• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Modul Pelatihan Educational Coping Resources Pada Siswa Kelas X Yang Berasal Dari Luar Kota Bandung di SMA "X" Bandung (Uji Coba Modul Pelatihan Educational Coping Resources Dalam Rangka Meningkatkan Derajat Coping Resources Siswa Kelas X Yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan Modul Pelatihan Educational Coping Resources Pada Siswa Kelas X Yang Berasal Dari Luar Kota Bandung di SMA "X" Bandung (Uji Coba Modul Pelatihan Educational Coping Resources Dalam Rangka Meningkatkan Derajat Coping Resources Siswa Kelas X Yang"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

i

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Abstrak tesis, oleh Stella Hartanto, berjudul Uji Coba Modul Pelatihan Educational Coping Resources Dalam Usaha Meningkatkan Derajat Coping Resources Pada Siswa Kelas X Yang Berasal dari Luar Kota Bandung di SMA “X” Bandung, dibawah bimbingan Prof. DR. Samsunuwiyati Mar’at sebagai pembimbing utama dan Dra. Irene. P. Edwina, M. Si.,Psik sebagai pembimbing pendamping.

Penelitian bertujuan untuk menghasilkan modul pelatihan Educational Coping Resources bagi siswa kelas X yang berasal dari luar Kota Bandung di SMA “X” Bandung. Variabel yang diteliti adalah Derajat Coping Resources dan Modul Pelatihan Educational Coping Resources. Rancangan penelitian menggunakan quasi experimental dengan One Group Design, Pre-Test dan Post-Test Design. Teknik sampling menggunakan purposive sampling. Subjek penelitian adalah siswa kelas X di SMA “X” yang berasal dari luar Kota Bandung dengan derajat Coping Resources Cenderung Rendah dan Rendah, serta menghayati keadaan stress Cenderung Tinggi dan Tinggi.

Lazarus dan Folkman (1984) menyatakan tentang beberapa jenis Coping Resources penting yang perlu dimiliki individu, sehingga dapat mendukung dan memfasilitasi aktivitas coping. Dasar teori inilah yang dijadikan sebagai landasan dalam menyusun modul pelatihan Educational Coping Resources.

Alat ukur Derajat Coping Resources ini disusun peneliti berdasarkan teori Lazarus dan Folkman (1984). Validitas alat ukur dengan menggunakan rumus Rank Spearman yang dibandingkan dengan koefisien korelasi dari Friedenberg dan Kaplan, menghasilkan besaran koefisien korelasi sekitar 0.38-0,81 yang diwakili oleh 42 item. Pengujian reliabilitas alat ukur dilakukan dengan metode Alpha Cronbach, dengan hasil koefisien reliabilitas sebesar 0.959. Data derajat Coping Resources sebelum dan sesudah perlakuan pelatihan dianalis dengan menggunakan uji statistic nonparametric, Wilcoxon Pair Test.

Kesimpulan penelitian: setelah 14 siswa mendapatkan perlakuan berupa pelatihan Educational Coping Resources, 11 diantara mereka mengalami peningkatan derajat Coping Resources, dan tiga (3) lainnya mengalami penurunan. Data kuantitatif menunjukkan bahwa peningkatan terbesar sampai terkecil berasal dari jenis Coping Resources Problem Solving Skill, Social Skill, Material, Positive Belief, Social Support, dan Health and Energy. Jenis Coping Resources peserta yang mengalami penurunan terbanyak, yaitu jenis Coping Resources Health and Energy terjadi sejalan dengan tanggapan peserta terhadap evaluasi sesi yang berkaitan dengan materi, fasilitator, fasilitas, serta pembagian waktu pada sesi ini. Saran Penelitian: Saran teoritis mengadakan penelitian lanjutan berkaitan dengan proses

dan aktivitas coping pada subjek yang mengalami derajat stress tinggi dalam masalah penyesuaian diri, sehingga dapat diketahui bagaimana hasil peningkatan jenis-jenis coping resources ini dimanfaatkan mereka. Saran pada Sekolah: Melakukan pelatihan sejenis di awal tahun ajaran sekolah, dan dapat menjadi tindakan preventif. Saran kepada wali kelas: Melakukan pendekatan personal agar permasalahan mendasar siswa dapat diatasi terlebih dahulu sebelum mereka mengalami tekanan yang lebih besar. Saran kepada

siswa: Diharapkan dapat memanfaatkan pemgalaman pembelajaran, sehingga dapat melakukan aktivitas coping dalam rangka mengatasi daily hassle yang dimiliki. Bagi siswa yang mengalami penurunan dapat melakukan konsultasi dengan guru BK; berkaitan dengan

(2)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT

Thesis abstract, by Stella Hartanto, entitled Try Out Module of Educational Coping Resources Training to Improve Coping Resources On Student Class X Originating from Outside the city of Bandung in high school "X" Bandung, under the guidance of Prof. DR. Samsunuwiyati Mar'at as the leader of guidance commission and Dra. Irene. P. Edwina, M. Si.,Psik as a member of the guidance commission.

The research aims to produce training modules of Educational Coping Resources for class X who came from outside of Bandung in high school "X" Bandung. Variables studied were degree of Coping Resources and Module of Educational Coping Resources. Using a quasi-experimental research design with One Group Design, Pre-Test and Post-Test Design. Sampling using a purposive sampling technique. Research subjects were students at the high school class X "X" that comes from outside the city of Bandung with a degree of Coping Resources Tend to Low and Low, and appraise the state of stress tends to Higher and Higher.

Lazarus and Folkman (1984) stated several important of Coping Resources to the individual, so it can support and facilitate coping activities. Here's the basic theory that serve as the foundation in preparing modules of Educational Coping Resources.

Coping Resources instrumental was compiled by Lazarus and Folkman's theory (1984). The validity of measuring instruments by using a formula that compared with the Rank Spearman correlation coefficient of Friedenberg and Kaplan, generating

approximately 0.38-0,81 magnitude of correlation coefficients are represented by 42 items. Testing the reliability of measuring instruments carried by the Cronbach Alpha method, with the reliability coefficient for 0959. Coping Resources degree data before and after treatment analyzed by using nonparametric statistical test, Wilcoxon Paired Test.

Conclusions of the study: after 14 students given preferential treatment in the form of training Coping Educational Resources, 11 of them experienced an increase in the degree of Coping Resources, and three (3) the other is decreasing. Quantitative data showed that the increase comes from the largest to the smallest type of Coping Resources Problem Solving Skill, Social Skill, Material, Positive Belief, Social Support, and Health and Energy. Coping Resources Types of participants who declined the most, which is kind Coping Health Resources and Energy occurs in line with participants' responses to the evaluation session regarding the content, facilitators, facilities, and the division of time in this session.

(3)

viii

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan

Abstrak………...i

Abstract………...ii

Kata Pengantar………...…..…iii

Daftar Isi……….…...viii

Daftar Tabel……….…...…xiii

Daftar Bagan……….……...…....xv

Daftar Lampiran………...……xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian………...……...1

1.2 IdentifikasiMasalah……….…….14

1.3 Maksud, Tujuan dan Kegunaan ……….……….…16

1.3.1. Maksud Penelitian……….…….…15

1.3.2. Tujuan Penelitian………...15

1.3.3. Kegunaan Penelitian………....…….….15

(4)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

1.3.3.2. Kegunaan Praktis………....16

1.4 Metodologi………...17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori……….………....18

2.1.1. Definisi Stress………...18

2.1.2. Penilaian Kognitif (Cognitive Appraisal)………23 2.1.2.1. Penilaian Primer (Primary Appraisal)………24 2.1.2.2. Penilaian Sekunder (Secondary Appraisal)…….…...26

2.1.2.3. Reappraisal……….…27

2.1.2.4. Keterkaitan antara Penilaian Primer dan Sekunder….28 2.1.2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penilaian……….29

2.1.3. Reaksi Terhadap Stress………..36

2.1.4. Coping………38

2.1.4.1. Coping sebagai Proses……….38

2.1.4.2. Fungsi Coping………...………..39

2.1.4.3. Fungsi-fungsi Cognitive Appraisal……….41

2.1.4.4. Sumber-sumber Coping………..………….43

2.1.5. Remaja………...…..…..48

2.1.5.1. Pengertian Remaja……….………..48

2.1.5.2. Pembagian Masa Remaja………48

(5)

x

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

2.1.5.4. Stresspada Remaja………..54

2.1.6. Experiential Learning………..………..55

2.1.6.1. Karakteristik Experiential Learning………57

2.1.6.2. Fase Experiential Learning……….59

2.1.7. Teori Konsep yang Berkaitan dengan Pelatihan………65

2.1.7.1. Penyusunan Tujuan Pelatihan……….……65

2.1.7.2. Fasilitator………..…...66

2.2.Kerangka Pemikiran……….………...….70

2.3 Asumsi Penelitian……….…....86

2.4. Hipotesis Penelitian……….……....86

BAB III Metodologi Penelitian 3.1. Rancangan Penelitian………...87

3.2. Variabel Penelitian………...………..…………..88

3.2.1. Independent Variable………..…...…89

3.2.1.1. Definisi Konseptual Independent Variable………...89

3.2.1.2. Definisi Operasional Independent Variable………....89

3.2.2. Dependent Variable………...…….90

3.2.2.1. Definisi Konseptual Dependent Variable………...90

3.2.2.2. Definisi Operasional Dependent Variable………....…90

3.3. Subjek Penelitian……….94

(6)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

3.3.2. Subjek Penelitian………..…..94

3.3.3. Metode Penarikan Subjek Penelitian………...95

3.3.4. Karakteristik Subjek Penelitian………..……95

3.4. Modul Pelatihan………...….95

3.4.1. Tujuan Pelatihan Coping Resources……….….95

3.4.2. Materi Pelatihan Coping Resources……….…...99

3.4.3. Tahapan Penelitian……….……..106

3.5. Alat Ukur………...……113

3.5.1. Kisi-Kisi Alat Ukur………..……113

3.5.2. Prosedur Pengisisan………...………..114 3.5.3. Sistem Penilaian………..……….114 3.5.4. Uji Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur Coping Resources...115

3.5.4.1. Validitas Alat Ukur………...………115

3.5.4.2. Reliabilitas Alat Ukur………116 3.6. Waktu Kegiatan Penelitian………..…..118

3.8. Teknik Analisis Data……….……120 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian………..………122

(7)

xii

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

4.1.2. Tabulasi Silang Frekuensi Derajat Coping Resources sebelum pelatihan terhadap Perubahan Derajat Coping Resources

setelah Pelatihan ………..…….123

4.1.3. Tabulasi Silang Frekuensi Perubahan Derajat Coping Resources terhadap Perubahan Jenis-Jenis Coping Resources………..…124

4.2. Pengujian Hipotesis………..…….130 4.3. Pembahasan………..……….131 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan………... .147

5.2. Saran Penelitian……….………148

5.2.1. Saran Teoritis……….………..148

5.2.2. Saran Guna Laksana……….…………...……150

5.2.2.1 Saran kepada Pihak Sekolah………..150 5.2.2.2 Saran kepada Wali Kelas……….…..150 5.2.2.3 Saran kepada Siswa………...….151 Daftar Pustaka………152 Daftar Rujukan………...……168

(8)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Materi Pelatihan Educational Coping Resources ……….99

Tabel 3.2.Tabel Siswa berdasarkan derajat Coping Resources…………...………..111

Tabel 3.3 Tabel Kisi-Kisi alat ukur Coping Resources……….113

Tabel 3.4. Tabel sistem penilaian……….…….………114

Tabel 3.5 Tabel waktu penelitian………..………….118

Tabel 4.1. Tabel gambaran jenis kelamin sampel penelitian…………..….………..122

Tabel 4.2 Tabel tabulasi silang antara derajat coping resources terhadap perubahan derajat coping resources sebelum dan sesudah

pelatihan………...123

Tabel 4.3 Tabel tabulasi silang derajat coping resources terhadap perubahan Coping

Resources positive belief sebelum dan sesudah pelatihan

………..……….....124

Tabel 4.4 Tabel tabulasi silang derajat coping resources terhadap perubahan Coping

Resources problem solving skill sebelum dan sesudah

(9)

xiv

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Tabel 4.5 Tabel tabulasi silang derajat coping resources terhadap perubahan Coping

Resources social skill sebelum dan sesudah

pelatihan ………...126

Tabel 4.6 Tabel tabulasi silang derajat coping resources terhadap perubahan Coping

Resources health and energy sebelum dan sesudah

pelatihan ………...127

Tabel 4.7 Tabel tabulasi silang derajat coping resources terhadap perubahan Coping

Resources social support sebelum dan sesudah

pelatihan ………...128

Tabel 4.8 Tabel tabulasi silang derajat coping resources terhadap perubahan coping

resources material sebelum dan sesudah

pelatihan ………...129

(10)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

1.1.Bagan Rancangan Penelitian……….19

2.1.Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian ……….89

(11)

xvi

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar evaluasi sesi I (Pengenalan Diri –Who Am I)

Lampiran 2 Lembar evaluasi sesi II (Coping Resources Positive Belief – You Are What You Think)

Lampiran 3 Lembar evaluasi sesi III (Coping Resources Health and Energy – Menjadi Sehat)

Lampiran 4 Lembar evaluasi sesi IV (Coping ResourcesSocial SkillHow to Make Friends)

Lampiran 5 Lembar evaluasi sesi V (Coping Resources Problem Solving Skill Solve Your Problems)

Lampiran 6 Tabulasi Silang Derajat Coping Resources terhadap Evaluasi Sesi I

Lampiran 7 Tabulasi Silang Derajat Coping Resources terhadap Evaluasi Sesi II

Lampiran 8 Tabulasi Silang Derajat Coping Resources terhadap Evaluasi Sesi III

Lampiran 9 Tabulasi Silang Derajat Coping Resources terhadap Evaluasi Sesi IV

Lampiran 10 Tabulasi Silang Derajat Coping Resources terhadap Evaluasi Sesi V

Lampiran 11 Hasil Pengolahan Data

(12)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha Lampiran 13 Kuesioner Coping Resources

Lampiran 14 Lembar Kerja Siswa –My Life Events and Signs

Lampiran 15 Lembar Homework Siswa –The Way I’m Out

Lampiran 16 Susunan Kegiatan Pelatihan (Run Down)

Lampiran 17 Petunjuk dan Instruksi Permainan

(13)

Program Magister Psikologi 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan salah satu cara yang ditempuh individu untuk

meningkatkan kualitas diri secara umum. Tujuan pendidikan saat ini tidak saja

menetapkan aspek inteligensi sebagai satu-satunya aspek yang hendak dicapai

sekolah bagi anak didiknya, namun juga terdapat aspek-aspek lainnya, seperti

aspek interpersonal, kemandirian, kepemimpinan, dan kemampuan problem solving. Hal-hal tersebut dapat dicapai melalui program yang dijalankan sekolah, misalnya adanya latihan kepemimpinan, ekstrakulikuler sekolah, study tour, mengikutsertakan siswa didik pada kompetisi Olimpiade mata pelajaran tertentu,

Sekolah dengan berbagai macam fasilitas dan program pendidikan yang

dimiliki ini menjadi salah satu pertimbangan siswa dan orang tua murid dalam

menentukan pilihan sekolah. Penentuan pilihan sekolah umumnya terjadi pada

peralihan dari SMP ke jenjang pendidikan SMA, dan berbagai jenis pertimbangan

dilakukan oleh orang tua maupun siswa. Misalnya berkaitan dengan apakah

dirinya akan tetap di sekolah asalnya, pindah ke SMA lain, ke SMA yang di luar

daerahnya, bahkan ke sekolah yang berada di luar Indonesia.

Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki cukup banyak

(14)

tingkat SMA. SMA “X” merupakan salah satu sekolah yang tiap tahunnya

membuka pendaftaran dan menerima siswa yang berasal dari Bandung maupun

luar Kota Bandung. Dalam tiga tahun terakhir (periode tahun 2007 – 2010),

mereka menerima sekitar 82 siswa yang berasal dari luar Kota Bandung di SMA

“X”, artinya rata-rata penerimaan tiap tahunnya sekitar 27 siswa. Pada tahun

ajaran 2010-2011, menerima 32 siswa yang berasal dari luar Kota Bandung.

Beberapa daerah diantaranya adalah Sukabumi, Cirebon, Karawang, Cianjur,

Subang, Jakarta, Purwakarta, Garut, Bogor, Cilacap, Tegal, Bondowoso,

Purwokerto, Lampung, Tana Toraja, Lubuk Linggau, Batam, dan Papua.

Survey awal terhadap 32 siswa kelas X tahun ajaran 2010 - 2011 yang

berasal dari luar Kota Bandung, terdapat beberapa alasan mereka memilih

SMA “X” sebagai pilihan sekolahnya. Hasilnya, sebanyak 16 siswa menyatakan

pindah ke SMA “X” karena menganggap mutu pendidikan SMA “X” dianggap

berkualitas. Informasi ini mereka ketahui dari kakak kelas ataupun saudara

mereka yang pernah bersekolah di sana. Sebagian besar, pilihan ini dilakukan atas

dasar keinginan mereka sendiri, hanya saja berbagai alasan yang mendasarinya

cukup beragam. Sebanyak enam (6) siswa memilih SMA “X” karena mengikuti

jejak kakaknya ataupun kakak kelasnya terdahulu, delapan (8) siswa ingin

mendapat suasana dan pengalaman baru, dan sebanyak dua (2) siswa pindah ke

SMA “X” karena mengikuti saran orang tua mereka.

Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan dan siswa sebagai peserta didik

memiliki tugas dan tanggungjawab yang secara umum dapat dianggap menjadi

(15)

3

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha akreditasi merupakan tantangan bagi pihak sekolah agar mereka dapat

mempertahankan bahkan meningkatkan prestasi tersebut, sehingga nama sekolah

mereka semakin dikenal dan diperhitungakan sebagai pilihan sekolah bagi para

calon siswa. Tantangan ini dijawab pihak sekolah dengan program pendidikan

yang menarik namun juga bermanfaat bagi siswa. Misalnya melalui sarana dan

prasarana sekolah yang disediakan, memilih tenaga pengajar berkualitas,

meningkatkan kemampuan tenaga pengajar mealui pelatihan, atau melakukan

studi banding terhadap sekolah lain. Salah satu keberhasilan SMA “X” adalah

tercapainya akreditasi A yang disahkan berdasarkan Surat Keputusan Badan

Akreditasi Nasional 02.00/444/BAT-SN/X/2009 pada 10-11 Agustus 2009.

Bagi peserta didik, belajar dan mengembangkan diri merupakan tugas dan

tanggungjawab pribadi mereka sehingga memiliki bekal di masa mendatang.

Tantangan ini tampaknya menjadi cukup besar bagi siswa kelas X yang baru saja

masuk ke SMA “X” Bandung, karena mereka perlu menyesuaikan diri terhadap

perubahan-perubahan yang dimiliki. Perubahan ini dapat berasal dari dalam

maupun luar lingkungan sekolah, dan tentunya dapat mempengaruhi kondisi diri

mereka, termasuk dalam kegiatan belajar di sekolah.

Seluruh siswa baru kelas X yang masuk ke SMA “X” memiliki tantangan

untuk menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi yang menyertai mereka,

sehingga mampu menjalani proses belajar secara optimal dan pada akhir tahun

ajaran dapat mencapai standar nilai tertentu sebagai syarat kenaikan kelas. Bila

proses penyesuaian diri tersebut dapat dilalui dengan baik, maka mereka akan

(16)

proses penyesuaian diri siswa di sekolah tidak selalu dapat berjalan lancar. Hal ini

dapat diketahui bahwa setiap tahun ajaran, terdapat siswa-siswa yang dianggap

bermasalah bagi pihak sekolah. Misalnya siswa yang dianggap sering melakukan

pelanggaran tata tertib, seperti membolos, pakaian sekolah tidak sesuai dengan

standar yang ditentukan, mencontek, melakukan perkelahian, siswa yang

mengalami demotivasi, atau bahkan siswa yang harus tinggal kelas.

Siswa kelas X yang berasal dari luar Kota Bandung merupakan subjek

penelitian ini, dimana dasar pemilihan mereka sebagai subjek dalam penelitian ini

adalah karena mereka merupakan individu yang memiliki keinginan untuk

mandiri, namun dipihak lain juga masih membutuhkan pendampingan orang tua.

Pada kenyataannya, saat ini mereka tinggal di lingkungan baru yang memberikan

kesempatan untuk hidup mandiri sekaligus menghadapi proses perubahan

lingkungan yang menuntut penyesuaian diri, khususnya berkaitan dengan

permasalahan sehari-hari atau biasa yang disebut sebagai daily hassles. Fenomena ini tampaknya memberikan tantangan cukup besar bagi kelangsungan hidup

mereka selama menjalani proses pendidikannya.

Lingkungan sekolah dan tempat tinggal (kos) merupakan lingkungan yang

relatif baru baginya. Di sekolah, mereka memiliki lingkungan teman-teman dan

guru yang baru, sehingga penyesuaian terhadap karakteristik teman dan guru pun

memerlukan proses pembelajaran tersendiri. Di lingkungan tempat tinggal (kos),

mereka perlu menyesuaikan diri dengan teman kos serta perlu mengurus

kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Perubahan lingkungan serta kondisi yang

(17)

5

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha bergantung pada penilaian kognitif (cognitive appraisal) yang dilakukan. Saat kondisi dinilai mereka sebagai sesuatu yang menekan dan mengganggu

kesejahteraan dirinya, dapat dikatakan bahwa mereka berada dalam suatu keadaan

stress. Keadaan ini muncul karena siswa menilai hubungan antara diri dan lingkungannya sebagai suatu tuntutan, ataupun melebihi sumber dayanya (coping resources) dan membahayakan kesejahteraan diri (well-being) mereka (Lazarus dan Folkman, 1984).

Berdasarkan survey awal terhadap 32 siswa dari luar Kota Bandung,

diperoleh gambaran bahwa situasi yang dinilai menekan bagi mereka cukup

beragam. Sebanyak 46.8% (15 siswa) menilai kondisi sekolah sebagai hal yang

paling menekan bagi dirinya. Siswa A mengungkapkan bahwa tuntutan pelajaran

di SMA “X” tegolong tinggi. Dirinya juga menghayati bahwa pelajarannya

tergolong sulit dibandingkan dengan di sekolahnya terdahulu, sehingga ia merasa

kesulitan dalam menyesuaian diri terhadap pelajaran di sekolah. Siswi R

menjelaskan bahwa aturan sekolah “X” tergolong ketat. Menurutnya terdapat

beberapa hal yang tidak begitu penting diatur juga dalam aturan sekolah, misalnya

seperti penggunaan pin lambang sekolah dan standar panjang rok yang harus

dikenakan. Siswa A menilai bahwa beberapa guru dianggap tidak menyenangkan

karena karakteristik guru yang dianggap senang memberikan tugas dan ulangan

tanpa pemberitahuan, juga terdapat guru yang senang memberikan tugas

menjelang liburan.

Kondisi lain yang dinilai menekan bagi siswa berkaitan munculnya

(18)

sering merasa ingin bertemu orang tuanya saat sudah berada di SMA “X”

Bandung. Selanjutnya, ia menyatakan ingin segera pulang dan tinggal kembali

bersama orang tuanya karena merasa yakin bahwa akan memiliki kehidupan yang

lebih menyenangkan, khususnya berkaitan dengan peran orang tua yang dapat

membantu dirinya dalam mengatur dan memelihara kebutuhan hidup sehari-hari.

Kondisi lain yang dianggap menekan adalah berkaitan dengan relasi peer-group, yaitu sebanyak 21.8 % (7 siswa). Seperti yang diungkapkan oleh siswi L, ia

menganggap bahwa dirinya sulit bergaul karena teman-teman sekelasnya

cenderung arogan, pilih-pilih, tidak terbuka, dan memiliki egoisme yang tinggi.

Permasalahan penyesuaian yang dialami oleh siswa luar Kota Bandung

merupakan hal yang kerap terjadi setiap tahun. Menurut Bapak B sebagai guru

Kesiswaan di SMA “X”, gaya komunikasi yang dilakukan oleh siswa Bandung

merupakan hal yang juga berpengaruh pada proses penyesuaian diri siswa yang

berasal dari luar Kota Bandung. Misalnya memanggil nama teman dengan „nama alias‟ seperti dengan menyebutkan nama orang tua atau dengan sebutan yang

seringkali dianggap tidak sopan oleh sebagian besar individu, misalnya dengan

sebutan „monyet‟, „anjing‟. Kondisi ini sempat menjadi permasalahan serius di SMA “X”, karena ada siswa luar Kota Bandung yang merasa terhina dan

mengeluhkan pada pihak sekolah. Solusi yang dilakukan pihak sekolah adalah

memasukkan aturan tentang larangan memanggil teman dengan „nama alias‟.

Peraturan ini dibuat pada tahun ajaran 2009-2010, dan jika terjadi pelanggaran,

siswa yang bersangkutan akan dicatat namanya dalam buku siswa. Buku siswa

(19)

7

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha masalah keterlambatan, mencontek saat ulangan, pemakaian seragam yang tidak

lengkap, perkelahian, makan di kelas. Terdapat hukuman tersendiri bila jumlah

pelangaran yang dilakukan siswa telah melebihi limit yang ditentukan.

Hasil wawancara dengan guru Bimbingan dan Konseling (BK) SMA “X”,

kondisi yang sering terlihat menjadi masalah bagi siswa luar Kota Bandung

seringkali berkaitan dengan masalah peer group, homesick, dan tuntutan pelajaran yang dinilai terlalu tinggi. Cukup banyak siswa yang menyatakan bahwa nilai

harian sebesar 7 – 9 sulit diraih, padahal mereka telah menerapkan cara belajar

yang serupa seperti saat mereka berada di sekolah terdahulu.

Fenomena serupa juga ditangkap oleh Kepala Sekolah SMA “X”, dimana ia

pernah menanggapi permintaan orang tua yang meminta ijin untuk memindahkan

sekolah anaknya dengan alasan tuntutan pelajaran yang dianggap kurang sesuai

dengan kemampuan anak mereka. Mereka menuturkan merasa kasihan bila

melihat anaknya merasa tertekan berada di sekolah tersebut. Solusi yang biasanya

diambil orang tua terhadap anak mereka adalah mendaftarkan anaknya ke

pendidikan kursus tertentu, kemudian menyekolahkannya ke sekolah lain pada

tahun ajaran berikut atau pindah ke Luar Negeri dengan dasar pemikiran bahwa

waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pendidikan di Luar Negeri lebih

singkat. Pemaparan kondisi-kondisi di atas menunjukkan keterbatasan siswa

dalam melakukan penyesuaian diri di SMA “X”. Individu yang gagal melakukan

penyesuaian diri dan menghayati bahwa dirinya berada dalam kondisi penuh

(20)

Survey terhadap 32 siswa kelas X yang berasal dari luar Kota Bandung

memberikan gambaran tentang seberapa tinggi keadaan stress dihayati mereka berkaitan dengan perubahan lingkungan yang dialami. Sebanyak 12.5% atau

empat (4) siswa menghayati dirinya berada pada derajat stress tinggi, 53.1% atau 17 siswa berada pada derajat stress cenderung tinggi, sebanyak 28.1% atau sembilan siswa (9) berada pada derajat stress cenderung rendah, dan sebanyak 6.25% atau dua siswa (2) menghayati dirinya berada pada derajat stress rendah.

Keadaan stress muncul dan dihayati secara berbeda oleh tiap individu; sangatlah bergantung pada penilaian kognitif (cognitive appraisal) yang mereka lakukan, yaitu apakah suatu situasi berhubungan dengan motivasi/goal yang dimiliki, sejalan atau tidakkah dengan nilai tertentu yang mereka anut, atau

apakah mereka memiliki sumber daya (resources) yang memadai untuk mengatasi kondisi tersebut. Penilaian ini diproses individu dalam penilaian primer (primary appraisal) (Lazarus & Folkman, 1984), dan gejala yang menyertainya dapat diketahui melalui kemunculan respon-respon fisiologis, kognitif, emosi dan

behavioral (Taylor, 1991).

Survey awal terhadap beberapa siswa mengenai kemunculan

respon-respon stress yang berkaitan dengan pemasalahan kehidupan mereka sehari-hari (daily hassle) karena perubahan lingkungan yang mereka alami, diperoleh gambaran yang cukup beragam mengenai respon dan alasan kemunculan respon

tersebut. Siswi M mengungkapkan bahwa dirinya merasa cemas dan tidak percaya

diri menjelang ulangan harian mata pelajaran tertentu. Rasa cemas ini muncul

(21)

9

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha persoalan, khususnya pada mata pelajaran berhitung dimana ia juga menilai

dirinya memiliki keterbatasan dalam kemampuan matematis. Berbeda dengannya,

siswi S yang menghayati bahwa situasi yang lebih membuat dirinya tidak

seimbang yaitu berkaitan dengan homesick. Ia merasa sedih bila mengingat orang tua maupun teman-temannya terdahulu.

Semua bentuk dari penilaian dan reaksi yang muncul ini tentunya

membutuhkan upaya yang bertujuan agar siswa mampu mencapai keseimbangan

dirinya kembali, atau biasa disebut dengan Coping. Coping merupakan upaya kognitif dan tingkah laku individu untuk mengatasi kondisi ketidakseimbangan

tertentu. Penilaian tentang apa yang dapat dilakukan individu untuk mengatasi

ketidakseimbangan diri ini merupakan proses kognitif yang terjadi pada penilaian

sekunder (secondary appraisal). Aktivitas coping sendiri tidak saja dilakukan untuk mengatasi situasi-situasi besar seperti pengalaman ditinggal meninggal oleh

keluarga yang dicintai ataupun mengalami kecelakaan yang mengakibatkan luka

permanen, namun juga dilakukan dalam mengatasi permasalahan kehidupan

sehari-hari (daily hassle).

Pada siswa kelas X yang berasal dari luar Kota Bandung, daily hassle yang mereka miliki berkaitan dengan permasalahan pergaulan, mengatur

kebutuhan hidup sehari-hari, memperhatikan kesehatan diri terutama bila

(22)

individu, dapat menimbulkan keadaan sangat stressful pada beberapa individu dan membahayakan kesejahteraan (well-being) serta kesehatan fisik seseorang (DeLongis, Coyne, Dakof, Folkman, & Lazarus, 198; Kanner, Coyne, Schaefer, &

Lazarus, 1981).

Penilaian terhadap kemampuan individu dalam melakukan aktivitas coping, ditentukan oleh bagaimana dirinya menilai ketersediaan sumber daya yang

dimiliki/dikenali/dapat diperolehnya. Sumber-sumber ini disebut sebagai coping resources, yaitu kondisi fisik, psikologis, kemampuan (kompetensi) serta kondisi lingkungan yang dimiliki dan/atau yang dapat ditemukan individu untuk

digunakan sebagai properti dalam melakukan coping. Coping Resources mempengaruhi individu dalam interaksinya dengan lingkungan, karena dengan

ketersediaan resources dalam kehidupan seseorang, dirinya akan lebih terhindar dari keadaan stress dan pada akhirnya mampu beradaptasi pada kondisi-kondisi yang dimilikinya (Lazarus & Folkman, 1984, 1985). Saat individu mampu

mengadakan penyesuaian di lingkungan, mereka akan memunculkan perasaan

tentang diri dan kondisi hidupnya dengan lebih positif, seperti munculnya

perasaan bahagia (McDowell & Praught, 1982; Wilson, 1967), puas (Campbell,

Converse, & Rodgers, 1976), serta kesejahteraan subjektif/well-being subjective (Bradburn 1969; Costa & McCrae, 1980; Diener, in press).

(23)

11

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha untuk memperoleh jenis Coping Reources lainnya. Pada kenyataannya, sebagian besar siswa kelas X yang berasal dari luar Kota Bandung menyatakan bahwa diri

mereka memiliki keterbatasan Coping Resources, sehingga proses penyesuaian diri mereka saat ini terasa tidaklah mudah untuk mereka jalani.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan, terdapat penilaian diri siswa yang

mengarah pada adanya suatu penghayatan tentang keterbatasan coping resources yang mereka miliki. Hasilnya, sebanyak 31.2% (10 siswa) menilai diri mereka

memiliki jenis coping resources problem-solving skill yang terbatas. Siswa S menyatakan bahwa pengambilan keputusan yang ia lakukan dinilai kurang tepat,

karena seringkali memberikan hasil yang kurang sesuai dengan harapan ataupun

merasa menyesal. Misalnya memutuskan menerima ajakan teman saat tugas

belum selesai, sehingga target tugas tersebut menjadi tidak tercapai. Contoh

pengambilan keputusan ini menunjukkan terbatasnya kemampuan siswa dalam

memperhitungkan konsekuensi negatif yang dapat dialami karena skala prioritas

pengambilan keputusannya kurang sesuai.

Sebanyak 25 % atau delapan (8) siswa menilai diri mereka memiliki jenis

coping resources social skill yang terbatas. Lazarus & Folkman (1984) menyatakan bahwa kemampuan ini dapat membantu individu untuk memecahkan

permasalahan yang dialami yang berhubungan dengan orang lain. Siswa M

menyatakan tentang kesulitan ini dalam kaitannya tinggal di lingkungan kos,

dimana ia sseringkali kesulitan untuk mengutarakan pendapatnya pada teman satu

kos. Misalnya saat hendak meminta teman satu kosnya untuk tidak berkunjung ke

(24)

dalam berkomunikasi dan berelasi dengan lingkungannya. Sebanyak 15.6% atau

(5) siswa memiliki jenis coping resources positive belief yang terbatas. Siswa L menyatakan bahwa dirinya sering menilai diri kurang mampu dalam mata

pelajaran tertentu. Positive belief disini merujuk pada keyakinan siswa terhadap kontrol dirinya dalam mengendalikan situasi-situasi atau biasa disebut dengan

internal locus of control.

Selanjutnya, siswa yang menilai bahwa dirinya memiliki jenis coping resources social support terbatas dihayati oleh sebesar 9.3% atau tiga (3) siswa. Siswi M menyatakan bahwa ia kurang memiliki lingkungan yang mampu

memberikan dukungan padanya secara penuh, terutama karena saat ini ia lebih

banyak berada pada lingkungan dengan individu-indvidu yang baru dikenalnya.

Sebanyak 3.12% atau satu (1) siswa mengungkapkan bahwa jenis coping resources health and energy dimiliki secara terbatas oleh mereka. Siswa S menyatakan bahwa ia termasuk individu yang mudah sakit, karena fisiknya

tergolong lemah. Hal ini semakin ia rasakan saat ini, terutama karena jadwal

makannya semakin menjadi tidak teratur semenjak dirinya tinggal di kos. Health and energy memfasilitasi aktivitas coping berkaitan dengan mobilitas yang dilakukan siswa dalam mencari informasi mendapatkan sumber-sumber lainnya,

yaitu materi serta dukungan sosial (Lazarus dan Folkman, 1984). Sisanya

sebanyak 35.7% atau lima (5) siswa memiliki penilaian yang terbatas terhadap

coping resources yang tidak dapat tergambarkan secara jelas, dimana mereka sendiri menyatakan tidak tahu tentang apa yang sebenarnya mereka butuhkan saat

(25)

13

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha mereka menyatakan bahwa kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan baginya

merupakan hal yang sebaiknya tidak mereka pikirkan. Dalam hal ini, mereka

tampak bersikap avoidant terhadap permasalahannya.

Berdasarkan data dan pertimbangan yang dilakukan peneliti, bahwa siswa

kelas X di SMA “X” yang berasal dari luar Kota Bandung menghayati berbagai

situasi yang dianggap menekan diri mereka, serta terdapat penilaian mereka

tentang keterbatasan jenis Coping Resources yang dimilikinya, sehingga peneliti terdorong untuk melakukan intervensi yang bertujuan untuk meningkatkan

jenis-jenis Coping Resources yang mereka miliki.

Lazarus dan Folkman (1984) menyatakan bahwa intervensi terhadap

individu yang mengalami keadaan stress tidak saja dapat dilakukan secara individual, namun juga dapat dilakukan pada sejumlah kelompok individu

(group). Khususnya pada individu yang memiliki keterbatasan pengetahuan, kemampuan ataupun pengalaman; dimana proses teurapetik yang dilakukan

adalah bertujuan untuk mengatasi adanya gap dalam keterbatasan yang dimililki individu. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, intervensi berupa uji coba

pelatihan Educational Coping Resources dalam bentuk experiential learning akan dilakukan oleh peneliti. Adapun harapan dari pemberian intervensi ini, adalah

agar siswa mampu memanfaatkan proses pembelajaran yang diperolehnya dalam

(26)

Experiential learning merupakan model pembelajaran yang dimulai dengan mendapatkan pengalaman langsung yang diikuti dengan suatu pemikiran,

diskusi, analisis dan evaluasi dari pengalaman tersebut (Weight, Albert, Participative Education and The Inevitable Revolution in Journal of Creative Behavior, Vol. 4, Fall 1970, pp 234-282).

Pemberian intervensi berupa pelatihan yang berdasar pada experiential learning ini juga sejalan dengan keinginan siswa mengenai jenis intervensi apa yang mereka harapkan dan dianggap dapat memenuhi kebutuhannya saat ini.

Hasilnya, sebanyak 43.7% (14 siswa) memilih jenis kegiatan training, 28,12% (9 siswa) memilih konseling kelompok, 15,6% (5 siswa) memilih terapi, dan lainnya

sebanyak 12,5% (4 siswa) yang memberikan masukan tentang diadakannya

kegiatan bersama seperti doa bersama, melakukan ziarah keagamaan, dan retret.

Dalam rangka penyempurnaan modul pelatihan ini, juga akan dilakukan evaluasi

terhadap perancangan modul tersebut.

1.2 Identifikasi masalah

Permasalahan penyesuaian diri pada siswa kelas X di SMA “X” Bandung

yang berasal dari luar kota Bandung berdampak pada munculnya keadaan stress siswa. Kondisi ini dialami karena penilaian (cognitive appraisal) siswa terhadap lingkungan dan terbatasnya coping resources yang mereka miliki ataupun yang dapat mereka temukan. Salah satu intervensi yang akan dilakukan terhadap siswa

(27)

15

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha untuk melihat apakah terdapat peningkatan derajat coping resources mereka yang dilihat perubahannya melalui single group pre dan post test design (before-after). Selanjutnya juga akan dilakukan evaluasi terhadap modul pelatihan tersebut

dengan meninjau pada aspek materi, fasilitator, waktu serta fasilitas pelatihan.

1.3Maksud, Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah melakukan uji coba serta evaluasi terhadap

modul pelatihan Educational Coping Resources dalam meningkatkan penilaian dan kemampuan untuk menemukan jenis-jenis coping resources utama pada siswa kelas X SMA “X” yang berasal dari luar Kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menyediakan modul pelatihan bagi

siswa baru dalam meningkatkan penilaian serta kemampuan untuk menemukan

jenis-jenis coping resources yang mereka miliki, yang diharapkan dapat memediasi aktivitas coping siswa dalam menghadapi daily hassle.

1.3.3 Kegunaan Penelitian

1.3.3.1 Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini digunakan sebagai upaya pengembangan ilmu

(28)

ini akan diperoleh gambaran coping resources yang lebih mendalam pada siswa yang berasal dari luar Kota Bandung kelas X SMA “X” Bandung.

1.3.3.2Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai:

- Memberikan informasi bagi siswa baru di SMA “X” yang berasal dari luar

Kota Bandung tentang berbagai jenis coping resources utama yang dapat mereka manfaatkan dalam melakukan coping terhadap daily hassle yang dihadapi dengan menggunakan pelatihan educational coping resources. - Memberikan masukan bagi pihak SMA “X” Bandung, khususnya bagian

Bimbingan dan Konseling mengenai gambaran tentang berbagai jenis

coping resources pada siswa dengan menggunakan pelatihan educational coping resources dalam upaya memberikan bimbingan serta bantuan psikologis.

- Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi wali kelas

sehingga mereka memahami lebih dalam kondisi siswa yang berasal dari

luar Kota Bandung. Dimana diharapkan selanjutnya para wali kelas dapat

membantu siswa-siswi untuk mengatasi permasalahan penyesuaian diri

yang dialami siswa.

- Menghasilkan modul pelatihan educational coping resources yang dapat diterapkan pada siswa baru yang berasal dari luar Kota Bandung untuk

(29)

17

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

1.4Metodologi

Penelitian ini berusaha menghasilkan modul pelatihan Educational Coping Resources dan melihat signifikasinya terhadap perubahan derajat Coping Resources sebelum dan sesudah pelatihan pada siswa kelas X di SMA “X” Bandung. Desain yang digunakan adalah Single Group Pre-Test and Post-Test Design (Before-After), dengan alat ukur kuesioner derajat Coping Resources yang disusun peneliti berdasarkan teori jenis Coping Resources (Lazarus and Folkman, 1984). Adapun jenis-jenis Coping Resources yang dimaksudkan adalah Health and Energy, Positive Belief, Problem Solving Skill, Social Skill, Social Support, dan Material.Treatment yang diberikan berupa pelatihan dengan metode experiential learning. Analisis hasil yang didapat menggunakan Uji Statistik Bertanda dari Wilcoxon (Wilcoxon Signed-Rank Test). Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA”X” Bandung yang berasal dari luar

Kota Bandung dengan derajat Coping Rresources rendah dan cenderung rendah, disertai dengan penghayatan derajat stress cenderung tinggi dan tinggi. Rancangan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

(30)

Program Magister Psikologi 147 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Dari hasil dan pembahasan Evaluasi modul pelatihan Educational Coping Resources dalam usaha meningkatkan derajat Coping Resources siswa kelas X yang berasal dari luar Kota Bandung di SMA “X” Bandung, dapat ditarik beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Setelah mengikuti pelatihan dengan melakukan uji coba modul pelatihan

Educational Coping Resources, maka derajat Coping Resources pada sebagian besar peserta mengalami perubahan yang mengarah pada adanya peningkatan.

Dengan meningkatnya derajat Coping Resources, mereka diharapkan mampu melakukan aktivitas coping terhadap daily hassle yang dimiliki berkaitan dengan proses penyesuaian diri mereka sebagai akibat dari perubahan lingkungan yang

dialaminya.

(31)

148

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Solving Skill, diperoleh data bahwa sebagian besar dari mereka memberikan respon positif terhadap materi, fasilitatorwaktu dan fasilitas.

3. Jenis Coping Resources Health and Energy merupakan jenis Coping Resources yang peningkatannya hanya dialami oleh sebagian kecil peserta. Berdasarkan hasil

tanggapan keseluruhan peserta terhadap evaluasi sesi Health and Energy, respon negatif terhadap materi pada sesi ini diwakili oleh seluruh peserta; baik yang

mengalami penurunan maupun peningkatan derajat Coping Resources. Respon negatif juga muncul terhadap fasilitator, fasilitas, serta pembagian waktu yang

dilakukan pada sesi ini. Secara bervariasi, tanggapan-tanggapan tersebut muncul

dari peserta yang mengalami peningkatan maupun penurunan derajat Coping Resources.

5.2. Saran Penelitian

5.2.1. Saran Teoritis

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukankan pada bab

sebelumnya, maka peneliti mengajukan saran berikut ini:

- Pada sesi Positive Belief, Social Support dan Material, perlu ditambahkan mengenai tayangan yang berisi tentang situasi yang lebih menyerupai kehidupan

siswa sehari-hari. Hal ini diharapkan dapat memberi gambaran yang lebih nyata

pada siswa mengenai pentingnya mempertahankan kepercayaan diri mereka saat

(32)

waktu pelaksaaan, dapat dipertimbangkan agar meletakkan sesi ini di pagi hari,

karena saat itu kondisi siswa akan lebih bersemangat dibandingkan saat setelah

dilakukan break makan siang. Antisipasi lain yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan kegiatan energize terlebih dahulu sebelum masuk ke sesi.

- Pada sesi Social Skill, perlu ditambahkan materi mengenai ilustrasi cerita ataupun contoh-contoh yang lebih bervariasi berkaitan dengan pentingnya

mempertahankan dan mengembangkan kemampuan komunikasi dan berelasi.

Dengan demikian, diharapkan para siswa memiliki pemahaman yang lebih

mendalam tentang keuntungan dari dimilikinya kemampuan tersebut, dan dapat

mendorong mereka untuk mengembangkan diri lebih lanjut selepas dari

diikutinya pelatihan Educational Coping Resources ini.

- Pada sesi Health and Energy, hal yang perlu dilakukan adalah dengan membuat tayangan dan isi materi yang lebih berifat praktis, sehingga tidak menimbulkan

penghayatan bahwa materi yang diberikan serupa dengan mata pelajaran yang

didapatkan mereka dalam lingkungan sekolah. Selanjutnya, fasilitator yang

hendak memberikan materi ini sebaiknya menunjukkan antusias yang tinggi,

sehingga para siswa menjadi lebih bersemangat dalam menyelesaikan tantangan

yang ada dalam permainan/games yang diberikan. Berkaitan dengan waktu pelaksaan, agar dipertimbangkan pemberikan sesi ini dilakukan pada siang hari

(33)

150

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

- Pada sesi Problem Solving Skill, faslitator perlu memberikan dorongan dan keyakinan pada peserta bahwa materi-materi yang diberikan selama sesi ini dapat

diterapkan dalam kehidupan nyata individu. Hal ini perlu dilakukan agar siswa

tidak merasa ragu dan menghayati bahwa materi yang diberikan kepada mereka

seakan-akan hanya merupakan sebuah teori.

- Saran teoritis sebaiknya mengadakan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan

proses dan aktivitas coping pada subjek yang secara khusus mengalami derajat stress tinggi dalam masalah penyesuaian diri, sehingga dapat diketahui bagaimana hasil peningkatan jenis-jenis coping resources ini dimanfaatkan mereka, tsehingga dapat diketahui apakah proses belajar yang mereka alami

dalam pelatihan ini bersifat mendalam atau pada permukaan saja.

5.2.2. Saran Guna Laksana

5.2.2.1 Saran kepada Pihak Sekolah

- Pelatihan ini dapat dilakukan pada awal tahun ajaran sekolah, sehingga dapat

berfungsi sebagai tindakan preventif bagi siswa baru yang masuk ke SMA

“X” Bandung.

5.2.2.2 Saran kepada wali kelas

- Menindaklanjuti hasil pelatihan yang dilakukan dengan cara melakukan

(34)

personal, yang tidak terungkap dalam hasil penelitian ini dapat diatasi terlebih

dahulu sebelum mereka mengalami tekanan yang lebih besar.

5.2.2.3 Saran kepada Siswa

- Siswa mampu memanfaatkan pengalaman pembelajaran yang diperoleh

melalui uji coba modul pelatihan Educational Coping Resources ini, terutama berkaitan dengan aktivitas coping yang mereka lakukan dalam rangka mengatasi daily hassle yang ditemuinya.

- Siswa yang mengalami penurunan derajat Coping Resources, sebaiknya melakukan konsultasi lanjutan dengan memanfaatkan keberadaan wali kelas

maupun guru Bimbingan dan Konseling, Hal ini berkaitan dengan sifat

pendekatan yang lebih personal pada kegiatan konseling dibandingkan

(35)

152

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Graziano, A.M & M.L Raulin. Research Methods, A Process of Inquiry, 4th ed. Boston: Allyn & Bacin, 2000

Heiman, Tali. & Kariv, Dafna. 2005. Task-Oriented versus Emotion-Oriented Coping Strategies: The Case of College Students. College Student Journal. Volume: 39. Issue: 1.72+

Lazarus, R. and Folkman, S. (1984). Stress, Appraisal and Coping. New York: Springer Publishing.

Needlman, R. (2004). Adolescent Stress.

Papalia, Diane E.& Olds, Sally Wendkos. (1998). Human Development (7th edition) USA : Mc-Graw Hill.

Partosuwido, Sri. R (1993). Penyesuaian diri Mahasiswa dalam Kaitannya dengan Konsep Diri, Pusat Kendali dan Status Perguruan Tinggi. Jurnal Psikologi Sosial 1, 32-47

Rice, Philip L. (1992). Stress & Health (2nd ed.). California: Brooks/Cole Publishing Company

Skinner, E., & Zimmer-Gembeck, M. 1998. Stress, Coping and Relationships In Adolescence. Merrill-Palmer Quarterly. Vol44,1,120.

Sudjana, Metoda Statistik, edisi Keempat. Bandung: Tarsito, 1988

Spangeberg, J.J., & Theron, J.C. 1998. Stress and Coping Strategies in Spouse of Depressed patients. www.Questia.com.

Siegel, S. Statistik Non Parametrik untuk ilmu-ilmu Sosial. Jakarta : PT. Gramedia, 1994

(36)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha Weiten, M. E. P. (2003). Psychology applied to modern life: Adjustment in the 21st

century. (7th. Ed.). Belmont: CA. Thomson & Wadsworth.

(37)

154

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Erwin Garibaldi. Peran Reaapraisal Catatan Harian Stress Terhadap Penurunan Kemunculan Simptom Stress Para Penderita Lupus. Thesis. Bandung. Program Sarjana Magister Psikologi Universitas Padjajaran, 2008

http://www.drspock.com/articles/0,1510,7961,00.htmk [on-line].Remaja dan

Permasalahannya, 2004

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum membuka bisnis ini, kami sudah merencanakan rencana tata letak dimana kami memilih daerah bandung timur sebagai pusat bisnis agenda furniture yang bekanngan ini

Hasil yang diharapkan pada penelitian ini selaras dengan tujuan penelitian yang dapat mengetahui dan berhasil mengukur tingkat kesiapan proses pembelajaran SMK

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan evaluasi terhadap kondisi fisik jaringan irigasi di daerah irigasi Limau Manis, sehingga akan

Internalisasi nilai karakter dalam diri siswa yaitu disiplin interprestasi 49,4 % kategori cukup, kerja keras 38,6 % kategori kurang, kreatif 46,6 % kategori cukup, mandiri 48

On the other hand, written corrective feedback get the excess of improving stude nts’ accuracy.. and providing a guideline with sufficient information for writing

ANALISIS KINERJA TEKNOLOGI INFORMASI PADA LEMBAGA PERGURUAN TINGGI UNTUK MEMASTIKAN PELAYANAN BERKELANJUTAN (DS4) MENGGUNAKAN FRAMEWOK COBIT 4.1.. (STUDI KASUS:

Suatu perusahaan atau perbankkan yang sedang berkembang menjadi perusahaan yang besar, dituntut memiliki suatu jaringan koneksi yang saling terhubung untuk

Berdasarkan relasi tabel pada LAROIBA Seluler, dalam penelitian dengan menggunakan model RFM akan digunakan data-data transaksi yang tersimpan dalam