• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH GAYA BELAJAR REFLEKTOR DAN GAYA BELAJAR PRAGMATIS TERHADAP KETERAMPILAN BELAJAR METAKOGNITIF SISWA DALAM PELAJARAN EKONOMI : Survey pada Siswa Kelas XI SMK Negeri Se-Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH GAYA BELAJAR REFLEKTOR DAN GAYA BELAJAR PRAGMATIS TERHADAP KETERAMPILAN BELAJAR METAKOGNITIF SISWA DALAM PELAJARAN EKONOMI : Survey pada Siswa Kelas XI SMK Negeri Se-Kota Bandung."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH GAYA BELAJAR REFLEKTOR DAN GAYA BELAJAR PRAGMATIS TERHADAP KETERAMPILAN BELAJAR METAKOGNITIF SISWA DALAM PELAJARAN EKONOMI

(Survey pada Siswa Kelas XI SMK Negeri Se-Kota Bandung)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi

Oleh : TETI HERYATI

1302710

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG

(2)

PENGARUH GAYA BELAJAR REFLEKTOR DAN GAYA BELAJAR PRAGMATIS TERHADAP KETERAMPILAN BELAJAR METAKOGNITIF SISWA DALAM PELAJARAN EKONOMI

(Survey pada Siswa Kelas XI SMK Negeri Se-Kota Bandung)

Oleh: Teti Heryati

Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Ekonomi SPs UPI

Bandung

© Teti Heryati 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2015

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH GAYA BELAJAR REFLEKTOR DAN GAYA BELAJAR PRAGMATIS TERHADAP KETERAMPILAN BELAJAR METAKOGNITIF SISWA DALAM PELAJARAN EKONOMI

(Survey pada Siswa Kelas XI SMK Negeri Se-Kota Bandung)

Telah disetujui dan disahkan oleh : Pembimbing Tesis

Prof. Dr. H. Disman, MS. NIP 19590209 198412 1 001

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

(4)

TETI HERYATI

PENGARUH GAYA BELAJAR REFLEKTOR DAN GAYA BELAJAR PRAGMATIS TERHADAP KETERAMPILAN BELAJAR METAKOGNITIF SISWA DALAM PELAJARAN EKONOMI

(Survey pada Siswa Kelas XI SMK Negeri Se-Kota Bandung)

Bandung, Juni 2015

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH

PENGUJI I PENGUJI II

Prof. Dr. H. Nanang Fattah, M.Pd. Prof. Dr. Agus Rahayu, M.P NIP. 19510518 197803 1001 NIP. 19620607 198703 1002

PEMBIMBING PENGUJI III

Prof. Dr. H. Disman, MS Prof. Dr. H. Eeng Ahman, MS NIP. 19590209 198412 1001 NIP. 19611022 198603 1002

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

(5)

ABSTRAK

Teti Heryati. 2015. Pengaruh Gaya Belajar Reflektor dan Gaya Belajar Pragmatis Terhadap Keterampilan Belajar Metakognitif Siswa dalam Pelajaran Ekonomi (Survey pada Siswa Kelas XI SMK Negeri Se-Kota Bandung). Dosen Pembimbing : Prof. Dr. H. Disman, MS.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaya belajar reflektor dan gaya belajar pragmatis terhadap ketrampilan belajar metakognitif siswa dalam pembelajaran Ekonomi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei eksplanatory dengan teknik deskriptif dan analisis data kuantitatif. Populasi penelitian adalah siswa kelas XI SMKN Kelompok Bisnis dan Manajemen se-kota Bandung, penentuan sampel menggunakan teknik

proportional random sampling sejumlah 400 orang siswa. Instrumen yang

digunakan untuk mengumpulkan data terdiri dari dua angket baku berupa 1) Untuk gaya belajar menggunakan Learning Styles Questionnaire (LSQ) yang dikembangkan oleh Peter Honey dan Alan Mumford, dan 2) keterampilan belajar metakognitif menggunakan Metacognitive Awareness Inventory (MAI) yang dikembangkan oleh Schraw dan Dennison. Teknik pengujian data dalam penelitian ini adalah analisis regresi belajarlinier berganda dan uji hipotesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, gaya belajar reflector dan gaya belajar pragmatis berpengaruh signifikan terhadap keterampilan metakognitif siswa sebesar 13,8%. Dari hasil tersebut disimpulkan bahwa masih ada faktor lain yang berpengaruh terhadap keterampilan metakognitif sehingga diharapkan siswa dapat menilai kemampuannya masing-masing dalam belajar.

(6)

ABSTRACT

Teti Heryati. 2015. The Influence of Learning Styles Reflector And Learning

Styles Pragmatis Students Metacognitive Learn Skill In Economic Studies At Secondary Vocational Schools Of Business And Management Groups In Bandung. Supervisor : Prof. Dr. H. Disman, MS.

This research aims to analyze the influence of learning styles and students metacognitive ability in social studies.The method in this research is survey explanatory with descriptive technique and quantitative analysis data. The population in this study are grade XI students in vocational schools of Business and Management Groups in Bandung. The selection of the sample is using proportional random sampling technique for 400 students. The instruments used to collect data consist of three standard questionnaire forms 1) learning style tests using Learning Styles Questionnaire (LSQ) developed by Peter Honey and Alan Mumford, 2) questionnaires about motivation to learn using MSLQ (motivated Strategies for Learning Questionnaire) developed by Paul R. Pintrich and 3) metacognitive ability tests using metacognitive Awareness Inventory (MAI) developed bIy Schraw & Dennison. The technique for testing data in this study were multiple linear regression analysis and hypothesis testing. The results of the study showed that learning styles and motivation have significant influence on the students’ metacognitive abilities of 13,8%. What can be concluded from the results is that there are still other factors that influence the metacognitive skills that students are expected to assess their abilities in learning.

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka ... 12

2.1.1 Teori Belajar Kognitif ... 12

2.1.2 Teori Belajar Konstruktivisme ... 18

2.1.3 Ketrampilan Metakognitif ... 20

2.1.3.1 Pengertian KetrampilanMetakognitif ... 20

2.1.3.2 Komponen Metakognisi ... 23

2.1.3.3 Strategi Metakognitif dalam Belajar ... 26

2.1.4 Gaya Belajar ... 29

2.1.4.1 Pengertian Gaya Belajar ... 29

2.1.4.2 Model-Model Gaya Belajar... 30

(8)

2.1.4.4 Hubungan Gaya Belajar dengan Ketrampilan Belajar

Metkognitif ... 44

2.1.5 Pembelajarn Ekonomi di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 47 2.1.6 Penelitian Terdahulu ... 49

2.2 Kerangka Pemikiran ... 52

2.3 Hipotesis ... 56

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian... 57

3.2 Lokasi dan Subjek Penelitian ... 57

3.3 Populasi dan Sampel ... 58

3.3.1 Populasi ... 58

3.3.2 Sampel ... 59

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 61

3.5 Operasional Variabel ... 62

3.6 Instrumen Penelitian... 66

3.7 Analisis Instrumen ... 67

3.7.1 Uji Validitas Variabel ... 67

3.7.2 Uji Reliabilitas Variabel ... 69

3.7.3 Uji Asumsi Klasik ... 71

3.7.4 Teknik Pengujian Data ... 74

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 80

4.1.1 SMKN 1 Bandung ... 80

4.1.2 SMKN 3 Bandung ... 81

4.1.3 SMKN 11 Bandung ... 82

4.2 Deskripsi Demografi Responden ... 82

4.3 Analisis Variabel Penelitian ... 88

4.3.1 Gaya Belajar Reflector ... 89

(9)

4.3.3 Analisis Ketrampilan Belajar Metakognitif ... 92

4.4 Uji Asumsi Klasik ... 94

4.4.1 Uji Linieritas Garis Regresi/ Normalitas Data ... 94

4.4.2 Uji Multikolinieritas ... 94

4.4.3 Uji Autokorelasi ... 95

4.4.4 Uji Heterokedastisitas ... 96

4.5 Uji Hipotesis ... 97

4.5.1 Pengujian Hipotesis 1 ... 98

4.5.2 Pengujian Hipotesis 2 ... 101

4.5.3 Pengujian Hipotesis 3 ... 101

4.6 Pembahasan Hasil Penelitian ... 102

4.6.1 Pengaruh Gaya Belajar Reflektor dan Gaya Belajar Pragmatis Terhadap Ketrampilan Belajar Metakognitif ... 102

4.6.2 Pengaruh Gaya Belajar Reflektor Terhadap Ketrampilan Belajar Metakognitif ... 106

4.6.3 Pengaruh Gaya Belajar Pragmatis Terhadap Ketrampilan Belajar Metakognitif ... 109

4.6.4 Kendala-Kendala dalam Penelitian dan Solusi Menghadapinya 111 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 113

5.2 Saran ... 114

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam era-globalisasi saat

ini, membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas dan sanggup bersaing

dengan bangsa lain. Selain itu, pendidikan dituntut memberikan respon lebih cepat

dan tepat terhadap perubahan-perubahan yang sedang berlangsung di masyarakat.

Karena itu, pendidikan menjadi semakin penting sesuai dengan tuntutan

globalisasi, meningkatkan kualitas kehidupan manusia, dan menjamin

perkembangan sosial, teknologi, dan ekonomi.

Upaya untuk menghadapi perubahan tersebut, menuntut lembaga

pendidikan untuk benar-benar menghasilkan lulusan yang mampu bersaing,

adaptif, dan antisipatif terhadap berbagai perubahan. Agar lembaga pendidikan

tetap eksis dalam menghadapi perubahan, khususnya struktur ketenagakerjaan,

maka lulusannya dituntut memiliki kemampuan komunikasi, interpersonal,

kepemimpinan, team working, analisis, disiplin akademik, memahami globalisasi,

terlatih dan memiliki etika, serta memiliki kemampuan penguasaan bahasa asing.

Di lain pihak, pada era-globalisasi yang ditandai oleh kecenderungan peningkatan

kompleksitas peralatan teknologi, dan munculnya gerakan restrukturisasi

korporatif yang menekankan kombinasi kualitas teknologi dan manusia,

menyebabkan dunia kerja akan memerlukan manusia-manusia yang dapat

mengambil inisiatif, berpikir kritis, kreatif, dan cakap dalam memecahkan

masalah. Karena itu, hubungan “manusia-mesin” bukan lagi merupakan hubungan mekanistik, akan tetapi merupakan interaksi komunikatif yang

menuntut kecakapan berpikir tingkat tinggi.

Hal tersebut sejalan apa yang dikemukakan oleh Binkley (Griffin, McGaw

& Care, 2012: 18), terdapat 10 keterampilan abad 21 dalam 4 kelompok yang

harus dipelajari dan dikuasai oleh manusia, yaitu: Cara berpikir (termasuk berpikir

kreatif dan berinovasi; berpikir kritis dan pemecahan masalah; berpikir

(11)

berkolaborasi),kemampuan menggunakan informasi dan teknologi, dan living in

the world (kemampuan bersosialisasi baik lokal maupun global, kehidupan dan

karir, serta tanggungjawab personal dan sosial termasuk juga terhadap budaya).

Sebelum itu, pada tahun 2009, Bernie Trilling dan Charles Fadel juga

mengajukan keterampilan yang diperlukan pada abad 21, yang disebutnya The

21st Century Skills. Tidak jauh berbeda dengan Binkley, menurut Trilling dan

Fadel, berpikir kritis dan kreatif serta metakognisi termasuk dalam keterampilan

yang diperlukan pada abad 21. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya diarahkan

untuk menumbuhkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif agar peserta didik

mampu menghadapi dan menjawab tantangan di masa mendatang.

Selain menghadapi tantangan global di masa yang akan datang kita juga

menghadapi pergantian kurikulum dimana kurikulum pendidikan di Indonesia

terus mengalami perubahan demi tercapainya tujuan pendidikan nasional. Saat ini,

kurikulum yang baru saja diterapkan di Indonesia adalah Kurikulum 2013, yang

merupakan perbaikan dari kurikulum sebelumnya, yaitu Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP). Salah satu kecerdasan yang dibidik pada Kurikulum

2013 adalah kecerdasan metakognitif siswa. Hal ini disebabkan pada

kurikulum-kurikulum sebelumnya, peranan guru masih sangat dominan dalam mencerdaskan

siswa, meskipun kurikulum yang terakhir sebelum Kurikulum 2013 juga

diharapkan seorang siswa mampu bersikap mandiri, tapi tetap saja peran guru atau

pembimbing lebih besar dari pada peran siswa itu sendiri. Tuntutan terhadap

penguasaan pengetahuan metakognitif juga disebutkan dalam Kompetensi Inti

nomor 3 yang berbunyi “Memahami, menerapkan, dan menjelaskan pengetahuan

faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan,

teknologi, seni, budaya, dan humaniora” (Kemendikbud, 2013).

Istilah metakognisi (metacognition) diperkenalkan oleh Flavell.

(Livingston 1997) menyebutkan bahwa metakognisi adalah thinking about

thinking atau berpikir tentang proses berpikir itu sendiri. Metakognisi berkaitan

dengan pemantauan dan pengendalian pikiran, sehingga istilah tersebut mengacu

pada kemampuan seseorang untuk secara sadar merencanakan, memonitor dan

(12)

siswa diharapkan mampu bersikap mandiri dan tahu apa yang telah dipelajari, apa

yang sedang dipelajari, dan apa yang harus dipelajari.

Fakta empirik dari sejumlah hasil penelitian seperti penelitian yang telah

dilakukan oleh para ahli metakognitif menunjukkan bahwa siswa yang memiliki

kesadaran metakognitif yang baik mempunyai strategi dan hasil belajar yang

lebih baik dibandingkan siswa yang kesadaran metakognitifnya rendah (Garner

dan Alexander, 1989; Pressley dan Ghatala, 1990) dalam Schraw dan Dennison,

1994). Menurut Schraw dan Dennison (1994), kesadaran metakognitif membantu

siswa untuk merencanakan, mengurutkan, dan memantau proses pembelajaran

mereka agar hasil belajar yang diperoleh lebih baik. Perbedaan strategi belajar

yang dimiliki siswa lebih dikaitkan kepada kesadaran metakognitif daripada

kecerdasan intelektual. Penemuan ini menunjukkan bahwa kesadaran

metakognitif memiliki peran penting dalam meningkatkan hasil belajar kognitif

siswa dengan cara meningkatkan efektifitas penggunaan strategi belajar.

Pelajaran ekonomi yang terdiri dari konsep-konsep konkrit memerlukan

kesadaran metakognitif. Kesadaran metakognitif membantu siswa

menghubungkan konsep-konsep ekonomi dalam memecahkan suatu masalah

ekonomi berdasarkan konsep tersebut. Kesadaran metakognitif juga diperlukan

agar siswa mengetahui apa yang sudah dan belum dikuasainya, sehingga dengan

pengetahuan tersebut siswa dapat mengatur dirinya dalam belajar. Berdasarkan

hal tersebut, diharapkan siswa yang memiliki kesadaran metakognitif yang baik

akan dapat belajar dengan baik pula, sehingga berimbas pada hasil belajarnya.

Pembelajaran ekonomi idealnya berpusat pada siswa (student centered), hal ini

mengacu pada pandangan konstruktivisme bahwa peserta didik sebagai subjek

belajar memiliki potensi untuk berkembang sesuai dengan kesadaran yang

dimilikinya. Oleh karena itu, membelajarkan ekonomi tidak dapat hanya dengan

transfer pengetahuan, tetapi sebaiknya ada proses penemuan (inkuiri) yang

melibatkan peran aktif siswa untuk mendapatkan konsep secara mendalam, bukan

sekedar hafalan (Rustaman, 2005).

Apabila kita melihat fakta di sekolah, masih banyak pembelajaran yang

(13)

pembelajaran masih kurang. Banyak guru mata pelajaran ekonomi yang mengajar

dengan metode konvensional, serta menekankan pada transfer ilmu pengetahuan

saja. Pembelajaran yang hanya berorientasi pada produk menyebabkan

pembelajaran cenderung verbal dan kurang memperhatikan kesadaran

metakognitif siswa. Kurangnya kesadaran metakognitif dapat mengakibatkan

siswa menjadi kurang dapat menggunakan strategi belajar yang sesuai sehingga

siswa cenderung belajar dengan cara menghafal.

Kurangnya kesadaran metakognitif juga berdampak pada pemikiran siswa

yang kurang sistematis atau kurang runtut. Hal ini dapat menyebabkan siswa sulit

dalam memahami konsep-konsep ekonomi, yang berakibat pada rendahnya hasil

belajar ekonomi . Rendahnya kesadaran metakognitif juga dapat menyebabkan

siswa tidak memantau sejauh mana tujuan belajar yang dicapainya atau bahkan

tidak tahu tujuan belajarnya . Sebagai contoh, anak yang tidak memiliki

kesadaran metakognitif yang baik tidak bisa memprediksi kelebihan dirinya dan

tidak mempunyai perencanaan memilih jurusan bidang studi di perguruan tinggi

yang sesuai dengan minatnya.

Sejalan dengan paparan diatas, siswa yang memiliki kesadaran

metakognitifnya rendah akan berdampak kepada hasil belajar yang rendah dan

tingkat kelulusan yang rendah, seperti yang dikemukakan oleh Zarkasyi

(2011-A157) menyatakan bahwa “kelulusan siswa SMK di Jawa Barat pada tahun 2011

mencapai 99,69 persen. Yang dinyatakan lulus sebanyak 173.511 siswa dan 538

siswa atau sekitar 0,31 persen dinyatakan tidak lulus”. Banyak faktor yang

mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan siswa. Berkaitan dengan hal ini,

Garrett (2007: 2) mengemukakan mengenai siswa yang gagal umumnya memiliki

beberapa kesamaan:

1. mereka tidak memonitor pembelajaran mereka, yaitu mereka tidak

mengidentifikasi apa yang mereka tahu dan tidak tahu sebelum tes,

2. mereka menghabiskan banyak waktu untuk meninjau materi yang

mereka kuasai dan tidak cukup waktu untuk mempelajari informasi

yang mereka belum ketahui, dan

(14)

Masalah pembelajaran selama ini umumnya menekankan pada

penghafalan bukan pada pemahaman terhadap materi pelajaran, sehingga proses

pembelajaran masih dirasakan belum memberdayakan siswa memiliki

kemampuan metakognitif. Siswa yang tidak memiliki kemampuan metakognitif

yang memadai menurut Garrett (2007: 3) ditandai dengan “siswa tidak tahu

bagaimana mengidentifikasi informasi yang relevan dan siswa tidak bisa

menggunakan panduan belajar untuk mengidentifikasi informasi yang relevan”.

Oleh karena itu, peningkatan kemampuan metakognitif merupakan efek yang

dihasil.kan dari pembelajaran, baik pada diri siswa, lembaga maupun masyarakat,

karena itu perlu dipertimbangkan faktor-faktor yang berpotensi untuk

mengungkap keterampilan metakognitif.

Sejalan dengan pernyataan diatas, berdasarkan hasil wawancara dengan

guru-guru mata pelajaran ekonomi dari tiga sekolah yaitu SMKN 1 dengan ibu

Dra. Euis Sri Mulyati, SMKN 3 dengan ibu Rosa Haryati, S.Pd dan

SMKN11dengan ibu Dra Andarini diperoleh informasi bahwa keterampilan

belajar metakognitif siswa terhadap mata pelajaran ekonomi masih rendah. Hal

ini dapat dilihat dari nilai evaluasi semester ganjil sebagai berikut:

Tabel 1.1

Nilai Rata-Rata Ujian Akhir Semester Ganjil Mata Pelajaran Ekonomi Kelas XI

Tahun Pelajaran 2014/2015

NO Sekolah Nilai Rata-Rata KKM

1 SMKN 1 70,25 75,00

2 SMKN 3 68,50 75,00

3 SMKN 11 65,10 75,00

Rata-Rata Nilai 67,95 75,00

(15)

Dari data tabel 1.1 dapat dilihat bahwa nilai semester ganjil di tiga sekolah

masih rendah dan dibawah nilai KKM. Hal ini menunjukkan kemampuan siswa

dalam keterampilan metakognitif masih rendah. Salah satu contoh keterampilan

metakognitif siswa rendah dapat dilihat dari kemampuan siswa mengerjakan tes

yang diberikan masih rendah. Dimana kemampuan mengerjakan tes merupakan

salah satu indikator dari keterampilan metakognitif.

Keterampilan metakognitif ini diperlukan untuk memonitor prestasi siswa

sendiri dengan menggunakan strategi yang berbeda, seperti yang diungkapkan

Djiwandono (2002: 168) bahwa:

Kemampuan metakognitif untuk mengidentifikasi ide-ide penting, mengecek untuk menentukan apakah siswa mengerti, mengubah strategi jika yang satu tidak bekerja, merencanakan, meramalkan hasil, memutuskan bagaimana menggunakan waktu dan melatih kembali informasi, menggunakan mnemonik dan mengatur bahan-bahan baru, dan membuat bahan itu lebih mudah untuk diingat.

Berdasarkan pernyataan di atas, kualitas pembelajaran di SMK masih

harus ditingkatkan, salah satunya dengan memberdayakan kemampuan

metakognitif siswa. Bransford (Corbin, 2008: 80) mendeskripsikan bahwa

metacognition as a learner's ability to predict his or her performance on various learnings tasks and to monitor or evaluate his or her current levels of mastery and

understanding”. Metakognitif sebagai kemampuan siswa untuk memprediksi kinerjanya dalam memantau atau mengevaluasi tingkat penguasaan dan

pemahamannya pada berbagai tugas pembelajaran. Proses pembelajaran dapat

dikatakan berkualitas apabila siswa secara sadar mampu mengontrol proses

kognitifnya secara berkesinambungan dan berdampak pada peningkatan

kemampuan metakognitif.

Flavell (Perfect dan Schwartz, 2002: 224) menyatakan bahwa

metacognition was defined as any knowledge or cognitive activity that takes as its cognitive object, or that regulates, any aspect of any cognitive activity

Metakognisi sebagai pengetahuan (knowledge) dan regulasi (regulation) pada

suatu aktivitas kognitif seseorang dalam proses belajarnya. Pengetahuan

(16)

352), “mengetahui apa yang seseorang ketahui dan bagaimana seseorang belajar

dan mengingat”. Pengetahuan metakognitif terdiri dari tiga komponen pengetahuan yaitu pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural, dan

pengetahuan kondisional. Peraturan metakognitif mengacu pada kegiatan

metakognitif yang dapat membantu seseorang mengontrol pemikiran atau

aktivitas belajar seseorang. Peraturan metakognitif terdiri dari lima komponen

yaitu perencanaan (planning), manajemen informasi (information management),

pengawasan (monitoring), perbaikan (debugging), dan evaluasi (evaluation)

(Schraw dan Moshman, 1995: 354).

Flavell (Garrett, 2007:4) mengidentifikasikan tiga variabel yang

mempengaruhi metakognisi, yaitu variabel peserta didik (diri), variabel tugas, dan

variabel strategi.Dari variabel peserta didik (diri), Garrett (2007: 4)

mengungkapkan bahwa peningkatan metakognitif dipengaruhi oleh perbedaan

individu. Variabel yang kedua atau variabel tugas mengacu pada kesulitan yang

ditemui dalam mengerjakan tugas pembelajaran. Terakhir variabel strategi,

metakognisi tergantung pada strategi-strategi yang diterapkan dalam belajar.

Berdasarkan perbedaan antar peserta didik (variabel diri), yang

mempengaruhi keterampilan metakognitif adalah gaya belajar. Gaya belajar atau

learning stylemenurut James dan Blank (1993:47) “defined learning styleas the

complex method in which learnersmost efficiently and most effectively perceive

process, storeand recall what they are trying to learn”. Gaya belajar adalah suatu metode kompleks dimana siswa merasa paling efisien dan efektif dalam

menerima, memproses, menyimpan dan mengeluarkan sesuatu yang dipelajari.

Adapun gaya belajar menurut Honey dan Mumford (1992: 1) yang

mendefinisikan “gaya belajar sebagai sikap dan tingkah laku yang menunjukkan cara belajar seseorang yang paling disukai”. Gaya belajar yang digunakan dalam

penelitian ini adalah gaya belajar menurut Peter Honey dan Alan Mumford yang lebih dikenal dengan Honey & Mumford’s Learning Style.

Terdapat 4 jenis gaya belajar Honey dan Mumford yaitu gaya belajar

aktivis, teoris, pragmatis dan reflektor. Hutapea dan Thoha, (2008: 112)

(17)

a.Activists, yaitu gaya belajar orang yang bersifat terbuka, terfokus, antusias,

menyukai tantangan, mudah mengambil keputusan dan berjiwa sosial.

b.Theorists, yaitu gaya belajar orang yang logis, rasional, sistematis,

konseptual dan analitis logis.

c.Pragmatis, yaitu gaya belajar orang yang lebih suka memecahkan

masalah, menyukai ide baru, senang bekerja dengan orang lain

d.Reflector, yaitu gaya belajar orang yang lebih banyak pertimbangan,

hati-hati, teliti, senang berada di bangku dan rendah diri.

Penelitian Carns dan Carrns (1991: 346) menunjukkan bahwa gaya belajar

dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan metakognitif. Dari 118 siswa

kelas 4 yang didiagnosis gaya belajarnya, diperoleh hasil ujian yang

menunjukkan adanya peningkatan skor/nilai.

Selain penelitian dari Carns dan Carrns , juga diperkuat oleh penelitian

dari Kania (2012), Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa, gaya belajar dan

motivasi belajar berpengaruh signifikan terhadap kemampuan metakognitif

siswa sebesar 27,4%. Dari hasil tersebut disimpulkan bahwa masih ada faktor lain

yang berpengaruh terhadap kemampuan metakognitif sehingga diharapkan siswa

dapat menilai kemampuannya masing-masing dalam belajar. Peran guru

sangatlah penting dalam memberikan arahan, bimbingan dan melatih kemampuan

metakognitif agar siswa dapat belajar dengan baik untuk mencapai keberhasilan

dalam belajar, guru harus memperhatikan penyesuaian gaya belajar dengan

model pembelajaran dan senantiasa memberikan motivasi belajar bagi siswanya.

Gaya belajar yang bisa meningkatkan keterampilan belajar metakognitif

siswa adalah gaya belajar Honey & Mumford menurut Coffield et al. (2004: 145)

pada awalnya dikembangkan untuk digunakan dalam dunia bisnis. Di dalam

suatu organisasi, gaya belajar ini disesuaikan dengan pengalaman manajerial

untuk pengambilan keputusan atau pemecahan masalah dan diperuntukan bagi

pelatihan dan pengembangan staf. Dalam perkembangannya, sekolah maupun

perguruan tinggi telah menggunakan gaya belajar Honey & Mumford untuk

(18)

siswa untuk lebih aktif di dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, pada

penelitian ini dipilih subjek penelitian yang berasal dari siswa SMK program

keahlian Bisnis dan Manajemen (BISMEN).

Adapun gaya belajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah gaya

belajar reflektor dan gaya belajar pragmatis. Dimana gaya belajar ini sesuai

dengan kurikulum 2013 yang di laksanakan di sekolah. Berdasarkan kurikulum

2013 siswa dituntut aktif dalam proses pembelajaran (student centre) dan guru

hanya sebagai fasilitator saja. Diawali oleh Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis

Kompetensi) yang mengharapkan siswa menguasai kecakapan hidup (life skill)

yang salah satunya adalah kecakapan berpikir (thinking skill) yang harus

diajarkan pada semua mata pelajaran.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa gaya belajar dapat

dijadikan panduan untuk menyokong dan membimbing siswa dalam

meningkatkan keterampilan metakognitifnya. Dari berbagai pemikiran di atas,

maka yang akan diteliti mengenai “Pengaruh Gaya Belajar Reflector dan Gaya Belajar Pragmatis Terhadap Ketrampilan Belajar Metakognitif Siswa Dalam Pembelajaran Ekonomi di SMKN Se-kota Bandung”.

1.2Identifikasi dan Rumusan Masalah

Metakognisi sebagai pengetahuan (knowledge) dan regulasi (regulation)

pada suatu aktivitas kognitif seseorang dalam proses belajarnya.

Flavell (Garrett, 2007: 4) mengidentifikasikan tiga variabel yang

mempengaruhi metakognisi, yaitu variabel peserta didik (diri), variabel tugas, dan

variabel strategi. Dari tiga variabel yang mempengaruhi metakognisi, maka

variabel peserta didik (diri) yang akan diteliti, hal ini berkaitan dengan gaya

belajar.

Dalam penelitian ini maka peneliti membatasi ruang lingkup permasalahan

yaitu pada gaya belajar reflector dan gaya belajar pragmatis. Adapun rumusan

masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran gaya belajar reflector, gaya belajar pragmatis dan

(19)

2. Bagaimana gaya belajar reflectordan gaya belajar pragmatis berpengaruh

terhadap ketrampilan belajar metakognitif siswa?

3. Bagaimana gaya belajar reflector berpengaruh terhadap ketrampilan

belajar metakognitif siswa?

4. Bagaimana gaya belajar pragmatis berpengaruh terhadap ketrampilan

belajar metakognitif siswa?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui gambaran gaya belajar reflektor ,gaya belajar pragmatis

dan ketrampilan belajar metakognitif siswa kelas XI di SMKN Kota

Bandung.

2. Untuk menganalisis pengaruh gaya belajar reflector dan gaya belajar

pragmatis terhadap ketrampilan belajar metakognitif siswa.

3. Untuk menganalisis pengaruh gaya belajar reflektor terhadap ketrampilan

belajar metakognitif siswa.

4. Untuk menganalisis pengaruh gaya belajar pragmatis terhadap ketrampilan

belajar metakognitif siswa.

1.4Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini berusaha mengkaji pengaruh gaya belajar Reflector dan

pragmatis terhadap keterampilan belajar metakognitif siswa SMKN Se-Kota

Bandung setelah proses pembelajaran yang berorientasi pada kebutuhan siswa

sebagai persiapan memasuki dunia kerja dan menghadapi kehidupan yang

sebenarnya.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

a. Bagi siswa, gaya belajar reflector dan pragmatis ini dapat meningkatkan

(20)

b. Bagi guru, penelitian ini merupakan masukan dalam memperluas

pengetahuan dan wawasan tentang gaya belajar siswa, terutama dalam

rangka meningkatkan ketrampilan metakognitif siswa.

c. Bagi sekolah, Diharapkan memberi sumbangan yang baik khususnya

dalam rangka perbaikan proses pembelajaran sehingga dapat

meningkatkan ketrampilan belajar metakognitif siswa yang akan

berdampak pada keberhasilan proses belajar mengajar melalui identifikasi

gaya belajar siswa.

d. Bagi penulis, dapat memperoleh pengalaman langsung dengan

mengidentifikasi gaya belajar yang dilakukan siswa dalam proses

pembelajaran.

e. Semua pihak yang berkepentingan untuk dapat dijadikan bahan rujukan

(21)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Pada Penelitian ini menggunakan metode survey explanatory, yaitu

penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan

instrumen penelitian (angket) sebagai alat pengumpul data yang pokok, yang

ditujukan untukmenjelaskan pengaruh gaya belajar reflektor dan gaya belajar

pragmatis terhadap kemampuan metakognitif siswa pada mata pelajaran Ekonomi

kelas XI di beberapa SMKN Se-Kota Bandung dengan unit analisa adalah siswa

SMKN kelompok Bisnis dan Manajemen.

Adapun analisis yang digunakan yaitu menggunakan analisis regresi dan

korelasi. Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya kaitan

antara variabel yang telah ditentukan. Kemudian analisis regresi digunakan untuk

mengetahui apakah suatu variabel dapat dipergunakan untuk memprediksi

variabel-variabel lain.

Metode ini digunakan karena beberapa alasan di antaranya: 1) tidak semua

anggota populasi dijadikan sampel, 2) unit yang dianalisis bersifat individual,

pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Mengingat masalah

yang diteliti adalah gejala sosial, maka dilakukan pendekatan analisis kuantitatif

yang didasarkan pada data statistik dan pendekatan analisis kualitatif yang

didasarkan pada interpretasi terhadap hasil-hasilnya. Penggunaan metode ini

diharapkan dapat menghasilkan kesimpulan yang dapat diangkat ke taraf

generalisasi berdasarkan hasil-hasil pengolahan dan analisis data yang dilakukan.

3.2 Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di beberapa SMKN Se-Kota Bandung,

terdiri dari SMKN 1 Bandung, SMKN 3 Bandung dan SMKN 11 Bandung. Ada

beberapa alasan pemilihan subjek penelitian, yaitu:

1. Sangat jarang penelitian pelajaran Ekonomi di sekolah kejuruan, padahal

(22)

pelajaran dasar produktif kejuruan (Pengantar Ekonomi dan Bisnis),

dimanamateri pelajaran dalam pengantar Ekonomi dan bisnis adalah materi

pelajaran ekonomi. Pengantar Ekonomi dan bisnis diberikan di SMK Bisnis

dan Manajemen program keahlian perkantoran, akuntansi dan pemasaran

tingkat X dan X1. Pelajaran ini memegang peranan penting dalam aplikasi di

lapangan pekerjaan.

2. Dipilihnya siswa kelas XI, karena mereka dinilai sudah cukup matang serta

memungkinkan siswa untuk berpikir abstrak yaitu salah satunya kemampuan

metakognitif pada mata pelajaran Ekonomi.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMKN di kota

Bandung kelompok Bisnis dan Manajemen tahun pelajaran 2014-2015 yang telah

memperoleh mata pelajaran Ekonomi.

Tabel 3.1

Jumlah Siswa Kelas XI SMKN Kota Bandung Kelompok Bisnis Dan Manajemen

Tahun Akademik 2014/2015

No. Nama Sekolah

Kompetensi Keahlian

Jumlah Administrasi

Perkantoran Akuntansi Pemasaran

1. SMKN 1

BANDUNG 107 144 108 359

2. SMKN 3

BANDUNG 216 144 193 553

3 SMKN 11

BANDUNG 129 129 97 355

Jumlah Populasi 452 417 398 1267

Sumber: Data masing-masing sekolah

(23)

Setiap anggota dari populasi memiliki kesempatan yang sama untuk

terpilih menjadi anggota sampel, yaitu seluruh siswa kelas XI SMKN kota

Bandung kelas XI yang telah memperoleh mata pelajaran Ekonomi dengan

jumlah 1.417 orang. Untuk pengambilan sampel dari populasi agar diperoleh

sampel yang refresentatif dan mewakili, maka diupayakan setiap subjek dalam

populasi mempunyai peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sugiyono (2002:

73) yang dimaksud dengan sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tertentu.

Dalam suatu penelitian tidak mungkin semua populasi diteliti, dalam hal

ini disebabkan beberapa faktor, diantaranya keterbatasan biaya, tenaga dan waktu

yang tersedia. Oleh karena itu, peneliti diperkenankan mengambil sebagian dari

objek populasi yang ditentukan, dengan catatan bagian yang diambil tersebut

mewakili bagian lain yang tidak diteliti. Hal ini sejalan dengan pendapat

Sugiyono (2002: 73) :

Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dan, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu, sampel dari populasi harus benar-benar mewakili.

Dengan demikian sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari

populasi penelitian, yaitu sebagian siswa kelas XI SMKN Kota Bandung . Untuk

menjawab berapa banyak ukuran sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini,

dilakukan teknik sampling. Salah satu teknik sampling yang digunakan dalam

penelitian ini adalah teknik random sampling, yaitu memilih sampel secara acak

dari populasi sehingga semua unit analisis mendapat peluang yang sama untuk

dipilih, dengan alasan bahwa populasi siswa SMKN kota Bandung kelompok

BISMEN itu bersifat homogen. Untuk mendapatkan distribusi normal dari kondisi

penelitian yang sebenarnya maka peneliti mengambil 400 sampel dari keseluruhan

(24)

Dari jumlah sampel 400 orang tersebut kemudian ditentukan jumlah

masing-masing sampel menurut sub bagian secara proportional random sampling

dengan rumus :

Dimana : ni = Jumlah sampel stratum

N = Jumlah sampel seluruhnya

Ni = Jumlah populasi menurut stratum

N = Jumlah populasi seluruhnya

Maka jumlah sampel untuk tiap-tiap SMK, sebagai berikut:

1. SMKN 1 Bandung = x 400 = 113 orang

2. SMKN 3 Bandung = x 400 = 175 orang

3. SMKN 11 Bandung = x 400 = 112 orang

Berdasarkan perhitungan di atas, disajikan sebaran sampel penelitian pada

setiap program keahlian sebagai berikut.

Tabel 3.2

Sebaran Sampel Penelitian

No Nama

Sekolah

Kompetensi Keahlian

Jumlah Administrasi

Perkantoran Akuntansi Pemasaran

1. SMKN 1

BANDUNG 35 42 36 113 orang

2 SMKN 3

BANDUNG 67 45 63 175 orang

3 SMKN 11

BANDUNG 36 41 35 112 orang

Jumlah 138 128 134 400 orang

(25)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan berbagai data dan keterangan yang diperlukan

dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Kuesioner

Teknik pengumpulan data melalui penyebaran daftar pertanyaan (angket)

yang bersifat tertutup dimana setiap pertanyaan sudah disediakan alternatif

jawabannya, responden tinggal memilih salah satu alternatif jawaban yang

dianggap sesuai dengan pertanyaan. Hasil kuesioner tersebut akan berbentuk

dalam angka-angka, tabel-tabel, analisis statistik, dan uraian serta kesimpulan

hasil penelitian, analisis data kuantitatif dilandaskan pada hasil kuesioner itu

(Sugiyono, 2011).

b. Observasi

Melakukan pengamatan langsung ke lokasi penelitian untuk melengkapi

dan mendukung data primer yang diperoleh melalui kuesioner. Peneliti

mengamati fenomena yang terjadi dilapangan pada saat proses penelitian

sedang berjalan. Pengamatan dilakukan dengan cara mengkaitkan dua hal,

yaitu informasi (apa yang terjadi) dengan konteks (hal-hal yang terjadi

disekitarnya) sebagai proses pencarian makna. Dengan pengamatan ini

diharapkan dapat mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan

perilaku masyarakat; memahami situasi-situasi sulit yang berkembang

dilapangan; dan sebagai re-chek data yang ada sebagaimana dikemukakan

oleh Sugiyono (2011). Selain itu menurut Sutrisno Hadi (1986) dalam

Sugiyono (2011) observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu

proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis.

c. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data pendukung lainnya

sebagai bahan pelengkap dari kuesioner yang dilakukan terhadap siswa, guru

dan kepala sekolah.

d. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari dua sumber utama,

(26)

1. Data Primer, yaitu keseluruhan data hasil penelitian yang diperoleh melalui

pengisian kuesioner dan pelaksanaan wawancara.

2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi terkait dan studi

literatur yang berkaitan dengan masalah penelitian ini.

3.5 Operasional Variabel

Variabel menjadi sangat penting dalam kegiatan penelitian, variabel ini

merupakan alat dan sarana dalam melakukan pengukuran. Oleh sebab itu, untuk

setiap kegiatan penelitian menentukan variabel penelitian menjadi kunci

keberhasilan dalam suatu penelitian.Variabel penelitian merupakan segala sesuatu

yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga

diperoleh informasi tentang suatu hal, kemudian ditarik kesimpulannya.

Variabel bebas dalam penelitian ini diangkat berdasarkan pemikiran

bahwa variabel tersebut akan besar pengaruhnya terhadap variabel terikat.

Variabel independen yang sering disebut dengan variabel bebas, stimulus,

prediktor adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau

timbulnya variabel dependen. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas

adalah gaya belajaryang terdiri dari gaya belajar Reflektor (X1), gaya belajar

Pragmatis (X2),. Variabel dependen sering juga disebut variabel terikat, kriteria,

konsekuen, merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena

adanya variabel independen, variabel dependen dalam penelitian ini adalah

ketrampilan belajar metakognitif.

Gambar 3.1

Hubungan Korelasional Antara Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen

X1

Y

(27)

Keterangan :

X1 = Gaya Belajar Reflektor

X2 = Gaya Belajar Pragmatis

Y = Ketrampilan Belajar Metakognitif

Untuk memahami lebuh lanjut penelitian ini, perlu mengidentifikasikan

variabel secara operasional. Adapun definisi operasional yang digunakan dalam

penelitian ini adalah :

1. Gaya Belajar merupakan sikap dan tingkah laku yang menunjukkan cara

belajar seseorang yang paling disukai (Honey dan Mumford, 1992: 1). Gaya

belajar dalam penelitian ini yaitu model Honey dan Mumford :

a. Reflektor yaitu orang yang belajar dengan hati-hati, teliti, lebih banyak

pertimbangan, pendengar yang baik, bagian dari partisipasi, metodis,

tidak melompat ke kesimpulan,lambat untuk memutuskan, menyeluruh

dan bijaksana, senang berada di bangku dan rendah diri.

b. Pragmatis, yaitu tipe pembelajar yang biasanya lebih tertarik cara

menerapkan ide ke dalam praktis, tidak sabar dengan diskusi yang

terlalu lama dan teori yang terlalu banyak, praktis, realistis, menyukai

ide baru, tolak ide tanpa aplikasi yang jelas, suka memecahkan

masalah dengan solusi yang paling jelas, tugas dan teknik terfokus,

senang bekerja dengan orang lain.

2. Ketrampilan Metakognitif menurut Ridleyet al. (1992: 294) merupakan kemampuan seseorang dalam mengontrol proses belajarnya, mulai dari tahap

perencanaan, memilih strategi yang tepat sesuai masalah yang dihadapi,

kemudian memonitor kemajuan dalam belajar dan secara bersamaan

mengoreksi jika ada kesalahan yang terjadi selama memahami konsep,

menganalisis keefektifan dari strategi yang dipilih.Kemampuan metakognitif

menurut Schraw dan Moshman (1995) yang terdiri dari pengetahuan

(28)

a. Metacognitive knowledge adalah mengetahui apa yang orang ketahui dan

bagaimana orang belajar serta mengingat. Metacognitive knowledge

terdiri dari tiga elemen yaitu

1) pengetahuan deklaratif (declarative knowledge), menunjukkan

seberapa besar pengetahuan siswa tentang ketrampilannya,

kemampuan intelektualnya, dan kecakapannya sebagai seorang

pembelajar.

2) Pengetahuan prosedural (procedural knowledge) menunjukkan

seberapa besar pengetahuan mahasiswa tentang bagaimana

mengimplementasikan prosedur belajar (strategi belajar).

3) Pengetahuan kondisonal (conditional knowledge) mengacu pada

mengetahui kenapa dan kapan menggunakan strategi belajar.

b. Metacognitive regulation merupakan aktivitas-aktivitas seseorang untuk

mengontrol fungsi kognitif seseorang. Metacognitive regulation terdiri

dari lima elemen yaitu :

1) Perencanaan (planning) menunjukkan seberapa baik perencanaan,

penetapan tujuan, dan pengalokasian sumber daya sebelum belajar.

2) Manajemen informasi (information management) menunjukkan

seberapa baik keterampilan dan urutan strategi yang digunakan siswa

untuk memproses informasi secara efisien (misalnya

pengorganisasian, penjabaran, peringkasan, pemfokusan).

3) Pengawasan (monitoring) menunjukkan seberapa baik siswa menilai

cara belajar dan strategi yang digunakan.

4) Perbaikan (debugging) menunjukkan seberapa baik strategi-strategi

yang digunakan siswa untuk memperbaiki kesalahan pemahaman

dan performa belajar.

5) Evaluasi (evaluation) menunjukkan seberapa baik siswa menganalisa

atau mengevalusi keberhasilan dan efektifitas strategi belajar mereka

(29)

Operasional masing-masing variabel diuraikan sebagai berikut:

Tabel3.3

Operasionalisasi Variabel

No. Konsep Variabel Indikator Skala

1. Gaya Belajar

1.Reflektor Hati-hati, teliti, lebih banyak

pertimbangan, pendengar yang baik, bagian dari partisipasi, metodis, tidak melompat ke kesimpulan, lambat untuk memutuskan, menyeluruh dan bijaksana, senang berada di bangku dan rendah diri

Nominal

2.Pragmatis Tidak sabar dengan diskusi yang terlalu lama dan teori yang terlalu banyak, tertarik menguji hal-hal dalam praktik, praktis, realistis, menyukai ide baru, tolak ide tanpa aplikasi yang jelas, suka memecahkan masalah dengan solusi yang paling jelas, tugas dan teknik terfokus,

intelektualnya, dan kecakapannya sebagai seorang pembelajar.

b) Pengetahuan prosedural

Pengetahuan siswa tentang bagaimana mengimplementasikan prosedur belajar (strategi belajar).

Menunjukkan seberapa baik

perencanaan, penetapan tujuan, dan pengalokasian sumber daya sebelum belajar.

b) Manajemen informasi (information

(30)

yang terjadi dan urutan strategi yang digunakan siswa untuk memproses informasi secara efisien (misalnya pengorganisasian, penjabaran, peringkasan, pemfokusan) c) Pengawasan (monitoring)

Menunjukkan seberapa baik siswa menilai cara belajar dan strategi yang digunakan.

d) Perbaikan (debugging)

Menunjukkan seberapa baik strategi-strategi yang digunakan siswa untuk memperbaiki kesalahan pemahaman dan performa belajar.

e) Evaluasi (evaluation)

Menunjukkan seberapa baik siswa

menganalisa atau mengevalusi

keberhasilan dan efektifitas strategi belajar mereka setelah serangkaian proses belajar

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian digunakan untuk mengumpulkan data dalam

menjawab pertanyaan dan hipotesis penelitian. Instumen yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Gaya Belajar menggunakan Learning Styles Questionnaire (LSQ) yang

dikembangkan oleh Peter Honeydan Alan Mumford. Terdiri dari 40

pertanyaan tentang gaya belajar reflector dan pragmatis.

2. Ketrampilan metakognitif menggunakan Metacognitive Awareness

Inventory (MAI) yang telah banyak digunakan dalam penelitian-penelitian

sebelumnya tentang metakognitif, dan telah dialih bahasakan ke dalam

Bahasa Indonesia. MAI dirancang oleh Schraw dan Dennison pada tahun

(31)

komponen metakognitif yang diklasifikasikan ke dalam dua kategori besar

yaitu:

a. Pengetahuan kognisi (Knowledge of cognition / Metacognitive

knowledge): Pengetahuan Deklaratif ( Declarative Knowledge ),

Pengetahuan Prosedural ( Procedural Knowledge), Pengetahuan

Kondisional (Conditional Knowledge)

b. Peraturan kognisi (Regulation of cognition/Metaregulation):

Perencanaan (Planning), Manajemen Informasi (Information

Management), Pengawasan (Monitoring) 4. Perbaikan (Debugging),

Evaluasi (Evaluation).

3.7 Analisis Instrumen

Sebelum instrumen digunakan dalam kegiatan penelitian, terlebih dahulu

dilakukan uji instrumen terhadap kelompok siswa dari populasi yang bukan

merupakan bagian dari sampel penelitian. Uji instrumen dilakukan dengan

menggunakan SPSS versi 13 for window. Hasil uji coba instrumen pada penelitian

ini disajikan pada tabel di bawah ini.

3.7.1 Uji Validitas Variabel

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat

kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 1993). Validitas

digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu

kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan

sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Jadi, validitas ingin mengukur

apakah pertanyaan dalam kuesioner yang sudah kita buat betul-betul dapat

mengukur apa yang kita ukur (Sugiyono, 2011).

Uji validitas dapat dilakukan dengan melakukan korelasi antara

skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk atau variabel. Dengan

cara membandingkan niali rhitung dengan nilai rtabel. Melakukan korelasi

bivariate antara masing-masing skor indikator (Sugiyono, 2011).

(32)

 

 

 

product moment co-efficient of correlation Pearson yang dikemukan oleh Pearson

sebagai berikut:

Nilai koefisien korelasi (rhitung) masing-masing item pernyataan

dibandingkan dengan nilai korelasi tabel (rtabel) pada taraf signifikansi (α) =

0.05. Jika rhitung > rtabel maka item pernyataan dinyatakan valid. Biasanya dalam

pengembangan dan penyusunan skala-skala psikologi digunakan harga koefisien

korelasi yang minimal sama dengan 0,30 (Saefudin, 1997). Atau koefisien korelasi

dikatakan valid apabila r hitung > 0,300 (Gunawan S, 2004). Untuk menguji

validitasnya instrumen analisis ini dilakukan dengan menggunakan alat statistik

koefisien korelasi person (Person Correlation Product Moment). Hasil pengujian

melalui SPSS versi 13.0 disajikan dalam tabel 3.4. Pada tabel tersebut

menunjukkan bahwa butir pertanyaan dalam kuesioner untuk variabel gaya belajar

reflector (X1) sebagian besar memiliki nilai koefesien r hitung lebih besar dari r

tabel (r tabel = 0,1966) maka semua pertanyaan tersebut dinyatakan valid dan

berarti semua pertanyaan tersebut dapat digunakan.

Untuk mengetahui valid atau tidaknya pertanyaan-pertanyaan dalam

kuesioner yang diajukan kepada responden, maka terlebih dahulu dilakukan uji

validitas. Pengujian ini dilakukan dengan mengkorelasikan jawaban-jawaban

responden pada setiap pertanyaan, dengan demikian akan diketahui apakah

pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner dapat digunakan atau tidak untuk suatu

(33)

)

dilihat melalui koefisien r kemudian dibandingkan dengan koefisien korelasi (r)

tabel.

Tabel 3.4

Uji Validitas Instrumen Penelitian pada Variabel X1, X2, dan Y

Variabel InstrumenPenelitian Jumlah Item Pernyataan

No. Item Tidak

Valid

Kesimpulan

Gaya Belajar Reflector AngketSkalaGuttman 20 item pernyataan

- Valid

Gaya BelajarPragmatis AngketSkalaGuttman 20 item pernyataan

- Valid

KemampuanMetakognitif AngketSkalaGuttman 52 item pernyataan

- Valid

Dari tabel uji validitas variabel-variabel penelitian pada Tabel 3.4 dapat

diketahui bahwa semua butir soal untuk masing-masing variabel dinyatakan valid,

yang berarti soal tersebut layak untuk dijadikan instrumen.

3.7.2 Uji Reliabilitas Variabel

Untuk menguji apakah alat ukur yang digunakan dapat diandalkan maka

dilakukan uji reabilitas. Reliabilitas instrument menunjuk pada suatu pengertian

bahwa sesuatu instrument dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat

pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik. Koefisien reliabilitas

dapat dianggap reliabel dan cukup baik untuk tujuan penelitian dasar apabila berada

antara 0,70 – 0,80 (Kaplan-Saccuezzo, 1993)

Reliabilitas dihitung dengan menggunakan rumus koefisien Alfa Cronbach,

sebagai berikut :

Keterangan :

r = Reliabilitas instrumen

(34)

2

Hasil uji reliabilitas angket penelitian selanjutnya dikonsultasikan dengan

harga r product moment pada taraf signifikan 5%. Jika harga r11 > rtabel maka

instrumen dikatakan reliabel. dan sebaliknya jika r11 < rtabel maka instrumen tersebut

dikatakan tidak reliabel.

Koefesien alat ukur menyatakan tingkat konsistensi jawaban responden,

nilai keandalan alat ukur tingkat konsistensi jawaban. Nilai keandalan alat ukur

bervariasi dari 0 sampai 1. Nilai yang mendekati 1 menyatakan keandalan

(konsistensi jawaban responden) yang semakin baik, dan sebaliknya bila

mendekati 0 maka menunjukkan keandalan konsistensi jawaban responden tidak

baik. Sebagaimana yang dikemukan oleh Guilford (Guilford empirical rule dalam

Rasyid, 1994) keeratan hubungan antara dua variabel yang dianalisis dapat

diketahui dengan melihat tabel 3.5 sebagai berikut:

Tabel 3.5

Dalam penelitian ini juga diukur reliabiltas alat ukur yang digunakan

untuk mengukur apakah intrumen penelitian yang dipakai dapat diandalkan.

(35)

Tabel 3.6

Uji Realibilitas Instrumen Penelitian pada Variabel X1, X2, dan Y

Variabel InstrumenPenelitian

Gaya Belajar Reflector AngketSkalaGuttman 20 item pernyataan

- Reliabel

Gaya BelajarPragmatis AngketSkalaGuttman 20 item pernyataan

Dari tabel uji Realibilitas variabel-variabel penelitian pada Tabel 3.6 dapat

diketahui bahwa semua butir soal untuk masing-masing variabel dinyatakan

Reliabel, yang berarti soal tersebut layak untuk dijadikan instrumen dan dapat

dipercaya. Hasil tersebut bersumber dari perhitungan statistik SPSS.

3.7.3 Uji Asumsi Klasik

Salah satu syarat untuk bisa menggunakan persamaan regresi berganda

adalah terpenuhinya asumsi klasik. Untuk mendapatkan nilai pemeriksa yang

tidak bias dan efesien (Best Linear Estimator/BLUE) dari satu persamaan regresi

berganda dengan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square) perlu

dilakukan pengujian untuk mengetahui model regresi yang dihasilkan memenuhi

persyaratan asumsi klasik.

Agar diperoleh nilai yang tidak bias dan efesien pada persamaan regresi,

ada beberapa asumsi klasik yang harus dipenuhi dalam menganalisa data

(Ghozali, 2001). Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini terdiri

dari :

a. Uji Normalitas Data

Sebelum dilakukannya pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji

kenormalan data. Uji kenormalan data dilakukan untuk mengetahui apakah

sampel yang dianalisis mewakili populasi data atau tidak terhingga dengan

(36)

terhadap kenormalan data dilakukan dengan menggunakan One Sample

Kolmogorov Smirnov Test dengan tingkat signifikansi 5%. Dasar keputusannya

adalah jika nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 maka data terdistribusi normal,

sedangkan jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05 maka data tidak terdistribusi

normal. Uji normalitas dalam penelitian ini akan dilihat dengan menjalankan

program SPSS for windows Release versi 13.0.

Menurut Santoso (2000), dasar pengambilan keputusannya adalah :

 Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

 Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi

asumsi normalitas.

b. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas merupakan hubungan linier yang sempurna atau pasti di

antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan model regresi (Gujarati,

2004). Multikolinieritas muncul apabila di antara variabel bebas memiliki

hubungan yang sangat kuat. Menurut Ghozali (2000), uji multikolinieritas

bertujuan untuk menguji apakah di dalam model regresi ditemukan adanya

korelasi di antara variabel bebas. Karena, jika variabel bebas saling berkorelasi,

maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel

bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel bebas sama dengan nol.

Metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya multikolinieritas dalam

penelitian ini adalah dengan menggunakan Tolerante And Variante Inflation

Factor (FIV). Jika VIF > 10, maka variabel bebas tersebut mempunyai persoalan

multikolinieritas dengan variabel bebas lainnya. Sebaliknya, apabila FIV < 10

maka tidak terjadi multikolinieritas. Uji asumsi multikolinieritas pada penelitian

ini akan dihitung menggunakan program SPSS for windows Release versi 13.0.

c. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas merupakan gangguan yang muncul dalam fungsi

regresi dimana semua gangguan tadi mempunyai varians yang sama (Gujarati,

(37)

regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan

yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain

tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut

heteroskedastisitas. Umumnya heteroskedastisitas terdapat pada data cross

section, karena data ini menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran (kecil,

sedang, dan besar).

Deteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan melihat ada atau

tidaknya pola tertentu yang jelas pada grafik scatter plot, dimana sumbu X adalah

nilai prediksi dari regresi, dan sumbu Y adalah nilai residual dari regresi (nilai

prediksi-nilai regresi) sesungguhnya, dengan dasar pengambilan keputusan

(Santoso, 2002). Untuk mengetahui ada atau tidaknya heteroskedastisitas maka

digunakan dasar analisis sebagai berikut :

 Jika terdapat pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka telah

terjadi heteroskedastisitas.

 Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka dapat disimpulkan tidak terjadi

heteroskedastisitas.

Uji heteroskedastisitas dari data akan dihitung dengan menggunakan

program SPSS for windows Release versi 13.0.

d. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi merupakan korelasi antara anggota seri observasi yang

disusun menurut urutan waktu atau tempa/ruang seperti data time series atau data

cross section atau dengan kata lain korelasi yang terjadi pada dirinya sendiri. Uji

ini dilakukan untuk mendeteksi apakah terdapat gejala otokorelasi antar variabel

yang dianalisis dalam model regresi. Untuk mengujinya digunakan Uji Durbin

Waston (Dwest). Kriteria pengujian :

 Terjadi autokorelasi positif jika nilai DW dibawah -2 (DW<-2)

 Tidak terjadi autokorelasi jika nilai DW diantara -2 dan 2 atau -2<DW<2

(38)

3.7.4 Teknik Pengujian Data

Untuk menghasilkan kesimpulan akhir dari hasil penelitian, data yang

dihasilkan selanjutnya dianalisis dan diinterpretasikan. Untuk keperluan analisis

dan pengujian hipotesis, jika ada data yang bersifat ordinal diubah terlebih dahulu

ditransformasikan menjadi skala interval sehingga data dapat segera dianalisis.

Teknik pengolahan data selain menggunakan SPSS, juga dilakukan dengan

manual baik dalam pemberian skor, mentabulasi data maupun

perhitungan-perhitungan seperti penjumlahan, pengurangan, pembagian, perkalian dan juga

perhitungan ukuran statistik seperti rata-rata, simpangan baku serta varians. Jenis

statistik yang digunakan untuk menganalisis data penelitian ini adalah statistik

deskriptif dan inferensial.

1. Analisis Regresi Linier Berganda (Multiple Regression)

Gujarati (2004) menyatakan bahwa analisis regresi merupakan studi

mengenai ketergantungan variabel terikat dengan satu atau variabel bebas, dengan

maksud untuk mengestimasi atau meramalkan rata hitung (mean) atau

rata-rata (populasi) variabel terikat berdasarkan nilai variabel bebas yang diketahui.

Dalam penelitian ini, digunakan model Analisis Regresi Linier Berganda

untuk menguji hipotesis yang diduga adanya pengaruh yang berarti antara variabel

bebas gaya belajar reflector (X1) dan gaya belajar pragmatis terhadap kemampuan

metakognitif siswa (Y), baik simultan maupun parsial.

Bentuk persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Y = a + b1X1+ b2X2

Dimana :

a : Nilai konstanta

b1 : Koefisien regresi variabel X1

b2 : Koefisien regresi variabel X2

X1 : Nilai variabel bebas X1

X2 : Nilai variabel bebas X2

(39)

2

1 2

r n r

  

Dengan menggunakan analisis regresi linier berganda ini dapat diketahui

apakah Y dipengaruhi atau tidak oleh X1, X2secara parsial dan simultan. Uji

regresi linier berganda pada penelitian ini akan dihitung menggunakan program

SPSS for windows Release versi 13.0.

2. Uji Hipotesis

Ketepatan fungsi regresi sampel dalam mengestimasi nilai aktual dapat

diukur dari goodness of fit nya. Secara statistik, hal ini dapat diukur dari nilai

statitik t, nilai statistik F dan koefisien determinasinya (Ghozali, 2001).

Perhitungan statistik ini disebut signifikan secara statitik apabila nilai uji

statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya

disebut tidak signifikan bilai nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana Ho

diterima.

a. Uji Statistik Parsial (t-test)

Uji statistik t digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh satu

variabel penjelas (bebas) secara parsial dalam menerangkan variasi variabel

dependennya (Ghazali, 2001). Hipotesis nol dan hipotesis alternatif yang akan di

uji pada uji statistik t adalah :

Ho = Tidak terdapat pengaruh variabel bebas secara parsial

(masing-masing X1, X2) terhadap variabel terikat (Y).

Ha = Terdapat pengaruh variabel bebas secara parsial (masing-masing

X1, X2) terhadap variabel terikat (Y)

Hipotesis diterima atau ditolak dengan cara membandingkan nilai t hitung

dengan nilai t tabel. Nilai t hitung dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

(40)

Keterangan :

t = tes hipotesis

r = koefisien korelasi

n = jumlah data

Nilai t tabel diperoleh dengan mengetahui tingkat signifikan (α), serta

derajat bebas sebesar n-1. Sedangkan penolakan hipotesis atau signifikan pada

taraf 5% (taraf kepercayaan 95%). Untuk mempermudah perhitungan pengujian

hipotesis diatas digunakan program SPSS for windows Release versi 13.0.

Uji t menguji keberartian koefisien regresi secara parsial dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

T hitung = Nilai t hitung

1 = Koefisen regresi

S (1) = Standarisasi dari bi (standar eror koefisien regresi)

Hipotesis statistiknya dinyatakan dengan :

1. H0 : 1 = 0 :

2. Ha : 1 > 0:

Dimana, 1 adalah koefisien independen ke-1, sedangka  adalah nilai

parameter hipotesis. Biasanya  dianggap sama dengan nol atau tidak ada

pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen. Ketentuan

(41)

1. – t hitung < t tabel atau t hitung > t tabel

Ho ditolak, Ha diterima artinya variabel bebas secara parsial

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel

tergantung pada tingkat kesalahan 5% (α = 0.05).

2. – t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel

Ho diterima, Ha ditolak artinya variabel bebas secara parsial

tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel

tergantung pada tingkat kesalahnan 5% (α = 0.05).

Gambar 3.2

Penerimaan dan Penolakan Hipotesis Parsial

b. Uji Statistik Simultan (F-test)

Uji statistik F digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel bebas

yang dimasukkan ke dalam model regresi memeliki pengaruh secara simultan

(bersama-sama) terhadap variabel terikat (Ghozali, 2001). Hipotesis nol dan

hipotesis alternatif yang akan diuji pada uji statistik F adalah :

Ho = Variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh

signifikan terhadap variabel terikat

Ha = Variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh signifikan

terhadap variabel terikat

Ho ditolak Ho ditolak

Ho diterima

(42)

)

Hipotesis diterima atau ditolak dengan cara membandingkan nilai F hitung

dengan nilai nilai F tabel. Nilai F hitung dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut

(Gujarati, 2004) :

F hitung

Dimana :

F = Pendekatan distribusi probabilitas Fischer

k = Banyaknya variabel bebas

R2 = Koefien determinasi ganda

n = Jumlah sampel.

Nilai F tabel dapat dilihat dengan mengetahui tingkat signifikan (α), derajat

bebas pembilang (k) dan derajat bebas penyebut (n-k-1). Adapun ketentuan untuk

menerima atau menolak adalah sebagai berikut :

1. F hitung > F tabel (α = 0.05) maka Ho ditolak dan Ha diterima yang

artinya variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh secara

keseluruhan terhadap variabel terikat pada tingkat kesalahan 5%.

2. F hitung ≤ F tabel (α = 0.05) maka Ho diterima dan Ha ditolak yang

artinya model regresi tidak berhasil menerangkan varibel bebas

secara keseluruhan pada tingkat kesalahan 5%.

Uji F ini untuk pengujian terhadap koefisien regresi secara

simultan/serentak terhadap hipotesis satu (minor H1)

Ho1 = Tidak terdapat pengaruh secara serentak yang signifikan

antara gaya belajar reflector dan gaya belajar

pragmatisterhadap kemampuan metakognitif siswa.

Ha1 = Terdapat pengaruh secara serentak yang signifikan antara

gaya belajar reflector dan gaya belajar pragmatis terhadap

(43)

Gambar 3.3

Penerimaan dan Penolakan Hipotesis Simultan

c. Koefisien Determinasi (R2) dan Koefisien Korelasi Berganda (R)

Untuk mengukur makna variabel bebas terhadap varibel terikat secara

simultan digunakan koefisien korelasi berganda (R), sedangkan untuk

menunjukkan besarnya kemampuan suatu model dalam menjelaskan keragaman

variabel terikat, maka digunakan koefisien determinasi (R2).

Ghozali (2001) mengatakan bahwa koefisien determinasi digunakan untuk

mengukur seberapa jauh kemampuan suatu model regresi dalam menerangkan

variabel terikatnya. Nilai koefisien determinasi adalah di antara 0 dan 1. Nilai

R2yang kecil berarti kemampuan-kemampuan variabel-variabel bebas dalam

menjelaskan variabel terikat amat terbatas. Nilai R2yang mendekati satu berarti

variabel-variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan

untuk memprediksi variasi variabel terikat. Sedangkan Koefisien Korelasi

Berganda (R) digunakan untuk mengukur kebermaknaan variabel bebas terhadap

variabel terikat secara simultan.

Ho ditolak Ho diterima

Gambar

Tabel 1.1 Nilai Rata-Rata Ujian Akhir Semester Ganjil
Tabel 3.1  Jumlah Siswa Kelas XI SMKN Kota Bandung
Tabel 3.2 Sebaran Sampel Penelitian
Gambar 3.1 Hubungan Korelasional Antara Variabel Independen
+6

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hubungan Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Gayamsari Kota Semarang Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 1, Nomor 2, Tahun

Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006, hlm.175), tujuan Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

Pengaruh Fraud Triangle Terhadap Deteksi Kecurangan Laporan Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efekindonesia (BEI).Jurnal Manajemen dan Bisnis

[r]

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa supervisi akademik kepala sekolah dapat

Pokja I Jasa Konsultansi Bagian Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Sekretariat Daerah Kabupaten Muara Enim Tahun 2017 akan melaksanakan Pengumuman Prakualifikasi untuk paket

Diharapkan dari hasil penelitian ini para konseli dapat meninggalkan kebiasaan-kebiasaannya berperilaku tidak baik (akhlak tercela/ akhlak madzmumah ), yaitu: ikut