• Tidak ada hasil yang ditemukan

KECERDASAN VISUAL SPASIAL PADA LUKISAN OKTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KECERDASAN VISUAL SPASIAL PADA LUKISAN OKTA."

Copied!
184
0
0

Teks penuh

(1)

KECERDASAN VISUAL SPASIAL PADA LUKISAN OKTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

oleh Wildani Faishal NIM 09206241023

PROGAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya tulis ini saya persembahkan kepada:

Keluarga yang selalu ada untuk memberikan dukungan dan doa.

Program Studi Pendidikan Seni Rupa yang saya banggakan.

Anak-anak yang selalu memberikan inspirasi dalam berkarya.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Berkat rahmat, hidayah, dan inayah-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana.

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, ucapan terima kasih saya sampaikan secara tulus kepada:

1. Ibu Dr. Widyastuti Purbani, MA. selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta

2. Ibu Dwi Retno Sri Ambarwati, M.Sn. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Seni Rupa yang telah memberikan berbagai kemudahan dalam penyusunan tugas akhir skripsi.

3. Bapak Dr. Hajar Pamadhi, M.A. (Hons). selaku pembimbing yang penuh kesabaran, kearifan, dan kebijaksanaan telah memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan yang tidak henti-hentinya di sela-sela kesibukannya.

4. Bapak Drs. Kuncoro R Wulan Dewojati, M.Sn. selaku pembimbing akademik, yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama menempuh studi di Pendidikan Seni Rupa.

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Seni Rupa, yang telah membekali saya dengan ilmu pengetahuan. Terima kasih turut saya sampaikan kepada dewan penguji ujian tugas akhir skripsi.

6. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada keluarga besar Sekolah Dasar Tamansiswa Jetis. Khusunya kepada Ibu Dra. Titik Nurhani selaku Kepala sekolah, staf guru dan karyawan yang telah memberikan izin serta memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian.

(8)

viii

pengalaman, dukungan, dan motivasi untuk menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi.

9. Terima kasih saya sampaikan kepada teman sejawat, dan handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan satu demi satu. Terima kasih untuk setiap do’a, dukungan, motivasi untuk menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi.

(9)

ix

1. Karakteristik Konsep Kecerdasan ... 10

2. Potensi Kecerdasan ... 12

D. Kecerdasan Visual Spasial (Visual Spatial Intellegence) ... 13

1. Indikator Kecerdasan Visual Spasial ... 15

(10)

x

d. Masa Realisme Awal (Dwaning Realism) Usia 9-11 Tahun ... 26

e. Masa Realisme Semu (Pseudo Realism) Usia 11-14 Tahun ... 27

4. Ciri Umum Karya Lukis Anak ... 28

b. Bertumpu pada Garis Datar (Folding Over) ... 30

(11)
(12)

xii

C. Kecerdasan Visual Spasial pada Karya Lukis Okta ... 110

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1: Pedoman Observasi ... 40

Tabel 2: Pedoman Wawancara ... 41

Tabel 3: Instrumen Wawancara ... 42

(14)

xiv DAFTAR SKEMA

(15)

xv

Gambar 13: Visualisasi Kucing yang Ekspresif dan Subjektif ... 33

Gambar 14: Gambar Tipe Non-Haptic ... 34

Gambar 21: Simbol Figur Burung Garuda dan Simbol Garuda Pancasila ... 57

Gambar 22: Simbol Semburan Es ... 58

Gambar 23: Simbol Garis di Bawah Sayap ... 58

Gambar 24: Simbol Figur Ikan ... 59

Gambar 25: Simbol Figur Robot Terinspirasi dari Karakter Game ... 60

Gambar 26: Simbol Bangunan Masjid ... 61

Gambar 27: Simbol Api ... 62

(16)

xvi

Gambar 40: Simbol Planet Menyerupai Planet Saturnus ... 75

(17)

xvii

Gambar 60: Simbol Figur Penyelam ... 97

Gambar 61: Simbol Awan ... 98

Gambar 62: Karya 05 ... 101

Gambar 63: Simbol Figur Alien ... 104

Gambar 64: Simbol Figur Barbarian ... 105

Gambar 65: Simbol Figur Goblin ... 106

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1: Surat Izin Penelitian ... 127

Lampiran 2: Kisi-kisi Pertanyaan ... 136

Lampiran 3: Hasil Wawancara ... 142

(19)

xix

KECERDASAN VISUAL SPASIAL PADA LUKISAN OKTA

Oleh Wildani Faishal NIM 09206241023

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kecerdasan visual spasial Grafika Nuansa Oktaviano usia 8 tahun pada karya seni lukisnya. Kecerdasan visual spasial tersebut adalah cara berpikir, isi yang dipikirkan, dan hasil berpikir sebagai kemampuan menyelesaikan masalah visual saat melukis.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif tentang kecerdasan visual spasial Grafika Nuansa Oktaviano pada karya seni lukisnya. Objek material penelitian adalah 5 karya seni lukis Okta. Data berupa uraian secara tertulis tentang kecerdasan visual spasial Okta yang tampak pada karya seni lukis. Instrumen penelitian adalah peneliti sebagai instrumen utama. Teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data penelitian menggunakan model Miles dan Huberman. Data hasil penelitian diuji kembali dengan menggunakan triangulasi data untuk menguji keabsahan data.

Hasil penelitian menunjukkan kecerdasan visual spasial Okta pada karya lukis terlihat pada cara berpikir, isi yang dipikirkan, dan hasil berpikir sebagai bentuk kecerdasan dalam menyelesaikan masalah visual saat melukis. Kecerdasan visual spasial Okta pada karya lukis sebagai berikut: 1) Cara berpikir Okta menciptakan citra visual dalam pikiran dengan mengolah kembali informasi berdasarkan ingatan, imajinasi, persepsi visual, dan pengalaman visual untuk menciptakan berbagai macam ide gagasan tentang objek serta peristiwa yang merupakan bentuk penyelesaian masalah visual saat melukis. Hal tersebut telihat pada kepekaan okta tehadap bentuk dan fungsi objek secara detail. 2) Isi yang dipikirkan sesuai keinginan Okta yang dipengaruhi oleh faktor individu, berupa motivasi, keinginan, dan kesenangan. Hal tersebut terlihat pada simbol-simbol karya lukis yang menceritakan pengalaman visual sesuai keinginan dan imajinasi Okta. 3) Hasil berpikir terlihat pada kemampuan Okta mengolah, menciptakan ide dan gagasan dalam bentuk simbol objek atau peristiwa pada karya lukisan dengan detail berdasarkan ingatan, imajinasi, persepsi visual, dan pengalaman visual. Kesimpulan hasil penelitian adalah kecerdasan visual spasial Okta adalah kemampuan berpikir secara visual, dan kemampuan menuangkan hasil berpikir visual untuk menyelesaikan masalah visual.

(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Potensi kecerdasan anak dapat berkembang seiring bertambahnya usia serta pengaruh lainya seperti lingkungan, sosial, budaya dan pendidikan yang didapatkan sekolah. Sekolah adalah salah satu faktor penting yang berperan besar dalam perkembangan potensi kecerdasan anak. Pemahaman yang mendalam tentang teori kecerdasan anak merupakan upaya dalam memahami setiap potensi kecerdasan. Kecerdasan secara umum yang dimaksud adalah kemampuan menyelesaikan masalah, kapasitas seseorang beradaptasi dan belajar dari pengalaman, dan kemampuan menyesuaikan diri pada lingkungan (Rusdarmawan: 2009). Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa anak yang cerdas adalah anak yang mampu melihat, menyesuaikan, memproses serta menyelesaikan masalah.

(21)

2

Teori kecerdasan majemuk (multiple intellegence) adalah teori yang menjelaskan bahwa terdapat banyak potensi kecerdasan yang dapat dikembangkan. Setiap individu dapat menjadi cerdas dalam segala bidang terkait keberagaman potensi kecerdasan majemuk. Potensi kecerdasan tersebut adalah kecerdasan dalam bidang bahasa atau linguistik, spasial atau visual spatial, musik atau musical, kinestetik atau kinestehetic, logis matematis atau mathematical, interpersonal, intrapersonal, naturalist dan eksistensial atau existential (Gardner:

2013). Kecerdasan visual spasial merupakan kemampuan berpikir, memahami dan memproses informasi secara visual. Anak-anak dengan kecerdasan visual spasial memiliki daya imajinasi yang tinggi sehingga anak lebih imajinatif dan kreatif. Hal tersebut menjelaskan bahwa kemampuan visual anak merupakan gambaran perilaku cerdas yang patut dipahami oleh pendidik. Anak dengan kecerdasan visual spasial dapat dibimbing perkembanganya melalui gambar atau melukis (Pamadhi: 2010).

(22)

3

Hal tersebut merupakan alasan upaya anak dalam berkomunikasi, berekspresi, mengungkapkan rasa dan daya pikir dalam media melukis tidak mendapatkan perhatian secara khusus. Fenomena dalam memahami kecerdasan visual spasial pada karya seni lukis menjadi permasalahan yang sangat kompleks. Permasalahan tersebut perlu dilakukan penelitian dalam upaya menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Masalah tersebut tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor dari segi pemahaman teoritis dan praktis tentang teori kecerdasan, kecerdasan visual spasial, dan teori lukisan anak. Tingkat kompleksitas masalah yang sangat luas mengharuskan peneliti memfokuskan masalah pada kecerdasan visual spasial yang tampak pada karya seni lukis Okta.

(23)

4

Analisis pada penelitian merupakan upaya interpretasi serta mendeskripsikan rangkaian kompetensi individu dalam melukis. Analisis secara umum berupaya memberikan deskripsi terhadap kemampuan tertentu berdasarkan suatu lingkup kecerdasan. Analisis pada penelitian merupakan upaya peneliti dalam memahami kemampuan Okta dalam melukis sebagai bentuk perilaku cerdas visual spasial. Penelitian diharapkan dapat memberikan pemahaman baru dalam melihat potensi kecerdasan visual spasial pada karya seni lukis Okta. Upaya menginterpretasikan gambar atau lukisan anak tidak menekankan pada tingkatan nilai, tetapi lebih menekankan pada nilai makna. Makna yang terkandung melalui analisis yang dihasilkan dideskripsikan, dan diharapkan dapat menjadi pemahaman secara lebih luas dan mendalam tentang masalah dalam penelitian.

B. Fokus Masalah

Fokus masalah penelitian adalah kecerdasan visual spasial Okta yang tampak pada karya seni lukis.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah karya seni lukis Okta yang menunjukkan kecerdasan visual spasial?

2. Bagaimanakah karya seni lukis Okta yang menunjukkan kepekaan terhadap bentuk, warna, ruang?

D. Tujuan Penelitian

(24)

5

1. Mendeskripsikan karya seni lukis Okta yang menunjukkan kecerdasan visual spasial.

2. Mendeskripsikan karya seni lukis Okta yang menunjukkan kepekaan terhadap bentuk, warna, dan ruang.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis penelitian sebagai pembanding pada penelitian selanjutnya khususnya dalam penelitian tentang kecerdasan visual spasial pada karya seni lukis anak, dan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan pendekatan pembelajaran yang tepat sebagai upaya meningkatkan kecerdasan visual spasial anak.

2. Manfaat praktis

(25)

6

F. Keterbatasan Penelitian

1. Batasan pembahasan kecerdasan visual spasial pada karya seni lukis Okta berupa tema, ide gagasan, bentuk, warna, dan ruang.

(26)

7

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pengertian Kecerdasan

Kecerdasan secara umum dapat dipahami sebagai tatanan nilai dari tes-tes tertentu dalam menilai kecerdasan. Menurut Gardner (2013), kecerdasan tidak bersifat kebendaan, melainkan sesuatu yang bertujuan untuk mendeskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual. Kecerdasan bukan sebuah penilaian dimana anak mampu atau pandai dalam membaca maupun berhitung, kecerdasan terdiri atas proses-proses kognitif yang kompleks serta kecerdasan terdiri atas kepingan kemampuan yang saling berhubungan dan terus berkembang (Schmidt: 2002). Hal tersebut menunjukan pandangan tentang kecerdasan memiliki tatanan nilai-nilai yang sangat kompleks. Teori kecerdasan memiliki banyak definisi menurut para ahli, akan tetapi memiliki paham dan tujuan yang sama.

(27)

8

Para ahli mempunyai pengertian yang beragam mengenai kecerdasan, sebagaimana pendapat para ahli yang dikemukakan oleh Yusuf, (2005:106) antara lain sebagai berikut:

1. C.P Chaplin (1975) mengungkapkan kecerdasan itu sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi yang baru dengan tepat dan efektif.

2. Binet (1984) menyatakan bahwa sifat hakekat kecerdasan itu ada tiga macam, Pertama kecerdasan untuk menetapkan dan mempertahankan (memperjuangkan) tujuan tertentu. Orang yang cerdas selalu berinisiatif serta cakap dalam membuat tujuan dalam berbagai hal. Kedua kemampuan untuk mangadakan penyesuaian dalam rangka untuk mencapai sebuah tujuan. Ketiga kemampuan untuk melakukan otokritik, kemampuan untuk belajar dari kesalahan yang pernah dilakukan.

3. Raymon Cattel dkk. (Kimble dkk, 1980) mengklasifikasikan kecerdasan dalam tiga kategori. Pertama Fluid Intelegence adalah tipe kemampuan analisis kognitif yang relatif tidak dipengaruhi oleh pengalaman belajar sebelumnya, Kedua Cryztallized Intelegence yaitu keterampilan atau kemampuan nalar (berfikir) yang dipengaruhi oleh pengalaman belajar sebelumnya.

4. Guilford berpendapat bahwa intelegensi dapat dilihat dari tiga kategori dasar atau (faces of intellect), yaitu: operasi mental (proses berfikir), content (isi yang dipikirkan), product (hasil berfikir).

(28)

9

masalah, penyesuaian, dan penciptaan produk. Gardner (2006), menggambarkan kecerdasan sebagai potensi pengolahan informasi untuk memecahkan masalah atau menciptakan produk yang bernilai setidaknya dalam sebuah kebudayaan. B. Perkembangan Kecerdasan

Kecerdasan anak dapat berkembang seiring bertambahnya usia, serta pengaruh lingkungan. Menutur Davido (2012), Perkembangan kecerdasan merupakan proses pengembangan potensi individu melalui pendidikan serta lingkungan, potensi dikembangkan menjadi kompetensi yang merupakan gambaran kecakapan serta kemampuan individu. Setiap potensi pada anak merupakan gambaran perkembangan kecerdasan atau intelektual yang perlu diperhatikan. Perkembangan kecerdasan tersebut dilihat dari kemampuan anak dalam memecahkan masalah

(29)

10

C. Teori Kecerdasan Majemuk

Teori kecerdasan majemuk atau multiple intellegences oleh Howard Gardner memperluas pemahaman tentang lingkup potensi manusia dalam perkembangan intelektual. Teori kecerdasan majemuk adalah tentang bagaimana anak menjadi cerdas pada setiap bidang, kecerdasan majemuk menekankan pada nilai kebermaknaan yang kompleks dari sebuah kecerdasan (Gardner: 2006). Gardner (2013: 18) menyatakan bahwa “kompetensi kognitif manusia akan lebih baik jika dideskripsikan dalam hal rangkaian keahlian, bakat, atau kemampuan mental yang saya sebut dengan kecerdasan”. Kecerdasan yang dimaksudkan tersebut memiliki peran yang sama penting dalam mencapai potensi manusia sepenuhnya. Esensi kecerdasan majemuk adalah menghargai keunikan individu, berbagai variasi belajar, model penilaian dan cara yang hampir tak terbatas untuk mengaktualisasikan diri (Armstrong: 2003).

1. Karakteristik Konsep Kecerdasan Majemuk

(30)

11

Konsep kecerdasan berkaitan pada kapasitas manusia dalam menyelesaikan dan memecahkan masalah, serta menciptakan produk di lingkungan yang kondusif dan alamiah (Rose & M.J. Nicholl: 2002). Teori kecerdasan majemuk memiliki dukungan riset multi disiplin ilmu, serta Memiliki nilai keberagaman dalam memahami potensi kecerdasan, sehingga adanya keadilan dalam menentukan dominasi kecerdasan tertentu untuk setiap individu (Gardner dalam Armstrong: 2003). Kecerdasan majemuk menilai bahwa kemampuan dalam suatu kegiatan atau perilaku memiliki rangkaian komponen inti yang memiliki potensi untuk dapat pahami sebagai bentuk kecerdasan tertentu. Kecerdasan yang merupakan kompetensi kognitif dideskripsikan dalam berbagai rangkaian keahlian, bakat, dan kemampuan mental (Gardner: 2013). Menurut Gardner, dalam Armstrong (2003: 12) menjelaskan bahwa teori kecerdasan majemuk atau multiple intellegences memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Semua kecerdasan berbeda-beda tapi semuanya sederajat. Tidak ada kecerdasan yang lebih baik atau penting dari kecerdasan yang lain.

b. Semua kecerdasan dimiliki manusia dalam kadar yang tidak persis sama, akan tetapi dapat dikembangkan secara optimal.

c. Terdapat banyak indikator kecerdasan dalam tiap potensi kecerdasan. d. Setiap kecerdasan yang berbeda-beda tersebut bekerja sama dalam

mewujudkan aktivitas individu. Satu kegiatan memungkinkan memerlukan lebih dari satu potensi kecerdasan. Dan satu kecerdasan dapat digunakan dalam berbagai kegiatan.

e. Semua jenis kecerdasan tersebut ditemukan dalam lintas kebudayaan di seluruh dunia dan kelompok usia.

(31)

12

2. Potensi kecerdasan Majemuk

Menurut Gardner (1983), Teori kecerdasan majemuk adalah cara melihat sembilan potensi kecerdasan yang dapat dipahami dan dikembangkan. Kecerdasan majemuk memberikan gambaran bahwa anak dapat menjadi cerdas dalam berbagai bidang melalui rangkaian potensi kecerdasan majemuk. Sembilan potensi dalam teori kecerdasan majemuk, memberikan pemahaman dalam mengembangkan potensi kecerdasan anak. Menurut Gardner (2013), sembilan potensi kecerdasan majemuk terdiri dari kecerdasan bahasa (linguistik), kecerdasan matematik (logic), kecerdasan gerak (kinesthetic), kecerdasan visual spasial (visual spatial), kecerdasan musik (music), kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan naturalis, dan kecerdasan eksistensial.

(32)

13

D. Kecerdasan Visual Spasial (Visual Spatial Intellegence)

Menurut Howard Gardner teori kecerdasan majemuk adalah teori kebermaknaan fungsi kognitif yang menyatakan bahwa, setiap manusia memiliki potensi dan kapasitas dalam sembilan kecerdasan majemuk (Armstrong: 2002). Alferd Binet menambahkan kecerdasan terdiri atas proses-proses kognitif yang kompleks yang terdiri dari memori, imajinasi, pemahaman, dan penilaian (Rusdarmawan: 2009). Demikian kecerdasan visual spasial merupakan potensi kecerdasan yang berhubungan dengan aspek kognitif secara umum. Definisi kecerdasan visual spasial adalah kemampuan mempersepsi secara visual spasial dan kemampuan mentransformasikan persepsi visual spasial (Armstrong: 2002).

Kecerdasan visual spasial meliputi kepekaan pada warna, garis, bentuk, ruang dan hubungan antar unsur tersebut, kemampuan membayangkan, mempresentasikan hasil berpikir visual (Armstrong: 2002).

Menurut Howard Gardner dalam Rose, dkk (2007: 21) menjelaskan bahwa

“kecerdasan visual spasial merupakan kemampuan berpikir secara visual dalam

citra mental, kecerdasan tersebut melibatkan kemampuan untuk memahami hubungan ruang dan citra visual dengan tepat”.

Menurut Schmidt, (2002: 33) kecerdasan visual spasial adalah:

(33)

14

Teori tersebut menjelaskan bahwa setiap anak memiliki potensi kecerdasan visual spasial dalam diri mereka. Anak memiliki tingkatan kecerdasan visual spasial yang berbeda-beda. Hal tersebut digambarkan dalam cara anak mengaktualisasikan diri dalam dunia ruang visual. Menurut Davido (2010), bagaimana anak yang cerdas visual adalah anak yang mampu mencipta dan mewujudkan ide gagasan, serta dapat mengatasi hambatan yang ada (masalah visual). Anak dengan potensi kecerdasan visual spasial dapat dengan mudah melakukan kegiatan-kegiatan yang membutuhkan keterlibatan dari gerakan motorik halus, misalnya menggambar, melukis, menulis, dan lain sebagainya (Armstrong: 2002).

Kecerdasan visual spasial tidak sebatas daya pengamatan serta kemampuan berpikir dalam bentuk gambar, tetapi kecerdasan visual spasial berkaitan dengan kemampuan atau kepekaan anak dalam menangkap warna, garis, bentuk dan ruang, serta menangkap, mengubah dan menciptakan kembali dunia ruang visual. Kecerdasan ruang atau kecerdasan visual spasial adalah kecerdasan yang dapat membantu anak untuk memahami konsep tatanan ruang visual, baik yang ada pada lingkungan maupun dalam imajinasi anak (Silverman: 2003). Menurut Pamadhi (2010), kecerdasan visual spasial dibutuhkan anak dalam memahami lingkungan. Pemahaman serta kemampuan tersebut merupakan upaya anak dalam mengenal dan memahami lingkungan. Pamadhi (2010: 144) menyatakan bahwa “pendidikan seni rupa melatih perasaan dan wawasan

(34)

15

1. Indikator Kecerdasan Visual Spasial

Indikator kecerdasan visual spasial merupakan teori untuk memahami kecerdasan dalam bentuk produk kecerdasan. Indikator kecerdasan berlandaskan tiga aspek yang berkaitan dengan kecerdasan majemuk khususnya kecerdasan

visual spasial. “Tiga aspek tersebut yaitu komponen inti yang merupakan proses

dimana suatu wilayah otak tertentu merespon stimulus sebagai bentuk kompetensi” (Chatib, 2014: 135). Kompetensi dalam hal ini adalah sebuah bentuk

pendekatan dalam menilai dan memahami pencapaian anak dalam domain kecerdasan visual. Pendekatan tersebut mengkaji kemampuan kognitif yang ditinjau dari bentuk pencapaian domain, yaitu produk-produk kecerdasan visual spasial serta keahlian, kemampuan, atau pencapaian dalam kegiatan melukis (Gardner: 2013).

(35)

16

2. Ciri-ciri Kecerdasan Visual Spasial Pada Anak

Kecerdasan visual spasial memiliki ciri-ciri serta karakteristik yang dapat dipahami. Hal tersebut dapat digambarkan dalam cara anak berpikir secara visual, serta implementasinya dalam setiap bidang. Pemahaman ciri-ciri anak cerdas visual spasial merupakan upaya dalam memahami karakteristik peserta didik. Ciri-ciri serta karakteristik tersebut dapat membantu dalam menganalisis kecerdasan visual spasial pada lukisan anak.

Schmidt (2005:32) menjelaskan ciri-ciri kecerdasan visual spasial sebagai berikut: a. Memiliki kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ruang dan

bangunan.

b. Memiliki kemampuan membayangkan sesuatu, melahirkan ide secara visual dan spasial.

c. Memiliki kemampuan mengenali identitas objek, ketika objek tersebut ada pada sudut pandang yang berbeda.

d. Mampu memperkirakan keberadaan dirinya dengan sebuah objek. e. Suka mencoret-coret, membentuk gambar, mewarnai dan menyusun

unsur-unsur bangunan.

(36)

17

E. Karakteristik Lukisan Anak 1. Lukisan dan gambar anak

Teori tentang karya lukis atau gambar anak merupakan upaya peneliti dalam memahami lukisan anak dalam penelitian secara teoritis. Gambar atau karya lukis anak merupakan cara membebaskan implus-implus, media ekspresi, serta membuang energi berlebih tanpa batasan (Davido: 2012). Davido (2012:

123) menyatakan bahwa “gambar atau lukisan anak banyak yang bisa disebut

sebagai karya seni”. Karya lukis anak tidak menekankan pada teknik melainkan bagaimana penggambaran citra visual anak (Davido:2012). Menurut Pamadhi (2010), menggambar adalah membentuk bidang gambar sedangkan melukis adalah adalah proses membayangkan atau berimajinasi, akan tetapi pada tingkat pemahaman anak menggambar sama dengan melukis. Gambar menurut ilmu psikologi memiliki korelasi pada pola berpikir dan rasa, dan diharapkan dapat digunakan sebagai alat didik untuk media berekspresi serta berpikir secara visual (Pamadhi: 2010). Pamadhi (2010: 19) menyatakan bahwa:

Lukisan anak pun dimaknai sebagai gambar yang penuh dengan simbol-simbol gaya anak. bentuk simbol-simbol sendiri merupakan sign system, yang nantinya mampu dan dapat dimanfaatkan untuk menandai taraf berpikir dan merasakan.

Davido (2012: 154) menjelaskan bahwa:

(37)

18

Karya lukis anak memiliki peran yang penting terkait pendidikan sebagai upaya mengembangkan potensi kecerdasan anak. Gambar dalam pendidikan merupakan wujud pembelajaran secara konseptual dalam mengolah ide dan gagasan (Pamadhi: 2010). Karya lukis anak dalam penelitian dinilai sebagai kegiatan yang bernilai budaya dalam suatu kerja domain kecerdasan visual spasial. Kegiatan melukis untuk anak sebagai media dalam mempresentasikan persepsi visual anak sebagai gambaran komponen inti dalam kecerdasan visual spasial pada anak. Pernyataan tersebut menjelaskan tentang peran gambar sebagai media anak dalam mengembangkan kemampuan citra visual anak. Pamadhi (2010: 142) menjelaskan keterkaitan gambar dengan kecerdasan adalah:

“Menggambar bagi siswa adalah kegiatan berpikir ketika sedang menghitung ukuran nyata obyek yang sedang dilihat untuk dapat dipindahkan ke dalam kertas; namun juga proses sedang memahami obyek yang sedang diamati. Dalam hal ini siswa akan membayangkan kondisi yang sangat luas serta penuh dengan keanekaan peristiwa baik bergerak maupun diam akan dikemas dalam gambar. Maka peristiwa yang terjadi adalah anak harus mampu menangkap obyek dengan penelahaan secara komprehensif semua materi dan ide anak dapat tertuang dalam karya gambarnya”.

Davido (2012: 2) maanfaat lukisan anak adalah

a. Menguji kematangan pikiran. Dari sebuah gambar, tingkat kecerdasan seorang anak dapat diukur.

b. Media komunikasi. Gambar dapat memperbaiki kekurangan yang mungkin ada pada kemahiran berbahasa anak. Dengan gambar dapat dijelaskan apa yang dialami atau dirasakan anak, yang mungkin tidak dapat dijelaskan melalui tulisan.

c. Mengeksplorasi perasaan anak

(38)

19

2. Unsur Seni Lukis a. Garis

Garis adalah hasil pergerakan dari titik satu ke titik lainnya dan menghasilkan jejak berupa garis. Garis menghasilkan kesan batas atau kontur dalam suatu objek. Garis tidak memiliki kedalaman, dan hanya memiliki ketebalan dan panjang (Suardana: 2006). Garis memiliki sifat atau jenis seperti pendek, panjang, vertikal, horizontal, lurus, melengkung, zigzag dan tak beraturan (Suardana: 2006).

b. Bentuk

Bentuk merupakan susunan garis yang saling bertemu sebagai batasan pada sebuah bentuk. Bentuk adalah wujud atau hasil penginderaan sebagai ungkapan pengalaman batin (Sahman dalam Suardana: 2006). Bentuk dapat diartikan sebagai shape, dengan struktur visual dapat berupa warna, garis, dan tekstur (Soedarso dalam Suardana: 2006). Batasan dalam bentuk dapat berupa warna-warna yang berbeda, arsiran yang menggambarkan gelap terang, dan dengan adanya tekstur sebagai batasan.

c. Bidang

(39)

20

d. Warna

Warna adalah salah satu unsur seni rupa yang dapat menarik perhatian, karena terlihat lebih terasa hidup dan ekspresif. Kekuatan warna sangat dipengaruhi oleh background. Warna dapat digunakan sebagai bentuk ungkapan dalam menciptakan karya sesuai pengamatan. Warna juga dapat menyatakan berbagai maksud dan tujuan seseorang dalam karya (Suardana: 2006).

e. Tekstur

Tekstur adalah nilai raba atau halus-kasarnya suatu permukaan benda. Tekstur dapat bersifat nyata dan tidak nyata atau tekstur semu (Sampurno: 2013). Tektur nyata memiliki sifat tektur yang dapat dirasakan oleh indera peraba. Tekstur semu adalah tektur yang hanya dapat dirasakan melalui indera penglihatan atau visual. Sifat tekstur biasanya terkesan halus dan kasar. Kesan tersebut bisa dirasakan melalui penglihatan atau dengan cara meraba permukaan tekstur tersebut.

f. Ruang

(40)

21

3. Periodisasi Perkembangan Karya lukis Anak

Kegiatan menggambar atau melukis adalah kegiatan ekspresi kreatif untuk anak. Proses belajar dan bermain dalam kegiatan menggambar atau melukis, menjadikan kegiatan melukis sebagai serangkaian proses pembelajaran yang menyenangkan. Perkembangan usia sangat mempengaruhi tingkat kematangan intelektual anak, kematangan intelektual, perkembangan psikologi, kognitif dan afektif mempengaruhi hasil gambar anak (Davido: 2012). Menurut Pamadhi (2010), Karya seni lukis anak mempunyai jangkauan pikiran yang sangat komprehensif, sehingga terkadang sulit untuk dipahami oleh orang dewasa. Pemahaman visual anak dalam memvisualisasikannya dalam gambar berbeda dengan orang dewasa.

(41)

22

Davido (2012: 17) menyatakan bahwa:

Relisme visual biasanya muncul pada anak usia 7-12 tahun. Namun, tidak harus selalu muncul di usia ini karena mereka bergantung pada beberapa faktor, di antaranya tingkat mental, latar belakang sosial-budaya, dan kematangan perasaan. Sepanjang tahap ini, anak-anak menggambar apa yang dilihatnya. Pandangan tentang dunia lebih objektif.

Menurut Pamadhi (2010) periodesasi atau tingkatan perkembangan seni lukis anak sebagai berikut:

a. Masa Coreng Moreng 1-4 Tahun 1) Judul gambar yang berubah-ubah

(42)

23

Gambar 1: Garis coreng-moreng tak beraturan

(Sumber: Lowenfield dalam Retnowati, 2009:84, Pengembangan Instrumen Penilaian Seni Lukis Anak di Sekolah Dasar)

Gambar 2: Garis coreng-moreng terkendali

(Sumber: Lowenfield dalam Retnowati, 2009:85, Pengembangan Instrumen Penilaian Seni Lukis Anak di Sekolah Dasar)

2) Identifikasi objek dengan judul

(43)

24

Gambar 3: Garis sebagai bentuk figur

(Sumber: Lowenfield dalam Retnowati, 2009:85, Pengembangan Instrumen Penilaian Seni Lukis Anak di Sekolah Dasar)

b. Masa Pra Bagan (Preschematic) Usia 4-7 Tahun

(44)

25

Gambar 4: Pra bagan

(Sumber: Lowenfield dalam Retnowati, 2009:88, Pengembangan Instrumen Penilaian Seni Lukis Anak di Sekolah Dasar)

c. Masa Bagan (schematic) Usia 7-9 Tahun

Perkembangan masa bagan merupakan masa gambar sebagai media komunikasi secara general. penggambaran objek detail serta mulai tampak upaya pemahaman ruang atau perspektif anak. Pemahaman perspektif pada masa bagan adalah perspektif sederhana oleh anak. Masa bagan ditandai dengan adanya gejala stressing point dan stereo type yang dipengaruhi sifat egosentris yang tinggi.

Gambar 5: Lukisan masa bagan

(45)

26

d. Masa realisme awal (Dwaning Realism) Usia 9-11 Tahun

Masa realisme awal merupakan masa perkembangan mental dalam kemampuan pengindraan. Penggambaran objek secara detail serta pemahaman pada struktur objek yang digambar, merupakan perkembangan anak dalam mengamati objek. Gambar pada masa realisme awal merupakan media anak dalam berkomunikasi atau bercerita. Anak dengan emosi berekspresi kurang terkontrol dan menempatkan gambar sebagai media berkomunikasi atau bercerita, dapat mempengaruhi hasil akhir pada lukisan atau gambar anak. Anak pada masa relisme awal cenderung detail pada objek yang dinilai paling penting, menarik serta bermakna. Perkembangan masa realisme berupa penggambaran detail pada objek yang menarik, penekanan cerita dalam karya lukis, penekanan detail pada figur manusia atau benda yang disukai, penggambaran lingkungan secara detail sebagai bentuk pengamatan dan nalar.

Gambar 6: Lukisan masa realisme awal

(46)

27

e. Masa Realisme Semu (Pseudo Realism) Usia 11-14 Tahun

Masa realisme semu adalah masa anak berpikir secara realistik dalam melihat lingkungan sekitar. Pengamatan anak pada objek yang akan digambar sangat detail. Gambar tidak bersifat subjektif melainkan gambaran dari cara anak dalam mengamati objek secara realis. Masa realisme semu merupakan masa perkembangan anak dalam berpikir realis. Timbul rasa atau keinginan anak memvisualisasikan proses berpikir secara realis. Masalah kemampuan anak dalam melukis, mempengaruhi anak memvisualisasikan gambaran detail pada objek. Anak dapat memaknai keindahan atau nilai estetika pada gambar atau lukisanya. Hal tersebut mempengaruhi penilaian anak dalam keberhasilanya memvisualisasikan cara pandang terhadap objek.

Gambar 7: Gambar bunga dan kupu-kupu

(47)

28

4. Ciri Umum Karya Lukis Anak

Ciri umum karya lukis anak adalah gaya ungkapan visual anak dalam melukis atau menggambar. Gambar yang diciptakan atau hasil karya seni lukis anak memiliki gaya ungkapan yang berbeda-beda. Anak menggambar secara spontan serta tanpa tekanan, melibatkan kreatifitas dalam berekspresi, memvisualisasikan ide dan gagasan mereka secara bebas, dapat mencerminkan karakter anak. Apa yang digambarkan merupakan hasil apa yang dilihat kemudian dirasakan. Apa yang digambar bukan hanya yang sedang anak pikirkan, melainkan apa yang dilihat dengan perasaan yang diasosiasikan.

Pamadhi (2010), menjelaskan ciri-ciri lukisan anak sebagai berikut: a. Wicacarita (Heroisme)

Adalah lukisan yang menggambarkan cerita kepahlawanan atau kepatriotan. b. Gaya Dekoratif

Adalah gaya yang ditandai dengan bentuk-bentuk konturistik (berupa garis) dan warna yang di pilih berupa blok warna dengan sedikit nuansa.

c. Gaya Komik

Merupakan gaya lukisan anak dengan memanfaatkan cerita terlebih dahulu, oleh karenanya gaya ini mirip dengan cerita bergambar.

d. Gaya Potret

(48)

29

5. Komposisi Karya Seni Rupa Anak

Teori komposisi karya seni rupa anak merupakan pemahaman dalam mengaktualisasikan pandangan anak dalam berkarya. Karakteristik karya seni rupa anak berkaitan dengan perkembangan usia serta tingkat intelektual anak. Komposisi karya seni rupa anak mencakup pemahaman, penalaran, imajinasi citra visual dalam berkarya seni. Menurut Pamadhi (2010), komposisi kerya seni rupa anak sebagai berikut:

a. Tumpang tindih (juxta position)

Juxta position adalah komposisi perspektif dengan dasar berpikir jarak

setiap objek yang digambar. Dasar berpikir tersebut adalah memposisikan objek yang jauh berada dibagian atas, dan objek dekat berada dibawah. Jenis serta kebermaknaan objek tidak mempengaruhi pola berpikir juxta position. Hal tersebut mempengaruhi adanya sifat antagonistic pada benda atau objek yang seharusnya secara natural berada di atas.

(49)

30

b. Bertumpu pada garis datar (folding over)

Karya seni lukis anak komposisi folding over merupakan penempatan bidang atau objek berdiri pada garis datar. Perkembangan usia, intelektual serta proses berpikir masih mengalami kesulitan dalam menentukan bentuk perspektif. Anak menggambarkan pemahaman visualnya dengan menempatkan benda atau objek diatas garis datar.

Gambar 9: Bertumpu pada garis datar

(Sumber: Pamadhi, 2010:152, Konsep Pendidikan Seni) c. Rebahan (Rabatement)

(50)

31

Gambar 10: Rebahan pada gambar rumah dan pohon (Sumber: Pamadhi, 2010:153, Konsep Pendidikan Seni) d. Pengulangan objek (stereo type)

Komposisi stereo type merupakan pemahaman komposisi penyusunan setiap elemen bentuk secara berulang-ulang. Pengulangan bentuk dipengaruhi oleh faktor individu dalam melihat objek yang menarik. Pengulangan elemen bentuk dapat terorganisir atau tidak terorganisir.

Gambar 11: Pengulangan objek pada gambar

(51)

32

e. Transparan (x-ray)

Komposisi x-ray atau transparan adalah penggambaran pemahaman anak dalam melihat benda atau objek sacara transparan. Perkembangan berpikir tersebut mempengaruhi gambar atau karya lukis yang dihasilkan. Komposisi tersebut memperlihatkan benda atau objek yang tidak seharusnya terlihat.

Gambar 12: Transparansi objek dalam rumah

(Sumber: Davido, 2012:176, Mengenal Anak Melalui Gambar)

6. Tipe Gambar anak

(52)

33

perkembangan nalar (intellectual motivation), willing type merupakan ungkapan harapan. Tipe karya lukis anak sebagai berikut:

a. Haptic

Tipe haptic adalah tipe karya seni rupa anak dalam mengungkapkan rasa (emotional motivation). Gambar anak yang memiliki tipe haptik menunjukkan kecenderungan ke arah kebentukan yang lebih visual-emosional, atau upaya penggambaran secara subyektif yang berisi tentang ekspresi pribadi dalam merespon lingkungannya. Benda atau objek yang digambarkam merupakan reaksi emosional melalui perabaan dan penghayatannya di luar pengamatan visual. Objek yang dianggap penting digambarkan dengan ukuran lebih besar dibandingkan dengan objek yang kurang penting. Karya lukis anak pada tipe haptic tidak bersifat realistis sepenuhnya dan cenderung bersifat ekspresif.

Gambar 13: Visualisasi kucing yang ekspresif dan subjektif (Sumber: Pamadhi, 2010:155, Konsep Pendidikan Seni) b. Visual

(53)

34

yang dilukis merupakan apa yang dilihat, atau obyektif). Gambar yang diungkapkan mementingkan kesamaannya karya dengan bentuk yang dihayatinya serta memperhitungkan proporsinya secara tepat. Penguasan ruang mulai dapat dipahami oleh anak. Penggambaran warna mulai objektif.

Makna karya serta bentuk lebih dapat dipahami karena penggambaran nalar serta cara pandang anak realistik.

Gambar 14: Gambar tipe non-haptic

(Sumber: Pamadhi, 2010:156, Konsep Pendidikan Seni)

c. Willing Type

Willing type adalah tipe gambar anak yang memiliki tema rasa keinginan anak,

cita-cita, atau imajinasi anak dalam merespon situasi tertentu dengan menciptakan gagasan baru secara visual.

F. Teori Berpikir

(54)

35

(2007:12-13) menyatakan bahwa “berpikir merupakan suatu proses mental yang bertujuan memecahkan masalah”. Hal tersebut menjelaskan salah satu cara

individu dalam menyelesaikan masalah adalah dengan berpikir. Individu dalam berpikir dipengaruhi oleh masalah yang dihadapi, dan peran individu dalam dalam merespon objek atau stimulus atau masalah tersebut.

Solso dalam Sugihartono, dkk (2007:13) menyatakan bahwa “berpikir

merupakan proses yang menghasilkan representasi mental melalui transformasi informasi yang melibatkan interaksi yang kompleks antara berbagai proses mental seperti penilaian, abstraksi, penalaran, imajinasi dan pemecahan masalah”. Proses

berpikir melibatkan penggunaan simbol-simbol. Simbol yang digunakan dalam berpikir secara umum berupa simbol bahasa atau kata, dan simbol gambaran atau image (Walgito: 2004). Simbol digunakan oleh individu dalam merespon stimulus atau masalah yang dihadapi. Simbol bahasa dan simbol gambar dalam proses berpikir berkaitan dengan informasi-informasi dalam ingatan, khususnya ingatan jangka panjang atau long term memory (Walgito: 2004). Berpikir secara visual merupakan aktivitas kognitif, dengan memproses informasi-informasi yang diperoleh melalui pengideraan, persepsi visual, dan memori atau ingatan individu.

(55)

36

pengenalan bentuk dan pola, peka warna, bentuk dan ruang, berpikir menyeluruh, bentuk berupa gambar atau image, berkaitan dengan kreativitas dan visualisasi objek dalam berpikir, proses diawali dengan melihat dan mengalami sesuatu, dan dilanjutkan proses belajar spontan dan alamiah (Sugihartono: 2007).

Proses kerja otak pada individu dalam berpikir membutuhkan rangsangan atau dorongan (Deporter dalam Sugihartono: 2007). Hal tersebut menjelaskan bahwa dalam proses berpikir membutuhkan stimulus. Berpikir kreatif merupakan salah satu kemampuan untuk menentukan hubungan-hubungan baru dalam memecahkan persoalan. Chanda dalam(1994:14) menjelaskan bahwa “kreativitas

sebagai kemampuan mental yang khas pada manusia yang melahirkan pengungkapan yang unik, berbeda, baru, indah, efisien, tepat sasaran dan tepat guna”. Guilford dalam Sugihartono (2007:14) menyatakan “kreatifitas sebagai

(56)

37

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian kecerdasan visual spasial Okta pada karya lukis, merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti objek dalam penelitian secara alamiah atau natural setting (Sugiyono: 2010). Metode penelitian kualitatif adalah metode yang dilakukan dalam upaya memandang suatu nilai realitas, fenomena, masalah, gejala serta potensi masalah dalam situasi sosial tertentu. Fenomena sosial tertentu dalam penelitian di pandang sebagai sesuatu yang bersifat holistik, komlpek, dinamis, dan penuh makna. Metode kualitatif digunakan sebagai upaya

dalam mencari makna dalam situasi sosial yang kompleks.

(57)

38

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SD Yayasan Persatuan Perguruan Tamansiswa jetis, Cokrokusuman JT II/878, Yogyakarta. Penelitian juga dilaksanakan di rumah subjek, yang beralamat di Ketingan, Tirtoadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta. C. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan selama 20 kali pertemuan pada akhir bulan agustus 2015 sampai dengan bulan oktober 2015. Jadwal penelitian, rincian kegiatan dan hasil tercantum dalam lampiran.

D. Sumber Data Penelitian

(58)

39

E. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian kualitatif berupaya memperoleh data yang representatif pada fenomena atau situasi sosial. Data yang dikumpulkan dapat berupa data primer maupun data sekunder, maka dalam penelitian menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi (Sugiyono: 2010).

1. Observasi Partisipatif

Observasi pada penelitian kualitatif terdapat beberapa macam teknik observasi yaitu; observasi partisipatif, observasi terus terang atau tersamar, observasi terstruktur (Sugiyono: 2010). Penelitian ini menggunakan teknik observasi partisipatif yaitu melakukan pengamatan langsung pada proses melukis. Pengamatan dilakukan pada proses dan hasil karya seni lukis Okta secara langsung dalam kegiatan melukis pada ekstrakurikuler seni lukis. Observasi pada proses dan hasil karya seni lukis Okta meliputi aspek bentuk, warna, ruang, serta kemampuan menyelesaikan masalah visual.

(59)

40

Observasi dalam penelitian mengacu pada beberapa aspek sesuai pedoman observasi, untuk mendapatkan data sesuai dengan masalah penelitian. Pedoman observasi dalam penelitian sebagai berikut:

Tabel 1: Pedoman Observasi

(60)

41

Tabel 2: Pedoman Wawancara Aspek yang

ditanyakan

Guru kelas Guru seni lukis Orang tua subjek

Karakteristik subjek

  

Tema (ide gagasan)

  

Bentuk, warna, dan ruang

  

3. Dokumentasi

(61)

42

Tabel 3: Instrumen Pengumpulan Data

No. Masalah Aspek

(62)

43

Peneliti terjun langsung dalam pengambilan data pada proses penelitian. Peneliti dituntut terampil dalam mencari informasi berupa data dari narasumber dan peneliti juga harus dapat memecahkan kendala yang ada dalam diri sendiri. Hal tersebut menunjukan peneliti dituntut dapat menyajikan data apa adanya secara detail dan terperinci, sebagai upaya mendeskripsikan kecerdasan visual spasial pada lukisan Okta. Proses peneliti sebagai instrumen dalam pengambilan data sesuai pada pedoman pengambilan data.

G. Triangulasi Data

Triangulasi merupakan teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan data-data (Sugiyono: 2010). Triangulasi merupakan upaya memelihara keabsahan data, maka dilakukan pengamatan dan pengecekan data secara terus menerus selama proses penelitian. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan membandingkan data dari observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik triangulasi merupakan upaya dalam memahami keabsahan temuan penelitian. Triangulasi dilakukan dengan membandingkan hasil pengamatan peneliti dengan hasil wawancara guru dan orang tua, membandingkan hasil pengamatan dan wawancara dengan dokumen-dokumen terkait.

H. Teknik Analisis Data

(63)

44

(Sugiyono: 2010). Mempertimbangkan data yang benar-benar dibutuhkan, data harus objektif sesuai dengan keadaan yang ada. Data merupakan satuan-satuan yang tidak bisa dipisahkan, kemudian dibuat kategorisasi. Proses selanjutnya dalam bentuk kategorisasi yang dideskripsikan secara naratif dengan bantuan persentase data secara sederhana, kemudian dilakukan penafsiran atau pembahasan.

Skema 1. Analisis Data Model Miles dan Huberman Sumber: Sugiyono (2010: 92), Memahami Penelitian Kualitatif

(64)

45

1. Reduksi Data

Reduksi data adalah upaya pengolahan data, bekerja dengan data dalam bentuk merangkum, memilih data pokok, memfokuskan data, mencari tema dan pola. Proses reduksi data terfokus pada tujuan utama dalam penelitian. Proses kerja reduksi berupa penyusunan ringkasan catatan lapangan, memfokuskan tema dan pola terkait batasan permasalahan penelitian. Bentuk reduksi data adalah identifikasi data dan klasifikasi data.

Proses reduksi data adalah sebagai berikut: a. Identifikasi data

Identifikasi data adalah proses mengidentifikasi data dan menyeleksi data. Data dalam penelitian adalah karya lukisan subjek. Data awal berupa karya lukisan subjek berjumlah 25 karya. Data tersebut di seleksi menjadi 10 karya lukisan.

b. Klasifikasi data

Data penelitian diorganisasikan dan diklasifikasi berdasarkan analisis data observasi dan data wawancara. Data karya lukisan subjek diklasifikasi berdasarkan keberagaman tema, dan dipilih 10 karya dari jumlah 25 lukisan subjek.

2. Penyajian Data

(65)

46

terkait masalah dalam penelitian. Proses penyajian data adalah mendeskripsikan 10 karya lukisan subjek secara naratif. Hasil deskripsi kemudian diuraikan berdasarkan fokus penelitian.

3. Kesimpulan dan Verifikasi

(66)

47

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Subjek Penelitian 1. Profil Subjek

a. Nama : Grafika Nuansa Oktaviano (Okta) b. Tempat dan tanggal lahir : 28 Oktober 2007 (8 tahun)

c. Jenis kelamin : Laki-laki

d. Nama Orang Tua : Endang Sri W dan Subarja

e. Alamat : Ketingan, Tirtoadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta 2. Karakeristik Subjek

(67)

48

Guru dan orang tua Okta menilai kemampuan motorik kurang menonjol. Okta sangat menyukai pelajaran atau kegiatan melukis, minat Okta sangat tinggi dalam kegiatan melukis. Okta memiliki hobi melukis, Okta sangat sering melukis dirumah dan disekolah. Okta selalu melukis dirumah apabila besok ada pelajaran melukis, dan mampu menghabiskan buku gambar dalam waktu singkat. Okta selalu corat-coret setiap merasa bosan, dan saat diminta untuk belajar. Okta suka melukis sejak usia TK dan terus berkembang seiring bertambahnya usia. Menurut orang tua Okta, kemampuan melukis dinilai sebagai kemampuan atau bakat murni yang dimiliki Okta. Okta tidak pernah secara khusus dibimbing oleh orang tua dalam melukis.

(68)

49

Menurut Okta warna selain biru dinilai kurang bagus. Objek atau figur yang sering muncul dalam lukisan Okta adalah monster alien, astronot, hewan, kapal, manusia atau karakter dalam video game. Okta sangat suka bermain video game, lego serta mainan robot. Perilaku Okta pasif dan terlihat fokus dalam melukis, tetapi Okta sangat komunikatif dalam menjelaskan apa yang sedang dilukis. Okta bersosialisasi dan berinteraksi baik dengan teman-temanya. Okta jarang bermain diluar rumah dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk menonton TV, bermain video game perang-perangan dan balapan, bermain dengan kakak perempuannya, belajar, melukis dan kegiatan TPA atau mengaji.

B. Karya Seni Lukis Okta 1. Karya 01

Gambar 15: Karya 01

Judul: “Tema Pertarungan”

(69)

50

a. Deskripsi karya

Karya lukis tersebut berjudul “Tema Pertarungan”, menggambarkan

pertarungan figur manusia dan figur binatang melawan figur robot jahat. Judul pada lukisan dipahami dan dinilai oleh Okta sama dengan tema. Karya lukis Okta menceritakan pertarungan antara manusia, sekumpulan binatang seperti monyet, burung garuda, dan ikan yang sedang menghadapi robot jahat. Manusia dan sekumpulan binatang melawan robot jahat dengan kemampuan masing-masing, dan menyelamatkan orang-orang untuk dievakuasi menggunakan perahu dari serangan robot jahat yang merusak bangunan masjid. Ide dan gagasan dalam karya lukis tersebut digambarkan dalam simbol-simbol sesuai pengetahuan serta imajinasi dan keinginan Okta.

(70)

51

Objek dalam karya lukis berupa figur manusia yang merupakan penggambaran persepsi diri Okta sebagai pemimpin para binatang. Warna pada figur manusia adalah biru dan orange. Objek figur binatang yaitu burung garuda dan monyet-monyet besar berwarna coklat, monyet-monyet kecil bergelantungan menggunakan outline pensil, ikan-ikan dengan outline berwarna hitam dengan senjata listrik dan benda runcing menyerupai pedang. Objek figur robot berwarna merah dengan senjata pedang dan obor. Objek bangunan masjid berwarna kuning dan biru. Papan penanda, batu berwarna hitam, rumput berwarna hijau, perahu dan sungai.

(71)

52

b. Proses melukis

Proses awal adalah menentukan tema atau ide gagasan yang akan dilukis. Ide gagasan pada karya lukis terinspirasi oleh tayangan televisi, game, dan pengalaman visual. Okta menciptakan ide dan gagasan dalam pikirannya dengan mengingat, mempersepsi, dan berimajinasi secara visual. Proses berpikir visual dapat dilihat dari kemampuan Okta mengolah dan menuangkan ide gagasan, garis, bentuk, warna dan ruang sesuai keinginan Okta. Proses berpikir visual dalam melukis merupakan upaya dalam memecahkan masalah-masalah yang ada. Masalah dalam melukis adalah berpikir tema atau ide gagasan yang akan dituangkan, serta bagaimana menuangkan ide gagasan tersebut dalam simbol-simbol dalam karya lukis.

(72)

53

c. Simbol pada karya lukis

i. Simbol figur manusia sebagai tokoh utama

Gambar 16: Simbol figur manusia sebagai tokoh utama

Simbol figur manusia dapat diidentifikasi dari susunan bentuk kepala, mata, mulut, badan, tangan, dan kaki. Figur manusia dilukiskan secara detail menunjukan kepekaan Okta terhadap bentuk, warna, dan ruang. Figur manusia terlihat memiliki lengan yang besar dan berotot. Bentuk fisik pada figur manusia digambarkan sesuai dengan keinginan Okta. Bentuk kaki pada figur manusia dilukiskan berbentuk menyerupai bentuk petir, menggambarkan imajinasi Okta tentang sepatu dengan kekuatan listrik.

(73)

54

ii. Simbol figur manusia

Gambar 17: Simbol figur manusia

Simbol figur manusia sudah dapat diidentifikasi dari susunan bentuk kepala, badan, tangan dan kaki. Simbol figur manusia pada lukisan menunjukan kepekaan Okta terhadap bentuk objek. Simbol figur manusia kedua merupakan garis berwarna hitam menjadi susunan bentuk. Figur manusia yang kedua memiliki peran yang berbeda dengan figur manusia pertama. Figur manusia digambarkan sebagai penduduk atau penghuni masjid dan sekitarnya. Figur manusia terlihat menaiki perahu yang menggambarkan situasi evakuasi.

(74)

55

iii. Bentuk simbol figur monyet

Gambar 18: Simbol figur monyet

Simbol figur monyet dapat teridentifikasi dari ciri fisik objek berupa garis sebagai kontur bentuk kepala, badan, tangan dan kaki. Okta mampu menciptakan simbol monyet dengan sangat detail, menandakan kepekaannya terhadap detail visual. Bentuk telinga, seluruh badan dipenuhi bulu berbentuk garis-garis, dan tangan yang sedang menggaruk kepala menjadi ciri fisik yang dapat diidentifikasi sebagai bentuk figur monyet. Warna pada figur monyet menggunakan warna cokelat sesuai dengan warna aslinya.

(75)

56

iv. Simbol figur monyet kecil

Gambar 19: Simbol figur monyet kecil

Simbol figur monyet dapat teridentifikasi dari ciri fisik objek berupa garis sebagai kontur bentuk kepala, badan, tangan dan kaki dengan posisi bergelantungan menjadi ciri fisik yang dapat diidentifikasi sebagai bentuk figur monyet. Garis dalam figur monyet berfungsi sebagai kontur menegaskan bentuk figur. Figur monyet lebih kecil dari figur monyet yang pertama. Simbol figur monyet berukuran kecil dan tidak diberi warna, menggambarkan perbedaan jarak dengan objek lainnya. Hal tersebt menunjukan persepsi Okta pada ruang dengan penggunaan warna. Figur monyet digambarkan sedang berayun dari kejauhan untuk datang membantu melawan robot jahat.

v. Simbol figur monyet besar

(76)

57

Simbol figur monyet besar dapat teridentifikasi dari ciri fisik objek pada susunan bentuk kepala, badan, tangan dan kaki. Bentuk gigi yang bertaring, bentuk telinga, seluruh badan dipenuhi bulu dengan simbol garis-garis, terdapat ekor, dan salah satu tangan yang sedang menggaruk kepala menjadi ciri fisik yang dapat diidentifikasi sebagai bentuk figur monyet. Warna pada figur monyet adalah warna coklat sesuai dengan warna aslinya. Bentuk dan warna pada figur monyet diketahui dari pengalaman Okta melihat monyet dikebun binatang. Visualisasi figur monyet pada lukisan menunjukan kepekaan Okta terhadap bentuk, warna, dan ruang pada simbol.

vi. Simbol figur burung garuda

Gambar 21: Simbol figur burung garuda

(77)

58

Figur burung garuda memiliki kemampuan menyemburkan es berwarna biru dari paruhnya (lihat gambar 21). Figur burung garuda menyemburkan es untuk memadamkan api pada bangunan masjid, merupakan ide gagasan berdasarkan imajinasi. Simbol figur burung garuda dilukiskan dengan sangat detail, tubuh dipenuhi bulu berbentuk garis lengkung sesuai pengamatan Okta. Figur burung garuda memiliki dua sayap yang membentang. Simbol garis-garis berwarna hitam pada bagian bawah sayap merupakan penggambaran burung yang sedang bergerak dan terbang (lihat gambar 22). Figur burung terlihat memiliki tubuh besar sesuai keinginan Okta. Burung garuda digambarkan sebagai figur binatang yang dapat diandalkan. Burung garuda mampu menyerang dari udara dan dipilih sebagai perwakilan hewan udara. Kecerdasan visual spasial tampak pada kemampuan Okta dalam menciptakan simbol berdasarkan kemampuan persepsi visual dan imajinasi dengan sangat detail.

Gambar 22: Simbol semburan es

(78)

59

vii. Simbol figur ikan

Gambar 24: Simbol figur ikan

Bentuk simbol ikan pada lukisan dapat diidentifikasi karena memiliki bentuk sesuai bentuk aslinya. Simbol figur ikan dalam lukisan memiliki bentuk sesuai dengan pemahaman dan keinginan. Figur ikan dalam lukisan berjumlah dua ekor ikan yang berada didalam sungai. Dua figur ikan masing-masing dilukiskan memiliki senjata atau kemampuan. Figur ikan yang pertama dilukiskan memiliki pisau atau jarum menyerupai ikan marlin. Figur ikan yang kedua dilukiskan memiliki kemampuan listrik. Hal tersebut merupakan bentuk kemampuan Okta dalam berimajinasi sesuai keinginan.

(79)

60

viii. Simbol figur robot

Gambar 25: Simbol figur robot

Simbol figur robot memiliki bentuk sesuai keinginan Okta dan dapat diidentifikasi. Bentuk simbol figur robot dapat diidentifikasi melalui susunan kepala, badan, tangan, kaki yang menyerupai robot. Figur robot dilukiskan memiliki tanduk dikepala, serta duri-duri pada lengan dan kepala robot. Warna yang digunakan pada figur robot adalah outline berwarna hitam, serta merah pada seluruh badan robot sesuai keinginan Okta.

(80)

61

ix. Simbol bangunan masjid

Gambar 26: Simbol bangunan masjid

Simbol bangunan masjid dalam lukisan terlihat detail dan dapat diidentifikasi. Simbol masjid digambarkan secara detail sesuai pengetahuan dan keinginan Okta. Simbol masjid memiliki kubah berwarna kuning dibagian atas bangunan. Kubah terlihat sangat detail dengan susunan garis berwarna hitam sebagai bentuk kontruksi kubah. Bagian atas kubah terdapat simbol bulan sabit berupa outline berwarna hitam sebagai karakteristik masjid.

(81)

62

x. Simbol api

Gambar 27: Simbol api

Simbol api pada lukisan dapat diidentifikasi pada garis, bentuk dan warna yang digunakan. Simbol api menggambarkan kerusakan yang diperbuat oleh robot menggunakan obor. Okta mampu menciptakan simbol api sesuai imajinasi dan pemahamannya. Simbol api pada lukisan berwarna merah, serta susunan garis lengkung dan zig-zag berwarna hitam. Simbol api dilukiskan pada bagian kubah masjid dan dinding bangunan. Simbol api dalam lukisan memiliki bentuk dan warna sesuai dengan aslinnya.

xi. Simbol retakan

(82)

63

Gambar 29: Simbol retakan pada papan penanda

Simbol retakan dalam lukisan diidentifikasi berupa garis outline berwarna hitam. Simbol retakan mengambarkan efek kerusakan yang diperbuat oleh robot. Simbol retak digambarkan sesuai dengan pengetahuan dan keinginan Okta.

xii. Simbol jalan

Gambar 30: Simbol jalan

(83)

64

xiii. Simbol batu dan rumput

Gambar 31: Simbol rumput dan batu

Simbol rumput dan batu dapat diidentifikasi sebagai susunan garis, bentuk dan warna. Garis sudah terkontrol dan dapat diidentifikasi sebagai simbol rumput dan simbol batu. Bentuk dan warna sesuai dengan kenyataan dan keinginan Okta. Simbol rumput berwarna hijau dan simbol batu berwarna hitam. Simbol rumput dan simbol batu diposisikan dibawah masjid, menandakan posisi objek berada didepan masjid.

xiv. Simbol papan penunjuk

Gambar 32: Simbol papan penunjuk

(84)

65

xv. Simbol sungai

Gambar 33: Simbol sungai

Simbol sungai tampak dalam lukisan berupa garis lengkung yang tampak horizontal berwarna hitam sebagai tepi sungai. Bagian dalam sungai menggunakan warna biru muda sesuai pemahaman Okta. Simbol sungai sudah dapat diidentifikasi berdasarkan garis, bentuk, warna, ruang, serta fungsi atau kegunaan sungai dalam lukisan. Simbol sungai dalam lukisan berfungsi sebagai habitat ikan-ikan, serta sebagai jalur evakuasi menggunakan perahu. Hal tersebut menunjukan pemahaman Okta terhadap bentuk dan fungsi objek secara detail. Ide gagasan tersebut berdasarkan pengalaman visual Okta tentang sungai. Ide penciptaan sungai merupakan hasil Okta dalam merespon pengalaman visual tentang sungai. Pengetahuan serta imajinasi yang Okta miliki kemudian dituangkan kedalam bentuk simbol.

xvi. Simbol perahu

(85)

66

Simbol perahu dalam lukisan padat diidentifikasi sesuai dengan bentuk aslinya. Warna pada simbol perahu berupa susunan garis berwarna hitam. Perahu digambarkan memiliki mesin penggerak berupa simbol mesin turbo yang terinspirasi dari game. Simbol knalpot yang mengeluarkan gelembung pada bagian bawah perahu menggambarkan perahu yang sedang bergerak. Hal tersebut menunjukan kemampuan Okta mengingat bentuk objek secara detail. Simbol perahu memiliki fungsi sebagai alat evakuasi korban dengan jalur sungai. Bentuk dan fungsi simbol pada lukisan menandakan kemampuan Okta menciptakan ide dan gagasan dalam bentuk simbol visual. Perahu digambarkan memiliki ukuran yang lebih kecil dari objek lain, menggambarkan letak objek dalam ruang.

d. Kecerdasan visual spasial pada karya 01

Bentuk kecerdasan secara umum dapat dilihat dari tiga kategori dasar yaitu cara berpikir, isi yang dipikirkan, dan hasil berpikir. Karya lukisan Okta dengan judul “tema pertarungan” menceritakan suatu peristiwa pertarungan dan

(86)

67

Okta mampu berimajinasi dan membayangkan kembali objek serta peristiwa yang pernah dipersepsi di dalam pikirannya secara visual. Okta mampu berimajinasi dan mengembangkan suatu peristiwa menjadi lebih luas dan bernilai dari apa yang pernah dilihat dan dihayati. Hal tersebut tampak pada ide gagasan yaitu visualisasi dirinya sendiri beserta binatang sebagai tokoh utama, yang berperan sebagai pahlawan dan figur robot sebagai musuh pada lukisan tersebut. Simbol masjid dan sungai serta peristiwa evakuasi pada lukisan diciptakan sesuai pengalaman visual Okta.

(87)

68

2. Karya 02

Gambar 35: Karya 02

Judul: “Tema Cita-cita” Ukuran: 29.7 x 21 cm (A4)

Media: Pensil, spidol a. Deskripsi karya

Karya lukis Okta berjudul “tema cita-cita”, yang menggambarkan

keinginan dan cita-cita sesuai tema yang ditentukan. Judul pada lukisan karya

Okta adalah tema yang diungkapkan, yaitu “tema cita-cita”. Ide gagasan dalam

(88)

69

Bumi yang tidak tampak menandakan pemahaman Okta dalam memaknai lukisannya secara penuh. Okta memahami bahwa bumi tetap ada walaupun bumi tersebut tidak dilukiskan. Okta menggambarkan dirinya sebagai astronot kecil mengenakan baju astronot lengkap dengan alat pengendali gerak. Hal tersebut menunjukan keakuan dan keikutsertaan Okta dalam cerita yang dituangkan pada lukisan. Okta menggambarkan sosok ayahnya sebagai astronot dengan tubuh lebih besar. Sosok ayah pada lukisan digambarkan datang untuk membantu melawan alien. karya lukis okta terlihat realis karena bentuk objek dalam lukisan dapat diidentifikasi, dan terlihat detail seperti bentuk aslinya yang menandakan pengamatan visual sangat baik. Okta menggambarkan ide gagasan dengan sangat detail. Tampak simbol pengendali gerak pada baju astronot dan pesawat, serta sistematika penggantian bahan bakar pesawat luar angkasa.

Persepsi ruang dalam karya lukis Okta tersebut, adalah besar kecil objek yang menggabarkan jauh dekat sebuah objek dengan objek yang lain. Objek pada bagian bawah adalah objek yang dinilai dekat, objek pada bagian atas adalah objek yang dinilai jauh. Warna yang digunakan pada lukisan adalah warna putih dan outline berwarna hitam. Objek yang tampak dalam lukisan yaitu dua simbol planet yang memiliki bentuk menyerupai planet saturnus, simbol bulan dengan bentuk sabit, lima simbol bintang, simbol pesawat luar angkasa yang sedang mengganti bahan bakar, serta tiga simbol pesawat luar angkasa yang sedang bergerak dan mengeluarkan rudal dan bom.

(89)

70

astronot kecil merupakan ungkapan persepsi diri sebagai tokoh utama dalam cerita. Okta melukiskan dirinya sendiri dengan sangat detail. Cerita pada lukisan menggambarkan keinginan, imajinasi, dan cita-cita. Objek yang disukai tampak mendominasi, yaitu pesawat luar angkasa, bom dan rudal yang menggambarkan pertarungan. Objek serta peristiwa pertarungan dalam cerita dapat didentifikasi, menandakan Okta mampu mengontrol emosinya dalam menuangkan ide dan gagasan tentang pertarungan diluar angkasa. Warna dalam lukisan tidak sesuai aslinya akan tetapi sesuai keinginan Okta.

(90)

71

b. Proses melukis

Proses awal adalah menentukan ide gagasan yang akan dilukis sesuai tema. Tema serta ide gagasan lukisan merupakan ungkapan keinginan dan cita-cita. Lukisan tersebut merupakan ungkapan pengetahuan tentang apa yang pernah dilihat dan dihayati. Okta menghadirkan kembali pengalaman visual tentang astronot dan luar angkasa. Okta menentukan tema dan gagasan dalam pikirannya dengan mengingat, membayangkan dan berimajinasi. Proses berpikir visual dalam melukis merupakan upaya dalam memecahkan masalah-masalah yang ada. Masalah dalam melukis adalah berpikir tema atau ide gagasan yang akan dituangkan, serta bagaimana menuangkan ide gagasan tersebut dalam simbol-simbol dalam lukisan.

(91)

72

c. Simbol pada karya lukis 1) Simbol figur astronot

Gambar 36: Simbol figur astronot

Simbol figur astronot dapat diidentifikasi dari susunan kepala, badan, tangan, dan kaki. Figur astronot disebelah kiri menggunakan pakaian astronot dab alat menyerupai roket, serta senjata berupa pedang listrik yang menggambarkan pemahaman Okta terhadap objek yang dilukis. Simbol figur astronot merupakan penggambaran persepsi diri dan keinginan Okta. Okta mampu menciptakan simbol figur astronot sesuai apa yang pernah dilihat dan diimajinasikan. Okta mampu menciptakan ide dan gagasan tentang astronot sebagai pahlawan yang menyelamatkan bumi dari serangan alien.

(92)

73

2) Simbol figur alien

Gambar 37: Simbol figur alien

Figur alien dapat diidentifiasi dari susunan kepala, badan, tangan, dan kaki. Figur alien dalam karya lukis merupakan tokoh antagonis. Figur alien terlihat menggunakan pedang berukuran besar. Warna yang digunakan adalah outline berwarna hitam. Simbol figur alien tersebut menggambarkan kemampuan Okta menciptakan ide gagasan berupa simbol pada lukisan sesuai imajinasinya. 3) Simbol bulan

Gambar 38: Simbol bulan berbentuk sabit

(93)

74

4) Simbol pesawat luar angkasa

Gambar 39: Simbol empat pesawat luar angkasa

Gambar

Gambar 1: Garis coreng-moreng tak beraturan(Sumber: Lowenfield dalam Retnowati, 2009:84,  Pengembangan Instrumen Penilaian Seni Lukis Anak di Sekolah Dasar)
Gambar 18: Simbol figur monyet
Gambar 28: Simbol retakan pada masjid
Gambar 30: Simbol jalan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang di atas mengenal pentingnya kecerdasan visual spasial anak, maka peneliti menyusun judul “Upaya Meningkatkan Kecerdasan Visual Spasial

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh seni menggambar terhadap kecerdasan visual spasial anak kelompok B di TK Pertiwi 1 Keyongan tahun pelajaran

Tanjungpura Pontianak sebagian besar berada pada tingkat sedang (63,24%), serta terdapat hubungan yang rendah dan signifikan antara kecerdasan visual-spasial

Salah satu manfaat mind mapping yang dijelaskan di atas yakni dapat meningkatkan kecerdasan visual spasial, hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang telah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil berpikir kreatif siswa dalam pemecahan masalah matematika ditinjau dari kecerdasan visual spasial. Penelitian ini

Tanjungpura Pontianak sebagian besar berada pada tingkat sedang (63,24%), serta terdapat hubungan yang rendah dan signifikan antara kecerdasan visual-spasial

Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan visual spasial anak khususnya kemampuan anak dalam mentransformasikan yang dilihat ke dalam

Setelah pelaksanaan tindakan pada siklus satu yaitu penggunaan media playdough untuk perkembangan kecerdasan visual-spasial anak usia 5-6 tahun di PAUD Baitul Qur’an