• Tidak ada hasil yang ditemukan

PARTISIPASI DUNIA USAHA DALAM PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DASAR : Studi Deskriptif Analitik pada PT. Arun NGL Co. dan PT. ExxonMobil Oil Indonesia Inc. di Kab. Aceh Utara Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PARTISIPASI DUNIA USAHA DALAM PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DASAR : Studi Deskriptif Analitik pada PT. Arun NGL Co. dan PT. ExxonMobil Oil Indonesia Inc. di Kab. Aceh Utara Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam."

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

PARTISIPASI DUNIA USAHA DALAM PEMBIAYAAN

PENDIDIKAN DASAR

(Studi Deskriptif Analitik pada PT. Arun NGL Co. dan PT. ExxonMobil Oil

Indonesia Inc. di Kab. Aceh Utara Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Memperoleh

Gelar Magister Pendidikan Program Studi Administrasi Pendidikan

4>

Oleh

M UNZIR 009712

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG
(2)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING UNTUK MENGIKUTI UJIAN TAHAP II

PEMBIMBING|

PROF. DR. H. MOCHrtDOCHI ANWAR. M.Pd.

NIP.130256639

PEMBIMBING II

(3)

MENGETAHUI,

KETUA PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN

PROGRAM PA$CASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUI

(4)

ABSTRAK

Judul: Partisipasi Dunia Usaha Dalam Pembiayaan Pendidikan Dasar (Studi Deskriptif

Analitik Pada PT. Arun NGL Co. dan PT. ExxonMobil Oil Indonesia Inc. di

Kabupaten Aceh Utara Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam).

"Pengadaan dan pendayagunaan sumber daya pendidikan dilakukan oleh Pemerintah, masyarakat, dan/atau keluarga peserta didik" (Bab VIII pasal 33 UUSPN). Sumber daya yang dimaksudkan disini adalah "pendukung dan penunjang pelaksanaan

pendidikan yang terwujud sebagai tenaga, dana, sarana dan prasarana yang tersedia

atau diadakan dan didayagunakan oleh keluarga, masyarakat, peserta didik, dan

Pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama" (UUSPN Bab I pasal 1 ayat (10).

Meskipun pemerintah merupakan pihak yang paling berkewajiban, akan tetapi pada intinya ketiga komponen ini memiliki kewajiban dan hak yang sama. Lagipula, "hubungan

pemerintah, masyarakat, dan swasta merupakan hubungan yang tidak terpisahkan dalam peranannya dalam meningkatkan pemerataan dan mutu pendidikan" (Fattah,2000:77).

Keterbatasan biaya dari pemerintah menuntut adanya partisipasi pihak masyarakat dengan segala unsurnya. Salah satu unsur potensial adalah pihak dunia

usaha (DU). Hal mana telah dibuktikan oleh PT. Arun NGL Co. dan PT. ExxonMobil Oil

Indonesia Inc. di Kab. Aceh Utara provinsi NAD. Keikutsertaannya selama ini terhadap dunia pendidikan dengan membantu pembangunan UGB, barang, renovasi gedung, sarana dan prasarana, bantuan buku, ATK, pakaian, beasiswa, dan lainnya.

Ada beberapa hal diketemukan berkaitan dengan manajemen partisipasinya dalam pembiayaan pendidikan: (1) tahap perencanaan; pihak DU tidak pernah melibatkan pihak sekolah sehingga informasi terhadap apa yang menjadi kebutuhan sekolah tidak diketahui secara pasti. Hal ini berujung pada tidak efektifnya bantuan yang mereka berikan bahkan terkesan sia-sia, (2) tahap pelaksanaan/pengucuran bantuan ke lapangan; pihak EMOI menggunakan jasa rekanan yang tanpa pengawasan sehingga banyak bantuan yang disampaikan tidak memenuhi standar mutu.

Sudah baik apa yang ditempuh pihak PT. Arun NGL Co.; (1) tahap peren-canaan, pihak perusahaan berpedoman pada surat permohonan yang diajukan sekolah meskipun tidak melibatkan secara langsung pihak sekolah dan ditambah dengan survey ke lapangan, (2) dalam penyaluran bantuan, PTA tidak menggunakan jasa rekanan tapi langsung memesan kepada penyedia barang yang kemudian diantar ke sekolah.

Disamping itu, pihak PTA juga membentuk tim verifikasi untuk memastikan bantuan sampai di tujuan.

Dalam hal pengelolaan, tidak banyak yang dilakukan sekolah, selain meman-faatkan sesuai dengan fungsinya kalau memang bantuan itu sesuai dengan yang mereka

butuhkan. Bila memang sebaliknya tidak jarang dibiarkan begitu saja dan malah tidak

dipakai sama sekali. Dalam pada itu, ada juga sekolah-sekolah yang mencoba menggunakannya seoptimal mungkin. Terhadap pertanggungjawaban, karena pihak DU tidak mensyaratkannya sehingga pihak sekolah pun tidak melakukan apa-apa dalam hal

ini selain memasukkannya dalam laporan bulanan yang dikirim ke Dinas Pendidikan

Kecamatan/Kabupaten. Karena tidak matangnya perencanaan otomatis dalam

pelaksanaan pun tidak banyak berdampak terhadap peningkatan mutu pendidikan. meski

tidak sepenuhnya sebagai penyebab, karena tidak adanya proaktif pemerintah daerah

dan kondisi daerah yang belum normal juga turut mewarnai mutu pendidikan itu sendiri.

(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK i

ABSTRACT jj

KATA PENGANTAR jjj

UCAPAN TERIMA KASIH vii

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR BAGAN xvi

DAFTAR GAMBAR xvii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Fokus Masalah 21

C. Pertanyaan Penelitian 21

D. Tujuan Penelitian 22

E. Premis Penelitian 22

F. Paradigma Penelitian 24

G. Metode Penelitian 29

H. Lokasi dan Sampel Penelitian 29

BAB II PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DALAM KAITANNYA

DENGAN HUBUNGAN SEKOLAH-MASYARAKAT 31

A. Konsep Dasar Administrasi Pendidikan 31

B. Pembiayaan dan Sistem Alokasi Anggaran Pendidikan 34

1. Jenis-Jenis Biaya Pendidikan 34

2. Sumber-Sumber Pembiayaan Pendidikan 35

3. Jenis-jenis Anggaran 37

4. Pengeluaran dan Pembelanjaan 40

5. Sistem Pengelolaan Pembiayaan Pendidikan 44

C. Hubungan Sekolah - Masyarakat 62

1. Konsep Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat (Umum) 62

2.

Hubungan Sekolah Dengan (Masyarakat) Dunia Usaha

64

3. Pendidikan dan Pengembangan Masyarakat 72

D. Studi-studi Terdahulu 75

BAB III METODE PENELITIAN 81

A. Prosedur Penelitian 81

B. Lokasi Dan Sampel Penelitian 82

(6)

C. Teknik Pengumpulan Data 84

D. Teknik Analisis Data 84

E. Tahap-Tahap Penelitian 86

F. Validasi Data Dan Reliabilitas 87

G. Pembatasan Istilah 87

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 96

A. Deskripsi Lokasi Penelitian 96

1. Profil Kabupaten Aceh Utara Dalam Provinsi NAD 96

2. Profil Dunia Usaha 100

a. PT. Arun NGL Co. (PTA) 100

b.

PT. ExxonMobil Oil Indonesia Inc. (EMOI)

103

3. Keadaan Umum Pendidikan di Naggroe Aceh Darussalam 105

a. Perkembangan Umum Pendidikan Tahun 1998 - 2001 109

b. Program Pendidikan Pra Sekolah dan Pendidikan Dasar 112

c. Isu-isu Strategis Kebijakan di Bidang Pendidikan 114 d. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Pendidikan 119

4. Profil Mutu Pendidikan di Kabupaten Aceh Utara 121

a. Perkembangan Umum Pendidikan Tahun 1998-2002 121

b. Profil Mutu Pendidikan Tahun 1998 - 2002 123 c. Program Reformasi dan Perbaikan Mutu Pendidikan 131 d. Fokus Perbaikan Kualitas Pendidikan 2003- 2006 137

B. Temuan-temuan Penelitian 139

1.

Manajemen Partisipasi Dunia Usaha Dalam Pembiayaan Pendidikan.. 140

2.

Pengelolaan Yang Dilakukan Sekolah Terhadap Partisipasi

Dunia Usaha Dalam Pembiayaan Pendidikan 148

3. Pertanggungjawaban Sekolah Terhadap Partisipasi Dunia Usaha

Dalam Pembiayaan Pendidikan 149

4. Dampak Dari Partisipasi Dunia Usaha Terhadap Peningkatan Mutu

Proses dan Output Pendidikan 150

C. Pembahasan 151

1. Manajemen Partisipasi Dunia Usaha Dalam Pembiayaan Pendidikan.. 151

2. Pengelolaan Yang Dilakukan Sekolah Terhadap Partisipasi

Dunia Usaha Dalam Pembiayaan Pendidikan 156

3. Pertanggungjawaban Sekolah Terhadap Partisipasi Dunia Usaha

Dalam Pembiayaan Pendidikan 158

4.

Dampak Dari Partisipasi Dunia Usaha Terhadap Peningkatan Mutu

Proses dan Output Pendidikan 159

(7)

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 169

A. Kesimpulan 169

B. Implikasi 171

C. Rekomendasi 171

DAFTAR PUSTAKA 173

LAMPIRAN-LAMPIRAN :

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Alokasi Dana Untuk Pendidikan High Performing Asian

Economies {HPNE) 1985 6

1.2 Produksi Gas Alam EMOI Tahun 1995-1999 17

1.3 Produksi Kilang PTA Menurut Jenisnya Tahun 1995-1999 17

1.4 NEM SD/MI Di Aceh Tahun 1999 19

1.5 Siswa Mengulang, Putus Sekolah, Dan Lulus (1999) 20

1.6 Persentase Ketersediaan Fasilitas Pendukung Belajar (1999) 20

2.1 Distribusi Anggaran Pendidikan Menurut Jenis, Jenjang, Dan

Sumber Dana Tahun 1995-1996 42

4.1 Jumlah Penduduk Dan Luas Wilayah Kabupaten Aceh Utara 99

4.2 Perkiraan Ekspor Migas PTA Tahun 1996 S.D. 2000 (US $) 102

4.3 Perkembangan SD, Murid Dan Guru Tahun 1998-2002 110

4.4 Data Pokok SD dan MI Tahun 2001 110

4.5 Perkembangan Jumlah SLTP (Negeri dan Swasta), Murid dan

Guru Dalam Tahun 1998-2001 I l l

4.6 Data Pokok SLTP dan MTs tahun 2001 112

4.7 Perkembangan SD dan SLTP, Murid Dan Guru Dalam

Tahun 1998-2002 121

4.8 Profil Mutu SD Menurut Indikator Mutu Tahun 1997/1998-2001/2002. 124

4.9 Nilai Ebtanas Murni (NEM) Siswa Lulusan SD

Tahun 1997/1998-2001/2002 125

4.10 Nilai Ebtanas Murni (NEM) Siswa Lulusan SLTP

Tahun 1997/1998-2001/2002 128

4.11 Profil Mutu SLTP Berdasarkan Indikator Mutu

Tahun 1997/1998-2001/2002 129

(9)

4.12 Nilai Ebtanas Murni (NEM) Siswa Lulusan SLTP

Tahun 1997/1998-2001/2002 130

4.13 Daftar Bantuan Humas PTA Kepada Masyarakat Lingkungan Dan

Nanggroe Aceh Darussalam Periode 1995 S.D. 2001

(Kategori Individual) 142

4.14 Daftar Bantuan Humas PTA Kepada Masyarakat Lingkungan Dan

Nanggroe Aceh Darussalam Periode 1995 S.D. 2001

(Kategori Pendidikan Umum) 142

4.15 Perbandingan Perolehan Rata-Rata NEM Tertinggi Dan

Terendah SD Dalam Kabupaten Aceh Utara Dengan

Sekolah-Sekolah Yang Ada Dalam Kecamatan Yang

Lokasinya Paling Dekat Dengan Dunia Usaha 163

4.16 Perbandingan Perolehan Rata-Rata NEM Tertinggi Dan Terendah

SLTP Dalam Kabupaten Aceh Utara Dengan Sekolah-Sekolah

Yang Ada Dalam Kecamatan Yang Lokasinya Paling Dekat Dengan

Dunia Usaha 165

(10)

DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

1.1 Perbandingan Penerimaan Biaya Pendidikan Menurut

Berbagai Sumber Dana 5

Grafik

1.1 Persentase Anggaran Pendidikan Nasional Terhadap APBN (Persen) 6

[image:10.595.158.439.283.556.2]
(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Hubungan Antar Subsistem-subsistem Organisasi Pendidikan 4

1.2 Paradigma Penelitian 24

2.1 Wilayah Kerja Administrasi Pendidikan 32

2.2 Dimensi-dimensi Administrasi Pendidikan

(Tingkat Makro/Meso/Mikro) 33

2.3 Integrasi Internal Dan Ekstemal 54

2.4 Gerak Masyarakat, Lembaga Pendidikan, Dan Perubahan 65

2.5 Partisipasi Sekolah-Masyarakat 71

4.1 Pola Bantuan PTA 144

4.2 Pola Pembangunan Unit Gedung Baru (UGB) Bantuan PTA 145

4.3 Pola Penyaluran Bantuan EMOI 148

4.4 Pembiayaan pada Metode ZBB Beserta Tujuannya 167

[image:11.595.93.499.132.732.2]
(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bila pendidikan diibaratkan bangunan bertingkat, maka Sekolah Dasar

(SD) merupakan fondasi, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) merupakan

lantai dasar, Sekolah Menengah Umum (SMU) merupakan lantai satu dan

seterusnya. Atas dasar itu pula, maka masalah pendidikan selalu dipandang

penting dalam penyelenggaraan pembangunan pada bangsa manapun, termasuk

bangsa

Indonesia

didalamnya (UUSPN,

1989).

Pendidikan bukan

hanya

dipandang penting sebagai sasaran pembangunan (dalam rangka peningkatan

kualitas dan martabat manusia), melainkan juga sekaligus sebagai sarana

pembangunan (dalam rangka penyiapan SDM) nasional.

Pembangunan pendidikan sebagai bagian dari pembangunan bidang

kesejahteraan rakyat ditujukan untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat.

Masyarakat yang cerdas akan memiliki kemampuan dan kesempatan yang

seluas-luasnya untuk berpartisipasi dalam pembangunan, yang pada akhirnya

akan mencapai kehidupan yang sesuai dengan martabat dan nilai-nilai

kemanusiaan yang adil dan beradab. Untuk menuju ke arah ini, pembangunan

pendidikan hams dilaksanakan bersama oleh pemerintah dan masyarakat secara

bertahap dan berkesinambungan.

Pada hakikatnya hak untuk mendapatkan pendidikan merupakan asasi

bagi setiap manusia dan dilindungi oleh semua bentuk hukum, baik hukum

(13)

nasional pembangunan bangsa Indonesia tercantum dalam pembukaan UUD

1945 adalah untuk "...mencerdaskan kehidupan bangsa...". Komitmen ini

dituangkan dalam BAB XIII pasal 31 ayat (1) dan (2) UUD 1945 bahwasanya :

1. Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.

2. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistim pengajaran

nasional yang diatur dengan undang-undang.

Lebih lanjut, dalam pasal 4 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional

(UUSPN) Nomor 2 Tahun 1989 disebutkan bahwa :

Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa

dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang

beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti

luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan

rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab

kemasyara-katan dan kebangsaan.

Titik berat pembangunan pendidikan diletakkan pada peningkatan mutu

setiap jenis dan jenjang pendidikan serta perluasan kesempatan belajar terutama

pada jenjang pendidikan dasar. Hal ini sangatlah beralasan, karena "...orang

yang pendidikan dasarnya tidak bermutu tentu tingkat keterdidikannya juga

terhambat, hal seperti ini akan menyebabkan kendala bagi kemajuan masyarakat

yang pada gilirannya tidak akan pernah mampu menjawab tantangan global"

(Supriyoko, Pikiran Rakyat, 2001). Lagi pula, "keuntungan ekonomi pendidikan

dasar cenderung lebih tinggi dari pada pendidikan menengah dan tinggi"

(Djojonegoro,1995:14). Hal ini terlihat dari tujuan diselenggara-kannya

pendidikan dasar itu sendiri sebagaimana disebutkan dalam Pasal 13 ayat (1)

UUSPN yaitu:

Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan

(14)

diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta

didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah.

Untuk dapat mencapai tujuan pendidikan dasar sebagaimana disebutkan

dalam Pasal 13 ayat (1) UUSPN di atas, diperlukan daya dukung berbagai fasilitas

baik material maupun non material yang akan menentukan terselenggaranya

pendidikan dasar

tersebut.

Pihak

mana yang bertanggungjawab

untuk

mengadakan daya dukung ini, dicantumkan dalam pasal 33 UUSPN bahwa

"Pengadaan dan

pendayagunaan sumber daya pendidikan dilakukan oleh

Pemerintah, masyarakat, dan/atau keluarga peserta didik." Sumber daya yang

dimaksudkan disini, dijelaskan dalam pasal 1 ayat (10) UUSPN yaitu:

...pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang terwujud

sebagai tenaga, dana, sarana dan prasarana yang tersedia atau diadakan dan didayagunakan oleh keluarga, masyarakat, peserta didik, dan

pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.

Beberapa aspek yuridis tersebut di atas jelas diatur kewajiban dan

tanggungjawab masing-masing pihak terhadap kelangsungan penyelenggaraan

pendidikan. Meskipun pemerintah merupakan pihak yang paling berkewajiban

(UUD 1945 dan UUSPN), akan tetapi pada intinya komponen orang tua dan

masyarakat pun memiliki kewajiban dan hak yang sama. Tidak ada komponen

yang satu lebih berkewajiban dibandingkan dengan yang lain sebab ketiga sistem

ini tidak dapat dipisahkan dan tertenun dalam satu supra sistem, bahkan

"hubungan pemerintah, masyarakat, dan swasta merupakan hubungan yang

tidak terpisahkan dalam peranannya dalam meningkatkan pemerataan dan mutu

pendidikan" (Fattah, 2000:77).

Ketersediaan dana yang memadai akan sangat menentukan suksesnya

(15)

kegiatan yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan. Sehingga akan

sangat menentukan suksesnya proses pendidikan yang pada gilirannya akan

berdampak

pada

bermutunya

output

pendidikan.

Hal

ini

digambarkan

Engkoswara (1987:89) pada gambar berikut ini.

Perencanaan Pelaksanaan

Pengawasan

Masukan Proses Keluaran

Gambar 1.1 Hubungan Antar Subsistem-Subsistem Organisasi Sekolah.

Dana dalam suatu kegiatan merupakan salah satu fasilitas yang berfungsi

juga sebagai alat untuk membiayai pengadaan sarana dan prasarana pendukung

kegiatan. Biaya yang dimaksudkan disini adalah "sebagai jumlah uang yang

dihasilkan dan dibelanjakan untuk berbagai keperluan penyelenggaraan

pendidikan" (Fattah, 2000:112). Meskipun dana bukanlah satu-satunya faktor

penentu, namun tanpa hadirnya dana yang cukup tidak akan berarti

fungsi-fungsi administrasi lainnya dalam mencapai tujuan pendidikan. Sebab

unsur-unsur biaya pendidikan yang harus ditangani melalui pembiayaan pendidikan

adalah keseluruhan kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan baik secara

langsung maupun tidak (sarana dan pra sarana pendidikan). Sehingga semakin

besar dana yang tersedia kemungkinan akan semakin maksimal hasil yang akan

dicapai. Sebaliknya, bila kekurangan dana, kemungkinan besar hasil yang akan

dicapai pun sangat terbatas, malah tidak jarang banyak yang gagal.

Kewajiban pemerintah terhadap dunia pendidikan diwujudkan dalam

(16)

pembiayaan pendidikan, pemerintah telah menyediakan anggaran pembiayaan

pendidikan yang kiranya sama dengan anggaran bidang-bidang yang lain, malah

pemerintah masih merupakan sumber yang paling dominan dalam membiayai

pendidikan dibandingkan dengan orang tua dan masyarakat. Hal ini tersingkap

dari hasil penelitian yang dilakukan Fattah (2000: 132) sebagaimana pada bagan

berikut.

Bagan 1.1

Perbandingan Penerimaan Biaya Pendidikan Menurut Berbagai Sumber Dana

0,1

0,08

0,06

0,04

0,02

0

90,73%

6,88%

2,17%

L =a& 0,40%

1 = . 1

Pemerintah Pemerintah Pusat Daerah

BP3 Masyarakat

Pembiayaan pendidikan terdiri atas dua jenis anggaran yaitu: (1)

anggaran rutin dan (2) anggaran pembangunan dengan dana yang berasal dari

sumber dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini mengisyaratkan bahwa

pembiayaan sektor pendidikan pada semua jenjang dikelola oleh pemerintah

sebagai tindak lanjut tanggungjawabnya dalam mencerdaskan kehidupan

bangsa. Sebagaimana diamanatkan Pembukaan dan Pasal 31 UUD 1945. Akan

tetapi karena berbagai problematika yang menyelimuti dunia pendidikan,

ditambah lagi dengan krisis yang berkepanjangan, membuat sektor pendidikan

belum tergarap dengan baik. Sehingga menyebabkan anggaran pendidikan dari

(17)

APBN. Sedangkan di negara-negara tetangga malah sudah melebihi dari ambang

yang kita harapkan. Perbandingan anggaran pendidikan dengan negara-negara

[image:17.595.88.486.184.285.2]

tetangga lainnya adalah sebagaimana pada tabel berikut ini.

Tabel 1.1

Alokasi Dana Untuk Pendidikan High Performing Asian Economies(HPAE) 1985

Negara Hogkong Indonesia Korea Selatan Malaysia Singapura Thailand

Persentase Dana untuk

Pendidikan dari GNP

2,8 2,3 3,0 7,9 5,0

Persentase Dana untuk Dikdas dari GNP

2,0 2,5 5,9 3,2 % Budget Dikti Dikdas 25,1 69,3 9,0 89,0 10,3 83,9 14,6 74,9 30,7 64,6 12,0 813

Sumber: World Bank, The East Asian Miracle (Tilaar, 1995: 410).

Perbandingan alokasi anggaran pendidikan dari total APBN di negara kita

[image:17.595.83.488.313.534.2]

adalah sebagaimana pada grafik berikut.

Grafik 1.1

Persentase Anggaran Pendidikan Nasional terhadap APBN (persen)

91/92 92/93 93/94 94/95 95/96 96/97 97/98 98/99 99/00 2000 2001

Sumber: Undang-undang Nomor 2/1991, No. 6/1992, No. 3/1993, No. 1/1994, No.

2/1995, No. 2/1996, No. 6/1997, No. 7/1998, No. 7/1999, No. 2/2000

{Kompas, 1 Mei 2001).

Sedangkan untuk tahun anggaran 2002, sektor pendidikan mendapat anggaran

sebesar 24,7% dari total anggaran pembangunan, bukan dari total APBN. Hal ini

masih sangat jauh dari harapan idealnya anggaran untuk sektor pendidikan.

Keterbatasan dana dan berbagai problematika lainnya yang menyelimuti

dunia pendidikan di Indonesia sampai dengan hari ini bukanlah pertanda

kurangnya perhatian pemerintah terhadap pendidikan. Dalam usulan anggaran

(18)

menempati prioritas tertinggi. Hal ini mencerminkan tekad pemerintah untuk

lebih memperhatikan sektor pendidikan dengan mempertimbangkan kemampuan

keuangan negara.

Menurut Malik Fajar (Mendiknas) bahwasanya :

Kenaikan anggaran dalam APBN 2002 akan diprioritaskan untuk mencapai

pemerataan pendidikan, sekaligus mencapai harapan agar dalam tempo dua

tahun ke depan tata letak prinsip pendidikan, yakni mutu untuk

sebanyak-banyaknya (peserta didik) dalam konteks diversifikasi. Maka idealnya,

sebagai jawabannya, pendidikan harus bermutu, dan mutu itu harus pula diperuntukkan pula sebanyak-banyaknya bagi education for all dan education

ofmess. Itu juga bermakna quality for all {Kompas, 8 September 2001).

Disamping itu, untuk tahun anggaran 2002 pemerintah juga telah

menyiapkan dana sebesar Rp. 1,2 trilyun untuk memberikan beasiswa kepada

siswa SD sampai siswa SLTA di seluruh Indonesia. Meskipun demikian,

dikarenakan pola pikir yang salah dimana pemerintah pusat masih dijadikan

satu-satunya pihak dalam pembiayaan pendidikan telah membawa dunia pendidikan

ke lembah keterpurukan saat krisis ekonomi melanda negeri ini. Hal ini pula

merupakan salah satu tuntutan dan harapan masyarakat yang tak henti-hentinya

dan tak akan pernah berhenti adalah agar mutu pendidikan diperhatikan secara

sungguh-sungguh oleh semua pihak yang terlibat. Diperhatikan tentulah

dimaksudkan ditingkatkan kepada yang lebih baik. Namun, dalam semantik yang

lain, terkandung pula makna bahwa terdapat kekecewaan dan ketidakpuasan

atas hasil pendidikan yang sekarang, walaupun standar mutu dan tingkat

kepuasan itu sangat relatif. Dalam kaitannya dengan makna terakhir ini, berbagai

pihak mendapat "claim", dan claim utama biasanya ditujukan kepada pihak

pengelola pendidikan (management), disamping kepada orang tua, masyarakat

(19)

8 •••; W

Apabila direnungkan dengan hati yang lapang serta pikiran yang teifl&fic^

semua claims yang dapat berbentuk tuntutan, keinginan, cacian, kritikan atau

saran itu adalah hal-hal yang sangat wajar mengingat perubahan-perubahan

telah terjadi sangat cepat, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

membuat ilmu dan ketrampilan yang telah dimiliki terasa dan kelihatannya selalu

tertinggal. Karena itu masyarakat menuntut penyesuaian melalui claim yang

ditujukan pada sistem manajemen pendidikan yang belum baik, tidak efektif,

tidak efisien, tidak profesional dan manajemen yang tidak efektif dan tidak

efisien menyebabkan masalah pendidikan secara akumulatif menjadi bertambah

runyam.

Banyak catatan hitam yang dilansir berbagai media tentang kegagalan

dunia pendidikan. Mantan Mendiknas Yahya Muhaimin {Media Indonesia, 28 April

2001) mengemukakan bahwa :

APM (SLTP) baru sekitar 60% dan angka putus sekolah sangat

mengkhawatirkan. Sekitar 10% angka buta huruf berasal dari penduduk

Indonesia yang berusia 10 tahun ke atas. Dari hasil studi kemampuan membaca untuk tingkat SD yang dilaksanakan oleh organisasi International

Educational Achievement (IEA) menunjukkan bahwa siswa SD Indonesia

berada pada urutan ke-38 dari 39 negara peserta studi. Sementara untuk

tingkat SLTP, studi untuk kemampuan matematika siswa Indonesia pada urutan ke-34 dari 38 negara. Untuk kemampuan IPA pada urutan ke 32 dari

38 negara peserta.

. Laporan terakhir dari Depdiknas disebutkan bahwa saat ini

800.000-900.000 siswa SD putus sekolah akibat berbagai sebab. Ini sangat menyedihkan,

mengingat sejak 11 tahun yang lalu sudah diterapkan program wajib belajar

pendidikan dasar sembilan tahun. Apalagi Sumbangan Penyelenggaraan

Pendidikan (SPP) sudah tidak ada, meski sekolah masih memungut uang Badan

(20)

• Terdapat lebih dari 3 juta anak usia SLTP tidak bersekolah. Sementara itu,

Itjen Depdiknas mengungkapkan bahwa anak usia 13-15 tahun yang tida

tertampung di tingkat SLTP mencapai 1.046.230 orang. Saat ini terdapat 16 juta

penduduk usia 10 tahun ke atas yang buta huruf dan 5 juta orang di tingkat usia

prduktif (antara 10-44 tahun). Salah satu penyumbang angka buta huruf adalah

anak-anak SD yang putus sekolah. Anak-anak SD yang putus sekolah di kelas

satu sampai kelas tiga akan cenderung menjadi buta huruf lagi {Kompas, 18 April

2001). Sedangkan persentase angka putus sekolah pelajar SLTP di Indonesia

pada enam tahun terakhir menempati urutan teratas dibandingkan dengan angka

putus sekolah pada pelajar SD dan SLTA. Namun, dilihat dari besaran jumlah

anak yang putus sekolah tampak bahwa sebagian besar anak yang putus sekolah

itu berada di tingkat SD.

Data pada pusat statistik pendidikan Balitbang Depdiknas menunjukkan,

jika pada tahun ajaran 1995/1996-1997 hanya tercatat 226.007 anak (3,25%)

yang putus sekolah, tahun lalu pada periode 1998/1999-1999/2000 naik menjadi

313.282 siswa (4,14%). Khusus untuk tingkat SD dan SLTA (SMU/SMK) justru

mengalami penurunan, baik angka maupun persentasenya. Jika pada periode

1995/1996-1996/1997 tercatat 303.108 anak (3,09%) SD yang putus sekolah,

pada pergantian tahun ajaran lalu 1998/1999-1999/2000 jumlah anak putus

sekolah hanya 778.457 anak atau 3,03%. Adapun untuk SLTA turun dari

208.7886 anak (4,94%) yang putus sekolah pada periode 1995/1996-1996/1997

menjadi 159.902 orang atau tinggal 3,42 persen.

Kenaikan angka putus sekolah yang sangat mencolok justru terjadi pada

(21)

6 <

10

ekonomi. Angka putus sekolah pada tingkat SD yang sebelumnya 80!

naik menjadi 932.150 anak untuk kemudian turun kembali hinga dua tahun

ajaran berikutnya menjadi 778.457 anak SLTP yang sebelumnya tercatat 226.007

anak yang putus sekolah, pada awal masa krisis itu naik menjadi 389.346 lalu

dalam dua tahun ajaran berikutnya turun secara perlahan hingga "tinggal"

313.282 anak. Adapun SLTA yang sebelum masa krisis tercatat 208.786 anak

putus sekolah ketika krisis terjadi naik menjadi 289.700 anak putus sekolah

sebelum akhirnya kembali turun menjadi hanya 159.902 anak putus sekolah.

Sedangkan untuk tingkat propinsi, perkembangan angka putus sekolah SLTP

menunjukkan pada periode 1998-2000 provinsi Aceh (Kini; Provinsi Nanggroe

Aceh Darussalam berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2001 tentang otonomi

khusus bagi provinsi NAD sebagai Provinsi Daerah Istimewa Aceh) menduduki

urutan angka putus sekolah tertinggi, yakni 10,75%. Disusul Lampung (7,46%),

Kalimantan Tengah (6,48%), Maluku (6,31%), Kalimantan Selatan (6,26%), Irian

jaya (6,16%), DKI Jakarta (5,99%), Jambi (5,72%), Sulawesi Utara (5,62%),

dan Jawa Barat (2,12%). Untuk tingkat SD pada periode sama, angka putus

sekolah di Sulawesi Utara mencapai persentase tertinggi, yakni 8,33% disusul

Aceh (6,33%), dan Nusa Tenggara Timur (5,72%). Sedangkan pada tingkat

SLTA, untuk SMU, Provinsi Aceh masih berada di urutan teratas sebesar 8,76%.

Adapun untuk SMK, Maluku, Lampung, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara,

Daerah Istimewa Aceh, Irian Jaya, Bengkulu, Kalimantan Barat dan Sulawesi

tengah memiliki angka putus sekolah cukup besar di atas tujuh persen sampai

(22)

11

Hal ini mengakibatkan menurunnya peringkat Human DevelopmentIndex

(HDI) atau kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia pada posisi 109 pada

tahun 2000 dari urutan 105 pada tahun 1999, hal ini berdasarkan catatan Human

Development Report tahun 2000 versi United Nation Development Program

(UNDP). Peringkat itu jauh di bawah Philipina (77), Thailand (76), Malaysia (61),

Brunai Darussalam (32), Korea Selatan (30), Singapura (30), dan juga

negara-negara lain yang relatif baru dalam melaksanakan pembangunan bidang

pendidikan nasionalnya. Penilaian itu diperkuat lagi oleh laporan dari

International Institute of Management Development pada tahun 2000 yang

menyebutkan, dari 48 negara yang diukur, daya saing SDM Indonesia menempati

urutan ke-47, sementara Thailand (34), Philipina (32), Malaysia (29), dan

Singapura (2).

Meskipun demikian, sangatlah mengagumkan hal yang terjadi pada

sebahagian masyarakat meski dengan segala keterbatasan masih tetap

mempertahankan anaknya di bangku sekolah. Sebagaimana kasus yang

terungkap dari hasil penelitian Supriadi, (2000:77) bahwa :

Pada sebagian besar masyarakat ada anggapan luas bahwa putus sekolah di tingkat SD merupakan aib keluarganya. Karena itu, apa pun resikonya dan berapapun harganya, orang tua berusaha untuk memper-tahankan anaknya di sekolah. Untuk membayar iuran BP3 dan memenuhi kebutuhan sekolah lainnya, orang tua berusaha keras mencari uang sekalipun pembayarannya terlambat atau mesti meminjam uang kepada orang lain.

Dari kasus di atas, jelas tergambar betapa semangat para orang tua

untuk menyekolahkan anak-anak mereka meskipun berbagai problema yang

mereka hadapi. Sehingga, tidaklah adil bilamana semua kesalahan ini ditujukan

kepada pemerintah. Karena pada prinsipnya "pemerintah sebenarnya serius

(23)

12

dana mengakibatkan pemerintah tak bisa berbuat banyak" (Yahya A. Muhaimin,

Kompas, 21 Maret 2001).

Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi kondisi

yang ada antara lain; diperluasnya jangkauan SLTP Terbuka, Paket A dan Paket

B, SLTP Kecil, program double shift, serta merencanakan dengan sistem jarak

jauh. Disamping itu, Depdiknas juga menggunakan segala cara dan teknik

memaksimalkan anggaran yang relatif kecil demi mencegah jangan sampai anak

kehifangan peluang pendidikan, yakni paspornya untuk kehidupan yang lebih

baik pada masa depan. Program beasiswa SIAP senilai total Rp. 10 milyar ini

rencananya akan berjalan untuk tujuh tahun dengan target total mencapai 4.000

penerima {Pikiran Rakyat, 14 Maret 2002).

Menurut Romly (2000:2) banyak faktor yang menyebabkan rendahnya

mutu pendidikan antara lain :

Pertama, sumber daya manusia (guru) yang belum memenuhi kebutuhan

baik kuantitas maupun kualitas. Kedua, kurikulum yang belum sesuai dengan tuntutan kebutuhan..., Ketiga, fasilitas (sarana dan prasarana yang belum memadai, dan Keempat, dana pengelolaan pendidikan yang belum mencukupi kebutuhan, disamping itu masih terdapat faktor-faktor lain

diantaranya akuntabilitas dan partisipasi masyarakat masih rendah.

Pendapat di atas mengisyaratkan bahwa pemerintah bukanlah merupakan

satu-satunya sumber pembiayaan, akan tetapi masih banyak sumber-sumber

pembiayaan pendidikan lainnya yang kini belum tergarap dengan baik. Salah

satunya adalah perlu partisipasi yang tinggi dari pihak masyarakat dalam

pembiayaan pendidikan. Dari partisipasi ini diharapkan mampu

menutupi

kekurangan dari dana yang bersumber dari pemerintah. Kewajiban masyarakat

terhadap pembiayaan pendidikan telah ditetapkan dalam Instruksi Bersama

(24)

13

hubungan pemerintah, masyarakat, dan swasta merupakan hubungan yang tidak

terpisahkan dalam peranannya meningkatkan pemerataan dan mutu pendidikan.

Sehingga "...pendidikan menjadi tanggungjawab bersama pemerintah dan

masyarakat, baik dalam pembiayaan maupun tenaga dan fasilitas" (Fattah,

2000:v).

Hal ini perlu menjadi perhatian semua pihak, sebab menurut Wardiman

{Kompas, 1 Mei 2001) pembangunan sektor pendidikan di era SDM memiliki

kecenderungan sebagai berikut:

Pertama, pendidikan akan semakin dituntut untuk tampil sebagai kunci

dalam pengembangan SDM. Yaitu manusia yang memiliki kemampuan, kepribadian, dan ketrampilan sesuai dengan tuntutan pembangunan. Kedua,

dunia kerja semakin kuat berorientasi kepada kemampuan nyata {what one

can do) yang dapat ditampilkan oleh lulusan pendidikan. Ketiga, sebagai

akibat era SDM, maka akan semakin banyak diperlukan tenaga ahli di bidang

pengembangan SDM pada tingkat profesional yang mampu mendiagnosis di bidang pendidikan dan pengembangan SDM untuk kemudian menawarkan

pemecahannya.

Lebih lanjut, Muhaimin {Kompas, 21 Maret 2001) mengatakan bahwa:

Peningkatan mutu sumber daya manusia (SDM) Indonesia tidak bisa

dilakukan hanya oleh pemerintah karena sumber dana dan daya yang

dimiliki sangat terbatas. Oleh karena itu, pemerintah mengharapkan

keterlibatan pihak swasta baik dari yayasan penyelenggara pendidikan maupun dunia usaha-dalam upaya tersebut akan lebih besar lagi.

Sedangkan Rofii {Media Indonesia, 14 Maret 2001) menegaskan lagi bahwa:

Masyarakat harus menyadari bahwa perbaikan kualitas pendidikan tidak bisa seluruhnya diserahkan kepada pemerintah. Mulai saat ini harus bisa

melibatkan publik. Itulah sebabnya untuk masa mendatang peningkatan

kualitas pendidikan sebaiknya menyertakan peran orang tua melalui BP 3.

Lembaga

pendidikan

sebagai

salah

satu

lembaga

sosial

dalam

masyarakat, keberadaannya sangat dekat malah tidak dapat dipisahkan dari

komunitas masyarakat dimana lembaga pendidikan itu berada. Sistem

(25)

14

ikut mewarnai lembaga pendidikan. Educational is life sehingga keberadaan

sekolah adalah didorong oleh kebutuhan masyarakat, karena itu

"...tanggungjawab pendidikan di sekolah merupakan tanggung-jawab

masyarakat, keluarga, dan pemerintah" (Rukmana dan Mulyati, 2001:51).

Oleh karena itu dapat dipastikan bahwa keberadaan lembaga pendidikan

mengharuskan keikutsertaan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai faktor

pendukungnya, sehingga dalam peningkatan kualitas manusia Indonesia,

pemerintah tidak merupakan satu sistem yang lepas dengan pihak swasta dan

masyarakat.

Untuk memberdayakan partisipasi ini, perlu adanya suatu jalinan

komunikasi antara masyarakat dan segala komponennya dengan lembaga

pendidikan. Menurut Ratnawulan dan Sutarsih (2001:151) bahwa "banyak

hikmah yang dapat diterima dari hubungan sekolah dengan masyarakat, di

antaranya :

a. penentuan sumber dan kebutuhan belajar

Kualitas murid dalam arti bahwa sekolah yang bersangkutan tidak akan kekurangan murid yang meminatinya sehingga dapat memperoleh murid

dang baik dan mampu mempertahankannya untuk tetap mengikuti pendidikan di sekolah tersebut;

b. tersedianya tempat-tempat penelitian

Untuk mengimbangi teori yang di peroleh di sekolah diperlukan praktek lapangan. Untuk mendapatkan praktek ini banyak dijumpai kesulitan-kesulitan bila temyata sekolah tersebut kurang mendapat tempat di hati masyarakatnya. Oleh sebab itu, hubungan yang baik dengan masyarakat sangat diperlukan;

c. pemenuhan sarana dan prasarana

Banyak diantara sekolah-sekolah yang terbentur pada masalah sarana dan prasarana dalam usaha melayani pendidikan untuk masyarakatnya.

Melalui hubungan baik dengan masyarakat memungkinkan dapat

• membantu dalam pemecahan masalah tersebut; dan

(26)

15

Surakhmad {Kompas, 17 Maret 2002) berpendapat bahwa "...untuk

memperbaiki mutu pendidikan nasional maka tidak bisa tidak pengelolaan

pendidikan harus dikembalikan pada masyarakat." Dengan demikian, tidak ada

lagi kebijakan di bidang pendidikan yang hanya mencerminkan kemauan menteri

atau pemerintah. Pemerintah memang harus membuat visi pendidikan nasional,

tetapi biarkan masyarakat mengatur sendiri operasionalisasi pendidikannya.

Karena upaya peningkatan mutu pendidikan adalah kerja besar sehingga harus

diikuti komitmen yang kuat dengan mengembalikan pendidikan pada

masyarakat. Implikasinya, yang diutamakan dalam sistem pendidikan nasional

bukan lagi pandangan Menteri atau pemerintah, tetapi pandangan dan apa yang

menjadi kehendak masyarakat itu sendiri. Harus ada upaya penyadaran bahwa

pendidikan itu punya masyarakat sendiri.

Komunitas masyarakat terdiri dari berbagai komponen yang ada

didalamnya, baik itu orang per orang maupun organisasi/lembaga dengan segala

bentuknya. Partisipasi orang per orang telah dibuktikan melalui pembiayaan yang

dilakukan bagi pendidikan anaknya yang sedang di bangku sekolah, baik dalam

bentuk BP3 maupun biaya-biaya lainnya sebagaimana peraturan yang berlaku.

Organisasi sosial yang bergerak dalam bidang pendidikan sangat sedikit,

disamping itu kemampuan dana mereka pun sangat terbatas. Seperti halnya

yang dilakukan Yayasan Lembaga Gerakan Nasional Orang Tua Asuh

(OTA), hingga tahun 1999-2000 ini jumlah anak asuh yang sudah dibantu

YLGN-OTA sebanyak 235.067 anak terdiri dari 192.782 anak SD/setara dan 42.285

(27)

16

pusat data YLGN-OTA mencapai 971.078, sedangkan anak asuh di seluruh

Indonesia adalah 7,2 juta orang {Republika, 20 November 2000).

Disamping itu, komponen lain yang sangat diharapkan bantuannya adalah

dunia usaha sebagai organisasi nirlaba (profit). Secara internal, menjadi

kewajiban dunia usaha membantu membiayai pendidikan anak-anak para

karyawannya, disamping juga fasiIitas-fasiIitas lainnya. Akan tetapi secara

eksternal, bantuan dunia usaha terhadap pembiayaan pendidikan, khususnya

lembaga-lembaga pendidikan yang ada dalam lingkungan sekitarnya. Untuk saat

ini, bentuk partisipasi mereka sebagai tambahan dan bersifat sukarela serta

belum kontinyu. bahkan terkesan hanya untuk memenuhi tuntutan masyarakat.

Hal ini telah dan sedang ditempuh oleh PT. ExxonMobil Oil Indonesia Inc.

(EMOI) dan PT. Arun NGL Co. (PTA) terhadap sekolah-sekolah yang ada di

lingkungan operasionalnya. Bantuannya bukan hanya untuk wilayah kabupaten,

propinsi, tapi juga mencakup seluruh wilayah Indonesia. Apa yang ditempuh

dunia usaha tersebut sangatlah beralasan, karena secara awam bantuan-bantuan

tersebut sangatlah sedikit dibandingkan dengan keuntungan-keuntungan yang

mereka raih setiap tahunnya. Bahkan sejak ditemukannya migas sebesar 17,1

Triliun Standard Cubic Feet (SCF) oleh Pertamina dan EMOI yang mendorong

mereka untuk membentuk PTA di tahun 1973 yang merupakan perusahaan

patungan dalam eksploitasi gas alam. Setelah hadirnya dua perusahaan raksasa

tersebut, pada tahapan berikutnya hadir pula beberapa perusahaan lain seperti

PT. Pupuk Iskandar Muda (PIM) Persero, PT. Asean Aceh Fertilizer (AAF) Persero,

dan PT. Kertas Kraft Aceh (KKA) Persero yang semuanya dalam wilayah

(28)

17

Dari tahun ke tahun keuntungan yang mereka raih terus meninggi,

berdasarkan catatan tahun 1980, PTA sudah menghasilkan devisa US$ 1,17

miliar dengan ekspor LPG sebanyak 2,94 juta ton dan kondensat (jenis LNG yang

belum diolah dan masih mengandung oksigen) 16,7 juta ton. Tahun 2000, nilai

ekspor dari lapangan gas EMOI mencapai US$ 1,14 miliar atau Rp. 12 triliun.

Berarti sekitar 40% dari nilai ekspor LNG Indonesia yang berjumlah Rp. 30

[image:28.595.88.465.289.563.2]

triliun. {Media Indonesia, 18 Maret 2001).

Tabel 1.2

Produksi Gas Alam EMOI Tahun 1995 -1999

-T^^n^?^*5^Sw fS^l^iSliSllMHSilSS^Hi^HSl *ia^"^P^ghT/rrSS?K;

Ei^^^^HSl^BS

1995 1.180.552.300 3.234.400 1996 1.171.611.555 3.201.124 1997 1.132.456.392 3.102.867 1998 921.856.322 2.525.658 1999 794.299.489 2.176.163

Sumber : DC/ICN {Kompas, 17 April 2001).

Keterangan : 1 MMBTU (Million British Thermal Unit) = 0,0194 MTon = 0,04472 m3.

Tabel 1.3

Produksi Kilang PTA Menurut Jenisnya Tahun 1995 -1999

1995 1.253.142 597.227.725 1996 1.142.626 587.634.994

1997 664.746 596.312.170

1998 445.521 561.226.736 1999 221.249 590.821.637

Sumber : DC/ICN diolah {Kompas, 17 April 2001).

Keterangan : LPG (Liquified Petroleum Gas), LNG (Liquified Natural Gas).

Sebagaimana di negara-negara lain, perusahaan-perusahaan industri di

Arab Saudi diminta untuk membayar program-program membaca dan menulis

untuk pekerja, menyediakan buku, dan bahan belajar. Di Brazilia diatur dalam

undang-undang bagi perusahaan industri yang mempekerjakan lebih dari seratus

orang karyawan diharuskan membantu pendidikan dasar membiayai

(29)

18

program-program diklat dalam peningkatan kemampuan tenaga kerja" (Fattah,

dan Abubakar, 2001:135). Begitu juga halnya, kehadiran PT. Arun NGL Co. dan

PT. ExxonMobil Oil Indonesia Inc. telah banyak memberikan andil bagi

pengembangan masyarakat dimana perusahaan beroperasi. Hal ini dapat terlihat

dari partisipasinya dalam melakukan pembangunan masyarakat dalam berbagai

aspek, yaitu: kepemimpinan dan struktur administrasi desa, pendidikan/

ketrampilan dan generasi muda, keagamaan, kesehatan dan gizi, sosial budaya,

mata pencaharian penduduk, dan sarana dan prasarana melalui dana Community

Development {CD) di kecamatan-kecamatan yang berlokasi paling dekat dengan

perusahaan dan kecamatan-kecamatan lainnya bahkan menyeluruh tingkat

provinsi dan nasional. Khususnya untuk dunia pendidikan, pembinaan yang

dilakukan perusahaan industri mencakup membantu pengadaan/peningkatan

sarana dan prasarana sekolah di lingkungan sekitarnya, seperti menyediakan

tanah untuk lokasi sekolah/PT, mendirikan sekolah di lingkungan perusahaan,

membantu pembangunan gedung, pengadaan alat, pemberian beasiswa,

pemberian kesempatan melaksanakan kerja praktek di lingkungan perusahaan,

dan Iain-Iain (Aziz, 1996:179). Sedangkan pada perusahaan EMOI dari hasil

survey lapangan diketemukan bahwa pihak perusahaan telah ikut ambil bagian

dalam pembinaan pendidikan di kecamatan-kecamatan di sekitar lokasi

perusahaan. Setiap tahun bantuan diberikan dalam bentuk pembangunan sarana

dan prasarana

pendidikan. Di samping itu, EMOI setiap tahunnya selalu

menurunkan tim medisnya untuk melakukan immunisasi ke sekolah-sekolah

mulai dari SD sampai SMU. Dalam bentuk sarana fisik, bantuan yang telah

berikan kepada sebagian besar sekolah dalam bentuk pembangunan unit gedung

(30)

19

buku-buku paket, meja dan kursi, pakaian seragam, dan juga beasiswa bagi

anak-anak yang kurang mampu.

Melihat besarnya andil perusahaan dalam pembinaan pendidikan di dua

kecamatan tersebut, ternyata belum diikuti dengan peningkatan mutu lulusan

pada sekolah sasaran. Hal ini diketemukan dari penelitian yang dilakukan Afif

(2000) bahwa masih banyak daerah tingkat II yang Nilai Ebtanas Murni (NEM)

berada dibawah rata-rata nasional yaitu 6,19, meskipun untuk tingkat propinsi

sangat menggembirakan yaitu 6,31, berada di atas rata-rata NEM nasional.

Rata-rata NEM Lulusan SD/MI Di Aceh Tahun 1999 setiap Kabupaten/kota adalah

[image:30.595.79.495.288.454.2]

sebagai berikut.

Tabel 1.4

Rata-rata NEM Lulusan SD/MI Di Aceh Tahun 1999

Tingkat Kabupaten/Kota Sabang Banda Aceh Aceh Besar Aceh Pidie Aceh -Utara Aceh Timur Aceh Tengah Aceh Barat Aceh Selatan : Aceh Tenggara

SD 6.80 8,32 700 6.19 4.78 5.65 6.88 6.24 5.80 5.44 6.31 Ml 6.26 7.95 6.80 6.16 5.56 5.44 6.53 4.59 5.90 6.00 6.11

Sumber: Afif, (I>000:9<5) (Dio ah).

Data pada tabel di atas terlihat bahwa Aceh Utara menempati rata-rata

paling rendah untuk SD dari seluruh daerah tingkat II dalam provinsi Aceh dan

berada pada posisi ketiga untuk MI dengan perolehan rata-rata SD (4.78) dan

rata-rata MI sebesar 5.56. Sedangkan jumlah siswa mengulang untuk provinsi

Aceh sebanyak 41.850 orang atau 6,01% masih di atas rata-rata nasional yaitu

4,65%, putus sekolah sebanyak 4.575 siswa atau 0,66% masih di bawah

rata-rata nasional, dan siswa yang lulus sebanyak 78.865 orang dari 82.246 siswa

(31)
[image:31.595.85.486.87.243.2]

Tabel 1.5

Siswa Mengulang, Putus Sekolah, dan Lulus (1999)

20

No Nama Kab./Kota Siswa To-1

Mengulang (To) Putus Sekolah Siswa Kelas 6 To-1

Lulusan

Jlh % Jlh % Jlh %

1 Sabang 3.398 0 0,00 161 4,74 659 659 100,00

2 Banda Aceh 27.091 473 1,75 0 0,00 4.200 4.200 100,00

3 Aceh Besar 42.895 2.937 6,85 152 0,35 5.300 5.411 102,09

4 Pidie 77.009 1.859 2,41 152 0,33 10.182 9.984 98.06

5 Aceh Utara 169.476 13.915 8,21 202 0,12 20.601 19.055 92,50

6 Aceh Timur 123.589 8.016 6,49 84 0,07 14.656 14.217 97,00

7 Aceh Tengah 39.024 1.223 3,13 151 0,39 5.375 5.375 99,96

8 Aceh Barat 97.639 5.751 5,89 1.869 0,91 7,732 7,660 99,07

9 Aceh Selatan 76.877 6.661 8,66 189 0,25 8,463 7,347 86,81

10 Aceh Tenqqara 39.029 1.015 2,60 1.515 3,88 5.078 4.959 97,66

D.I. Aceh 696.027 41.850 6,01 4.575 0,66 82.246 78.865 95,89

Sumber: Kanwil Diknas Aceh Tahun 1999 (Afif, 2000:97).

Angka mengulangnya, meskipun bukan yang paling tinggi namun

kabupaten Aceh Utara menempati urutan kedua (8,21%) setelah kabupaten Aceh

Selatan. Sedangkan ketersediaan fasilitas pendukung belajar pada tingkat SD

hanya 1.14% dimiliki Aceh Utara, jelasnya sebagaimana hasil penelitian Aifian

(Kanwil Diknas Aceh, 1999) pada tabel berikut.

Tabel 1.6

Persentase Ketersediaan Fasilitas Pendukung Belajar (1999)

Sabang 36 88.89 0.00 0.00 4 25.00 0.00 0.00

1 27.50

2 Banda Aceh 120 60.00 45.83 17.50 11 54.55 18.18 0.00 39.69

3 Aceh Besar 217 16.13 23.50 16.13 51 25.49 13.73 25.4 19.15

4 Aceh Pidie 383 0.00 0.00 0.00 78 25.64 0.00 28.2 3.04

5 Aceh Utara 662 0.30 0.00 1.21 100 12.00 3.00 1.00 1.14

6 Aceh Timur 476 1.05 0.00 0.21 69 0.00 0.00 0.00 0.37

7 Aceh Tengah 248 20.16 5.24 0.00 42 0.00 0.00 0.00 7.24

8 Aceh Barat 447 84.79 101.2 5.59 69 91.30 88.41 0.00 63.31

9 Aceh Selatan 391 4.60 0.00 0.00 33 0.00 0.00 0.00 1.42

10 Aceh Tenggara 227 34.36 70.93 80.62 26 100.0 53.85 46.1 62.45

D.I. Aceh 3.207 20.92 22.83 8.51 483 29.19 18.01 9.94 17.63

Sumber: Aifian (Kanwil Diknas, 1999)(Diolah).

Dari berbagai indikator mutu yang disebutkan di atas, ternyata Aceh

Utara belum sampai pada tingkat yang diharapkan. Padahal terdapat banyak

sumber-sumber pembiayaan yang merupakan partisipasi dunia usaha terhadap

[image:31.595.84.486.312.563.2]
(32)

U I

dengan peningkatan mutu pendidikan dibandingkan kabupaten lain ydqg^ tidak-"

ada pembiayaan dari pihak swasta.

Atas dasar ini semua, penulis melihat perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui bagaimana pola yang selama ini telah ditempuh dunia usaha dalam

partisipasinya untuk membiayai dunia pendidikan serta dampaknya terhadap

peningkatan mutu pendidikan dan ketersediaan fasilitas pada lembaga

pendidikan, khususnya pada tingkat pendidikan dasar yaitu SD dan SLTP. Demi

tercapainya harapan akan tujuan dari pemerataan dan perluasan pendidikan

dasar. Karena "ketidakikutan seseorang dalam pendidikan disebabkan oleh

seperangkat sikap-sikap sosial" (Soedomo, Brookfield, 1987:7).

B. Fokus Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,

penelitian ini berfokus pada "Manajemen Partisipasi Dunia Usaha Dalam

Pembiayaan Pendidikan Dasar" kaitannya dengan keefektifan manajemen

pastisipasi dunia usaha terhadap mutu proses dan output pendidikan.

C. Pertanyaan Penelitian

Secara lebih rinci, fokus masalah di atas dirumuskan dalam beberapa

pertanyaan berikut:

1. Bagaimana manajemen partisipasi dunia usaha dalam pembiayaan

pendidikan?

2. Bagaimana pengelolaan yang dilakukan sekolah terhadap partisipasi dunia

(33)

22

3. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban sekolah terhadap partisipasi dunia

usaha dalam pembiayaan pendidikan?

4. Bagaimana dampak dari partisipasi dunia usaha terhadap peningkatan mutu

proses dan output pendidikan?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh gambaran empirik mengenai

peranan dunia usaha dalam membiayai pendidikan. Khususnya penelitian ini

bertujuan :

1. Untuk mengetahui bagaimana manajemen partisipasi dunia usaha dalam

pembiayaan pendidikan?

2. Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan yang dilakukan sekolah terhadap

partisipasi dunia usaha dalam pembiayaan pendidikan?

3. Untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban sekolah terhadap

partisipasi dunia usaha dalam pembiayaan pendidikan?

4. Mendapatkan gambaran dampak dari partisipasi dunia usaha terhadap

peningkatan mutu proses dan output pendidikan?

E. Premis Penelitian

1. Ketersediaan dana merupakan salah satu syarat untuk dapat dilakukannya

berbagai kegiatan pendidikan. Bersama-sama dengan unsur-unsur

administrasi pendidikan yang lainnya, seperti manusia/personil, fasilitas, dan

teknologi pendidikan.

Dana berfungsi

untuk kemudian

menghasilkan

(34)

23

pendidikan. Apabila dana yang diperlukan telah cukup tersedia, maka

dituntut adanya pengelolaan yang cermat terhadap sumber-sumber dana.

Artinya selain memikirkan berapa jumlah dana yang mencukupi kebutuhan

pendidikan, perlu pula dipikirkan darimana dana itu diperoleh (Fattah. dan

Abubakar, 2001:131).

2. Pendidikan dasar merupakan salah jenjang pendidikan paling

menguntungkan bagi investasi pembangunan suatu negara. Berbagai

penelitian menunjukkan, pendidikan dasar memberikan rate of return paling

tinggi dibandingkan jenjang lainnya {Kompas, 1 Mei 2001).

3. Krisis ekonomi yang berkepanjangan mengakibatkan meningkatnya ancaman

terhadap terjadinya putus sekolah, namun sebagian besar siswa tidak

sampai putus sekolah karena pendidikan SD telah menjadi kebutuhan siswa,

orang tua, dan masyarakatnya. Hal ini terbukti dari hasil studi yang

dilakukan Supriadi terungkap bahwa pada sebagian besar masyarakat ada

anggapan luas bahwa putus sekolah di tingkat SD merupakan aib bagi

keluarganya. Karena itu, apapun resiko dan berapapun harganya, orang tua

berusaha untuk mempertahankan anaknya di sekolah (Supriadi, 2000:77).

4. Sejak dahulu, masalah pemenuhan kebutuhan dana pendidikan itu

dipandang sebagai hal yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh

dari pemerintah, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Hal

ini telah diamanatkan oleh UUD 1945, bahwa pemerintah mempunyai

kewajiban untuk mengatur dan membiayai pendidikan sesuai dengan

fungsinya. Namun karena keterbatasan kemampuan pemerintah dalam

(35)

24

pembiayaan pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara

pemerintah, masyarakat, dan orang tua (Fattah, dan Abubakar, 2001:131).

5.

Termasuk

ke dalam golongan masyarakat juga

adalah

sumbangan-sumbangan swasta, perorangan atau keluarga, perusahaan, badan-badan

sukarela dan kelompok-kelompok.

6. Banyak hikmah yang dapat diterima dari hubungan sekolah dengan

masyarakat, di antaranya: (1) penentuan sumber dan kebutuhan belajar, (2)

tersedianya tempat-tempat penelitian, (3) pemenuhan sarana dan

prasarana, (4) pemenuhan sumber dana dan daya manusia yang terungkap

dalam cipta, rasa, karsa, dan karyanya.

7. Untuk tercapainya hasil yang optimal bantuan-bantuan dari masyarakat

tersebut perlu dikelola dengan benar dan koordinasi departemen terkait.

F. Paradigma Penelitian

"Paradigma diartikan sebagai suatu perangkat kepercayaan, nilai-nilai,

suatu pandangan tentang dunia sekitar. Paradigma mengarahkan penelitian"

(Nasution, 1988:2). Berkenaan dengan penelitian ini, paradigma (kerangka

berpikir) nya adalah sebagai berikut:

INPUT PROSES OUTPUT

PARTISIPASI

DAN

[image:35.595.73.501.85.701.2]

MANAJEMEN

Gambar 1.2 Paradigma Penelitian

.</....:.

? n f

(36)

25

Dari gambar di atas jelas terlihat bahwasanya penyelenggaraan

pendidikan adalah tanggungjawab pemerintah, sebagaimana diamanatkan

pembukaan dan pasal 31 UUD 1945. Selanjutnya pihak kedua yang bertanggung

jawab adalah keluarga/orang tua siswa. Hal ini ditetapkan dalam Instruksi

Bersama Mendikbud (kini Mendiknas) dan Mendagri Nomor: 29 Tahun 1974,

dimana BP3 bertugas mengusahakan bantuan masyarakat dalam bentuk uang,

benda, maupun jasa. Adapun bantuan masyarakat dalam bentuk uang adalah:

(1) Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan (SPP); (2) BP3; (3) Donasi para

dermawan; (4) Pinjaman tanpa bunga dari orang tua murid; (5) Usaha koperasi;

dan (6) Hasil kerajinan siswa.

Keikitsertaan masyarakat dan berbagai komponen yang ada didalamnya

diatur dalam Keputusan Mendiknas Nomor 053/U/2001 tanggal 19 April 2001

tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Penyelenggaraan

Persekolahan Bidang Pendidikan dasar dan Menengah. Berkaitan dengan sumber

dan jenis-jenis pembiayan pada Sekolah Dasar (SD) disebutkan bahwa: (1)

pemerintah daerah wajib menyediakan dana pendidikan bagi SD negeri dan

memberikan subsidi kepada SD Swasta, (2) Dana masyarakat/orang tua siswa,

(3) Sumber lainnya seperti hibah/sumbangan dan Iain-Iain, dan (4) Yayasan/

penyelenggara SD Swasta menyediakan anggaran rutin operasional SD Swasta.

Dana yang berasal dari sumber-sumber tersebut di atas untuk membiayai

komponen-komponen sebagai berikut:

1. gaji dan kesejahteraan guru dan pegawai sekolah;

2. kegiatan teknis edukatif untuk proses belajar mengajar (kurikuler dan

(37)

26

3. kegiatan penunjang untuk operasionalisasi

KBM dan kegiatan ekstra

kurikuler;

4. perawatan peralatan teknis edukatif (alat peraga serta media);

5. perawatan kegiatan penunjang (gedung, perabot, lingkungan sekolah);

6. perjalanan (Kepala Sekolah dan guru);

7. kegiatan kemasyarakatan;

8. konsumtif (barang habis pakai);

9. langganan daya dan jasa; misalnya listrik, telepon, dan PAM;

10. porseni dan kegiatan lomba; dan

11. program khusus kegiatan peningkatan mutu sekolah.

Sedangkan sumber-sumber dan jenis pembiayaan pada Sekolah Lanjutan

Tingkat Pertama (SLTP) dalam keputusan tersebut disebutkan bahwa sumber

pembiayaan (1) Pemerintah Daerah, yang menyediakan anggaran bagi SLTP

negeri dan swasta, (2) Dana masyarakat termasuk dana dari orang tua,

masyarkat, dan dunia usaha diupayakan untuk membiayai peningkatan mutu

program pengayaan dan program khusus yang disepakati orang tua, (3) Sumber

lain, misalnya hibah, pinjaman sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Adapun komponen-komponen yang yang perlu dibiayai antara lain: (1)

kegiatan teknis edukatif untuk proses belajar mengajar (kurikuler dan kegiatan

evaluasi hasil belajar); (2) kegiatan penunjang untuk operasionalisasi ruang

belajar dan kegiatan ekstra kurikuler; (3) perawatan sarana pendidikan (gedung,

perabot, alat peraga, dan media); (4) perawatan kegiatan penunjang

(lingkungan sekolah); (5) kesejahteraan guru dan pegawai sekolah (gaji

(38)

27

porseni dan kegiatan lomba; dan (8) program khusus yang mengacu pada

peningkatan mutu sekolah yang bersangkutan.

Dalam Keputusan Mendiknas tersebut mengisyaratkan bahwa Pemerintah

Pusat

bukan

lagi satu-satunya

sumber

pembiayaan

pendidikan,

sebab

pemerintah daerah juga harus turut serta dalam membiayai pendidikan.

Berpedoman pada keputusan ini, berarti sumber-sumber pembiayaan pendidikan

bukan hanya dari tiga sumber (pemerintah pusat, orang tua, dan masyarakat)

akan tetapi juga pemerintah daerah.

Disamping itu, gambar tersebut di atas mengandung makna bahwa

lembaga pendidikan (sekolah) merupakan sistem dari supra sistem. Dalam

prosesnya, pendidikan mencakup dan dipengaruhi oleh berbagai komponen yang

saling berhubungan antara satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan. Komponen-kompenen tersebut secara rinci disebutkan Makmun

(2000:16), adalah :

a. komponen masukan (input)

Perangkat masukan mencakup segala hal yang berkontribusi dan/atau berpengaruh kepada sistem. Terdiri atas: masukan dasar (manusia: peseta didik, bukan manusia: data, fakta, informasi, permasalahan/tugas, cita-cita/komitmen, dsb). Masukan instrumental (SDM, infrastruktur, dana,

sarana/prasarana, cara, media, dsb.), dan masukan lingkungan (trigatra: geografik, demografik dan kultural; pancagatra: politik, ekonomi, sosial, hankam, dan agama).

Rinciannya, komponen masukan terdiri dari beberapa bentuk, yaitu : 1) masukan mentah {raw input) adalah peserta didik dengan berbagai

karakteristik yang berhubungan dengan faktor internal (struktur kognitif, pengalaman, sikap, minat, ketrampilan, kebutuhan, belajar, aspirasi dan lainnya. Faktor eksternal adalah status sosial, pendidik, biaya dan sarana belajar, geografis, dan lainnya.

Warga belajar yang menjadi sasaran lembaga pendidikan adalah

keseluruhan mereka yang memerlukan ilmu pengetahuan dan

ketrampilan untuk memenuhi tuntutan hidup.

2) Masukan sarana {Instrumental input) merupakan keseluruhan sumber

dan fasilitas yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang

(39)

28

3) Masukan lingkungan {Environmental input) yaitu hal-hal yang ada di lingkungan yang menunjang dan/atau mendorong jalannya program

pendidikan.

4) Masukan lain {other input) merupakan daya lain yang memungkinkan peserta didik dan output dapat menggunakaan kemampuan yang telah dimilikinya untuk kemajuan kehidupan.

b. Proses

Mencakup seluruh rangkaian kegiatan transformatif dan/atau interaktif

dalam pemanfaatan segala masukan untuk mewujudkan tujuan sistem/unit kerja. Terdiri atas perangkat kegiatan pokok yang terprogram/terjadwal dalam siklus/jangka waktu tertentu yang relatif panjang (formal) atau dalam jangka waktu relatif pendek/singkat (non-formal); serta kegiatan-kegiatan penunjang yang bersifat non-formal dan informal.

Dalam komponen ini terdiri dari interaksi antara masukan sarana (khususnya pendidik) dengan masukan mentah (warga belajar). Proses merupakan kegiatan-kegiatan :

1) belajar-membelajarkan, para pendidik membantu warga belajar agar aktif melakukan kegiatan belajar.

2) Bimbingan dan penyuluhan. 3) Evaluasi.

c. Keluaran (output)

Berhasil tidaknya suatu proses terhadap "pematangan" masukan mentah, dapat dilihat pada tingkat kemampuan ataupun ketrampilan yang dicapai oleh lulusan. Perubahan ini mencakup pengetahuan, sikap, ketrampilan, dan

aspirasi.

Perangkat keluaran; mencakup segala hal yang datang dan sebagai produk atau hasil atau akibat dari proses kegiatan transformasional atau

interaktif yang terjadi dalam (internal) sistem/unit kerja. Keluaran itu disebut hasil (outputs), jika langsung dan segera dapat diamati dan diukur (immediate, shotterm result); dan disebut dampak (outcomes), jika baru kemudian nanti dalam jangka waktu lama dapat terdeteksi (longterm result).

Hasil-hasil tersebut dapat berwujud manusia (lulusan dan/atau putusan)

dengan perangkat perubahan peengetahuan, sikap, aspirasi dan

ketrampilannya dan/atau perubahan perilaku dan pribadinya secara utuh. Selain itu hasil-hasil dapat berupa jasa (pelayanan tertentu) dan/atau karya (iptek, humaniora, produk barang/material dan pemecahan masalah.

Sedangkan kriteria untuk mengetahui bermutu atau tidaknya output lembaga

pendidikan dapat dilihat dari indikator-indikator mutu, yaitu: (1) mutu masukan,

(40)

29

G. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.

Karena penelitian kualitatif sudah merupakan tradisi tertentu dalam ilmu

pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan

manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang

tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya dan diartikan juga sebagai

penelitian yang tidak mengadakan perhitungan (Miller, 1986; dan Maleong,

1997).

Bentuk penelitian kualitatif yang digunakan disini adalah bercirikan

deskriptif analitik, yaitu "untuk memperoleh gambaran tentang status gejala

pada saat penelitian (expose de facto) atau untuk melihat kondisi apa yang ada

dalam situasi" (Winarno, 1982; dan Best, 1989). Sedangkan teknik pengumpulan

data yang digunakan adalah; (1) angket, (2) wawancara, (3) studi dokumentasi,

dan (4) observasi.

H. Lokasi dan Sampel Penelitian

1. Lokasi

Penelitian ini mengambil lokasi empat kecamatan yaitu; (1) kecamatan

Tanah Luas, (2) kecamatan Matangkuli, (3) kecamatan Syamtalira Aron, dan

(4) kecamatan Muara Dua. Kecamatan-kecamatan tersebut berada dalam

kabupaten Aceh Utara provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Penetapan

kecamataan-kecamatan tersebut didasarkan pada asumsi bahwa dalam

keempat kecamatan tersebut merupakan tempat dimana main project dan

(41)

30

2. Sampel Penelitian

Beberapa pihak yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a) Dunia Usaha

Dunia usaha yang dijadikan sampel adalah perusahaan Amerika Serikat yang

merupakan sharing product dengan PERTAMINA yaitu; EMOI dan PTA.

Meskipun dalam wilayah kabupaten Aceh Utara masih terdapat beberapa

perusahaan lain, seperti PT. Asean Aceh Fertilizer (AAF) Persero, PT. Pupuk

Iskandar Muda (PIM) Persero, dan PT. Kertas Kraft Aceh (KKA) Persero.

Pemilihan dua perusahaan yang disebutkan pertama dikarenakan disamping

sebagai perusahan raksasa migas, juga yang mensuplai bahan bakar untuk

ketiga perusahaan yang disebutkan belakangan. Atau dengan kata lain,

keberadaan ketiga perusahaan ini dikarenakan adanya kedua perusahaan

migas.

b) Relation's Manager/Relation's Officer/Community Development Supervisor/

Kepala Biro Humas atau lainnya.

c) Sekolah

Sekolah yang dijadikan sampel adalah sekolah-sekolah yang ada dalam

kelima kecamatan tersebut yang terdiri dari SD dan SLTP. Dimana

masing-masing kecamatan diambil 1 (satu) sekolah baik SD maupun SLTP dipilih

berdasarkan kriteria yang berlokasi paling dekat dengan dunia usaha terkait.

d) Kepala sekolah/wakil Kepala Sekolah, sebagai pimpinan tertinggi pada level

lembaga sekolah dan diasumsikan bahwa segala sesuatu hanya kepala

(42)
(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Prosedur Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitik dengan pendekatan

kualitatif. Pendekatan ini menurut Sadikin (Bogdan & Biklen, 1982) memiliki

karakteristik sebagai berikut:

(a) sumber data langsung dalam situasi yang wajar,

(b) bersifat deskriptif,

(c) mengutamakan proses daripada produk atau hasil,

(d) analisis data secara deskriptif, dan (e) mengutamakan makna.

Data yang diperoleh dari penelitian disusun serta dijelaskan untuk

selanjutnya dianalisa berdasarkan teori yang ada kemudian ditarik kesimpulan

(Surachmad, 1985:140). Situasi yang wajar {natural setting) merujuk kepada

proses dan aktivitas pengumpulan informasi melalui observasi oleh peneliti

terhadap situasi dan manusia yang diobservasi. Tujuannya adalah "...untuk

mendeskripsikan apa-apa yang saat ini. Didalamnya terdapat upaya deskripsi,

pencatatan, analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini

terjadi dan ada" (Faisal, 1982:42). Disamping itu, penelitian kualitatif juga

merupakan tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara

fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri

dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam

peristilahannya dan diartikan juga sebagai penelitian yang tidak mengadakan

perhitungan (Miller, 1986; dan Maleong, 1997). Bahkan "...mungkin juga sampai

(44)

82

pada usaha menemukan hubungan yang terdapat diantara variabel-variabel"

(Faisal, 1982:42).

Bentuk penelitian kualitatif yang digunakan disini bercirikan deskriptif

analitik, karena "untuk memperoleh gambaran tentang status gejala pada saat

penelitian {expose de facto) atau untuk melihat kondisi apa yang ada dalam

situasi" (Winarno, 1982; dan Best, 1989). Sedangkan "data-data yang diperoleh

dari' penelitian ini

merupakan hasil

pengamatan, hasil wawancara, hasil

pemotretan, cuplikan tertulis dari dokumen, catatan lapangan, disusun peneliti di

lokasi lapangan, tidak dituangkan dalam bentuk dan bilangan statistik" (Sudjana

dan Ibrahim, 1989:197).

Adapun data dan informasi yang diperlukan sebagai bahan analisis dalam

penelitian ini meliputi manajemen yang ditempuh dunia usaha dan sekolah dalam

kaitannya dengan pembiayaan pendidikan. disamping itu, melalui studi

dokumentasi, penulis juga berusaha menemukan relevansi terhadap peningkatan

mutu dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang tidak pernah mendapat

bantuan dari pihak dunia usaha.

B. Lokasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilakukan di empat kecamatan yaitu; (1) kecamatan Tanah

Luas, (2) kecamatan Matangkuli, (3) kecamatan Syamtalira Aran, dan (4)

kecamatan Muara Dua. Kabupaten Aceh Utara provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam.

Kecamataan-kecamatan tersebut paling dekat dengan dunia usaha

(45)

83

project dan main office dari kedua dunia usaha yang dijadikan sampel.

Sedangkan yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah pihak-pihak

yang dapat memberikan informasi mengenai aspek-aspek tersebut di atas yang

dipilih dan ditentukan secara purposif, yaitu :

1. Dunia Usaha

Dunia usaha yang dijadikan sampel adalah perusahaan Amerika Serikat yang

merupakan sharing product dengan PERTAMINA yaitu; EMOI dan PTA.

Meskipun dalam wilayah kabupaten Aceh Utara masih terdapat beberapa

perusahaan lain, seperti PT. Asean Aceh Fertilizer (AAF) Persero, PT. Pupuk

Iskandar Muda (PIM) Persero, dan PT. Kertas Kraft Aceh (KKA) Persero.

Pemilihan dua perusahaan yang disebutkan pertama dikarenakan disamping

sebagai perusahan raksasa migas, juga yang mensuplai bahan bakar untuk

ketiga

perusahaan yang

disebutkan

belakangan. Atau

dengan kata

lain,keberadaan

ketiga

perusahaan

ini

dikarenakan

adanya

kedua

perusahaan migas.

2. Relation's Manager, Relation's Officer, Human Resources Department (HRD)

Supervisor, atau Ka. Humas

3. Sekolah

Sekolah yang dijadikan sampel adalah sekolah-sekolah negeri yang ada

dalam keempat kecamatan tersebut yang terdiri dari SD dan SLTP. Dimana

masing-masing kecamatan diambil 1 sekolah baik SD maupun SLTP.

Sekolah-sekolah ini dipilih yang lokasinya paling dekat dengan dunia usaha

terkait dalam penelitian ini.

(46)

84

C. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :

1. observasi, yaitu dengan cara pengamatan langsung ke lokasi penelitian untuk

memperoleh informasi yang berhubungan dengan masalah penelitian.

2. wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap sejumlah informan

yang dipilih sebagaimana tersebut di atas, dengan mengajukan pertanyaan

untuk mendapatkan informasi yang aktual berkenaan dengan masalah

penelitian.

3. wawancara terstrukturdengan menggunakan kuesioner terhadap pihak-pihak

yang tersebut di atas yang dijadikan sebagai responden penelitian. Kuesioner

tersebut merupakan buatan penulis sendiri.

4. studi dokumentasidengan mengkaji dokumen-dokumen yang relevan dengan

masalah penelitian.

D. Teknik Analisis Data

"Analisis data adalah suatu proses untuk mencari dan menata secara

sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan studi dokumentasi untuk

meningkatkan penelitian tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai

temuan orang lain" (Bogdan & Biklen, 1990:189). Berdasarkan pendapat

tersebut, teknik analisis data menghendaki adanya suatu proses yang

berkesinambungan mulai dari analisa data dan penafsiran data mulai dari

penelitian sampai semua data terkumpul. Langkah-langkah tersebut dibedakan

menjadi dua; (1) selama berada di lapangan, dan (2) setelah meninggalkan

(47)

* 85

Langkah-langkah yang penulis lakukan selama berada di iBpangan

adalah: (1) mempersempit fokus studi, (2) menetapkan tipe studi, (3)

mengembangkan secara terus menerus pertanyaan analitik, (4) menuliskan

komentar peneliti sendiri, (5) upaya penjajagan ide dan tema penelitian pada

subjek sebagai analisis penjajagan, (6) membaca kembali pustaka yang relevan

selama di lapangan, dan (7) menggunakan metaphora, analogi, dan konsep.

Langkah-langkah setelah meninggalkan lapangan, yaitu: (1) membuat kategori

masalah dan menyusun kodenya, dan (2) menata urutan penelaahannya.

Prosedur yang dilakukan dalam menganalisis data penelitian ini adalah

prosedur yang bersifat umum, sebagaimana dikemukakan Nasution

(1992:129-130), yaitu :

1. Reduksi data

Reduksi data

merupakan suatu

bentuk analisis yang menajamkan,

menggolongkan, membuang yang tidak perlu, yng akan memberikan gambaran

yang lebih terarah tentang hasil pengamatan dan juga mempermudah peneliti

untuk mencari kembali data itu apabila diperlukan. Dalam prosedur ini pun

meliputi proses pemilihan, p

Gambar

Grafik1.1Persentase Anggaran Pendidikan Nasional Terhadap
Gambar1.1Hubungan Antar Subsistem-subsistem Organisasi Pendidikan
Grafik 1.1Persentase Anggaran Pendidikan Nasional
Tabel 1.2Produksi Gas Alam EMOI Tahun 1995 -1999
+4

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dilakukan 3 kali pengambilan sampel pada 6 stasiun penelitian, dilakukan penyortiran, dan identifikasi, didapatkan organisme pada masing- masing stasiun.

Model pembelajaran menerima dan memberi adalah dengan sintaks, siapkan kartu dengan yang berisi nama siswa – bahan belajar – dan nama yang diberi, informasikan kompetensi,

Sehubungan dengan hasil uji beda koefisien regresi pada penelitian ini yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan pengaruh antara perusahaan jasa dan perusahaan

Perlindungan hukum bagi masyarakat sangatlah penting karena masyarakat baik kelompok maupun perorangan, dapat menjadi korban atau bahkan Dimana dalam Undang-Undang

Kegiatan menulis catatan harian merupakan lanjutan dari kegiatan yang berawal dari menulis satu kejadian yang pernah dialami siswa. Kegiatan yang sama

Manakala kenubuwatan sudah selesai, maka dengan demikian habis pulalah risalah dan oleh karenanya setelah nabi Muhammad SAW itu tidak ada lagi seorang yang diangkat oleh Allah

Nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap harga perdagangan besar kedelai di Nangroe Aceh Darussalam, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jogjakarta, Kalimantan Barat dan Sulawesi

Masih kurangnya penanganan perbaikan matras untuk produk yang sedang berjalan sehingga menyebabkan output matras (cetakan produk) yang akan digunakan belum dapat