• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Antifungal Minyak Atsiri Jahe Merah (Zingiber officinale var. rubeum)Terhadap Candida albicans Secara In Vitro Tahun 2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek Antifungal Minyak Atsiri Jahe Merah (Zingiber officinale var. rubeum)Terhadap Candida albicans Secara In Vitro Tahun 2014."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

iv

ABSTRAK

EFEK ANTIFUNGAL MINYAK ATSIRI JAHE MERAH (Zingiber officinale var. rubrum)

TERHADAP Candida albicans SECARA IN VITRO TAHUN 2014

Lannawati Setiadi, 2014. Pembimbing: Roro Wahyudianingsih, dr., SpPA.

Infeksi pada kulit karena Candida albicans memiliki hubungan signifikan dengan angka kesakitan dan kematian pasien. Ada berbagai macam penyakit akibat infeksi Candida albicans di masyarakat. Contohnya adalah kandidiasis mulut, kulit, saluran pencernaan, kuku, paru-paru, dan vagina. Infeksi jamur pada kulit umumnya dalam bentuk trush, vulvovaginitis, diaper rash. Jahe merah dipercaya efektif sebagai obat topikal terhadap infeksi jamur pada kulit.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antifungal jahe merah terhadap jamur Candida albicans secara in vitro.

Desain penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik sungguhan. Analisis data penelitian ini dengan menggunakan tes ANOVA satu arah dengan α=0,05 dilanjutkan dengan uji beda rerata LSD dengan α = 0,05. Pengujian menggunakan metode difusi cakram dengan media Sabouraud’s Dextrose Agar. Cakram-cakram bahan uji ditetesi dengan 20 μL dari empat macam konsentrasi minyak atsiri jahe merah, yaitu 20%, 25%, 50%, 75%, dan 100%. Kontrol positif yang digunakan adalah cakram nistatin.

Hasil penelitian menunjukkan aktivitas antifungal minyak atsiri jahe merah terhadap Candida albicans. Rata-rata zona inhibisi didapatkan pada konsentrasi minyak atsiri 20%, 25%, 50%, 75%, 100% yaitu sebesar 8,3 mm, 11,4 mm, 38,5 mm, 38,8 mm, 39,6 mm dengan p= 0,00. Hasil ini berbeda sangat signifikan dengan rata-rata zona inhibisi cakram nistatin, yaitu sebesar 17,5 mm.

Simpulan minyak atsiri jahe merah berefek antifungal terhadap Candida albicans secara in vitro.

(2)

v ABSTRACT

ANTIFUNGAL EFFECT OF Zingiber officinale var. Rubrum ESSENTIAL OIL AGAINST Candida albicans IN VITRO (2014)

Lannawati Setiadi, 2014. Tutor: Roro Wahyudianingsih, dr., SpPA.

Candida albicans infections of the skin often occurs in the community. There

are various kinds of diseases caused by Candida albicans infection. For the examples are candidiasis which infects the mouth, skin, gastrointestinal tract, nails, lungs, and vagina. Fungal common infections of the skin are trush, vulvovaginitis, diaper rash, and paronikia. Zingiber officinale var. rubrum is claimed to overcome ailments such as fungal infections of the skin.

The aim of this study is to determine the antifungal effect of Zingiber officinale var. rubrum essential oil against Candida albicans in vitro.

This study uses disc diffusion method with Sabouraud’s dextrose agar media. Each of Zingiber officinale var. rubrum essential oil in four different concentrations are dropped as much as 20 μL to the discs. Nistatin disc is used as the positive control.

The results of this study indicate that Zingiber officinale var. rubrum essential oil has an antifungal effect against Candida albicans. The diameter of inhibition zone produced by the Zingiber officinale var. rubrum essential oil with 20%, 25%, 50%, 75%, 100% concentration is 8,3 mm, 11,4 mm, 38,5 mm, 38,8 mm, 39,6 mm (p= 0,00). This result has significant difference with the average inhibition zone that formed by nistatin discs with the diameter 17,5 mm.

The conclusion of this study is Zingiber officinale var. rubrum essential oil has the antifungal effect against Candida albicans.

(3)

vii

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 2

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ... 3

1.4Manfaat Karya Tulis Ilmiah ... 3

1.5Kerangka Pemikiran ... 3

1.6Hipotesis Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jahe ... 5

2.1.1 Taksonomi Jahe ... 5

2.1.2 Kandungan Jahe ... 6

2.1.3 Manfaat Jahe ... 8

2.2 Candida albicans ... 9

2.2.1 Taksonomi Candida albicans ... 9

2.2.2 Morfologi dan Identifikasi Candida albicans ... 10

2.2.3 Struktur Dinding Sel Candida albicans ... 11

2.2.4 Patogenesis dan Patofisiologi Candida albicans ... 12

2.2.5 Gambaran Klinik Infeksi Candida albicans ... 15

2.3 Obat Antifungal ... 21

2.3.1 Golongan Poliene ... 22

2.3.2 Golongan Azol-Imidazol ... 22

(4)

viii

2.3.4 Golongan Antifungal Topikal Lain ... 24

BAB III. SUBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat, Bahan, dan Objek Penelitian ... 25

3.1.1 Alat Penelitian ... 25

3.1.2 Bahan Penelitian... 26

3.1.3 Objek Penelitian ... 26

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

3.3 Metode Penelitian... 27

3.3.1 Desain Penelitian ... 27

3.3.2 Variabel Penelitian ... 27

3.3.3 Definisi Operasional Variabel ... 27

3.4 Prosedur Kerja ... 28

3.4.1 Persiapan Mikroba Uji ... 28

3.4.2 Sterilisasi Alat ... 28

3.4.2.1 Sterilisasi Kering ... 28

3.4.2.2 Sterilisasi Basah ... 29

3.4.3 Persiapan Bahan Uji ... 29

3.4.4 Persiapan Kontrol Pembanding ... 30

3.4.5 Persiapan Media Agar ... 30

3.4.6 Pelaksanaan Penelitian ... 30

3.4.6.1 Pengujian Efektivitas Minyak Atsiri Jahe Merah terhadap Candida albicans ... 31

3.4.6.2 Pengamatan dan Pencatatan Hasil Penelitian ... 31

3.5 Metode Analisis ... 31

3.5.1 Hipotesis Statistik ... 32

3.6 Kriteria Uji ... 32

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 33

4.2 Pembahasan ... 36

(5)

ix

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 39

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

LAMPIRAN... 43

(6)

x

DAFTAR TABEL

(7)

xi

DAFTAR GRAFIK

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kandidiasis merupakan suatu penyakit infeksi yang diakibatkan oleh jamur Candida albicans. Pada kasus pasien dengan infeksi sistemik, spesies Candida albicans merupakan patogen keempat tersering yang diisolasi dari kultur darah. Kandidiasis menyerang pria maupun wanita. Candida albicans merupakan penyebab kedua tersering penyakit vaginitis pada wanita. Selain itu, Candida albicans menyerang bagian lipatan kulit, sebagai contoh: sela-sela jari, dan lipatan paha. Neonatal dan orang-orang di atas 65 tahun merupakan kelompok umur yang paling rentan terkena infeksi Candida albicans (Goswami, 2000).

Berbagai usaha dilakukan untuk mengobati penyakit kandidiasis, di antaranya menggunakan obat anti jamur, contohnya nistatin. Namun, kekurangan obat anti jamur antara lain karena efek samping yang cukup mengganggu seperti mual, muntah, diare, dan nyeri perut. Harga obat anti jamur pun mahal, dan terdapatnya banyak resistensi pada pemberian obat anti jamur. Oleh karena itu, masyarakat mulai mencari pengobatan lain dengan menggunakan herbal, contohnya jahe merah (Kuswadji, 1999).

Menurut perkiraan Badan Kesehatan Dunia (WHO), 80% penduduk dunia masih menggantungkan kesehatannya pada pengobatan tradisional termasuk penggunaan obat yang berasal dari tanaman (Gholib, 2008). Penggunaan tanaman sebagai obat sering dilakukan saat ini dan jahe menjadi salah satunya. Jahe yang merupakan tanaman dari keluarga Zingeberacae ini banyak digunakan sebagai bumbu, bahan obat tradisional, manisan atau minuman penyegar. Dalam pengobatan tradisional India atau Ayurveda, Zingiber officinale dan tanaman–tanaman lainnya juga digunakan sebagai obat (Ficker C et al, 2003).

(9)

mengobati penyakit rematik, asma, stroke, sakit gigi, diabetes, sakit otot, tenggorokan, kram, hipertensi, mual, demam dan infeksi (Ali et al., 2008; Wang dan Wang 2005; Tapsell et al, 2006).

Dalam Traditional Chinese Medicine, jahe merupakan salah satu bahan yang paling sering digunakan. Jahe diketahui memiliki efek analgesik, antiagregasi trombosit, antialergik, antimutagenik, antioksidan, antiserotonigenik, antipiretik, antitrombotik, antitusif, dan immunostimulan (Duke et al., 2002).

Berdasarkan bentuk, warna, dan ukuran rimpang, ada 3 jenis jahe yang dikenal, yaitu jahe jahe gajah, jahe putih dan jahe merah. Secara umum, ketiga jenis jahe tersebut mengandung pati, minyak atsiri, serat, sejumlah kecil protein, vitamin, mineral, dan enzim proteolitik yang disebut zingibain (Denyer et al. 1994). Menurut penelitian Hernani dan Hayani (2001), jahe merah mempunyai kandungan minyak atsiri (3,9%) lebih tinggi dibandingkan jahe emprit (3,5%) dan jahe gajah (2,5%). Latar belakang pemilihan jahe merah untuk infeksi Candida albicans adalah karena jahe merah memiliki harga yang terjangkau, mudah didapatkan, dikenal masyarakat dan lebih aman digunakan dalam berbagai pengobatan.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah penelitian ini adalah:

Apakah minyak atsiri jahe merah berefek antifungal terhadap Candida albicans secara in vitro.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antifungal minyak atsiri jahe merah terhadap jamur Candida albicans secara in vitro.

Maksud penelitian ini untuk dapat mengetahui penghambatan pertumbuhan Candida albicans oleh minyak atsiri jahe merah berbagai konsentrasi yang memiliki efek antifungal.

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah

(10)

Manfaat akademik penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan farmakologi jahe merah sebagai antifungal.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian adalah sebagai terapi tambahan pada infeksi Candida albicans.

1.5 Kerangka Pemikiran

Minyak atsiri jahe merah (Zingiber officinale) mengandung [6]-gingerol, β -bisabolen, geranial, a-zingiberen, (E,E)-a-farnesen, neral, ar-curcumen, β -sesquiphellandrenk, caryophyllen yang berfungsi sebagai antimikroba dan antioksidan (Prescott et al., 2005). Senyawa [6]-gingerol telah terbukti mempunyai aktivitas antipiretik, antitusif, hipotensif (Mamoru et al., 1984), antiinflamasi dan analgesik (Kim et al., 2005), antitumor (Surh et al., 1999), antikanker (Dorai et al., 2004), antioksidan (Masuda et al . 2004), dan antifungal (Ficker et al., 2003). Selain itu, sangat efektif untuk mencegah sinar ultra violet B (UVB) dan digunakan sebagai terapi untuk mencegah kerusakan kulit (Ali et al., 2008).

(11)

Gambar 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran

1.6 Hipotesis Penelitian

 Minyak atsiri jahe merah berefek antifungal terhadap Candida albicans

secara in vitro.

Senyawa 6-gingerol

minyak atsiri jahe merah (Zingiber officinale Var Rubrum)

merusak dinding sel

mikroba hingga lisis

denaturasi protein sel mikroba

Hambat kerja enzim dalam

sel

merusak molekul protein dan asam nukleat ,

merusak sintesis asam

nukleat

Kematian sel

Candida albicans

Ditandai dengan

Adanya zona

hambat

(12)

1

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas antifungal jahe merah (Zingiber officinale var. rubrum) dengan menggunakan bagian jahe yang berbeda, seperti akar , daun atau bunga

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Minyak atsiri jahe merah berefek antifungal terhadap Candida albicans.

5.2 Saran

 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas antifungal jahe

merah (Zingiber officinale var. rubrum) terhadap jamur lain.

 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas antifungal jahe

(13)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Lannawati Setiadi

Nomor Pokok Mahasiswa : 1110118

Tempat dan Tanggal Lahir : Bandung, 16 September 1992

Alamat : Jalan Titiran 21 Bandung

Riwayat Pendidikan :

(14)

EFEK ANTIFUNGAL MINYAK ATSIRI JAHE MERAH (Zingiber officinale var. rubrum) TERHADAP Candida albicans

SECARA IN VITRO

ANTIFUNGAL EFFECT OF Zingiber officinale var. rubrum ESSENTIAL OIL AGAINST Candida albicans IN VITRO

Lannawati Setiadi1, Roro Wahyudianingsih 2 1 Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha

2 Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha

Jalan Prof. Drg. Suria Sumantri MPH No. 65 Bandung 40164 Indonesia

ABSTRAK

Infeksi pada kulit karena Candida albicans memiliki hubungan signifikan dengan angka

kesakitan dan kematian pasien. Ada berbagai macam penyakit akibat infeksi Candida albicans di

masyarakat. Contohnya adalah kandidiasis mulut, kulit, saluran pencernaan, kuku, paru-paru,

dan vagina. Infeksi jamur pada kulit umumnya dalam bentuk trush, vulvovaginitis, dan diaper

rash. Jahe merah dipercaya efektif sebagai obat topikal terhadap infeksi jamur pada kulit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antifungal jahe merah terhadap jamur Candida albicans secara in vitro.

Desain penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik sungguhan. Analisis data penelitian ini dengan menggunakan tes ANAVA satu arah dengan α=0,05 dilanjutkan dengan uji beda rerata LSD dengan α = 0,05. Pengujian menggunakan metode difusi cakram dengan media

Sabouraud’sDextroseAgar. Cakram-cakram bahan uji ditetesi dengan 20 µL dari lima macam

konsentrasi minyak atsiri jahe merah, yaitu 20%, 25%, 50%, 75%, dan 100%. Kontrol positif yang digunakan adalah cakram nistatin.

Hasil penelitian menunjukkan aktivitas antifungal minyak atsiri jahe merah terhadap Candida albicans. Rata-rata zona inhibisi didapatkan pada konsentrasi minyak atsiri jahe merah 20%, 25%, 50%, 75%, dan 100% sebesar 8,3 mm, 11,4 mm, 38,5 mm, 38,8 mm, dan 39,6 mm dengan p= 0,00. Hasil ini berbeda sangat signifikan dengan rata-rata zona inhibisi cakram nistatin, yaitu sebesar 17,5 mm.

Simpulan minyak atsiri jahe merah berefek antifungal terhadap Candida albicans secara in

vitro.

(15)

ABSTRACT

Candida albicans infections of the skin often occurs in the community. There are various kinds of diseases caused by Candida albicans infection. For the examples are candidiasis which infects the mouth, skin, gastrointestinal tract, nails, lungs, and vagina. Fungal common infections of the skin are trush, vulvovaginitis, diaper rash, and paronikia. Zingiber officinale var. rubrum is claimed to overcome ailments such as fungal infections of the skin.

The aim of this study is to determine the antifungal effect of Zingiber officinale var. rubrum essential oil against Candida albicans in vitro.

This study uses disc diffusion method with Sabouraud’s dextrose agar media. Each of Zingiber officinale var. rubrum essential oil in five different concentrations are dropped as much as 20 µL to the discs. Nistatin disc is used as the positive control.

The results of this study shows that Zingiber officinale var. rubrum essential oil has an antifungal effect against Candida albicans. The diameter of inhibition zone produced by the Zingiber officinale var. rubrum essential oil with 20%, 25%, 50%, 75%, 100%, concentration is 8,3 mm, 11,4 mm, 38,5 mm, 38,8 mm, and 39,6 mm (p = 0.00). This result has significant difference with the average inhibition zone that formed by nistatin discs with the diameter 17,5 mm.

The conclusion of this study is Zingiber officinale var. rubrum essential oil has the antifungal effect against Candida albicans.

Keywords: Zingiber officinale var. rubrum, Candida albicans, antifungal

PENDAHULUAN

Penyakit kandidiasis merupakan suatu penyakit infeksi yang diakibatkan oleh jamur Candida albicans. Pada kasus pasien dengan infeksi sistemik, spesies Candida albicans merupakan patogen keempat tersering yang diisolasi dari kultur darah. Kandidiasis menyerang pria maupun

wanita. Candida albicans merupakan

penyebab kedua tersering penyakit

vaginitis pada wanita. Selain itu, Candida albicans menyerang bagian lipatan kulit, sebagai contoh: sela-sela jari, dan lipatan paha. Neonatal dan orang-orang di atas 65 tahun merupakan kelompok umur yang

paling rentan terkena infeksi Candida

albicans (1).

Berbagai usaha dilakukan untuk

mengobati penyakit kandidiasis, di

antaranya menggunakan obat anti jamur, contohnya nistatin. Namun, kekurangan obat anti jamur antara lain karena efek samping yang cukup mengganggu seperti mual, muntah, diare, dan nyeri perut.

Harga obat anti jamur pun mahal, dan

terdapatnya banyak resistensi pada

pemberian obat anti jamur. Oleh karena itu, masyarakat mulai mencari pengobatan lain dengan menggunakan herbal, contohnya jahe merah (2). Menurut perkiraan Badan Kesehatan Dunia (WHO), 80% penduduk

dunia masih menggantungkan

kesehatannya pada pengobatan tradisional termasuk penggunaan obat yang berasal

dari tanaman (3). Penggunaan tanaman

sebagai obat sering dilakukan saat ini dan jahe menjadi salah satunya. Jahe yang

merupakan tanaman dari keluarga

Zingeberacae ini banyak digunakan sebagai bumbu, bahan obat tradisional, manisan

atau minuman penyegar. Dalam

pengobatan tradisional India atau

Ayurveda, Zingiber officinale dan

tanaman–tanaman lainnya juga digunakan

sebagai obat (3). Jahe (Zingiber officinale (L.) Rosc.) mempunyai kegunaan yang cukup beragam, antara lain sebagai rempah, minyak atsiri, pemberi aroma, ataupun

(16)

kegunaannya antara lain untuk mengobati penyakit rematik, asma, stroke, sakit gigi, diabetes, sakit otot, tenggorokan, kram, hipertensi, mual, demam dan infeksi5). Dalam Traditional Chinese Medicine, jahe merupakan salah satu bahan yang paling sering digunakan. Jahe diketahui memiliki efek analgesik, antiagregasi

trombosit, antialergik, antimutagenik,

antioksidan, antiserotonigenik, antipiretik,

antitrombotik, antitusif, dan

immunostimulan(5). Berdasarkan bentuk,

warna, dan ukuran rimpang, ada 3 jenis jahe yang dikenal, yaitu jahe gajah, jahe putih dan jahe merah. Secara umum, ketiga jenis jahe tersebut mengandung pati, minyak atsiri, serat, sejumlah kecil protein, vitamin, mineral, dan enzim proteolitik yang disebut zingibain (3) .

Jahe merah mempunyai kandungan

minyak atsiri (3,9%) lebih tinggi

dibandingkan jahe emprit (3,5%) dan jahe gajah (2,5%)(7). Latar belakang pemilihan

jahe merah untuk infeksi Candida albicans

adalah karena jahe merah memiliki harga yang terjangkau, mudah didapatkan, dikenal masyarakat dan lebih aman digunakan dalam berbagai pengobatan. Rimpang jahe dapat berfungsi sebagai obat linu, encok, rematik, gatal-gatal, sakit pinggang, sesak nafas, ambeien dan menguatkan otot. Jahe memiliki aktivitas antioksidan, anti peradangan dan analgesik atau pengurang rasa sakit. Jahe memiliki kandungan antioksidan tinggi yang berasal dari oleoresin membuat jahe berfungsi sebagai penangkap radikal bebas. Hal ini

membuktikan bahwa jahe memiliki

aktivitas antiradang, antimutagenik karena dapat melindungi membran sel dari kerusakan oksidatif, menghambat oksidasi kolesterol dan meningkatkan kekebalan tubuh (2),(17).

Rimpang jahe mengandung minyak atsiri (bisabolena, sineol, phellandrena, sitral, borneol, sitronellol, geranial, linalool, limonena, zingiberol, zingiberena, kamfena), oleoresin (gingerol, shogaol),

fenol (gingerol, zingeron), dan enzim proteolitik (zingibain). Selain itu, jahe juga mengandung 8,6 % protein, 6,4 % lemak, 5,9% serat, 66,5% karbohidrat, 5,7% abu, kalsium 0,1%, fosfor 0,15 %, besi 0,011%, sodium 0,03%, potassium 1,4%, vitamin A 175 IU/100 g, vitamin B1 0,05 mg/100 g, vitamin B2 0,13 mg/100 g, niasin 1,9% dan vitamin C 12 mg/100 g (3) .

Komponen utama jahe segar adalah senyawa homolog fenolik keton yang dikenal sebagai gingerol. Gingerol sangat tidak stabil dengan adanya panas dan pada

suhu tinggi akan berubah menjadi shogaol.

Shogaol lebih pedas dibandingkan gingerol, dan shogaol merupakan komponen utama

jahe kering(3). Senyawa [6]-shogaol

merupakan komponen paling aktif dalam

melawan pembentukan filamen dan

pertumbuhan Candida albicans, diikuti

senyawa citral dan [6]-gingerol(3).

Mekanisme kerja eugenol sebagai anti jamur sebagai berikut: 1. Terikat dengan ergosterol pada membran sel jamur yang

akan mengganggu proses transport

sehingga makromolekul dan ion-ion dalam sel hilang, dan menyebabkan kehancuran yang irreversibel; 2. Menghambat enzim squaleneepoxydase dan menurunkan

sintesis ergosterol; 3. Menghambat

biosintesis lipid jamur, terutama ergosterol pada membran sel; 4. Menghambat timidilat sintase dan sintesis DNA; 5. Mempengaruhi fungsi mikrotubulus atau sintesis asam nukleat dan polimerisasi, penghambatan sintesis dinding sel hifa dan penghambatan mitosis (5) .

Senyawa monoterpene (α-pinene, β

-pinene, α-terpinene) dalam minyak atsiri jahe merah mengganggu fungsi membran

sel jamur(5). Selain itu, jahe merah

mengandung gugus fenol. Fenol merupakan

suatu asam karbol yang dapat melisiskan dinding sel jamur. Senyawa turunan fenol berinteraksi dengan sel jamur melalui proses adsorbsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah, fenol dan

(17)

kompleks fenol. Kompleks protein-fenol tersebut memiliki ikatan yang lemah

dan segera mengalami penguraian.

Kemudian hal ini diikuti dengan penetrasi fenol ke dalam sel jamur hingga menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein (5),(8),(9) .

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antifungal minyak atsiri jahe merah terhadap jamur Candida albicans secara in vitro.

ALAT, BAHAN, dan OBJEK PENELITIAN

Alat-alat yang digunakan adalah tabung Erlenmeyer, cawan petri, beker glass, tabung Eppendorf, otoklaf, kapas, swab, jarum ose, pinset, kertas cakram (Whatman no.42), kertas label, inkubator, tissue, pipet mikro 20 µl, kain kasa, lampu spritus, pipet mikro 10 µl, dan jangka sorong.

Bahan yang digunakan adalah minyak atsiri jahe merah (Zingiber officinale var. rubrum) dengan konsentrasi 20%, 25%, 50%, 75%, dan 100%, larutan CMC (Carboxy Metil Celulose), larutan NaCl 0,9% steril, Sabouraud’s Dextrose Agar, agar nutrien, cakram steril kosong, cakram antimikroba nistatin, mikroorganisme uji (Candida albicans) dari Laboratorium

Mikrobiologi Universitas Kristen

Maranatha.

Objek penelitian adalah jamur Candida albicans yang didapatkan dari Laboratorium Mikrobiologi Universitas Kristen Maranatha

PROSEDUR PENELITIAN

 Jamur Candida albicans dibiakkan pada

media agar nutrien dan diinkubasikan pada suhu 37°C selama 24 jam. Biakan

disuspensikan dalam larutan NaCl fisiologis steril dengan penambahan larutan tersebut hingga sesuai dengan standar 0,5 McFarland yang memiliki

komposisi 1% asam sulfur 9,95 ml dan 1% barium chlorida 0,05 ml

 Suspensi Candida albicans yang sudah

dibuat sesuai dengan standar 0,5 McFarland ditanamkan pada medium

Sabouraud’s Dextrose Agar secara swab

dengan kapas lidi

 Cakram-cakram uji sebelumnya ditetesi

minyak atsiri jahe merah dengan konsentrasi 20%, 25%, 50%, 75% dan 100% sebanyak 20µl. Kemudian cakram-cakram uji diletakkan untuk masing-masing cawan

 Kontrol positif yang digunakan adalah

cakram nistatin

 Kemudian seluruh cawan petri diinkubasi

selama 18-24 jam pada suhu 37°C

 Dilakukan uji sterilitas lebih dahulu

terhadap cakram kosong dan ekstrak yang digunakan

 Pengamatan hasil penelitian dilakukan

terhadap zona inhibisi pertumbuhan Candida albicans oleh cakram yang ditetesi minyak atsiri jahe merah dan cakram

nistatin. Zona inhibisi diukur

menggunakan jangka sorong pada daerah tanpa pertumbuhan jamur. Penentuan daerah bebas mikroba dengan perhitungan rata-rata antara diameter terpendek dan terpanjang

ANALISIS DATA

Analisis data jumlah larva yang mati dihitung menggunakan ANAVA satu arah dengan α = 0,05. Kemaknaan ditentukan berdasarkan nilai p < 0,05 dan apabila bermakna dilanjutkan dengan uji beda rerata LSD dengan α = 0,05.

HASIL dan PEMBAHASAN

Dari penelitian yang telah dilakukan

dengan membagi suspensi Candida albicans

(18)

konsentrasi 20%, 25%, 50%, 75% dan 100%, kontrol positif dengan cakram nistatin di mana masing-masing kelompok

dilakukan 5 kali pengulangan, maka didapatkan hasil sebagai berikut:

Pada hasil percobaan diketahui bahwa minyak atsiri jahe merah memiliki efek

antifungal. Efek antifungal terkecil

didapatkan pada konsentrasi 20% dengan rerata zona inhibisi 8,3 mm dan efek tertinggi didapatkan pada konsentrasi

tertinggi yaitu pada konsentrasi 100% dengan rerata zona inhibisi 39,6 mm. Dari percobaan ini diketahui bahwa jumlah konsentrasi minyak atsiri jahe merah berbanding lurus dengan efek antifungal minyak atsiri jahe merah tersebut.

Tabel 4.1 Tabel ANAVA Hasil Penelitian Efek Minyak Atsiri Jahe Merah

terhadap Candida albicans sangat bermakna, yang berarti minimal ada sepasang perlakuan yang berbeda.

Hasil uji beda rata-rata LSD diketahui adanya perbedaan sangat bermakna (p < 0,01) antara kontrol positif dengan konsentrasiminyak atsiri jahe merah 20%, 25%, 50%, 75%, dan 100%. Hal ini menunjukkan bahwa semua konsentrasi minyak atsiri jahe merah yang diuji pada

percobaan memiliki efek antifungal

terhadap Candida albicans. Semua

konsentrasi minyak atsiri jahe merah yang diuji pada percobaan memiliki efek antifungal yang berbeda antara satu sama lain.

(19)

Minyak atsiri jahe merah memiliki efek

antifungal karena mengandung gingerol

shogaol, zingiberol, dan eugenol, dan monoterpene. Fenol merupakan suatu asam karbol yang dapat melisiskan dinding sel

jamur(13). Senyawa turunan fenol

berinteraksi dengan sel jamur melalui proses adsorbsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah, fenol dan

protein akan berikatan membentuk

kompleks protein-fenol. Kompleks protein-fenol tersebut memiliki ikatan yang lemah

dan segera mengalami penguraian.

Kemudian hal ini diikuti dengan penetrasi fenol ke dalam sel jamur hingga menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein(11). Senyawa monoterpene (α

-pinene, β-pinene, α-terpinene) yang

mengganggu fungsi membran sel jamur (15).

Rimpang jahean mengandung senyawa

antimikroba golongan fenol, flavonoid,

terpenoid dan minyak atsiri yang merupakan golongan senyawa bioaktif yang dapat menghambat pertumbuhan

mikroba(15). Eugenol terikat dengan

ergosterol pada membran sel jamur yang

akan mengganggu proses transport

sehingga makromolekul dan ion-ion dalam sel hilang, dan menyebabkan kehancuran yang irreversibel, menghambat enzim squaleneepoxydase dan menurunkan sintesis ergosterol, menghambat biosintesis lipid jamur, terutama ergosterol pada

membran sel, menghambat timidilat sintase

dan sintesis DNA, mempengaruhi fungsi mikrotubulus atau sintesis asam nukleat dan polimerisasi, penghambatan sintesis dinding sel hifa dan penghambatan mitosis (16).

SIMPULAN

Minyak atsiri jahe merah berefek antifungal terhadap Candida albicans secara in vitro.

SARAN

Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan bentuk sediaan yang berbeda seperti rebusan atau pasta, menggunakan jamur yang berbeda, stadium perkembangan nyamuk yang berbeda, menggunakan bagian tanaman jahe yang berbeda, seperti akar, daun atau bunga.

DAFTAR PUSTAKA

1. Species Specific Prevalence of Vaginal Candidiasis among Patients with Diabetes Mellitus and Its Relation to Their Glycaemic Status. Goswami, 2000, PubMed.gov, 41(2):162-6. Bioassay-Guided Isolation and Identification of Antifungal Compound From Ginger. 80820., [Cited: January 29 , 2014.]

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/136

4. Tapsell,L.C., I.Hemphill, L.Cobiac,

C.S.Patch, D.R.Sullivan, M.Fenech,

S.Roodenrys, J.B.Keogh, P.M.Clifton,

P.G.Williams, V.A Fazio dan K.E.Inge. Tradisional. Darwis. Jakarta: Warta Tumbuhan Obat Indonesia. 2004.

7. Hernani, Christina Winarti. Retrieved

January 29th 2014. (Cited

(20)

8. Chemopreventive Properties of Some Pungent Ingredients Present in Red Pepper and Ginger. Surh,Y.J.,E. Loe dan J.M.Lee.1998. Mutat Res. 402:259-267

9. A Comparison of The Anti Fungal Properties.Tangoe, Nyarko, Akpaka. 2010., http://www.nzpps.org., January 29th ,2014

10. Overview of Topical Therapy for Common Superficial Fungal Infections and The Role of New Topical Agents. Brennan B, Leyden JJ. 1997. Journal of the American Academy of Dermatology, part 1, volume 36, number 2.

11. The pathogen fungi and the pathogen Actinomycetes. Rippon, J.W. 1982. Medical Mycology., second edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.

12. Treatment of dermatophytosis : Safety considerations. Smith EB. 2000.. Journal of the American Academy of Dermatology, part 3, volume 43, number 5.

13. Sundari D, Winarno MW. 2001. Informasi Tumbuhan Obat Sebagai

Antijamur. Cermin Dunia Kedokteran 2001; 130: 28-31

14. Antifungal Drugs in: Fungal Infection Diagnosis and Management, second edition

16. Chemopreventive Properties of Some Pungent Ingredients Present in Red Pepper and Ginger. Surh,Y.J.,E. Loe dan J.M.Lee. 1998. Mutat Res. 402:259-267

17.Paramita, P. (2000). Kegunaan Tanaman

(21)

1

DAFTAR PUSTAKA

Brooks, G.F., Butel J.S & Morse S.A. 2004. Jawetz, Melnick & Adelberg’s Medical Microbiology twenty second edition Lange Medical Books/McGraw-hill. Medical publishing division.

Backer, C. (1963). Flora of Java (Vol. 1). Netherlands: Noordhoff-Groningen. Brennan B, Leyden JJ.1997. Overview of Topical Therapy for Common Superficial

Fungal Infections and The Role of New Topical Agents. Journal of the American Academy of Dermatology, part 1, volume 36, number 2.

Chrubasik, 2005 . Zingiberis rhizoma: A Comprehensive Review on The Ginger Effectand Efficacy. Retrieved January 29th ,2014, from http://www.ginger/effect/efficacy?health/benefit.org.html.,

Ficker C, Smith ML, Akpagana K, Gbeassor M, Zhang J, Durst T, et al, (2003). Bioassay-Guided Isolation and Identification of Antifungal Compound From Ginger., http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/13680820., January 29th ,2014.

Darwis. (2004). Pemakaian Jahe dalam Ramuan Obat Tradisional. Jakarta: Warta Tumbuhan Obat Indonesia.

Forbes, B.A., Sahm, D.F., Weissfeld, A.S, (2002). Bailey & Scott’s Diagnosis Microbiology eleventh edition. Mosby, Inc.St Louis, Missouri, USA. Garcia et al, 2002 . Antimicrobial Activity and Potential Use Of Monoterpenes As

Tropical Fruits Preservatives., Retrieved January 29th ,2014, from

nzpps.org/journal/55/nzpp55_327.pdf.,

Goswami. (2000). Species Specific Prevalence of Vaginal Candidiasis among Patients with Diabetes Mellitus and Its Relation to Their Glycaemic Status. PubMed.gov, 41(2):162-6.

(22)

2

Hidalgo, Vazquez, 2009 . Candida Support., http://www.candidasupport.org., January 29th ,2014.

Jawetz, M., & Adelberg's. (2005). Mikrobiologi Kedokteran (23 ed.). (H. Hartanto, Trans.) Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG.

Kuswadji. (1999). Kandidosis Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi ketiga, Jakarta, FK UI, 1999 : 6-103.

Murray, P.R. Rosenthal K.S & Pfaller M.A. 2002. Medical Microbiology. Fourth edition, Mosby A Harcourt Health Sciences Company St.Louis Missouri, USA

Paramita, P. (2000). Kegunaan Tanaman Jahe. Jakarta: Trubus Agriwidya.

Richardson MD, Warnock DW. 1993. Antifungal Drugs in: Fungal Infection Diagnosis and Management, second edition, Blackwell Publishing Ltd: 17-43.

Rippon, J.W. 1982. Medical Mycology. The pathogen fungi and the pathogen Actinomycetes second edition W.B. Saunders Company, Philadelphia. Romani L, Menacacci A, Cenci E, et al. 1996. Neutrophils and the adaptive immune

response to Candida albicans. Res Immunol; 147:512–18.

Smith EB. 2000. Treatment of dermatophytosis : Safety considerations. Journal of the American Academy of Dermatology, part 3, volume 43, number 5. Sundari D, Winarno MW (2001). Informasi Tumbuhan Obat Sebagai Antijamur. Cermin Dunia Kedokteran 2001; 130: 28-31

Surh,Y.J.,E. Loe dan J.M.Lee.1998.Chemopreventive Properties of Some Pungent Ingredients Present in Red Pepper and Ginger. Mutat Res. 402:259-267 Tangoe, Nyarko, Akpaka, 2010 . A Comparison of The Anti Fungal Properties.,

http://www.nzpps.org., January 29th ,2014.

(23)

3

Wang H, Ng TB , 2005 . An antifungal protein from ginger rhizomes., http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16125680., January 29th ,2014. Weintein A, Berman B. 2002. Topical treatment of Common Superficial Tinea

Gambar

Gambar 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran
Tabel 4.1 Tabel ANAVA Hasil Penelitian Efek Minyak Atsiri Jahe Merah

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis dan pengujian data serta pengujian hipotesis yang telah diuraikan di muka, yaitu mengenai Implementasi Kebijakan Transmigrasi Umum Di Kota Semarang

InGDEP / Indonesian Group-based Diabetes Education Programme adalah suatu program edukasi untuk pasien diabetes tipe-2 yang berbasis kelompok yang dilakukan oleh

Supervisi klinis di SD Islam Baburrohmah dilaksanakan dengan empat tahapan, yaitu (1) tahap pertemuan awal (pre-converence) , pada pertemuan ini kepala sekolah memanfaatkan

Seluruh ketentuan dalam peraturan tersebut berlaku untuk mainan anak di bawah usia 14 tahun, baik saat awal diterima konsumen, penggunaan normal hingga penggunaan kasar. Hal

Selain itu, jenis intervensi yang didapat dari literatur menunjukkan variasi masing-masing, dimana kesimpulan yang didapatkan dari 5 jurnal literatur yaitu literatur yang

Penulis berharap buku panduan ini juga dapat mendorong semangat mahasiswa UMN untuk terus berkarya dan tidak lupa untuk membagikan ilmunya melalui karya desain

hewan ternak ini pemanfaatannya masih kurang optimal karena hanya digunakan sebagai pupuk organik, bahkan kotoran sapi menumpuk dan membuat lingkungan sekitar kurang bersih

Ada hubungan antara health literacy dengan latar belakang orang. tua mahasiswa dibidang kesehatan dengan nilai p =