• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Orientasi Masa Depan Anak Jalanan Usia Remaja Melalui Layanan Bimbingan Berbasis Experiential Learning.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Orientasi Masa Depan Anak Jalanan Usia Remaja Melalui Layanan Bimbingan Berbasis Experiential Learning."

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN ORIENTASI MASA DEPAN ANAK

JALANAN USIA REMAJA MELALUI LAYANAN

BIMBINGAN BERBASIS EXPERIENTIAL LEARNING

(Quasi Experiment pada Anak Jalanan Usia Remaja Binaan Rumah Singgah Anak

Mandiri Yogyakarta)

TESIS

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi

Bimbingan dan Konseling

oleh

Yuniar Puspareni NIM 1302840

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2015

(2)

PENGEMBANGAN ORIENTASI MASA DEPAN

ANAK JALANAN USIA REMAJA MELALUI

LAYANAN BIMBINGAN BERBASIS EXPERIENTIAL LEARNING

(Quasi Experiment pada Anak Jalanan Usia Remaja Binaan Rumah Singgah Anak

Mandiri Yogyakarta)

oleh

Yuniar Puspareni

Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Bimbingan dan Konseling

Sekolah Pascasarjana

Yuniar Puspareni 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

HALAMAN PENGESAHAN TESIS

YUNIAR PUSPARENI 1302840

PENGEMBANGAN ORIENTASI MASA DEPAN ANAK

JALANAN USIA REMAJA MELALUI LAYANAN

BIMBINGAN BERBASIS EXPERIENTIAL LEARNING

(Quasi Experiment pada Anak Jalanan Usia Remaja Binaan Rumah Singgah Anak

Mandiri Yogyakarta)

Disetujui dan disahkan oleh: Pembimbing

Dr. Yusi Riksa Yustiana, M. Pd. NIP 19661115 199102 2 001

Mengetahui,

Ketua Prodi Bimbingan dan Konseling

(4)

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi/tesis/disertasi dengan judul “Pengembangan

Orientasi Masa Depan Anak Jalanan Usia Remaja Melalui Layanan Bimbingan

Berbasis Experiential Learning” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar

karya saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan

cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat

keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi apabila di

kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran etika keilmuan atau ada klaim dari

pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, 22 Juli 2015

Yang membuat pernyataan,

(5)

ABSTRAK

Yuniar Puspareni. (2015). Pengembangan Orientasi Masa Depan Anak Jalanan Usia Remaja Melalui Layanan Bimbingan Berbasis Experiential

Learning. Tesis. Dibimbing oleh: Dr. Yusi Riksa Yustiana, M.Pd. Program

Studi Bimbingan Konseling, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.

Penelitian bertujuan menguji efektivitas layanan bimbingan berbasis experiential learning dalam mengembangkan orientasi masa depan anak jalanan usia remaja binaan Rumah Singgah Anak Mandiri Yogyakarta. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode penelitian eksperimen kuasi

pretest posttest control group design. Penelitian dilakukan di Rumah Singgah Anak Mandiri Yogyakarta dengan mengambil populasi penelitian anak jalanan usia remaja yang ditentukan dengan teknik purposive sampling sebanyak15 anak jalanan usia remaja. Instrumen yang digunakan adalah instrumen orientasi masa depan. Hasil penelitian menunjukkan secara empirik, intervensi layanan bimbingan berbasis experiential learning efektif dalam mengembangkan orientasi masa depan anak jalanan usia remaja binaan Rumah Singgah Anak Mandiri Yogyakarta. Efektivitas layanan dapat dilihat dari hasil uji U Mann Whitney

dengan perolehan p = 0,000 yang berarti layanan bimbingan berbasis experiential learning memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengembangan orientasi masa depan. Rekomendasi ditujukan kepada konselor dalam melakukan intervensi pengembangan orientasi masa depan anak jalanan dapat menggunakan layanan bimbingan berbasis experiential learning dan kepada peneliti selanjutnya dapat mengembangkan intervensi layanan bimbingan berbasis experiential learning

secara komprehensif dengan melakukan kolaborasi dengan komponen rumah singgah, keluarga, maupun masyarakat lingkungan anak jalanan.

(6)

ABSTRACT

Yuniar Puspareni. (2015). Development of Youth Street Children Future

Orientation Through Experiential Learning Based Guidance Services. Thesis. Supervised by: Dr. Yusi Riksa Yustiana, M.Pd. Guidance and Counseling Program, Postgraduate School, Indonesia University of Education.

The study aims to test the effectiveness of experiential learning-based guidance services in developing future orientation of street children built by Rumah Singgah Anak Mandiri Yogyakarta. The study using quantitative approach by using a quasi-experimental research method with pretest posttest control group design. The study was conducted at Rumah Singgah Anak Mandiri Yogyakarta. The population of this study is youth street children in Rumah Singgah Anak Mandiri and sample taking by purposive sampling technique, using future orientation instrument. The results showed empirically, intervention experiential learning-based guidance services effective in developing future-orientation of street children in Rumah Singgah Anak Mandiri Yogyakarta. The effectiveness of the services can be seen from the results of the Mann Whitney test with the acquisition p = 0.000 which means experiential learning-based guidance services have a significant impact on the development of future orientation. Counselors can use experiential learning based guidance services in developing future orientation and further researchers can develop comprehensive experiential learning based guidance service by doing collaboration with shelter component, family, and community environment of street children.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Halaman Motto dan Persembahan ... ii

Halaman Hak Cipta ... iii

Halaman Pengesahan Tesis ... iv

Pernyataan ... v

Ucapan Terima Kasih ... vi

Abstrak ... viii

Daftar Isi ... x

Daftar Tabel ... xii

Daftar Grafik ... xiii

Daftar Gambar ... xiv

Daftar Lampiran ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Struktur Organisasi Tesis ... 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 16

A. Orientasi Masa Depan ... 16

B. Orientasi Masa Depan Anak Jalanan ... 30

C. Experiential Learning ... 34

D. Konsep Layanan Bimbingan Berbasis Experiential Learning untuk Mengembangkan Orientasi Masa Depan ... 41

E. Kerangka Berfikir ... 55

F. Asumsi-asumsi Penelitian ... 58

G. Hipotesis Penelitian ... 59

BAB III METODE PENELITIAN ... 60

A. Desain Penelitian ... 60

B. Populasi dan Sampel ... 60

C. Devinisi Operasional Variabel ... 61

(8)

F. Pelaksanaan Penelitian ... 79

G. Teknik Analisis Data ... 95

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 97

A. Hasil Penlitian ... 97

B. Hasil Uji Efektivitas Layanan Bimbingan Berbasis Experiential Learning untuk Mengembangkan Orientasi Masa Depan Anak Jalanan .... 120

C. Pembahasan ... 122

D. Keterbatasan Penelitian ... 139

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 141

A. Kesimpulan ... 141

B. Rekomendasi ... 142

Daftar Pustaka ... 144

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian

Remaja memiliki tugas-tugas perkembangan yang mengarah pada

persiapan memenuhi tuntutan dan harapan peran sebagai orang dewasa, salah

satunya adalah orientasi masa depan. Hurlock (1981, hlm. 176) menjelaskan

remaja mulai memikirkan masa depan secara sungguh-sungguh. Remaja

memberikan perhatian yang besar terhadap berbagai lapangan kehidupan yang

akan dijalani sebagai manusia dewasa di masa mendatang. Nurmi (1989, hlm. 4)

dan Havighurst (1984, hlm. 203) menjelaskan, di antara lapangan kehidupan di

masa depan yang banyak mendapat perhatian remaja yaitu dunia kerja, pendidikan

dan pernikahan.

Trommsdorff (1983b, hlm. 383) menyebutkan orientasi masa depan

merupakan fenomena kognitif motivasional yang kompleks. Orientasi masa depan

berkaitan erat dengan skema kognitif yang memberikan suatu gambaran pada

individu tentang hal-hal yang dapat diantisipasi di masa yang akan datang.

Antisipasi berkenaan dengan diri sendiri, lingkungan, atau bagaimana individu

mampu menghadapi perubahan konteks dari berbagai aktivitas di masa depan.

Kemampuan melakukan antisipasi dalam menghadapi perubahan konteks dari

berbagai aktivitas di masa depan dapat membantu individu menyusun

perencanaan dan evaluasi terhadap masa depan.

Desmita (2008, hlm. 202) memaparkan orientasi masa depan mengandung

aspek motivasional, afektif, dan kognitif. Aspek motivasional dan afektif dari

orientasi masa depan berkaitan dengan pemuasan kebutuhan-kebutuhan subjektif.

Kecenderungan untuk mendekatkan atau menjauhkan diri, dapat dinyatakan dalam

sikap yang lebih optimis atau pesimis, positif atau negatif, berhubungan dengan

sistem nilai dan tujuan yang dimiliki individu serta tergambar dalam skemata

yang dibentuk mengenai diri dan lingkungan. Aspek kognitif dari orientasi masa

depan tergambar dalam struktur antisipasi yang dimiliki oleh individu.

Mengantisipasi masa depan dapat menghasilkan gambaran yang sederhana atau

kompleks, luas atau sempit, tepat, koheren atau realistik, serta besarnya kontrol

(10)

motivasional, afektif dan kognitif yang berkenaan dengan tindakan antisipatif

untuk menghadapi atau mempersiapkan masa depan. Penting dilakukan individu

sebagai proses mempersiapkan diri menghadapi tantangan atau kesulitan yang

mungkin dihadapi di masa depan.

Perkembangan orientasi masa depan dipengaruhi oleh perkembangan

kognitif. Masa remaja merupakan masa berkembang pesatnya orientasi masa

depan. Sesuai dengan teori perkembangan kognitif Piaget (Santrock, 2007, hlm.

53), pada masa remaja individu mencapai tahap pemikiran operasional formal.

Pemikiran operasional formal memberi remaja kemampuan untuk mengantisipasi

masa depan, atau kemampuan membuat skema kognitif untuk merumuskan

rencana bagi masa depan. Pemikiran operasional formal, membuat remaja mampu

berfikir secara abstrak dan hipotesis, serta merumuskan proposisi secara logis,

sehingga mampu membuat perencanaan dan melakukan evaluasi terhadap

rencana-rencana di masa depan (Desmita, 2008, hlm. 202-203).

Perencanaan konkrit terhadap masa depan menandakan remaja memiliki

orientasi masa depan yang baik. Tanpa adanya orientasi masa depan, remaja

menjadi kurang mampu membuat perencanaan dan melakukan langkah konkrit

pelaksanaan rencana-rencana yang telah dibuat. Membuat perencanaan

mempermudah remaja untuk mengevaluasi langkah-langkah yang sudah

dilakukan dan menganalisis hal-hal lain yang masih perlu dilakukannya sebagai

persiapan menghadapi masa depannya. Remaja pada umumnya memiliki

pengetahuan yang diperoleh dari lingkungan seperti sekolah maupun keluarga

mengenai gambaran masa depan. Remaja jalanan kurang memiliki dukungan

dalam mendapatkan pengetahuan gambaran masa depan dan cara mengantisipasi

masa depan sehingga remaja jalanan kurang mampu membuat perencanaan masa

depan dan melakukan langkah konkrit pelaksanaan rencana-rencana yang telah

dibuat.

Orientasi masa depan merupakan tugas perkembangan pada masa remaja

dan dewasa awal. Pengalaman dan pengetahuan remaja tentang kehidupan di masa

mendatang sangat terbatas. Remaja membutuhkan dukungan dan bimbingan dari

lingkungan. Tugas perkembangan tidak serta merta dapat dilalui oleh remaja

(11)

perkembangan mempengaruhi pencapaian tugas perkembangan berikutnya. Salah

satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian tugas perkembangan

adalah dukungan dan pengaruh lingkungan, termasuk orang tua dan keluarga.

Penelitian Mester (2013, hlm. 8-9) menunjukkan perkembangan orientasi

masa depan yang positif dipengaruhi oleh faktor dukungan orang tua, locus of

control yang ada dalam diri individu, dan kesehatan mental remaja. Penelitian

Trommsdoff (Desmita, 2008, hlm. 204) menunjukan dukungan dan interaksi

sosial yang terbina dalam keluarga memberikan pengaruh yang penting bagi

pembentukan orientasi masa depan remaja, terutama menumbuhkan sikap optimis

dalam memandang masa depan. Remaja yang mendapat kasih sayang dan

dukungan dari orang tua, dapat mengembangkan rasa percaya dan sikap yang

positif terhadap masa depan, percaya dengan keberhasilan yang dicapai, serta

lebih termotivasi untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan di masa depan.

Sebaliknya, remaja yang kurang mendapat dukungan dari orang tua, tumbuh

menjadi individu yang kurang optimis, kurang memiliki harapan tentang masa

depan, kurang percaya atas kemampuan merencanakan masa depan, dan memiliki

pemikiran yang kurang sistematis dan kurang terarah.

Hasil penelitian Afifah (2011, hlm. 67) menunjukkan dukungan orang tua

memiliki pengaruh yang signifikan secara positif terhadap orientasi masa depan

dalam area pekerjaan pada remaja. Senada dengan hasil penelitian Afifah,

Mazibuko & Tlale (2014, hlm. 245) menyebutkan orang tua dan anggota keluarga

lain mempengaruhi orientasi masa depan melalui kesatuan mekanisme termasuk

pemodelan, sosialisasi langsung orientasi masa depan, menetapkan norma-norma

bagi prestasi dan mengkomunikasikan harapan. Keluarga merupakan sekolah

pertama bagi seseorang untuk mengenal dunia dan membentuk karakter maupun

jalan pikiran atau ideologi remaja. Orang tua yang konservatif sangat mendukung

remaja dalam mengembangkan dirinya dan menemukan orientasi masa depan

yang cocok. Pada saat dukungan dari orang tua sudah didapatkan, remaja semakin

termotivasi untuk melakukan usaha-usaha dalam mewujudkan orientasi masa

depan.

Fenomena di lapangan menunjukkan anak jalanan usia remaja memiliki

(12)

menyebutkan beberapa anak jalanan di Yogyakarta yang menjadi subjek

penelitian belum memiliki orientasi masa depan. Hasil penelitian Tresya (2008,

hlm. 69) menyebutkan remaja jalanan binaan Komunitas Sahabat Anak sudah

mampu menentukan tujuan namun belum mampu membuat perencanaan secara

konkrit dan evaluasi dari tujuannya. Selain itu, hasil studi pendahuluan yang

dilakukan oleh penulis terhadap 50 anak jalanan binaan Rumah Singgah Anak

Mandiri menunjukkan pada dimensi motivasional rata-rata anak jalanan adalah

2,56 berarti rata-rata anak jalanan berada dalam kategori sedang dengan

karakteristik kurang memiliki motif untuk bekerja di masa depan, memiliki sedikit

informasi mengenai beberapa pekerjaan yang dapat dikerjakan di masa depan,

kurang memahami pentingnya memiliki pekerjaan di masa depan, mengetahui

beberapa pilihan pekerjaan, sedikit mencari informasi tentang pekerjaan baik

dengan bertanya kepada orang sekitar maupun mencari informasi secara mandiri

melalui media-media yang ada, dan masih merasa ragu-ragu dengan tujuan

pekerjaan di masa depan.

Rata-rata skor orientasi masa depan anak jalanan pada dimensi

perencanaan adalah 1,98 berarti berada pada kategori rendah yang menunjukkan

rata-rata anak jalanan belum memiliki tujuan pekerjaan di masa depan yang

spesifik, tidak dapat membayangkan gambaran aktivitas pekerjaan yang menjadi

tujuan di masa depan, kurang memiliki informasi mengenai pekerjaan yang

diinginkan di masa depan, tidak mengetahui persyaratan pekerjaan yang

diinginkan di masa depan, belum membuat rencana pekerjaan di masa depan,

tidak memahami usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam mencapai tujuan

pekerjaan di masa depan, belum memiliki kegiatan yang mendukung tercapainya

tujuan pekerjaan di masa depan, tidak melakukan aktivitas-aktivitas yang

mendukung tujuan pekerjaan yang telah direncanakan di masa depan, dan tidak

belajar beberapa keterampilan yang dibutuhkan dalam pekerjaan yang

direncanakan di masa depan. Rata-rata skor orientasi masa depan anak jalanan

pada aspek evaluasi adalah 2,65 berarti pada kategori sedang yang menunjukkan

anak jalanan merasa ragu-ragu bisa mendapatkan pekerjaan yang diinginkan di

(13)

Orientasi masa depan anak jalanan yang rendah dapat disebabkan oleh

beberapa faktor. Menurut hasil penelitian Puspareni (2012, hlm. 10), faktor yang

mempengaruhi orientasi masa depan anak jalanan yakni faktor individu berupa

minat, keterampilan, pengalaman hidup, konsep diri, dan sikap dalam menghadapi

kegagalan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi orientasi masa depan berupa

dukungan lingkungan, interaksi dengan lingkungan maupun dukungan informasi

mengenai masa depan, serta faktor modelling dari lingkungan sekitar. Kurangnya

faktor-faktor pendukung seperti dukungan lingkungan sekitar, kurangnya

informasi dan pengalaman diri anak jalanan membuat orientasi masa depan anak

jalanan rendah.

Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya

untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari di jalanan, baik untuk mencari nafkah

atau berkeliaran di jalan dan tempat-tempat umum lainnya (Departemen Sosial RI,

2005: 5). Anak jalanan mempunyai ciri-ciri, berusia antara lima sampai dengan 18

tahun, melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan, penampilannya

kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus, mobilitasnya tinggi.

Kondisi anak jalanan (BKSN, 2000, hlm. 61-62) menunjukkan anak

jalanan tidak memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan lingkungan

pendidikan seperti sekolah. Sebagian besar anak jalanan tidak memiliki interaksi

dan komunikasi yang tidak baik dengan orang tua dan anggota keluarga lain serta

tidak menempuh pendidikan formal. Kondisi anak jalanan dengan keterbatasan

dukungan dari keluarga dan lingkungan pendidikan mempengaruhi budaya, nilai,

norma, pengetahuan dan cara pandang anak jalanan terhadap kehidupan. Anak

jalanan kurang memiliki hubungan dan komunikasi yang baik serta kurang

mendapatkan pendidikan mengenai nilai, budaya dan tata karma yang baik pula

sehingga anak jalanan cenderung berbuat menurut apa yang dianggap benar tanpa

melihat dari sisi lain.

Kondisi anak jalanan yang kurang memiliki hubungan yang baik dengan

keluarga dan lingkungan pendidikan serta kecenderungan berbuat menurut apa

yang dianggap benar oleh anak jalanan berpengaruh pada perkembangan orientasi

masa depan. Hubungan yang kurang baik dengan keluarga dan lingkungan

(14)

orientasi masa depan anak jalanan yang berupa dukungan informasi, dukungan

materi, maupun dukungan emosional yang menyebabkan anak jalanan tidak

memiliki orientasi masa depan yang baik.

Nurmi (1989, hlm. 22) menyebutkan salah satu bidang orientasi masa

depan yang memiliki pengaruh penting dalam perkembangan individu memasuki

masa dewasa awal yaitu bidang pekerjaan. Desmita (2008, hlm. 230)

menyebutkan pada masa dewasa awal, individu memiliki tugas perkembangan

memasuki dunia kerja yang berhubungan dengan tugas perkembangan orientasi

masa depan pekerjaan pada masa remaja. Apabila individu (anak jalanan) tidak

memiliki orientasi masa depan pekerjaan pada masa remaja memungkinkan

individu tidak dapat mencapai tugas perkembangan memasuki dunia kerja pada

masa dewasa awal.

Rendahnya orientasi masa depan pekerjaan anak jalanan berdampak pada

kurangnya kesadaran anak jalanan untuk berusaha memperoleh pekerjaan dan

kehidupan yang lebih layak sehingga memiliki tujuan untuk melepaskan diri dari

aktivitas di jalanan. Orientasi masa depan pekerjaan anak jalanan yang rendah

dapat menjadi salah satu penyebab marak dan langgengnya anak jalanan di

jalanan Indonesia.

Seluruh komponen masyarakat perlu melakukan upaya untuk mencegah

semakin maraknya anak jalanan. Upaya pengentasan anak jalanan perlu didukung

oleh berbagai pihak, baik pemerintah, akademisi, praktisi sosial, maupun

masyarakat. Pemerintah memiliki berbagai program pengentasan anak jalanan,

salah satunya dengan memberikan pelatihan keterampilan kerja dan usaha.

Dukungan terhadap pemerintah dalam program pengentasan anak jalanan dapat

dilakukan antara lain dengan menumbuhkan kesadaran pentingnya orientasi masa

depan, khususnya terhadap pekerjaan agar anak jalanan memiliki tujuan pekerjaan

dan tidak melanjutkan aktivitas di jalanan.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan orientasi

masa depan anak jalanan melalui pendekatan bimbingan dan konseling komunitas.

Blocher & Big (Lewis & Lewis, 1977, hlm. 58) mendefinisikan konseling

komunitas sebagai penerapan prinsip-prinsip konseling di lembaga, organisasi,

(15)

sekitar. Konseling komunitas berusaha membantu individu dan kelompok dengan

memanfaatkan seting komunitas yang dekat dengan kehidupan individu dan

kelompok.

Lewis & Lewis (1977, hlm 105) mendefinisikan komunitas sebagai sebuah

sistem tempat individu saling bergantung, berkelompok dan berorganisasi dengan

tujuan memenuhi kebutuhan primer individu, mempengaruhi kehidupan

sehari-hari individu, dan bertindak sebagai perantara individu dan masyarakat. Anak

jalanan merupakan bagian dari komunitas jalanan yang merupakan sistem

kehidupan yang berpengaruh kuat terhadap perkembangan anak jalanan.

Direct Community Services merupakan jenis layanan dalam konseling

komunitas yang dapat dimanfaatkan dalam mengembangkan orientasi masa depan

anak jalanan. Direct Community Services (Lewis & Lewis, 1977, hlm. 120) adalah

layanan langsung kepada komunitas berupa program pendidikan untuk semua

kalangan. Program dilakukan dengan tujuan masyarakat mendapatkan informasi,

pengetahuan, dan keterampilan dari sesama anggota komunitas dengan cara

berpartisipasi dalam kegiatan dan mendapatkan pengalaman baru.

Jenis layanan Direct Community Services dalam bimbingan dan konseling

komunitas dalam mengembangkan orientasi masa depan anak jalanan dapat

diterapkan melalui layanan bimbingan. Shertzer dan Stone (Suherman, 2013, hlm.

9), ‘memandang bimbingan sebagai process of helping and individual to understand himself and his word’, bimbingan diartikan sebagai proses bantuan yang diberikan secara berkesinambungan dan memandirikan. Layanan bimbingan

membantu anak jalanan mencapai perkembangan diri yang optimal baik secara

pribadi maupun sosial yang sesuai dengan norma yang ada pada masyarakat.

Orientasi masa depan merupakan bagian dari perkembangan kognitif

remaja. Dimensi penting dalam perkembangan orientasi masa depan adalah

pengetahuan dan pengalaman remaja tentang gambaran masa depan dan cara

mengantisipasinya. Orientasi masa depan anak jalanan yang rendah disebabkan

oleh kurangnya pengetahuan anak jalanan mengenai gambaran masa depan.

Upaya membantu mengembangkan orientasi masa depan anak jalanan melalui

layanan bimbingan dengan cara mengembangkan pengetahuan dan konsep diri

(16)

Havighurst (Muro & Kottman, 1995, hlm. 29) menyebutkan dalam

membantu perkembangan individu termasuk dalam perkembangan konsep

kehidupan, dapat dilakukan melalui konseling kelompok, pelatihan keterampilan

hidup dan upaya pendidikan. Maslow and Rogers (Muro & Kottman, 1995, hlm.

29) menyebutkan upaya membantu perkembangan individu dapat dilakukan

melalui konseling, terapi, dan pendidikan. Lebih lanjut Rogers (1983, hlm. 19)

memaparkan salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam

pendidikan adalah experiential learning.

Experiential learning didefinisikan sebagai "the process whereby

knowledge is created through the transformation of experience. Knowledge

results from the combination of grasping and transforming experience" (Kolb,

1984, hlm. 13). Experiential learning menekankan pada kapasitas manusia untuk

merekonstruksi pengalaman dan kemudian memaknainya (Savin, 2004, hlm. 31).

Dewey percaya pendidikan adalah proses berkelanjutan untuk merekonstruksi dan

menumbuhkan pengalaman, dimana peran pendidik adalah untuk mengelola

aktivitas pembelajaran yang dibangun dari pengalaman masa lalu peserta didik

dan menghubungkannya terhadap pengalaman baru. Disimpulkan, experiential

learning merupakan sebuah proses pembelajaran dimana para pebelajar

menggabungkan pengetahuan, keterampilan dan nilai melalui

pengalaman-pengalaman langsung.

Experiential learning dapat digunakan sebagai strategi mengembangkan

orientasi masa depan dalam layanan bimbingan dengan memberikan pengalaman

langsung yang disertai dengan suatu pemikiran, diskusi, analisis, dan evaluasi dari

pengalaman. Pengalaman-pengalaman kemudian dibentuk menjadi konsep,

diintegrasikan ke dalam diri individu yang akan mempengaruhi individu dalam

berinteraksi dengan dunia luar berdasarkan pandangan, perasaan, anggapan,

evaluasi dan pengalaman yang telah didapat.

Departemen Sosial RI (2001, hlm. 24) memaparkan salah satu

karakteristik psikis anak jalanan adalah acuh tak acuh. Sikap acuh tak acuh anak

jalanan dalam pembelajaran dapat menyebabkan tujuan pembelajaran menjadi

tidak tercapai. Pembelajaran pada anak jalanan perlu menggunaan metode yang

(17)

Experiential learning (Kolb, 1984, hlm. 38) mengacu pada proses belajar

yang melibatkan pembelajar secara langsung dalam masalah atau materi yang

sedang dipelajari. Proses belajar yang melibatkan pembelajar secara langsung

dapat merangsang partisipasi aktif anak jalanan dalam proses pembelajaran.

Experiential learning merupakan metode pembelajaran yang tepat diterapkan

pada anak jalanan karena dapat merangsang partisipasi aktif dan mencegah sikap

acuh tak acuh anak jalanan dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan latar belakang, pentinguntuk mengembangkan orientasi masa

depan bidang pekerjaan pada anak jalanan binaan rumah singgah Hafara

Yogyakarta melalui layanan bimbingan berbasis experiential learning. Layanan

bimbingan berbasis experiential learning diharapkan dapat membantu anak

jalanan memiliki orientasi masa depan.

B.Rumusan Masalah

Pengembangan orientasi masa depan remaja memiliki peranan penting

dalam perkembangan individu, termasuk pada remaja jalanan. Desmita (2008)

menyebutkan perkembangan orientasi masa depan yang merupakan tugas

perkembangan kognitif pada masa remaja akan mempengaruhi pencapaian tugas

perkembangan pada masa dewasa awal. Hasil penelitian Maslihah (2011, hlm. 8)

menunjukkan pelatihan orientasi masa depan berbasis experiential learning

memiliki pengaruh terhadap peningkatan kemampuan remaja di Kota Bandung

dalam menyusun orientasi masa depan bidang pekerjaan.

Nurmi (1989, hlm. 4) menjelaskan orientasi masa depan merupakan

kemampuan remaja untuk memikirkan dan merencanakan masa depan. Sadarjoen

(2008) menjelaskan orientasi masa depan merupakan upaya antisipasi remaja

terhadap harapan di masa depan. Orientasi masa depan menggambarkan

bagaimana remaja memandang diri sendiri di masa mendatang dan membantu

remaja dalam menempatkan dan mengarahkan diri untuk mencapai harapan di

masa depan. Remaja yang memiliki orientasi masa depan memiliki kemampuan

memahami langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mencapai masa depan

(18)

Orientasi masa depan terdiri dari bidang pendidikan, pekerjaan dan

pernikahan. Nurmi (1989, hlm. 4) menyebutkan remaja akhir mulai fokus berfikir

mengenai masa depan dalam bidang pendidikan, pekerjaan, dan keluarga. Tiga

bidang orientasi masa depan berhubungan dengan tugas-tugas perkembangan

yang harus dicapai pada masa dewasa awal. Orientasi masa depan bidang

pekerjaan berkaitan dengan orientasi pendidikan dan tugas perkembangan

memasuki dunia kerja pada masa dewasa awal. Orientasi bidang pernikahan

berkaitan dengan tugas perkembangan membina keluarga pada masa dewasa awal.

Remaja perlu memiliki orientasi masa depan pekerjaan dalam mencapai

tugas-tugas perkebangan tertentu pada masa remaja dan dewasa awal. Havighurst

(Monk, dkk, 2002, hlm. 263) menyebutkan salah satu tugas perkembangan remaja

yaitu persiapan diri secara ekonomis atau persiapan memasuki dunia pekerjaan.

Tugas perkembangan persiapan memasuki dunia pekerjaan berhubungan dengan

orientasi masa depan pekerjaan yang dimiliki oleh remaja. Orientasi masa depan

pekerjaan menjadi faktor penting dalam usaha remaja mencapai tugas

perkembangan persiapan dunia kerja dan mencapai tugas perkembangan

memasuki dunia kerja pada masa dewasa awal. Jika remaja kurang memiliki

orientasi masa depan, memungkinkan remaja tidak dapat mencapai tugas

perkembangan memasuki dunia kerja ada masa dewasa awal.

Nurmi (1991, hlm. 8) menyebutkan orientasi masa depan pekerjaan adalah

cara pandang remaja mengenai pekerjaan di masa depan yang berkaitan dengan

harapan, tujuan, rencana, dan strategi pencapaian tujuan pekerjaan di masa depan.

Orientasi masa depan pekerjaan menggambarkan kemampuan remaja dalam

menentujan tujuan pekerjaan yang ingin dicapai di masa depan beserta rencana

dan strategi dalam upaya mencapai tujuan pekerjaan yang telah ditentukan.

Harapan dan tujuan remaja akan pekerjaan yang ingin dicapai di masa depan

memberikan dorongan bagi remaja untuk melakukan realisasi dan evaluasi

terhadap tujuan pekerjaan yang dimiliki.

Pada saat remaja jalanan tidak memiliki orientasi masa depan bidang

pekerjaan, memungkinkan remaja jalanan tidak dapat mencapai tugas

perkembangan memasuki dunia kerja pada masa dewsa awal yang berdampak

(19)

memaparkan keputusan mengenai masa depan, seperti pekerjaan, mempengaruhi

perkembangan kepribadian remaja karena keberhasilan menghadapi tugas-tugas

normatif kehidupan menjadi dasar bagi perasaan bahagia dan sukses di masa

depan.

Bimbingan dan konseling komunitas memiliki peran penting membantu

mengembangkan orientasi masa depan remaja jalanan dengan pendekatan

komunitas jalanan sebagai sistem. Komunitas jalanan memiliki pengaruh penting

dalam perkembangan remaja jalanan. Lewis et al. (2011, hlm. 9) memaparkan

konseling komunitas merupakan kerangka kerja bantuan komprehensif yang

didasarkan pada kompetensi multikultural dan berorientasi pada keadilan sosial.

Karena perilaku manusia dipengaruhi secara kuat oleh konteks lingkungan, maka

konselor komunitas menggunakan strategi yang memfasilitasi perkembangan

yang sehat baik dari segi konseli maupun lingkungan masyarakat konseli.

Allen, dkk (1997, hlm. 734) menyatakan keikutsertaan remaja dalam

sebuah komunitas dapat menjadi sarana dalam membantu perkembangan remaja.

Relasi sosial yang terjadi dalam komunitas memberikan ruang belajar bagi

remaja. Remaja dapat belajar melalui interaksi dan pengalaman yang di dapat

dalam komunitas. Interaksi dan pengalaman yang terjadi dalam komunitas dapat

mempengaruhi persepsi remaja termasuk tentang masa depan sehingga intervensi

dalam komunitas penting dilakukan untuk mengembangkan orientasi masa depan

anak jalanan

Lewis et al. (2011, hlm. 304) memaparkan program konseling komunitas

dapat diaplikasikan menggunakan metode experiential learning dengan

memanfaatkan komunitas sebagai sarana remaja mendapatkan pengalaman nyata

dalam belajar. Pengalaman nyata yang diperoleh remaja dalam proses belajar

dapat membangun pengetahuan dan konsep yang lebih kuat mengenai berbagai

pengetahuan dan konsep kehidupan, termasuk orientasa masa depan. Pengalaman

langsung yang didapatkan remaja dalam layanan bimbingan dan konseling

komunitas membantu remaja mengembangkan pengetahuan dan konsep yang

lebih matang mengenai masa depan pekerjaan.

Layanan bimbingan berbasis experiential learning merupakan layanan

(20)

prinsip-prinsip experiential learning. Experiential learning merupakan salah satu teori

belajar yang dikembangkan oleh Rogers (Snelbecker, 1974, hlm. 489) dalam

pendekatan belajar humanistik.

Menurut Rogers (1967, hlm 283) peran konselor dalam pembelajaran

humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta dan peserta berperan

sebagai pelaku utama (student centered). Fasilitator menfasilitasi pengalaman

belajar peserta dan mendampingi peserta untuk memperoleh tujuan pembelajaran.

Peserta menjadi pelaku utama dalam memaknai proses pengalaman belajar.

Peserta diharapkan memahami dan mengembangkan potensi diri secara positif

serta meminimalkan potensi yang bersifat negatif.

Experiential learning menurut Kolb, Boyatzis dan Maeremelis (1999, hlm.

36) adalah suatu metode proses belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajar

untuk membangun pengetahuan dan keterampilan serta nilai-nilai juga sikap

melalui pengalamannya secara langsung. Pengalaman yang diperoleh secara

langsung oleh anak jalanan dalam proses belajar dapat mengembangkan

pengetahuan dan konsep diri dalam perkembangan individu termasuk dalam

konteks masa depan.

Kolb (1984, hlm. 30) menjelaskan agar proses belajar berjalan efektif,

peserta harus memiliki empat kemampuan yaitu concrete experience abilities

(pengalaman langsung yang konkrit) yang mengutamakan kemampuan feeling

(merasakan) dengan cara siswa melibatkan diri sepenuhnya dalam pengalaman

baru, reflective observation abilities (pengamatan aktif dan reflektif) yang

mengutamakan kemampuan watching (mengamati) dengan cara siswa

mengobservasi dan merefleksi atau memikirkan pengalamannya dari berbagai

segi, abstract conceptualization abilities (konseptualisasi abstrak) yang

mengutamakan kemampuan thinking (berpikir) dengan cara siswa menciptakan

konsep-konsep yang mengintegrasikan observasinya menjadi teori yang sehat.,

dan active experimentation abilities (eksperimen aktif) yang mengutamakan

kemampuan doing (berbuat) dengan cara Siswa menggunakan teori untuk

memecahkan masalah-masalah dan mengambil keputusan.

Rogers (1983, hlm. 190) memaparkan experiential learning merupakan

(21)

tidak memiliki teknik khusus dan dapat diaplikasikan menggunakan berbagai

teknik pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip experiential learning.

Sedangkan Pfeiffer & Jones (1985, hlm. 67) menyebutkan beberapa teknik belajar

yang dapat digunakan dalam experiential learning adalah simulai, demonstrasi,

role play, games, dan metode-metode lainnya. Silberman (2006, hlm. 314)

menyebutkan beberapa kegiatan yang dapat diterapkan dalam metode experiential

learning yaitu bermain peran, permainan dan simulasi, observasi, mental imagery,

menulis, serta aksi tugas.

Pada penelitian, layanan bimbingan berbasis experiential learning

diimplementasikan sesuai dengan tahap-tahap experiential learning (Muchith

(2008, hlm. 82-84) sebagai berikut.

1. Tahap pengalaman konkrit (concrete experience). Pada tahap pengalaman

konkrit (concrete experience) pembelajar mendapatkan pengalaman nyata

namun belum memiliki kesadaran tentang hakikat dari suatu peristiwa.

Pembelajar hanya dapat merasakan kejadian apa adanya dan belum dapat

memahami serta menjelaskan bagaimana dan mengapa peristiwa terjadi.

2. Tahap pengamatan aktif/identifikasi dan reflesi (observation and reflection).

Pada tahap pengamatan aktif dan refleksi belajar harus memberi kesempatan

kepada seluruh pembelajar melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa

yang dialami. Tahap pengamatan aktif dan reflesi dimulai dengan mencari

jawaban dan memikirkan kejadian yang ada dalam dunia sekitar. Pembelajar

melakukan refleksi dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana

dan mengapa hal-hal disekitar dapat terjadi.

3. Tahap konseptualisasi/analisis (forming abstract concept). Setelah pembelajar

diberi kebebasan melakukan pengamatan, selanjutnya diberi kebebasan

merumuskan (konseptualisasi) terhadap hasil pengamatan. Artinya pembelajar

berupaya membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep atau hukum

dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek perhatian.

4. Tahap eksperimentasi aktif/generalisasi (testing in new situations). Tahap

eksperimentasi aktif (testing in new situations) didasarkan atas asumsi bahwa

hasil dari proses belajar harus bersifat produk yang nyata. Pada tahap

(22)

mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan kedalam situasi

nyata. Belajar harus memberikan ruang kebebasan untuk mempraktekkan dan

menguji teori-teori serta konsep-konsep di lapangan.

Berdasarkan paparan yang telah diuraikan penelitian difokuskan pada

efektivitas layanan bimbingan berbasis experiential learning untuk

mengembangkan orientasi masa depan anak jalanan yang merupakan bagian dari

komunitas jalanan. Rumusan masalah yang dikembangkan dalam pertanyaan

penelitian sebagai berikut.

1. Apakah layanan bimbingan berbasis experiential learning efektif untuk

mengembangkan orientasi masa depan anak jalanan usia remaja binaan

Rumah Singgah Anak Mandiri Yogyakarta?

2. Bagaimana kontribusi layanan bimbingan berbasis experiential learning

terhadap perkembangan tiap dimensi dan indikator orientasi masa depan anak

jalanan usia remaja binaan Rumah Singgah Anak Mandiri Yogyakarta?

C.Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian sebagai berikut.

1. Memperoleh gambaran efektivitas layanan bimbingan berbasis experiential

learning dalam mengembangkan orientasi masa depan anak jalanan usia

remaja binaan Rumah Singgah Anak Mandiri Yogyakarta.

2. Memperoleh gambaran kontribusi layanan bimbingan berbasis experiential

learning terhadap perkembangan tiap dimensi dan indikator orientasi masa

depan anak jalanan usia remaja binaan Rumah Singgah Anak Mandiri

Yogyakarta.

D.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Bagi Rumah Singgah Anak Mandiri Yogyakarta, sebagai dasar

pengembangan program-program, yang dapat mendukung pengembangan

(23)

2. Bagi guru BK/konselor, sebagai rujukan melakukan layanan bimbingan dan

konseling dalam mengembangkan orientasi masa depan pekerjaan bagi anak

jalanan.

3. Bagi Peneliti selanjutnya, menjadi inisiasi berbagai penelitian orientasi masa

depan pada berbagai setting, pendekatan, metode dan teknik bimbingan dan

konseling.

E.Sruktur Organisasi Tesis

Tesis ditulis dengan struktur organisasi sebagai berikut :

1. Bab I pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi dan

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta struktur

organisasi tesis.

2. Bab II kajian pustaka, berisi kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian

berisi tentang teori-teori yang dikaji dan kedudukan masalah penelitian dalam

bidang ilmu yang diteliti, kajian hubungan teoritis hubungan antar variabel,

serta jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian.

3. Bab III metode penelitian memaparkan rincian metode penelitian termasuk

lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi

operasional, instrument penelitian, proses pengembangan instrument, teknik

pengumpulan data dan analisa data.

4. Bab IV hasil penelitian dan pembahasan, terdiri dari analisis data untuk

temuan penelitian serta analisis temuan berdasartkan kajian teoritis dan

temuan terdahulu.

5. Bab V kesimpulan dan saran menyajikan penafsiran dan pemaknaan penelitian

terhadap hasil analisis temuan penelitian.

6. Daftar pustaka berisi daftar sumber rujukan tertulis yang dikutip dalam tesis.

7. Lampiran-lampiran, berisi berbagai dokumen yang digunakan dalam

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Desain Penelitian

Penelitian menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Pendekatan

kuantitatif digunakan untuk mendeskripsikan data orientasi masa depan anak

jalanan usia remaja dan mengukur efektivitas layanan bimbingan berbasis

experiential learning dalam mengembangkan orientasi masa depan anak jalanan

usia remaja. Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi experimen.

Metode quasi experimen digunakan untuk mengukur efektivitas layanan

bimbingan berbasis experiential learning dalam mengembangkan orientasi masa

depan anak jalanan usia remaja.

Desain yang digunakan dalam penelitian quasi experimen adalah pre

test-post test control group design (pre test-post test pada kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol). Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sama-sama

dilakukan pre test dan post test. Kelompok eksperimen diberikan experimental

treatment berupa layanan bimbingan berbasis experiential learning, sedangkan

kelompok kontrol tidak diberikan treatment berupa layanan bimbingan berbasis

treatment. Visual desain desain penelitian sebagai berikut.

Gambar 3.1

Pretest Posttest Control Group Design (Creswell, 2012, hlm. 316)

B.Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah anak jalanan usia remaja binaan Rumah Singgah

Anak Mandiri yang berjumlah 50 orang. Pengambilan sampel penelitian

menggunakan non-probability sample. Teknik sampling yang digunakan yaitu

(25)

Pada penelitian sampelyang diambil adalah anak jalanan usia remaja binaan

Rumah Singgah Anak Mandiri yang memiliki rata-rata skor orientasi masa depan

rendah. Rata-rata skor orientasi masa depan rendah ditandai dengan karakteristik:

belum memiliki tujuan pekerjaan di masa depan, belum memiliki rencana yang

berkaitan dengan tujuan pekerjaan di masa depan, dan belum mampu

mengevaluasi kemungkinan tercapainya tujuan pekerjaan yang diinginkan di masa

depan.

C.Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Orientasi Masa Depan

Orientasi masa depan merupakan fenomena kognitif motivasional yang

luas dan berhubungan dengan bagaimana seseorang berfikir maupun bertingkah

laku menuju masa depan yang terdiri dari antisipasi dan evaluasi tentang diri di

masa depan dalam interaksinya dengan lingkungan yang berkaitan erat dengan

harapan, tujuan, standar, rencana, dan strategi pencapaian tujuan di masa depan

yang melalui proses motivations, planning, dan evaluations.

Orientasi masa depan pekerjaan yang dimaksud dalam penelitian adalah

cara pandang individu tentang pekerjaan di masa depan yang berkaitan erat

dengan harapan, tujuan, standar, rencana, dan strategi pencapaian tujuan pekerjaan

di masa depan. Orientasi masa depan pekerjaan terdiri dari dimensi motivasional,

perencanaan, dan evaluasi. Dimensi-dimensi orientasi masa depan terdiri dari

beberapa indikator sebagai berikut.

a. Dimensi motivasional, terdiri dari indikator-indikator sebagai berikut.

a. Munculnya pengetahuan baru yang relevan dengan motif umum atau

penilaian individu yang menimbulkan minat yang lebih spesifik. Nurmi

(1989, hlm. 14) menjelaskan individu perlu memiliki motif umum atau

penilaian tentang masa depan pada proses pembentukan minat dalam

orientasi masa depan. Perilaku yang ditunjukkan antara lain memiliki

motif umum untuk memiliki pekerjaan di masa depan, memahami

pentingnya memiliki pekerjaan di masa depan, memiliki pengetahuan

tentang pekerjaan yang dapat digeluti di masa depan, dan memiliki

(26)

b. Individu mulai mengeksplorasi pengetahuannya yang berkaitan dengan

minat baru. Nurmi (1989, hlm. 15) menjelaskan proses eksplorasi

pengetahuan dilakukan melalui dua cara: 1) mencari informasi secara

mandiri melalui media-media tertentu, dan 2) melakukan diskusi dengan

orang lain yang memiliki pengetahuan tentang minat yang dimiliki.

Perilaku yang ditunjukkan antara lain mencari informasi mengenai

pekerjaan yang dapat digeluti di masa depan dan melakukan diskusi

dengan orang lain mengenai pekerjaan yang dapat digeluti di masa depan.

c. Menentukan tujuan spesifik. Kompetensi dalam menetukan tujuan spesifik

ditunjukkan dengan memiliki tujuan pekerjaan yang ingin digeluti di masa

depan dan memahami pentingnya memiliki tujuan pekerjaan di masa

depan.

d. Memutuskan kesiapannnya untuk membuat komitmen yang berisikan

tujuan yang telah ditentukan. Nurmi (1989, hlm. 15) menjelaskan proses

penentuan kesiapan membuat komitmen meliputi efek siap atau tidak siap

membuat komitnmen pada individu untuk mewujudkan tujuan yang telah

dibuat dengan usaha yang akan dilakukan. Perilaku yang mewakili

kesiapan membuat komitmen tujuan yang telah ditentukan adalah dengan

merasa siap berjanji pada diri sendiri untuk berusaha mewujudkan tujuan

pekerjaan di masa depan yang telah dibuat.

b. Dimensi perencanaan, terdiri dari indikator-indikator sebagai berikut.

1) Penentuan sub tujuan

Nurmi (1989, hlm. 15) menjelaskan pada proses penentuan sub tujuan

individu menetapkan tujuan dan penggambaran dari konteks masa depan

yang diharapkan dapat terwujud. Penetapan tujuan dan gambaran konteks

masa depan didasari oleh pengetahuan individu tentang konteks dari

aktivitas di masa depan. Perilaku yang mewakili kompetensi menentukan

sub tujuan antara lain memiliki tujuan pekerjaan di masa depan yang

spesifik, dapat membayangkan gambaran aktivitas pekerjaan yang menjadi

tujuan di masa depan, memiliki informasi mengenai pekerjaan yang

diinginkan di masa depan, dan mengetahui persyaratan pekerjaan yang

(27)

2) Penyusunan rencana

Nurmi (1989, hlm. 16) menjelaskan pada proses penyusunan rencana

individu membuat rencana dan menetapkan langkah dan strategi untuk

mencapai tujuan yang telah ditentukan. Individu menentukan cara-cara

yang dapat mengarahkannya pada pencapaian tujuan dan menentukan cara

yang paling efisien. Desmita (2008, hlm. 201) menyebutkan, pengetahuan

tentang konteks dari suatu aktivitas di masa depan menjadi dasar dari

perencanaan. Perilaku yang mewakili kompetensi penyusunan rencara

antara lain memahami pentingnya membuat rencana pekerjaan di masa

depan, telah membuat rencana pekerjaan di masa depan, dan memahami

usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam mencapai tujuan pekerjaan di

masa depan.

3) Melaksanakan rencana dan strategi yang telah disusun

Nurmi (1989, hlm. 16) menjelaskan pada proses realisasi individu

melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan rencana yang telah dibuat

dengan cara yang sistematis. Pengawasan dilakukan dengan

membadingkan tujuan yang telah ditetapkan dengan konteks aktual atau

keadaan dalam situasi nyata. Selama melaksanakan rencana, individu

harus melakukan pengawasan secara sistematis, apakah tujuan yang telah

ditetapkan dapat didekati melalui sistem yang sedang dilaksanakan atau

tidak. Perilaku yang mewakili realisasi rencana yang telah dibuat antara

lain telah memiliki kegiatan yang mendukung tercapainya tujuan pekerjaan

di masa depan, melakukan aktivitas-aktivitas yang mendukung tujuan

pekerjaan yang telah direncanakan di masa depan, dan belajar beberapa

keterampilan yang dibutuhkan dalam pekerjaan yang direncanakan di masa

depan.

c. Dimensi evaluasi, terdiri dari indikator-indikator sebagai berikut.

1) Evalusi terhadap hasil: menurut Weiner (Nurmi, 1989, hlm. 17) evaluasi

utama hasilnya berupa kondisi yang tidak spesifik meliputi efek positif

atau negatif tentang kemungkinan pencapaian tujuan; menurut Lazarus &

Folkman (Nurmi, 1989, hlm. 17) evaluasi utama menghasilkan

(28)

ditunjukkan individu yang memiliki kemampuan evaluasi hasil yang baik

seperti: memahami pekerjaan yang diinginkan di masa depan

memungkinkan untuk dapat dicapai dan merasa tertantang untuk

mewujudkan rencana pekerjaan di masa depan.

2) Evaluasi terhadap emosi yang menyertai individu dalam proses evaluasi:

menurut Weiner dilakukan terhadap penyebab yang diikuti oleh

emosi-emosi spesifik yang berupa pengharapan, kecewa, optimis atau pesimis;

menurut lazarus & Folkman evaluasi kedua berkaitan dengan seberapa

besar kontrol individu terhadap hasil akhir (Nurmi, 1989, hlm. 17).

Perilaku yang ditunjukkan individu yang memiliki kemampuan evaluasi

terhadap emosi yang menyertai seperti: memiliki harapan yang besar

terhadap rencana pekerjaan di masa depan yang telah dibuat, memiliki

perasaan positif dalam menyusun rencana pekerjaan di masa depan, dan

memiliki keyakinan dapat mewujudkan rencana pekerjaan di masa depan

yang telah dibuat.

2. Variabel Layanan Bimbingan Berbasis Experiential Learning

Layanan bimbingan dalam penelitian adalah rangkaian aktivitas yang

dirancang untuk membantu individu (remaja jalanan) mencapai taraf

perkembangan dan kebahagiaan yang optimal (Makmun, 2005, hlm. 277).

Experiential learning adalah metode pengajaran yang spesifik dalam

mengembangkan pengetahuan dan konsep individu melalui pemberian

pengalaman langsung. Rogers (Snelbecker, 1974, hlm. 489) menyebutkan

Experiential learning merupakan salah satu teori belajar yang dikembangkan alam

pendekatan belajar humanistik yang memiliki prinsip melibatkan peserta secara

langsung dalam proses pembelajaran untuk mendapatkan pengalaman.

Layanan bimbingan berbasis experiential learning merupakan layanan

dengan menggunakan beberapa teknik bimbingan yang sesuai dengan

prinsip-prinsip experiential learning. Rogers (1983, hlm. 190) memaparkan experiential

learning merupakan metode belajar berfokus pada peserta belajar (

student-centered learning) yang tidak memiliki teknik khusus dan dapat diaplikasikan

(29)

experiential learning. Pfeiffer & Jones (1985, hlm. 67) menyebutkan beberapa

teknik belajar yang dapat digunakan dalam experiential learning adalah simulai,

demonstrasi, role play, games, dan metode-metode lainnya. Silberman (2006,

hlm. 314) menyebutkan beberapa kegiatan yang dapat diterapkan dalam metode

experiential learning yaitu bermain peran, permainan dan simulai, observasi,

menulis, dan aksi belajar.

Layanan bimbingan berbasis experiential learning dalam penelitian

dirancang dalam kegiatan kelompok komunitas anak jalanan dengan tujuan

mengembangkan orientasi masa depan pekerjaan menggunakan teknik bermain

peran, permainan dan simulai, observasi, menulis, dan aksi belajar. Tujuan yang

lebih spesifik dari layanan bimbingan berbasis experiential learning adalah

menumbuhkan minat anak jalanan untuk memiliki pekerjaan di masa depan,

membantu anak jalanan mengeksplorasi pilihan pekerjaan dan menumbuhkan

kemampuan dalam menetapkan pilihan pekerjaan di masa depan, membantu anak

jalanan memiliki sejumlah informasi mengenai pekerjaan yang diminati dan

memahami persyaratan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam

pekerjaan yang direncanakan, membantu anak jalanan untuk memiliki rencana

yang konkrit mengenai pekerjaan di masa depan, dan mengembangkan

kemampuan anak jalanan dalam mengevaluasi kemungkinan tercapainya orientasi

bidang pekerjaan yang telah dimiliki.

Operasional pelaksanaan layanan bimbingan berbasis experiential learning

terdiri dari sesi-sesi berikut.

1. Sesi 1 “Eksplorasi pekerjaan” yaitu penelusuran informasi berbagai jenis

pekerjaan yang dapat digeluti di masa depan melalui kegiatan performance

dan diskusi.

2. Sesi 2 “Pekerjaan dan Aktivitasnya” yaitu pengembangan kemampuan

peserta dalam menetapkan pekerjaan yang diinginkan dan pemahaman

tentang gambaran aktivitas dalam pekerjaan melalui aktivitas writing dan

diskusi.

3. Sesi 3 “Persyaratan Pekerjaan” yaitu penelaahan persyaratan untuk

(30)

4. Sesi 4 “Rencana Pekerjaan Masa Depan” yaitu penyusunan rencana pekerjaan

di masa depan dan penelaahan usaha-usaha untuk mewujudkan rencana

melalui aktivitas writing dan diskusi.

5. Sesi 5 “Pelaksanaan Rencana” yaitu penelaahan pelaksanaan rencana yang

telah dibuat untuk mendapatkan pekerjaan di masa depan melalui aktivitas

diskusi kelompok.

6. Sesi 6 “Evaluasi Tujuan Pekerjaan” yaitu penelaahan kemungkinan

tercapainya pekerjaan yang diinginkan di masa depan melalui aktivitas

writing dan diskusi kelompok.

Masing-masing sesi layanan terdiri dari tahap-tahap dalam experiential

learning sebagai berikut.

1. Eksperientasi atau tahap pengalaman konkrit (concrete experience)

Pada tahap eksperientasi atau pengalaman konkrit (concrete experience)

peserta mendapatkan pengalaman nyata namun belum memiliki kesadaran

tentang hakikat dari suatu peristiwa. Peserta hanya dapat merasakan kejadian

apa adanya dan belum dapat memahami serta menjelaskan bagaimana dan

mengapa peristiwa terjadi.

2. Identifikasi atau tahap pengamatan aktif dan refleksi (observation and

reflection)

Pada tahap identifikasi pengamatan aktif dan refleksi peserta diberi

kesempatan untuk melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang

dialami. Tahap pengamatan aktif dan refleksi dimulai dengan mencari

jawaban dan memikirkan kejadian yang ada dalam dunia sekitar. Peserta

melakukan refleksi dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan

bagaimana dan mengapa hal-hal disekitar dapat terjadi.

3. Analisis atau tahap konseptualisasi (forming abstract concept)

Setelah pembelajar diberi kebebasan melakukan pengamatan, selanjutnya

diberi kebebasan merumuskan (konseptualisasi) hasil pengamatan. Artinya

peserta membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep atau hukum

(31)

4. Generalisasi atau tahap eksperimentasi aktif (testing in new situations)

Pada tahap generalisasi eksperimentasi aktif (testing in new situations)

peserta mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan

kedalam situasi nyata.

D.Instrumen Penelitian

1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa angket/kuisioner

orientasi masa depan yang dikembangkan oleh penulis dengan mengacu pada

dimensi-dimensi orientasi masa depan yang dipaparkan oleh Nurmi. Nurmi (1989:

3) menyebutkan orientasi masa depan terdiri dari dimensi motivasional,

perencanaan dan evaluasi. Angket/kuisioner orientasi masa depan disusun dengan

menggunakan skala 4 pilihan jawaban. Instrumen orientasi masa depan telah diuji

ketepatan skor dengan skor pada tiap pilihan jawaban tersaji pada Tabel 3.1

sebagai berikut.

Tabel 3.1

Skor Pilihan Jawaban Angket Orientasi Masa Depan Item Positif Item Negatif 1 Tidak sesuai 1 Sangat Sesuai

2 Kurang Sesuai 2 Cukup Sesuai

3 Cukup Sesuai 3 Kurang Sesuai

4 Sangat Sesuai 4 Tidak sesuai

Kisi-kisi instrumen orientasi masa depan yang dikembangkan oleh penulis

tersaji pada Tabel 3.2 sebagai berikut.

Tabel 3.2

Kisi-kisi Angket Orientasi Masa Depan Sebelum Judgement Ahli dan Uji Coba

Dimensi Indikator Deskriptor Pernyataan

Motivation Munculnya

1. Saya tidak ingin selamanya hidup di jalanan. (+)

2. Saya ingin memiliki kehidupan yang lebih layak di masa depan. (+)

(32)

Dimensi Indikator Deskriptor Pernyataan

spesifik

4. Menurut saya, aktivitas di jalanan dapat mengembangkan adalah hal yang penting. (+)

Memiliki kerjakan di masa depan. (+)

Memiliki keinginan untuk memiliki

pekerjaan di masa depan

7. Saya ingin memiliki pekerjaan yang lebih layak di masa depan. (+)

8. Saya ingin tetap beraktivitas di jalanan (-) layak dan dapat saya kerjakan di masa depan. (+)

10.Saya lebih memilih diam saja meskipun tidak terlalu

mengerti tentang informasi pekerjaan yang layak dan dapat saya kerjakan di masa depan. (-) dengan orang yang saya rasa lebih paham (+)

12.Saya meminta pendapat orang-orang terdekat mengenai pekerjaan yang dapat saya kerjakan di masa depan. (+) 13.Saya tidak suka membicarakan

pekerjaan di masa depan

14.Saya telah menetapkan pilihan pekerjaan yang saya inginkan di masa depan. (+)

(33)

Dimensi Indikator Deskriptor Pernyataan

16.Saya merasa perlu untuk menetapkan tujuan pekerjaan di masa depan, karena dapat memotivasi diri saya. (+) 17.Saya lebih suka memikirkan

kehidupan saat ini saja. (-) Memutuskan

18.Saya siap berjanji pada diri sendiri untuk berusaha

mewujudkan tujuan pekerjaan di masa depan yang telah saya buat. (+)

19.Saya merasa kurang siap berjanji pada diri sendiri untuk berusaha keras mendapatkan

20.Saya telah memiliki tujuan pekerjaan yang saya inginkan di masa depan. (+)

21.Saya merasa bingung menentukan pekerjaan yang dapat saya kerjakan di masa depan. (-) yang saya inginkan di masa depan. (+) yang saya inginkan di masa depan. (+)

24.Saya merasa tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang pekerjaan yang saya inginkan di masa depan. (-) Mengetahui inginkan di masa depan. (+)

(34)

Dimensi Indikator Deskriptor Pernyataan

rencana pekerjaan di masa depan

pekerjaan di masa depan. (+) 27.Menurut saya rencana itu tidak

terlalu penting, karena yang

28.Saya telah memiliki rencana untuk mewujudkan pekerjaan yang saya inginkan di masa depan. (+)

29.Saya tahu usaha-usaha apa yang harus saya lakukan untuk mencapai tujuan pekerjaan di masa depan. (+)

30.Saya telah memikirkan cara yang tepat untuk mencapai

31.Saya memiliki kegiatan yang mendukung tercapainya tujuan pekerjaan saya di masa depan. (+)

33.Saya merasa cukup menjalani apa adanya kehidupan

sehari-Evaluation Evaluasi hasil Memahami

pekerjaan yang yang saya inginkan di masa depan memungkinkan untuk saya capai. (+)

(35)

Dimensi Indikator Deskriptor Pernyataan

pekerjaan di masa depan yang telah saya buat. (+)

37.Saya merasa takut ketika memikirkan rencana pekerjaan

38.Saya memiliki harapan yang besar terhadap pekerjaan yang saya inginkan di masa depan. (+) pekerjaan di masa depan. (+) 40.Saya merasa tidak memiliki

masa depan pekerjaan yang

41.Saya yakin saya dapat mewujudkan pekerjaan yang saya inginkan di masa depan. (+)

42.Saya sering merasa tujuan pekerjaan saya di masa depan tidak mungkin saya capai. (-)

2. Penimbang Instrumen

Penimbangan instrumen dilakukan untuk memperoleh item-item yang

memadai yang dapat mengukur orientasi masa depan. Instrumen penelitian

ditimbang dengan menggunakan lembar penilaian instrumen yang ditelaah oleh

pakar instrumen dan tes psikologi, pakar bimbingan dan konseling, dan praktisi

atau pekerja sosial anak jalanan. Proses penimbangan instrumen berorientasi pada

isi, redaksi setiap butir pernyataan, dan kesesuaian item dengan aspek-aspek yang

akan di ungkap.

Pakar instrument yaitu Dr. Nurhudaya, M. Pd, pakar bimbingan dan

konseling yaitu Dr. Yusi Riksa Yustiana, dan praktisi anak jalanan adalah

(36)

Orientasi Masa Depan sudah layak untuk digunakan sebagai alat pengambilan

data. Hasil yang telah memperoleh penilaian, kemudian direvisi berdasarkan saran

dan masukan dari para penimbang.

3. Uji Keterbacaan Instrumen

Uji keterbacaaan instrumen dilakukan pada 3 anak jalanan usia remaja yang

bukan dijadikan populasi atau sampel penelitian dengan tujuan untuk mengetahui

instrumen yang dibuat dapat dan mudah dipahami oleh anak jalanan. Setiap

masukan yang diberikan oleh anak jalanan dijadikan bahan untuk perbaikan

instrumen sehingga layak untuk diujicobakan.

4. Uji validitas dan Reliabilitas Instrumen

Validitas merupakan tingkat penafsiran kesesuaian hasil instrumen dengan

tujuan yang di inginkan suatu instrumen (Creswell, 2012: hlm. 159). Pengujian

validitas dilakukan pada seluruh butir pernyataan (item) instrumen dengan

menggunakan rumus spearman correlation. Tujuan menggunakan spearman

correlation untuk mengukur keeratan hubungan tiap jawaban responden yang

memiliki skala ordinal, dalam perhitungan validitas butir pernyataan digunakan

bantuan program SPPS 17.0.

Setelah uji validitas setiap item selanjutnya instrumen diuji tingkat

realibiltasnya, realibilitas berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilitas

instrumen. Tujuan uji realibilitas untuk mengetahui tingkat kepercayaan dan

ketepataanya instrumen sehingga mampu menghasilkan skor-skor secara

konsisten. Pengujian realibiltas instrumen menggunakan rumus crobanch’s alpha

dalam proses pengujian realibiltias digunakan bantuan program SPPS 17.0.

Klasifikasi untuk menginterpretasikan hasil perhitungan koefisien validitas

menurut Drummond, J. Robert & Jones, D. Karyn (2010, hlm. 100), dapat dilihat

pada tabel 3.3 sebagai berikut.

Tabel 3.3

Interpretasi Koefisien Validitas

No Interpretasi Koefisien Validitas Kualifikasi

1 Very high >.50

2 High .40 - .49

(37)

Kriteria untuk mengetahui tingkat koefisien realibilitas menggunakan

klasifikasi menurut Drummond, J. Robert & Jones, D. Karyn (2010, hlm. 108),

dapat dilihat pada tabel 3.4 sebagai berikut.

Tabel 3.4 Koefisien Realibilitas

No Koefisien Realibilitas Kualifikasi

1 Very high >.90

2 High .80 - .89

3 Acceptable .70 - .79 4 Moderate/Acceptable .60 - .69 5 Low/Unacceptable <.59

Uji validitas instrumen orientasi masa depan menggunakan bantuan SPSS

17.0. Hasil uji coba perangkat instrumen orientasi masa depan pada 100 remaja

menunjukkan dari 30 item instrumen orientasi masa depan terdapat 1 item yang

berada pada kategori Low/Unacceptable dengan nilai korelasi 0,090, yakni item

nomor 24. Kesimpulan hasil uji validitas menunjukkan terdapat 29 item instrumen

orientasi masa depan dapat digunakan dalam mengkur orientasi masa depan

remaja.

Uji realibilitas instrumen orientasi masa depan menggunakan metode

Cronbach’s Alfpha dibantu dengan SPSS 17.0. Dari uji reliabilitas didapatkan tingkat reliabilitas instrumen sebesar 0.951. Berdasarkan kategori tingkat

koefisien realibilitas menggunakan klasifikasi menurut Drummond, J. Robert &

Jones, D. Karyn (2010, hlm. 108) tingkat derajat kepercayaan dan keterandalan

instrumen termasuk pada kategori tinggi sekali, dengan demikian instrumen

orientasi masa depan dapat menghasilkan skor secara konsisten dan dapat

digunakan oleh peneliti. Kisi-kisi instrumen setelah dilakukan judgement ahli, uji

keterbacaan dan uji coba tersaji pada Tabel 3.5 sebagai berikut.

Tabel 3.5

Kisi-kisi Angket Orientasi Masa Depan Setelah Judgement Ahli dan Uji Coba

Dimensi Indikator Deskriptor Pernyataan

Motivation Munculnya

pengetahuan baru yang relevan dengan motif umum atau penilaian

Memiliki motif umum untuk memiliki

pekerjaan di masa depan

1. Saya ingin memiliki kehidupan yang lebih baik di masa depan. (+)

(38)

Dimensi Indikator Deskriptor Pernyataan

4. Saya tahu pekerjaan yang bisa saya kerjakan di masa depan. (+)

7. Saya bertanya pada orang yang lebih paham

pekerjaan yang dapat saya kerjakan di masa depan (+) 8. Saya meminta pendapat

orang-orang terdekat tentang pekerjaan yang dapat saya kerjakan di masa depan. (+) inginkan di masa depan. (+) 10.Saya suka memikirkan

13.Saya berjanji pada diri sendiri untuk berusaha mendapatkan pekerjaan yang saya inginkan di masa depan. (+)

(39)

Dimensi Indikator Deskriptor Pernyataan

inginkan di masa depan. (+) Penyusunan

inginkan di masa depan. (+) Memahami

usaha-inginkan di masa depan. (+) 21.Saya memikirkan cara yang

tepat untuk mendapatkan pekerjaan yang saya

inginkan di masa depan. (+) Melaksanakan

(40)

Dimensi Indikator Deskriptor Pernyataan

Evaluation Evaluasi hasil Memahami pekerjaan

yang diinginkan di saya dapat hidup lebih baik. (+) yang saya inginkan di masa depan. (+)

5. Kategori Orientasi Masa Depan

Penentuan kategorisasi tingkat Orientasi Masa Depan menggunakan norm

criteria dengan rentang dan kategori mengacu pada pendapat Azwar (2015, hlm.

149) dapat dilihat pada tabel 3.6 berikut.

Tabel 3.6

a. Kategori tinggi pada orientasi masa depan pekerjaan ditunjukkan dengan

karakteristik: memiliki motif untuk bekerja di masa depan, menganggap

penting memiliki pekerjaan di masa depan, memiliki pengetahuan tinggi

tentang pekerjaan yang dapat dikerjakan di masa depan, berkeinginan kuat

Gambar

Tabel 3.1 Skor Pilihan Jawaban Angket Orientasi Masa Depan
Tabel 3.3
Tabel 3.6
Tabel 3.8 Rata-rata Skor Orientasi Masa Depan Pekerjaan Tiap Aspek dan Indikator
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang telah kami lakukan menunjukkan bahwa ekstrak etanolik herba ciplukan ( Physalis angulata L.) memiliki efek sitotoksik terhadap sel HeLa dengan IC

game trains and gives students opportunity to use language orally. According to the result, the lowest score of aspects of speaking in pre test and post test was fluency. In this

Jika wasit melihat ada perbedaan antara gerakan yang dilakukan pesenam dengan gambar atau keterangannya, maka wasit harus memotong sesuai dengan ketentuan yang

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karuniaNya, Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis berjudul &#34;Strategi Pernasaran Lifetime

K 1.SI JASA STUDI, PENELITIAN DAN BANTUAN TEKNIK M 101 PENGEMBANGAN PERTANIAN DAN PEDESAAN. M

Pengaruh likuiditas dan profitabilitas terhadap return saham pada sub sektor konstruksi dan bangunan yang terdaftar di bursa efek indonesia.. Universitas Pendidikan Indonesia |

korelasi sebesar 0,615 dengan interprestasi korelasi yang tinggi, sedangkan berdasarkan uji keberartian korelasi diperoleh harga t hitung &gt; t tabel