (2012: 15) menyimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu secara sadar untuk memperoleh perubahan tingkah laku tertentu, baik yang dapat diamati secara langsung sebagai pengalaman (latihan) dalam interaksinya dengan lingkungan. Dapat dikatakan juga bahwa belajar sebagai suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman, ketrampilan serta nilai-nilai, dan sikap.

Secara umum teori belajar dikelompok ke dalam empat aliran, yaitu aliran behavioristik, kognitivistik, humanistik, dan sibernetik. Menurut aliran behavioristik, belajar merupakan perubahan perilaku berdasarkan stimulus-respon. Sedangkan aliran kognitivistik mengatakan bahwa belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman sehingga tidak semata-mata merupakan perubahan perilaku, tetapi melalui proses berpikir. Untuk aliran humanistik lebih cenderung mementingkan proses belajar yang memanusiakan manusia. Sementara aliran sibernetik mengemukan bahwa belajar merupakan pengolahan informasi. Berdasarkan empat aliran tersebut Jamil Suprihatingrum (2012: 15-16) mengemukakan bahwa hasil belajar ditandai oleh adanya beberapa hal, yaitu adanya perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut melalui pengalaman, proses berpikir dan mengolah informasi, serta mempunyai manfaat dan memecahkan persoalan yang menjadi tujuan.

2.2.2.Kegiatan Belajar

Jamil Suprihatiningrum (2012: 35) menyatakan bahwa makna belajar ditinjau dari perspektif guru adalah perlakuan (treatment) terhadap materi pelajaran berupa kegiatan guru menyampaikan atau membelajarkan kepada siswa

(7)

(teaching activity). Sebaliknya, ditinjau dari perspektif siswa, perlakuan terhadap materi pembelajaran berupa mempelajari atau berinteraksi dengan materi pembelajaran (learning activity).

Jamil Suprihatiningrum (2012: 35) juga mengatakan bahwa secara khusus, kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dapat dikelompokkan menjadi empat, antara lain :

1. Menghafal

Ada dua jenis menghafal, yaitu menghafal verbal (remember verbatim) dan menghafal parafrase (remember pharaphrase). Menghafal verbal adalah menghafal persis seperti apa adanya. Sedangkan menghafal parafrase adalah menghafal yang tidak harus dihafal persis seperti apa adanya tetapi dapat diungkap dengan bahasa atau kalimat sendiri.

2. Menggunakan/ mengaplikasi

Materi pembelajaran setelah dihafal atau dipahami kemudian digunakan atau diaplikasikan. Jadi, dalam proses pembelajaran siswa perlu memiliki kemampuan untuk menggunakan, menerapkan atau mengaplikasi materi yang telah dipelajari.

3. Menemukan

Menemukan termasuk kategori ketrampilan berpikir tingkat tinggi. Contohnya menemukan cara memecahkan masalah-masalah baru dengan menggunakan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang telah dipelajari.

4. Memilih

Memilih di sini adalah memilih untuk berbuat atau tidak berbuat. Ketrampilan ini melibatkan sisi afektif atau sikap.

2.2.3.Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2011:22). Setiap guru pasti memiliki keinginan agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang dibimbingnya. Karena itu guru harus memiliki hubungan dengan siswa yang dapat terjadi melalui proses belajar mengajar. Setiap proses belajar mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang dicapai siswa.

(8)

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan (Suprijono, 2009:5). Merujuk pemikiran Gagne (Suprijono, 2009:6) hasil belajar berupa:

1. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis

2. Ketrampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dalam lambang.

3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri.

4. Ketrampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. 5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan

penilaian terhadap objek tersebut.

Menurut Lindgren (Suprijono, 2009:7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Yang harus diingat, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek kemanusiaan saja.

Klasifikasi hasil belajar menurut Bloom (Suprijono, 2009:7 ) secara garis besar membagi menjadi 3 ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual.Ranah afektif, berkenaan dengan sikap. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajarketerampilan dan kemampuan bertindak.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditegaskan bahwa hasil belajar siswa diantaranya ialah siswa dapat mencapai prestasi yang maksimal sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki, serta siswa dapat mengatasi berbagai macam kesulitan belajar yang mereka alami. Aktivitas siswa mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses belajar mengajar, tanpa adanya aktivitas siswa maka proses belajar mengajar tidak akan berjalan dengan baik, akibatnya hasil belajar yang dicapai siswa rendah.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

(9)

belajarnyaatau hasil akhir dari proses kegiatan belajar siswa dari seluruh kegiatan siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas dan menerima suatu pelajaran untuk mencapai kemampuan yang lebih dari sebelumnya. Pencapaian hasil belajar yang diukur dengan tugas–tugas yang harus dijawab atau diselesaikan oleh siswa dengan tujuan untuk mengukur kemajuan dengan evaluasi.

2.2.4.Faktor – Faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar

Diakui bahwa sukses atau gagalnya seorang siswa dalam mencapai prestasi belajar sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut dapat saja berasal dari dalam diri siswa, dan dapat pula berasal dari luar diri siswa. slameto (2003), menyebutkan ada dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Sementara itu Syah (2006) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa terdiri atas tiga, yaitu faktor internal eksternl dan pendeketan belajar. Detailnya, pemikiran kedua ahli ini diuraikan berikut di bawah ini:

Pertama, menurut Slameto (2003), secara garis besarnya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar dapat dikelompokkan atas :

1. Faktor Internal

Faktor internal ini sering disebut faktor instrinsik yang meliputi kondisi fisiologi dan kondisi psikologis yang mencakup minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan lain-lain.

a. Kondisi Fisiologis Secara Umum

Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar seseorang. Contoh: Orang yang ada dalam keadaan segar jasmaninya akan berlainan belajarnya dari orang yang ada dalam keadaan lelah.

b. Kondisi Psikologis

Belajar pada hakikatnya adalah proses psikologi. Oleh karena itu semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar seseorang. Itu berarti belajar bukanlah berdiri sendiri, terlepas dari faktor lain seperti faktor dari luar dan faktor dari dalam. Faktor psikologis sebagai faktor

(10)

dari dalam tentu saja merupakan hal yang utama dalam menentukan intensitas belajar seorang anak. (Djamarah, 2008).

c. Kondisi Panca Indera

Sebagian besar yang dipelajari manusia dipelari menggunakan penglihatan dan pendengaran. Orang belajar dengan membaca, melihat contoh atau model, melakukan observasi, mengamati hasil eksperimen, mendengarkan keterangan guru dan orang lain, mendengarkan ceramah, dan lain sebagainya.

d. Intelegensi/Kecerdasan

Intelegensi adalah suatu kemampuan umum dari seseorang untuk belajar dan memecahkan suatu permasalahan. Jika intelegensi seseorang rendah bagaimanapun usaha yang dilakukan dalam kegiatan belajar, jika tidak ada bantuan orang tua atau pendidik niscaya usaha belajar tidak akan berhasil. e. Bakat

Bakat merupakan kemampuan yang menonjol disuatu bidang tertentu misalnya bidang studi matematika atau bahasa asing. Bakat adalah suatu yang dibentuk dalam kurun waktu, sejumlah lahan dan merupakan perpaduan taraf intelegensi.

f. Motivasi

Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi keberhasilan belajar. Karena itu motivasi belajar perlu diusahakan terutama yang berasal dari dalam diri (motivasi intrinsik) dengan cara senantiasa memikirkan masa depan yang penuh tantangan dan harus untuk mencapai cita-cita.

2. Faktor Eksternal

Faktor yang bersumber dari luar diri individu yang bersangkutan. Faktor ini sering disebut dengan faktor ekstrinsik yang meliputi segala sesuatu yang berasal dari luar diri individu yang dapat mempengaruhi prestasi belajarnya baik itu di lingkungan sosial maupun lingkungan lain (Djamarah, 2008).

a. Faktor Lingkungan

(11)

1) Lingkungan Alami

Belajar pada keadaan udara yang segar akan lebih baik hasilnya daripada belajar pada suhu udara yang lebih panas dan pengap.

2) Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial, baik yang berwujud manusia dan representasinya (wakilnya), walaupun yang berwujud hal yang lain langsung berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Seseorang yang sedang belajar memecahkan soal akan terganggu bila ada orang lain yang mondar-mandir di dekatnya atau keluar masuk kamar.

Kedua, menurut Syah (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dibedakan menjadi tiga yaitu:

1. Faktor internal (faktor-faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik), di antaranya:

a. Aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah) diantaranya kondisi kesehatan, daya pendengaran dan penglihatan, dan sebagainya.

b. Aspek psikologis yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran peserta didik, diantaranya yaitu kondisi rohani peserta didik, tingkat kecerdasan/intelegensi, sikap, bakat, minat, dan motivasi peserta didik.

2. Faktor Eksternal (faktor-faktor yang berasal dari luar diri peserta didik), diantaranya:

a. Lingkungan sosial, seperti para guru, staff administrasi, dan teman-teman sekelas, masyarakat, tetangga, teman bermain, orangtua dan keluarga peserta didik itu sendiri.

b. Lingkungan non sosial, seperti gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat keluarga peserta didik dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan peserta didik.

3. Faktor pendekatan belajar, dapat dipahami sebagai cara atau strategi yang digunakan peserta didik dalam menunjang efektivitas belajar dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu.

(12)

Mengacu pada kedua ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal. Namun demikian, agar penelitian ini lebih terarah, penulis hanya memilih salah satu dalam faktor eksternal yaitu faktor sosial seperti yang dipaparkan oleh Slameto. Agar lebih spesifik dan sesuai dengan penelitian ini, penulis mengambil kondisi sekolah yaitu metode pembelajaran yang diterapkan sekolah. Sesuai dengan pendapat kedua ahli di atas, dimana mereka bersepakat bahwa faktor sosial yaitu metode pembelajaran. Karena itu, dalam penelitian ini, terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, penulis mengambil metode pembelajaran sebagai fokus kajian. Kata lainnya adalah bahwa penulis memutuskan untuk melihat metode pembelajaran sebagai faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa.

2.3.Pembelajaran Kooperatif

2.3.1.Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Menurut Davison & Kroll (dalam Asma, 2006:11) pembelajaran kooperatif adalah kegiatan yang berlangsung di lingkungan belajar berbentuk kelompok kecil, sehingga siswa dapat saling berbagi ide dan bekerja secara kolaboratif untuk menyelesaikan tugas akademik mereka.Slavin (2009:11) mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem pembelajaran dan bekerja dalam kelompok – kelompok kecil yang berjumlah empat – enam orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.

Dari definisi – definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerjasama dalam menyelesaikan suatu masalah dengan cara berbagi ide atau pengetahuan yang dimiliki setiapa anggota kelompok.

2.3.2.Ciri – ciri Pembelajaran Kooperatif

Terdapat ciri khusus kelompok yang disebut sebagai kelompok pembelajaran cooperative learning. Menurut Lie (2008: 30) ada lima unsur yang harus diterapkan dalam pembelajaran kelompok, agar pembelajaran tersebut dapat dikatakan sebagai pembelajaran cooperative learning. Kelima unsur itu meliputi:

(13)

1. Saling ketergantungan positif

Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup secara individual dan sangat tergantung terhadap pertolongan sesamanya. Prinsip tersebut diimplementasikan dalam pembelajaran di kelas untuk membangkitkan rasa kebersamaan. Pembentukan kelompok-kelompok kerja dalam pemberian tugas terstruktur di kelas memberikan nilai lebih untuk menanamkan kerjasama demi mencapai tujuan yang sama. Slavin (2009: 8-9), mengungkapkan bahwa inti dari pembelajaran cooperative learning ialah mereka saling mendukung untuk berhasil, mereka akan mendorong anggota kelompoknya untuk lebih baik dan akan membantu mereka melakukannya. Seringkali para siswa mampu melakukan pekerjaan yang luar biasa dalam menjelaskan gagasan-gagasan yang sulit satu sama lain dengan menerjemahkan bahasa yang digunakan guru ke dalam bahasa anak-anak. Di samping itu, semua anggota kelompok berusaha untuk saling menguntungkan, sehingga semua anggota kelompok bisa memperoleh makna dari kebersamaan. Adapun makna yang diperoleh seperti berikut:

a. Merasakan keuntungan dari setiap usaha teman lainnya, secara harafiah ini berarti kesuksesan anda bermanfaat bagi saya dan keberhasilan saya bermanfaat untuk anda.

b. Menyadari bahwa semua anggota kelompok mempunyai nasib yang sama, artinya tenggelam dan mengapung kita bersama.

c. Tahu bahwa prestasi seseorang ditentukan oleh orang lain dalam satu kelompok, artinya kami tidak dapat melakukan tanpa anda.

d. Merasa bangga dan merayakan bersama ketika salah satu anggota kelompok mendapatkan keberhasilan, sebagai contoh: kami semua merasa sukses atas kesuksesan anda.

Peranan pengajar sangatlah menentukan keberhasilan sistem pengajaran ini. Lie (2008: 32) menambahkan untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar lain bisa mencapai tujuan mereka. Dengan cara ini, setiap anggota merasa bertanggungjawab untuk

(14)

menyelesaikan tugasnya agar yang lain bisa berhasil. Di samping itu, penilaian yang dilakukan oleh pengajar harus dilakukan dengan cara yang unik. Setiap siswa mendapat nilainya sendiri dan nilai kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari “sumbangan” setiap anggota kelompok, untuk menjaga keadilan.

2. Tanggungjawab perseorangan

Menurut Slavin (2009: 10), tanggungjawab individual maksudnya ialah bahwa kesuksesan kelompok bergantung pada pembelajaran individual dari semua anggota kelompok. Tanggungjawab difokuskan pada kegiatan anggota kelompok dalam membantu satu sama lain untuk belajar dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok siap untuk mengerjakan tugas, tanpa bantuan teman sekelompoknya. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran cooperative learning memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pembelajaran siswa apabila kelompok dihargai berdasarkan pembelajaran individual dari tiap anggotanya.

Unsur tanggungjawab perseorangan merupakan akibat langsung dari unsur saling kebergantungan positif. Karena itu, Lie (2008: 33) mengatakan bahwa jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran cooperative learning, setiap siswa akan merasa bertanggungjawab untuk melakukan yang terbaik. Pada akhirnya, siswa akan dituntut untuk berpartisipasi aktif dalam kelompoknya. Hal ini dikarenakan bahwa guru tidak hanya memberikan tugas untuk kelompoknya saja, tetapi siswapun secara individu memiliki tugas yang harus dikerjakan.

3. Tatap muka

Dampak positif dari penerapan model pembelajaran cooperative learning adalah terciptanya interaksi positif antara sesama anggota kelompok untuk memudahkan transformasi informasi anggota kelompok. Hal ini sejalan dengan pendapat Lie (2008: 33-34), bahwa kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk siap membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap anggota kelompok menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya antar anggota kelompok.

(15)

4. Komunikasi antar anggota

Proses interaksi antar anggota kelompok akan berjalan lancar, jika komunikasi berjalan baik. Untuk itu, setiap anggota kelompok perlu memiliki ketrampilan berkomunikasi. Menurut Lie (3008: 34), sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi kepada siswa, karena tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok dalam pembelajaran cooperative learning juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapatnya.

5. Evaluasi proses kelompok

Setiap proses perlu mengadakan evaluasi sebagai refleksi untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam proses tersebut, sehingga proses berikutnya akan berjalan lebih baik lagi. Karena itu, agar evaluasi ini dapat memberikan arahan serta informasi terhadap hasil pekerjaan siswa dan kegiatan proses belajar mengajar berlangsung, maka informasi diberikan ini harus meliputi tujuan yang dicapai kelompok, bagaimana mereka melakukan kerjasama saling membantu dengan teman satu kelompok, dan bagaimana mereka bersikap dan bertingkah laku positif agar baik setiap siswa maupun kelompok menjadi berhasil dan kebutuhan apa saja yang harus dilengkapi agar tugas selanjutnya dapat dilaksanakan dengan baik. Agar hal ini terjadi, menurut Lie (2008: 35), menyatakan bahwa pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerjasama lebih efektif. Format evaluasi disesuikan dengan tingkat pendidikan siswa. Waktu evaluasi disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi siswa.

2.3.3.Langkah – Langkah Pembelajaran Kooperatif

Terdapat 6 langkah utama atau tahapan dalam pembelajaran kooperatif, seperti tampak pada tabel berikut (Ibrahim dkk. 2000:10)

(16)

Tabel 2.1

Langkah – Langkah Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah laku Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Fase 2

Menyajikan informasi Guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau dengan bahan bacaan.

Fase 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok – kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membeantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok – kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas – tugas mereka.

Fase 5

Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing – masing kelompok mempresentasikan

(17)

hasil kerjanya. Fase 6

Memberikan penghargaan Guru mencari cara – cara untuk menghargai, baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

2.3.4.Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif

Lie (2008:53) memaparkan keunggulan cooperative learning dibandingkan dengan model pembelajaran lain (metode ceramah) adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa dan prestasi akademiknya. 2. Meningkatkan daya ingatan siswa.

3. Meningkatkan kepuasan siswa dengan pengalaman belajar.

4. Membantu siswa dalam mengembangkan ketrampilan berkomunikasi secara lisan.

5. Mengembangkan ketrampilan sosial siswa. 6. Meningkatkan rasa percaya diri siswa.

7. Membantu meningkatkan hubungan positif antar siswa.

Namun, pembelajaran kooperatif juga memiliki kekurangan antara lain: 1. Memerlukan alokasi waktu yang relatif lebih banyak, terutama jika belum

terbiasa.

2. Membutuhkan kesiapan yang lebih terprogram dan sistematik.

3. Jika peserta didik belum terbiasa dan menguasai belajar kooperatif, pencapaian hasil belajar tidak akan maksimal.

Pembelajaran kooperatif memberikan efek yang posistif bagi siswa sehingga model ini efektif diterapkan dalam proses pembelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif perlu adanya perencanaan yang di dalamnya meliputi pemilihan pendekatan, pemilihan materi yang sesuai, pembentukan kelompok siswa, mengenalkan siswa pada tugas dan peran, serta merencanakan waktu dan tempat.

(18)

Dalam penelitian ini peneliti memilih pembelajaran kooperatif tipe make a match untuk meningkatka hasil belajar siswa. Pembelajaran kooperatif tipe make a match merupakan model belajar mengajar mencari pasangan (make a match) dikembangkan oleh Lorna Current (Lie, 2008:55).

2.4.Tipe Make a Match

2.4.1.Pengertian Make a Match

Tipe make a match, atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (Lie, 2008: 55). Tipe make a match merupakan suatu teknik pembelajaran yang memberikan tugas terstruktur kepada siswa melalui media kartu-kartu yang berisi konsep yang berbeda dengan tema-tema atau topik-topik yang sama, sehingga melalui kartu yang siswa dapatkan, maka dengan sendirinya siswa membentuk kelompok-kelompok kerja berdasarkan kecocokan konsep yang terdapat dalam kartu masing-masing, untuk menyelesaikan satu masalah dalam tema atau topik yang sama. Sehingga, melalui teknik ini, siswa mampu aktif dan bekerjsama dengan rekannya dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.

Tipe make a match mengutamakan ketelitian dan kerjasama dalam menyelesaikan masalah, serta memberikan kenyamanan dalam menyelesaikan masalahnya, karena siswa mencari pasangan kelompoknya sendiri. Seperti dikatakan oleh Lie (2008: 55), bahwa salah satu keunggulan teknik make a match adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.

2.4.2.Langkah-langkah Tipe Make a Match

Langkah-langkah penerapan tipe make a match dipaparkan oleh Lie (2008: 55), sebagai berikut:

1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

2. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban. 3. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya:

pemegang kartu bertuliskan “Gerakan Turki Muda” akan berpasangan dengan “Mustpha Kemal Pasha”.

(19)

4. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.

5. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.

Berdasarkan langkah-langkah di atas, maka selanjutnya tahap-tahap yang perlu dipersiapkan selanjutnya dalam penerapan cooperative learning tipe make a match adalah sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Dalam tahap persiapan ini, guru mempersiapkan kartu-kartu yang akan dibagikan kepada siswa. kartu-kartu tersebut, sebelumnya telah dibuat oleh guru berdasarkan materi yang akan disampaikan pada kegiatan belajar mengajar (KBM) sesuai dengan RPP dan Silabus. Pembuatan kartu-kartu tersebut terbagi dalam dua kategori yaitu pertanyaan dan jawaban. Kelompok-kelompok yang nanti akan terbentuk, didasarkan pada kecocokan kartu pertanyaan dan jawaban itu. Pembuatan kartu tidak terpatok ke dalam satu pertanyaan dan satu jawaban, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan jumlah anggota kelompok yang diinginkan oleh guru. Artinya dalam dua kategori tersebut, bisa berbentuk 1 kartu pertanyaan dengan 2-3 kartu jawaban. Disamping mempersiapkan kartu, guru juga merencanakan alokasi waktu untuk kegiatan pembentukan kelompok. Alokasi waktu disesuaikan dengan banyaknya jam pelajaran yang diberikan oleh pihak sekolah. Selanjutnya akan dilaksanakan penyampaian materi oleh guru. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat memperoleh gambaran mengenai materi yang akan dibahas dalam KBM. Selain itu, ini juga demi membantu siswa agar tidak terlalu kebingungan dalam mencari pasangan kelompoknya berdasarkan pertanyaan atau jawaban dalam kartu, karena siswa telah dibekali materi oleh guru.

2. Tahap Pembentukan Kelompok

Tahapan ini merupakan kegiatan utama dalam tipe make a match. Pada tahapan ini terbagi dalam kegiatan, diantaranya:

a. Pembagian kartu

Dalam kegiatan ini, guru membagikan kartu-kartu yang telah dipersiapkan pada tahapan sebelumnya kepada siswa. Tiap siswa mendapatkan satu kartu

(20)

yang isinya berdasarkan dua kategori, yaitu pertanyaan dan jawaban. Setelah semua siswa mendapatkan masing-masing kartu, guru memberikan kesempatan beberapa menit kepada siswa untuk memikirkan jawaban atau pertanyaan yang sesuai dengan isi kartu tersebut. Waktu diberikan disesuaikan dengan alokasi waktu dalam KBM sesuai RPP.

b. Pembentukan kelompok

Kegiatan selanjutnya adalah pembentukan kelompok. Pada kegiatan ini, guru meminta tiap siswa membentuk kelompok-kelompok berdasarkan kecocokan kartu yang dimilikinya dengan kartu temannya. Dalam pembentukan kelompok ini, guru memberikan tenggat watku kepada siswa sesuai dengan perencanaan pada tahap persiapan. Tenggat waktu yang diberikan oleh guru ini, berpengaruh terhadap penghargaan yang akan diberikan oleh guru kepada siswa ketika proses pembentukan kelompok. Selanjutnya, guru memeriksa validitas dari pembentukan kelompok ini. Guru masuk ke dalam tiap-tiap kelompok dan memeriksa kecocokan dari tiap-tiap kartu anggota kelompok tersebut. Jika belum ada yang benar, guru memberikan waktu kembali kepada masing-masing kelompok untuk memperbaiki anggota kelompoknya. Namun, jika pembentukan kelompok sudah benar, makan dilanjutkan pada kegiatan berikutnya.

c. Penghargaan

Penghargaan dilakukan dalam proses pembentukan kelompok. penghargan ini bersifat individu maupun kelompok. Pemberian penghargaan ini dilakukan untk mendapatkan antusias siswa yang lebih dalam kepada KBM, sehingga siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya. Pedoman penghargaan siswa dilakukan dengan skor sesuai dengan waktu yang ditempuh dalam pembentukan kelompok.

3. Tahap Kegiatan Kelompok

Dalam tahapan ini, setiap siswa melaksanakan kelompok kerja berdasarkan kelompok yang dibentuk dalam tahapan sebelumnya. Setiap kelompok memecahkan masalah yang terdapat dalam gabungan tiap-tiap kartu anggota kelompoknya. Ketika kerja kelompok berlangsung, setiap siswa berhak

(21)

meminta bantuan guru untuk membantu mengarahkan kelompoknya dalam memecahkan masalah. Di samping itu, guru juga memberikan tenggat waktu kepada setiap kelompok untuk bekerja sesui dengan alokasi waktu dalam KBM. Setiap kelompok yang sudah selesai mengerjakan tugas kelompoknya, berhak mendapatkan penghargaan sesuai dengan pedoman waktu yang telah ditetapkan dan mendapatkan kesempatan pertama untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya.

4. Tahap Presentasi Kelompok

Tahapan presentasi merupakan tahapan berikutnya, setelah tiap kelompok selesai mengerjakan tugas kelompoknya. Dalam tahapan ini terbagi ke dalam dua yaitu presentasi kelompok dan tanya jawab antar kelompok. Setiap kelompok mengutus wakilnya untuk menyajikan hasil kerja kelompoknya di depan. Guru sebagai fasilitator memberikan alokasi waktu kepada tiap-tiap kelompok secara rata untuk menyajikan hasil kerja kelompoknya dan untuk mengadakan sesi tanya jawab. Pembagian alokasi waktu oleh guru diharapkan agar setiap kelompok dapat tampil ke depan untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Di samping itu, guru juga mengadakan penilaian terhadap keaktifan individu siswa selama kegiatan presentasi kelompok sedang berlangsung. Setelah semua kegiatan presentasi dilaksanakan, maka guru menyimpulkan seluruh materi yang tersampaikan dalam KBM.

5. Evaluasi

Evaluasi diadakan sebagai tahapan akhir dari seluruh pelaksanaan tipe make a match. Evaluasi dilaksanakan melalui kegiatan tes. Kegiatan evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah dilaksanakan serangkaian kegiatan pembelajaran dengan tipe make a match ini. Berdasarkan langkah-langkah di atas, maka dapat tergambarkan bahwa metode ini akan menciptakan mobilitas siswa yang positif di kelas selama kegiatan belajar mengajar (KBM) berlangsung. Hal ini akan menjadi alternative solution untuk menjawab keluhan-keluhan guru dalam menghadapi suasana kelas yang tidak kondusif, sehingga suasana yang tidak kondusif tersebut menjadi hal yang positif yang dapat membantu dalam keberlangsungan belajar siswa di kelas.

(22)

Untuk mengatasi kecenderungan suasana yang tidak kondusif yang diakibatkan dari penerapan tipe make a match, maka diperlukan teknik-teknik dalam manajemen pembelajaran. Salah satu teknik manajemen yang dapat digunakan dalam mengatasi masalah di atas adalah dengan “Sinyal Kebisingan-nol”. Menurut Slavin (2009: 260), sinyal kebisingan-nol adalah sebuah sinyal yang diberikan kepada para siswa untuk berhenti bicara, untuk membuat mereka memberi perhatian penuh kepada guru, dan untuk membuat tangan dan tubuh mereka diam. Selanjutnya, Slavin (2009: 261), menjelaskan beberapa variasi dari sinyal kebisingan-nol: Menggunakan sebuah alat pengukur waktu, dan hitung berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke kebisingan-nol. Buatlah sinyal yang berbeda, satu sekedar untuk menurunkan tingkat kebisingan (misalnya, mengangkat tangan, dan posisi tangan horizontal), yang kedua untuk menurunkan tingkat kebisingan dan mendapatkan perhatian para siswa untuk memberikan pengumuman yang ingin anda berikan (mengangkat tangan, dan telapak tangan posisi vertikal). Gunakan alat pengukur waktu secara acak untuk menurunkan tingkat kebisingan. Disamping itu, diadakan pemberian poin atau nilai kepada para siswa yang dapat mencapai tingkat kebisingan nol saat pengukur waktunya mati.

Sintaks Pembelajaran Model Make A Match

Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran Make A Match yang telah dipaparkan diatas maka dapat diambil kesimpulan sintaks dari model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2

Langkah – Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match

TAHAP SINTAKS GURU

Tahap 1

Menyampaikan tujuan dan motivasi

- Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran

- Memberikan motivasi kepada siswa berkaitan dengan materi yang dipelajari

(23)

2.4.3.Pengelolaan Kelas Cooperative Learning Melalui Tipe Make a Match Untuk memudahkan proses pembelajaran cooperative learning melalui tipe make a match, maka perlu dirancang suatu pengelolaan kelas yang efektif dan efisien. Pengelolaan kelas perlu memperhatikan kondisi ruangan kelas dan psikologis siswa. Menurut Lie (2008: 38), ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model cooperative learning, yakni pengelompokan, semangat cooperative learning, dan penataan ruang kelas.

Menyiapkan kartu konsep/topik (satu kartu berisi soal dan berisi jawaban)

Tahap 3

Membagikan kartu

- Guru membagikan kartu kepada setiap siswa, masing-masing dapat satu kartu

- Menjelaskan cara penggunaan kartu dalam pembelajaran tersebut

Tahap 4

Belajar “ mencari pasangan”

- Guru memberikan waktu kepada siswa untuk mencari pasangan berdasarkan kartu yang dipeganngnya.

- Mengamati, memberi motivasi dan dorongan kepada siswa untuk mendapatkan pasangannya. - Memberikan poin kepada siswa yang berhasil

mendapatkan pasangannya.

- Guru membimbing siswa dalam presentasi.

- Mengumpulkan kartu, mengocoknya dan membagikan kembali kepada siswa.

Tahap 5 Kesimpulan

- Guru menghitung poin yang diperoleh siswa

- Guru memberikan penghargaan kepada upaya siswa dalam pembelajaran dan yang memperoleh poin.

- Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan pembelajaran

(24)

1. Pengelompokan

Pengelompokan merupakan langkah pertama yang dilaksanakan dalam pembelajaran cooperative learning. Menurut Lie (2008: 39-41), pengelompokan dibagi ke dalam dua jenis, yaitu pengelompokan homogen dan pengelompokan heterogen. Pengelompokan homogen yang sering dilakukan di kelas berdasarkan prestasi belajar siswa. Menurut Scott Gordon (dalam Lie, 2008: 41), pada dasarnya manusia sering berkumpul dengan sepadan dan membuat jarak dengan yang berbeda. Selanjutnya Lie (2008: 41), menuturkan jenis pengelompokan heterogenitas merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam model pembelajaran cooperative learning. Kelompok heterogenitas dapat dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang agama, sosio-ekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis.

Melalui tipe make a match, pengelompokkan siswa dalam pembelajaran dapat menciptakan dua kemungkinan pengelompokan, yaitu kemungkinan terjadi pengelompokan homogen maupun heterogen. Hal ini dikarenakan pemilihan kelompok siswa didasarkan atas kecocokan pasangan kartu yang diperoleh siswa secara acak. Di samping itu, pengelompokan bersifat sementara untuk setiap kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, guru dapat membandingkan kerja kelompok. Sehingga dapat dianalisis pengelompokan mana yang tepat bagi siswa dalam pembelajaran di kelas.

2. Semangat Cooperative Learning

Menurut Lie (2008: 47), agar kelompok bisa bekerja secara efektif dalam proses pembelajaran cooperative learning, masing-masing anggota kelompok perlu mempunyai semangat cooperative learning. Semangat tersebut dapat dirasakan dengan membina niat dan kiat siswa dalam bekerjasama dengan siswa-siswa lainnya. Lebih lanjut Lie (2008: 48-49), menguraikan beberapa kegiatan yang dapat membina niat siswa dalam menumbuhkan semangat cooperative learning, diantaranya:

a. Kesamaan kelompok, dapat dilakukan dengan cara wawancara kelompok, lempar bola, dan jendela kesamaan.

(25)

b. Identitas kelompok, dapat dilakukan melalui pemberian nama kelompok yang dapat menumbuhkan semangat kelompok.

c. Sapaan dan saran kelompok. Hal ini disamping menumbuhkan semangat, juga dapat mengembangkan kreativitas siswa.

3. Penataan Ruang Kelas

Kelas sebagai tempat beraktivitas belajar tentu mempengaruhi efektivitas dan kelancaran dalam pembelajaran dengan menerapkan model cooperative learning tipe make a match. Karena itu, penataan ruang kelas harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi ruang kelas. Menurut Lie (2008: 52) ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penataan ruang kelas, yaitu: ukuran ruang kelas; jumlah siswa; tingkat kedewasaan siswa; toleransi guru dan kelas sebelah terhadap kegaduhan dan lalulalang siswa; toleransi masing-masing siswa terhadap kegaduhan dan lalu lalangnya siswa lain; pengalaman guru dalam melaksanakan pelaksanaan model pembelajaran cooperative learning melalui tipe make a match; dan pengalaman siswa dalam melaksanakan model pembelajaran cooperative learning.

2.4.5. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif tipe Make A Match

Menurut Lie (2007:56) kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif make a match dalam proses belajar mengajar yaitu sebagai berikut:

Kelebihan :

1. Siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana belajar aktif dan menyenangkan.

2. Materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa. 3. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi. 4. Pembelajaran kooperatif tipe make a match bisa digunakan dalam semua

mata pelajaran.

5. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran (Let them move).

6. Kerjasama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis.

(26)

Kelemahan :

Di samping manfaat yang dirasakan oleh siswa, pembelajaran kooperatif tipe make a match berdasarkan temuan di lapangan mempunyai sedikit kelemahan yaitu:

1. Diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan.

2. Waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak bermain-main dalam proses pembelajaran.

3. Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai.

4. Kelas yang gemuk (lebih dari 30 siswa/kelas) jika kurang bijaksana muncul adalah suasana seperti pasar dengan keramaian yang tidak terkendali. Tentu saja kondisi ini akan mengganggu ketenangan belajar kelas dikiri kanannya. Apalagi jika gedung kelas tidak kedap suara. Tetapi hal ini bisa diantisipasi dengan menyepakati beberapa komitmen ketertiban dengan siswa sebelum “pertunjukan” dimulai. Pada dasarnya mengendalikan kelas itu tergantung bagaimana kita memotivasinya pada langkah pembukaan.

Meskipun dalam metode pembelajaran make a match ada kekurangan namun metode make a match lebih efektif dan menyenangkan dibandingkan dengan menggunakan metode ceramah yang dipakai sebelumnya. Karena dalam metode make a match siswa lebih aktif dan metode make a match juga menggugah minat siswa dalam mengikuti pembelajaran dikarenakan metode make a match juga mengandung unsur permainan. Kelemahan dari metode make a match bisa diatasi melalui persiapan yang matang dalam pengaturan waktu dan pengarahan tentang permainan pada siswa sebelum permainan dimulai.

1.5.Kajian Hasil Yang Relevan

Penelitian pertama yang relevan dengan proposal yang penulis susun adalah penelitian dari Biyono dalam Penelitian Tindakan Kelas yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Make a Match pada Siswa Kelas I SD Madugowongjati 02 Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2011/2012”. Dalam penelitiannya menunjukan bahwa telah terjadi peningkatan nilai rata-rata kelas dari 60 pada pra siklus menjadi 88 pada siklus II. Jumlah siswa yang tuntas belajar meningkat dari

(27)

8 siswa atau 44 % pada pra siklus menjadi 18 siswa atau 100 % siswa tuntas. Karena indikator keberhasilan penelitian ini adalah 85 % siswa tuntas belajar maka penelitian ini dianggap berhasil.

penelitian kedua yang yang relevan dengan proposal yang penulis susun adalah penelitian dari Inus dalam Penelitian Tindakan Kelas yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Menggunakan Model Pembelajaran Make-A Match pada Mata Pelajaran Matematika untuk Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Mangunsari 04 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga”. Pada penelitiannya hasil evaluasi siklus I 70 % siswa tuntas atau dengan jumlah 26 siswa, dan siklus II 89 % atau 33 siswa tuntas. Sesuai dengan data temuan hasil analisis peningkatan hasil prestasi belajar siswa, terlihat bahwa penelitian telah dilaksanakan dengan baik karena semakin sedikit jumlah siswa yang nilai matematikanya dibawah KKM.

Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, peneliti mempunyai keyakinan bahwa PTK Upaya Peningkatkan Hasil Belajar Siswa Menggunakan Model Pembelajaran Make-A Match pada Mata Pelajaran Matematika Kelas V yang akan dilaksanakan di SD Negeri 2 Karangrejo akan berhasil dengan baik.

1.6.Kerangka Pikir

Pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh siswa dan guru dengan berbagai fasilitas dan materi untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Metode pembelajaran make a match akan membuat suasana pembelajran lebih aktif dan menyenangkan.

Menggunakan metode pembelajaran make a match, diharapkan siswa dapat berperan aktif , reaksi siswa cukup baik terhadap lingkungan belajar di kelas maupun di luar kelas, dan guru lebih mudah merencanakan pengajaran. Setelah itu barulah dilihat perbedaan pengaruh yang signifikan pada penggunaan metode pembelajaran make a match terhadap hasil belajar matematika di SD Negeri 2 Karangrejo.

(28)

Gambar 2.1

Kerangka Berpikir Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada KD Melakukan operasi hitung bilangan bulat termasuk penggunaan sifat-sifatnya, pembulatan, danpenaksiran menggunakan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Make A Match - Hasil belajar meningkat (mencapai KKM ≥ 70) - Indikator ketuntasan 80% - Siswa aktif - Kemampuan guru dalam penggunaan model pembelajaran meningkat Model pembelajaran kooperatif tipe make a match Hasil belajar meningkat Model pembelajaran

kooperatif tipe make a match: - siswa aktif - Pembelajaran bervariasi - menyenangkan Hasil belajar rendah (belum mencapai KKM ≥70) - Pembelajaran monoton - Ceramah

- Berpusat pada guru - Siswa pasif

Kondisi awal

(29)

1.7. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir peneliti merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar Matematika materi operasi materi operasi hitung campuran bilangan bulat siswa kelas V semester 2 SD Negeri 2 Karangrejo Kabupaten Wonosobo tahun 3013/2014.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini disebabkan karena banyak fakta-fakta di lapangan yang memunculkan berbagai macam bentuk mainan(toys) dan permainan(game) yang berasal dari luar negeri yang

Sedangkan untuk mengetahui WTP terhadap sistem tarif parkir dilakukan penyebaran kuesioner dengan format pertanyaan berdasarkan metode Choice Modelling yang merupakan salah

Intervensi (perencanaan) keperawatan adalah bagian dari tahap proses keperawatan yang meliputi tujuan perawatan, penetapan kriteria hasil, penetapan rencana tindakan

Kegiatan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pembantu Pada Biro Pemerintahan Sekretariat Daerah Provinsi Banten tahun anggaran 2016 harus ditunjang oleh kemudahan

Kawasan penyimpanan produk mestilah dilengkapi pencahayaan dan pengalihan udara yang sesuai untuk menyimpan dan mengendalikan bahan berbahaya.. Gunakan pengalihan udara

8 Sebab pikirnya: "Jika Esau datang menyerang pasukan yang satu, sehingga terpukul kalah, maka pasukan yang tinggal akan terluput." 9 Kemudian berkatalah Yakub:

Pada kondisi awal sebelum diadakan tindakan, pembelajaran konvensional masih digunakan guru, dimana guru berperan aktif untuk menjelaskan materi Sehingga siswa tidak terlibat

yang dinyatakan dalam Y.. Variabel bebas yaitu variabel yang mendahului atau mempengaruhi.. variabel terikat. Variabel bebas