PELAYANAN PAJAK PRATAMA BADUNG UTARA
SKRIPSI
Oleh :
ANDRI GUNAWAN 1315351127
Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana
ii
Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing, serta diuji
pada tanggal 12 Mei 2016
Tim Penguji: Tanda Tangan
1. Ketua : Dr. Dodik Ariyanto, SE., M.Si., Ak. ……..…
2. Sekretaris : Dr. Drs. I Made Sukartha, MSi.,Ak. ……..…
3. Anggota : Naniek Noviari, SE., M.Si., Ak ……..…
Mengetahui,
Ketua Jurusan Akuntansi
(Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE., MSi.) NIP.196412251993031003
Pembimbing
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya,
di dalam Naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh
orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka.
Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat
unsur-unsur plagiasi, saya bersedia diproses sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, Mei 2016
Mahasiswa,
Andri Gunawan
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesikan skripsi dengan Judul
“Pengaruh Persepsi Tax Amnesty, Pertumbuhan Ekonomi, dan Transformasi Kelembagaan pada Penerimaan Pajak Tahun 2015 Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara dapat diselesaikan sesuai dengan yang telah direncanakan.
Pembuatan skripsi, penulis menemui hambatan, baik dari segi referensinya
maupun keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki, tetapi akhirnya semua
hambatan itu dapat teratasi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai
tanpa bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak yang telah meluangkan
waktu, memberikan motivasi dan fasilitas dalam penyusunan skripsi ini. Melalui
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada :
1. Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si., Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Udayana.
2. Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., M.S, Pembantu Dekan I Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
3. Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE., M.Si dan Dr. I Gst Ngr. A. Suaryana, SE.,
M.SI. Akmasing-masing sebagai Ketua dan Sekretaris Jurusan Akuntansi.
4. Dr. Drs. I Made Sukartha, MSi.,Ak.sebagai Dosen Pembimbing atas waktu,
bimbingan, masukan serta motivasinya selama penyelesaian skripsi ini.
5. Naniek Noviari, SE., M.Si.,Ak. sebagai Dosen Pembahas atas bimbingan
serta masukannya atas skripsi ini.
6. Dr. Dodik Ariyanto, SE., M.Si., Ak. sebagai Dosen Penguji atas masukan
atas skripsi ini.
menyebar kuesioner.
9. Merry Kusumadewi Sumarna yang telah memberikan semangat dan
dukungan tiada hentinya sehingga penulis termotivasi dalam penulisan
skripsi ini.
10. Keluarga tercinta atas doa dan dukungan yang tiada henti selama penulis
menempuh studi di Fakultas Ekononmi dan Bisnis Universitas Udayana.
11. Rekan-rekan seperjuangan I Made Yogi, I Wayan Maha, David Chandra
dan Lucky Djajadi yang telah memberikan dukungan dan semangat.
12. Rekan-rekan angkatan 2013 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Udayana.
Skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan tidak terlepas karena keterbatasan
kemampuan serta pengalaman penulis. Kritik dan saran sangat berguna demi
kesempurnaan skripsi sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih dan mohon maaf apabila terdapat kesalahan
baik disengaja maupun tidak disengaja.
Denpasar, Mei 2016
vi
Judul : Pengaruh Persepsi Tax Amnesty, Pertumbuhan Ekonomi, dan Transformasi Kelembagaan pada Penerimaan Pajak Tahun 2015 Di Kantor Pelayanan PajakPratama Badung Utara
Nama : Andri Gunawan NIM : 1315351127
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak tahun 2015 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara, yang diduga dipengaruhi oleh tax amnesty, pertumbuhan ekonomi dan transformasi kelembagaan Direktorat Jenderal Pajak. Penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 98 wajib pajak. Metode penentuan sampel menggunakan slovin
dengan teknik penentuan sampel aksidental sampling, siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda.
Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa tax amnesty, pertumbuhan ekonomi, dan transformasi kelembagaan Direktorat Jenderal Pajak berpengaruh positif pada penerimaan pajak tahun 2015.
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PEGESAHAN... ii
PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 14
1.3. Tujuan Penelitian ... 14
1.4. Kegunaan Penelitian... 14
1.5. Sistematika Penulisan ... 15
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori... ... 17
2.1.1 Teori Legitimasi ... 17
2.1.2 Teori Tax Amnesty... 19
2.1.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 21
2.1.4 Teori Transformasi Kelembagaan ... 23
2.1.5 Teori Penerimaan Pajak ... 24
2.1.6 Pengertian Pajak ... 29
2.1.7 Fungsi Pajak ... 30
2.1.8 Sistem Pemungutan Pajak ... 30
2.1.9 Hubungan tax amnesty dan penerimaan pajak ... 32
2.1.10 Hubungan pertumbuhan ekonomi dan penerimaan pajak 33 2.1.11 Hubungan transformasi kelembagaan dan penerimaan pajak ... 34
2.1.12 Pembahasan Penelitian Sebelumnya ... 35
2.2 Hipotesis Penelitian ... 38
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 41
3.2 Lokasi atau Ruang Lingkup Wilayah Penelitian ... 41
3.3 Obyek Penelitian ... 41
3.4 Identifikasi Variabel ... 42
viii
3.6.1 Jenis Data ... 46
3.6.2 Sumber Data ... 46
3.7 Populasi, Sampel, dan Metode Penentuan Sampel... 47
3.8 Metode Pengumpulan Data ... 49
3.9 Teknik Analisis Data ... 49
3.9.1 Pengujian Instrumen... 49
3.9.2.1 PengujianValiditas ... 49
3.9.2.2 Pengujian Reliabilitas ... 50
3.9.2 Uji Asumsi Klasik ... 50
3.9.3.1 Uji Normalitas Data ... 50
3.9.3.2 Uji Heteroskedastisitas ... 50
3.9.3.3 Uji Multikolinieritas ... 51
3.9.3 Analisis Regresi Linear Berganda ... 52
3.9.5.1 Uji Kelayakan Model (Uji F) ... 53
3.9.5.2 Koefisien Determinasi (R2) ... 53
3.9.5.3 Uji Hipotesis (Uji t) ... 54
BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 55
4.1.1 Sejarah Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara ... 55
4.1.2 Visi dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara ... 57
4.1.3 Tugas dan Wewenang Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara ... 58
4.2 Hasil Penelitian Pendahuluan ... 60
4.2.1 Responden Penelitian Pendahuluan ... 61
4.3 Pengujian Instrumen Penelitian Pendahuluan... ... 62
4.3.1 Uji Validitas ... 62
4.3.1 Uji Reliabilitas ... 63
4.4 Hasil Penelitian ... 64
4.4.1 Responden Penelitian Pendahuluan ... 64
4.5 Pengujian Asumsi Klasik ... 65
4.5.1 Uji Normalitas Data ... 65
4.5.2 Uji Heteroskedastisitas ... 66
4.5.3 Uji Multikolinieritas ... 67
4.6 Analisis Regresi Linear Berganda ... 68
4.6.1 Uji Kelayakan Model (Uji F) ... 70
4.6.2 Koefisien Determinasi (R2) ... 70
4.6.3 Uji Hipotesis (Uji t) ... 71
4.7 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis ... 73
4.7.1 Pengaruh Tax Amnesty pada Penerimaan Pajak ... 74
5.1 Simpulan ... 76
5.2 Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 78
x
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
1) Tabel 1.1 Anggaran Penerimaan Negara dalam APBN 2015 ... 2
2) Tabel 1.2 Perkembangan Penerimaan Pajak dari tahun 2011-2015 .. 5
3) Tabel 1.3 Tax Ratio Negara Asia Tenggara Tahun 2014 ... 6
4) Tabel 4.1 Perubahan Unit Kerja, Tugas dan Fungsi ... 61
5) Tabel 4.2 Responden Penelitian Pendahuluan ... 61
6) Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Penelitian Pendahuluan ... 62
7) Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas Penelitian Pendahuluan ... 63
8) Tabel 4.5 Responden Penelitian... ... 64
9) Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas ... 66
10) Tabel 4.7 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 67
11) Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolineritas ... 68
12) Tabel 4.9 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ... 69
13) Tabel 4.10 Hasil Uji Kelayakan Model (Uji F)... 70
14) Tabel 4.11 Hasil Koefisien Determinasi (R2) ... 70
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Halaman
1) Kuesioner Penelitian ... 82
2) Tabulasi Data Penelitian Pendahuluan ... 87
3) Tabulasi Data Penelitian ... 88
4) Uji Validitas Penelitian Pendahuluan... ... 91
5) Uji Reliabilitas Penelitian Pendahuluan ... 93
6) Uji Validitas Penelitian... ... 95
7) Uji Reliabilitas Penelitian ... 99
8) Uji Normalitas ... 103
9) Uji Multikolinearitas... 104
10) Uji Heteroskedastisitas ... 105
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjabarkan mengenai latar belakang penelitian, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penelitian.
1.1 Latar Belakang
Indonesia pada tahun 2015 berusia 70 tahun. Seiring berjalannya waktu
Indonesia semakin bergantung kepada penerimaan negara dari sektor pajak. Di
masa lalu, Indonesia dapat bergantung kepada penerimaan dari hasil bumi yaitu
minyak dan komoditas lainnya. Namun produksi minyak Indonesia yang semakin
tahun semakin menurun membuat Indonesia tidak memiliki pilihan lain selain
bertumpu terhadap penerimaan dari sektor pajak.
Penerimaan Negara dari sektor pajak memegang peranan yang sangat
penting untuk kelangsungan sistem pemerintahan suatu negara. Adapun menurut
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2009 dalam pasal 1 berbunyi bahwa “pajak adalah kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat”. Tabel 1.1 Anggaran Penerimaan Negara dalam
2
memberikan kontribusi sebesar 83% pada keseluruhan anggaran penerimaan
[image:14.595.117.456.147.224.2]negara atau senilai Rp 1.489,3 Trilyun.
Tabel 1.1 Anggaran Penerimaan Negara dalam APBN 2015
Uraian Jumlah (dalam Trilyun Rupiah) Presentase
Pajak 1.489,3 83,0%
Pendapatan Negara Bukan Pajak 269,1 15,0%
Hibah 3,3 0,2%
Total 1.793,6 100%
Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2015
Dalam rangka mencapai target penerimaan pajak, Pemerintah melakukan
perubahan organisasi dan pembaharuan proses bisnis melalui Transformasi
Kelembagaan Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan PMK No.260.2/PMK/2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak dan
melaksanakan tax amnesty yang diatur sesuai Peraturan Menteri
KeuanganNo.91/PMK.03/2015 tentang pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi atas keterlambatan penyampaian surat pemberitahuan. Melalui
langkah-langkah tersebut diharapkan Direktorat Jenderal Pajak dapat mewujudkan
arah kebijakan fiskal 2015 berdasarkan Undang-Undang APBN dengan mencapai
target penerimaan penerimaan dari sektor pajak yang dibebankan
Undang-Undang.
Arah kebijakan fiskal tahun 2015 seperti disebutkan dalam UU No. 27
Tahun 2014 tentang APBN 2015 ialah menjaga defisit anggaran dalam batas aman
dan menjaga rasio utang agar tetap dalam batas terkendali. Untuk dapat mencapai
arah kebijakan fiskal tersebut, Pemerintah harus dapat mencapai target
penerimaan pajak yang ditetapkan. Apabila pemerintah gagal dalam mencapai
target penerimaan pajak maka akan menyebabkan kegagalan mengelola APBN
Dengan kata lain kegagalan mencapai target penerimaan APBN 2015 akan
berdampak pada bertambahnya defisit utang pada APBN 2016.
Menurut International Monetary Fund (2015) apabila suatu negara gagal
dalam mengelola kebijakan fiskal dan gagal mengendalikan utangnya maka
negara tersebut akan mengalami kebangkrutan. Hal tersebut dialami oleh Yunani,
Yunani gagal dalam mengendalikan utang dan mencapai target penerimaan pajak
sehingga berakibat dengan kebangkrutan Yunani pada 31 Juli 2015. Belajar dari
permasalahan Yunani, Pemerintah Presiden Joko Widodo menjadikan penerimaan
pajak sebagai faktor dan fungsi penting dalam pemerintahan.
Pajak memiliki fungsi dan berperan penting terhadap kesejahteraan negara
dan masyarakat. Pajak memiliki fungsi finansial (budgeter) yaitu memasukkan
uang ke kas negara, dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
negara, dan fungsi mengatur (regulerend) yaitu pajak digunakan sebagai alat
untuk mengatur masyarakat baik dibidang ekonomi, sosial, maupun politik
dengan tujuan tertentu.
Penerimaan dari sektor fiskal dewasa ini tulang punggung terhadap
keberlangsungan roda pemerintahan Indonesia karena penurunan harga komoditas
produksi Indonesia seperti; batu bara, Crude Palm Oil (CPO), minyak bumi dan
komoditas lainnya. Oleh karena itu, Pemerintah memfokuskan diri pada upaya
mencari solusi tepat, cepat dan implementatif untuk meningkatkan kinerja
penerimaan pajak. Mengingat bahwa penerimaan pajak yang optimal memberikan
banyak manfaat khususnya bagi sisi penganggaran APBN. Ruang fiskal
4
kemampuan pemerintah dalam melakukan pembangunan infrastruktur di berbagai
daerah.
Target penerimaan pajak dalam APBN 2015 sebesar Rp 1489,3 trilyun
merupakan peningkatan sebesar 29.9% dibandingkan realisasi penerimaan pajak
tahun 2014 sebagaimana dapat dilihat dalam tabel 1.2 Perkembangan Penerimaan
Pajak 2011-2015. Kenaikan sebesar 29.9% merupakan kenaikan target
penerimaan pajak terbesar dalam lima tahun terakhir. Kenaikan target penerimaan
sebesar 29.9% tersebut dikarenakan kebutuhan pendanaan pemerintah saat ini
untuk menjalankan kebijakan pemerintahan Presiden baru. Pemerintahan Presiden
Joko Widodo mempunyai beberapa program baru yaitu; Kartu Indonesia Sehat,
Kartu Indonesia Pintar, alokasi danadesa, dan peningkatan pembangunan
infrastruktur. Sampai dengan 31 Desember 2015 realisasi penerimaan pajak
nasional tercapai sebesar Rp 1.155 trilyun atau 89% dari target penerimaan pajak
[image:16.595.117.500.475.577.2]dalam APBN 2015
Tabel 1.2 Perkembangan Penerimaan Pajak dari tahun 2011 - 2015
Tahun Jumlah Kenaikan Presentase Kenaikan
2010 649,0 - -
2011 837,9 188,8 20,8%
2012 980,5 142,6 12,2%
2013 1.077,3 96,8 9,9%
2014 1.146,5 69,2 6,4%
2015 1.489,3 342,8 29,9%
Sumber : Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2015
Menurut Kuncoro (2015) kenaikan target penerimaan pajak 2015 sebesar
30% m e r u p a k a n t a r g e t yang amat sulit dicapai mengingat situasi
perekonomian dunia dan nasional yang sedang melambat bahkan masih akan
melambat di tahun 2016. Kenaikan target penerimaan yang lebih rasional
pajak sebagai alat penerimaan negara sekaligus sebagai instrument insentif
atau disinsentif bagi produktifitas dunia usaha dan investasi.
Tax ratio Indonesia pada tahun 2014 sebesar 11,9 % merupakan tax ratio
terendah dibanding Negara Asia Tenggara yang lain sebagaimana dapat dilihat di
Tabel 1.3. Tax Ratio Negara Asia Tenggara. Angka tax ratio tersebut menunjukan
masih terdapat jarak antara potensi pajak dengan realisasi pajak yang berpotensi
dihimpun pemerintah. Jarak antara potensi pajak dan realisasi pajak tersebut harus
dapat dikurangi pemerintah agar penerimaan negara menjadi optimal.
Menurut International Monetery Fund (2014) apabila sektor pajak
memiliki kepatuhan sempurna, dalam arti semua wajib pajak melakukan
kewajiban perpajakannya dengan benar dan tepat waktu, maka tax ratio Indonesia
adalah sebesar 21%, hampir dua kali lipat dari rasio saat ini. Pada dasarnya, tax
ratio mengukur perbandingan antara penerimaan pajak dengan gross domestic
product (GDP) suatu negara. Melihat definisi ini, maka manfaat tax ratio adalah
untuk mengetahui perkiraan seberapa besar porsi pajak dalam perekonomian
nasional.
Target KPP Pratama Badung Utara tahun 2015 sebesar Rp
561.361.053.000 atau naik sebesar 40% dibanding realisasi penerimaan pajak
KPP Pratama Badung Utara tahun 2014. Kenaikan sebesar 40% ini sejalan dengan
kenaikan signifikan target penerimaan pajak yang diterima Direktorat Jenderal
Pajak secara nasional. Kenaikan target sebesar 40% merupakan tantangan berat
yang harus dihadapi KPP Pratama Badung Utara ditengah perlambatan ekonomi
6 Badung Utara pada khususnya.
Tabel 1.3 Tax Ratio Negara Asia Tenggara 2014
Negara Tax Ratio
Singapore 14,0%
Filipina 12,9%
Thailand 16,5%
Malaysia 16,1%
Indonesia 11,9%
Sumber : Direktorat Jenderal Pajak, 2015
Indonesia mengalami permasalahan perpajakan yang juga ditemui oleh
negara lain yaitu rendahnya kepatuhan pajak (Danny Darusalam, 2013). Rasio
Kepatuhan Indonesia pada tahun 2014 sebesar 59.01%, dibawah target kepatuhan
yang diharapkan sebesar 70%. Tingkat kepatuhan wajib pajak ini menjadi masalah
serius karena masih jauh dibawah target yang ditetapkan.
Permasalahan pajak yang dialami Indonesia ialah rendahnya rasio
kepatuhan, rendahnya tax ratio, dan pertumbuhan ekonomi tahun 2015 yang
melambat sementara disisi lain penerimaan pajak memegang perananan yang
dominan bagi anggaran Negara. Memperhatikan pentingnya peranan penerimaan
dari sektor pajak tersebut, Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak
berusaha mencapai target penerimaan pajak yang telah ditetapkan dengan
melakukan berbagai langkah strategis. Langkah-langkah tersebut diantaranya,
Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
No.91/PMK.03/2015 tentang pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
atas keterlambatan penyampaian surat pemberitahuan, pembetulan surat
pemberitahuan, dan keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak. PMK
No.91/PMK.03/2015 merupakan tax amnesty yang diberikan Pemerintah guna
amnesty adalah kesempatan terbatas yang diberikan pemerintah kepada kelompok
pembayar pajak tertentu untuk membayar jumlah yang telah ditetapkan, sebagai
pertukaran atas pengampunan dari kewajiban pajak (termasuk bunga dan
hukuman) yang berkaitan dengan masa pajak sebelumnya, serta kebebasan
tuntutan hukum pidana. Tax amnesty mensyaratkan Wajib Pajak untuk tetap
membayar seluruh pajak yang terutang. Walaupun demikian, perhitungan pajak
yang terutang tersebut dapat saja didasarkan pada ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku pada saat program tax amnesty dilaksanakan.
Pemberian ampunan atas sanksi administrasi dan pembebasan dari sanksi pidana
merupakan hal yang paling umum diberikan di dalam program tax amnesty.
Indonesia telah dua kali melakukan tax amnesty yang pertama yaitu tahun
1984 dan tahun 2008. Tax amnesty tahun 1984 dianggap banyak pihak telah gagal
sementara tax amnesty tahun 2008 yang dikenal dengan nama sunset policy telah
meningkatkan jumlah wajib pajak baru 5,6 juta dan bertambahnya SPT tahunan
804.814. Selain itu juga penerimaan PPN naik sebesar Rp 7,46 Trilyun. Namun,
setelah periode sunset policy berakhir tingkat kepatuhan Wajib Pajak menjadi
stagnan serta tax ratio tidak menunjukan perkembangan yang berarti.
Langkah Pemerintah berikutnya ialah menerbitkan Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) No.260.2/PMK/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak. Perubahan organisasi Direktorat
Jenderal Pajak ini menurut Central Transformation Organization Kementerian
Keuangan (2015) merupakan bagian dari transformasi kelembagaan yang
8
publik terhadap kinerja organisasi. Perubahan Organisasi Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Pratama sebagaimana tercantum dalam PMK No.260.2/PMK/2015
meliputi; pemisahan fungsi Account Representative menjadi fungsi pelayanan dan
konsultasi; dan Account Representative fungsi pengawasan dan penggalian
potensi, pengalihan fungsi penyuluhan di Seksi Ekstensifikasi, pengalihan fungsi
pengawasan Wajib Pajak baru di Seksi Ekstensifikasi, pengalihan fungsi
kepatuhan internal di bagian Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal.
Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 2002 sedang melakukan perubahan
yang terdiri dari beberapa fase. Fase pertama dilaksanakan dari 2002 hingga 2009,
perubahan ini merupakan bagian dari Reformasi Birokrasi dibawah Kementerian
Keuangan dan berfokus kepada menciptakan organisasi kinerja dan
menghilangkan korupsi. Hasil utama yang dicapai dari fase perubahan ini adalah
peningkatan penerimaan pajak hingga 16% per tahun. Hasil ini dicapai melalui
beberapa perubahan meliputi reorganisasi, modernisasi kantor pajak,
pengembangan proses bisnis, sumber daya manusia, implementasi balanced
scorecard, dan implementasi skema remunerasi.
Fase kedua dari perubahan di DJP berlangsung dari tahun 2009 hingga
2013 yang berfokus kepada kelanjutan reformasi sebelumnya berupa
pengembangan lebih lanjut dari visi dan misi, nilai-nilai, pengukuran kinerja, dan
proses bisnis. Hasil yang dicapai dari fase ini adalah peningkatan penerimaan
pajak hingga 20% per tahun. Mulai tahun 2013, Kementerian Keuangan
melaksanakan sebuah program perubahan yang diberi nama Transformasi
Jenderal Pajak. Realisasi program Transformasi Kelembagaan di Direktorat
Jenderal Pajak dituangkan ke dalam enam belas inisiatif perubahan yang
melibatkan hampir seluruh direktorat di Direktorat Jenderal Pajak dan
mempengaruhi hampir setiap area proses bisnis di Direktorat Jenderal Pajak.
Proses reformasi pajak adalah proses mengoptimalkan pajak. Reformasi
pajak akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi
berdampak terhadap peningkatan penerimaan pajak. Oleh karena itu, pertumbuhan
ekonomi dan reformasi pajak saling terkait (Kanghua Zeng, 2013). Transformasi
kelembagaan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak pada tahun 2015
merupakan langkah yang dilakukan untuk mencapai target penerimaan.
Menurut Kasali (2005) organisasi atau perusahaan pada dasarnya adalah
sesosok makhluk hidup. Karena ia hidup maka ia dilahirkan, tumbuh,
berkembang, sakit, tua, dan dapat mati seperti makhluk hidup lainnya. Jika ingin
berumur panjang dan mampu bertahan hidup maka organisasi harus selalu adaptif
terhadap perubahan lingkungan. Charles Darwin sebagaimana dikutip Kasali
(2005) menyatakan bahwa “mereka yang berumur panjang bukanlah spesies yang
terkuat namun mereka yang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan
lingkungan”, pernyataan tersebut bukan hanya berlaku pada makhluk hidup saja,
namun berlaku juga bagi organisasi.
Penerimaan pajak tahun 2015 secara alami akan dipengaruhi oleh
pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2015, Indonesia secara makro ekonomi
mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
10
Semester I tahun 2015 ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 4,7 % , turun dari
periode yang sama tahun 2014 sebesar 5,17 persen. APBN 2015 memberikan
asumsi pertumbuhan ekonomi 5,8% atau lebih rendah dibanding asumsi
pertumbuhan ekonomi dalam APBN tahun 2014 sebesar 6,0 %.
Menurut Gareth D. Myles (2000) pertumbuhan ekonomi atau sebaliknya
pelemahan ekonomi akan berdampak pada penerimaan pajak. Desain dari
kebijakan pajak akan turut berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Pertumbuhan ekonomi tidak dapat dipisahkan dari penerimaan pajak. Hal tersebut
sejalan dengan Christopher Heady (2000) bahwa pertumbuhan ekonomi akan
sejalan dengan penerimaan pajak.
Menurut UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, penenerimaan
pajak adalah semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak
perdagangan internasional. Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara
yang berasal dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan
jasa,pajak penjualan atas barang mewah,pajak bumi dan bangunan bea perolehan
hak atas tanah dan bangunan, cukai, dan pajak lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada maka yang menjadi rumusan
masalah adalah :
1) Apakah tax amnesty berpengaruh pada penerimaan pajak tahun 2015 di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara ?
2) Apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh pada penerimaan pajak
3) Apakah transformasi kelembagaan Direktorat Jenderal Pajak
berpengaruh pada penerimaan pajak tahun 2015 di Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Badung Utara ?
1.3 Tujuan Penelitian
1) Untuk mengetahui pengaruh tax amnesty pada penerimaan pajak tahun
2015 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara.
2) Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi pada penerimaan
pajak tahun 2015 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Badung Utara.
3) Untuk mengetahui pengaruh transformasi kelembagaan Direktorat
Jenderal Pajak pada penerimaan pajak tahun 2015 di Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Badung Utara.
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris tentang
pengaruh tax amnesty, pertumbuhan ekonomi dan transformasi
kelembagaan Direktorat Jenderal Pajak pada penerimaan pajak. Selain
itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi tambahan
informasi atas pemahaman dan pengembangan teori legitimasi
khususnya tentang transformasi kelembagaan Direktorat Jenderal Pajak,
pertumbuhan ekonomi, dan tax amnesty pada penerimaan pajak serta
12 2) Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan,
sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan mengenai transformasi
kelembagaan Direktorat Jenderal Pajak, pertumbuhan ekonomi, dan tax
amnesty agar dapat menjadi bahan evaluasi di masa akan datang oleh
pihak pembuat kebijakan perpajakan.
1.5 Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari lima bab, dimana semua bab memiliki hubungan yang
saling berkaitan antar bab satu dengan bab yang lainnya.
Bab I. Pendahuluan
Pendahuluan membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan
masalah penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan
sistematika penyajian.
Bab II. Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian
Teori-teori yang digunakan untuk mendukung penelitian ini yaitu teori
legitimasi, teori tax amnesty, teori pertumbuhan ekonomi, teori
transformasi kelembagaan dan teori penerimaan pajak.
Bab III. Metode Penelitian
Bab ini menguraikan mengenai desain penelitian, lokasi dan ruang
lingkup wilayah penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel,
definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi, sampel
dan metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, dan teknik
Bab IV. Data dan Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil penelitian dan pembahasannya yang meliputi gambaran umum
organisasi, deskripsi variabel penelitian, pengolahan data, dan terakhir
pembahasan hasil penelitian dapat ditemukan dalam Bab IV.
Bab V. Simpulan dan Saran
Bab ini berisi simpulan dan saran yaitu berupa simpulan yang
diperoleh dari hasil pembahasan dan saran yang dapat diberikan atas
13 BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Bab ini menjabarkan mengenai landasan teori dan rumusan hipotesis
penelitian.
2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Legitimasi
Menurut Ghozali dan Chariri (2007) teori legitimasi menyatakan bahwa
organisasi adalah bagian dari masyarakat sehingga harus memperhatikan
norma-norma sosial masyarakat karena kesesuaian dengan norma-norma sosial dapat membuat
perusahaan semakin legitimate. Legitimasi adalah hal yang penting bagi
organisasi, batasan-batasan yang ditekankan oleh norma-norma dan nilai-nilai
sosial, dan reaksi terhadap batasan tersebut mendorong pentingnya analisis
perilaku organisasi dengan memperhatikan lingkungan. Legitimasi didapatkan jika
apa yang dijalankan oleh organisasi atau perusahaan telah selaras dengan apa yang
diinginkan oleh masyarakat. Jika terjadi ketidakselarasan antara sistem nilai
perusahaan dengan sistem nilai masyarakat maka perusahaan akan kehilangan
legitimasinya sehingga dapat mengancam kelangsungan hidup perusahaan atau
organisasi.
Deegan (2002) menyatakan bahwa legitimasi perusahaan akan diperoleh,
jika terdapat kesamaan antara hasil dengan yang diharapkan oleh masyarakat dari
melakukan pengorbanan sosial sebagai refleksi dari perhatian perusahaan terhadap
masyarakat. Teori legitimasi menjadi landasan bagi perusahaan untuk
memperhatikan apa yang menjadi harapan masyarakat dan mampu menyelaraskan
nilai-nilai perusahaannya dengan norma-norma sosial yang berlaku di tempat
perusahaan tersebut melangsungkan kegiatannya. Perusahaan dapat melakukan
investasi lingkungan sebagai salah satu bentuk perhatian masyarakat terhadap
lingkungan dan masyarakat. Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan
persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas adalah
merupakan tindakan yang diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma,
nilai, kepercayaan dan definisi yang dikembangkan secara sosial (Suchman, 1995).
Dalam posisi sebagai bagian dari masyarakat, operasi perusahaan seringkali
mempengaruhi masyarakat sekitarnya. Eksistensinya dapat diterima sebagai
anggota masyarakat, sebaliknya eksistensinya pun dapat terancam bila perusahaan
tidak menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut
atau bahkan merugikan anggota komunitas tersebut. Oleh karena itu, perusahaan
melalui manajemennya mencoba memperoleh kesesuaian antara tindakan
organisasi dan nilai-nilai dalam masyarakat umum dan publik yang relevan.
Apabila dikaitkan dengan penerimaan pajak, teori legitimasi sangat
berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak dan pembayaran wajib pajak.
Teori legitimasi merupakan suatu kondisi dimana suatu sistem nilai institusi
sejalan dengan sistem nilai dari sistem sosial yang lebih besar dimana institusi
merupakan bagiannya. Dalam hal kepatuhan wajib pajak atas pembayaraan pajak
15
dimana wajib pajak merupakan bagian di dalamnya, yaitu kebijakan atas
kewajiban perpajakan. Dengan demikian, wajib pajak diharapkan dapat mengikuti
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, yakni kewajiban perpajakan yang
salah satunya adalah patuh dalam membayar pajak. Legitimasi merupakan manfaat
atau sumber daya potensial bagi wajib pajak untuk dapat bertahan hidup (going
concern), karena apabila wajib pajak patuh dan secara sukarela memenuhi
pembayaran pajaknya maka wajib pajak akan menikmati dampaknya juga yakni
dalam hal pembangunan nasional.
2.1.2 Teori Tax Amnesty
Menurut Baer dan Leborge (2008) tax amnesty adalah kesempatan terbatas
yang diberikan pemerintah kepada kelompok pembayar pajak tertentu untuk
membayar jumlah yang telah ditetapkan, sebagai pertukaran atas pengampunan
dari kewajiban pajak (termasuk bunga dan hukuman) yang berkaitan dengan masa
pajak sebelumnya, serta kebebasan tuntutan hukum pidana. James Alm (2009)
menyebutkan bahwa tax amnesty berguna untuk meningkatkan penerimaan pajak
dalam jangka pendek, meningkatkan kepatuhan di masa yang akan datang,
mendorong repatriasi modal atau aset, transisi menuju sistem perpajakan yang
baru.
Ira Jackson (1986) menyatakan tax amnesty perlu ditempatkan dalam
konteks administrasi pajak kreatif dan tujuan kepatuhan sukarela dan pembayaran
pajak. Hal ini juga dapat berfungsi sebagai transisi yang adil, efisien dan
menguntungkan untuk sebuah sistem pajak yang lebih baik. Mikesell (1986)
dan pemerintah untuk masuk ke dalam lingkungan penegakan hukum yang lebih
tinggi.
Indonesia mengalami berbagai permasalahan perpajakan yang juga ditemui
oleh negara lain, misalnya rendahnya kepatuhan pajak, rendahnya penerimaan
pajak, hingga rendahnya kapasitas lembaga administrasi perpajakan. Menurut
Danny Darusalam (2013) di banyak negara masalah tersebut diatasi dengan skema
tax amnesty. Dalam kurun waktu 1989-2009, hampir empat puluh negara bagian
di Amerika Serikat memberikan tax amnesty dalam berbagai bentuk.
Kebijakan tax amnesty sebenarnya pernah dilakukan Indonesia pada tahun
1984. Demikian juga kebijakan lain yang serupa yaitu sunset policy yang telah
dilakukan pada tahun 2008. Menurut data Direktorat Jenderal Pajak, sejak
program sunset policy diimplementasikan tahun 2008 telah berhasil menambah
jumlah NPWP baru sebanyak 5.653.128 NPWP, menambah SPT tahunan
sebanyak 804.814 SPT dan menambah penerimaan PPh sebesar Rp7,46 triliun.
Jumlah NPWP orang pribadi 15,07 juta, NPWP bendaharawan 447.000, dan
NPWP badan hukum 1,63 juta. Jadi totalnya wajib pajak terdaftar sejumlah 17,16
juta. Pada hakekatnya implementasi tax amnesty maupun sunset policy sekalipun
secara psikologis sangat tidak memihak pada wajib pajak yang selama ini taat
membayar pajak. Sehingga apabila suatu negara akan melaksanakan kebijakan tax
amnesty, harus sudah melakukan kajian mendalam mengenai karakteristik wajib
pajak yang ada agar tidak menimbulkan gejolak.
Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
17
atas Keterlambatan Penyampaian Surat Pemberitahuan tanggal 4 Mei 2015.
Menurut Jacques Malhere (2011) pengampunan pajak yang pada umumnya
diberikan berupa;
1) pengampunan seluruh atau sebagian dari jumlah pajak yang terutang,
2) seluruh atau sebagian dari jumlah sanksi administrasi,
3) pembebasan dari sanksi pidana,
4) pemberian fasilitas angsuran.
Erwin Silitonga (2006) berpendapat paling tidak terdapat empat jenis
pengampunan pajak, yaitu:
1) Pengampunan yang mewajibkan pembayaran pokok pajak termasuk bunga dan
denda tetapi mengampuni sanksi pidananya.
2) Pengampunan yang mewajibkan pembayaran pokok pajak termasuk bunga
tetapi mengampuni sanksi denda dan sanksi pidananya.
3) Pengampunan yang tetap mewajibkan pembayaran pokok tetapi mengampuni
sanksi bunga dan dendanya.
4) Pengampunan atas pokok pajak di masa lalu termasuk sanksi bunga dan denda.
Penghapusan sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam PMK
No.91/PMK.03/2015 termasuk dalam bagian dari tax amnesty yang dilakukan
oleh pemerintah.
2.1.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi menurut Sumitro Djojohadikusumo (1991) adalah
suatu proses yang berpokok pada proses peningkatan produksi barang dan jasa
Menurut Boediono (1985) pertumbuhan ekonomi adalah adalah suatu
proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang (Kuncoro,2004:129;
Tarigan,2007:46). Jadi persentase pertambahan output itu harusnya lebih tinggi
dari persentase pertambahan jumlah penduduk dan ada kecenderungan dalam
jangka panjang bahwa pertumbuhan akan berlanjut. Menurut Boediono beberapa
ahli ekonomi membuat definisi yang lebih ketat, yaitu pertumbuhan ekonomi
haruslah bersumber dari proses intern perekonomian tersebut (Tarigan,2007:46).
Todaro (1994:282) berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi dapat
didefinisikan sebagai proses yang mantap dimana kapasitas produktif dari suatu
perekonomian meningkat sepanjang waktu untuk menghasilkan tingkat
pendapatan nasional/lokal yang semakin besar. Sedangkan Kuznet (2004)
mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kemampuan jangka panjang
untuk menyediakan berbagai barang ekonomi yang terus meningkat pada
masyarakat. Kemampuan ini tumbuh atas dasar kemajuan teknologi,
institusional, dan ideologis yang diperlukan (Suryana,2000:64).
Menurut pengertian pertumbuhan ekonomi diatas, indikator pengukuran
pertumbuhan ekonomi yang memenuhi kriteria tersebut adalah gross domestic
bruto (GDP) atau diartikan sebagai produk domestik bruto (PDB), yang
didefinisikan total nilai atau harga pasar dari seluruh barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu (biasanya satu
tahun) (Nanga,2005:13).
Menurut Arsyad (2004:14), PDB/GDP diartikan sebagai jumlah nilai
19
produktif, yaitu pertanian, industri pengolahan, pertambangan dan galian, listrik,
air dan gas, bangunan, pengangkutan dan komunikasi, perdagangan, bank dan
lembaga keuangan, sewa rumah, pertahanan, dan jasa-jasa lainnya selama satu
tahun fiskal.
2.1.4 Teori Transformasi Kelembagaan
Menurut Dyah Mutiari (2010) organisasi birokrasi merupakan sebuah
institusi publik yang sarat akan tuntutan kinerja dari para pemangku kepentingan.
Untuk merespon tuntutan kinerja serta tantangan global, organisasi birokrasi
seringkali merumuskan transformasi birokrasi sebagai jawaban terhadap tuntutan
perbaikan kinerja tersebut. Transformasi birokrasi selama ini lebih banyak
dimaknai sebagai upaya menunjukkan sebuah transisi perilaku birokrasi dari pola
manajemen yang tradisional menuju pola manajemen baru yang lebih modern,
namun yang sering kurang diperhitungkan adalah persoalan bagaimana kesiapan
organisasi secara menyeluruh dari berbagai level yang ada untuk menjalani
transformasi birokrasi tersebut.
Transformasi kelembagaan merupakan upaya sebuah organisasi
untuk meningkatkan kapasitas dan institusi, sistem maupun individual dalam
memperbaiki kinerja organisasi secara keseluruhan. Muyungi (2008)
menyatakan bahwa peningkatan kapasitas secara luas didefinisikan sebagai
proses menciptakan atau meningkatkan kapasitas dalam suatu institusi atau negara
untuk melakukan tugas-tugas tertentu secara terus-menerus untuk mencapai tujuan
Menurut Muyungi (2008) bahwa ada tiga aspek terkait
transformasi kelembagaan yaitu:
1) Pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan.
2) Penguatan Institusi melalui penyempurnaan prosedur dan metode
dalam organisasi.
3) Dan penumbuhan kapasitas sistem seperti penumbuhan sistem
kesadaran, peraturan yang kondusif, dan pengelolaan sistem
lingkungan.
Sehingga dengan demikian, manusia, sistem dan prosedur menjadi
tumpuan perkuatan kelembagaan yang ada. Upaya pembangunan
kapasitas institusi yang memiliki arah pegembangan untuk memperkuat
kapasitas internal organisasi dalam menjalankan tupoksi mencapai visi
misi dan merupakan serangkaian strategi yang ditujukan untuk
meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan responsivitas dari kinerja
pemerintahan.
2.1.5 Teori Penerimaan Pajak
Penerimaan pajak adalah penghasilan yang diperoleh negara yang berasal
dari pajak yang dibayarkan rakyat. Tidak hanya sampai pada definisi singkat di
atas bahwa dana yang diterima di kas negara tersebut akan dipergunakan untuk
pengeluaran pemerintah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,
sebagaimana maksud dari tujuan negara yang disepakati oleh para pendiri awal
21
Dalam rangka penerimaan pajak perlu diketahui teori-teori yang
melatarbelakangi dilakukannya pemungutan pajak, sebagaimana diungkapkan
Rimsky dalam Suharno (2003), yaitu:
1) Teori Asuransi.
Dalam teori ini ditekankan mengenai keadilan dan keabsahan pemungutan
pajak seperti yang berlaku dalam perjanjian asuransi, di mana perlindungan yang
diberikan oleh negara kepada warganya dalam bentuk keselamatan dan keamanan
jiwa serta harta benda diperlukan suatu pembayaran dalam bentuk pajak.
2) Teori Kepentingan.
Penekanan teori ini adalah mengenai keadilan dan keabsahan pemungutan
pajak berdasarkan besar kecilnya kepentingan masyarakat dalam suatu negara.
3) Teori Bakti.
Negara mempunyai hak utuk memungut pajak dari warganya sebagai
tindak lanjut teori kepentingan dalam hal penyediaan fasilitas umum yang
diselenggarakan oleh negara.
4) Teori Daya Pikul.
Keadilan dan keabsahan negara dalam memungut pajak dari warganya
didasarkan pada kemampuan dan kekuatan masing-masing anggota
masyarakatnya, dan bukan pada besar kecilnya kepentingan.
5) Teori Daya Beli.
Keadilan dan keabsahan pemungutan pajak yang dilakukan negara ini
lebih cenderung melihat aspek akibat yang baik terhadap kedua belah pihak
kemampuan beli (daya beli) masyarakat untuk kepentingan negara yang pada
akhirnya akan dikembalikan atau disalurkan kembali kepada masyarakat.
Beberapa faktor yang berperan penting dalam menjamin optimalisasi
penerimaan pajak adalah:
1) Kejelasan dan Kepastian Peraturan Perundang-undangan dalam Bidang
Perpajakan secara formal, pajak harus dipungut berdasarkan undang-undang demi
tercapainya keadilan dalam pemungutan pajak (No taxation without
representation atau Taxation without representation is robbery) (Mayhew, 1750).
Namun, keberadaan undang-undang saja tidaklah cukup. Undang-undang haruslah
jelas, sederhana dan mudah dimengerti, baik oleh fiskus, maupun oleh pembayar
pajak. Timbulnya konflik mengenai interpretasi atau tafsiran mengenai
pemungutan pajak akan berakibat pada terhambatnya pembayaran pajak itu
sendiri.
2) Tingkat Intelektualitas Masyarakat
Sejak tahun 1984, sistem perpajakan di Indonesia menganut prinsip Self
Assessment. Prinsip ini memberikan kepercayaan penuh kepada pembayar pajak
untuk melaksanakan hak dan kewajibannya dalam bidang perpajakan, seperti yang
tertuang dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 4 ayat (1) menyatakan:
wajib pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar,
lengkap, jelas, dan menandatanganinya. Sementara di Pasal 12 ayat (1)
dinyatakan: setiap wajib pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak
23
pajak mengisi sendiri Surat Pemberitahuan (SPT) yang dibuat pada setiap akhir
masa pajak atau akhir tahun. Selanjutnya, fiskus melakukan penelitian dan
pemeriksaan mengenai kebenaran pemberitahuan tersebut. Dengan menerapkan
prinsip ini, pembayar pajak harus memahami peraturan perundang-undangan
mengenai perpajakan sehingga dapat melakukan tugas administrasi perpajakan.
Untuk itu, intelektualitas menjadi sangat penting sehingga tercipta masyarakat
yang sadar pajak dan mau memenuhi kewajibannya tanpa ada unsur pemaksaan.
Namun, semuanya itu hanya dapat terjadi bila memang undang-undang itu sendiri
sederhana, mudah dimengerti, dan tidak menimbulkan kesalahan persepsi.
3) Kualitas Fiskus (Petugas Pajak)
Kualitas fiskus sangat menentukan di dalam efektivitas pelaksanaan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Bila dikaitkan dengan
optimalisasi target penerimaan pajak, maka fiskus haruslah orang yang
berkompeten di bidang perpajakan, memiliki kecakapan teknis, dan bermoral
tinggi.
4) Sistem Administrasi Perpajakan yang tepat
Seberapa besar penerimaan yang diperoleh melalui pemungutan pajak juga
dipengaruhi oleh bagaimana pemungutan pajak itu dilakukan.
Menurut Smith (1901), pemungutan pajak hendaknya didasarkan atas
empat asas, yaitu:
1) Equity/Equality, di mana keadilan merupakan pertimbangan penting dalam
dilakukan seimbang dengan kemampuannya.Negara tidak boleh melakukan
diskriminasi di antara sesama pembayar pajak.
2) Certainty, yaitu pajak yang harus dibayar haruslah terang (certain) dan tidak
mengenal kompromis (not arbitrary). Kepastian hukum harus tercermin mengenai
subyek, obyek, besarnya pajak dan juga ketentuan mengenai pembayaran.
3) Convenience adalah pajak harus dipungut pada saat yang paling baik bagi
pembayar pajak, yaitu saat diterimanya penghasilan.
4) Economy, yaitu pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat-hematnya.
Biaya pemungutan hendaknya tidak melebihi pemasukan pajaknya.
Errad dan Feinstein menggunakan teori psikologi dalam kepatuhan dan
penerimaan pajak, yaitu rasa bersalah dan rasa malu, persepsi wajib pajak atas
kewajaran dan keadilan beban pajak yang mereka tanggung dan pengaruh
kepuasan terhadap pelayanan pemerintah (Devano, 2006:11). Rochmat Soemitro
mengatakan secara umum teori tentang kepatuhan dan penerimaan pajak dapat
digolongkan dalam teori konsensus dan teori paksaan (Antari, 2012:15). Bagi teori
konsensus, dasar ketaatan terletak pada penerimaan masyarakat terhadap sistem
hukum. Dalam hal perpajakan yang terkait dalam teori konsensus, dengan
tanggung jawab moral dan kesadaran dari wajib pajak akan pentingnya fungsi
maupun manfaat dari pajak, maka akan tercipta suatu penerimaan dari wajib pajak
mengenai sistem perpajakan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurut
teori paksaan, orang mematuhi hukum karena adanya unsur paksaan dari
kekuasaan yang bersifat legal dari penguasa. Unsur paksaan terdapat dalam sanksi
25
akan dikenakan sanksi perpajakan yang berupa sanksi administrasi maupun sanksi
pidana.
2.1.6 Pengertian Pajak
Menurut Smeets dalam Waluyo (2008:3) pajak adalah prestasi kepada
pemerintah yang terutang melalui norma umum dan yang dapat dipaksakan, tanpa
adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual,
dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007
tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 mengenai
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada
Negara yang terutang oleh orang pribadi atau Badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Definisi atau pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro dalam
Mardiasmo (2009:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.
Unsur-unsur yang ada pada definisi pajak yaitu:
1) Iuran dari rakyat kepada Negara
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.Iuran tersebut berupa uang
2) Berdasarkan Undang-Undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan
pelaksanaanya.
3) Tanpa jasa timbal atas kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat
ditunjuk, maksudnya dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh Pemerintah.
4) Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara
Maksudnya pajak digunakan untuk pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat
bagi masyarakat luas.
2.1.7 Fungsi Pajak
Menurut Mardiasmo (2009:1) terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi
anggaran (budgetair) dan fungsi mengatur (regulered).
1) Fungsi penerimaan (Budgetair)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan
pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
Contoh: dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam
negeri.
2) Fungsi mengatur (Regulered)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
dibidang sosial dan ekonomi.
2.1.8 Sistem Pemungutan Pajak
27
pemungutan pajak dapat dibagi menjadi 4 macam (Ilyas dan Burton, 2008:32)
yaitu.
1) Official assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan
besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang.
Dengan sistem ini masyarakat (wajib pajak) bersifat pasif dan menunggu
dikeluarkannya suatu ketetapan pajak oleh fiskus.
2) Semi self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang pada fiskus dan wajib pajak untuk menentukan
besarnya pajak seseorang yang terutang. Dalam sistem ini setiap awal
tahun wajib pajak menentukan sendiri besarnya pajak terutang untuk tahun
berjalan yang merupakan angsuran bagi wajib pajak yang harus disetor
sendiri. Baru kemudian pada akhir tahun fiskus menentukan besarnya
utang pajak yang sesungguhnya berdasarkan data yang dilaporkan oleh
wajib pajak.
3) Self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang penuh kepada wajib pajak untuk menghitung,
memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya utang
pajak. Dalam sistem ini wajib pajak yang aktif sedangkan fiskus tidak
turut campur dalam penentuan besarnya pajak yang terutama seseorang,
kecuali wajib pajak melanggar ketentuan yang berlaku.
4) Withholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
yang terutama. Pihak ketiga yang telah ditemukan tersebut selanjutnya
menyetor dan melaporkannya kepada fiskus. Pada sistem ini fiskus dan
wajib pajak tidak aktif. Fiskus hanya bertugas mengawasi saja pelaksanaan
pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga.
Pemahaman terhadap Undang-Undang Perpajakan beserta pelaksanaan
prakteknya dalam rangka menyampaikan SPT adalah hal-hal yang penting dalam
pelaksanaan kewajiban perpajakan secara benar. Pemahaman seperti ini akan
sangat membantu meminimalisir adanya kemungkinan pemeriksaan walaupun
tetap terjadi pemeriksaan, paling tidak Wajib Pajak tidak mengalami hal-hal yang
keliru dalam menghadapi pemeriksaan.
Menurut Suardika (2009) menyimpulkan bahwa sistem perpajakan yang
diberlakukan akan mempunyai pengaruh yang kondusif terhadap dunia usaha jika
harmonisasi jalinan hubungan antar Wajib Pajak selaku pembayar pajak dan
fiskus selaku pemungut pajak tercapai.
2.1.9 Hubungan tax amnesty dan penerimaan pajak
Menurut Peter Stela (1989) permasalahan penerimaan pajak yang cenderung
stagnan atau menurun seringkali menjadi alasan diberikannya tax amnesty.
Pemerintah berharap dengan adanya tax amnesty ada peningkatan pembayaran
pajak yang signifikan selama dilakukannya program tax amnesty. Akan tetapi,
peningkatan peneriman pajak dari program tax amnesty hanya terjadi selama
program tax amnesty mengingat wajib pajak dapat kembali ke perilaku
29
Menurut Gregory Mankiw (2007:120) masyarakat bergerak karena adanya
insentif. Tax amnesty merupakan insentif kebijakan pemerintah terhadap
penerimaan pajak. Maka dengan adanya insetif tax amnesty tersebut masayarakat
dalam hal ini Wajib Pajak akan bergerak mengikuti insentif pemerintah.
Menurut Y. Sri Pudyatmoko (2007:177) pengampunan pajak merupakan
kewenangan diskresi penegakan hukum administrasi yang dilakukan pemerintah.
Kewenangan diskresi ialah tidak melakukan penegakan dalam suatu pelanggaran.
Akan tetapi, kewenangan diskresi tidak dapat dilakukan sesuka hati melainkan
harus memperhatikan norma pemerintah. Kewenangan diskresi dalam hukum
administrasi biasanya didasarkan pada pertimbangan teknis, ekonomis dan politis.
Teknis misalnya aparat tidak dapat membuktikan suatu pelanggaran. Ekonomis
misalnya untuk menghimpun penerimaan negara. Politis misalnya pengampunan
pajak sebagai bagian dari janji kampanye.
2.1.10 Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan penerimaan pajak
Penelitian Yuliati (2001) di Kabupaten Sleman memberikan kesimpulan
bahwa angkatan kerja, Pendapatan Asli Daerah (PAD) riil dan belanja
pembangunan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Penelitian Dritsakis dan
Adamapoulos (2004) dalam Hamzah (2007) membuktikan bahwa belanja negara
berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara Yunani.
Selain itu, hasil penelitian Adi (2006) secara statistik memperkuat penelitian
terdahulu bahwa belanja pembangunan memberikan dampak yang positif dan
signifikan terhadap PAD maupun pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota
pengaruh belanja, pendapatan terhadap pertumbuhan ekonomi, kemiskinan dan
pengangguran studi kasus pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara(APBN) tahun 1999-2006, menghasilkan kesimpulan yang berbeda, yaitu
belanja dan pendapatan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, APBN Indonesia yang berdasarkan konsep anggaran keuangan
berimbang dari tahun ke tahun keadaan APBN Indonesia lebih sering
mengalami keadaan defisit yang diartikan bahwa pengeluaran negara melebihi
penerimaan. Untuk itu, perlu diciptakan permintaan efektif, yaitu dengan
membuat pengeluaran yang lebih besar dari pada penerimaan. Namun ketika
permintaan lebih besar dari pada penawaran akan mengakibatkan naiknya
harga-harga (inflasi), sehingga inflasi ditengarai memiliki dampak negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi. Inflasi dapat mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi.
2.1.11 Hubungan antara transformasi kelembagaan dengan penerimaan pajak
Seperti yang disebutkan sebelumnya, saat ini Direktorat Jenderal Pajak
merupakan instansi pengumpul penerimaan negara yang paling utama, dimana
83% penerimaan negara Indonesia didapatkan dari sektor pajak. Menjadi penting
bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik
karena apabila tidak, dampak negatif yang ditimbulkan akan terasa di seluruh
jajaran pemerintahan hingga mempengaruhi perekonomian negara. Untuk itu
Direktorat Jenderal Pajak diharapkan mampu untuk beradaptasi terhadap segala
31
kinerjanya dengan maksimal. Agar perubahan-perubahan yang terjadi dapat
memberikan manfaat maksimal bagi organisasi, maka perubahan tersebut perlu
dikelola dengan baik.
Menurut Toto Sugianto (2013) instansi pemerintah bukanlah organisasi
tanpa masalah, dan apabila dihadapkan pada suatu masalah instansi pemerintah
justru lebih beresiko dibanding organisasi swasta . Hal ini dikarenakan instansi
pemerintah lebih susah mencari solusi permasalahan mengingat keterbatasan
melakukan manuver. Hal ini juga berlaku pada Direktorat Jenderal Pajak,
berbagai permasalahan dalam Direktorat Jenderal Pajak membuat adanya potensi
tidak dapat mencapai target kerja dan target penerimaan pajak yang diharapkan.
Kasali (2005) menyebutkan ada dua penyebab utama perubahan organisasi
yang pertama adalah kesenjangan kinerja artinya terdapat kesenjangan antara
kinerja dengan target. Yang kedua adanya peluang untuk menjadi lebih baik.
Transformasi kelembagaan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak tahun 2015
dilatar belakangi dua hal tersebut.
Memang organisasi pemerintah tidak akan gulung tikar, namun dampak
kegagalan suatu organisasi akan menggangu kepentingan stakeholder. Apalagi
kegagalan organisasi seperti Direktorat Jenderal Pajak yang memegang peranan
penting dalam penerimaan negara. Diperlukan optimalisasi dan perubahan terus
menerus untuk menjaga Direktorat Jenderal pajak dapat mencapai target
2. 1.12 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
Husli Nurhadi (2011) meneliti tentang “Variable-variabel yang
mempengaruhi penerimaan pajak di Provinsi Bali”. Penelitian Kuantitatif
menggunakan teknik analisis regresi dan analisis trend selama lima tahun.
Menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan faktor terbesar dalam
penerimaan pajak. Faktor lain yang mempengaruhi ialah kepastian hukum dan
sanksi. Alfi Irma (2014) meneliti tentang variable yang mempengaruhi kepatuhan
membayar pajak di DPPKAD Purwodadi. Penelitian Kuantitatif ini menggunakan
teknik analisis regresi dengan metode kuisioner.
Afri Hidayat (2009) meneliti mengenai “Pengaruh pertumbuhan ekonomi
terhadap pendapatan Provinsi Sumatera Utara”. Penelitian Kuantitatif
menggunakan data time series selama 15 tahun dan teknik analisis regresi, dengan
hasil pertumbuhan ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan
Pemerintah dengan tingkat kepercayaan 95%. Atawondi (2012) meneliti mengenai
hubungan Tax Policy dan pertumbuhan ekonomi di Nigeria dengan menggunakan
metode kuisioner menyimpukan bahwa tax policy berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi.
Rita Engilani (2001) meneliti tentang dampak pertumbuhan ekonomi
terhadap penerimaan pajak di kota Padang. Penelitian kuantitatif dengan hasil
penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi mempunyai dampak positif
terhadap penerimaan pajak. Muhammad Muhajir (2012) meneliti tentang analisis
determinan penerimaan pajak di kota Medan. Penelitian kuantitatif menggunakan
33
mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap jumlah wajib
pajak dan penerimaan pajak.
Kanghua Zeng (2013) meneliti dampak dari pertumbuhan ekonomi dan
reformasi pajak di China. Penelitian kuantitatif menggunakan analisis multi
segment regresi menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh 90%
terhadap penerimaan pajak. Reformasi pajak berdampak pada peningkatan
ekonomi pajak secara jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh
langsung terhadap penerimaan pajak.
I Gede Darmayasa (2015) melakukan penelitian mengenai modernisasi
administrasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak di Kantor Pelayanan
Pajak Badung Utara. Penelitian kuantitatif menggunakan metode kuisioner dan
teknik analisis regresi linear berganda menyimpulkan bahwa modernisasi sistem
dalam administrasi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan dan
penerimaan pajak di KPP Pratama Badung Utara.
James Alm (2009) meneliti mengenai pengaruh tax amnesty terhadap
penerimaan pajak di Rusia, penelitian kuantitatif menggunakan pemodelan
ekonometri dan analisis regresi. Hasil penelitian tersebut ialah tax amnesty tidak
tepat digunakan untuk negara berkembang dan sedang dalam transisi sistem
politik. Tax amnesty di Rusia tidak selalu berhasil dalam meningkatkan
penerimaan pajak guna mendorong penerimaan negara. Junpath (2013) meneliti
mengenai multi tax amnesty dan kepatuhan pajak di Afrika Selatan. Penelitian
kuantitatif menggunakan metode kuisoner ini menyimpulkan bahwa tax amnesty
Gareth D. Myles (2000) meneliti mengenai pajak dan pertumbuhan
ekonomi. Penelitian kualitatif menggunakan metode exogenous dan endogenus.
Myles menyimpulkan bahwa besarnya pertumbuhan ekonomi berdampak
sebanding dengan besarnya penerimaan pajak. Administrasi pajak harus efisien
agar kebijakan pajak dapat diimplementasikan dengan tepat.
2.2 Hipotesis Penelitian
Teori Legitimasi menuntut organisasi atau perushaan harus memperhatikan
norma-norma sosial masyarakat karena kesesuaian dengan norma sosial dapat
membuat perusahaan semakin legitimate. Ketaatan terhadap peraturan pemerintah
termasuk didalamnya ketaatan terhadap peraturan perpajakan menunjukan bahwa
organisasi sesuai dengan norma masyarakat. Keberadaan tax amnesty merupakan
kesempatan terbatas yang diberikan Pemerintah kepada organisasi atau individu
untuk meningkatkan ketaatan terhadap peraturan pajak.
James Alm (2009) mengatakan bahwa tax amnesty berpengaruh positif
pada penerimaan pajak. Keberadaan tax amnesty meningkatkan kepatuhan
sukarela di masa yang akan datang. James Andreoni (1991) mengatakan bahwa
tax amnesty berpengaruh dalam meningkatkan pembayaran pajak dan kepatuhan
pajak. Danny Darusalam (2011) mengatakan bahwa tax amnesty diperlukan untuk
menarik kelompok masyarakat yang belum masuk ke dalam sistem administrasi
perpajakan untuk masuk dan menjadi bagian dari sistem administrasi perpajakan
sehingga dapat berperan serta dalam pembagunan negara. Berdasarkan hal
35
H1: Tax Amnesty berpengaruh positif pada penerimaan pajak tahun 2015 di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Badung Utara.
Teori legitimasi menjadi landasan bagi perusahaan untuk memperhatikan
apa yang menjadi harapan masyarakat dan mampu menyelaraskan nilai-nilai
perusahaannya. Artinya apa yang menjadi harapan dan keadaan masyarakat
selaras dan sesuai dengan kondisi perusahaan. Hal tersebut juga dalam hal
pertumbuhan ekonomi, apabila keadaaaan ekonomi tumbuh di masyarakat maka
keadaan ekonomi perusahaan juga tumbuh. Tumbuhnya ekonomi perusahaan
berkorelasi positif terhadap naiknya pembayaran pajak.
Menurut Bambang Brojonegoro dalam rapat pimpinan nasional Direktorat
Jenderal Pajak (2016) Penerimaan pajak Indonesia sangat bergantung dari
pertumbuhan ekonomi karena sebagian besar penerimaan pajak ialah berasal dari
pajak sektor non migas dengan kriteria pajak Wajib Pajak Badan. Engleni Rita
(2012) pertumbuhan ekonomi berpengaruh langsung terhadap penerimaan pajak.
Kanghua Zeng (2013) pertumbuhan ekonomi berdampak terhadap peningkatan
penerimaan pajak. Afri Hidayat (2009) mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi
berpengaruh terhadap penerimaan pajak pemerintah. Muhammad Muhajir (2012)
mengatakan pertumbuhan ekonomi ialah faktor determinan bagi penerimaan pajak
pemerintah. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan pada
penelitian ini adalah.
H2: Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif pada penerimaan pajak tahun
Teori legitimasi menyatakan bahwa perusahaan akan memperoleh
legitimasi, jika terdapat kesamaan antara hasil dengan yang diharapkan oleh
masyarakat dari perusahaan, sehingga tidak ada tuntuntan dari masyarakat.
Dengan adanya reformasi birokrasi Direktorat Jendeeral Pajak, masyarakat
mengharapkan kenaikan dan perbaikan kinerja Direktorat Jenderal Pajak.
Peningkatan kinerja yang diharapkan masyarakat tentunya ialah peningkatan
penerimaan pajak.
Menurut Kanghua Zeng (2013) reformasi pajak akan mendorong
peningkatan penerimaan pajak. Reformasi pajak ialah proses mengoptimalkan
penerimaan pajak. Toto Sugianto (2013) mengatakan transformasi kelembagaan
mewujudkan DJP sebagai organisasi terpercaya untuk meningkatkan penerimaan
pajak. Siew Kien Sia (2009) mengatakan perubahan lembaga perpajakan akan berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis
yang diajukan pada penelitian ini adalah.
H3: Transformasi Kelembagaan berpengaruh positif pada penerimaan pajak