• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802012088 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802012088 Full text"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI GURU DAN

KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA

SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP

PERILAKU MEMBOLOS

OLEH

THEOPHANI KHARISMA TITALEY

802012088

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai citivas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Theophani Kharisma Titaley

Nim : 802012088

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Jenis Karya : Tugas Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Kristen Satya Wacana hal bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royality freeright) atas karya ilmiah saya berjudul:

PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI GURU DAN KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA

SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP PERILAKU MEMBOLOS

Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, Universitas Kristen Satya Wacana berhak menyimpan, mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis atau pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Salatiga

Pada Tanggal : 26 Agustus 2016 Yang menyatakan,

Theophani Kharisma Titaley

Mengetahui,

Pembimbing

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Theophani Kharisma Titaley

Nim : 802012088

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:

PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI GURU DAN KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA

SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP PERILAKU MEMBOLOS

Yang dibimbing oleh:

Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi., MA.

Adalah benar-benar hasil karya saya.

Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis atau sumber aslinya.

Salatiga, 26 Agustus 2016 Yang memberi pernyataan,

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI GURU DAN KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA

SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP PERILAKU MEMBOLOS

Oleh

Theophani Kharisma Titaley 802012088

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Disetujui pada tanggal 26 Agustus 2016 Oleh:

Pembimbing,

Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi., MA.

Diketahui Oleh, Disahkan Oleh,

Kaprogdi Dekan

Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS. Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(7)

PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI GURU DAN

KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA

SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP

PERILAKU MEMBOLOS

Theophani Kharisma Titaley

Berta Esti Ari Prasetya

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(8)

i

Abstrak

Sekolah menjadi salah satu tempat membentuk kedisiplinan dan perilaku taat terhadap tata tertib. Namun seringkali siswa menunjukkan perilaku tidak disiplin dengan melanggar tata tertib di sekolah, salah satunya dengan membolos. Ada banyak hal yang dapat mempengaruhi siswa melakukan perilaku membolos, diantaranya adalah persepsi terhadap kompetensi guru, dan konformitas terhadap teman sebaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan konformitas terhadap teman sebaya secara bersama dapat menjadi prediktor yang signifikan bagi perilaku membolos. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode skala, terdiri dari Persepsi terhadap Kompetensi Guru yang disusun berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 74/2008 tentang Guru, skala Konformitas terhadap Teman Sebaya yang dimodifikasi dari Peer Conformity Scale oleh Santor, Messervey, dan Kusumakar (2000), sedangkan untuk melihat perilaku membolos, peneliti menggunakan data absensi siswa Kelas XI Tahun Ajaran 2015/2016 pada mata pelajaran Bahasa Inggris. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 135 orang. Pengujian hipotesis antara persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan konformitas terhadap teman sebaya sebagai prediktor terhadap perilaku membolos menggunakan teknik analisis regresi berganda. Hasil pengujian menunjukkan bahwa persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan konformitas terhadap teman sebaya secara bersama tidak menjadi prediktor yang signifikan terhadap perilaku membolos siswa. Penelitian selanjutnya diharapkan untuk mengkaji kembali masalah terkait perilaku membolos ini lebih dalam, dengan melihat variabel-variabel lain yang mungkin dapat memprediksi perilaku membolos siswa.

(9)

ii Abstract

School became one of many place to establish dicipline and obedient behavior. But often,

students showed undiciplined behavior by breaking the rules in school, one of them was truancy.

There are many things that causes truancy, such as perceptions of teacher’ competence and

conformity to peer group. This study aims to determine whether the students’ perceptions of

teacher’ competence and conformity to peer group concurrently can become a significant

predictor to truancy. Data collecting method used was scale, consists of Students’ Perceptions of

Teacher’ Competence Scale based on Bagian I Bab II Peraturan Pemerintah RI No. 74/2008

about Teacher, Peer Conformity Scale modified from Peer Conformity Scale arranged by Santor,

Messervey, and Kusumakar (2000), to see truancy, researcher use students data attendance on

English subject from grade 11 Tahun Ajaran 2015/2016. Sample totaled 135 students.

Hypothesis examined between students’ perceptions of teacher’ competence and conformity to

peer group as a predictor to truancy using multiple regression. The result showed that students’

perception of teacher’ competence and conformity to peer group concurrently can not become a

predictor to truancy. Next studies are expected to review deeply about the issues related to

truancy, by looking at the other variables that may be able to predict students’ truancy.

(10)

1

PENDAHULUAN

Di era globalisasi ini persaingan semakin ketat dalam berbagai bidang kehidupan sehingga kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sangat dibutuhkan untuk menghadapinya. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas adalah melalui pendidikan. Menurut UU No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.Salah satu bagian dari pendidikan nasional adalah pendidikan formal melalui lembaga sekolah. Komponen-komponen yang berpengaruh terhadap keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan nasional itu sendiri antara lain pendidik, peserta didik, dan kurikulum.

Pendidik atau yang sering kita kenal dengan guru, memiliki peran penting dan tanggung jawab yang besar dalam menentukan kualitas sumber daya manusia, untuk itu dibutuhkan kompetensi yang baik. Mengacu pada Pasal 28 ayat (3) Bagian I Bab VI Peraturan Pemerintah RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Pasal 3 ayat (2) Bagian I Bab II Peraturan Pemerintah RI No. 74/2008 tentang Guru, kompetensi guru terdiri dari empat bentuk yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

(11)

2

dan dipatuhi oleh seluruh warga sekolah tanpa terkecuali.Tata tertib bermanfaat sebagai alat untuk membentuk kedisiplinan. Menurut Depdiknas (dalam Hadianti, 2008) disiplin adalah: "Tingkat konsistensi dan konsekuen seseorang terhadap suatu komitmen atau kesepakatan bersama yang berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai waktu dan proses pelaksanaan suatu kegiatan". Mengacu pada pengertian-pengertian di atas, jika dikaitkan dengan konsep sekolah, maka dapat dikatakan bahwa siswa yang disiplin menciptakan serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban terhadap komitmen dan kesepakatan yang berlaku dalam proses yang dijalani di sekolah.

Meskipun telah diketahui bahwa siswa seharusnya berperilaku taat terhadap tata tertib dalam pembentukan kedisiplinan di sekolah, namun seringkali terjadi pelanggaran akan tata tertib tersebut. Salah satu bentuk pelanggaran tata tertib yang sering terjadi di sekolah adalah membolos atau ketidakhadiran di sekolah tanpa alasan atau keterangan yang tepat. Simandjuntak (1975) membolos juga dapat dartikan sebagai bentuk penarikan diri dari kenyataan di sekolah untuk menghindari tugas-tugas sekolah yang dirasakan tidak menyenangkan.

(12)

3

orang tua.Mereka yang membolos meningalkan rumah dengan alasan pergi ke sekolah tetapi berpaling dan terlibat dalam aktivitas di luar sekolah.

Fenomena siswa yang menunjukkan perilaku membolos salah satunya berada di kota Ambon. Berbagai kasus ditemukan dan beritanya telah dirilis di berbagai media massa. Sebagai contoh, Riduan Hasan: tingkat kenakalan remaja semakin tinggi (siwalimanews.com, 6 Desember 2014), bolos di rental PS, empat siswa SMA ditangkap polisi (Kabar Timur, 28 Januari 2015), siswa berjudi saat jam sekolah, legislator Ambon: memalukan! (rimanews, 29 Januari 2015), banyak siswa bermasalah, orang tua harus awasi anaknya (Kabar Timur, 30 Januari 2015). Melihat berbagai kasus yang disebabkan karena perilaku membolos siswa ini, maka dapat dikatakan bahwa perilaku membolos cenderung mengakibatkan konsekuensi yang negatif. Malcolm, Wilson, Davidson dan Kirk (2003) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa efek ketidakhadiran di sekolah adalah prestasi akademik menurun, kesulitan berteman, hilangnya kepercayaan dan harga diri, keterlibatan dalam aktivitas seksual dini, stress amongst young carers, dan mengalami gangguan sosialisasi untuk bekerja.

(13)

4

2005). Oleh Anastasia (2010) persepsi terhadap kompetensi guru adalah proses mengorganisasi, menginterpretasikan informasi yang diterima berdasarkan rangsangan yang diperoleh individu melalui indera-indera dan memberikan arti berdasarkan stimulus yang diperoleh berdasarkan kecakapan dan kemampuan guru dalam menyampaikan materi pelajaran.

Aspek-aspek persepsi terhadap kompetensi guru yang akan digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Pasal 28 ayat (3) Bagian I Bab VI Peraturan Pemerintah RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Pasal 3 ayat (2) Bagian I Bab II Peraturan Pemerintah RI No. 74/2008 tentang Guru, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 3 ayat (4), (5), (6), dan (7) Bagian I Bab II Peraturan Pemerintah RI No. 74/2008 tentang Guru, adalah sebagai berikut: Kompetensi pedagogik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi: pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

(14)

5

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru sebagai bagian dari Masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk: berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun, menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik, bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku, dan menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.

Kompetensi profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan: materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu, dan konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.

(15)

6

dipengaruhi oleh kepribadian guru, sikap siswa terhadap sekolah, lingkungan sekolah, administrasi sekolah, dan cara mengajar guru. Guru yang memiliki kepribadian yang disukai oleh siswa akan mampu menghasilkan proses belajar mengajar yang disukai oleh siswa dan dapat berinteraksi secara efektif dengan mereka sehingga dapat membuat mereka tetap berada di sekolah (Ishak dan Fin, 2015). Hal ini berarti bahwa kompetensi guru mempengaruhi perilaku membolos siswa, karena guru adalah kekuatan utama yang menarik siswa untuk tetap berada di sekolah (Hassan dan Muhammad dalam Ishak dan Fin, 2015).

Hal tersebut di atas sejalan dengan penelitian Ferreira (1995) yang menemukan adanya hubungan antara lingkungan sekolah dengan sikap siswa terhadap sekolah. Hasil penelitian Arilia (2012)menunjukkan ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, dan disiplin guru dengan motivasi belajar Pkn. Sementara Ibrahim dan Permadi (2015) dalam penelitiannya mengatakan bahwa ada hubungan yang positif dan sangat signifikan antara motivasi belajar dan perilaku membolos pada siswa.

(16)

7

norma kelompok acuan, menerima ide atau aturan-aturan yang menunjukkan bagaimana remaja berperilaku. Pada usia ini juga, seorang individu sangat rentan terhadap ajakan-ajakan dari teman sebaya yang bersifat negatif. Sebagian besar siswa melihat kelompoknya sebagai role model. Pemodelan mengacu pada perubahan individual pada kognisi, sikap, atau efek yang dihasilkan dari pengamatan terhadap sesama (Ryan dalam Korir & Kipkemboi, 2014). Perubahan yang terjadi dapat disebut sebagai konformitas karena ditandai dengan adanya penyesuaian dengan melakukan perubahan-perubahan perilaku yang disesuaikan dengan norma kelompok. Menurut Berndt (dalam Furhmann, 1990) konformitas yang cukup kuat tidak jarang membuat individu melakukan sesuatu yang merusak atau melanggar norma sosial (anti sosial). Pelanggaran terhadap norma, seperti yang telah disebutkan sebelumnya juga terjadi di sekolah. Bentuk-bentuk pelanggaran terhadap norma dan aturan yang ditetapkan dan berlaku di sekolah bermacam-macam. Salah satunya yaitu melakukan perilaku membolos.

(17)

8

menimbulkan ketaatan yang semkain besar. Tekanan inilah yang menyebabkan remaja memiliki kecenderungan utnuk memenuhi tuntutan kelompok meskipun ia tidak menginginkannya, misalnya melakukan tindakan membolos. (c) kesepakatan: pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan yang kuat, sehingga remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok. Bila dalam suatu kelompok terdapat satu orang saja tidak sependapat dengan anggota kelompok yang lain maka konformitas akan menurun. Ketidaksepakatan menimbulkan resiko ditolak oleh kelompok sehingga remaja harus loyal dan mematuhi keputusan kelompok, bahkan yang negatif, misalnya membolos.

Dampak yang dapat ditimbulkan dari konformitas terhadap teman sebaya adalah terhadap perilaku membolos. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anjana (2014) di SMA Negeri 12 Banda Aceh juga menunjukkan hasil bahwa adanya hubungan signifikan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku membolos siswa. Penelitian oleh Santor, Messervey, dan Kusumakar (2000) juga mengungkapkan bahwa adanya korelasi sebesar 0,34 antara skipped classes dan peer conformity.

(18)

9

antara persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan konformitas terhadap teman sebaya dengan perilaku membolos di sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuiapakah persepsi siswa terhadap perilaku membolos dan konformitas terhadap teman sebaya dapat menjadi prediktor yang signifikan bagi perilaku membolos.

METODE PENELITIAN

Variabel-variabel dalam penelitian adalah: variabel bebas (X) terdiri dari dua yaitu persepsi siswa terhadap kompetensi guru(X1) dan konformitas terhadap teman sebaya (X2), sedangkan variabel terikat (Y) yaitu perilaku membolos. Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah seluruh siswa kelas XI SMK Negeri 4 Ambon sebanyak 135 orang. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total sampling, dan metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode angket

atau skala pengukuran psikologi.

(19)

10

Skala konformitas terhadap teman sebaya yang digunakan, dimodifikasi dari Peer Conformity Scale yang disusun oleh Santor, Messervey, dan Kusumakar (2000), dengan koefisien Cronbach Alpha yang bergerak dari 0,69-0,91. Skala disusun untuk mengukur dua aspek yaitu situasi netral dan situasi anti sosial dengan 10 item pernyataan favorable dan dibuat dalam bentuk Likert. Berdasarkan perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas skala konformitas teman sebayayang dilakukan sebanyak satu kali putaran, semua item lolos seleksi atau memenuhi standar daya diskriminasi item dengan koefisien korelasi item totalnya bergerak antara 0,350-0,677. Pengujian reliabilitas menggunakan teknik koefisien alpha cronbach, sehingga dihasilkan koefisien alpha pada skala konformitas teman sebayasebesar 0,834.

Data perilaku membolos siswa diambil dari data kehadiran siswa kelas XI SMK Negeri 4 Ambon pada mata pelajaran Bahasa Inggris selama satu semester.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation kompetensi guru 135 79 147 121.21 12.374

konformitas teman sebaya 135 11 40 26.39 6.170

perilaku membolos 135 4 16 9.93 2.529

Valid N (listwise) 135

(20)

11

skala perilaku membolos paling rendah adalah 4 dan skor paling tinggi adalah 16, rata-ratanya adalah 9,93 dengan standar deviasi 2,529.

Tabel 2. Kategorisasi Pengukuran Skala Persepsi Siswa Tentang Kompetensi

Guru, Konformitas Teman Sebaya dan Perilaku Membolos

(21)

12

yang berada pada kategori sedang dengan persentase 2,22%, dan tidak ada subjek yang memiliki skor persepsi siswa terhadap kompetensi guru yang berada pada kategori rendah dengan persentase 0%. Berdasarkan rata-rata sebesar 121,21 dapat dikatakan bahwa rata-rata persepsi siswa terhadap kompetensi guru subjek berada pada kategori tinggi.

Sedangkan untuk skala konformitas teman sebaya terdapat 18 subjek memiliki skor konformitas teman sebaya yang berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase 13,33%, 27 subjek memiliki skor konformitas teman sebaya yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 20%, 56 subjek memiliki skor konformitas teman sebaya yang berada pada kategori sedang dengan persentase 41,48%, 26 subjek memiliki skor konformitas teman sebaya yang berada pada kategori rendah dengan persentase 19,26%, dan 8 subjek memiliki skor konformitas teman sebaya yang berada pada kategori sangat redah dengan persentase 5,93%. Berdasarkan rata-rata sebesar 26,93 dapat dikatakan bahwa rata-rata konformitas teman sebaya subjek berada pada kategori sedang.

(22)

13

Uji Asumsi

Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji linearitas.

Pengujian normalitas dilakukan dengan melihat hasil uji one sample kolmogorov smirnov, didapati hasil bahwa pada skala persepsi siswa terhadap kompetensi guru

diperoleh hasil skor K-S-Z sebesar 0,880 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,421 (p>0,05). Sedangkan pada skor konformitas teman sebaya memiliki nilai K-S-Z sebesar 1,217 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,103.Dengan demikian kedua variabel memiliki distribusi yang normal. Begitu juga pada variabel perilaku membolos diperoleh skor K-S-Z sebesar 1,311 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,064 (p>0,05), yang berarti variabel perilaku membolos berdistribusi normal. Uji multikolinearitas akan dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Multikolinearitas terjadi jika nilai tolerance ≤ 1,0 dan VIF ≥1,0 (Ghosali, 2009).Setelah melakukan pengujian, didapati hasil bahwa kedua variabel bebas yang digunakan memiliki nilai tolerance lebih kecil dari 1,0 dan nilai VIF lebih besar dari 1,0. Dengan demikian dapat disimpulkan tidak terdapat masalah multikolinearitas pada variabel yang digunakan.

(23)

14

untuk memprediksi variabel perilaku membolos berdasarkan persepsi siswa terhadap kompentesi guru dan konformitas teman sebaya.

Hasil uji linearitas untuk variabel persepsi siswa terhadap kompentesi guru (X1) dengan variabel perilaku membolos (Y) diperoleh nilai Fbeda sebesar 1,058 dengan

signifikansi = 0,389 (p>0,05) yang menunjukkan hubungan antara persepsi siswa terhadap kompentesi guru dengan perilaku membolos adalah linear. Hasil uji linearitas untuk variabel konformitas teman sebaya (X2) dengan variabel perilaku membolos (Y) diperoleh nilai Fbeda sebesar 0,980 dengan signifikansi = 0,503 (p>0,05) yang

menunjukkan hubungan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku membolos juga adalah linear.

Pengujian regresi melibatkan dua variabel bebas yaitu persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan konformitas teman sebaya, serta satu variabel tergantung yaitu perilaku membolos. Selain itu peneliti juga menguji kelayakan model regresi dalam penelitian ini. Dengan ketentuan (p < 0,05).

Tabel 3. Regresi

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 17.297 2 8.649 1.293 .278a

Residual 883.103 132 6.690

Total

900.400 134

(24)

15

terhadap kompetensi guru Bahasa Inggris dan konformitas teman sebaya tidak berpengaruh terhadap perilaku membolos pada siswa SMK Negeri 4 Ambon.

Tabel 4. Summary menunjukkan bahwa 0,019 atau 1,9% yang berarti persepsi siswa terhadap komopetensi guru dan konformitas teman sebaya hanya berperan sebanyak 1,9% terhadap perilaku membolos siswa kelas XI di SMK Negeri 4 Ambon.Jika dilihat dari standar error of the estimate yang bernilai 2,587 dan jumlah ini lebih kecil dari nilai standar deviasi perilaku

membolos(2,529), hal ini berarti persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan konformitas teman sebayacukup layak dijadikan prediktor untuk perilaku membolos.

Setelah mengetahui persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan konformitas teman sebayadalam memprediksi perilaku membolos, peneliti menguji koefisien regresi.

(25)

16

Untuk menguji koefisien regresi dapat dilihat dari Standardized Coefficients yang dapat menunjukkan besarnya nilai yang digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel bebas secara parsial (mandiri atau sendiri-sendiri) terhadap variabel tergantung. Angka koefisien nilai Beta persepsi siswa terhadap kompetensi guru sebesar -0,070 dengan nilai sig = 0,419 (p > 0,05). Maka kompetensi guru secara mandiri belum dapat dikatakan sebagai prediktor terhadap perilaku membolos. Sedangkan angka koefisien nilai Beta konformitas teman sebaya sebesar-0,128 dengan nilai sig = 0,143 (p >0,05). Maka konformitas teman sebaya secara mandiri juga belum dapat dikatakan sebagai prediktor terhadap perilaku membolos.

Berdasarkan penelitian mengenai persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan konformitas terhadap teman sebaya sebagai prediktor terhadap perilaku membolos yang telah dilakukan pada siswa kelas XI di SMK Negeri 4 Ambon, didapatkan hasil bahwa persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan konformitas terhadap teman sebaya tidak menjadi prediktor utama yang signifikan terhadap perilaku membolos siswa dengan nilai F sebesar 1.293. Kedua variabel ini hanya memberikan kontribusi atau berperan sebanyak 1,9% terhadap perilaku membolos siswa kelas XI di SMK Negeri 4 Ambon. Berdasarkan hasil uji dan analisis regresi berganda, nilai Beta yang diperoleh pada variabel persepsi siswa terhadap kompetensi guru sebesar -0,070 dengan signifikansi sebesar 0,419 sedangkan nilai Beta pada variabel konformitas terhadap teman sebaya sebesar -0,128 dengan signifikansi sebesar 0,143. Hal ini berarti bahwa variabel persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan konformitas terhadap teman sebaya secara mandiri juga belum dapat dikatakan sebagai prediktor terhadap perilaku membolos.

(26)

17

penelitian oleh Ishak dan Fin (2015) yang menyatakan bahwaalasan siswa membolos dipengaruhi oleh kepribadian guru, dan cara mengajar guru.

Terjadinya hal di atas mungkin bukan disebabkan oleh faktor dari guru, namun lebih kepada kurangnya minat siswa terhadap mata pelajaran, dalam hal ini mata pelajaran Bahasa Inggris. Seperti yang diberitakan oleh media massa, bahwa pelajaran Bahasa Inggris menjadi salah satu mata pelajaran yang tidak disukai oleh para siswa karena dianggap susah. Wartawan Lipos: lebih menarik di SMAN 1 ada native speaker (Linggau Pos, 14 Oktober 2015), Abi: bagaimana menjadi pengajar Bahasa Inggris yang disukai para siswa? (Kompasiana, 24 Juni 2015). Pelajajaran yang dianggap sulit oleh siswa menyebabkan timbulnya ketidaktertarikan dan ketidaksukaan terhadap mata pelajaran tersebut, sehingga tidak jarang siswa memilih untuk tidak mengikuti pelajaran dan melakukan perilaku membolos.Hal ini sejalan dengan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Wadesango dan Machingambi (2011) menyatakan bahwa salah satu penyebab perilaku membolos adalah ketidaktertarikan terhadap mata pelajaran. Artinya, meskipun siswa melihat guru memiliki kompetensi mengajar, tetapi siswa menilai mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang sulit, kurang menarik, bisa saja ketertarikan siswa untuk tetap mengikuti pelajaran tetap tidak ada, yang menyebabkan siswa lebih ingin tetap membolos untuk menghindari pelajaran tersebut.

(27)

18

membolos.Mungkin hal inilah yang menyebabkan tidak terbuktinya konformitas teman sebaya sebagai prediktor terhadap perilaku membolos

Hal lain yang mungkin juga menyebabkan tidak terbuktinya variabel konformitas terhadap teman sebaya sebagai prediktor terhadap perilaku membolos adalah karena skala yang digunakan lebih banyak menggambarkan pernyataan-pernyataan konformitas yang sifatnya umum, dan tidak secara spesifik hanya mengukur perilaku konformitas terhadap teman sebaya dalam hal membolos.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru Bimbingan dan Konseling, MT, 40 tahun, tanggal 15 April 2016, selain salah satu faktor yang telah disebutkan sebelumnya, faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi siswa melakukan perilaku membolos antara lain : Pertama, lemahnya penegakkan peraturan tata tertib sekolah dan sanksi yang dapat memberikan efek jera serta adanya tindakan pembiaran terhadap tindakan siswa yang tidak disiplin mengakibatkan terulangnya tindakan yang sama. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan siswa tidak disiplin adalah karena belum ada prosedur yang tepat untuk menangani bentuk-bentuk pelanggaran tata tertib (Hastuti, 2012).

Faktor kedua yang disampaikan oleh guru BK, adalah faktor dari dalam diri siswa sendiri (faktor internal) yaitu motivasi belajar yang kurang sehingga menyebabkan siswa melakukan perilaku membolos.Hal ini sejalan dengan hasil penelitin yang dilakukan oleh Ibrahim dan Permadi (2015) yang menemukan adanya hubungan positif yang sangat signifikan antara motivasi belajar siswa dengan perlaku membolos.

(28)

19

oleh Bariyani (2013) dalam penelitiannya yang mendapat hasil bahwa adanya korelasi positif signifikan antara pemahaman tata tertib dengan pelanggaran disiplin yang sering terjadi di sekolah.

Selain hal-hal di atas, faktor keempat, sesuai dengan hasil pengataman selama penelitian dan hasil wawancara dengan salah seorang guru lain, luasnya lokasi sekolah (kurang 2 hektar)yang tidak diimbangidengan sistem pengamanan yang memadai memungkinkan siswa memiliki ruang gerak yang bebas untuk keluar-masuk sekolah tanpa sepengetahuan guru.

Berdasarkan hasil uji deskriptif statistik pada penelitian ini, diperoleh data yang menunjukkan bahwa: persepsi siswa terhadap kompetensi guru berada pada kategori tinggi, dengan rata-rata (Mean) sebesar 121,21, konformitas terhadap teman sebaya masuk dalam kategori sedang, dengan rata-rata sebesar 26,39, dan perilaku membolos siswa masuk dalam kategori sedang, dengan rata-rata sebesar 9,93.

KESIMPULAN

(29)

20

(30)

21

DAFTAR PUSTAKA

Anastasia, J. (2010). Prestasi Belajar Bahasa Jawa Ditinjau Dari Persepsi Terhadap Kompetensi Guru dan Dukungan Sosial Orangtua Pada Siswa Sekolah Dasar. Skripsi, Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang

Anjana, S. (2014). Pengaruh Konformitas Kelompok Teman Sebaya Terhadap Perilaku Membolos Siswa (Suatu Penelitian Pada Remaja di SMA Negeri 1 Banda Aceh). Skripsi, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

Arilia, O. (2012). Hubungan Antara Persepsi Siswa Tentang Kompetensi Profesional, Kompetensi Pedagogik dan Disiplin Guru Dengan Motivasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Siswa Kelas VIII SMP Negeri Se-Kota Yogyakarta. Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta

Bariyani, D. (2013). Hubungan antara Pemahaman Tata Tertib Sekolah dengan Disiplin Siswa di MAN Godean Sleman. Skripsi, Universitas Sunan Kalijaga, Jogjakarta

Baron, Robert A. dan Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial (jilid 1 edisi kesepuluh). Alih Bahasa: Mari Jumiati. Jakarta:Erlangga

Cook, L.D. & Ezenne, A. (2010). Factors influencing students’ absenteeism in primary schools in Jamaica.Perspective of community members. Carribbean Curriculum, 17, 33-57

Ferreira, M.M. (1995). The caring of a suburban middle school. Indiana University, Bloomington: Center for Adolescent Studies. (ERIC Document Reproduction Service No. ED385011)

Fuhrmann, B.S. (1990). Adolescence Adolecent. Illinois: A Division of Scott Foresman and Company.

Ghozali, H. I. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS (cetakan IV). Universitas Diponegoro.

Hadianti, L. S. (2008). Pengaruh Pelaksanaan Tata Tertib Sekolah Terhadap Kedisiplinan Belajar Siswa (Penelitian Deskriptif Analisis di SDN Surakarya II Kecamatan Semarang Kabupaten Garut). Jurnal Pendidikan Universitas Garut, 02(01), 1-8.

Hasan, R. (2014). Tingkat Kenakalan Remaja Semakin Tinggi. Artikel. Diakses pada 28 Januari 2016 dari www.siwalimanews.com

Hastuti, W. T. (2012). Penegakan Kedisiplinan Dalam Rangka Implementasi

Pendidikan Karakter Siswa di Sekolah (Studi Kasus di SMP Negeri 4 Tawang Sari, Kecamatan Tawang Sari, Kabupaten Sukoharjo). Skripsi, FKIP Universitas Muhammadiyah. Surakarta

(31)

22

Ibrahim, Ahmad S.& Permadi. (2015). Hubungan Antara Motivasi Belajar Dengan Perilaku Membolos Pada Siswa Kelas VIII SMP Batik Surakarta . Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah, Surakarta.

Ishak, Z. dan Fin, Low S. (2015).Factors Contributing to Truancy among Students: A Correlation between Predictors. British Journal of Education, Society & Behavioral Science, 9(1), 32-39.

Koran Elektronik KATIM.(2015). Banyak Siswa Bermasalah, Orangtua Harus Awasi Anaknya. Artikel. Diakses pada 28 Januari 2016 dari www.kabartimur.co.id _____ Elektronik KATIM. (2015). Bolos di Rental PS, Empat Siswa SMA Ditangkap

Polisi.Artikel. Diakses pada 30 Januari 2016 dari www.kabartimur.co.id

Korir, D.K. & Kipkemboi, F. (2014).The Impact of School Environment and Peer Influences on Students’ Academic Performance in Vihiga County, Kenya.Internationa Journal of Humanities and Social Science, 4(5), 240-251.

Lipos. (2014). Lebih Menarik di SMAN 1 Ada Native English Speaker. Artikel. Diakses pada 28 Januari 2016, dari www.linggaupos.com

Malcolm, H., Wilson, V., Davidson, J. & Kirk, S. (2003) Absence from school: a study of its causes and effects in seven LEAs, Research Report 424 (London, Department for Education and Skills).

Palutturi, A. (2015). Bagaimana Menjadi Pengajar Bahasa Inggris yang disukai Para Siswa. Artikel. Diakses pada 30 Juli 2016 dari www.kompasiana.com

Poerwadarminto W.J.S. (1986). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Prayitno & Erman, A.(2004). Dasar-dasar bimbingan dan konseling. Jakarta: Rieneka

cipta.

Rivers, B. (2010). Truancy: Causes, Effects, and Solutions. Education Masters, paper 107.

Sabitu, A.O & Nuradeen, B.B. (2010). Teachers attributes as correlates of students’

academic performance in geography in secondary schools in ondo state, Nigeria Medwell Journals 7(5), 388- 392

Santor, D.A., Messervey, D., & Kusumakar, V. (2000). Measuring Peer Pressure, Popularity, and Conformity in Adolescent Boys and Girls: Pedicting School Performance, Sexual Attitudes, and Substance Abuse. Journal of Youth and Adolescence, 29(2), 163-182.

Sears, David O, dkk.(1999). Psikologi Sosial (edisi kelima). Jakarta: Erlangga

Simandjuntak, B. (1975). Latar Belakang Kenakalan Anak. Bandung: Remaja Rosdakarya.

(32)

23

Sugiyono. (2010). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Wadesango, N & Machingambi, S. (2011). Causes and Sructural Effects of Stundent Absenteeism: A Case Study of Three South African Universities. Journal of Social Science. 26(2), 89-97.

Gambar

Tabel 2. Kategorisasi Pengukuran Skala Persepsi Siswa Tentang Kompetensi
Tabel 3. Regresi
Tabel 5. Koefisien Regresi

Referensi

Dokumen terkait

Pilih Tabel Atau View Yang Akan Dibuat Report dengan cara double klik AplikasiPembelian, maka akan tampil.. Pilih misalnya tabelsupplier, klik tanda maka

Untuk menyelesaikan masalah ini, peneliti memutuskan untuk menggunakan permainan Jeopardy untuk mendukung kegiatan belajar mengajar di kelas untuk meningkatkan

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan metode survey. Observasi pengamatan dilakukan oleh peneliti dengan cara melakukan pengamatan dan pencatatan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepuasan pendengar terhadap program berita yang disebut Sonora News di Radio Sonora Surabaya setelah perubahan target

Setelah Anda melakukan transaksi pembelian yoghurt My Healthy , apakah Anda akan menyarankan untuk membeli dan mempromosikan kepada orang laina. Adanya label halal

b. Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2003, guru adalah tenaga pendidik profesional yang bertugas, mendidik, mengajar, melatih, membimbing dan mengevaluasi peserta didik. Guru

Hukuman Disiplin Berat terdiri dari penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah ,

Pada tahap ini telah banyak kegiatan yang diseleggarakan dan dilaksanakan dengan kebijaksanaan berupa meningkatkan pengawasan dan pengembangan pengujian mutu benih,