VARIASI PANJANG KAKI (Humerus - Metacarpal dan Femur – Metatarsal) KERBAU LUMPUR (Bubalus bubalis) DI KABUPATEN JEMBRANA BALI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas – Tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan
Oleh
Gde Angga Caka Primanditha NIM. 1009005056
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA
VARIASI PANJANG KAKI ( Humerus - Metacarpal dan Femur – Metatarsal ) KERBAU LUMPUR (Bubalus bubalis) DI KABUPATEN JEMBRANA BALI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas – Tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan
Oleh
Gde Angga Caka Primanditha NIM. 1009005056
Menyetujui / Mengesahkan :
Pembimbing I Pembimbing II,
Dr. drh. I Nengah Wandia, M.Si Dr. drh. I Ketut Suatha, M.Si
NIP.19661001 199403 1 001 NIP. 19590713 198702 1 001
DEKAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
Dr. drh. Nyoman Adi Suratma, MP
NIP. 19600305 198403 1 001
Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh-sungguh kami berpendapat bahwa
tulisan ini baik ruang lingkup maupun kualitasnya dapat diajukan sebagai skripsi untuk
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan.
Ditetapkan di Denpasar, tanggal ……….
Panitia Penguji
Dr. drh. I Nengah Wandia, M.Si
Ketua
Dr. drh. I Ketut Suatha, M.Si
Sekretaris
Dr. drh. Ni Nyoman Werdi Susari, M.Si
Anggota
drh. I Gede Soma, M.Kes
Anggota
drh. Sri Kayati Widyastuti, M.Si
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Gde Angga Caka Primanditha lahir di Palasari pada tanggal 17 Maret
1992. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan I Wayan Sudiartawan
dan Ni Nengah Wiryantini.
Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-Kanak pada tahun 1997 s/d 1998 di TK
Melati Melaya Jembrana, dilanjutkan memasuki jenjang pendidikan di Sekolah Dasar pada tahun
1998 s/d 2004 di SD Negeri 2 Nusasari Melaya Jembrana, kemudian memasuki Sekolah
Menengah Pertama pada tahun 2004 s/d 2007 di SMP Negeri 1 Melaya, selanjutnya memasuki
Sekolah Menegah Atas pada tahun 2007 s/d 2010 di SMA Negeri 1 Melaya, dan memasuki
perkuliahan pada tahun 2010 s/d 2015 di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana
melalui jalur PMDK.
Untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Kedokteran Hewan penulis
ABSTRAK
Kerbau rawa atau kerbau lumpur (Bubalus bubalis) merupakan hewan ternak yang cukup potensial dikembangkan di daerah pertanian. Suatu keunikan terdapat di Kabupaten Jembrana adalah kerbau secara berpasangan menarik cikar kemudian di adu lari cepat dengan pasangan-pasangan kerbau yang lain. Peristiwa adu lari cepat pasangan-pasangan kerbau jantan tersebut dinamakan makepung. Penelitian dilakukan di Kabupaten Jembrana Bali pada bulan januari 2015 untuk meneliti variasi panjang kaki (humerus-metacarpal dan femur-metatarsal) kerbau lumpur. Penelitian menggunakan kerbau lumpur jantan dewasa yang digunakan dalam kegiatan makepung dengan jumlah 63 ekor. Pada blok barat terdapat 37 ekor dan blok timur 26 ekor. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan Uji-t (P ≥0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada blok barat, panjang kaki depan atas (scapula-humeri sampai carpi-antebracii) merupakan ukuran kaki yang paling seragam dan panjang kaki depan bawah (carpi-antebracii sampai metacarpi-phalangeal) merupakan ukuran kaki yang paling beragam. Pada blok timur menunjukkan bahwa panjang kaki belakang bawah (tarso-tibia sampai metatarsi-phalangeal) merupakan ukuran kaki yang paling seragam dan panjang kaki depan bawah (carpi-antebracii sampai metacarpi-phalangeal) merupakan ukuran kaki yang paling beragam.
ABSTRACT
Swamp buffalo (Bubalus bubalis) is a considerable livestock potential to be developed in the area of agriculture. A uniqueness contained in Jembrana is that the buffalo is also used as an entertainment center that has an attraction for tourists. Buffalo in pairs interesting cikar later in the race quickly with couples buffalo others. Fast run race event buffalo male partner is called makepung. The study was conducted in Jembrana Bali in january 2015 to examine the variation of swamp buffalo leg (humerus-metacarpal dan femur-metatarsal). Research using adult male buffalo mud used makepung the number 63. In the blok barat 37 and blok timur 26. Results were collected analyzed by t-test (P≥0,05). The result showed that the blok barat, the front legs are long over (scapula-humeri until carpi-antebracii) is a measure of distance the most uniform and the lenght of the front foot down (carpi-antebracii until metacarpal-phalangeal) the size of leg the most diverse. In the blok timur show that long walk back down (tarso-tibia until metatarsal-phalangeal) the size of leg of the most uniform and the lenght of the front foot down (carpi-antebracii until metacarpal phalangeal) is the size of the feet of the most diverse.
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas berkat
dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Variasi Panjang Kaki (Humerus – Metacarpal dan Femur – Metatarsal) Kerbau Lumpur (Bubalus bubalis) Di Kabupaten Jembrana Bali”. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
Pada kesempatan ini penulis menyampaiakn ucapan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. drh. Nyoman Adi Suratma, M.P selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana.
2. Bapak Dr.drh. I Nengah Wandia, M.Si dan Bapak Dr.drh. I Ketut Suatha, M.Si sebagai
pembimbing I dan pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga
untuk membimbing, memberi motivasi dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian
penulisan skripsi ini.
3. Ibu Dr.drh. Ni Nyoman Werdi Susari, M.Si, Bapak Drh. I Gede Soma, M.Kes dan Drh.
Sri Kayati Widyastuti, M.Si sebagai penguji I, penguji II, dan penguji III yang sudah
bersedia meluangkan waktu, memberikan kritik dan saran yang membangun untuk
penyelesaian penulisan skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. drh. Ida Bagus Komang Ardana, M.Kes sebagai pembimbng akademik
yang telah membimbing dan memotivasi penulis selama perkuliahan.
5. Bapak dan Ibu dosen yang sudah mendidik penulis selama belajar menjadi mahasiswa
dan seluruh jajaran staf Tata Usaha dan Perpustakaan di Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana.
6. Kedua orang tua penulis, bapak I Wayan Sudiartawan dan ibu Ni Nengah Wiryantini
tercinta, atas semangat, doa, kasih sayang, ketulusan, dan segala pengorbanannya dalam
7. Rekan penelitian Ary Mas Wiryatama, Nur Faidah Hasnur, Syifaurahmah Yulianty dan
Debora Selfia Manurung yang selalu semangat dalam penelitian dan penulisan skripsi.
8. Leonitha, Maliga, Ramanuja, Bayu, Andriana, Fandy, Arya, Tri Cahyadi, Sumardika,
Alik, Hariyoga serta angkatan 2010 yang telah memberikan motivasi dan semangat
kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari
itu adanya kritik dan saran sangat membantu dari semua pihak. Penulis berharap kiranya skripsi
ini dapat bermanfaat bagi banyak orang dan menambah pengetahuan.
Denpasar, Februari 2015
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iii
RIWAYAT HIDUP ... iv
ABSTRAK... v
ABSTRACT ... vi
UCAPAN TERIMAKASIH ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2 Rumusan Masalah... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
1.5 Kerangka Konsep ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Klasifikasi Kerbau Lumpur ... 7
2.2 Morfologi Kerbau Lumpur ... 8
2.3 Penyebaran dan Habitat Kerbau Lumpur ... 10
2.4 Kabupaten Jembrana ... 11
2.5 Karakteristik Kerbau Lumpur ... 12
BAB III MATERI DAN METODE ... 14
3.1 Materi Penelitian ... 14
3.1.1 Objek Penelitian.. ... 14
3.1.2 Alat Penelitian ... 14
3.2 Metode Penelitian ... 14
3.2.1 Rancangan Penelitian... 14
3.2.1.1 Jenis Penelitian ... 14
3.2.1.2 Kerangka Kerja Penelitian ... 15
3.2.2 Variabel Penelitian ... 16
3.2.3 Cara Pengumpulan Data ... 16
3.2.4 Prosedur Penelitian ... 17
3.2.5 Analisis Data ... 19
3.2.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 21
4.1 Hasil ... 21
4.1.2. Uji –t terhadap Panjang Kaki Kerbau Lumpur pada Blok Barat dan Blok Timur di Kabupaten
Jembrana Bali………...23
4.2 Pembahasan……….……..23
BAB V SIMPULAN DAN SARAN………..27
5.1 Simpulan………...27
5.2 Saran……….27
DAFTAR PUSTAKA……… 28
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerbau Lumpur (Bubalus bubalis)………7
Gambar 2. Kerbau Sungai (River buffalo)...7
Gambar 3. Peta Kabupaten Jembrana, Bali...11
Gambar 4. Pengukuran Panjang Kaki Kerbau...18
Gambar 5. Peralatan yang digunakan dalam penelitian………33
Gambar 6. Proses Pengukuran kerbau lumpur………..35
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Variasi Panjang Kaki Kerbau Lumpur pada Blok Barat
di Kabupaten Jembrana Bali………..…………21 Tabel 2. Variasi panjang Kaki Kerbau Lumpur pada Blok Timur
di Kabupaten Jembrana Bali………….………..………22 Tabel 3. Panjang Kaki kerbau Lumpur pada Blok Barat dan Blok Timur
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Hasil Analisis Uji-t Statistik Variasi Panjang Kaki Kerbau
Lumpur pada Blok Barat dan Blok Timur di Kabupaten
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Penelitian.
Kerbau adalah binatang memamah biak yang menjadi ternak bagi banyak
bangsa di dunia, terutama Asia. Hewan ini adalah domestikasi dari kerbau liar (orang
India menyebutnya arni) yang masih dapat ditemukan di daerah-daerah
Pakistan, India, Bangladesh, Nepal, Bhutan, Vietnam, Cina, Filipina, Taiwan,Indones
ia dan Thailand. Kerbau di dunia populasinya sekitar 158 juta ekor dan Asia adalah
tempat asal kerbau, 97% dari populasi kerbau di dunia terdapat di Asia, sehingga
dapat dikatakan bahwa kerbau adalah ternak Asia (FAO, 2000).
Di Indonesia, populasi kerbau tahun 2008 berjumlah 2,2 juta ekor, dimana lebih
dari setengahnya (51%) berada di Pulau Sumatera. Tiga propinsi dengan jumlah
populasi kerbau terbanyak adalah Nanggroe Aceh Darussalam (410,5 ribu ekor),
Sumatera Barat (197,3 ribu ekor) dan Sumatera Utara (189,2 ribu ekor). Selama lima
tahun terakhir (2004-2008) populasi kerbau naik turun dan cenderung mengalami
penurunan sekitar 8,8% (Direktorat Jenderal Peternakan, 2008).
Populasi kerbau di Kabupaten Jembrana tercatat pada tahun 2012 berjumlah
456 ekor kerbau jantan yang terdiri atas 184 ekor di Kecamatan Melaya, 123 ekor di
Kecamatan Negara, 68 ekor di Kecamatan Jembrana, 74 ekor di Kecamatan
Mendoyo, dan 7 ekor di Kecamatan Pekutatan (Dinas Peternakan Kabupaten
2
Kerbau rawa atau kerbau lumpur (Bubalus bubalis) merupakan hewan ternak
yang cukup potensial dikembangkan di daerah pertanian. Tujuan utama pemeliharaan
kerbau sebagai hewan ternak adalah sebagai hewan kerja di samping sebagai
penghasil daging. Pemakaian kerbau sebagai hewan kerja dalam pengolahan lahan
pertanian perannya cukup besar bagi usaha pertanian yang diusahakan. Pemanfaatan
jasa hewan ternak kerbau sebagai sumber tenaga kerja tidak hanya terbatas untuk
pengolahan lahan pertanian, tetapi mempunyai peluang untuk dimanfaatkan sebagai
sarana rekreasi (Sumadi et al., 1992).
Suatu keunikan terdapat di Kabupaten Jembrana adalah bahwa kerbau juga
dimanfaatkan sebagai sarana hiburan yang mempunyai daya tarik bagi wisatawan.
Kerbau secara berpasangan menarik cikar kemudian di adu lari cepat dengan
pasangan-pasangan kerbau yang lain. Peristiwa adu lari cepat pasangan kerbau jantan
tersebut dinamakan makepung. Pelaksanaan adu makepung biasanya dilakukan pada
musim kemarau atau setelah panen padi di sawah, dengan dibentuk organisasi
makepung yang terdiri dari dua kelompok yang diberi nama “Blok Barat” dari Kecamatan Melaya sampai Kecamatan Negara dengan lambang bendera warna hijau
dan “Blok Timur” dari Kecamatan Jembrana sampai Kecamatan Pekutatan dengan
lambang bendera warna merah dengan batasan wilayah pada “Tukad Ijo gading”.
Pelaksanaan makepung ini dimulai kisaran bulan Juli sampai Oktober, baik itu berupa latihan, pertandingan persahabatan, perebutan piala Bupati (Bupati cup), maupun
3
dominan memiliki kerbau jantan daripada kerbau betina, itu menunjukkan bahwa
masyarakat di kabupaten Jembrana menggunakan kerbau makepung yang di dapat bukan dari indukan sendiri, kerbau yang digunakan merupakan kerbau yang
didatangkan dari luar Bali untuk dilatih dan dipersiapkan sebagai kerbau acuan atau
kerbau makepung (IGNB Rai Mulyawan, Wawancara Pribadi, 2014).
Menurut IGNB Rai Mulyawan (Wawancara Pribadi, 2014) panjang kaki
kerbau lumpur pada populasi kerbau makepung di Kabupaten Jembrana sangat mempengaruhi kerbau untuk memiliki kemampuan berlari yang sangat cepat. Dengan
memiliki kaki depan dan kaki belakang yang panjang dan juga panjang kaki sesuai
dengan besar tubuh kerbau, maka kerbau tersebut memiliki langkah kaki yang lebih
jauh dibanding kerbau lain, dengan begitu kerbau tersebut akan memiliki kemampuan
berlari sangat cepat. Pemilihan berdasarkan hal tersebut diyakini akan mempengaruhi
performa kerbau lumpur saat makepung. Sehingga sangat besar peluang panjang kaki
tehadap pemilihan kerbau lumpur yang dibeli kemudian dipelihara di Kabupaten
Jembrana Bali.
Berdasarkan hal tersebut diatas, peneliti sangat tertarik untuk meneliti variasi
panjang kaki kerbau lumpur yang digunakan makepung di Kabupaten Jembrana di wilayah Blok Barat dan Blok Timur. Saat ini belum tersedianya kajian tentang variasi
morfometri panjang kaki kerbau yang digunakan makepung di Kabupaten Jembrana. Berdasarkan informasi tersebut, maka dilakukan penelitian variasi panjang kaki
4
Penelitian yang dilakukan adalah panjang kaki depan mulai dari Os. Humerus sampai
Os. Metacarpal dan panjang kaki belakang mulai dari Os. Tibia sampai Os. Metatarsal. Menurut I Komang Suardita (Wawancara pribadi, 2014) kesan panjang
kaki ditampakkan dari tinggi badan mulai dari permukaan tanah sampai permukaan
batas badan kerbau, karena bagian kaki yang lain melekat dibadan kerbau. Maka
dilakukan penelitian kaki depan dimulai dari panjang kaki depan atas (
scapula-humeri sampai carpi-antebracii), kaki depan bawah (carpi-antebracii sampai metacarpi-phalangeal), dan panjang kaki belakang atas (femur-tibia sampai
tarso-tibia), kaki belakang bawah (tarso-tibia sampai metatarsi-phalangeal). 1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan sebuah
permasalahan, yaitu : Apakah ada variasi panjang kaki kerbau lumpur yang
digunakan makepung (Blok Barat dan Blok Timur) di Kabupaten Jembrana Bali ?
1.3Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi panjang kaki kerbau lumpur
yang digunakan makepung (Blok Barat dan Blok Timur) di Kabupaten Jembrana Bali.
1.4 Manfaat Penelitian
Tersedianya data mengenai variasi panjang kaki kerbau lumpur yang digunakan
5
1.5Kerangka Konsep
Fenotipe adalah performans atau penampilan individu yang ditentukan oleh dua
faktor yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik ditentukan oleh
susunan gen dan kromosom yang dimiliki oleh ternak. Pengaruh faktor genetik
bersifat baka (tidak akan berubah selama hidupnya, selama tidak terjadi mutasi dari
gen yang menyusunnya). Sedangkan pengaruh lingkungan bersifat tidak baka (tidak
tetap) dan tidak dapat diwariskan kepada keturunannya dan tergantung pada kapan
dan dimana individu tersebut berada (Lidia, 2009).
Genotipe akan tetap konstan sepanjang hayat individu tersebut, sedangkan
fenotipe berubah setiap saat. Dua individu dengan genotipe yang sama akan jadi
berbeda dalam fenotipenya, jika masing-masing berada dalam daerah yang kondisi
makanan, suhu udara yang mempunyai sifat turunan yang sama, dinyatakan sebagai
variasi lingkungan atau modifikasi lingkungan (Pane, 1993).
Variasi panjang kaki kerbau lumpur dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor
eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal dipengaruhi dari lingkungan, pakan,
6
Kerangka konsep yang digunakan sebagai berikut :
Variasi Morfometri
Keterangan :
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
Gambar 1.1 Kerangka Konsep Faktor Internal :
Genetik
Variasi Panjang Kaki
Panjang kaki depan atas
(scapula-humeri sampai
carpi-antebracii)
Panjang kaki depan bawah
(carpi-antebracii sampai metacarpi-phalangeal)
Panjang kaki belakang atas (femur-tibia sampai tarso-tibia) Panjang kaki belakang bawah
(tarso-tibia sampai
metatarsi-phalangeal) Kerbau Lumpur Faktor Eksternal Lingkungan Pakan
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Klasifikasi Kerbau Lumpur
Gambar 1. Kerbau Lumpur (swamp buffalo) Gambar 2. Kerbau Sungai (river buffalo) (Wikipedia, 2014)
Beberapa tipe kerbau liar masih dapat ditemukan, antara lain Anoa (Bubalus depressicornis) terdapat di daerah Sulawesi, kerbau Mindoro (Bubalus
mindoronensis) terdapat di Filiphina, Bubalus caffer yang terdapat di Afrika Timur dan Barat Daya dan kerbau merah terdapat di daerah Tsad, Niger, Kongo dan Maroko
Selatan. Kerbau yang didomestikasi sekarang secara umum dibagi menjadi dua yaitu
kerbau rawa atau Swamp buffalo (Gambar 1) yang berkembang di Asia Tenggara:
Vietnam, Laos, Kamboja, Thailand, Philipina, Malaysia, dan Indonesia; dan kerbau
8
Terdapat dua bangsa kerbau lokal yang ada di Indonesia, yaitu kerbau rawa atau
kerbau lumpur (Swamp buffalo) (Gambar 1) dan kerbau sungai (Riverine buffalo) (Gambar 2). Kerbau lumpur mendominasi jenis kerbau yang ada di Indonesia dengan
jumlah sekitar 95%. Secara umum kerbau rawa atau kerbau lumpur memiliki
konformasi tubuh pendek dan gemuk dengan tanduk panjang. Muka mempunyai dahi
yang datar dan pendek dengan moncong luas. Bentuk tanduk biasanya melengkung
ke belakang, dengan bobot dewasa pada jantan sekitar 700 kg dan betina sekitar 500
kg. Kapasitas produksi susunya rendah berkisar antara 430-620 kg per laktasi
(WebsterdanWilson, 1980).
Taksonomi dari kerbau lumpur atau Bubalus bubalis carabanesis adalah kingdom Animalia; subkingdom Bilateria; infrakingdom Deuterostomia; phylum Chordata;
subphylum Vertebrae; infraphylum Gnathostomata; superclass Tetrapoda; class
Mammalia; subclass Theria; Infraclass Eutheria; Order Artiodactyla; Family
Bovidae; Subfamily Bovinae; Genus Bubalus; Spesies Bubalus bubalis (Sitorus dan Anggraeni, 2008).
2.2Morfologi kerbau lumpur
Kerbau rawa atau kerbau lumpur umumnya memiliki ciri warna kulit coklat
kehitaman, konformasi tubuhnya padat, ukuran tubuh dan kaki relatif pendek, perut
luas dengan leher panjang. Muka mempunyai dahi yang datar dan pendek dengan
moncong luas. Bentuk tanduk biasanya melengkung ke belakang. Bobot badan lebih
9
Kerbau rawa atau kerbau lumpur ini merupakan tipe kerbau yang sangat kuat
sehingga mampu menarik beban seberat 1-1,5 ton dengan kecepatan 3 km/jam dan
juga tahan bekerja terus menerus selama 4 jam. Kerbau rawa yang besar berasal dari
Thailand mempunyai berat lebih dari 900 kg, sedangkan (Philipine carabao) dari Filipina atau kerbau sungai yang kecil berasal dari Kalimantan bisa mempunyai berat
hanya 370 kg atau bahkan lebih kecil (Cockrill, 1974).
Ukuran tubuh kerbau sangat beragam sekitar 2.4 hingga 2.7 meter memanjang
dari kepala hingga bagian tubuh, ditambah dengan panjang ekor yang mencapai 60
hingga 100 cm. Kerbau rawa memiliki konformasi tubuh berat dan padat, kaki
pendek dan perut luas, leher panjang dahi datar, muka pendek dan moncong luas,
tinggi gumba kerbau rawa betina 120-127 cm dan jantan berkisar 129-133 cm
(Cockrill, 1974). Selain itu menurut Erdiansyah et al., (2008) kerbau rawa jantan memiliki lingkar dada 161 cm, panjang badan 119 cm dan pada kerbau rawa betina
lingkar dada 176 cm, panjang badan 119 cm.
Kerbau rawa atau kerbau lumpur atau Asian buffalo merupakan anggota terbesar dari kelompok Bovini yang termasuk didalamnya yak, bison, African buffalo,
beberapa spesies sapi liar serta jenis Bovini lainnya. Ketika berdiri, kerbau ini dapat
mencapai 1,5 hingga 1,9 meter pada bagian gumba. Kerbau sungai liar memiliki ciri
kulit hitam pekat. Kerbau jantan dan betina memiliki tanduk berbentuk bulan sabit
yang melengkung kebelakang. Kerbau betina berukuran lebih kecil dibandingan
10
2.3 Penyebaran dan habitat kerbau lumpur
Populasi kerbau yang ada di seluruh dunia saat ini berasal dari India yang
merupakan hasil dari proses domestikasi kerbau liar (Bubalus arnee) (Siregar et al.,
1996). Selain itu menurut Mason (1974) Kerbau lumpur ditemukan di Malaysia,
Filipina, Indonesia dan beberapa wilayah di Asia bagian selatan dan sering
dimanfaatkan oleh petani karena kemampuannya untuk menarik bajak atau kereta
sehingga memudahkan pekerjaan pertanian. Pada beberapa wilayah, kerbau dijadikan
sumber daging atau sebagai penghasil susu.
Kerbau lumpur akan dapat ditemukan di hutan tropis dan subtropis serta pada
padang rumput yang basah. Mereka dapat diklasifikasikan sebagai hewan hewan
yang sangat bergantung pada keberadaan air karena kebiasaannya untuk berkubang
dalam sungai atau lumpur. Karena perilaku inilah kerbau lumpur dapat ditemukan di
habitat basah seperti hutan, sungai, padang rumput, atau di daerah rawa. Habitat yang
cocok dengan hewan ini adalah campuran dari rerumputan tinggi dan sungai, karena
kawasan seperti ini akan mendukungnya untuk makan, minum ataupun kebutuhannya
untuk berkubang. Kerbau lumpur sangat menyukai air dan berpotensi untuk
dikembangkan di pedesaan. Karena perilaku inilah kerbau lumpur dapat ditemukan di
habitat basah seperti hutan, sungai, padang rumput, atau di daerah rawa (Baruselli et
11
2.4. Kabupaten Jembrana
Populasi kerbau di Kabupaten Jembrana tercatat pada tahun 2012 berjumlah
456 ekor kerbau jantan, 184 di Kecamatan Melaya, 123 ekor di Kecamatan Negara,
68 ekor di Kecamatan Jembrana, 74 ekor di Kecamatan Mendoyo, dan 7 ekor di
Kecamatan Pekutatan (Dinas Peternakan Kabupaten Jembrana, 2012).
Kabupaten Jembrana adalah satu dari sembilan Kabupaten dan Kota yang ada
di Propinsi Bali, terletak di belahan barat pulau Bali, membentang dari arah barat ke
timur pada 8°09'30" - 8°28'02" LS dan 114°25'53" - 114°56'38" BT. Luas wilayah
Jembrana 841.800 Km² atau 14,96% dari luas wilayah pulau Bali. Jembrana
mempunyai 5 kecamatan dan 51 desa/kelurahan. Kecamatan-kecamatan tersebut
adalah Jembrana, Melaya, Mendoyo, Negara, Pekutatan (Wikipedia, 2014).
12
2.5. Karakteristik Kerbau Lumpur
Kerbau lumpur merupakan ternak lokal yang hidup pada daerah lembab,
khususnya di daerah yang beriklim tropis. Kerbau lumpur sangat menyukai air dan
berpotensi untuk dikembangkan di pedesaan. Kerbau lumpur hidup di daerah tanah
berlumpur atau berawa-rawa, kesukaan kerbau rawa adalah berkubang, dan bobot
badannya yang relatif besar sehingga memungkinkan untuk dikembangkan sebagai
ternak penghasil daging yang baik (Lita, 2009).
Pada kerbau rawa atau kerbau lumpur, bagian tubuh berbentuk persegi panjang
(agak persegi) dengan rambut coat (berwarna krem atau coklat muda) pada kerbau yang berumur di bawah 2,5 tahun, sementara pada kerbau yang berumur di atas 2,5
tahun warna rambutnya akan lebih coklat kelabu kehitaman, semakin tua umur
kerbau maka warna rambut akan semakin kelam. Panjang rambut pada kerbau yang
masih muda lebih panjang daripada yang tua (4-5 cm). Kerbau lumpur berbadan
pendek, besar, bertanduk panjang, memiliki konformasi tubuh yang berat dan padat
dan biasanya berwarna abu-abu dengan warna yang lebih cerah pada bagain kaki.
Warna yang lebih terang dan menyerupai garis kalung juga terdapat dibawah dagu
dan leher. Kerbau lumpur tidak pernah berwarna coklat atau abu-abu coklat
sebagaimana kerbau sungai (Mason, 1974). Ciri-ciri bagian muka adalah dahi datar,
muka pendek dan moncong luas. Kerbau rawa atau kerbau lumpur memiliki tanduk
13
Pada pangkal tanduk berbentuk agak pipih serta bulat dan runcing pada ujung
dan tumbuh mengarah kesamping kemudian lurus kebelakang. Panjang tanduk
tergantung pada umur, semakin tua umur kerbau maka tanduknya akan semakin
panjang. Tanduk juga memiliki berbagai kegunaan pada hewan yaitu
mempertahankan diri dari predator dan mempertahankan wilayah sendiri (Adryani et al., 2012).
Kaki depan menopang berat tubuh saat kerbau beristirahat dan menjadi
peredam getaran saat kerbau berlari cepat. Kaki belakang berfungsi
sebagai pendorong saat kerbau berjalan dan berlari. Fungsi dasar keempat kaki
adalah penahan tubuh dan menjaga keseimbangan gravitasi dalam berbagai variasi
gerakan. Kaki kerbau memiliki struktur yang kompleks dan terdiri dari tulang,
persendian, ligamenta, otot, dan tendo. Semua komponen tersebut bekerja dalam satu
sistem sehingga kuda dapat melakukan aktifitas gerakannya. Kaki depan lurus sampai
lutut sedangkan kaki belakang agak miring kebelakang dengan warna putih dari lutut
sampai teracak. Pada teracak melebar keluar dan bagian depan lebih panjang dan