PILATES EXERCISE LEBIH EFEKTIF DARIPADA CORE
EXERCISE DALAM MENURUNKAN NYERI PUNGGUNG
BAWAH NON SPESIFIK PADA PENJAHIT DI KOTA
DENPASAR
I 011
IDA AYU CITRA RATNASARI
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
i
SKRIPSI
PILATES EXERCISE LEBIH EFEKTIF DARIPADA CORE
EXERCISE DALAM MENURUNKAN NYERI PUNGGUNG
BAWAH NON SPESIFIK PADA PENJAHIT DI KOTA
DENPASAR
I 011
Oleh :
IDA AYU CITRA RATNASARI
1202305030
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang
berjudul “Pilates Exercise Lebih Efektif Daripada Core Exercise dalam
Menurunkan Nyeri Punggung Bawah Non-spesifik pada Penjahit Di Kota
Denpasar”.
Proposal penelitian ini merupakan salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar sarjana Fisioterapi. Penulis menyadari bahwa keberhasilan
dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis ingin
menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang terkait dalam penulisan skripsi ini, yaitu kepada:
1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT, (K), M.Kes selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
2. Prof. Dr. dr. I Nyoman Adiputra, MOH, PFK selaku Ketua Program Studi
Fisioterapi Universitas Udayana.
3. dr. Nila Wahyuni, S.Ked, M.Fis selaku pembimbing I yang telah banyak
memberikan petunjuk dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
4. dr. I Gusti Ayu Artini, M.Sc selaku pembimbing II yang telah banyak
memberikan petunjuk dan bimbingan dalam penyusunan skripsi penelitian
ini.
5. Bapak, Ibu, Gek Ita, Anindya, Deni dan seluruh keluarga besar yang selalu
vi
6. Seluruh teman – teman Axoplasmic, Fisioterapi FK Unud 2012 yang selalu membantu dan memberikan semangat dalam berbagai cara baik itu
melalui tawa, canda, ataupun nasihat-nasihat yang dapat memacu
semangat.
7. Para sahabat Lohtu, Gracia, Gita dan yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu, terimakasih banyak sudah selalu berbagi cerita-cerita motivasi dan
memberikan semangat walaupun kita terbatas ruang dan waktu.
8. Dosen – dosen pengajar dan staf Program Studi Fisioterapi yang telah banyak membantu dalam penyelesaian proposal penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak penulis sangat
harapkan.
Denpasar, Juni 2016
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
2.1.3 Sistem Otot pada Region Punggung Bawah... 14
2.1.4 Patofisiologi NPB Non-spesifik ... 19
2.2 Konsep dasar nyeri ... 21
2.2.1 Definisi nyeri ... 21
2.2.2 Konsep timbulnya nyeri ... 22
viii
2.4.1 Definisi Core Exercise ... 25
2.4.2 Mekanisme Core Exercise Terhadap Penurunan Nyeri NPB ... 26
2.4.3 Keunggulan Core Exercise ... 27
2.4.5 Prosedur Latihan ... 28
2.5 Konsep Dasar Pilates Exercise ... 31
2.5.1 Definisi Pilates Exercise ... 31
2.5.2 Mekanisme Pilates Exercise Terhadap Penurunan NPB ... 34
2.5.3 Keunggulan Pilates Exercise ... 35
2.5.4 Prosedur Latihan ... 36
4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel... 47
4.5 Variabel Penelitian ... 48
4.6 Definisi Operasional Variabel ... 48
ix
4.7 Instrumen Penelitian ... 49
4.8 Prosedur Penelitian ... 50
4.8.1 Prosedur Pendahuluan ... 50
4.8.2 rosedur Pelaksanaan ... 50
4.9 Alur Penelitian ... 54
4.10 Teknik Analisis Data ... 55
BAB V HASIL PENELITIAN ... 57
5.1 Data Karakteristik Sampel ... 57
5.2 Uji Normalitas dan Homogenitas... 59
5.3 Pengujian Hipotesis ... 61
5.3.1 Uji Beda Rerata Penurunan Skor Nyeri Punggung Bawah Sebelum dan Sesudah pada Masing – Masing Kelompok ... 61
5.3.2 Uji Komperasi Hasil Selisih Penurunan Skor Nyeri Punggung Bawah Non spesifik Pada Masing – Masing Kelompok 62 BAB VI PEMBAHASAN ... 64
6.1 Karakteristik Sampel ... 64
6.2 Pilates Exercise Dapat Menurunkan Nyeri Punggung Bawah Non-spesifik ... 66
6.3 Core Exercise Dapat Menurunkan Nyeri Punggung Bawah Non-Spesifik ... 69
6.4 Pilates Exercise Lebih Efektif Daripada Core Exercise Dalam Menurunkan Nyeri Punggung Bawah Non Spesifik ... 70
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 73
7.1 Simpulan ... 73
7.2 Saran ... 73
Daftar Pustaka ... 74
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.Grafik Kejadian MSDs ... 10
Gambar 2.2. Otot-otot Abdominalis... 16
Gambar 2.3. Otot – Otot Paravertebral ... 18
Gambar 2.4. Supine Abdominal Draw In ... 28
Gambar 2.5. Supine Twist ... 29
Gambar 2.6 Supine Butt Lift ... 29
Gambar 2.7 Supine Single Leg Butt Lift ... 30
Gambar 2.8 Prone Cobra’s ... 30
Gambar 2.9 Quadriceps Stretch ... 36
Gambar 2.10 Hip Flexor Stretch ... 37
Gambar 2.11 Adductor Stretch ... 37
Gambar 2.12 Prayer – Cat – Camel ... 38
Gambar 3.1. Kerangka Konsep ... 41
Gambar 4.1. Desain Penelitian ... 43
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Intreprestasi Nilai MOLBPDQ ... 25
Tabel 5.1 Rerata Usia dan IMT Sampel pada Kedua Kelompok Perlakuan ... 58
Tabel 5.2 Jumlah dan Persentase Usia, IMT, Jenis Kelamin Sampel Penelitian
pada Kedua Kelompok Perlakuan ... 58
Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas dan Uji Homogenitas ... 60
Tabel 5.4 Uji Komperasi Nyeri Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kedua
Kelompok ... 61
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan jaman sekarang ini, kesehatan merupakan sesuatu hal yang
sangat penting. Sehat adalah suatu kondisi yang terbebas dari segala jenis
penyakit, baik fisik, mental, dan sosial. Maka diperlukan suatu kesehatan yang
optimal terutama pada saat melakukan aktivitas fungsional sehari-hari. Aktivitas
fungsional sehari-hari, akan sering menimbulkan berbagai keluhan. Aktivitas yang
bisa memicu timbulnya keluhan pada punggung bawah misalnya saat mengangkat
benda yang berat dengan posisi yang salah, duduk dan berdiri dalam jangka waktu
lama. Jika berlangsung pada jangka waktu yang lama dan berulang, akan
menimbulkan keluhan pada punggung bawah yang biasa disebut Nyeri punggung
bawah. Nyeri yang dirasakan dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler
atau keduanya (Abdullah.F, 2012).
Nyeri punggung bawah (NPB) adalah nyeri kronik yang dialami dalam kurun
waktu lebih dari 3 bulan disertai adanya keterbatasan aktivitas yang dikibatkan
oleh melakukan pergerakan atau mobilisasi (Noor,2011). Penyakit gangguan
muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat
pelayanan kesehatan di seluruh dunia (WHO, 2003). 50% sampai dengan 80 %
penduduk di negara industri pernah mengalami nyeri punggung bawah. Suatu
penelitian mengatakan bahwa kurang lebih 60-80% individu setidaknya pernah
mengalami nyeri punggung dalam hidupnya (Sudirman, 2011). Penelitian
2
telah melakukan penelitian di Poliklinik Neurologi Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002 ditemukan prevalensi penderita nyeri
punggung bawah sebanyak 15,6%. Kelompok studi Nyeri PERDOSSI tahun 2002
melakukan penelitian secara nasional yang dilakukan di 14 kota di Indonesia,
hasil penelitian ditemukan 18,13% penderita mengalami nyeri sedang sampai
berat NPB dengan rata-rata nilai VAS sebesar 5,46±2,56 ( Huldani, 2012).
Persentase nyeri punggung meningkat dengan bertambahnya usia. NPB
menghilangkan banyak jam kerja dan membutuhkan banyak biaya untuk
penyembuhannya. Survei pada 3000 laki-laki dan 3500 wanita usia 20 tahun ke
atas menunjukkan 51% laki-laki dan 57% wanita mengeluhkan nyeri punggung,
lima puluh persen tidak bugar untuk bekerja selama beberapa waktu dan delapan
persen harus alih pekerjaan (Suharto, 2005). Wanita lebih sering mengalami nyeri
punggung bawah hal ini disebabkan karena pada wanita terjadi menstruasi dan
proses menopause yang menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat
penurunan hormon esterogen (Yanra,2013). Di negara maju seperti Amerika
Serikat, nyeri pada punggung dan tulang belakang merupakan penyebab tersering
dari semua kelainan kronik. NPB dapat menyebabkan keterbatasan aktivitas
masyarakat berusia dibawah 45 tahun dan menduduki peringkat ketiga setelah
penyakit jantung, arthritis dan rematik pada usia 45 hingga 65 tahun (Kim, 2005).
Fatalnya nyeri punggung bawah merupakan salah satu keluhan yang dapat
menurunkan produktivitas manusia, 50-80% pekerja pernah mengalami nyeri
punggung bawah sehingga memberi dampak buruk bagi kondisi sosio-ekonomi
Menurut pendapat beberapa peneliti NPB umumnya terjadi pada pekerja yang
bekerja berat secara fisik. NPB non spesifik merupakan respon terhadap adanya
kerusakan atau gangguan pada struktur vertebra lumbal. Kerusakan tersebut
disebabkan oleh faktor kesalahan biomekanik seperti bekerja dalam posisi statik
dan melakukan gerakan secara tiba-tiba dalam aktivitas pekerjaan (Abdullah,
2012). NBP terjadi akibat gangguan muskuloskletal seperti kelemahan otot,
fleksibilitas tulang belakang, dan ketidakstabilan ligamen lumbosakral. Faktor
resiko dari NPB adalah usia, kondisi kesehatan yang buruk, masalah psikologik
dan psikososial, hal yang berhubungan dengan pekerjaan seperti duduk dan
mengemudi dalam waktu lama, duduk atau berdiri berjam-jam (posisi tubuh kerja
yang statik) (Tomita , 2010). Hasil survei pada tanggal 12 November 2012 yang
telah dilakukan pada 10 tenaga kerja bagian garment yang sebagian besar adalah
tenaga kerja wanita di mana dalam bekerja selalu pada posisi duduk,
menunjukkan bahwa dari 10 tenaga kerja 7 orang mengeluh nyeri punggung
bawah (Wijayanti,2013)
Terapi latihan direkomendasikan sebagai penanganan NPB untuk mengurangi
nyeri, disabilitas dan perbaikan fungsional (Abenhaim, 2002). Pemberian terapi
latihan pada kasus NPB sudah merupakan pelayanan rutin bagi setiap praktisi di
bidang fisioterapi dan telah menjadi standar dalam penatalaksanaan NPB
(Weinstein,SM,1998). Terapi latihan tidak serta merta langsung menghilangkan
keluhan, akan tetapi diperlukan waktu untuk memberikan hasil yang terbaik.
Terapi latihan secara bertahap serta teratur sehingga dapat menurunkan nyeri,
4
meningkatkan kemampuan fungsional. Diantaranya terapi latihan yang dapat
diterapkan dalam hal ini adalah Pilates Exercise dan Core exercise . Terapi latihan
menunjukkan hasil yang lebih efekif bila dibandingkan dengan dengan
penanganan obat penghilang nyeri (Abdullah.F, 2012).
Saat ini telah dikembangkan suatu metode baru yang terkenal dengan latihan
Core exercise. Core strengthening exercise adalah metode penguatan otot perut
bawah dan otot punggung dimana otot-otot tersebut berpengaruh pada
pembentukan postur dimana rentan terjadinya nyeri punggung bawah . Penguatan
pada otot-otot tersebut akan meningkatkan kestabilan postur, keseimbangan
postur, serta menurunkan nyeri dan meningkatkan kemampuan fungsional
(Brandon dan Raphael, 2009). Menurut hasil penelitian Quin pada tahun 2011,
latihan Core exercise ini menggambarkan sebuah program inti yang menerapkan
untuk mengurangi nyeri pada pasien NBP dengan latihan menumpu berat badan
yang melibatkan proprioseptif dan keseimbangan. Core strength dan endurance
adalah hal penting untuk memelihara kesehatan punggung bawah dan untuk
mencegah terjadinya cedera terutama dalam peningkatan aktivitas fungsional.
Otot inti yang lemah atau tidak seimbang akan mengakibatkan adanya rasa sakit
di daerah punggung bawah (Quin, 2011) Penelitian yang dilakukan oleh Venu
Akuthota pada tahun 2008 tentang Prinsip Core Exercises, menunjukan bahwa
program latihan penguatan otot core dapat mencegah nyeri punggung bawah,
dapat menurunkan nyeri dan memperbaiki fungsi gerak pada pasien NPB
(Akuthota, 2008). Menurut hasil penelitian Laura Schembri pada tahun 2014 Core
(Schembri, 2014). Hasil penelitian dari Tarun Kumar pada tahun 2014, Core
Exercise adalah teknik rehabilitasi yang efektif untuk semua pasien NPB kronik,
terlepas dari durasi rasa sakit yang dialami pasien (Kumar, 2014). Penelitan
Joshua Johnson pada tahun 2012, pemberian Core exercise efektif mengurangi
nyeri NPB karena dapat membangun kembali kekuatan otot inti dan daya tahan
(Johnson, 2012).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Curnow pilates saat ini efektif dalam
mengurangi nyeri NPB, popularitas Pilates sudah mulai meningkat di semua
kalangan masyarakat. Pilates exercise merupakan sebagai pendekatan dalam
meningkatkan sistem neuromuscular untuk mengontrol dan melindungi pusat
tubuh dan tulang belakang, serta menurunkan nyeri. Studi menyatakan terdapat
beberapa keuntungan dari Pilates seperti menguatkan pusat tubuh, mengurangi
nyeri pada NPB, meningkatkan fleksibilitas dan koreksi postur serta
keseimbangan (Curnow, 2009). Pemberian Pilates Exercise dapat meningkatkan
fleksibilitas, meningkatkan otot inti, mengkoreksi postur sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri akibat penekanan dari discus intervertebralis. Tekhnik
pilates bertujuan untuk meningkatkan tonus dan kekuatan otot-otot tersebut, serta
peregangan lumbal sehingga menurunkan kompresi sendi yang menyebabkan
penurunan nyeri (Rael, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Betul Sekendiz pada
tahun 2007 tentang Efek Pilates Exercises dapat meningkatkan kekuatan otot
perut, kekuatan otot pinggang dan fleksibilitas pinggang (Sekendiz, 2007).
Menurut hasil penelitian Cherie Wells pada tahun 2013, Pilates exercise efektif
6
(Wells,2013). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Karen bahwa Pilates exercise
dilakukan dalam 6 minggu efektif mengurangi nyeri pada NPB (Karen, 2011).
Menurut hasil penelitian Henry Wajswelner pada tahun2012, program Pilates
dapat memberikan keuntungan untuk mengurangi nyeri, keterbatasan gerak dan
kualitas kesehatan yang lebih baik pada pasien yang mengalami NPB kronis
(Wajswelner,2012). Menurut penelitian Edwin Choon, pilates exercise menjadi
intervensi yang unggul dalam mengurangi nyeri NPB namun kepatuhan pasien
dalam melakukan intervensi juga patut diperhitungkan (Choon, 2011).
Terapi latihan dilakukan sedini mungkin dengan program terapi latihan yang
bertahap, teratur dan baik dapat membantu menurunkan nyeri, membentuk
kekuatan otot, fleksibiltas, stabilitas, keseimbangan dan relaksasi otot serta
meningkatkan kemampuan fungsional (Abdullah. F, 2012). Sampai saat ini belum
ada yang meneliti perbandingan efektifitas antara pilates exercises dan core stability
exercises untuk mengurangi nyeri punggung bawah non spesifik. Berdasarkan latar
belakang masalah tersebut, penulis memilih Pilates Exercise dan Core Exercise,
karena kedua latihan ini sama – sama memiliki manfaat mengurangi nyeri NPB,
penulis tertarik untuk mencoba mengkaji dan memahami mengenai perbedaan
efektifitas antara Pilates Exercise dan Core Exercise dalam menurunkan nyeri
NPB non spesifik pada penjahit di Kota Denpasar.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti membuat rumusan
1. Apakah Pilates Exercise efektif dalam menurunkan nyeri punggung
bawah non spesifik pada penjahit di Kota Denpasar?
2. Apakah Core Exercise efektif dalam menurunkan nyeri punggung
bawah non spesifik pada penjahit di Kota Denpasar?
3. Apakah ada perbedaan efektifitas antara Pilates Exercise dan Core
Exercise dalam menurunkan nyeri punggung bawah non spesifik pada
penjahit di Kota denpasar?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektifitas dari Pilates Exercise dan Core Exercise dalam
menurunkan nyeri punggung bawah non spesifik.
2. Tujuan khusus
a. Untuk membuktikan efektivitas pemberian Pilates Exercise dalam
menurunkan nyeri punggung bawah non spesifik pada penjahit di
Kota Denpasar.
b. Untuk membuktikan efektivitas pemberian Core Exercise dalam
menurunkan nyeri punggung bawah non spesifik pada penjahit di
Kota Denpasar.
c. Untuk membuktikan perbedaan efektivitas Pilates Exercise dan Core
Exercise dalam menurunkan nyeri punggung bawah non spesifik pada
8
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
a. Diharapkan penelitian ini menambah pengetahuan bagi para
pembaca (mahasiswa) tentang perbedaan pengaruh pemberian
Pilates Exercise dengan pemberian Core Exercise terhadap
penurunan nyeri punggung bawah non spesifik pada penjahit di
Kota Denpasar.
b. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan bagi para
pembaca (mahasiswa) dalam mengembangkan penelitian
selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi alternatif dalam
menurunkan nyeri punggung bawah non-spesifik pada penjahit
9
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar NPB
2.1.1 Definisi NPB Non-spesifik
Nyeri punggung bawah suatu keadaan dengan rasa tidak nyaman atau
nyeri akut pada tulang belakang bagian lumbalis kelima dan sakralis (L5-S1).
Nyeri pada punggung bawah dirasakan oleh penderita dapat terjadi secara
jelas atau samar serta menyebar atau terlokalisir (Pheasant, 2001).
Nyeri punggung bawah adalah salah satu gangguan musculoskeletal
akibat dari posisi yang tidak ergonomis. Seringkali terjadi dari aktivitas
sehari-hari, misalnya seperti melakukan pekerjan dengan posisi duduk dengan
waktu yang lama atau melakukan pekerjaan rumah. Nyeri punggung bawah
merupakan kelainan musculoskeletal yang paling sering terjadi akibat
pekerjaan. Oregon (2000) menggambarkan presentase distribusi cidera yang
terjadi pada bagian tubuh akibat kerja. Pada kondisi ini pasien akan
merasakan nyeri otot yang hebat dan adanya keterbatasan gerak fungsional
tubuh terutama pada saat fleksi . Pada umumnya pasien yang mengeluh nyeri
pada daerah lumbal kebanyakan disebabkan karena adanya kesalahan
10
Gambar 2.1 Grafik kejadian MSDs (Sumber: Oregon, 2000)
Dari gambar di atas nampak jelas bahwa punggung mempunyai
presentase cidera terbesar dibandingkan dengan bagian tubuh yang lain.
2.1.2 Epidemiologi NPB Non-spesifik
Nyeri punggung merupakan kelainan muskuloskeletal yang paling
sering terjadi. Perkiraan total biaya yang dikeluarkan untuk mengobati
nyeri punggung di Inggris pada tahun 2000 menghabiskan dana sebesar
12,3 juta poundsterling. Penyakit ini menyerang satu dari lima orang dalam
waktu yang bersamaan dan pada usia 30 tahun setengah populasi akan
mengalami paling tidak satu episode nyeri punggung (Brayne C et al,
Hasil penelitian yang dilakukan Pokdi Nyeri PERDOSSI (Persatuan
Dokter Saraf Seluruh Indonesia) di Poliklinik Neurologi Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002 menemukan prevalensi
penderita NPB sebanyak 15,6%. Angka ini berada pada urutan kedua
tertinggi sesudah sefalgia dan migren yang mencapai 34,8%. Dari hasil
penelitian secara nasional yang dilakukan di 14 kota di Indonesia juga oleh
kelompok studi Nyeri PERDOSSI tahun 2002 ditemukan 18,13% penderita
NPB dengan rata-rata nilai VAS sebesar 5,46±2,56 yang berarti nyeri
sedang sampai berat. Lima puluh persen diantaranya adalah penderita
berumur antara 41-60 tahun (Purba, 2008).
Nyeri pinggang idiopatik yaitu akibat strain (otot) dan sprain
(ligament) merupakan penyebab tersering (70%) dari NPB mekanik
80-90% sembuh dalam 2-6 minggu, 30 -70% akan berulang dan 5-10%
menjadi kronik. Dapat mengenai usia antara 25-60 tahun dan paling sering
mengenai usia 40-45 tahun. Tidak membedakan ras dan jenis kelamin.
Sebagin besar penderita nyeri punggung bawah mengatasi keluhannya
sendiri tanpa mencari pengobatan medis (Rahmawati, 2006).
2.1.3 Etiologi NPB Non-spesifik
Menurut Borenstein dan Wiessel (2004), faktor-faktor penyebab nyeri
12
1. Faktor statik
Faktor mekanik statik adalah deviasi sikap atau postur tubuh yang
menyebabkan peningkatan sudut lumbosakral (sudut antara segmen Vertebra
L5 dan Vertebra S1) yang normalnya 300-340, atau peningkatan lengkung
lordotik lumbal dalam waktu yang cukup lama, serta menyebabkan
pergeseran titik pusat berat badan (center of gravity/CoG), yang normalnya
berada di garis tengah sekitar 2,5 cm di depan segmen Vertebra S2.
Peningkatan sudut lumbosakral dan pergeseran CoG tersebut akan
menyebabkan peregangan pada ligamen dan berkontraksinya otot-otot yang
berusaha untuk mempertahankan postur tubuh yang normal, akibatnya dapat
terjadi sprain atau strain pada ligamen atau otot-otot sekitar punggung bawah
yang menimbulkan nyeri (Pandono, 2008).
Kemungkinan faktor penyebab statik pada NPB adalah (Pandono,
2008) :
a) Pergeseran titik pusat berat badan bergeser ke depan. Adapun
yang dapat menimbulkan pergeseran antara lain:
1. Kebiasaan tubuh yang tidak benar
2. Obesitas dan kehamilan
3. Pemendekan tendo achiles atau terlalu sering memakai sepatu
dengan tumit tingi
4. Kelemahan otot-otot dinding perut, serta kelainan atau
pemendekan otot-otot pungung
c) Terganggunya ritme lumbal-pelvis
2. Faktor dinamik
Faktor mekanik dinamik atau kinetik yaitu terjadinya stress atau
beban mekanik abnormal pada struktur jaringan (ligamen atau otot) di daerah
punggung bawah saat melakukan gerakan. Stress atau beban mekanik tersebut
melebihi kapasitas fisiologik atau toleransi otot maupun ligamen di daerah
punggung bawah. Timbulnya nyeri adalah akibat kelainan pada ritme lumbal
pelvis yaitu karena fungsinya tidak sempurna. Gerakan yang potensial
menimbulkan nyeri punggung bawah muskuloskeletal adalah gerakan
kombinasi terutama fleksi dan rotasi, dan bersifat repetitif, apalagi disertai
dengan beban, misalnya ketika sedang mengangkat beban yang berat
(Pandono, 2008).
Menurut Bull dan Archad (2007), faktor-faktor resiko pada nyeri
punggung bawah dapat dibagi menjadi 2 kelompok utama, yaitu faktor
eksternal atau pekerjaan dan faktor internal.
a) Faktor eksternal atau pekerjaan
Faktor eksternal atau pekerjaan antara lain : (1) pekerjaan fisik yang
berat, yang terutama memberikan tekanan yang cukup besar pada punggung
bawah; (2) pekerjaan yang berhubungan dengan posisi statik yang
berkepanjangan, misalnya berdiri atau duduk yang cukup lama, apalagi
disertai dengan vibrasi atau getaran pada tubuh, misalnya mengendarai mobil,
truk, atau mengoperasikan alat-alat perindustrian; (3) pekerjaan yang
14
berulang-ulang; (4) pekerjaan yang membosankan, repetitif, atau tidak
memberikan kepuasan (Bull dan Archad,2007).
b) Faktor internal
Faktor internal berkaitan dengan individu itu sendiri, antara lain :
(1) usia, dari berbagai studi epidemiologik, kejadian nyeri punggung bawah
meningkat pada usia 35 tahun dan mencapai puncaknya pada usia sekitar 55
tahun; (2) antropometrik, berhubungan dengan berat badan, individu dengan
obesitas mempunyai resiko yang lebih besar mengalami nyeri punggung
bawah karena obesitas menyebabkan hiperlordosis lumbal sehingga terjadi
pergeseran titik pusat berat badan ke depan (Bull dan Archad,2007).
2.1.4 Sistem Otot Pada Region Punggung Bawah
Sistem otot / muscular pada region punggung bawah bila dilihat
pada irisan transversal, dapat dikelompokkan menjadi dinding anterior,
lateral dan posterior. Namun karena tidak ada batas jelas antara dinding
anterior dan lateral maka lebih mudah bila memakai istilah antero-lateral.
Dinding antero-lateral ini disusun oleh otot –otot abdominal dan fascia
abdominals, sedangkan dinding posterior oleh otot – otot paravertebral
dan columna vertebralis (Putz dan Pabst , 2006) sesuai dengan
(gambar2.2)
1. Dinding Antero Lateral
Otot – otot abdominal (dinding antero-lateral ) atas tiga lapisan.
kedua adalah oblikus internus sedangkan lapisan ketiga adalah
otot transversus abdominis dan otot rectus abdominis.
a) Otot oblikus eksternus berorigo di permukaan eksternal kosta ke 5
-12 ; insersi pada linea alba, tberkulum pubikum dan setengah
bagian anterior krista iliaca; fungsi untuk fleksi dan trunk.
b) Otot oblicus internus berorigodari fascia torakolumbal, 2/3 bagian
anterior krista iliaka dan separuh bagial lateral ligament inguinal;
insersio pada sisi posterior kosta ke 10-12, linea alba dan pekten
pubis; fungsinya dalam kompresi dan penyanggan viscera
abdominal serta fleksi dan rotasi trunk.
c) Otot transversus abdominis berorigo dari permukaan internal
kartilago kosta ke 7 -12, fascia torakolumbal, krista iliaka dan 1/3
lateral ligamen inguinal; insersio pada linea alba, krista pubikum,
lapisan anterior selubung rectus dan pekten pubis, berfungsi
menarik dan mengencangkan dinding abdominal,
kompresi/menekan serta menyangga viscera abdominal.
d) Otot rektus abdominis berorigo pada simpisis pubis dan krista
pubikum, insersio di prosesus xifoideus dan kartilogo kosta ke 5 –
7, fungsinya untuk fleksi trunk, menekan viscera abdominal dan
16
Gambar 2.2 Otot-otot abdominalis
(Putz dan Pabst , 2006)
Bagian Lateral abdomen terdapat otot quadratus lumborum dan otot psoas
dapat dimasukkan ke dalam lapisan otot deep dari dinding lateral (Kapandji,
2010). Otot quadratus lumborum memiliki tiga jenis serabut yaitu serabut yang
berjalan dari kosta 12 ke krista iliaka, serabut dari kosta 12 ke prosesus
transversus vertebra lumbal dan serabut dari prosesus transversus vertebra
lumbal 1-4 ke krista iliaka. Otot psoas terdiri dari psoas mayor dan psoas minor.
prosesus transversus vertebra lumbal, insersio psoas mayor pada trokantor minor
femur dan psoas minor pada linea pektinea (Kapandji, 2010).
2. Dinding Posterior
Otot-otot dinding posterior dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu otot-otot
ekstrinsik dan intrinsik.
a) Kelompok ekstrinsik meliputi lapisan otot-otot superficial dan intermediate
yang berfungsi menghasilkan dan mengontrol gerakan ekstremitas serta
respirasi. Otot ekstrinsik yang sampai ke regio punggung bawah hanyalah
latissimus dorsi. Otot ini berorigo di Krista iliaka, 4 kosta terbawah, 6
vertebra torakal terbawah dan fascia torakolumbal, insersio di fossa
intertuberkularis humeri. Fungsinya lebih banyak pada gerakan ekstensi sendi
bahu.
b) Otot-otot intrinsik terbagi menjadi tiga lapisan yaitu superficial, intermediate
dan deep. Namun pada regio punggung bawah hanya terdapat lapisan
intermediate dan deep. Otot-otot intrinsik berperan utama pada gerakan
kolumna vertebralis dan pemeliharaan postur. Otot-otot pada regio punggung
bawah sebagian besar termasuk kelompok intrinsik.
Pada lapisan intermediate terdapat otot paravertebral / erector spine yaitu otot
iliocostalis, otot longissimus dan otot spinalis. Otot-otot ini disebut “otot panjang”
punggung, merupakan otot dinamik yang menghasilkan gerakan ekstensi saat beraksi
18
Lapisan deep disusun oleh otot-otot yang berjalan oblik, terdiri dari otot
semispinalis,otot multifidus dan otot rotator. Otot-otot ini berasal dari prosesus
transversus vertebra di bawah dan melekat pada prosesus spinosus vertebra di
atasnya. Kerja otot-otot ini relatif inaktif pada posisi berdiri santai, namun aksinya
sangat diperlukan sebagai otot postural statik untuk menjaga stabilitas columna
vertebralis (Moore dan Dalley, 2004) sesuai dengan (gambar 2.3)
Gambar 2.3 Otot-otot paravertebral (Putz dan Pabst , 2006)
Kerja sinergis dari otot-otot di atas akan menghasilkan dynamic bracing yang
diperlukan untuk stabilisasi vertebra lumbal. Otot-otot stabilisator utama pada
lumbal disusun oleh lapisan dalam dari otot paravertebral dan otot abdominal, yaitu:
otot-otot transversospinalis (otot multifidus, otot intertransversarii, dan otot
sangat sesuai dengan jenis serabut ototnya yang memiliki karakteristik serabut otot
tipe I atau tipe tonik (Knudsen, 2003).
2.1.5 Patofisiologi NPB Non-spesifik
NPB non-spesifik sering terjadi karena postur yang buruk, oleh karena itu
NPB non-spesifik bisanya terjadi pada individu yang duduk untuk waktu yang
lama, membungkuk untuk waktu yang lama atau sering membungkuk saat
bekerja, mengangkat benda yang berat, berdiri, posisi tidur dan berbaring yang
jelek. Stres postural yang lama menyebabkan overstretch pada ligamen dan
jaringan lunak lainnya yang mempertahankan vertebra. Ketika sendi diantara
kedua tulang berada dalam posisi yang menghasilkan overstretch dan kelelahan
pada jaringan lunak sekitar sendi, nyeri sering dihasilkan (McKenzie, 2000).
Penyebab nyeri lainnya adalah ischemia, dimana ischemia dapat
menebabkan akumulasi asam laktat dengan jumlah yang besar di dalam jaringan,
yang terbentuk sebagai konsekuensi dari metabolisme anaerobik. Kemungkinan
juga adalah keterlibatan unsur-unsur kimiawi lainnya seperti bradykinin dan
enzim proteolytic yang terbentuk di dalam jaringan karena adanya kerusakan sel.
Keterlibatan kedua enzim dan akumulasi asam laktat di dalam jaringan dapat
merangsang ujung-ujung saraf nyeri (reseptor nyeri). Disamping itu, muscle
spasm juga penyebab umum dari nyeri. Nyeri dapat berasal dari efek langsung
dari muscle spasm yang merangsang reseptor nyeri mechanosensitive, tetapi
dapat juga berasal dari efek tidak langsung dari muscle spasm yang
mengompresi pembuluh darah sehingga menyebabkan ischemia. Hal ini akan
20
Nyeri pada NPB non-spesifik merupakan respon terhadap adanya
kerusakan atau gangguan pada struktur vertebra lumbal yang disebabkan oleh
faktor mekanikal (kesalahan biomekanik). Pada umumnya kerusakan terjadi
pada serabut annulus fibrosus bagian dorsal dan atau ligamen longitudinal
posterior. Adanya kerusakan menyebabkan terlepasnya zat-zat iritan seperti
prostaglandin, bradykinin, dan histamin sehingga merangsang serabut saraf Aδ
dan tipe C (bermylein tipis). Impuls tersebut dibawa ke ganglion dorsalis dan
masuk kedalam medulla spinalis melalui cornu dorsalis, yang kemudian dibawa
ke level SSP yang lebih tinggi melalui traktus spinothalamicus dan
spinoreticularis. Adanya rangsangan pada ganglion dorsalis akan memicu
produksi “P” substance. Produksi “P” substance akan merangsang terjadinya
reaksi inflamasi (Sudaryanto, 2004).
Adanya nyeri hebat menyebabkan reaksi reflekstorik pada otot-otot lumbo
dorsal terutama otot erector spine sehingga terjadi peningkatan tonus yang
terlokalisir (spasme) sebagai “guarding” (penjagaan) terhadap adanya gerakan.
Jika spasme otot berlangsung lama maka otot akan cenderung menjadi tightness.
Keadaan tightness pada otot-otot erector spine akan memperberat nyeri karena
terjadi ischemic dan menyebabkan alignment spine menjadi abnormal sehingga
menimbulkan beban stress/kompresi yang besar pada diskus intervertebralis
yang cidera (Sudaryanto, 2004).
Adanya problem utama berupa nyeri dan tightness pada otot-otot lumbo
dorsal terutama erector spine maka gangguan gerak dan fungsi yang dominan
dan rotasi lumbal. Gerakan-gerakan tersebut merupakan gerakan-gerakan
fungsional pada lumbal (Sudaryanto, 2004)
2.2 Konsep Dasar Nyeri
2.2.1 Definisi Nyeri
Nyeri menurut The International For Study of Pain (IASP) adalah
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak nyaman, yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan atau berpotensi terjadinya kerusakan jaringan
atau menggambarkan adanya kerusakan jaringan. Nyeri juga merupakan
suatu refleks untuk menghindari dari semacam bahaya, tetapi perasaan
nyeri itu terlalu keras atau berlangsung terlalu lama akan berakibat tidak
baik bagi badan (William, 2005).
Nyeri dapat juga diartikan sebagai refleks untuk menghindari
rangsangan dari luar badan, atau melindungi badan dari hal-hal yang
membahayakan tubuh dan menjadi sinyal adanya kerusakan jaringan.
Berdasarkan patofisiologinya nyeri terbagi atas (Kurniasih, 2011) :
1. Nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, yaitu nyeri yang timbul akibat
adanya stimulus mekanis terhadap nosiseptor
2. Nyeri neuropatik, yaitu nyeri yang timbul akibat disfungsi primer pada
sistem saraf
3. Nyeri idiopatik, nyeri dimana kelainan patologi tidak dapat ditemukan
4. Nyeri psikologik, penyebab nyeri tidak dapat ditemukan kelainan
organik tetapi penderita mengeluh nyeri. Dan biasanya keluhan nyeri
22
2.2.2 Mekanisme Timbulnya Nyeri
Impuls disampaikan oleh serabut saraf yang bermyelin besar dan kecil,
aktivitas dari serabut saraf besar akan menghambat aktivitas substansia
gelatinosa yang menyebabkan pintu gerbang tertutup sehingga impuls nyeri
tidak sampai, sedangkan saraf yang bermyelin kecil memperlancar impuls
masuk kedalam substansia gelatinosa selanjutnya naik ke otak untuk
diterjemahkan sebagai nyeri. Ada empat proses dalam transmisi nyeri
(Kurniasih, 2011) :
1. Proses transduksi
Proses tranduksi merupakan proses dimana suatu stimulasi nyeri diubah
menjadi suatu aktivitas listrik yang akan diterima oleh ujung – ujung saraf.
Stimulasi ini dapat berupa stimulasi fisik mekanis (berupa tekanan), thermis
(panas dan dingin), atau kimiawi (Kurniasih, 2011).
2. Proses transmisi
Proses transmisi merupakan penyaluran impuls melalui saraf sensorik
menyusul proses transduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut A δ dan
serabut C sebagai neuron pertama, dari perifer ke medulla spinalis dimana
impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh
tractus spinothalamikus sebagai neuron kedua. Dari thalamus selanjutnya
impuls disalurkan kedaerah somatosensorik diskorteks serebri melalui neuron
ketiga, dimana impuls tersebut diterjemahkan dan dirasakan sebagai persepsi
3. Proses modulasi
Proses modulasi merupakan proses dimana terjadi interaksi antara sistem
analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh dengan input nyeri yang masuk
ke cornu posterior medulla spinalis. Sistem analgesik endogen ini meliputi
enkefalin, endorfin, serotinin memiliki efek yang dapat menekan impuls nyeri
pada cornu posterior medulla spinalis. Cornu posterior ini dapat diibaratkan
sebagai pintu yang dapat tertutup atau terbuka untuk menyalurkan impuls
nyeri. Proses terbuka dan tertutupnya pintu nyeri tersebut diperankan oleh
sistem analgesik endogen (Kurniasih, 2011).
4. Proses Persepsi
Proses persepsi adalah hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks yang
dimulai dari proses transduksi, transmisi dan modulasi yang pada gilirannya
akan menghasilkan suatu perasaan yang subjektif yang dikenal dengan
persepsi nyeri (Kurniasih, 2011).
2.3 Pengukuran Nyeri Fungsional
Pengukuran kondisi spesifik status kesehatan sering digunakan dalam percobaan
klinis untuk perbaikan pasien. Salah satu pengukuran nyeri fungsional adalah
Oswestry Low Back Pain Disability Questionnaire. Perkembangan Oswestry Low
Back Pain Disability Questionnaire di prakarsai pertama kali oleh John O’Brien
pada tahun 1976. Indeks tersebut dirancang sebagai ukuran untuk penilaian dan
24
2.3.1 Penilaian Oswestry Low Back Pain Disability Questionnaire
Sampel diminta untuk mengekpresikan derajat nyeri yang dialami
menggunakan Oswestry Low Back Pain Disability Questionnaire yang telah
dimodifikasi untuk masyarakat Indonesia. Terdapat 10 bagian pertanyaan yang
masing-masingnya membahas tentang intensitas nyeri, kebutuhan pribadi (mencuci,
berpakaian, dll), mengangkat beban, berjalan, duduk, berdiri, tidur, kehidupan
sosial, bepergian dan pekerjaan kantor/rumah tangga (Hiagian, 2013).
Dari masing-masing pertanyaan terdapat enam pilihan pernyataan jawaban
dengan nilai total 5. Apabila pernyataan jawaban pertama dipilih, maka nilainya
adalah 0 sedangkan bila pernyataan jawaban kelima yang dipilih, maka nilainya
adalah 5. Apabila lebih dari satu pernyataan jawaban yang pilih maka pilih yang
nilainya paling tinggi. Apabila seluruh pertanyaan sudah dijawab maka nilainya
dikalkulasian sebagai berikut : apabila 16 (nilai total) dari 50 (nilai total yang
memungkinkan) x 100% = 32% (Hiagian, 2013).
Berikut adalah interpretasi nilai dari Modified Oswestry Low Back Pain
Tabel 2. 1 Interpretasi nilai Modified Oswestry Low Back Pain Disability Questionnaire (Hiagian, 2013).
Hasil Interpretasi Keterangan
0% - 20%
Minimal disability
Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tapa terganggu oleh rasa nyeri.
21% - 40%
Moderate disability
Pasien merasakan nyeri yang lebih dan mulai kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti duduk, mengangkat barang, dan berdiri.
41% - 60%
Severe disability
Nyeri terasa sepanjang waktu dan aktivitas sehari – hari mulai terganggu karena rasa nyeri.
61% - 80% Crippled Nyeri yang timbul menganggu seluruh aktivitas sehari – hari.
81%- 100% Pasien sudah sangat tersiksa oleh nyeri yang timbul.
2.4 Konsep Dasar Core Exercise
2.4.1. Definisi Core exercise
` Core exercises merupakan model latihan yang digunakan dengan tujuan
untuk meningkatkan kekuatan dan stabilitas pusat/batang tubuh. Core exercise
mengacu pada kemampuan tubuh untuk mempertahakan posisi dan gerakan pada
pusat tubuh. Pusat tubuh tersusun atas beberapa otot yakni, transversus abdominus,
multividus, diaphragm, pelvic floor muscle. Otot - otot tersebut bekerja bersama
untuk menghasilkan keseimbangan yang sempurna pada abdominal dan lumbal. Core
exercises bertujuan untuk meningkatkan kekuatan dari sekelompok otot tersebut.
Core exercises memiliki banyak manfaat bagi tubuh. Selain dapat digunakan untuk
26
program ini juga bermanfaat untuk meningkatkan prestasi atlet. Latihan ini terdiri
dari dua bentuk latihan, yakni latihan kelentukan dan latihan kekuatan. Demi hasil
yang maksimal, program kekuatan dilakukan sebanyak 3 kali dalam satu minggu
(Princeton, 2014).
Pada pelatihan core exercises dikenal yang disebut dengan kinetik chain yang
bekerja pada saat :
a) Kontrol secara optimal
b) Mendistribusikan tekanan yang merata
c) Mengefisienkan semua gerakan secara optimal
d) Tanpa latihan yang berlebihan
e) Tanpa melakukan gerakan yang berlebihan
f) Sendi dalam keadaan stabil
2.4.2.Mekanisme Core exercise Terhadap Penurunan Nyeri Punggung
Prinsip dalam core exercises adalah mengaktifkan kerja dari pada core
muscle yang merupakan deep muscle yang pada pasien NPB non-spesifik mengalami
kelemahan. Teraktivasinya core muscle ini akan meningkatkan stabilitas tulang
belakang, karena core muscle yang aktif akan meningkatkan tekanan intra abdominal
dan hal tersebut akan membentuk abdominal brace yang akan meningkatkan
stabilitas dari tulang belakang (Kisner dan Colby, 2011). Menurut Panjabi (2000),
peningkatan aktivitas dan aktivitas antagonis otot trunk dapat meningkatkan control
tulang belakang pada individu NPB hal tersebut mendorong pemeliharaan dari posisi
terapi yang dilakukan dengan benar dapat memberikan peningkatan kekuatan otot
yang mengalami kelemahan sekaligus dapat mengurangi rasa nyeri dan
meningkatkan aktivitas fungsional. Stabilitas yang lebih baik diperlukam pada pasien
NPB non-spesifik daripada mobilitas, karena permasalahan pada NPB non-spesifik
adalah berkurangnya stabilitas pada punggung bawah (Panjabi,2000).
Teraktivasinya core muscle akan membuat otot penyusun vertebra
berkontraksi secara bersama – sama. Ketika grup otot penggerak vertebra
berkontraksi maka dengan demikian didapatkan stabilitas tulang belakang yang baik
dan posisi tulang belakang dalam keaadan netral (Kisner,2011). Stabilitas tulang
belakang yang baik seseorang akan lebih mudah dalam melakukan aktivitas
fungsional. Berkurangnya tekanan intradiskal akan membuat pasien lebih mudah
dalam melakukan aktivitas fungsional, antara lain pasien kan lebih mudah dalam
melakukan aktivitas mengangkat, berjalan, duduk, berdiri dan saat melakukan
aktivitas rekreasi (Kisner,2011).
2.4.3.Keunggulan Core Exercise
Latihan Core Exercises biasanya di pakai pada pasien yang sakit pinggang
dan atlet untuk meningkatkan keseimbangan tubuhnya (Brandon dan
Raphael,2009).
Berikut adalah manfaat dari latihan core exercises :
1. Meningkatkan keseimbangan
Latihan core exercise berfokus pada kekuatan otot-otot core yaitu transversus
28
dapat meningkatkan keseimbangan tubuh secara menyeluruh. Banyak atlet
yang melakukan core exercise untuk menunjang kebugaran mereka saat
bertanding.
2. Meningkatkan kekuatan otot
Latihan ini adalah latihan yang baik untuk meningkatkan kekuatan tubuh
keseluruhan terutama otot-otot core.
3. Mengurangi Nyeri
Jika menderita sakit pinggang, akan menemukan bahwa gerakan saat berlatih
core exercises akan membantu mengurangi rasa sakit. Karena kontraksi
kekuatan dari otot core secara bersamaan mengarah pada perbaikan postur
tubuh, sekaligus menghilangkan ketegangan.
2.4.4.Prosedur latihan
1. Supine Abdominal Draw In
Berbaring terlentang di atas matras, dengan kedua lutut di fleksikan,
tarik dan dorong punggung bagian bawah. Ulang gerakan ini sebanyak
20 kali, seperti dengan (gambar 2.4).
2. Supine Twist
Berbaring letakkan punggung diatas matras, fleksi lutut 90 derajat, Tarik
otot abdominal secara perlahan, kemudian putas pinggang, ke satu sisi,
dengan punggung tetap berada di lantai. Ulang gerakan ini sebanyak 20
kali seperti dengan (gambar 2.5).
Gambar 2.5: Supine Twist (Princeton, 2014)
3. Supine Butt Lift
Berbaring terlentang diatas matras, lalu flkesi lutut 90 derajat, angkat
punggung bawah ketas, letakkan tangan diatas lantai, lalu tahan selama
10 detik. Ulang gerakan ini sampai 20 kali, seperti dengan (gambar 2.6).
30
4. Supine Single Leg Butt Lift
Berbaring terlentang di atas matras, lalu flkesi lutut 90 derajat, angkat
punggung bawah keatas secara bersamaan mengangkat paha dan kaki
letakkan tangan diatas lantai, lalu tahan selama 10 detik. Ulang gerakan
ini sampai 20 kali, seperti dengan (gambar 2.7).
Gambar 2.7: Supine Single Leg Butt Lift (Princeton, 2014)
5. Prone Cobra’s
Berbaring tengkurap, letakkan perut di atas matras, letakkan tangan di
atas lantai, lalu angkat dada, lalu tahan selama 10 detik. Ulang gerakan
sebanyak 20 kali, seperti dengan (gambar 2.8).
2.5. Konsep Dasar Pilates exercise
2.5.1. Definisi Pilates exercise
Pilates (pilateiz) adalah suatu metode olahraga yang dikembangkan oleh
Joseph Hubert Pilates (Joe Pilates) yang berasal dari Jerman pada awal abad
ke-20. Pilates awalnya merupakan paket latihan yang diciptakan oleh Joseph Hubert
Pilates yang dianggap cocok untuk para penari karena dapat meningkatkan
fleksibilitas tubuh (Menezes, 2010).
Metode ini difokuskan untuk kelenturan serta fleksibilitas seluruh bagian
tubuh. Kelenturan dan fleksibilitas gerakan dirancang untuk mendapatkan
keseimbangan tubuh yang sempurna (balanced development), fokus pada otot
perut serta dapat memperbaiki gangguan pada tulang belakang. Pilates lebih dari
sekedar latihan fisik, melainkan juga baik untuk meningkatkan kekuatan pikiran,
serta mental. Pilates dilakukan perlahan-lahan secara terkendali, menggunakan
gerakan-gerakan peregangan untuk membangun kekuatan tubuh secara
keseluruhan. Pilates juga menggabungkan latihan pernapasan sehingga bagus
untuk menenangkan pikiran (Menezes, 2010).
Olahraga yang berasal dari Jerman ini menekankan pada peningkatan
keseimbangan tubuh melalui kekuatan inti, fleksibilitas, dan kesadaran untuk
mendukung efisiensi gerakan. Tujuan utama pilates adalah untuk memperbaiki
tulang belakang dan mengatasi masalah-masalah yang mungkin ditimbulkannya.
32
sempurna dan juga dapat memperbaiki masalah-masalah yang berhubungan
dengan kelainan tulang belakang (Menezes, 2010).
Fokus utama pilates adalah melatih otot inti (otot yang terdapat di panggul,
punggung bawah, dan perut). Otot inti yang kuat akan membuat postur tubuh
menjadi lebih baik, menghindarkan nyeri pada punggung, serta meningkatkan
fleksibilitas. Saat kekuatan inti meningkat maka otot-otot ini akan bekerja dengan
otot-otot lain yang lebih dangkal untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh
menjadi lebih baik dan ringan. Jika tulang belakang dalam posisi benar dan stabil
maka dapat menahan beban dengan baik sehingga tubuh bisa bergerak dengan
efisien dan bebas (Menezes, 2010). Pilates Exercise memiliki 6 prinsip utama
yaitu :
1. Nafas
Gerakan yang dilakukan menggunakan nafas yang benar yaitu pernapasan
perut. Pernapasan perut dapat mendorong tulang belakang bersama
otot-ototnya kembali berfungsi secara seimbang.
2. Konsentrasi
Setiap gerakan dan hitungan dalam pilates harus dilakukan dengan penuh
konsentrasi.
3. Pengendalian
Pilates membutuhkan kontrol pikiran dan tubuh. Setiap gerakan harus
4. Berpusat
Perhatian harus terpusat pada tujuan berlatih pilates. Misalnya tujuannya
untuk menguatkan otot perut.
5. Presisi
Setiap gerakan harus dilakukan dengan perhitungan yang tepat, misalnya jika
harus mengangkat kaki 90 derajat, harus tepat 90 derajat.
6. Mengalir
Dalam pilates, gerakan dilakukan dengan sifat kontinyu. Maka itu, penting
untuk berkonsentrasi selama latihan individual.
Keenam prinsip pilates diatas adalah faktor utama dalam menentukan
kualitas latihan pilates. Maka akan menemukan bahwa, tidak seperti
kebanyakan sistem latihan, pilates tidak memberikan banyak pengulangan
untuk setiap gerakan. Saat melakukan latihan secara penuh, dengan presisi
mungkin akan memberikan hasil yang signifikan dalam waktu singkat
dibandingkan repetisi seperti banyak ditemukan pada olahraga lain. Bukan
hanya itu, pilates exercises pada prinsipnya menghasilkan penguatan dan
penguluran, misalnya fleksi trunk otot agonisnya akan mengalami penguatan
34
2.5.2. Mekanisme Pilates Exercises Terhadap Penurunan Nyeri Punggung
Bawah
Pilates exercise dalam menurunkan nyeri adalah dengan memberikan
stimulasi aktivasi golgi tendon organ. Aktivasi ini menginhibisi sistem spinal,
termasuk menstimulasi reseptor pada persendian yaitu mobilitas dan
artikulasi spine bersama dengan pengembangan dari (deep and superficial)
abdominal muscle endurance, sehingga dengan daya tahan otot yang baik
maka akan memperbaiki postur dan menurunkan nyeri. Gerakan berulang
akan menghilangkan stres mekanik dan cedera otot (Levine et al, 2007).
Otot perut yang terdiri dari M. Transversus Abdominis, M. Multifidus,
Pelvic Floor, dan diafragma. Teknik pilates menggabungkan antara latihan
kekuatan dan kelenturan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan
otot-otot tersebut dan peregangan lumbal. Kontraksi dari otot-otot-otot-otot tersebut akan
menurunkan resiko terjadinya cedera pada pinggang dengan berkontraksi
secara bersamaan sehingga meningkatkan stabilisasi dan mengurangi
imbalance muscles (Menezes, 2010).
Tekhnik pilates bertujuan untuk peregangan lumbal sehingga menurunkan
kompresi sendi yang menyebabkan penurunan nyeri. Hal ini sesuai dengan
pernyataan yang diungkapkan oleh Rael Teknik Pilates bertujuan untuk
peregangan lumbal sehingga menurunkan kompresi sendi yang menyebabkan
2.5.3. Keunggulan Pilates Exercise
Pilates exercise merupakan salah satu dari sekian banyak latihan yang
berguna untuk kesehatan. Latihan ini banyak dilakukan para wanita yang
menginginkan tubuh kencang dan lebih ideal.
Berikut adalah manfaat yang bisa dapatkan dari Pilates exercise :
1. Meningkatkan keseimbangan
Latihan pilates berfokus pada kekuatan otot perut. Otot perut yang kuat
dapat meningkatkan keseimbangan tubuh secara dan menyeluruh.
2. Meningkatkan Fleksibilitas Tulang Belakang
Pilates memberikan lebih banyak keuntungan untuk tulang belakang,
yaitu dengan memberikan tambahan ruang pada tulang belakang dalam
setiap gerakan pilates. Ruang tambahan ini meningkatkan mobilitas dan
fleksibilitas. Fleksibilitas tulang belakang yang baik dapat mengurangi
risiko cedera dan membuat pergerakan jauh lebih mudah.
3. Memperbaiki postur tubuh
Postur tubuh yang buruk bisa menyebabkan sakit pinggang. Menjaga agar
garis tulang belakang lurus sesuai anatominya merupakan dasar dari
latihan pilates. Latihan ini juga bertujuan menjaga lengkungan alami
tulang belakang.
4. Meningkatkan kekuatan otot perut
Otot perut adalah salah satu bagian otot yang terlatih dengan baik saat
melakukan latihan pilates, termasuk otot bagian tengah tubuh yang lain
36
tengah tubuh dapat meningkatkan keseimbangan, kekuatan dan juga
memperbaiki postur tubuh.
5. Meningkatkan Kesehatan Emosional
Pilates memberikan manfaat bagi kesehatan emosional. Gerakan yang
halus dengan pikiran yang tenang selama latihan akan menenangkan
sistem saraf dan membantu meringankan stres. Ketika memperpanjang
dan memperkuat otot-otot, akan melancarkan sirkulasi darah dan
menghilangkan ketegangan. Setiap selesai latihan akan merasa lebih
tenang, seimbang, dan jauh lebih segar (Touw, 2011).
2.5.4. Prosedur latihan
a. Quadriceps Stretch
Posisi tidur tengkurap, kaki fleksi, lalu Tarik punggung kaki dengan
handuk, hingga tumit menyentuh bokong. Tahan regangan ini selama 30
detik dan ulang gerakan ini sebanyak 3 kali, seperti dengan (gambar 2.9).
Gambar 2.9 : Quadriceps Stretch
b. Hip Flexor Stretch
Berlutut dengan satu lutu menyentuh di lantai, kemudian angkat tangan ke
atas, hingga pinggang meregang. Tahan regangan ini sampai 30 detik dan
ulang gerakan ini sebanyak 3 kali, seperti dengan (gambar 2.10).
Gambar 2.10 : Hip Flexor Stretch
(Wells,2013)
c. Adductor Stretch
Posis berdiri tegak, tumit di letakkan diatas meja, angkat tangan kanan ke
atas, lalu fleksi pinggang ke kiri. Tahan gerakan ini selama 30 detik, ulang
gerakan ini sebanyak 3 kali seperti dengan (gambar 2.11).
Gambar 2.11 : Adductor Stretch
38
d. Prayer- Cat – Camel
Pertama lakukan posisi awal membungkuk di atas lantai setelah itu ambil
nafas yang dalam , kemudian lakukan gerakan seperti berdoa sambil
menghenbuskan nafas secara perlahan, kemudian lakukan gerakan kedua
seperti kecing, punggung di lengkungkan keatas, sambil mengambil nafas,
lalu kembalikan punggung dengan kepala melihat keatas, sambil
menghembuskan nafas secara perlahan. Ulangi gerakan ini sebanyak 5
kali, seperti dengan (Gambar 2.12).