i
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK
Abstrak tesis, oleh Stella Hartanto, berjudul Uji Coba Modul Pelatihan Educational Coping Resources Dalam Usaha Meningkatkan Derajat Coping Resources Pada Siswa Kelas X Yang Berasal dari Luar Kota Bandung di SMA “X” Bandung, dibawah bimbingan Prof. DR. Samsunuwiyati Mar’at sebagai pembimbing utama dan Dra. Irene. P. Edwina, M. Si.,Psik sebagai pembimbing pendamping.
Penelitian bertujuan untuk menghasilkan modul pelatihan Educational Coping Resources bagi siswa kelas X yang berasal dari luar Kota Bandung di SMA “X” Bandung. Variabel yang diteliti adalah Derajat Coping Resources dan Modul Pelatihan Educational Coping Resources. Rancangan penelitian menggunakan quasi experimental dengan One Group Design, Pre-Test dan Post-Test Design. Teknik sampling menggunakan purposive sampling. Subjek penelitian adalah siswa kelas X di SMA “X” yang berasal dari luar Kota Bandung dengan derajat Coping Resources Cenderung Rendah dan Rendah, serta menghayati keadaan stress Cenderung Tinggi dan Tinggi.
Lazarus dan Folkman (1984) menyatakan tentang beberapa jenis Coping Resources penting yang perlu dimiliki individu, sehingga dapat mendukung dan memfasilitasi aktivitas coping. Dasar teori inilah yang dijadikan sebagai landasan dalam menyusun modul pelatihan Educational Coping Resources.
Alat ukur Derajat Coping Resources ini disusun peneliti berdasarkan teori Lazarus dan Folkman (1984). Validitas alat ukur dengan menggunakan rumus Rank Spearman yang dibandingkan dengan koefisien korelasi dari Friedenberg dan Kaplan, menghasilkan besaran koefisien korelasi sekitar 0.38-0,81 yang diwakili oleh 42 item. Pengujian reliabilitas alat ukur dilakukan dengan metode Alpha Cronbach, dengan hasil koefisien reliabilitas sebesar 0.959. Data derajat Coping Resources sebelum dan sesudah perlakuan pelatihan dianalis dengan menggunakan uji statistic nonparametric, Wilcoxon Pair Test.
Kesimpulan penelitian: setelah 14 siswa mendapatkan perlakuan berupa pelatihan Educational Coping Resources, 11 diantara mereka mengalami peningkatan derajat Coping Resources, dan tiga (3) lainnya mengalami penurunan. Data kuantitatif menunjukkan bahwa peningkatan terbesar sampai terkecil berasal dari jenis Coping Resources Problem Solving Skill, Social Skill, Material, Positive Belief, Social Support, dan Health and Energy. Jenis Coping Resources peserta yang mengalami penurunan terbanyak, yaitu jenis Coping Resources Health and Energy terjadi sejalan dengan tanggapan peserta terhadap evaluasi sesi yang berkaitan dengan materi, fasilitator, fasilitas, serta pembagian waktu pada sesi ini. Saran Penelitian: Saran teoritis mengadakan penelitian lanjutan berkaitan dengan proses
dan aktivitas coping pada subjek yang mengalami derajat stress tinggi dalam masalah penyesuaian diri, sehingga dapat diketahui bagaimana hasil peningkatan jenis-jenis coping resources ini dimanfaatkan mereka. Saran pada Sekolah: Melakukan pelatihan sejenis di awal tahun ajaran sekolah, dan dapat menjadi tindakan preventif. Saran kepada wali kelas: Melakukan pendekatan personal agar permasalahan mendasar siswa dapat diatasi terlebih dahulu sebelum mereka mengalami tekanan yang lebih besar. Saran kepada
siswa: Diharapkan dapat memanfaatkan pemgalaman pembelajaran, sehingga dapat melakukan aktivitas coping dalam rangka mengatasi daily hassle yang dimiliki. Bagi siswa yang mengalami penurunan dapat melakukan konsultasi dengan guru BK; berkaitan dengan
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT
Thesis abstract, by Stella Hartanto, entitled Try Out Module of Educational Coping Resources Training to Improve Coping Resources On Student Class X Originating from Outside the city of Bandung in high school "X" Bandung, under the guidance of Prof. DR. Samsunuwiyati Mar'at as the leader of guidance commission and Dra. Irene. P. Edwina, M. Si.,Psik as a member of the guidance commission.
The research aims to produce training modules of Educational Coping Resources for class X who came from outside of Bandung in high school "X" Bandung. Variables studied were degree of Coping Resources and Module of Educational Coping Resources. Using a quasi-experimental research design with One Group Design, Pre-Test and Post-Test Design. Sampling using a purposive sampling technique. Research subjects were students at the high school class X "X" that comes from outside the city of Bandung with a degree of Coping Resources Tend to Low and Low, and appraise the state of stress tends to Higher and Higher.
Lazarus and Folkman (1984) stated several important of Coping Resources to the individual, so it can support and facilitate coping activities. Here's the basic theory that serve as the foundation in preparing modules of Educational Coping Resources.
Coping Resources instrumental was compiled by Lazarus and Folkman's theory (1984). The validity of measuring instruments by using a formula that compared with the Rank Spearman correlation coefficient of Friedenberg and Kaplan, generating
approximately 0.38-0,81 magnitude of correlation coefficients are represented by 42 items. Testing the reliability of measuring instruments carried by the Cronbach Alpha method, with the reliability coefficient for 0959. Coping Resources degree data before and after treatment analyzed by using nonparametric statistical test, Wilcoxon Paired Test.
Conclusions of the study: after 14 students given preferential treatment in the form of training Coping Educational Resources, 11 of them experienced an increase in the degree of Coping Resources, and three (3) the other is decreasing. Quantitative data showed that the increase comes from the largest to the smallest type of Coping Resources Problem Solving Skill, Social Skill, Material, Positive Belief, Social Support, and Health and Energy. Coping Resources Types of participants who declined the most, which is kind Coping Health Resources and Energy occurs in line with participants' responses to the evaluation session regarding the content, facilitators, facilities, and the division of time in this session.
viii
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan
Abstrak………...i
Abstract………...ii
Kata Pengantar………...…..…iii
Daftar Isi……….…...viii
Daftar Tabel……….…...…xiii
Daftar Bagan……….……...…....xv
Daftar Lampiran………...……xvi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian………...……...1
1.2 IdentifikasiMasalah……….…….14
1.3 Maksud, Tujuan dan Kegunaan ……….……….…16
1.3.1. Maksud Penelitian……….…….…15
1.3.2. Tujuan Penelitian………...15
1.3.3. Kegunaan Penelitian………....…….….15
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha
1.3.3.2. Kegunaan Praktis………....16
1.4 Metodologi………...17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori……….………....18
2.1.1. Definisi Stress………...18
2.1.2. Penilaian Kognitif (Cognitive Appraisal)………23 2.1.2.1. Penilaian Primer (Primary Appraisal)………24 2.1.2.2. Penilaian Sekunder (Secondary Appraisal)…….…...26
2.1.2.3. Reappraisal……….…27
2.1.2.4. Keterkaitan antara Penilaian Primer dan Sekunder….28 2.1.2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penilaian……….29
2.1.3. Reaksi Terhadap Stress………..36
2.1.4. Coping………38
2.1.4.1. Coping sebagai Proses……….38
2.1.4.2. Fungsi Coping………...………..39
2.1.4.3. Fungsi-fungsi Cognitive Appraisal……….41
2.1.4.4. Sumber-sumber Coping………..………….43
2.1.5. Remaja………...…..…..48
2.1.5.1. Pengertian Remaja……….………..48
2.1.5.2. Pembagian Masa Remaja………48
x
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha
2.1.5.4. Stresspada Remaja………..54
2.1.6. Experiential Learning………..………..55
2.1.6.1. Karakteristik Experiential Learning………57
2.1.6.2. Fase Experiential Learning……….59
2.1.7. Teori Konsep yang Berkaitan dengan Pelatihan………65
2.1.7.1. Penyusunan Tujuan Pelatihan……….……65
2.1.7.2. Fasilitator………..…...66
2.2.Kerangka Pemikiran……….………...….70
2.3 Asumsi Penelitian……….…....86
2.4. Hipotesis Penelitian……….……....86
BAB III Metodologi Penelitian 3.1. Rancangan Penelitian………...87
3.2. Variabel Penelitian………...………..…………..88
3.2.1. Independent Variable………..…...…89
3.2.1.1. Definisi Konseptual Independent Variable………...89
3.2.1.2. Definisi Operasional Independent Variable………....89
3.2.2. Dependent Variable………...…….90
3.2.2.1. Definisi Konseptual Dependent Variable………...90
3.2.2.2. Definisi Operasional Dependent Variable………....…90
3.3. Subjek Penelitian……….94
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha
3.3.2. Subjek Penelitian………..…..94
3.3.3. Metode Penarikan Subjek Penelitian………...95
3.3.4. Karakteristik Subjek Penelitian………..……95
3.4. Modul Pelatihan………...….95
3.4.1. Tujuan Pelatihan Coping Resources……….….95
3.4.2. Materi Pelatihan Coping Resources……….…...99
3.4.3. Tahapan Penelitian……….……..106
3.5. Alat Ukur………...……113
3.5.1. Kisi-Kisi Alat Ukur………..……113
3.5.2. Prosedur Pengisisan………...………..114 3.5.3. Sistem Penilaian………..……….114 3.5.4. Uji Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur Coping Resources...115
3.5.4.1. Validitas Alat Ukur………...………115
3.5.4.2. Reliabilitas Alat Ukur………116 3.6. Waktu Kegiatan Penelitian………..…..118
3.8. Teknik Analisis Data……….……120 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian………..………122
xii
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha
4.1.2. Tabulasi Silang Frekuensi Derajat Coping Resources sebelum pelatihan terhadap Perubahan Derajat Coping Resources
setelah Pelatihan ………..…….123
4.1.3. Tabulasi Silang Frekuensi Perubahan Derajat Coping Resources terhadap Perubahan Jenis-Jenis Coping Resources………..…124
4.2. Pengujian Hipotesis………..…….130 4.3. Pembahasan………..……….131 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan………... .147
5.2. Saran Penelitian……….………148
5.2.1. Saran Teoritis……….………..148
5.2.2. Saran Guna Laksana……….…………...……150
5.2.2.1 Saran kepada Pihak Sekolah………..150 5.2.2.2 Saran kepada Wali Kelas……….…..150 5.2.2.3 Saran kepada Siswa………...….151 Daftar Pustaka………152 Daftar Rujukan………...……168
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Materi Pelatihan Educational Coping Resources ……….99
Tabel 3.2.Tabel Siswa berdasarkan derajat Coping Resources…………...………..111
Tabel 3.3 Tabel Kisi-Kisi alat ukur Coping Resources……….113
Tabel 3.4. Tabel sistem penilaian……….…….………114
Tabel 3.5 Tabel waktu penelitian………..………….118
Tabel 4.1. Tabel gambaran jenis kelamin sampel penelitian…………..….………..122
Tabel 4.2 Tabel tabulasi silang antara derajat coping resources terhadap perubahan derajat coping resources sebelum dan sesudah
pelatihan………...123
Tabel 4.3 Tabel tabulasi silang derajat coping resources terhadap perubahan Coping
Resources positive belief sebelum dan sesudah pelatihan
………..……….....124
Tabel 4.4 Tabel tabulasi silang derajat coping resources terhadap perubahan Coping
Resources problem solving skill sebelum dan sesudah
xiv
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha
Tabel 4.5 Tabel tabulasi silang derajat coping resources terhadap perubahan Coping
Resources social skill sebelum dan sesudah
pelatihan ………...126
Tabel 4.6 Tabel tabulasi silang derajat coping resources terhadap perubahan Coping
Resources health and energy sebelum dan sesudah
pelatihan ………...127
Tabel 4.7 Tabel tabulasi silang derajat coping resources terhadap perubahan Coping
Resources social support sebelum dan sesudah
pelatihan ………...128
Tabel 4.8 Tabel tabulasi silang derajat coping resources terhadap perubahan coping
resources material sebelum dan sesudah
pelatihan ………...129
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN
1.1.Bagan Rancangan Penelitian……….19
2.1.Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian ……….89
xvi
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar evaluasi sesi I (Pengenalan Diri –Who Am I)
Lampiran 2 Lembar evaluasi sesi II (Coping Resources Positive Belief – You Are What You Think)
Lampiran 3 Lembar evaluasi sesi III (Coping Resources Health and Energy – Menjadi Sehat)
Lampiran 4 Lembar evaluasi sesi IV (Coping ResourcesSocial Skill–How to Make Friends)
Lampiran 5 Lembar evaluasi sesi V (Coping Resources Problem Solving Skill Solve Your Problems)
Lampiran 6 Tabulasi Silang Derajat Coping Resources terhadap Evaluasi Sesi I
Lampiran 7 Tabulasi Silang Derajat Coping Resources terhadap Evaluasi Sesi II
Lampiran 8 Tabulasi Silang Derajat Coping Resources terhadap Evaluasi Sesi III
Lampiran 9 Tabulasi Silang Derajat Coping Resources terhadap Evaluasi Sesi IV
Lampiran 10 Tabulasi Silang Derajat Coping Resources terhadap Evaluasi Sesi V
Lampiran 11 Hasil Pengolahan Data
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha Lampiran 13 Kuesioner Coping Resources
Lampiran 14 Lembar Kerja Siswa –My Life Events and Signs
Lampiran 15 Lembar Homework Siswa –The Way I’m Out
Lampiran 16 Susunan Kegiatan Pelatihan (Run Down)
Lampiran 17 Petunjuk dan Instruksi Permainan
Program Magister Psikologi 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Pendidikan merupakan salah satu cara yang ditempuh individu untuk
meningkatkan kualitas diri secara umum. Tujuan pendidikan saat ini tidak saja
menetapkan aspek inteligensi sebagai satu-satunya aspek yang hendak dicapai
sekolah bagi anak didiknya, namun juga terdapat aspek-aspek lainnya, seperti
aspek interpersonal, kemandirian, kepemimpinan, dan kemampuan problem solving. Hal-hal tersebut dapat dicapai melalui program yang dijalankan sekolah, misalnya adanya latihan kepemimpinan, ekstrakulikuler sekolah, study tour, mengikutsertakan siswa didik pada kompetisi Olimpiade mata pelajaran tertentu,
Sekolah dengan berbagai macam fasilitas dan program pendidikan yang
dimiliki ini menjadi salah satu pertimbangan siswa dan orang tua murid dalam
menentukan pilihan sekolah. Penentuan pilihan sekolah umumnya terjadi pada
peralihan dari SMP ke jenjang pendidikan SMA, dan berbagai jenis pertimbangan
dilakukan oleh orang tua maupun siswa. Misalnya berkaitan dengan apakah
dirinya akan tetap di sekolah asalnya, pindah ke SMA lain, ke SMA yang di luar
daerahnya, bahkan ke sekolah yang berada di luar Indonesia.
Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki cukup banyak
tingkat SMA. SMA “X” merupakan salah satu sekolah yang tiap tahunnya
membuka pendaftaran dan menerima siswa yang berasal dari Bandung maupun
luar Kota Bandung. Dalam tiga tahun terakhir (periode tahun 2007 – 2010),
mereka menerima sekitar 82 siswa yang berasal dari luar Kota Bandung di SMA
“X”, artinya rata-rata penerimaan tiap tahunnya sekitar 27 siswa. Pada tahun
ajaran 2010-2011, menerima 32 siswa yang berasal dari luar Kota Bandung.
Beberapa daerah diantaranya adalah Sukabumi, Cirebon, Karawang, Cianjur,
Subang, Jakarta, Purwakarta, Garut, Bogor, Cilacap, Tegal, Bondowoso,
Purwokerto, Lampung, Tana Toraja, Lubuk Linggau, Batam, dan Papua.
Survey awal terhadap 32 siswa kelas X tahun ajaran 2010 - 2011 yang
berasal dari luar Kota Bandung, terdapat beberapa alasan mereka memilih
SMA “X” sebagai pilihan sekolahnya. Hasilnya, sebanyak 16 siswa menyatakan
pindah ke SMA “X” karena menganggap mutu pendidikan SMA “X” dianggap
berkualitas. Informasi ini mereka ketahui dari kakak kelas ataupun saudara
mereka yang pernah bersekolah di sana. Sebagian besar, pilihan ini dilakukan atas
dasar keinginan mereka sendiri, hanya saja berbagai alasan yang mendasarinya
cukup beragam. Sebanyak enam (6) siswa memilih SMA “X” karena mengikuti
jejak kakaknya ataupun kakak kelasnya terdahulu, delapan (8) siswa ingin
mendapat suasana dan pengalaman baru, dan sebanyak dua (2) siswa pindah ke
SMA “X” karena mengikuti saran orang tua mereka.
Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan dan siswa sebagai peserta didik
memiliki tugas dan tanggungjawab yang secara umum dapat dianggap menjadi
3
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha akreditasi merupakan tantangan bagi pihak sekolah agar mereka dapat
mempertahankan bahkan meningkatkan prestasi tersebut, sehingga nama sekolah
mereka semakin dikenal dan diperhitungakan sebagai pilihan sekolah bagi para
calon siswa. Tantangan ini dijawab pihak sekolah dengan program pendidikan
yang menarik namun juga bermanfaat bagi siswa. Misalnya melalui sarana dan
prasarana sekolah yang disediakan, memilih tenaga pengajar berkualitas,
meningkatkan kemampuan tenaga pengajar mealui pelatihan, atau melakukan
studi banding terhadap sekolah lain. Salah satu keberhasilan SMA “X” adalah
tercapainya akreditasi A yang disahkan berdasarkan Surat Keputusan Badan
Akreditasi Nasional 02.00/444/BAT-SN/X/2009 pada 10-11 Agustus 2009.
Bagi peserta didik, belajar dan mengembangkan diri merupakan tugas dan
tanggungjawab pribadi mereka sehingga memiliki bekal di masa mendatang.
Tantangan ini tampaknya menjadi cukup besar bagi siswa kelas X yang baru saja
masuk ke SMA “X” Bandung, karena mereka perlu menyesuaikan diri terhadap
perubahan-perubahan yang dimiliki. Perubahan ini dapat berasal dari dalam
maupun luar lingkungan sekolah, dan tentunya dapat mempengaruhi kondisi diri
mereka, termasuk dalam kegiatan belajar di sekolah.
Seluruh siswa baru kelas X yang masuk ke SMA “X” memiliki tantangan
untuk menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi yang menyertai mereka,
sehingga mampu menjalani proses belajar secara optimal dan pada akhir tahun
ajaran dapat mencapai standar nilai tertentu sebagai syarat kenaikan kelas. Bila
proses penyesuaian diri tersebut dapat dilalui dengan baik, maka mereka akan
proses penyesuaian diri siswa di sekolah tidak selalu dapat berjalan lancar. Hal ini
dapat diketahui bahwa setiap tahun ajaran, terdapat siswa-siswa yang dianggap
bermasalah bagi pihak sekolah. Misalnya siswa yang dianggap sering melakukan
pelanggaran tata tertib, seperti membolos, pakaian sekolah tidak sesuai dengan
standar yang ditentukan, mencontek, melakukan perkelahian, siswa yang
mengalami demotivasi, atau bahkan siswa yang harus tinggal kelas.
Siswa kelas X yang berasal dari luar Kota Bandung merupakan subjek
penelitian ini, dimana dasar pemilihan mereka sebagai subjek dalam penelitian ini
adalah karena mereka merupakan individu yang memiliki keinginan untuk
mandiri, namun dipihak lain juga masih membutuhkan pendampingan orang tua.
Pada kenyataannya, saat ini mereka tinggal di lingkungan baru yang memberikan
kesempatan untuk hidup mandiri sekaligus menghadapi proses perubahan
lingkungan yang menuntut penyesuaian diri, khususnya berkaitan dengan
permasalahan sehari-hari atau biasa yang disebut sebagai daily hassles. Fenomena ini tampaknya memberikan tantangan cukup besar bagi kelangsungan hidup
mereka selama menjalani proses pendidikannya.
Lingkungan sekolah dan tempat tinggal (kos) merupakan lingkungan yang
relatif baru baginya. Di sekolah, mereka memiliki lingkungan teman-teman dan
guru yang baru, sehingga penyesuaian terhadap karakteristik teman dan guru pun
memerlukan proses pembelajaran tersendiri. Di lingkungan tempat tinggal (kos),
mereka perlu menyesuaikan diri dengan teman kos serta perlu mengurus
kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Perubahan lingkungan serta kondisi yang
5
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha bergantung pada penilaian kognitif (cognitive appraisal) yang dilakukan. Saat kondisi dinilai mereka sebagai sesuatu yang menekan dan mengganggu
kesejahteraan dirinya, dapat dikatakan bahwa mereka berada dalam suatu keadaan
stress. Keadaan ini muncul karena siswa menilai hubungan antara diri dan lingkungannya sebagai suatu tuntutan, ataupun melebihi sumber dayanya (coping resources) dan membahayakan kesejahteraan diri (well-being) mereka (Lazarus dan Folkman, 1984).
Berdasarkan survey awal terhadap 32 siswa dari luar Kota Bandung,
diperoleh gambaran bahwa situasi yang dinilai menekan bagi mereka cukup
beragam. Sebanyak 46.8% (15 siswa) menilai kondisi sekolah sebagai hal yang
paling menekan bagi dirinya. Siswa A mengungkapkan bahwa tuntutan pelajaran
di SMA “X” tegolong tinggi. Dirinya juga menghayati bahwa pelajarannya
tergolong sulit dibandingkan dengan di sekolahnya terdahulu, sehingga ia merasa
kesulitan dalam menyesuaian diri terhadap pelajaran di sekolah. Siswi R
menjelaskan bahwa aturan sekolah “X” tergolong ketat. Menurutnya terdapat
beberapa hal yang tidak begitu penting diatur juga dalam aturan sekolah, misalnya
seperti penggunaan pin lambang sekolah dan standar panjang rok yang harus
dikenakan. Siswa A menilai bahwa beberapa guru dianggap tidak menyenangkan
karena karakteristik guru yang dianggap senang memberikan tugas dan ulangan
tanpa pemberitahuan, juga terdapat guru yang senang memberikan tugas
menjelang liburan.
Kondisi lain yang dinilai menekan bagi siswa berkaitan munculnya
sering merasa ingin bertemu orang tuanya saat sudah berada di SMA “X”
Bandung. Selanjutnya, ia menyatakan ingin segera pulang dan tinggal kembali
bersama orang tuanya karena merasa yakin bahwa akan memiliki kehidupan yang
lebih menyenangkan, khususnya berkaitan dengan peran orang tua yang dapat
membantu dirinya dalam mengatur dan memelihara kebutuhan hidup sehari-hari.
Kondisi lain yang dianggap menekan adalah berkaitan dengan relasi peer-group, yaitu sebanyak 21.8 % (7 siswa). Seperti yang diungkapkan oleh siswi L, ia
menganggap bahwa dirinya sulit bergaul karena teman-teman sekelasnya
cenderung arogan, pilih-pilih, tidak terbuka, dan memiliki egoisme yang tinggi.
Permasalahan penyesuaian yang dialami oleh siswa luar Kota Bandung
merupakan hal yang kerap terjadi setiap tahun. Menurut Bapak B sebagai guru
Kesiswaan di SMA “X”, gaya komunikasi yang dilakukan oleh siswa Bandung
merupakan hal yang juga berpengaruh pada proses penyesuaian diri siswa yang
berasal dari luar Kota Bandung. Misalnya memanggil nama teman dengan „nama alias‟ seperti dengan menyebutkan nama orang tua atau dengan sebutan yang
seringkali dianggap tidak sopan oleh sebagian besar individu, misalnya dengan
sebutan „monyet‟, „anjing‟. Kondisi ini sempat menjadi permasalahan serius di SMA “X”, karena ada siswa luar Kota Bandung yang merasa terhina dan
mengeluhkan pada pihak sekolah. Solusi yang dilakukan pihak sekolah adalah
memasukkan aturan tentang larangan memanggil teman dengan „nama alias‟.
Peraturan ini dibuat pada tahun ajaran 2009-2010, dan jika terjadi pelanggaran,
siswa yang bersangkutan akan dicatat namanya dalam buku siswa. Buku siswa
7
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha masalah keterlambatan, mencontek saat ulangan, pemakaian seragam yang tidak
lengkap, perkelahian, makan di kelas. Terdapat hukuman tersendiri bila jumlah
pelangaran yang dilakukan siswa telah melebihi limit yang ditentukan.
Hasil wawancara dengan guru Bimbingan dan Konseling (BK) SMA “X”,
kondisi yang sering terlihat menjadi masalah bagi siswa luar Kota Bandung
seringkali berkaitan dengan masalah peer group, homesick, dan tuntutan pelajaran yang dinilai terlalu tinggi. Cukup banyak siswa yang menyatakan bahwa nilai
harian sebesar 7 – 9 sulit diraih, padahal mereka telah menerapkan cara belajar
yang serupa seperti saat mereka berada di sekolah terdahulu.
Fenomena serupa juga ditangkap oleh Kepala Sekolah SMA “X”, dimana ia
pernah menanggapi permintaan orang tua yang meminta ijin untuk memindahkan
sekolah anaknya dengan alasan tuntutan pelajaran yang dianggap kurang sesuai
dengan kemampuan anak mereka. Mereka menuturkan merasa kasihan bila
melihat anaknya merasa tertekan berada di sekolah tersebut. Solusi yang biasanya
diambil orang tua terhadap anak mereka adalah mendaftarkan anaknya ke
pendidikan kursus tertentu, kemudian menyekolahkannya ke sekolah lain pada
tahun ajaran berikut atau pindah ke Luar Negeri dengan dasar pemikiran bahwa
waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pendidikan di Luar Negeri lebih
singkat. Pemaparan kondisi-kondisi di atas menunjukkan keterbatasan siswa
dalam melakukan penyesuaian diri di SMA “X”. Individu yang gagal melakukan
penyesuaian diri dan menghayati bahwa dirinya berada dalam kondisi penuh
Survey terhadap 32 siswa kelas X yang berasal dari luar Kota Bandung
memberikan gambaran tentang seberapa tinggi keadaan stress dihayati mereka berkaitan dengan perubahan lingkungan yang dialami. Sebanyak 12.5% atau
empat (4) siswa menghayati dirinya berada pada derajat stress tinggi, 53.1% atau 17 siswa berada pada derajat stress cenderung tinggi, sebanyak 28.1% atau sembilan siswa (9) berada pada derajat stress cenderung rendah, dan sebanyak 6.25% atau dua siswa (2) menghayati dirinya berada pada derajat stress rendah.
Keadaan stress muncul dan dihayati secara berbeda oleh tiap individu; sangatlah bergantung pada penilaian kognitif (cognitive appraisal) yang mereka lakukan, yaitu apakah suatu situasi berhubungan dengan motivasi/goal yang dimiliki, sejalan atau tidakkah dengan nilai tertentu yang mereka anut, atau
apakah mereka memiliki sumber daya (resources) yang memadai untuk mengatasi kondisi tersebut. Penilaian ini diproses individu dalam penilaian primer (primary appraisal) (Lazarus & Folkman, 1984), dan gejala yang menyertainya dapat diketahui melalui kemunculan respon-respon fisiologis, kognitif, emosi dan
behavioral (Taylor, 1991).
Survey awal terhadap beberapa siswa mengenai kemunculan
respon-respon stress yang berkaitan dengan pemasalahan kehidupan mereka sehari-hari (daily hassle) karena perubahan lingkungan yang mereka alami, diperoleh gambaran yang cukup beragam mengenai respon dan alasan kemunculan respon
tersebut. Siswi M mengungkapkan bahwa dirinya merasa cemas dan tidak percaya
diri menjelang ulangan harian mata pelajaran tertentu. Rasa cemas ini muncul
9
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha persoalan, khususnya pada mata pelajaran berhitung dimana ia juga menilai
dirinya memiliki keterbatasan dalam kemampuan matematis. Berbeda dengannya,
siswi S yang menghayati bahwa situasi yang lebih membuat dirinya tidak
seimbang yaitu berkaitan dengan homesick. Ia merasa sedih bila mengingat orang tua maupun teman-temannya terdahulu.
Semua bentuk dari penilaian dan reaksi yang muncul ini tentunya
membutuhkan upaya yang bertujuan agar siswa mampu mencapai keseimbangan
dirinya kembali, atau biasa disebut dengan Coping. Coping merupakan upaya kognitif dan tingkah laku individu untuk mengatasi kondisi ketidakseimbangan
tertentu. Penilaian tentang apa yang dapat dilakukan individu untuk mengatasi
ketidakseimbangan diri ini merupakan proses kognitif yang terjadi pada penilaian
sekunder (secondary appraisal). Aktivitas coping sendiri tidak saja dilakukan untuk mengatasi situasi-situasi besar seperti pengalaman ditinggal meninggal oleh
keluarga yang dicintai ataupun mengalami kecelakaan yang mengakibatkan luka
permanen, namun juga dilakukan dalam mengatasi permasalahan kehidupan
sehari-hari (daily hassle).
Pada siswa kelas X yang berasal dari luar Kota Bandung, daily hassle yang mereka miliki berkaitan dengan permasalahan pergaulan, mengatur
kebutuhan hidup sehari-hari, memperhatikan kesehatan diri terutama bila
individu, dapat menimbulkan keadaan sangat stressful pada beberapa individu dan membahayakan kesejahteraan (well-being) serta kesehatan fisik seseorang (DeLongis, Coyne, Dakof, Folkman, & Lazarus, 198; Kanner, Coyne, Schaefer, &
Lazarus, 1981).
Penilaian terhadap kemampuan individu dalam melakukan aktivitas coping, ditentukan oleh bagaimana dirinya menilai ketersediaan sumber daya yang
dimiliki/dikenali/dapat diperolehnya. Sumber-sumber ini disebut sebagai coping resources, yaitu kondisi fisik, psikologis, kemampuan (kompetensi) serta kondisi lingkungan yang dimiliki dan/atau yang dapat ditemukan individu untuk
digunakan sebagai properti dalam melakukan coping. Coping Resources mempengaruhi individu dalam interaksinya dengan lingkungan, karena dengan
ketersediaan resources dalam kehidupan seseorang, dirinya akan lebih terhindar dari keadaan stress dan pada akhirnya mampu beradaptasi pada kondisi-kondisi yang dimilikinya (Lazarus & Folkman, 1984, 1985). Saat individu mampu
mengadakan penyesuaian di lingkungan, mereka akan memunculkan perasaan
tentang diri dan kondisi hidupnya dengan lebih positif, seperti munculnya
perasaan bahagia (McDowell & Praught, 1982; Wilson, 1967), puas (Campbell,
Converse, & Rodgers, 1976), serta kesejahteraan subjektif/well-being subjective (Bradburn 1969; Costa & McCrae, 1980; Diener, in press).
11
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha untuk memperoleh jenis Coping Reources lainnya. Pada kenyataannya, sebagian besar siswa kelas X yang berasal dari luar Kota Bandung menyatakan bahwa diri
mereka memiliki keterbatasan Coping Resources, sehingga proses penyesuaian diri mereka saat ini terasa tidaklah mudah untuk mereka jalani.
Berdasarkan survey awal yang dilakukan, terdapat penilaian diri siswa yang
mengarah pada adanya suatu penghayatan tentang keterbatasan coping resources yang mereka miliki. Hasilnya, sebanyak 31.2% (10 siswa) menilai diri mereka
memiliki jenis coping resources problem-solving skill yang terbatas. Siswa S menyatakan bahwa pengambilan keputusan yang ia lakukan dinilai kurang tepat,
karena seringkali memberikan hasil yang kurang sesuai dengan harapan ataupun
merasa menyesal. Misalnya memutuskan menerima ajakan teman saat tugas
belum selesai, sehingga target tugas tersebut menjadi tidak tercapai. Contoh
pengambilan keputusan ini menunjukkan terbatasnya kemampuan siswa dalam
memperhitungkan konsekuensi negatif yang dapat dialami karena skala prioritas
pengambilan keputusannya kurang sesuai.
Sebanyak 25 % atau delapan (8) siswa menilai diri mereka memiliki jenis
coping resources social skill yang terbatas. Lazarus & Folkman (1984) menyatakan bahwa kemampuan ini dapat membantu individu untuk memecahkan
permasalahan yang dialami yang berhubungan dengan orang lain. Siswa M
menyatakan tentang kesulitan ini dalam kaitannya tinggal di lingkungan kos,
dimana ia sseringkali kesulitan untuk mengutarakan pendapatnya pada teman satu
kos. Misalnya saat hendak meminta teman satu kosnya untuk tidak berkunjung ke
dalam berkomunikasi dan berelasi dengan lingkungannya. Sebanyak 15.6% atau
(5) siswa memiliki jenis coping resources positive belief yang terbatas. Siswa L menyatakan bahwa dirinya sering menilai diri kurang mampu dalam mata
pelajaran tertentu. Positive belief disini merujuk pada keyakinan siswa terhadap kontrol dirinya dalam mengendalikan situasi-situasi atau biasa disebut dengan
internal locus of control.
Selanjutnya, siswa yang menilai bahwa dirinya memiliki jenis coping resources social support terbatas dihayati oleh sebesar 9.3% atau tiga (3) siswa. Siswi M menyatakan bahwa ia kurang memiliki lingkungan yang mampu
memberikan dukungan padanya secara penuh, terutama karena saat ini ia lebih
banyak berada pada lingkungan dengan individu-indvidu yang baru dikenalnya.
Sebanyak 3.12% atau satu (1) siswa mengungkapkan bahwa jenis coping resources health and energy dimiliki secara terbatas oleh mereka. Siswa S menyatakan bahwa ia termasuk individu yang mudah sakit, karena fisiknya
tergolong lemah. Hal ini semakin ia rasakan saat ini, terutama karena jadwal
makannya semakin menjadi tidak teratur semenjak dirinya tinggal di kos. Health and energy memfasilitasi aktivitas coping berkaitan dengan mobilitas yang dilakukan siswa dalam mencari informasi mendapatkan sumber-sumber lainnya,
yaitu materi serta dukungan sosial (Lazarus dan Folkman, 1984). Sisanya
sebanyak 35.7% atau lima (5) siswa memiliki penilaian yang terbatas terhadap
coping resources yang tidak dapat tergambarkan secara jelas, dimana mereka sendiri menyatakan tidak tahu tentang apa yang sebenarnya mereka butuhkan saat
13
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha mereka menyatakan bahwa kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan baginya
merupakan hal yang sebaiknya tidak mereka pikirkan. Dalam hal ini, mereka
tampak bersikap avoidant terhadap permasalahannya.
Berdasarkan data dan pertimbangan yang dilakukan peneliti, bahwa siswa
kelas X di SMA “X” yang berasal dari luar Kota Bandung menghayati berbagai
situasi yang dianggap menekan diri mereka, serta terdapat penilaian mereka
tentang keterbatasan jenis Coping Resources yang dimilikinya, sehingga peneliti terdorong untuk melakukan intervensi yang bertujuan untuk meningkatkan
jenis-jenis Coping Resources yang mereka miliki.
Lazarus dan Folkman (1984) menyatakan bahwa intervensi terhadap
individu yang mengalami keadaan stress tidak saja dapat dilakukan secara individual, namun juga dapat dilakukan pada sejumlah kelompok individu
(group). Khususnya pada individu yang memiliki keterbatasan pengetahuan, kemampuan ataupun pengalaman; dimana proses teurapetik yang dilakukan
adalah bertujuan untuk mengatasi adanya gap dalam keterbatasan yang dimililki individu. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, intervensi berupa uji coba
pelatihan Educational Coping Resources dalam bentuk experiential learning akan dilakukan oleh peneliti. Adapun harapan dari pemberian intervensi ini, adalah
agar siswa mampu memanfaatkan proses pembelajaran yang diperolehnya dalam
Experiential learning merupakan model pembelajaran yang dimulai dengan mendapatkan pengalaman langsung yang diikuti dengan suatu pemikiran,
diskusi, analisis dan evaluasi dari pengalaman tersebut (Weight, Albert, Participative Education and The Inevitable Revolution in Journal of Creative Behavior, Vol. 4, Fall 1970, pp 234-282).
Pemberian intervensi berupa pelatihan yang berdasar pada experiential learning ini juga sejalan dengan keinginan siswa mengenai jenis intervensi apa yang mereka harapkan dan dianggap dapat memenuhi kebutuhannya saat ini.
Hasilnya, sebanyak 43.7% (14 siswa) memilih jenis kegiatan training, 28,12% (9 siswa) memilih konseling kelompok, 15,6% (5 siswa) memilih terapi, dan lainnya
sebanyak 12,5% (4 siswa) yang memberikan masukan tentang diadakannya
kegiatan bersama seperti doa bersama, melakukan ziarah keagamaan, dan retret.
Dalam rangka penyempurnaan modul pelatihan ini, juga akan dilakukan evaluasi
terhadap perancangan modul tersebut.
1.2 Identifikasi masalah
Permasalahan penyesuaian diri pada siswa kelas X di SMA “X” Bandung
yang berasal dari luar kota Bandung berdampak pada munculnya keadaan stress siswa. Kondisi ini dialami karena penilaian (cognitive appraisal) siswa terhadap lingkungan dan terbatasnya coping resources yang mereka miliki ataupun yang dapat mereka temukan. Salah satu intervensi yang akan dilakukan terhadap siswa
15
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha untuk melihat apakah terdapat peningkatan derajat coping resources mereka yang dilihat perubahannya melalui single group pre dan post test design (before-after). Selanjutnya juga akan dilakukan evaluasi terhadap modul pelatihan tersebut
dengan meninjau pada aspek materi, fasilitator, waktu serta fasilitas pelatihan.
1.3Maksud, Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini adalah melakukan uji coba serta evaluasi terhadap
modul pelatihan Educational Coping Resources dalam meningkatkan penilaian dan kemampuan untuk menemukan jenis-jenis coping resources utama pada siswa kelas X SMA “X” yang berasal dari luar Kota Bandung.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menyediakan modul pelatihan bagi
siswa baru dalam meningkatkan penilaian serta kemampuan untuk menemukan
jenis-jenis coping resources yang mereka miliki, yang diharapkan dapat memediasi aktivitas coping siswa dalam menghadapi daily hassle.
1.3.3 Kegunaan Penelitian
1.3.3.1 Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini digunakan sebagai upaya pengembangan ilmu
ini akan diperoleh gambaran coping resources yang lebih mendalam pada siswa yang berasal dari luar Kota Bandung kelas X SMA “X” Bandung.
1.3.3.2Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai:
- Memberikan informasi bagi siswa baru di SMA “X” yang berasal dari luar
Kota Bandung tentang berbagai jenis coping resources utama yang dapat mereka manfaatkan dalam melakukan coping terhadap daily hassle yang dihadapi dengan menggunakan pelatihan educational coping resources. - Memberikan masukan bagi pihak SMA “X” Bandung, khususnya bagian
Bimbingan dan Konseling mengenai gambaran tentang berbagai jenis
coping resources pada siswa dengan menggunakan pelatihan educational coping resources dalam upaya memberikan bimbingan serta bantuan psikologis.
- Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi wali kelas
sehingga mereka memahami lebih dalam kondisi siswa yang berasal dari
luar Kota Bandung. Dimana diharapkan selanjutnya para wali kelas dapat
membantu siswa-siswi untuk mengatasi permasalahan penyesuaian diri
yang dialami siswa.
- Menghasilkan modul pelatihan educational coping resources yang dapat diterapkan pada siswa baru yang berasal dari luar Kota Bandung untuk
17
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha
1.4Metodologi
Penelitian ini berusaha menghasilkan modul pelatihan Educational Coping Resources dan melihat signifikasinya terhadap perubahan derajat Coping Resources sebelum dan sesudah pelatihan pada siswa kelas X di SMA “X” Bandung. Desain yang digunakan adalah Single Group Pre-Test and Post-Test Design (Before-After), dengan alat ukur kuesioner derajat Coping Resources yang disusun peneliti berdasarkan teori jenis Coping Resources (Lazarus and Folkman, 1984). Adapun jenis-jenis Coping Resources yang dimaksudkan adalah Health and Energy, Positive Belief, Problem Solving Skill, Social Skill, Social Support, dan Material.Treatment yang diberikan berupa pelatihan dengan metode experiential learning. Analisis hasil yang didapat menggunakan Uji Statistik Bertanda dari Wilcoxon (Wilcoxon Signed-Rank Test). Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA”X” Bandung yang berasal dari luar
Kota Bandung dengan derajat Coping Rresources rendah dan cenderung rendah, disertai dengan penghayatan derajat stress cenderung tinggi dan tinggi. Rancangan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Program Magister Psikologi 147 Universitas Kristen Maranatha BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan Evaluasi modul pelatihan Educational Coping Resources dalam usaha meningkatkan derajat Coping Resources siswa kelas X yang berasal dari luar Kota Bandung di SMA “X” Bandung, dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Setelah mengikuti pelatihan dengan melakukan uji coba modul pelatihan
Educational Coping Resources, maka derajat Coping Resources pada sebagian besar peserta mengalami perubahan yang mengarah pada adanya peningkatan.
Dengan meningkatnya derajat Coping Resources, mereka diharapkan mampu melakukan aktivitas coping terhadap daily hassle yang dimiliki berkaitan dengan proses penyesuaian diri mereka sebagai akibat dari perubahan lingkungan yang
dialaminya.
148
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha
Solving Skill, diperoleh data bahwa sebagian besar dari mereka memberikan respon positif terhadap materi, fasilitatorwaktu dan fasilitas.
3. Jenis Coping Resources Health and Energy merupakan jenis Coping Resources yang peningkatannya hanya dialami oleh sebagian kecil peserta. Berdasarkan hasil
tanggapan keseluruhan peserta terhadap evaluasi sesi Health and Energy, respon negatif terhadap materi pada sesi ini diwakili oleh seluruh peserta; baik yang
mengalami penurunan maupun peningkatan derajat Coping Resources. Respon negatif juga muncul terhadap fasilitator, fasilitas, serta pembagian waktu yang
dilakukan pada sesi ini. Secara bervariasi, tanggapan-tanggapan tersebut muncul
dari peserta yang mengalami peningkatan maupun penurunan derajat Coping Resources.
5.2. Saran Penelitian
5.2.1. Saran Teoritis
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukankan pada bab
sebelumnya, maka peneliti mengajukan saran berikut ini:
- Pada sesi Positive Belief, Social Support dan Material, perlu ditambahkan mengenai tayangan yang berisi tentang situasi yang lebih menyerupai kehidupan
siswa sehari-hari. Hal ini diharapkan dapat memberi gambaran yang lebih nyata
pada siswa mengenai pentingnya mempertahankan kepercayaan diri mereka saat
waktu pelaksaaan, dapat dipertimbangkan agar meletakkan sesi ini di pagi hari,
karena saat itu kondisi siswa akan lebih bersemangat dibandingkan saat setelah
dilakukan break makan siang. Antisipasi lain yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan kegiatan energize terlebih dahulu sebelum masuk ke sesi.
- Pada sesi Social Skill, perlu ditambahkan materi mengenai ilustrasi cerita ataupun contoh-contoh yang lebih bervariasi berkaitan dengan pentingnya
mempertahankan dan mengembangkan kemampuan komunikasi dan berelasi.
Dengan demikian, diharapkan para siswa memiliki pemahaman yang lebih
mendalam tentang keuntungan dari dimilikinya kemampuan tersebut, dan dapat
mendorong mereka untuk mengembangkan diri lebih lanjut selepas dari
diikutinya pelatihan Educational Coping Resources ini.
- Pada sesi Health and Energy, hal yang perlu dilakukan adalah dengan membuat tayangan dan isi materi yang lebih berifat praktis, sehingga tidak menimbulkan
penghayatan bahwa materi yang diberikan serupa dengan mata pelajaran yang
didapatkan mereka dalam lingkungan sekolah. Selanjutnya, fasilitator yang
hendak memberikan materi ini sebaiknya menunjukkan antusias yang tinggi,
sehingga para siswa menjadi lebih bersemangat dalam menyelesaikan tantangan
yang ada dalam permainan/games yang diberikan. Berkaitan dengan waktu pelaksaan, agar dipertimbangkan pemberikan sesi ini dilakukan pada siang hari
150
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha
- Pada sesi Problem Solving Skill, faslitator perlu memberikan dorongan dan keyakinan pada peserta bahwa materi-materi yang diberikan selama sesi ini dapat
diterapkan dalam kehidupan nyata individu. Hal ini perlu dilakukan agar siswa
tidak merasa ragu dan menghayati bahwa materi yang diberikan kepada mereka
seakan-akan hanya merupakan sebuah teori.
- Saran teoritis sebaiknya mengadakan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan
proses dan aktivitas coping pada subjek yang secara khusus mengalami derajat stress tinggi dalam masalah penyesuaian diri, sehingga dapat diketahui bagaimana hasil peningkatan jenis-jenis coping resources ini dimanfaatkan mereka, tsehingga dapat diketahui apakah proses belajar yang mereka alami
dalam pelatihan ini bersifat mendalam atau pada permukaan saja.
5.2.2. Saran Guna Laksana
5.2.2.1 Saran kepada Pihak Sekolah
- Pelatihan ini dapat dilakukan pada awal tahun ajaran sekolah, sehingga dapat
berfungsi sebagai tindakan preventif bagi siswa baru yang masuk ke SMA
“X” Bandung.
5.2.2.2 Saran kepada wali kelas
- Menindaklanjuti hasil pelatihan yang dilakukan dengan cara melakukan
personal, yang tidak terungkap dalam hasil penelitian ini dapat diatasi terlebih
dahulu sebelum mereka mengalami tekanan yang lebih besar.
5.2.2.3 Saran kepada Siswa
- Siswa mampu memanfaatkan pengalaman pembelajaran yang diperoleh
melalui uji coba modul pelatihan Educational Coping Resources ini, terutama berkaitan dengan aktivitas coping yang mereka lakukan dalam rangka mengatasi daily hassle yang ditemuinya.
- Siswa yang mengalami penurunan derajat Coping Resources, sebaiknya melakukan konsultasi lanjutan dengan memanfaatkan keberadaan wali kelas
maupun guru Bimbingan dan Konseling, Hal ini berkaitan dengan sifat
pendekatan yang lebih personal pada kegiatan konseling dibandingkan
152
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR PUSTAKA
Graziano, A.M & M.L Raulin. Research Methods, A Process of Inquiry, 4th ed. Boston: Allyn & Bacin, 2000
Heiman, Tali. & Kariv, Dafna. 2005. Task-Oriented versus Emotion-Oriented Coping Strategies: The Case of College Students. College Student Journal. Volume: 39. Issue: 1.72+
Lazarus, R. and Folkman, S. (1984). Stress, Appraisal and Coping. New York: Springer Publishing.
Needlman, R. (2004). Adolescent Stress.
Papalia, Diane E.& Olds, Sally Wendkos. (1998). Human Development (7th edition) USA : Mc-Graw Hill.
Partosuwido, Sri. R (1993). Penyesuaian diri Mahasiswa dalam Kaitannya dengan Konsep Diri, Pusat Kendali dan Status Perguruan Tinggi. Jurnal Psikologi Sosial 1, 32-47
Rice, Philip L. (1992). Stress & Health (2nd ed.). California: Brooks/Cole Publishing Company
Skinner, E., & Zimmer-Gembeck, M. 1998. Stress, Coping and Relationships In Adolescence. Merrill-Palmer Quarterly. Vol44,1,120.
Sudjana, Metoda Statistik, edisi Keempat. Bandung: Tarsito, 1988
Spangeberg, J.J., & Theron, J.C. 1998. Stress and Coping Strategies in Spouse of Depressed patients. www.Questia.com.
Siegel, S. Statistik Non Parametrik untuk ilmu-ilmu Sosial. Jakarta : PT. Gramedia, 1994
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha Weiten, M. E. P. (2003). Psychology applied to modern life: Adjustment in the 21st
century. (7th. Ed.). Belmont: CA. Thomson & Wadsworth.
154
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR RUJUKAN
Erwin Garibaldi. Peran Reaapraisal Catatan Harian Stress Terhadap Penurunan Kemunculan Simptom Stress Para Penderita Lupus. Thesis. Bandung. Program Sarjana Magister Psikologi Universitas Padjajaran, 2008
http://www.drspock.com/articles/0,1510,7961,00.htmk [on-line].Remaja dan
Permasalahannya, 2004