• Tidak ada hasil yang ditemukan

Study Ethnomathematics Pada Kalender Aboge (Alif, Rebo, Wage) Sebagai Penentu Waktu Hari – Hari Besar Islam Dan Upacara Adat Di Keraton Kasepuhan Cirebon.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Study Ethnomathematics Pada Kalender Aboge (Alif, Rebo, Wage) Sebagai Penentu Waktu Hari – Hari Besar Islam Dan Upacara Adat Di Keraton Kasepuhan Cirebon."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF,

REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Departemen Pendidikan Matematika

Oleh

Muhammad Alfi Syahrin

1103667

DEPARTEMEN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF,

REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Oleh

Muhammad Alfi Syahrin

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Muhammad Alfi Syahrin 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

Skripsi sejatinya melatih diri. Maksimalkan ikhtiar dan akhiri

dengan tawakal...#AdaAllah

(4)
(5)

i

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “STUDY

ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO,

WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON” ini dan seluruh

isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan

penjjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu

yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap

menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian

ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau

ada klaim dari pihak lain terhadap karya saya ini.

Bandung, Agustus 2015

Yang membuat pernyataan,

Muhammad Alfi Syahrin

(6)

ii

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Muhammad Alfi Syahrin. 1103667. Study Ethnomathematics Pada Kalender

Aboge (Alif, Rebo, Wage) Sebagai Penentu Waktu Hari – Hari Besar Islam Dan Upacara Adat Di Keraton Kasepuhan Cirebon

Penelitian ini merupakan upaya untuk memperlihatkan adanya keterkaitan antara budaya dan matematika. Paradigma yang muncul selama ini bahwa matematika merupakan konsep abstrak dan sulit sehingga mengakibatkan matematika tidak disukai oleh kebanyakan siswa. Padahal dalam realitanya, secara tidak langsung matematika hadir dalam suatu kebudayaan, suatu kelompok masyarakat. Studi ethnomathematics merupakan studi untuk meneliti cara sekelompok orang pada budaya tertentu dalam memahami, mengekspresikan, dan menggunakan konsep-konsep serta praktik-praktik budayanya yang tergambarkan secara matematis. Penelitian ini dilakukan di Cirebon tepatnya di Keraton Kasepuhan, yang berada di RW 04, Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemah Wungkuk, Kota Cirebon, Jawa Barat. Fokus dan kajian yang diteliti adalah mengenai aplikasi kalender Aboge (Alif Rebo Wage) sebagai perhitungan hari dan aturan penanggalan sebagai penentu waktu hari – hari, besar Islam dan upacara Adat di Keraton Kasepuhan. Metode kualitatif dengan prinsip ethnography seperti kajian dalam ethnomathematics , yaitu observasi, wawancara, dokumentasi dan catatan lapangan digunakan dalam penelitian ini. Hasil temuan kajian ethnomathematics ini memperlihatkan bahwa penentuan hari – hari besar islam dan penentuan hari – hari untuk upacara adat kekeratonan memiliki hubungan yang erat dengan hitungan – hitungan dan prinsip – prinsip dalam matematika. Penelitian ini memberikan rekomendasi kepada masyarakat bahwa matematika erat kaitannya dengan kebudayaan karena adanya ethnomathematics.

(7)

iii

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

Muhammad Alfi Syahrin.1103667. Study Ethnomathematics of Aboge (Alif,

Rebo, Wage) Calendar as Determinant of the Great Days of Islam and

Traditional Ceremony in Cirebon Kasepuhan Palace

This research attempts to show about the relationship between mathematics and culture. Paradigm that emerged during this time, that mathematics is an abstract concept and difficult, therefore in mathematics is not favored by most students. In reality, indirectly mathematics is present in a culture of a society. Ethnomathematics study is a study to examine how a group of people in a particular culture to understand, express, and use the concepts and practices of culture that depicted mathematically. This research was conducted in Cirebon precisely in Kasepuhan Palace, which is in RW 04, Kasepuhan village, Lemah Wungkuk district, Cirebon city, West Java. The focus of the study and research purposes is the application of Aboge (Alif Rebo Wage) calendar as the calculation of days and the calendar rules determine the time of days, great days of Islam and traditional ceremony in Kasepuhan Palace. Qualitative methods with the principles of ethnography such as studies in ethnomathematics i.e observation, interviews, documentation and field notes used in this research. The findings of this ethnomathematics study show that the determining great days of Islam and the days of palace traditional ceremony have a close relationship with the counts and principles in mathematics. This study provides recommendations that mathematics is closely related to culture due to ethnomathematics.

(8)

vii

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

A. Ethnomathematics ... 9

B. Aspek - Aspek Matematika ... 20

C. Penentuan Hari – Hari Besar Islam dan Keraton ... 21

D. Kalender Berbagai Bangsa ... 26

E. Kalender Aboge ... 31

F. Keraton Kasepuhan Cirebon ... 34

G. Penelitian yang Relevan ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37

A. Metode Penelitian ... 37

B. Desain Penelitian ... 39

C. Tempat dan Sampel Sumber Data Penelitian ... 41

D. Instrumen Penelitian ... 42

E. Teknik Pengumpulan Data ... 44

F. Teknik Analisis Data ... 49

G. Teknik Pengujian Keabsahan Data ... 50

(9)

viii

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53

A. Hasil Penelitian ... 53

B. Pembahasan ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

A. Kesimpulan ... 99

B. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 101

LAMPIRAN ... 104

GLOSARIUM ... 125

(10)

ix

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR TABEL

Tabel 2.5 Perbedaan Jumlah Hari pada Bulan Kalender Jawa, Hijriyah dan Masehi ... 25

Tabel 2.6 Bulan Kalender Julian ... 28

Tabel 2.7 Kalender Hitung Panjang ... 29

Tabel 2.8 Bulan Kalender Tionghoa ... 31

Tabel 3.1 Desain Penelitian Ethnomathematical ... 41

Tabel 4.1 Nama – Nama Bulan Kalender Aboge ... 58

Tabel 4.2 Nama – Nama Tahun Kalender Aboge... 59

Tabel 4.3 Pasaran Kalender Aboge ... 60

Tabel 4.4 Jumlah Hari pada Bulan Kalender Aboge ... 61

Tabel 4.5 Singkatan dalam Penyebutan Aturan Bulan ... 66

Tabel 4.6 Siklus Hari Beserta Pasarannya ... 70

Tabel 4.7 Tabel Harga Rumus Hari Tahun dan Bulan Kalender Aboge ... 76

Tabel 4.8 Tabel Harga Rumus Pasarn Tahun dan Bulan Kalender Aboge ... 77

Tabel 4.9 Tabel Urutan Hari Kalender Aboge Cara Pertama ... 78

Tabel 4.10 Tabel Urutan Pasaran Kalender Aboge Cara Pertama ... 78

Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Kalender Aboge Cara Pertama pada Tahun Alif ... 86

Tabel 4.12 Hasil Perhitungan Kalender Aboge Cara Pertama ... 87

Tabel 4.13 Angka – Angka Cara Kedua Perhitungan Kalender Aboge ... 88

Tabel 4.14 Tabel Urutan Hari Kalender Aboge Cara Kedua Pada Tahun He ... 89

Tabel 4.15 Tabel Urutan Pasaran Kalender Aboge Cara Kedua Pada Tahun He ... 89

Tabel 4.16 Hasil Perhitungan Kalender Aboge Cara Kedua Pada Tahun He ... 92

Tabel 4.17 Hasil Perhitungan Kalender Aboge Cara Kedua ... 93

(11)

x

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Siklus Epistimologi Ethnomathematics ... 16

Gambar 2.2 Contoh Kalender Julian ... 27

Gambar 2.3 Kalender Bangsa Maya ... 29

Gambar 2.4 Kalender Tionghoa ... 32

Gambar 2.5 Kalender Asapon pada Tahun 1555J/1043 H ... 35

Gambar 4.1 Pak Iman ... 55

Gambar 4.2 Pak Muhammad Maskun (Lurah Maskun) ... 56

Gambar 4.3 Kalender Aboge Keraton Kasepuhan Cirebon ... 58

Gambar 4.4 Pak Azhari Bersama Peneliti Ketika Menjelaskan Perhitungan Kalender Aboge ... 65

Gambar 4.5 Siklus Hari ... 69

(12)

xi

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A ... 106

A.1 Catatan Lapangan Ke-1 ... 107

A.2 Catatan Lapangan Ke-2 ... 109

A.3 Catatan Lapangan Ke-3 ... 111

A.4 Catatan Lapangan Ke-4 ... 112

LAMPIRAN B ... 116

B.1 Surat Persetujuan Proposal Penelitian Penguji 1 ... 117

B.2 Surat Persetujuan Proposal Penelitian Penguji 2 ... 118

B.3 Surat Persetujuan Proposal Penelitian Pembimbing 2 ... 119

LAMPIRAN C ... 120

C. 1 Surat Permohonan Ijin Penelitian ... 121

C. 2 Surat Ijin Penelitian ... 122

LAMPIRAN D ... 123

(13)

1

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial, berkelompok membentuk suatu masyarakat

yang memiliki kesamaan. Dari tiap – tiap kelompok masyarakat atau etnik tersebut

terbentuk kebudayaan masing – masing yang beragam. Fatimah (2011, hlm. 123)

menjelaskan “hingga saat ini jumlah etnik yang ada di Indonesia mencapai lebih

dari 500 etnik yang menggunakan 250 bahasa”. Tiap – tiap etnik masing – masing

cenderung mempertahankan kebudayaan yang mereka punya sebagai ciri khas atau

identitas mereka.

Keberagaman dari budaya yang ada di Indonesia sejatinya merupakan

peluang yang bagus ketika dihubungkan dengan pendidikan, khusunya

pembelajaran. Kebudayaan dan pembelajaran jika dihubungkan maka akan

menimbulkan variasi pembelajaran bagi pengajar serta minat yang lebih dari siswa.

Selain itu pembelajaran yang dihubungkan dengan kebudayaan yang berada

dilingkungan sekitarnya akan menambah wawasan serta pengenalan nilai kearifan

lokal budayanya baik bagi pengajar maupun siswa. Akan tetapi paradigma yang

muncul dimasyarakat yakni tidak ada kaitannya antara pendidikan maupun

pembelajaran dengan kebudayaan. Lebih khusus lagi dalam skripsi ini adalah

tentang paradigma masyarakat yang mengatakan kalau matematika tidak ada

hubungannya dengan kebudayaan.

Banyak siswa merasa kesulitan belajar matematika dikarenakan siswa hanya

melihat matematika sebagai hafalan rumus - rumus, hitungan dan abstrak. Junaedi

(2013, hlm. 3) menyebutkan bahwa “berbagai alasan yang dilontarkan siswa

tentang ketidaksukaannya terhadap matematika, antara lain matematika merupakan

pelajaran yang paling sulit, matematika membosankan, matematika ilmu pasti, dan

lain sebagainya”. Sejalan dengan pendapat tersebut, Wahyudin (dalam Rosita,

(14)

2

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sukar dipahami”. Dampak buruk dari hal itu adalah motivasi belajar siswa menurun

khususnya di bidang matematika.

Pandangan siswa tentang matematika tersebut bisa muncul juga karena

pengaruh dari guru dalam pembelajaran. Sumardyono (2004, hlm. 1) menyebutkan

bahwa “banyak penelitian yang menunjukkan bahwa persepsi atau sikap guru terhadap

matematika mempengaruhi persepsi atau sikapnya terhadap pembelajaran

matematika”. Jadi ketika guru dalam membelajarkan matematika tidak mendoktrin

siswa untuk menghafal kumpulan rumus, tidak sebatas proses berpikir maka sikap yang

samalah yang akan ditunjukkan oleh siswa, begitupun sebaliknya. Dengan pemahaman

guru yang baik dalam pembelajaran matematika maka akan terselenggara pembelajaran

yang baik.

Munculnya paradigma masyarakat tentang tidak ada kaitannya antara

matematika dan kebudayaan merupakan bentuk dari pandangan bahwa matematika

tidak ada kaitannya dengan kehidupan sehari – hari. Turmudi (dalam Ulum, 2013,

hlm. 2) menyebut bahwa “paradigma tersebut sebagai paradigma absolut dalam

memandang matematika. Paradigma absolut ialah paradigma yang memandang

bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan yang sempurna dan kebenaran yang

objektif, jauh dari urusan kehidupan manusia. Paradigma tersebut muncul dan

berkembang lebih dari 2000 tahun”.

Matematika secara tidak langsung sejatinya telah berada dalam kehidupan

manusia sejak dulu. Disadari ataupun tidak manusia telah banyak menggunakan

matematika untuk menyelesaikan permasalahannya. Dalam kehidupan sehari – hari

matematika hadir dalam kegiatan kebudayaan yang dilakukan tiap etnik manusia,

maka tidak dapat dipungkiri akan ada ide – ide matematis yang terkandung dalam

kebudayaan tersebut.

Menurut Turmudi (2012), konteks matematika dalam kehidupan sehari – hari

yang berkaitan dengan sifat – sifat utama dan pengetahuan antara lain:

1) Matematika sebagai objek yang ditemukan dan diciptakan manusia.

2) Matematika itu diciptakan bukan jatuh dengan sendirinya, namun muncul

dari aktivitas yang objeknya telah tersedia, serta dari keperluan sains dan

(15)

3

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3) Sekali diciptakan objek matematika memiliki sifat-sifat yang ditentukan

secara baik.

Kalimat pada poin 2 membuktikan bahwa adanya keterkaitan antara matematika

dan aktivitas kesehairan atau kebudayaan.

Sejalan dengan pendapat sebelumnya, deskripsi matematika dalam Buku

Panduan Lawrence University menyebutkan bahwa:

Lahir dari dorongan primitif manusia untuk menyelidiki keteraturan dalam alam semesta, matematika merupakan suatu bahasa yang terus menerus berkembang untuk mempelajari struktur dan pola. Berakar dalam dan dipengaruhi oleh realitas dunia, serta didorong oleh keingintahuan intelektual manusiawi, matematika menjulang tinggi menggapai alam abstraksi dan generalitas, tempat terungkapnya hubungan-hubungan dan pola-pola yang tak terduga, menakjubkan sekaligus amat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Matematika adalah rumah alami baik bagi pemikiran-pemikiran yang abstrak maupun bagi hukum-hukum alam semesta yang konkret. Matematika sekaligus merupakan logika yang murni dan seni yang kreatif (Sumardyono, 2004, hlm. 29).

Para ahli mulai memunculkan gagasan – gagasannya tentang kaitan erat

antara kebudayaan masyarakat dengan matematika. Hadi (dalam Karnilah, 2013,

hlm. 3) menjelaskan bahwa “matematika adalah kegiatan manusia. Matematika dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata. Dunia nyata

diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar matematika, seperti kehidupan

sehari-hari, lingkungan sekitar, bahkan mata pelajaran lain. Dunia nyata digunakan

sebagai titik awal pembelajaran”. Sedangkan menurut Clements (1996, hlm. 824)

“belajar dan pembelajaran matematika, termasuk semua bentuk-bentuk pendidikan matematika, mau tidak mau akan dikelilingi oleh permasalahan yang terkait dengan

budaya.” Jadi kesimpulannya, paradigma yang mengatakan bahwa matematika

tidak ada kaitannya dengan kebudayaan adalah tidak benar. “Mathematics is a

social and cultural product” (Alangui, 2010, hlm. 1).

Ide - ide matematis dalam kebudayaan masyarakat telah menarik perhatian

para ahli matematika karena dipandang merupakan hal yang penting dalam

pembelajaran. Paradigma yang mengatakan bahwa matematika sama sekali tidak

ada kaitannya dengan kebudayaan dan kegiatan masyarakat mulai terkikis. Semakin

(16)

4

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kebudayaan masyarakat. Muncul berbagai studi yang dilakukan untuk mencari

interaksi – interaksi tersebut yang dikenal dengan ethnomathematics.

Pada tahun 1984 ethnomathematics dipelopori oleh tokoh bernama

D’Ambrosio. D’Ambrosio (2001a, hlm. 1) menjelaskan “ide dari ethnomathematics muncul sebagai pandangan yang lebih luas tentang bagaimana matematika

berhubungan dengan dunia nyata. Matematika merupakan instrumen intelektual

yang dibuat oleh manusia untuk menjelaskan dunia nyata dan untuk membantu

memecahkan masalah yang terkait dengan kehidupan sehari-hari.” Barton (1996,

hlm. 196) dalam tesisnya menyebutkan bahwa “Ethnomathematics is a field of study which examines the way people from other culture understand, articulate and

use concepts and practices which are from their culture and which the researcher

describe as mathematical”. Bahwa ethnomathematics adalah suatu kajian lapangan

yang meneliti cara masyarakat memahami kebudayaan, mengekspresikan, dan

menggunakan konsep serta praktik yang berasal dari kebudayaan mereka yang oleh

para peneliti dideskripsikan sebagai sesuatu yang matematis.

D’ambrosio (2001b, hlm. 17) menjelaskan berbagai macam dimensi dari kajian ethnomathematics: yakni:

1. Dimensi konseptual. Ethnomathematics merupakan program penelitian

tentang sejarah dan filsofi dari matematika, dengan implikasi yang jelas

terhadap pembelajaran.

2. Dimensi sejarah. Bergantung pada sejarah interpretasi dari pengetahuan

tentang Mesir, Babilonia, dan lain – lain , yang merupakan asal dari

pengetahuan modern.

3. Dimensi kognitif. Ide-ide matematika khususnya seperti membandingkan,

mengelompokkan, mengukur, menjelaskan, generalisasi, menyimpulkan,

dan mengarah ke mana, mengevaluasi, adalah bentuk-bentuk pemikiran

sekarang yang muncul di seluruh spesies manusia.

4. Dimensi tantangan kehidupan sehari – hari. Budaya, yang merupakan

bentuk perilaku yang sesuai dan pengetahuan bersama, termasuk

(17)

5

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5. Dimensi epistimologi. Berfokus pada pengetahuan yang sudah ditetapkan,

sesuai dengan paradigma yang diterima dari waktu dan saat itu.

6. Dimensi politik. Ethnomathematics cocok dengan refleksi tentang

de-kolonisasi dan mencari kemungkinan nyata akses untuk subordinasi, yang

terpinggirkan, dan terbuang, atau dikecualikan.

7. Dimensi pendidikan. D’Ambrosio melihat ethnomathematics sebagai

jalan untuk renovasi pendidikan, mampu menyiapkan generasi mendatang

untuk membangun peradaban yang lebih bahagia.

Matematika erat kaitan dengan kebudayaan, sedangkan masing – masing

kebudayaan dari sekelompok masyarakat cenderung unik, artinya mempunyai

keragaman masing – masing. Tidak menutup kemungkinan sama halnya dengan

konsep matematika yang terkandung didalamnya. Oleh karena itu peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian tentang kaitan matematika dan budaya.

Penelitian ethnomathematics di Departemen Pendidikan Matematatika UPI

telah memasuki tahun ke – 3. Tahun pertama di Kampung Baduy Banten dan tahun

kedua di Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya dan Kampung kuta di Kabupaten

Ciamis Jawa Barat. Ketiga lokasi tersebut notabene penduduknya merupakan suku

sunda, maka untuk tahun ketiga ini peneliti tertarik melakukan peneltitan

ethnomathematics di daerah suku Jawa. Keraton Kasepuhan Cirebon yang

merupakan keraton Jawa menjadi tempat observasi penelitian ethnomathematics

kali ini. Peneliti melakukan pengamatan pendahuluan di Keraton Kasepuhan

Cirebon. Pengamatan dilakukan tanggal 15 Januari 2015. Peneliti melukan survey

lapangan terlebih dahulu untuk membuka kemungkinan melaksanakan penelitian

di Keraton Kasepuhan Cirebon. Peneliti kemudian berbincang dengan salah

seorang abdi dalem keraton, hasil perbincangan mengisyaratkan kemungkinan

untuk melakukan penelitian di Keraton Kasepuhan Cirebon, penelitian terkait

dengan sistem penanggalan yang digunakan di Keraton Kasepuhan Cirebon sebagai

penentu hari – hari besar keislaman dan upacara keraton. Sistem penanggalan di

Keraton Kasepuhan Cirebon menggunakan kalender Aboge (Alif, Rebo, Wage)

yang merupakan salah satu kalender jawa islam dan juga kebudayaan di keraton

(18)

6

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

upacara adat keraton memiliki perbedaan hitungan dengan kalender masehi dan

hijriyah. Ini merupakan modal awal untuk dilaksanakannya penelitian di Keraton

Kasepuhan Cirebon.

Salah satu fokus penelitian ethnomathematics yakni unsur traditional. Gerdes

(1996, hlm. 14) menyebutkan bahwa “Uncovering latent mathematical content ‘hidden’ or ‘frozen’”. Konten matematika tersembunyi ini bisa berupa artefak

tradisional. traditional artefak memiliki cakupan luas meliputi kebudayaan,

penanggalan dan lain - lain. D’Ambrosio (2001b, hlm. 12) “the construction of

calendars, i.e. the counting and recording of time, is an excellent example of

ethnomathematics”. Sistem penanggalan merupakan potensi pokok permasalahan

yang dapat digali untuk menemukan konsep matematika yang terdapat di dalamnya.

Dikarenakan terbukanya peluang untuk melakukan penelitian tentang sistem

penanggalan yang digunakan di Keraton Kasepuhan Cirebon dan berdasarkan latar

belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan study ethnomathematics

dengan judul “Study Ethnomathematics Pada Kalender Aboge (Alif, Rebo, Wage) Sebagai Penentu Waktu Hari – Hari Besar Islam Dan Upacara Adat Di Keraton

Kasepuhan Cirebon”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka permasalahan

yang akan dikaji dalam penelitian ini seacara umum dirumuskan menjadi: Ide

matematika apa saja yang terdapat dalam kalender Aboge sebagai penentu waktu

hari – hari besar islam dan upacara adat pada keraton kasepuhan Cirebon?

C. Pertanyaan Penelitian

Rumusan masalah dalam penelitian ini dijabarkan menjadi beberapa

pertanyaan, yaitu:

1. Aspek – aspek matematika apa saja yang terungkap pada aturan penentuan hari

– hari besar Islam di Keraton Kasepuhan dengan menggunakan kalender Aboge?

2. Aspek – aspek matematika apa saja yang terungkap pada aturan penentuan

(19)

7

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. Bagaimana aturan penanggalan yang berlaku di Keraton Kasepuhan Cirebon di

tinjau dari aspek – aspek matematika?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini yakni mengungkap ide – ide matematika yang

terdapat dalam kalender Aboge di Keraton Kasepuhan Cirebon.

E. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap penelitian

Ethnomathematics khususnya di Indonesia, dalam hal mengungkap keterkaitan

antara matematika dengan budaya asli Indonesia.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan untuk mengembangkan

kurikulum matematika sekolah berdasarkan budaya lokal setempat yang berasal

dari budaya setiap etnik di Indonesia, sehingga diharapkan mampu

meningkatkan pendidikan matematika di Indonesia.

3. Penelitian ini dapat menjadi panduan bagi peneliti lain yang tertarik untuk

mengungkap aspek-aspek matematika pada fokus ethnomathematics.

4. Penelitian ini diharapkan dapat merubah opini selama ini yang memandang

bahwa matematika tidak berkaitan dengan budaya. Dengan perubahan tersebut,

diharapkan siswa di dalam proses pembelajaran matematika tidak akan lagi

merasa sukar atau takut belajar matematika.

F. Definisi Operasional

1. Ethnomathematics. Ethnomathematics adalah suatu kajian yang meneliti cara

sekelompok orang pada budaya tertentu dalam memahami, mengekspresikan,

dan menggunakan konsep-konsep serta praktik-praktik kebudayaannya yang

digambarkan oleh peneliti sebagai sesuatu yang matematis

2. Penentu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya orang atau

sesuatu yang menentukan.

3. Kalender Aboge. Kalender Aboge (Alif, Rebo, Wage) merupakan salah satu

kalender jawa islam yang digunakan untuk menentukan waktu hari – hari besar

keislaman dan upacara adat keraton seperti Maulid Nabi Muhammad SAW,

(20)

8

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4. Hari – Hari besar Islam. Hari – hari besar Islam yang dimaksud dalam skripsi

ini adalah hari – hari yang biasa diperingati oleh umat islam.

5. Upacara Adat. Serangkaian kegiatan yang dilakukan di suatu daerah atau oleh

suatu masyarakat berdasarkan kebiasaan, agama dan kepercayaannya secara

turun - temurun

6. Keraton Kasepuhan Cirebon. Keraton kasepuhan adalah keraton tertua didaerah

Cirebon. Memilik arsitektur bangunan yang sarat akan makna keislaman.

Merupakan tempat tinggal pendiri cirebon beserta keturunannya yang saat ini

(21)

37

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Barton (1996) menjelaskan bahwa “berdasarkan empat kegiatan

ethnomatematical yakni deskriptif, arkeologi, matematis dan aktivitas analisis

menunjukkan perlunya menggambarkan praktek budaya dan konteksnya

sebagai komponen integral dari proses penelitian ethnomatical”, oleh karena

hal itu Alangui (2010: 61) menjelaskan bahwa “memungkinkan untuk

menempatkan penelitian ethnomathematics sebagai penelitian kualitatif”. Hal

itu pun sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif seperti yang

diungkapkan Hamdi dan Bahrudin (2014, hlm. 9) bahwa karakteristik penelitian

kualitatif yaitu:

1) Sumber data ialah situasi yang wajar atau “naturral setting”, artinya bahwa

peneliti mengumpulkan data berdasarkan observasi situasi yang wajar,

sebagaimana adanya, tanpa dipengaruhi dan sengaja,

2) Peneliti sebagai instrumen penelitian artinya dalam penelitian kualitatif

peneliti merupakan “key instrument” atau alat penelitian utama,

3) Sangat deskriptif, artinya dalam penelitian kualitatif diusahakan

mengumpulkan data deskriptif yang banyak yang dituangkan dalam bentuk

laporan dan uraian. Penelitian ini tidak mengutamakan angka – angka dan

dan statistik, walaupun tidak menolak data kuantitatif,

4) Mementingkan proses maupun produk, artinya memperhatikan bagaimana

perkembangan terjadinya sesuatu di samping bagaimana hasil dari proses

tersebut,

5) Mencari makna dibelakang kelakuan atau perbuatan, sehingga dapat

memahami kelakuan manusia dalam konteks yang lebih luas, dipandang

(22)

38

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

6) Mengutamakan data langsung atau “first hand”, sehingga peneliti sendiri

yang terjun ke lapangan untuk mengadakan observasi atau wawancara.

Peneliti tidak menggunakan tes atau angket dengan demikian akan

mengambil jarak dengan sumber data.

7) Triangulasi, artinya data atau informasi dari satu pihak harus dicek

kebenarannya dengan cara memperoleh data itu dari sumber lain, misalnya

dari pihak kedua, ketiga, dan seterusnya dengan menggunakan metode yang

berbeda – beda.

8) Menonjolkan rincian kontekstual, artinya peneliti mengumpulkan dan

mencatat data yang sangat terinci mengenai hal – hal yang dianggap

bertalian dengan masalah – masalah yang diteliti. Data tidak dipandang

lepas – lepas akan tetapi saling berkaitan dan merupakan suatu keseluruhan

atau struktur.

9) Subjek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti. Artinya

subjek yang diteliti tidak dipandang sebagai objek atau yang lebih rendah

kedudukannya akan tetapi sebagai manusia yang setaraf. Peneliti tidak

menganggap dirinya lebih tinggi atau lebih tahu, datang untuk belajar, untuk

menambah pengetahuan dan pemahamannya.

10)Partisipasi tanpa menggangu, artinya untuk memperoleh situasi yang

“natural” atau wajar, peneliti hendaknya jangan menonjolkan diri sepanjang melakukan observasi.

11)Mengadakan analisis sejak awal penelitian, artinya analisis data penelitian

dilakukan sejak awal pnelitian dan terus berlanjut sepanjang melakukan

penelitian.

Poin 1 menjelaskan bahwa karakteristik penelitian kualitatif dilakukan

pada kondisi alamiah dan kegiatan ethnomathematics dilakukan ditempat yang

cenderung natural atau data tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran

peneliti tidak mempengaruhi data yang sudah ada ditempat penelitian. Pada

poin 3 dijelaskan bahwa karakteristik penelitian kualitatif adalah bersifat

deskriptif dan Barton pada paragraf sebelumnya salah satu dari empat kegiatan

ethnomathematics adalah deskriptif . Oleh karena itu metode yang digunakan

(23)

39

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

digunakan untuk mengungkapkan kasus matematika berkaitan dengan

ethnomathematics.

Penelitian ethnomathematics memiliki suatu metode dalam pendekatannya

yakni dengan menggunakan metode ethnography. Creswell (dalam Nursyahida,

2013, hlm. 63) mengatakan bahwa “ethnography merupakan salah satu jenis

penelitian kualitatif dimana peneliti melakukan studi terhadap budaya

kelompok dalam konsidi alamiah melalui proses observasi dan wawancara”. Dalam buku The Handbook of Qualitative Research in Education Wolcott

(1992, hlm. 21-22) menjelaskan bahwa

Sebuah “field of Study” dan “ethnography” berlabel sama, saling terkait tetapi tidak sama. Field of Sutdy dalam hal ini ethnomathematics dan ethnography memanfaatkan tiga teknik dasar untuk semua penelitian lapangan yang berorientasi kepada mengalami, bertanya dan memeriksa, yang membedakannya adalah bahwa siapa saja yang melakukan ethnography membuat klaim tidak hanya tentang prosedur tetapi juga bahwa hasilnya akan berupa ethnography. Ethnography adalah produk akhir untuk sebuah penelitian terfokus budaya dan interpretasi yang mencirikan lapangan anthropology”.

Jadi ethnography merupakan penelitian lebih mendalam tentang budaya

suatu masyarakat menjadi metode yang dipilih dalam penelitian ini yakni

berupa observasi, wawancara, dokumentasi dan catatan lapangan.

B. Desain Penelitian

Alangui (2010, hlm. 63) menjelaskan bahwa kerangka penelitian

ethnomathematics yang memfokuskan pada praktik budaya yang tidak biasa

dibangun dengan empat pertanyaan umum berikut ini:

1) Where to start looking (Dimana memulai pengamatan)?

2) How to look (Bagaimanakah cara mengamatinya)?

3) How to recognize that you have found something significant (Bagaimana

untuk mengenali sesuatu yang penting yang ditemukan)?

4) How to understand what it is (Bagaimana untuk mengerti apa itu)?

Berikut di disajikan tabel desain penelitian ethnomathematical menurut

(24)

40

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.1. Desain Penelitian Ethnomathematical

(25)

41

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pada penentuan

matematika baru yang

ditemukan dari pada

penentuan hari – hari

besar Islam dan

Keraton

C. Tempat dan Sampel Sumber Data Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, menurut Spradley (dalam Sugiyono, 2013,

hlm. 215) “tidak menggunakan istilahpopulasi, melainkan dinamakan ‘social situation atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu: tempat (place),

pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis.

(26)

42

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. Sampel bukan disebut

sampel statistik, tetapi disebut sampel teoritis, karena tujuan penelitian

kualitatif adalah untuk menghasilkan teori. Pada penelitian kualitatif, peneliti

memasuki situasi sosial tertentu untuk melakukan observasi dan wawancara

kepada orang-orang yang dipandang tahu tentang situasi sosial tersebut

(Sugiyono, 2013, hlm. 216).

Penentuan lokasi dan sampel sumber data penelitian dalam penelitian ini

menggunakan purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik

pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan dan tujuan tertentu.

Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang

apa yang diharapkan peneliti (Sugiyono, 2013: 218-219).

Penelitian ini dilakukan di Keraton kasepuhan Cirebon yang berada di

wilayah Cirebon, berada di Kota Madya Cirebon, Kelurahan Kasepuhan, RW

04 Kecamatan Lemah Wungkuk, Kota Cirebon Jawa Barat. Sedangkan untuk

sampel sumber data yang diambil dalam penelitian ini yakni orang-orang yang

mempunyai pengetahuan, informasi serta pemahaman tentang penentuan hari –

hari besar Islam dan Keraton Kasepuhan Cirebon, sehingga sampel sumber data

yang dianggap sesuai adalah abdi dalam Keraton dan masyarakat Keraton.

D. Instrumen Penelitian

Pada penelitian kualitatif yang menjadi instrumen penelitian adalah

peneliti. Peneliti sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus

penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan

data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat

kesimpulan atas temuannya. Dalam penelitian kualitatif segala sesuatu yang

akan dicari dari obyek penelitian belum jelas dan pasti masalahnya, sumber

datanya, hasil yang diharapkan, semuanya belum jelas. Rancangan penelitian

masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti memasuki

obyek penelitian. Dengan demikian dalam penelitian kualitatif ini belum dapat

dikembangkan instrumen penelitian sebelum masalah yang diteliti jelas. Oleh

(27)

43

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Jadi, peneliti merupakan instrumen kunci dalam penelitian kualitatif (Sugiyono,

2013, hlm. 222-223).

Menurut Nasution (Sugiyono, 2009, hlm. 61-62), peneliti sebagai

instrumen tepat untuk penelitian kualitatif karena memiliki ciri-ciri sebagai

berikut:

1) Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari

lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi

penelitian.

2) Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan

dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.

3) Setiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa tes

atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia.

4) Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami

dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya diperlukan untuk

merasakannya, menyelaminya berdasarkan pengetahuan.

5) Peneliti sebagai instrumen dapat menganalisis data yang diperoleh.

6) Hanya manusia sebagai instrumen yang dapat mengambil kesimpulan dari

data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera sebagi

balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, dan perbaikan.

7) Dengan manusia sebagai instrumen, respon yang aneh atau menyimpang,

justru mendapat perhatian. Respon yang lain dari yang lain, bahkan

bertentangan dipakai untuk mempertinggi tingkat kepercayaan dan

pemahaman mengenai aspek yang diteliti.

Sejalan dengan pernyataan tersebut, Guba dan Lincoln (dalam Basrowi &

Suwandi, 2008, hlm. 173) menjelaskan ciri-ciri umum manusia sebagai

instrumen pada penelitian kualitatif, dapat diidentifikasi sebagai berikut:

responsif, dapat menyesuaikan diri, menekankan keutuhan, mendasarkan diri

atas perluasan pengetahuan, memproses data secepatnya, memanfaatkan

kesempatan untuk mengklarifikasikan dan mengikhtisarkan, serta

(28)

44

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sedangkan Danim (2003, hlm. 252) memberikan penjelasan beberapa

alasan mengapa manusia sebagai instrumen utama dalam penelitian kualitatif

yakni sebagi berikut:

1) Peneliti sebagi instrumen dapat berinteraksi dengan responden dan

lingkungan yang ada, memiliki kepekaan dan dapat bereaksi terhadap segala

stimulus yang diperkirakan bermakna bagi penelitian.

2) Peneliti sebagai instrumen dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek

keadaan dan dapat memahami situasi dalam segala seluk – beluknya.

Sebagai instrumen utama, peneliti dapat mengumpulkan aneka ragam data

pada berbagai jenis dan tingkatan karena sifat holistik penelitian kualitatif

menuntut kemampuan menangkap fenomena dan segala konteksnya secara

simultan.

3) Peneliti sebagai instrument dapat merasakan, memahami dan menghayati

secara kompeten dan simultan atas aneka fenomena yang muncul secara

kontekstual atau melalui proses interaksi. Bersamaan dengan itu, peneliti

dapat menganalisis, menafsirkan, dan merumuskan kesimpulan sementara

dalam menentukan arah wawancara dengan pengamatan selanjutnya

terhadap responden untuk memperdalam atau memperjelas temuan

penelitian.

4) Dengan adanya peneliti sebagai instrumen utama memungkinkan fenomena

dan respon yang aneh dan menyimpang, bahkan bertentangan, dapat digali

lebih jauh dan mendalam.

E. Teknik Pengumpulan Data

Ethnomathematics mempunyai kaitan yang sama dengan ethnography

dalam hal teknik lapangan yakni mengalami, bertanya dan memeriksa (Wolcott

1992, hlm. 21). Mengalami yang dimaksud dalam skripsi ini yakni terjun

langsung ke lokasi agar memperoleh kondisi yang tepat sebagai suatu studi

lapangan. Bertanya yang dimaksudkan dalam skripsi ini yakni melakukukan

pengumpulan data berupa observasi dan wawancara secara mendalam agar data

(29)

45

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yakni meminta bukti – bukti berupa dokumen atau naskah yang berkaitan

dengan tujuan penelitian.

Peneliti terlebih dahulu melakukan studi pendahuluan,ke tempat penelitian

untuk mengetahui apakah penelitian dapat dilakukan. Studi pendahuluan sangat

penting untuk dilakukan sebagai acuan untuk melaksanakan langkah penelitian

selanjutnya. Studi pendahuluan dapat dilakukan dengan observasi atau

wawancara. Terdapat beberapa teknik pengumpulan data yang dalam penelitian

kualitatif antara lain:.

1) Wawancara

Moleong (2010, hlm. 186) menyatakan bahwa “wawancara adalah

percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak

yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang

diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

Sedangkan menurut Denzin dan Lincoln (Gunawan, 2013, hlm. 161)

mengatakan bahwa “wawancara merupakan suatu percakapan, seni mengajukan

pertanyaan dan mendengarkan. Wawancara bukan merupakan suatu hal yang

netral, melainkan pewawancara menciptakan kondisi nyata sehingga tanya

jawab dapat dilakukan dan jawaban dapat diperoleh. Wawancara menghasilkan

pemahaman situasi berdasarkan peristiwa-peristiwa dari interaksi tertentu.

Metode ini dipengaruhi oleh karakteristik personal pewawancara, meliputi ras,

kelas, suku, dan gender.”

Menurut Stainback (Sugiyono, 2009, hlm. 72) bahwa “dengan wawancara

peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang bagaimana

partisipan menginterpretasikan suatu situasi dan peristiwa yang terjadi, di mana

hal ini tidak bisa ditemukan melaui observasi”. Dalam penelitian ini wawancara

digunakan untuk menggali informasi lebih mendalam dari narasumber di

Keraton Kasepuhan Cirebon, sehingga peneliti memperoleh hasil yang

dibutuhkan. Dalam penelitian ini wawancara data primer dilakukan kepada

orang – orang yang di tunjuk oleh Sultan Keraton Kasepuhan Cirebon. Secara

(30)

46

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Menyiapkan pokok masalah yang akan menjadi bahan untuk

dilakukannya wawancara.

2. Menemui narasumber yang akan diwawancarai yang telah ditunjuk oleh

Sultan keraton Kasepuhan Cirebon.

3. Memulai wawancara.

4. Memverifikasi hasil wawancara dan mengakhiri wawancara.

5. Menuliskan hasil wawancara ke dalam bentuk catatan lapangan.

6. Mengidentifikasi dan menganalisa hasil wawancara yang telah

diperoleh.

Secara praktik dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis wawancara

tidak terstruktur. Daymond dan Holloway (2007, hlm. 264) menjelaskan bahwa

“dalam wawancara tak terstruktur, tidak ada pertanyaan yang ditentukan

sebelumnya kecuali pada tahapan sangat awal, yakni ketika memulai

wawancara dengan melontarkan pertanyaan umum dalam area studi. Menurut

Endraswara (2006, hlm.166), wawancara tak terstruktur digunakan pada

keadaan sebagai berikut:

1. Bila pewawancara berhubungan dengan orang penting

2. Ingin menanyakan secara mendalam tentang subjek penelitian

3. Apabila penelitian bersifat discovery (penemuan)

4. Jika tertarik untuk berhubungan langsung dengan informan

5. Apabila hendak mengungkapkan peristiwa, situasi yang bersifat khusus.

Wawancara berfungsi untuk memperoleh data berupa dialog lisan dengan

narasumber dan memberikan informasi yang lebih mendalam terkait bahan

yang dibutuhkan oleh peneliti dalam penelitian ini. Waktu untuk melakukan

wawancara dengan narasumber sendiri dapat dikatakan fleksibel mengingat

bisa dilakukan pagi, siang, maupun sore hari. Pertanyaan – pertanyaan yang

ditunjukkan narasumber bisa juga spontanitas dalam bentuk konfirmasi kepada

narasumber. Dalam melakukan wawancara dapat digunakan media alat bantu

lain seperti alamat perekam percakan, gambar maupun video dan juga catatan –

(31)

47

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2) Observasi

Menurut Arikunto (dalam Gunawan, 2013, hlm. 143) mengatakan bahwa

“observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

cara melakukan penelitian secara teliti dan pengamatan secara sistematis.

Observasi adalah studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial

dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan dan pencatatan.” Sedangkan

menurut Purwanto (dalam Basrowi & Suwandi, 2008, hlm. 93), mengatakan

bahwa “observasi adalah metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan

pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau

mengamati individu atau kelompok secara langsung. Observasi digunakan

untuk melihat dan mengamati secara langsung keadaan di lapangan agar peneliti

memperoleh gambaran yang lebih luas mengenai permasalahan yang diteliti.”

Guba dan Lincoln (dalam Gunawan, 2013, hlm. 144) menyatakan bahwa

alasan dilakukan observasi dalam penelitian kualitatif adalah sebagai berikut.

1. Observasi merupakan pengalaman langsung yang merupakan cara

ampuh untuk memperoleh kebenaran.

2. Melalui observasi peneliti dapat melihat dan mengamati sendiri dan

mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang sebenarnya.

3. Observasi memungkinkan peneliti mencatat peristiwa yang berkaitan

dengan pengetahuan yang relevan maupun pengetahuan yang diperoleh

dari data penelitian.

4. Observasi dapat menghilangkan bias atau penyimpangan informasi

atau data yang telah diperoleh.

5. Observasi memungkinkan peneliti untuk memahami situasi dan

perilaku kompleks.

6. Observasi bisa dilakukan pada kasus-kasus tertentu yang tidak bisa

tidak dapat dilakukan dengan menggunakan teknik komunikasi

lainnya.

3) Studi Dokumentasi

Menurut Cresswell (2009, hlm. 180) dokumen yang dimaksud dapat

berupa dokumen pribadi (seperti jurnal, diari atau surat) atau dokumen

(32)

48

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penelitian atau berasal dari partisipan saat penelitian dilakukan.

Dokumentasi merupakan pelengkap daripengunaan metode observasi dan

wawancara dalam penelitian kualitatif. Dokumen dapat berbentuk tulisan,

gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Studi dokumen

merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara

dalam penelitian kualitatif.

4) Catatan Lapangan (Field Notes)

Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Gunawan, 2013, hlm. 184),

catatan lapangan adalah tulisan-tulisan atau catatan-catatan mengenai

segala sesuatu yang didengar, dilihat, dialami, dan bahkan dipikirkan oleh

peneliti selama kegiatan mengumpulkan dan merefleksikan data dalam

kajian penelitiannya. Catatan lapangan harus dikerjakan segera setelah

peneliti melakukan pengamatan (observasi), wawancara, atau kegiatan yang

berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Keberhasilan memperoleh data

penelitian sangat ditentukan oleh kerincian, ketepatan, keakuratan, dan

keekstensifan catatan lapangan yang ditulis.

Peneliti dalam mengerjakan catatan lapangan menurut Williams

(dalam Gunawan, 2013, hlm. 186), harus memperhatikan beberapa hal,

yaitu pengambilan catatan lapangan yang dilakukan secara teratur, dimana

di dalamnya diperlukan kreativitas, merupakan cara yang paling utama dari

setiap peneliti kualitatif untuk memelihara alur dari sesuatu yang dilihatnya,

didengarnya, dipikirkannya, dirasakannya, dipelajarinya, dan berbagai hal

lainnya. Jadi catatan lapangan yang baik dapat memberikan kontribusi yang

baik bagi penelitian ini.

5) Rekaman Suara

Peneliti menggunakan akat perekam suara bertujuan untuk

melengkapi catatan lapangan dan mengabadikan hasil wawancara agar

dapat diputar berulang – ulang liputan wawancara dengan narasumber. Ary

et al (2006, hlm, 439) mengatakan bahwa “salah satu cara yang paling

efisien untuk mengkoleksi data adalah menggunakan rekaman suara.

Dengan menggunakan rekaman suara akan lebih fokus dibandingkan

(33)

49

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

6) Rekaman Video

Perekam video hampir memiliki kegunaan yang sama dengan

perakam suara. Berfungsi sebgai pelengkap dan juga untuk mengabadikan

momen wawancara dengan narasumber. Baik rekaman video maupun suara

mempunyai keunggulan dan kekuranggannya masing – masing. Perekam

suara cenderung fleksibel tetapi tidak dapat menampilkan bentuk visual

ketika wawancara sedang berlangsung. Menurut Ary et al (2006: 439),

rekaman video dapat digunakan untuk mengkoleksi data wawancara.

Berdasarkan penjelasan – penjelasan tersebut maka teknik pengumpulan data

yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, studi

dokumentasi, catatan lapangan, rekaman audio dan rekaman video.

F. Teknik Analisis Data

Gunawan (dalam Budrisari 2014, hlm. 63) menjelaskan bahwa “analisis

data kualitatif sesungguhnya sudah dimulai saat peneliti mulai mengumpulkan

data, dengan cara memilah mana data yang sesungguhnya penting atau tidak.

Ukuran penting atau tidaknya mengacu pada konstribusi data tersebut pada

upaya menjawab fokus penelitian”. Miles dan Huberman (dalam Sugiyono,

2013, hlm. 246) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif

dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai tuntas atau

datanya jenuh. Aktivitas dalam analisis data tersebut adalah reduksi data,

penyajian data, dan interpretasi data.

1) Reduksi data

Reduksi data adalah proses merangkum, memilih hal-hal pokok,

memfokuskan pada hal-hal penting, mencari tema dan pola, dan

mengorganisasikan data-data yang telah diperoleh sehingga diperoleh suatu

tema, pola, atau gambaran yang lebih jelas.

2) Penyajian data

Setelah dilakukan pereduksian data, maka langkah selanjutnya adalah

penyajian data. Dalam penelitian kualitatif data bisa disajikan dalam bentuk

uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flow chart, dan sejenisnya.

(34)

50

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

bentuk yang paling sering digunakan dalam penyajian data untuk data

penelitian kualitatif adalah teks narasi.

3) Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi data

Langkah ketiga dalam teknik analisis data kualitatif menurut Miles

dan Huberman (Sugiyono, 2013, hlm. 252) adalah penarikan kesimpulan

dan verifikasi data. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat

sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang

mendukung pada tahap pengumpulan data selanjutnya. Sehingga

kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan

masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena

rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan

berkembang setelah penelitian dilakukan. Proses verifikasi data tidak

dilakukan oleh peneliti seorang diri, tetapi dibantu oleh pelaku budaya

sebagai subjek penelitian, anggota tim penelitian, dan para ahli terkait.

Berdasarkan penjelasan – penjelasan tersebut maka maka Teknik yang diambil

dalam skripsi ini adalah memilah dan merapihkan data yang diperoleh dari

teknik pengumpulan data yang sekiranya diperlukan dalam penelitian

G. Teknik Pengujian Keabsahan Data

Dalam sebuah penelitian kualitatif terdapat beberapa teknik untuk

melakukan uji data. Sugiyono (2013, hlm. 269) menyatakan bahwa uji

keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji kredibilitas (validitas

internal), uji transferability (validitas eksternal), uji dependability (reliabilitas),

dan uji konfirmability (objektivitas).

1) Uji Kredibilitas

Menurut Sugiyono (2013, hlm. 270) bahwa “uji kredibilitas data hasil

penelitian kualitatif dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan

cara perpanjangan pengamatan, triangulasi (perubahan situasi sumber,

teknik, waktu), kajian pustaka atau referensi dan membercheck

(pengembalian hasil data dari peneliti ke narasumber data)”. Peneliti melakukan pengamatan dengan melakukan mengecek data yang diperoleh

(35)

51

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menggunakan bahan referensi dari berbagai sumber untuk memperkuat

hasil data yang diperoleh serta mengkonfirmasi apa yang diperoleh peneliti

dari berbagai referensi tersebut kepada narasumber.

2) Uji Transferability

Menurut Sugiyono (2013, hlm. 276) bahwa “transferability merupakan

validitas eksternal dalam penelitian kuantitatif. Validitas eksternal

menunjukkan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian

pada populasi dimana sampel tersebut diambil”. Peneliti membuat laporan penelitian dalam bentuk skripsi dengan uraian yang jelas, rinci, sistematis,

dan dapat dipercaya, sehingga orang lain dapat memahami hasil penelitian

yang dilakukan oleh peneliti.

3) Uji Dependability

Sugiyono (2013, hlm. 277) mengatakan bahwa “uji dependability

dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian.

Caranya dilakukan oleh auditor yang independen, atau pembimbing untuk

mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian. Jika

peneliti tidak dapat menunjukkan ‘jejak aktivitas lapangannya’, maka

dependabilitas penelitiannya patut diragukan”. Peneliti melakukan bimbingan dengan dosen pembimbing untuk melakukan audit atau

pengawasan terhadap keseluruhan hasil penelitian.

4) Uji Konfirmability

Menurut Sugiyono (2013, hlm. 277) bahwa “uji konfirmability mirip

dengan uji dependability, sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara

bersamaan. Menguji konfirmability berarti menguji hasil penelitian yang

dikaitkan dengan proses yang dilakukan”. Peneliti melakukan bimbingan

(36)

52

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

H. Prosedur Penelitian

Terdapat 3 tahapan dalam skripsi ini yaitu:

1) Tahap Penelitian Pendahuluan

Dilakukan di lapangan dan di luar lapangan. Pada tahap ini dimulai

dengan penelitian pendahuluan, studi literatur, merumuskan masalah, tujuan

umum.

2) Tahap Persiapan

Mengidentifikasi masalah dan informasi hasil penelitian pendahuluan,

serta melakukan analisis data hasil penelitian pendahuluan. Dari analisis

data tersebut selanjutnya peneliti menentukan fokus masalah yang akan

dijadikan bahan penelitian beserta tujuan penelitiannya, melakukan studi

literatur, diskusi dengan pembimbing dan validasi instrumen (kesiapan

peneliti).

3) Tahap Pelaksanaan

Melakukan penelitian dengan cara mengumpulkan data dari lapangan.

yaitu menemui subjek penelitian yang sesuai kriteria, melakukan penelitian

dengan mengumpulkan data dalam bentuk catatan lapangan, audio record,

video dan foto hasil dari proses observasi dan wawancara dengan

narasumber.

4) Tahap Penyelesaian

Pada tahap ini, peneliti menuangkan hasil penelitiannya ke dalam

bentuk karya ilmiah berupa skripsi dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pengumpulan data hasil penelitian.

2. Pengolahan data hasil penelitian.

3. Analisis data hasil penelitian, serta membahas dan mendeskripsilan

temuan hasil dari penelitian ke dalam karya ilmiah.

4. Pengujian keabsahan data.

5. Penyimpulan data hasil penelitian.

(37)

99

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap ide-ide matematis yang terdapat

pada kalender aboge yang digunakan sebagai penentu waktu hari – hari besar Islam

dan upacara adat di Keraton Kasepuhan Cirebon. Hasil penelitian ini menunjukkan

adanya ide-ide matematis terkait dengan kehidupan berbudaya masyarakat

Kampung Naga yang ditemukan yaitu:

1. Model matematika dibentuk untuk memudahkan menghitung secara cepat hari

serta pasangan pasaran ke-n dari suatu hari pasaran (misal hari pasaran m).

Model matematika yang terbentuk adalah a b (mod 35) atau a = 35p + b,

dengan a adalah hari ke – n, b adalah sisa dan p anggota bilangan asli.

2. Model matematika dibentuk untuk memudahkan perhitungan hari dan pasaran

pada kalender aboge. Untuk menentukan awal hari pada setiap bulan yakni

dengan cara menjumlahkan antara HRHT dan HRHB, jika hasilnya lebih dari 7

maka bagi dengan tujuh. Jika hasil pembagian tersebut bersisa maka lihat

sisanya jika sisa tersebut 1 maka jatuh pada hari rabu, 2 Kamis, dan seterusnya

setiap kelipatan tujuh. Model matematika yang terbentuk adalah HRHT

+HRHB b (mod 7) atau HRHT + HRHB = 7p + b, dengan b adalah sisa dan

p anggota bilangan asli. Untuk menentukan awal pasaran pada setiap bulan

yakni dengan cara menjumlahkan antara HRPT dan HRPB, jika hasilnya lebih

dari 5 maka bagi dengan 5. Jika hasil pembagian tersebut bersisa maka lihat

sisanya jika sisa tersebut 1 maka jatuh pada pasaran wage, 2 kliwon, dan

seterusnya setiap kelipatan lima. Model matematika yang terbentuk adalah

HRPT +HRPB b (mod 5) atau HRPT + HRPB = 7p + b, dengan b adalah

sisa dan p anggota bilangan asli.

3. Terdapat keteraturan pola pada cara kedua untuk mengetahui awal hari dan

(38)

99

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Cara menentukan tahun pada siklus windu yakni dengan cara mengurangkan Tahun

Hijriyah (TH) dengan 2, kemudian bagi dengan angka 8. Jika bersisa 1 maka tahun

Alif, bersisa 2 tahun He dan seterusnya setiap kelipatan 8. Cara tersebut dapat kita

permudah dengan menggunakan model aritmatika yakni TH - 2 b (mod 8) atau

TH - 2 = 8p + b, dengan b adalah sisa dan p anggota bilangan asli.

B. SARAN

Peneliti menyampaikan saran atau rekomendasi melalui penelitian ini yakni

sebagai berikut:

1. Perhitungan untuk menentukan nama tahun pada siklus windu

sebaiknya menggunakan rumus TH - 2 b (mod 8) atau TH - 2 = 8p +

b, dengan b adalah sisa dan p anggota bilangan asli agar perhitungan

yang dilakukan benar.

2. Kepada warga masyarakat di Keraton Kasepuhan Cirebon, penelitian ini

memberikan rekomendasi bahwa kearifan lokal Keraton Kasepuhan

Cirebon mengandung ide matematis sehingga perlu untuk dibuat

dokumen tertulisnya agar dapat menjadi bukti sejarah/artefak.

3. Kepada matematikawan, penelitian ini dapat memberikan rekomendasi

bahwa sistem penanggalan Keraton Kasepuhan Cirebon layak

dipandang sebagai salah satu hal yang memiliki keterkaitan dengan

matematika. Keterkaitan itu dapat dilihat dari cara berpikir, membuat

kesimpulan, dan sebagainya hingga pada model matematika yang

diperoleh berdasarkan penelitian ini.

4. Kepada peneliti ethnomathematics selanjutnya yang mengkaji sistem

penanggalan penanggalan Keraton Kasepuhan Cirebon diharapkan

dapat mengungkap sistem penanggalan ini terkait dengan bangsa lain

seperti penanggalan Hindu pada jaman kerajaan Hindu.

5. Penelitian ini memberikan rekomendasi bahwa budaya setempat siswa

(39)

100

Muhammad Alfi Syahrin, 2015

STUDY ETHNOMATHEMATICS PADA KALENDER ABOGE (ALIF, REBO, WAGE) SEBAGAI PENENTU WAKTU HARI – HARI BESAR ISLAM DAN UPACARA ADAT DI KERATON KASEPUHAN CIREBON

Gambar

Gambar 2.1   Siklus Epistimologi Ethnomathematics ............................... 16 Gambar 2.2   Contoh Kalender Julian .......................................................
Tabel 3.1. Desain Penelitian Ethnomathematical

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan sumber pembiayaan, tuliskan jumlah kegiatan pelayanan/ pengabdian kepada masyarakat selama tiga tahun terakhir yang sesuai dengan bidang program studi pada kolom

ences were found between goats and between breeds indicating the potential to improve cashmere quality and the need for adopting proper management and selection

PENGARUH MEDIA KARTU ANKA BERGAMBAR TERHADAP KEMAMPUAN MENGENAL LAMBANG BILANGAN ANAK USIA DINI PADA KELOMPOK A DI TK AZZAHROH SERANG TAHUN AJARAN 2015/2016..

Dari data tersebut terlihat dari 9 partai yang lolos PT/ lebih banyak diraih oleh partai abangan/ dengan total suara 58 persen// Sementara total suara partai islam/

PENGARUH MEDIA KARTU ANKA BERGAMBAR TERHADAP KEMAMPUAN MENGENAL LAMBANG BILANGAN ANAK USIA DINI PADA KELOMPOK A DI TK AZZAHROH SERANG TAHUN AJARAN 2015/2016..

Langkah-Langkah Pembelajaran untuk Mengenalkan Lambang Bilangan Melalui Bermain Kartu Angka Bergambar .... Penelitian

Kecepatan gerak mesin selalu dinyatakan dalam kecepatan puncak (peak velocity). Kecepatan puncak gerakan terjadi pada simpul gelombang. Dalam getaran, kecepatan

Tugas Akhir yang berjudul “Studi Perbandingan Beberapa Produk Connecting Rod yang ada di Pasaran ditinjau dari Aspek Material” untuk memenuhi persyaratan dalam