PENGARUH GAYA BELAJAR REFLEKTOR DAN GAYA BELAJAR PRAGMATIS TERHADAP KETERAMPILAN BELAJAR METAKOGNITIF SISWA DALAM PELAJARAN EKONOMI
(Survey pada Siswa Kelas XI SMK Negeri Se-Kota Bandung)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi
Oleh : TETI HERYATI
1302710
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
PENGARUH GAYA BELAJAR REFLEKTOR DAN GAYA BELAJAR PRAGMATIS TERHADAP KETERAMPILAN BELAJAR METAKOGNITIF SISWA DALAM PELAJARAN EKONOMI
(Survey pada Siswa Kelas XI SMK Negeri Se-Kota Bandung)
Oleh: Teti Heryati
Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Ekonomi SPs UPI
Bandung
© Teti Heryati 2015 Universitas Pendidikan Indonesia
Juni 2015
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
LEMBAR PENGESAHAN
PENGARUH GAYA BELAJAR REFLEKTOR DAN GAYA BELAJAR PRAGMATIS TERHADAP KETERAMPILAN BELAJAR METAKOGNITIF SISWA DALAM PELAJARAN EKONOMI
(Survey pada Siswa Kelas XI SMK Negeri Se-Kota Bandung)
Telah disetujui dan disahkan oleh : Pembimbing Tesis
Prof. Dr. H. Disman, MS. NIP 19590209 198412 1 001
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
TETI HERYATI
PENGARUH GAYA BELAJAR REFLEKTOR DAN GAYA BELAJAR PRAGMATIS TERHADAP KETERAMPILAN BELAJAR METAKOGNITIF SISWA DALAM PELAJARAN EKONOMI
(Survey pada Siswa Kelas XI SMK Negeri Se-Kota Bandung)
Bandung, Juni 2015
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH
PENGUJI I PENGUJI II
Prof. Dr. H. Nanang Fattah, M.Pd. Prof. Dr. Agus Rahayu, M.P NIP. 19510518 197803 1001 NIP. 19620607 198703 1002
PEMBIMBING PENGUJI III
Prof. Dr. H. Disman, MS Prof. Dr. H. Eeng Ahman, MS NIP. 19590209 198412 1001 NIP. 19611022 198603 1002
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK
Teti Heryati. 2015. Pengaruh Gaya Belajar Reflektor dan Gaya Belajar Pragmatis Terhadap Keterampilan Belajar Metakognitif Siswa dalam Pelajaran Ekonomi (Survey pada Siswa Kelas XI SMK Negeri Se-Kota Bandung). Dosen Pembimbing : Prof. Dr. H. Disman, MS.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaya belajar reflektor dan gaya belajar pragmatis terhadap ketrampilan belajar metakognitif siswa dalam pembelajaran Ekonomi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei eksplanatory dengan teknik deskriptif dan analisis data kuantitatif. Populasi penelitian adalah siswa kelas XI SMKN Kelompok Bisnis dan Manajemen se-kota Bandung, penentuan sampel menggunakan teknik
proportional random sampling sejumlah 400 orang siswa. Instrumen yang
digunakan untuk mengumpulkan data terdiri dari dua angket baku berupa 1) Untuk gaya belajar menggunakan Learning Styles Questionnaire (LSQ) yang dikembangkan oleh Peter Honey dan Alan Mumford, dan 2) keterampilan belajar metakognitif menggunakan Metacognitive Awareness Inventory (MAI) yang dikembangkan oleh Schraw dan Dennison. Teknik pengujian data dalam penelitian ini adalah analisis regresi belajarlinier berganda dan uji hipotesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, gaya belajar reflector dan gaya belajar pragmatis berpengaruh signifikan terhadap keterampilan metakognitif siswa sebesar 13,8%. Dari hasil tersebut disimpulkan bahwa masih ada faktor lain yang berpengaruh terhadap keterampilan metakognitif sehingga diharapkan siswa dapat menilai kemampuannya masing-masing dalam belajar.
ABSTRACT
Teti Heryati. 2015. The Influence of Learning Styles Reflector And Learning
Styles Pragmatis Students Metacognitive Learn Skill In Economic Studies At Secondary Vocational Schools Of Business And Management Groups In Bandung. Supervisor : Prof. Dr. H. Disman, MS.
This research aims to analyze the influence of learning styles and students metacognitive ability in social studies.The method in this research is survey explanatory with descriptive technique and quantitative analysis data. The population in this study are grade XI students in vocational schools of Business and Management Groups in Bandung. The selection of the sample is using proportional random sampling technique for 400 students. The instruments used to collect data consist of three standard questionnaire forms 1) learning style tests using Learning Styles Questionnaire (LSQ) developed by Peter Honey and Alan Mumford, 2) questionnaires about motivation to learn using MSLQ (motivated Strategies for Learning Questionnaire) developed by Paul R. Pintrich and 3) metacognitive ability tests using metacognitive Awareness Inventory (MAI) developed bIy Schraw & Dennison. The technique for testing data in this study were multiple linear regression analysis and hypothesis testing. The results of the study showed that learning styles and motivation have significant influence on the students’ metacognitive abilities of 13,8%. What can be concluded from the results is that there are still other factors that influence the metacognitive skills that students are expected to assess their abilities in learning.
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 10
1.4 Manfaat Penelitian ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka ... 12
2.1.1 Teori Belajar Kognitif ... 12
2.1.2 Teori Belajar Konstruktivisme ... 18
2.1.3 Ketrampilan Metakognitif ... 20
2.1.3.1 Pengertian KetrampilanMetakognitif ... 20
2.1.3.2 Komponen Metakognisi ... 23
2.1.3.3 Strategi Metakognitif dalam Belajar ... 26
2.1.4 Gaya Belajar ... 29
2.1.4.1 Pengertian Gaya Belajar ... 29
2.1.4.2 Model-Model Gaya Belajar... 30
2.1.4.4 Hubungan Gaya Belajar dengan Ketrampilan Belajar
Metkognitif ... 44
2.1.5 Pembelajarn Ekonomi di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 47 2.1.6 Penelitian Terdahulu ... 49
2.2 Kerangka Pemikiran ... 52
2.3 Hipotesis ... 56
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian... 57
3.2 Lokasi dan Subjek Penelitian ... 57
3.3 Populasi dan Sampel ... 58
3.3.1 Populasi ... 58
3.3.2 Sampel ... 59
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 61
3.5 Operasional Variabel ... 62
3.6 Instrumen Penelitian... 66
3.7 Analisis Instrumen ... 67
3.7.1 Uji Validitas Variabel ... 67
3.7.2 Uji Reliabilitas Variabel ... 69
3.7.3 Uji Asumsi Klasik ... 71
3.7.4 Teknik Pengujian Data ... 74
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 80
4.1.1 SMKN 1 Bandung ... 80
4.1.2 SMKN 3 Bandung ... 81
4.1.3 SMKN 11 Bandung ... 82
4.2 Deskripsi Demografi Responden ... 82
4.3 Analisis Variabel Penelitian ... 88
4.3.1 Gaya Belajar Reflector ... 89
4.3.3 Analisis Ketrampilan Belajar Metakognitif ... 92
4.4 Uji Asumsi Klasik ... 94
4.4.1 Uji Linieritas Garis Regresi/ Normalitas Data ... 94
4.4.2 Uji Multikolinieritas ... 94
4.4.3 Uji Autokorelasi ... 95
4.4.4 Uji Heterokedastisitas ... 96
4.5 Uji Hipotesis ... 97
4.5.1 Pengujian Hipotesis 1 ... 98
4.5.2 Pengujian Hipotesis 2 ... 101
4.5.3 Pengujian Hipotesis 3 ... 101
4.6 Pembahasan Hasil Penelitian ... 102
4.6.1 Pengaruh Gaya Belajar Reflektor dan Gaya Belajar Pragmatis Terhadap Ketrampilan Belajar Metakognitif ... 102
4.6.2 Pengaruh Gaya Belajar Reflektor Terhadap Ketrampilan Belajar Metakognitif ... 106
4.6.3 Pengaruh Gaya Belajar Pragmatis Terhadap Ketrampilan Belajar Metakognitif ... 109
4.6.4 Kendala-Kendala dalam Penelitian dan Solusi Menghadapinya 111 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 113
5.2 Saran ... 114
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam era-globalisasi saat
ini, membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas dan sanggup bersaing
dengan bangsa lain. Selain itu, pendidikan dituntut memberikan respon lebih cepat
dan tepat terhadap perubahan-perubahan yang sedang berlangsung di masyarakat.
Karena itu, pendidikan menjadi semakin penting sesuai dengan tuntutan
globalisasi, meningkatkan kualitas kehidupan manusia, dan menjamin
perkembangan sosial, teknologi, dan ekonomi.
Upaya untuk menghadapi perubahan tersebut, menuntut lembaga
pendidikan untuk benar-benar menghasilkan lulusan yang mampu bersaing,
adaptif, dan antisipatif terhadap berbagai perubahan. Agar lembaga pendidikan
tetap eksis dalam menghadapi perubahan, khususnya struktur ketenagakerjaan,
maka lulusannya dituntut memiliki kemampuan komunikasi, interpersonal,
kepemimpinan, team working, analisis, disiplin akademik, memahami globalisasi,
terlatih dan memiliki etika, serta memiliki kemampuan penguasaan bahasa asing.
Di lain pihak, pada era-globalisasi yang ditandai oleh kecenderungan peningkatan
kompleksitas peralatan teknologi, dan munculnya gerakan restrukturisasi
korporatif yang menekankan kombinasi kualitas teknologi dan manusia,
menyebabkan dunia kerja akan memerlukan manusia-manusia yang dapat
mengambil inisiatif, berpikir kritis, kreatif, dan cakap dalam memecahkan
masalah. Karena itu, hubungan “manusia-mesin” bukan lagi merupakan hubungan mekanistik, akan tetapi merupakan interaksi komunikatif yang
menuntut kecakapan berpikir tingkat tinggi.
Hal tersebut sejalan apa yang dikemukakan oleh Binkley (Griffin, McGaw
& Care, 2012: 18), terdapat 10 keterampilan abad 21 dalam 4 kelompok yang
harus dipelajari dan dikuasai oleh manusia, yaitu: Cara berpikir (termasuk berpikir
kreatif dan berinovasi; berpikir kritis dan pemecahan masalah; berpikir
berkolaborasi),kemampuan menggunakan informasi dan teknologi, dan living in
the world (kemampuan bersosialisasi baik lokal maupun global, kehidupan dan
karir, serta tanggungjawab personal dan sosial termasuk juga terhadap budaya).
Sebelum itu, pada tahun 2009, Bernie Trilling dan Charles Fadel juga
mengajukan keterampilan yang diperlukan pada abad 21, yang disebutnya The
21st Century Skills. Tidak jauh berbeda dengan Binkley, menurut Trilling dan
Fadel, berpikir kritis dan kreatif serta metakognisi termasuk dalam keterampilan
yang diperlukan pada abad 21. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya diarahkan
untuk menumbuhkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif agar peserta didik
mampu menghadapi dan menjawab tantangan di masa mendatang.
Selain menghadapi tantangan global di masa yang akan datang kita juga
menghadapi pergantian kurikulum dimana kurikulum pendidikan di Indonesia
terus mengalami perubahan demi tercapainya tujuan pendidikan nasional. Saat ini,
kurikulum yang baru saja diterapkan di Indonesia adalah Kurikulum 2013, yang
merupakan perbaikan dari kurikulum sebelumnya, yaitu Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Salah satu kecerdasan yang dibidik pada Kurikulum
2013 adalah kecerdasan metakognitif siswa. Hal ini disebabkan pada
kurikulum-kurikulum sebelumnya, peranan guru masih sangat dominan dalam mencerdaskan
siswa, meskipun kurikulum yang terakhir sebelum Kurikulum 2013 juga
diharapkan seorang siswa mampu bersikap mandiri, tapi tetap saja peran guru atau
pembimbing lebih besar dari pada peran siswa itu sendiri. Tuntutan terhadap
penguasaan pengetahuan metakognitif juga disebutkan dalam Kompetensi Inti
nomor 3 yang berbunyi “Memahami, menerapkan, dan menjelaskan pengetahuan
faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora” (Kemendikbud, 2013).
Istilah metakognisi (metacognition) diperkenalkan oleh Flavell.
(Livingston 1997) menyebutkan bahwa metakognisi adalah thinking about
thinking atau berpikir tentang proses berpikir itu sendiri. Metakognisi berkaitan
dengan pemantauan dan pengendalian pikiran, sehingga istilah tersebut mengacu
pada kemampuan seseorang untuk secara sadar merencanakan, memonitor dan
siswa diharapkan mampu bersikap mandiri dan tahu apa yang telah dipelajari, apa
yang sedang dipelajari, dan apa yang harus dipelajari.
Fakta empirik dari sejumlah hasil penelitian seperti penelitian yang telah
dilakukan oleh para ahli metakognitif menunjukkan bahwa siswa yang memiliki
kesadaran metakognitif yang baik mempunyai strategi dan hasil belajar yang
lebih baik dibandingkan siswa yang kesadaran metakognitifnya rendah (Garner
dan Alexander, 1989; Pressley dan Ghatala, 1990) dalam Schraw dan Dennison,
1994). Menurut Schraw dan Dennison (1994), kesadaran metakognitif membantu
siswa untuk merencanakan, mengurutkan, dan memantau proses pembelajaran
mereka agar hasil belajar yang diperoleh lebih baik. Perbedaan strategi belajar
yang dimiliki siswa lebih dikaitkan kepada kesadaran metakognitif daripada
kecerdasan intelektual. Penemuan ini menunjukkan bahwa kesadaran
metakognitif memiliki peran penting dalam meningkatkan hasil belajar kognitif
siswa dengan cara meningkatkan efektifitas penggunaan strategi belajar.
Pelajaran ekonomi yang terdiri dari konsep-konsep konkrit memerlukan
kesadaran metakognitif. Kesadaran metakognitif membantu siswa
menghubungkan konsep-konsep ekonomi dalam memecahkan suatu masalah
ekonomi berdasarkan konsep tersebut. Kesadaran metakognitif juga diperlukan
agar siswa mengetahui apa yang sudah dan belum dikuasainya, sehingga dengan
pengetahuan tersebut siswa dapat mengatur dirinya dalam belajar. Berdasarkan
hal tersebut, diharapkan siswa yang memiliki kesadaran metakognitif yang baik
akan dapat belajar dengan baik pula, sehingga berimbas pada hasil belajarnya.
Pembelajaran ekonomi idealnya berpusat pada siswa (student centered), hal ini
mengacu pada pandangan konstruktivisme bahwa peserta didik sebagai subjek
belajar memiliki potensi untuk berkembang sesuai dengan kesadaran yang
dimilikinya. Oleh karena itu, membelajarkan ekonomi tidak dapat hanya dengan
transfer pengetahuan, tetapi sebaiknya ada proses penemuan (inkuiri) yang
melibatkan peran aktif siswa untuk mendapatkan konsep secara mendalam, bukan
sekedar hafalan (Rustaman, 2005).
Apabila kita melihat fakta di sekolah, masih banyak pembelajaran yang
pembelajaran masih kurang. Banyak guru mata pelajaran ekonomi yang mengajar
dengan metode konvensional, serta menekankan pada transfer ilmu pengetahuan
saja. Pembelajaran yang hanya berorientasi pada produk menyebabkan
pembelajaran cenderung verbal dan kurang memperhatikan kesadaran
metakognitif siswa. Kurangnya kesadaran metakognitif dapat mengakibatkan
siswa menjadi kurang dapat menggunakan strategi belajar yang sesuai sehingga
siswa cenderung belajar dengan cara menghafal.
Kurangnya kesadaran metakognitif juga berdampak pada pemikiran siswa
yang kurang sistematis atau kurang runtut. Hal ini dapat menyebabkan siswa sulit
dalam memahami konsep-konsep ekonomi, yang berakibat pada rendahnya hasil
belajar ekonomi . Rendahnya kesadaran metakognitif juga dapat menyebabkan
siswa tidak memantau sejauh mana tujuan belajar yang dicapainya atau bahkan
tidak tahu tujuan belajarnya . Sebagai contoh, anak yang tidak memiliki
kesadaran metakognitif yang baik tidak bisa memprediksi kelebihan dirinya dan
tidak mempunyai perencanaan memilih jurusan bidang studi di perguruan tinggi
yang sesuai dengan minatnya.
Sejalan dengan paparan diatas, siswa yang memiliki kesadaran
metakognitifnya rendah akan berdampak kepada hasil belajar yang rendah dan
tingkat kelulusan yang rendah, seperti yang dikemukakan oleh Zarkasyi
(2011-A157) menyatakan bahwa “kelulusan siswa SMK di Jawa Barat pada tahun 2011
mencapai 99,69 persen. Yang dinyatakan lulus sebanyak 173.511 siswa dan 538
siswa atau sekitar 0,31 persen dinyatakan tidak lulus”. Banyak faktor yang
mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan siswa. Berkaitan dengan hal ini,
Garrett (2007: 2) mengemukakan mengenai siswa yang gagal umumnya memiliki
beberapa kesamaan:
1. mereka tidak memonitor pembelajaran mereka, yaitu mereka tidak
mengidentifikasi apa yang mereka tahu dan tidak tahu sebelum tes,
2. mereka menghabiskan banyak waktu untuk meninjau materi yang
mereka kuasai dan tidak cukup waktu untuk mempelajari informasi
yang mereka belum ketahui, dan
Masalah pembelajaran selama ini umumnya menekankan pada
penghafalan bukan pada pemahaman terhadap materi pelajaran, sehingga proses
pembelajaran masih dirasakan belum memberdayakan siswa memiliki
kemampuan metakognitif. Siswa yang tidak memiliki kemampuan metakognitif
yang memadai menurut Garrett (2007: 3) ditandai dengan “siswa tidak tahu
bagaimana mengidentifikasi informasi yang relevan dan siswa tidak bisa
menggunakan panduan belajar untuk mengidentifikasi informasi yang relevan”.
Oleh karena itu, peningkatan kemampuan metakognitif merupakan efek yang
dihasil.kan dari pembelajaran, baik pada diri siswa, lembaga maupun masyarakat,
karena itu perlu dipertimbangkan faktor-faktor yang berpotensi untuk
mengungkap keterampilan metakognitif.
Sejalan dengan pernyataan diatas, berdasarkan hasil wawancara dengan
guru-guru mata pelajaran ekonomi dari tiga sekolah yaitu SMKN 1 dengan ibu
Dra. Euis Sri Mulyati, SMKN 3 dengan ibu Rosa Haryati, S.Pd dan
SMKN11dengan ibu Dra Andarini diperoleh informasi bahwa keterampilan
belajar metakognitif siswa terhadap mata pelajaran ekonomi masih rendah. Hal
ini dapat dilihat dari nilai evaluasi semester ganjil sebagai berikut:
Tabel 1.1
Nilai Rata-Rata Ujian Akhir Semester Ganjil Mata Pelajaran Ekonomi Kelas XI
Tahun Pelajaran 2014/2015
NO Sekolah Nilai Rata-Rata KKM
1 SMKN 1 70,25 75,00
2 SMKN 3 68,50 75,00
3 SMKN 11 65,10 75,00
Rata-Rata Nilai 67,95 75,00
Dari data tabel 1.1 dapat dilihat bahwa nilai semester ganjil di tiga sekolah
masih rendah dan dibawah nilai KKM. Hal ini menunjukkan kemampuan siswa
dalam keterampilan metakognitif masih rendah. Salah satu contoh keterampilan
metakognitif siswa rendah dapat dilihat dari kemampuan siswa mengerjakan tes
yang diberikan masih rendah. Dimana kemampuan mengerjakan tes merupakan
salah satu indikator dari keterampilan metakognitif.
Keterampilan metakognitif ini diperlukan untuk memonitor prestasi siswa
sendiri dengan menggunakan strategi yang berbeda, seperti yang diungkapkan
Djiwandono (2002: 168) bahwa:
Kemampuan metakognitif untuk mengidentifikasi ide-ide penting, mengecek untuk menentukan apakah siswa mengerti, mengubah strategi jika yang satu tidak bekerja, merencanakan, meramalkan hasil, memutuskan bagaimana menggunakan waktu dan melatih kembali informasi, menggunakan mnemonik dan mengatur bahan-bahan baru, dan membuat bahan itu lebih mudah untuk diingat.
Berdasarkan pernyataan di atas, kualitas pembelajaran di SMK masih
harus ditingkatkan, salah satunya dengan memberdayakan kemampuan
metakognitif siswa. Bransford (Corbin, 2008: 80) mendeskripsikan bahwa
“metacognition as a learner's ability to predict his or her performance on various learnings tasks and to monitor or evaluate his or her current levels of mastery and
understanding”. Metakognitif sebagai kemampuan siswa untuk memprediksi kinerjanya dalam memantau atau mengevaluasi tingkat penguasaan dan
pemahamannya pada berbagai tugas pembelajaran. Proses pembelajaran dapat
dikatakan berkualitas apabila siswa secara sadar mampu mengontrol proses
kognitifnya secara berkesinambungan dan berdampak pada peningkatan
kemampuan metakognitif.
Flavell (Perfect dan Schwartz, 2002: 224) menyatakan bahwa
“metacognition was defined as any knowledge or cognitive activity that takes as its cognitive object, or that regulates, any aspect of any cognitive activity”
Metakognisi sebagai pengetahuan (knowledge) dan regulasi (regulation) pada
suatu aktivitas kognitif seseorang dalam proses belajarnya. Pengetahuan
352), “mengetahui apa yang seseorang ketahui dan bagaimana seseorang belajar
dan mengingat”. Pengetahuan metakognitif terdiri dari tiga komponen pengetahuan yaitu pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural, dan
pengetahuan kondisional. Peraturan metakognitif mengacu pada kegiatan
metakognitif yang dapat membantu seseorang mengontrol pemikiran atau
aktivitas belajar seseorang. Peraturan metakognitif terdiri dari lima komponen
yaitu perencanaan (planning), manajemen informasi (information management),
pengawasan (monitoring), perbaikan (debugging), dan evaluasi (evaluation)
(Schraw dan Moshman, 1995: 354).
Flavell (Garrett, 2007:4) mengidentifikasikan tiga variabel yang
mempengaruhi metakognisi, yaitu variabel peserta didik (diri), variabel tugas, dan
variabel strategi.Dari variabel peserta didik (diri), Garrett (2007: 4)
mengungkapkan bahwa peningkatan metakognitif dipengaruhi oleh perbedaan
individu. Variabel yang kedua atau variabel tugas mengacu pada kesulitan yang
ditemui dalam mengerjakan tugas pembelajaran. Terakhir variabel strategi,
metakognisi tergantung pada strategi-strategi yang diterapkan dalam belajar.
Berdasarkan perbedaan antar peserta didik (variabel diri), yang
mempengaruhi keterampilan metakognitif adalah gaya belajar. Gaya belajar atau
learning stylemenurut James dan Blank (1993:47) “defined learning styleas the
complex method in which learnersmost efficiently and most effectively perceive
process, storeand recall what they are trying to learn”. Gaya belajar adalah suatu metode kompleks dimana siswa merasa paling efisien dan efektif dalam
menerima, memproses, menyimpan dan mengeluarkan sesuatu yang dipelajari.
Adapun gaya belajar menurut Honey dan Mumford (1992: 1) yang
mendefinisikan “gaya belajar sebagai sikap dan tingkah laku yang menunjukkan cara belajar seseorang yang paling disukai”. Gaya belajar yang digunakan dalam
penelitian ini adalah gaya belajar menurut Peter Honey dan Alan Mumford yang lebih dikenal dengan Honey & Mumford’s Learning Style.
Terdapat 4 jenis gaya belajar Honey dan Mumford yaitu gaya belajar
aktivis, teoris, pragmatis dan reflektor. Hutapea dan Thoha, (2008: 112)
a.Activists, yaitu gaya belajar orang yang bersifat terbuka, terfokus, antusias,
menyukai tantangan, mudah mengambil keputusan dan berjiwa sosial.
b.Theorists, yaitu gaya belajar orang yang logis, rasional, sistematis,
konseptual dan analitis logis.
c.Pragmatis, yaitu gaya belajar orang yang lebih suka memecahkan
masalah, menyukai ide baru, senang bekerja dengan orang lain
d.Reflector, yaitu gaya belajar orang yang lebih banyak pertimbangan,
hati-hati, teliti, senang berada di bangku dan rendah diri.
Penelitian Carns dan Carrns (1991: 346) menunjukkan bahwa gaya belajar
dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan metakognitif. Dari 118 siswa
kelas 4 yang didiagnosis gaya belajarnya, diperoleh hasil ujian yang
menunjukkan adanya peningkatan skor/nilai.
Selain penelitian dari Carns dan Carrns , juga diperkuat oleh penelitian
dari Kania (2012), Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa, gaya belajar dan
motivasi belajar berpengaruh signifikan terhadap kemampuan metakognitif
siswa sebesar 27,4%. Dari hasil tersebut disimpulkan bahwa masih ada faktor lain
yang berpengaruh terhadap kemampuan metakognitif sehingga diharapkan siswa
dapat menilai kemampuannya masing-masing dalam belajar. Peran guru
sangatlah penting dalam memberikan arahan, bimbingan dan melatih kemampuan
metakognitif agar siswa dapat belajar dengan baik untuk mencapai keberhasilan
dalam belajar, guru harus memperhatikan penyesuaian gaya belajar dengan
model pembelajaran dan senantiasa memberikan motivasi belajar bagi siswanya.
Gaya belajar yang bisa meningkatkan keterampilan belajar metakognitif
siswa adalah gaya belajar Honey & Mumford menurut Coffield et al. (2004: 145)
pada awalnya dikembangkan untuk digunakan dalam dunia bisnis. Di dalam
suatu organisasi, gaya belajar ini disesuaikan dengan pengalaman manajerial
untuk pengambilan keputusan atau pemecahan masalah dan diperuntukan bagi
pelatihan dan pengembangan staf. Dalam perkembangannya, sekolah maupun
perguruan tinggi telah menggunakan gaya belajar Honey & Mumford untuk
siswa untuk lebih aktif di dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, pada
penelitian ini dipilih subjek penelitian yang berasal dari siswa SMK program
keahlian Bisnis dan Manajemen (BISMEN).
Adapun gaya belajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah gaya
belajar reflektor dan gaya belajar pragmatis. Dimana gaya belajar ini sesuai
dengan kurikulum 2013 yang di laksanakan di sekolah. Berdasarkan kurikulum
2013 siswa dituntut aktif dalam proses pembelajaran (student centre) dan guru
hanya sebagai fasilitator saja. Diawali oleh Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis
Kompetensi) yang mengharapkan siswa menguasai kecakapan hidup (life skill)
yang salah satunya adalah kecakapan berpikir (thinking skill) yang harus
diajarkan pada semua mata pelajaran.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa gaya belajar dapat
dijadikan panduan untuk menyokong dan membimbing siswa dalam
meningkatkan keterampilan metakognitifnya. Dari berbagai pemikiran di atas,
maka yang akan diteliti mengenai “Pengaruh Gaya Belajar Reflector dan Gaya Belajar Pragmatis Terhadap Ketrampilan Belajar Metakognitif Siswa Dalam Pembelajaran Ekonomi di SMKN Se-kota Bandung”.
1.2Identifikasi dan Rumusan Masalah
Metakognisi sebagai pengetahuan (knowledge) dan regulasi (regulation)
pada suatu aktivitas kognitif seseorang dalam proses belajarnya.
Flavell (Garrett, 2007: 4) mengidentifikasikan tiga variabel yang
mempengaruhi metakognisi, yaitu variabel peserta didik (diri), variabel tugas, dan
variabel strategi. Dari tiga variabel yang mempengaruhi metakognisi, maka
variabel peserta didik (diri) yang akan diteliti, hal ini berkaitan dengan gaya
belajar.
Dalam penelitian ini maka peneliti membatasi ruang lingkup permasalahan
yaitu pada gaya belajar reflector dan gaya belajar pragmatis. Adapun rumusan
masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran gaya belajar reflector, gaya belajar pragmatis dan
2. Bagaimana gaya belajar reflectordan gaya belajar pragmatis berpengaruh
terhadap ketrampilan belajar metakognitif siswa?
3. Bagaimana gaya belajar reflector berpengaruh terhadap ketrampilan
belajar metakognitif siswa?
4. Bagaimana gaya belajar pragmatis berpengaruh terhadap ketrampilan
belajar metakognitif siswa?
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui gambaran gaya belajar reflektor ,gaya belajar pragmatis
dan ketrampilan belajar metakognitif siswa kelas XI di SMKN Kota
Bandung.
2. Untuk menganalisis pengaruh gaya belajar reflector dan gaya belajar
pragmatis terhadap ketrampilan belajar metakognitif siswa.
3. Untuk menganalisis pengaruh gaya belajar reflektor terhadap ketrampilan
belajar metakognitif siswa.
4. Untuk menganalisis pengaruh gaya belajar pragmatis terhadap ketrampilan
belajar metakognitif siswa.
1.4Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini berusaha mengkaji pengaruh gaya belajar Reflector dan
pragmatis terhadap keterampilan belajar metakognitif siswa SMKN Se-Kota
Bandung setelah proses pembelajaran yang berorientasi pada kebutuhan siswa
sebagai persiapan memasuki dunia kerja dan menghadapi kehidupan yang
sebenarnya.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
a. Bagi siswa, gaya belajar reflector dan pragmatis ini dapat meningkatkan
b. Bagi guru, penelitian ini merupakan masukan dalam memperluas
pengetahuan dan wawasan tentang gaya belajar siswa, terutama dalam
rangka meningkatkan ketrampilan metakognitif siswa.
c. Bagi sekolah, Diharapkan memberi sumbangan yang baik khususnya
dalam rangka perbaikan proses pembelajaran sehingga dapat
meningkatkan ketrampilan belajar metakognitif siswa yang akan
berdampak pada keberhasilan proses belajar mengajar melalui identifikasi
gaya belajar siswa.
d. Bagi penulis, dapat memperoleh pengalaman langsung dengan
mengidentifikasi gaya belajar yang dilakukan siswa dalam proses
pembelajaran.
e. Semua pihak yang berkepentingan untuk dapat dijadikan bahan rujukan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Pada Penelitian ini menggunakan metode survey explanatory, yaitu
penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan
instrumen penelitian (angket) sebagai alat pengumpul data yang pokok, yang
ditujukan untukmenjelaskan pengaruh gaya belajar reflektor dan gaya belajar
pragmatis terhadap kemampuan metakognitif siswa pada mata pelajaran Ekonomi
kelas XI di beberapa SMKN Se-Kota Bandung dengan unit analisa adalah siswa
SMKN kelompok Bisnis dan Manajemen.
Adapun analisis yang digunakan yaitu menggunakan analisis regresi dan
korelasi. Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya kaitan
antara variabel yang telah ditentukan. Kemudian analisis regresi digunakan untuk
mengetahui apakah suatu variabel dapat dipergunakan untuk memprediksi
variabel-variabel lain.
Metode ini digunakan karena beberapa alasan di antaranya: 1) tidak semua
anggota populasi dijadikan sampel, 2) unit yang dianalisis bersifat individual,
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Mengingat masalah
yang diteliti adalah gejala sosial, maka dilakukan pendekatan analisis kuantitatif
yang didasarkan pada data statistik dan pendekatan analisis kualitatif yang
didasarkan pada interpretasi terhadap hasil-hasilnya. Penggunaan metode ini
diharapkan dapat menghasilkan kesimpulan yang dapat diangkat ke taraf
generalisasi berdasarkan hasil-hasil pengolahan dan analisis data yang dilakukan.
3.2 Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di beberapa SMKN Se-Kota Bandung,
terdiri dari SMKN 1 Bandung, SMKN 3 Bandung dan SMKN 11 Bandung. Ada
beberapa alasan pemilihan subjek penelitian, yaitu:
1. Sangat jarang penelitian pelajaran Ekonomi di sekolah kejuruan, padahal
pelajaran dasar produktif kejuruan (Pengantar Ekonomi dan Bisnis),
dimanamateri pelajaran dalam pengantar Ekonomi dan bisnis adalah materi
pelajaran ekonomi. Pengantar Ekonomi dan bisnis diberikan di SMK Bisnis
dan Manajemen program keahlian perkantoran, akuntansi dan pemasaran
tingkat X dan X1. Pelajaran ini memegang peranan penting dalam aplikasi di
lapangan pekerjaan.
2. Dipilihnya siswa kelas XI, karena mereka dinilai sudah cukup matang serta
memungkinkan siswa untuk berpikir abstrak yaitu salah satunya kemampuan
metakognitif pada mata pelajaran Ekonomi.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMKN di kota
Bandung kelompok Bisnis dan Manajemen tahun pelajaran 2014-2015 yang telah
memperoleh mata pelajaran Ekonomi.
Tabel 3.1
Jumlah Siswa Kelas XI SMKN Kota Bandung Kelompok Bisnis Dan Manajemen
Tahun Akademik 2014/2015
No. Nama Sekolah
Kompetensi Keahlian
Jumlah Administrasi
Perkantoran Akuntansi Pemasaran
1. SMKN 1
BANDUNG 107 144 108 359
2. SMKN 3
BANDUNG 216 144 193 553
3 SMKN 11
BANDUNG 129 129 97 355
Jumlah Populasi 452 417 398 1267
Sumber: Data masing-masing sekolah
Setiap anggota dari populasi memiliki kesempatan yang sama untuk
terpilih menjadi anggota sampel, yaitu seluruh siswa kelas XI SMKN kota
Bandung kelas XI yang telah memperoleh mata pelajaran Ekonomi dengan
jumlah 1.417 orang. Untuk pengambilan sampel dari populasi agar diperoleh
sampel yang refresentatif dan mewakili, maka diupayakan setiap subjek dalam
populasi mempunyai peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sugiyono (2002:
73) yang dimaksud dengan sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tertentu.
Dalam suatu penelitian tidak mungkin semua populasi diteliti, dalam hal
ini disebabkan beberapa faktor, diantaranya keterbatasan biaya, tenaga dan waktu
yang tersedia. Oleh karena itu, peneliti diperkenankan mengambil sebagian dari
objek populasi yang ditentukan, dengan catatan bagian yang diambil tersebut
mewakili bagian lain yang tidak diteliti. Hal ini sejalan dengan pendapat
Sugiyono (2002: 73) :
Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dan, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu, sampel dari populasi harus benar-benar mewakili.
Dengan demikian sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari
populasi penelitian, yaitu sebagian siswa kelas XI SMKN Kota Bandung . Untuk
menjawab berapa banyak ukuran sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini,
dilakukan teknik sampling. Salah satu teknik sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik random sampling, yaitu memilih sampel secara acak
dari populasi sehingga semua unit analisis mendapat peluang yang sama untuk
dipilih, dengan alasan bahwa populasi siswa SMKN kota Bandung kelompok
BISMEN itu bersifat homogen. Untuk mendapatkan distribusi normal dari kondisi
penelitian yang sebenarnya maka peneliti mengambil 400 sampel dari keseluruhan
Dari jumlah sampel 400 orang tersebut kemudian ditentukan jumlah
masing-masing sampel menurut sub bagian secara proportional random sampling
dengan rumus :
Dimana : ni = Jumlah sampel stratum
N = Jumlah sampel seluruhnya
Ni = Jumlah populasi menurut stratum
N = Jumlah populasi seluruhnya
Maka jumlah sampel untuk tiap-tiap SMK, sebagai berikut:
1. SMKN 1 Bandung = x 400 = 113 orang
2. SMKN 3 Bandung = x 400 = 175 orang
3. SMKN 11 Bandung = x 400 = 112 orang
Berdasarkan perhitungan di atas, disajikan sebaran sampel penelitian pada
setiap program keahlian sebagai berikut.
Tabel 3.2
Sebaran Sampel Penelitian
No Nama
Sekolah
Kompetensi Keahlian
Jumlah Administrasi
Perkantoran Akuntansi Pemasaran
1. SMKN 1
BANDUNG 35 42 36 113 orang
2 SMKN 3
BANDUNG 67 45 63 175 orang
3 SMKN 11
BANDUNG 36 41 35 112 orang
Jumlah 138 128 134 400 orang
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan berbagai data dan keterangan yang diperlukan
dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Kuesioner
Teknik pengumpulan data melalui penyebaran daftar pertanyaan (angket)
yang bersifat tertutup dimana setiap pertanyaan sudah disediakan alternatif
jawabannya, responden tinggal memilih salah satu alternatif jawaban yang
dianggap sesuai dengan pertanyaan. Hasil kuesioner tersebut akan berbentuk
dalam angka-angka, tabel-tabel, analisis statistik, dan uraian serta kesimpulan
hasil penelitian, analisis data kuantitatif dilandaskan pada hasil kuesioner itu
(Sugiyono, 2011).
b. Observasi
Melakukan pengamatan langsung ke lokasi penelitian untuk melengkapi
dan mendukung data primer yang diperoleh melalui kuesioner. Peneliti
mengamati fenomena yang terjadi dilapangan pada saat proses penelitian
sedang berjalan. Pengamatan dilakukan dengan cara mengkaitkan dua hal,
yaitu informasi (apa yang terjadi) dengan konteks (hal-hal yang terjadi
disekitarnya) sebagai proses pencarian makna. Dengan pengamatan ini
diharapkan dapat mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan
perilaku masyarakat; memahami situasi-situasi sulit yang berkembang
dilapangan; dan sebagai re-chek data yang ada sebagaimana dikemukakan
oleh Sugiyono (2011). Selain itu menurut Sutrisno Hadi (1986) dalam
Sugiyono (2011) observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu
proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis.
c. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data pendukung lainnya
sebagai bahan pelengkap dari kuesioner yang dilakukan terhadap siswa, guru
dan kepala sekolah.
d. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari dua sumber utama,
1. Data Primer, yaitu keseluruhan data hasil penelitian yang diperoleh melalui
pengisian kuesioner dan pelaksanaan wawancara.
2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi terkait dan studi
literatur yang berkaitan dengan masalah penelitian ini.
3.5 Operasional Variabel
Variabel menjadi sangat penting dalam kegiatan penelitian, variabel ini
merupakan alat dan sarana dalam melakukan pengukuran. Oleh sebab itu, untuk
setiap kegiatan penelitian menentukan variabel penelitian menjadi kunci
keberhasilan dalam suatu penelitian.Variabel penelitian merupakan segala sesuatu
yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang suatu hal, kemudian ditarik kesimpulannya.
Variabel bebas dalam penelitian ini diangkat berdasarkan pemikiran
bahwa variabel tersebut akan besar pengaruhnya terhadap variabel terikat.
Variabel independen yang sering disebut dengan variabel bebas, stimulus,
prediktor adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau
timbulnya variabel dependen. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas
adalah gaya belajaryang terdiri dari gaya belajar Reflektor (X1), gaya belajar
Pragmatis (X2),. Variabel dependen sering juga disebut variabel terikat, kriteria,
konsekuen, merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena
adanya variabel independen, variabel dependen dalam penelitian ini adalah
ketrampilan belajar metakognitif.
Gambar 3.1
Hubungan Korelasional Antara Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen
X1
Y
Keterangan :
X1 = Gaya Belajar Reflektor
X2 = Gaya Belajar Pragmatis
Y = Ketrampilan Belajar Metakognitif
Untuk memahami lebuh lanjut penelitian ini, perlu mengidentifikasikan
variabel secara operasional. Adapun definisi operasional yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
1. Gaya Belajar merupakan sikap dan tingkah laku yang menunjukkan cara
belajar seseorang yang paling disukai (Honey dan Mumford, 1992: 1). Gaya
belajar dalam penelitian ini yaitu model Honey dan Mumford :
a. Reflektor yaitu orang yang belajar dengan hati-hati, teliti, lebih banyak
pertimbangan, pendengar yang baik, bagian dari partisipasi, metodis,
tidak melompat ke kesimpulan,lambat untuk memutuskan, menyeluruh
dan bijaksana, senang berada di bangku dan rendah diri.
b. Pragmatis, yaitu tipe pembelajar yang biasanya lebih tertarik cara
menerapkan ide ke dalam praktis, tidak sabar dengan diskusi yang
terlalu lama dan teori yang terlalu banyak, praktis, realistis, menyukai
ide baru, tolak ide tanpa aplikasi yang jelas, suka memecahkan
masalah dengan solusi yang paling jelas, tugas dan teknik terfokus,
senang bekerja dengan orang lain.
2. Ketrampilan Metakognitif menurut Ridleyet al. (1992: 294) merupakan kemampuan seseorang dalam mengontrol proses belajarnya, mulai dari tahap
perencanaan, memilih strategi yang tepat sesuai masalah yang dihadapi,
kemudian memonitor kemajuan dalam belajar dan secara bersamaan
mengoreksi jika ada kesalahan yang terjadi selama memahami konsep,
menganalisis keefektifan dari strategi yang dipilih.Kemampuan metakognitif
menurut Schraw dan Moshman (1995) yang terdiri dari pengetahuan
a. Metacognitive knowledge adalah mengetahui apa yang orang ketahui dan
bagaimana orang belajar serta mengingat. Metacognitive knowledge
terdiri dari tiga elemen yaitu
1) pengetahuan deklaratif (declarative knowledge), menunjukkan
seberapa besar pengetahuan siswa tentang ketrampilannya,
kemampuan intelektualnya, dan kecakapannya sebagai seorang
pembelajar.
2) Pengetahuan prosedural (procedural knowledge) menunjukkan
seberapa besar pengetahuan mahasiswa tentang bagaimana
mengimplementasikan prosedur belajar (strategi belajar).
3) Pengetahuan kondisonal (conditional knowledge) mengacu pada
mengetahui kenapa dan kapan menggunakan strategi belajar.
b. Metacognitive regulation merupakan aktivitas-aktivitas seseorang untuk
mengontrol fungsi kognitif seseorang. Metacognitive regulation terdiri
dari lima elemen yaitu :
1) Perencanaan (planning) menunjukkan seberapa baik perencanaan,
penetapan tujuan, dan pengalokasian sumber daya sebelum belajar.
2) Manajemen informasi (information management) menunjukkan
seberapa baik keterampilan dan urutan strategi yang digunakan siswa
untuk memproses informasi secara efisien (misalnya
pengorganisasian, penjabaran, peringkasan, pemfokusan).
3) Pengawasan (monitoring) menunjukkan seberapa baik siswa menilai
cara belajar dan strategi yang digunakan.
4) Perbaikan (debugging) menunjukkan seberapa baik strategi-strategi
yang digunakan siswa untuk memperbaiki kesalahan pemahaman
dan performa belajar.
5) Evaluasi (evaluation) menunjukkan seberapa baik siswa menganalisa
atau mengevalusi keberhasilan dan efektifitas strategi belajar mereka
Operasional masing-masing variabel diuraikan sebagai berikut:
Tabel3.3
Operasionalisasi Variabel
No. Konsep Variabel Indikator Skala
1. Gaya Belajar
1.Reflektor Hati-hati, teliti, lebih banyak
pertimbangan, pendengar yang baik, bagian dari partisipasi, metodis, tidak melompat ke kesimpulan, lambat untuk memutuskan, menyeluruh dan bijaksana, senang berada di bangku dan rendah diri
Nominal
2.Pragmatis Tidak sabar dengan diskusi yang terlalu lama dan teori yang terlalu banyak, tertarik menguji hal-hal dalam praktik, praktis, realistis, menyukai ide baru, tolak ide tanpa aplikasi yang jelas, suka memecahkan masalah dengan solusi yang paling jelas, tugas dan teknik terfokus,
intelektualnya, dan kecakapannya sebagai seorang pembelajar.
b) Pengetahuan prosedural
Pengetahuan siswa tentang bagaimana mengimplementasikan prosedur belajar (strategi belajar).
Menunjukkan seberapa baik
perencanaan, penetapan tujuan, dan pengalokasian sumber daya sebelum belajar.
b) Manajemen informasi (information
yang terjadi dan urutan strategi yang digunakan siswa untuk memproses informasi secara efisien (misalnya pengorganisasian, penjabaran, peringkasan, pemfokusan) c) Pengawasan (monitoring)
Menunjukkan seberapa baik siswa menilai cara belajar dan strategi yang digunakan.
d) Perbaikan (debugging)
Menunjukkan seberapa baik strategi-strategi yang digunakan siswa untuk memperbaiki kesalahan pemahaman dan performa belajar.
e) Evaluasi (evaluation)
Menunjukkan seberapa baik siswa
menganalisa atau mengevalusi
keberhasilan dan efektifitas strategi belajar mereka setelah serangkaian proses belajar
3.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian digunakan untuk mengumpulkan data dalam
menjawab pertanyaan dan hipotesis penelitian. Instumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Gaya Belajar menggunakan Learning Styles Questionnaire (LSQ) yang
dikembangkan oleh Peter Honeydan Alan Mumford. Terdiri dari 40
pertanyaan tentang gaya belajar reflector dan pragmatis.
2. Ketrampilan metakognitif menggunakan Metacognitive Awareness
Inventory (MAI) yang telah banyak digunakan dalam penelitian-penelitian
sebelumnya tentang metakognitif, dan telah dialih bahasakan ke dalam
Bahasa Indonesia. MAI dirancang oleh Schraw dan Dennison pada tahun
komponen metakognitif yang diklasifikasikan ke dalam dua kategori besar
yaitu:
a. Pengetahuan kognisi (Knowledge of cognition / Metacognitive
knowledge): Pengetahuan Deklaratif ( Declarative Knowledge ),
Pengetahuan Prosedural ( Procedural Knowledge), Pengetahuan
Kondisional (Conditional Knowledge)
b. Peraturan kognisi (Regulation of cognition/Metaregulation):
Perencanaan (Planning), Manajemen Informasi (Information
Management), Pengawasan (Monitoring) 4. Perbaikan (Debugging),
Evaluasi (Evaluation).
3.7 Analisis Instrumen
Sebelum instrumen digunakan dalam kegiatan penelitian, terlebih dahulu
dilakukan uji instrumen terhadap kelompok siswa dari populasi yang bukan
merupakan bagian dari sampel penelitian. Uji instrumen dilakukan dengan
menggunakan SPSS versi 13 for window. Hasil uji coba instrumen pada penelitian
ini disajikan pada tabel di bawah ini.
3.7.1 Uji Validitas Variabel
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat
kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 1993). Validitas
digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu
kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan
sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Jadi, validitas ingin mengukur
apakah pertanyaan dalam kuesioner yang sudah kita buat betul-betul dapat
mengukur apa yang kita ukur (Sugiyono, 2011).
Uji validitas dapat dilakukan dengan melakukan korelasi antara
skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk atau variabel. Dengan
cara membandingkan niali rhitung dengan nilai rtabel. Melakukan korelasi
bivariate antara masing-masing skor indikator (Sugiyono, 2011).
product moment co-efficient of correlation Pearson yang dikemukan oleh Pearson
sebagai berikut:
Nilai koefisien korelasi (rhitung) masing-masing item pernyataan
dibandingkan dengan nilai korelasi tabel (rtabel) pada taraf signifikansi (α) =
0.05. Jika rhitung > rtabel maka item pernyataan dinyatakan valid. Biasanya dalam
pengembangan dan penyusunan skala-skala psikologi digunakan harga koefisien
korelasi yang minimal sama dengan 0,30 (Saefudin, 1997). Atau koefisien korelasi
dikatakan valid apabila r hitung > 0,300 (Gunawan S, 2004). Untuk menguji
validitasnya instrumen analisis ini dilakukan dengan menggunakan alat statistik
koefisien korelasi person (Person Correlation Product Moment). Hasil pengujian
melalui SPSS versi 13.0 disajikan dalam tabel 3.4. Pada tabel tersebut
menunjukkan bahwa butir pertanyaan dalam kuesioner untuk variabel gaya belajar
reflector (X1) sebagian besar memiliki nilai koefesien r hitung lebih besar dari r
tabel (r tabel = 0,1966) maka semua pertanyaan tersebut dinyatakan valid dan
berarti semua pertanyaan tersebut dapat digunakan.
Untuk mengetahui valid atau tidaknya pertanyaan-pertanyaan dalam
kuesioner yang diajukan kepada responden, maka terlebih dahulu dilakukan uji
validitas. Pengujian ini dilakukan dengan mengkorelasikan jawaban-jawaban
responden pada setiap pertanyaan, dengan demikian akan diketahui apakah
pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner dapat digunakan atau tidak untuk suatu
)
dilihat melalui koefisien r kemudian dibandingkan dengan koefisien korelasi (r)
tabel.
Tabel 3.4
Uji Validitas Instrumen Penelitian pada Variabel X1, X2, dan Y
Variabel InstrumenPenelitian Jumlah Item Pernyataan
No. Item Tidak
Valid
Kesimpulan
Gaya Belajar Reflector AngketSkalaGuttman 20 item pernyataan
- Valid
Gaya BelajarPragmatis AngketSkalaGuttman 20 item pernyataan
- Valid
KemampuanMetakognitif AngketSkalaGuttman 52 item pernyataan
- Valid
Dari tabel uji validitas variabel-variabel penelitian pada Tabel 3.4 dapat
diketahui bahwa semua butir soal untuk masing-masing variabel dinyatakan valid,
yang berarti soal tersebut layak untuk dijadikan instrumen.
3.7.2 Uji Reliabilitas Variabel
Untuk menguji apakah alat ukur yang digunakan dapat diandalkan maka
dilakukan uji reabilitas. Reliabilitas instrument menunjuk pada suatu pengertian
bahwa sesuatu instrument dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik. Koefisien reliabilitas
dapat dianggap reliabel dan cukup baik untuk tujuan penelitian dasar apabila berada
antara 0,70 – 0,80 (Kaplan-Saccuezzo, 1993)
Reliabilitas dihitung dengan menggunakan rumus koefisien Alfa Cronbach,
sebagai berikut :
Keterangan :
r = Reliabilitas instrumen
2Hasil uji reliabilitas angket penelitian selanjutnya dikonsultasikan dengan
harga r product moment pada taraf signifikan 5%. Jika harga r11 > rtabel maka
instrumen dikatakan reliabel. dan sebaliknya jika r11 < rtabel maka instrumen tersebut
dikatakan tidak reliabel.
Koefesien alat ukur menyatakan tingkat konsistensi jawaban responden,
nilai keandalan alat ukur tingkat konsistensi jawaban. Nilai keandalan alat ukur
bervariasi dari 0 sampai 1. Nilai yang mendekati 1 menyatakan keandalan
(konsistensi jawaban responden) yang semakin baik, dan sebaliknya bila
mendekati 0 maka menunjukkan keandalan konsistensi jawaban responden tidak
baik. Sebagaimana yang dikemukan oleh Guilford (Guilford empirical rule dalam
Rasyid, 1994) keeratan hubungan antara dua variabel yang dianalisis dapat
diketahui dengan melihat tabel 3.5 sebagai berikut:
Tabel 3.5
Dalam penelitian ini juga diukur reliabiltas alat ukur yang digunakan
untuk mengukur apakah intrumen penelitian yang dipakai dapat diandalkan.
Tabel 3.6
Uji Realibilitas Instrumen Penelitian pada Variabel X1, X2, dan Y
Variabel InstrumenPenelitian
Gaya Belajar Reflector AngketSkalaGuttman 20 item pernyataan
- Reliabel
Gaya BelajarPragmatis AngketSkalaGuttman 20 item pernyataan
Dari tabel uji Realibilitas variabel-variabel penelitian pada Tabel 3.6 dapat
diketahui bahwa semua butir soal untuk masing-masing variabel dinyatakan
Reliabel, yang berarti soal tersebut layak untuk dijadikan instrumen dan dapat
dipercaya. Hasil tersebut bersumber dari perhitungan statistik SPSS.
3.7.3 Uji Asumsi Klasik
Salah satu syarat untuk bisa menggunakan persamaan regresi berganda
adalah terpenuhinya asumsi klasik. Untuk mendapatkan nilai pemeriksa yang
tidak bias dan efesien (Best Linear Estimator/BLUE) dari satu persamaan regresi
berganda dengan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square) perlu
dilakukan pengujian untuk mengetahui model regresi yang dihasilkan memenuhi
persyaratan asumsi klasik.
Agar diperoleh nilai yang tidak bias dan efesien pada persamaan regresi,
ada beberapa asumsi klasik yang harus dipenuhi dalam menganalisa data
(Ghozali, 2001). Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari :
a. Uji Normalitas Data
Sebelum dilakukannya pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji
kenormalan data. Uji kenormalan data dilakukan untuk mengetahui apakah
sampel yang dianalisis mewakili populasi data atau tidak terhingga dengan
terhadap kenormalan data dilakukan dengan menggunakan One Sample
Kolmogorov Smirnov Test dengan tingkat signifikansi 5%. Dasar keputusannya
adalah jika nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 maka data terdistribusi normal,
sedangkan jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05 maka data tidak terdistribusi
normal. Uji normalitas dalam penelitian ini akan dilihat dengan menjalankan
program SPSS for windows Release versi 13.0.
Menurut Santoso (2000), dasar pengambilan keputusannya adalah :
Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi
asumsi normalitas.
b. Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas merupakan hubungan linier yang sempurna atau pasti di
antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan model regresi (Gujarati,
2004). Multikolinieritas muncul apabila di antara variabel bebas memiliki
hubungan yang sangat kuat. Menurut Ghozali (2000), uji multikolinieritas
bertujuan untuk menguji apakah di dalam model regresi ditemukan adanya
korelasi di antara variabel bebas. Karena, jika variabel bebas saling berkorelasi,
maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel
bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel bebas sama dengan nol.
Metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya multikolinieritas dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan Tolerante And Variante Inflation
Factor (FIV). Jika VIF > 10, maka variabel bebas tersebut mempunyai persoalan
multikolinieritas dengan variabel bebas lainnya. Sebaliknya, apabila FIV < 10
maka tidak terjadi multikolinieritas. Uji asumsi multikolinieritas pada penelitian
ini akan dihitung menggunakan program SPSS for windows Release versi 13.0.
c. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas merupakan gangguan yang muncul dalam fungsi
regresi dimana semua gangguan tadi mempunyai varians yang sama (Gujarati,
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain
tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas. Umumnya heteroskedastisitas terdapat pada data cross
section, karena data ini menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran (kecil,
sedang, dan besar).
Deteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan melihat ada atau
tidaknya pola tertentu yang jelas pada grafik scatter plot, dimana sumbu X adalah
nilai prediksi dari regresi, dan sumbu Y adalah nilai residual dari regresi (nilai
prediksi-nilai regresi) sesungguhnya, dengan dasar pengambilan keputusan
(Santoso, 2002). Untuk mengetahui ada atau tidaknya heteroskedastisitas maka
digunakan dasar analisis sebagai berikut :
Jika terdapat pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka telah
terjadi heteroskedastisitas.
Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka dapat disimpulkan tidak terjadi
heteroskedastisitas.
Uji heteroskedastisitas dari data akan dihitung dengan menggunakan
program SPSS for windows Release versi 13.0.
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi merupakan korelasi antara anggota seri observasi yang
disusun menurut urutan waktu atau tempa/ruang seperti data time series atau data
cross section atau dengan kata lain korelasi yang terjadi pada dirinya sendiri. Uji
ini dilakukan untuk mendeteksi apakah terdapat gejala otokorelasi antar variabel
yang dianalisis dalam model regresi. Untuk mengujinya digunakan Uji Durbin
Waston (Dwest). Kriteria pengujian :
Terjadi autokorelasi positif jika nilai DW dibawah -2 (DW<-2)
Tidak terjadi autokorelasi jika nilai DW diantara -2 dan 2 atau -2<DW<2
3.7.4 Teknik Pengujian Data
Untuk menghasilkan kesimpulan akhir dari hasil penelitian, data yang
dihasilkan selanjutnya dianalisis dan diinterpretasikan. Untuk keperluan analisis
dan pengujian hipotesis, jika ada data yang bersifat ordinal diubah terlebih dahulu
ditransformasikan menjadi skala interval sehingga data dapat segera dianalisis.
Teknik pengolahan data selain menggunakan SPSS, juga dilakukan dengan
manual baik dalam pemberian skor, mentabulasi data maupun
perhitungan-perhitungan seperti penjumlahan, pengurangan, pembagian, perkalian dan juga
perhitungan ukuran statistik seperti rata-rata, simpangan baku serta varians. Jenis
statistik yang digunakan untuk menganalisis data penelitian ini adalah statistik
deskriptif dan inferensial.
1. Analisis Regresi Linier Berganda (Multiple Regression)
Gujarati (2004) menyatakan bahwa analisis regresi merupakan studi
mengenai ketergantungan variabel terikat dengan satu atau variabel bebas, dengan
maksud untuk mengestimasi atau meramalkan rata hitung (mean) atau
rata-rata (populasi) variabel terikat berdasarkan nilai variabel bebas yang diketahui.
Dalam penelitian ini, digunakan model Analisis Regresi Linier Berganda
untuk menguji hipotesis yang diduga adanya pengaruh yang berarti antara variabel
bebas gaya belajar reflector (X1) dan gaya belajar pragmatis terhadap kemampuan
metakognitif siswa (Y), baik simultan maupun parsial.
Bentuk persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Y = a + b1X1+ b2X2
Dimana :
a : Nilai konstanta
b1 : Koefisien regresi variabel X1
b2 : Koefisien regresi variabel X2
X1 : Nilai variabel bebas X1
X2 : Nilai variabel bebas X2
2
1 2
r n r
Dengan menggunakan analisis regresi linier berganda ini dapat diketahui
apakah Y dipengaruhi atau tidak oleh X1, X2secara parsial dan simultan. Uji
regresi linier berganda pada penelitian ini akan dihitung menggunakan program
SPSS for windows Release versi 13.0.
2. Uji Hipotesis
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam mengestimasi nilai aktual dapat
diukur dari goodness of fit nya. Secara statistik, hal ini dapat diukur dari nilai
statitik t, nilai statistik F dan koefisien determinasinya (Ghozali, 2001).
Perhitungan statistik ini disebut signifikan secara statitik apabila nilai uji
statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya
disebut tidak signifikan bilai nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana Ho
diterima.
a. Uji Statistik Parsial (t-test)
Uji statistik t digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh satu
variabel penjelas (bebas) secara parsial dalam menerangkan variasi variabel
dependennya (Ghazali, 2001). Hipotesis nol dan hipotesis alternatif yang akan di
uji pada uji statistik t adalah :
Ho = Tidak terdapat pengaruh variabel bebas secara parsial
(masing-masing X1, X2) terhadap variabel terikat (Y).
Ha = Terdapat pengaruh variabel bebas secara parsial (masing-masing
X1, X2) terhadap variabel terikat (Y)
Hipotesis diterima atau ditolak dengan cara membandingkan nilai t hitung
dengan nilai t tabel. Nilai t hitung dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
t = tes hipotesis
r = koefisien korelasi
n = jumlah data
Nilai t tabel diperoleh dengan mengetahui tingkat signifikan (α), serta
derajat bebas sebesar n-1. Sedangkan penolakan hipotesis atau signifikan pada
taraf 5% (taraf kepercayaan 95%). Untuk mempermudah perhitungan pengujian
hipotesis diatas digunakan program SPSS for windows Release versi 13.0.
Uji t menguji keberartian koefisien regresi secara parsial dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
T hitung = Nilai t hitung
1 = Koefisen regresi
S (1) = Standarisasi dari bi (standar eror koefisien regresi)
Hipotesis statistiknya dinyatakan dengan :
1. H0 : 1 = 0 :
2. Ha : 1 > 0:
Dimana, 1 adalah koefisien independen ke-1, sedangka adalah nilai
parameter hipotesis. Biasanya dianggap sama dengan nol atau tidak ada
pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen. Ketentuan
1. – t hitung < t tabel atau t hitung > t tabel
Ho ditolak, Ha diterima artinya variabel bebas secara parsial
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel
tergantung pada tingkat kesalahan 5% (α = 0.05).
2. – t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel
Ho diterima, Ha ditolak artinya variabel bebas secara parsial
tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel
tergantung pada tingkat kesalahnan 5% (α = 0.05).
Gambar 3.2
Penerimaan dan Penolakan Hipotesis Parsial
b. Uji Statistik Simultan (F-test)
Uji statistik F digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel bebas
yang dimasukkan ke dalam model regresi memeliki pengaruh secara simultan
(bersama-sama) terhadap variabel terikat (Ghozali, 2001). Hipotesis nol dan
hipotesis alternatif yang akan diuji pada uji statistik F adalah :
Ho = Variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikat
Ha = Variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh signifikan
terhadap variabel terikat
Ho ditolak Ho ditolak
Ho diterima
)
Hipotesis diterima atau ditolak dengan cara membandingkan nilai F hitung
dengan nilai nilai F tabel. Nilai F hitung dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut
(Gujarati, 2004) :
F hitung
Dimana :
F = Pendekatan distribusi probabilitas Fischer
k = Banyaknya variabel bebas
R2 = Koefien determinasi ganda
n = Jumlah sampel.
Nilai F tabel dapat dilihat dengan mengetahui tingkat signifikan (α), derajat
bebas pembilang (k) dan derajat bebas penyebut (n-k-1). Adapun ketentuan untuk
menerima atau menolak adalah sebagai berikut :
1. F hitung > F tabel (α = 0.05) maka Ho ditolak dan Ha diterima yang
artinya variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh secara
keseluruhan terhadap variabel terikat pada tingkat kesalahan 5%.
2. F hitung ≤ F tabel (α = 0.05) maka Ho diterima dan Ha ditolak yang
artinya model regresi tidak berhasil menerangkan varibel bebas
secara keseluruhan pada tingkat kesalahan 5%.
Uji F ini untuk pengujian terhadap koefisien regresi secara
simultan/serentak terhadap hipotesis satu (minor H1)
Ho1 = Tidak terdapat pengaruh secara serentak yang signifikan
antara gaya belajar reflector dan gaya belajar
pragmatisterhadap kemampuan metakognitif siswa.
Ha1 = Terdapat pengaruh secara serentak yang signifikan antara
gaya belajar reflector dan gaya belajar pragmatis terhadap
Gambar 3.3
Penerimaan dan Penolakan Hipotesis Simultan
c. Koefisien Determinasi (R2) dan Koefisien Korelasi Berganda (R)
Untuk mengukur makna variabel bebas terhadap varibel terikat secara
simultan digunakan koefisien korelasi berganda (R), sedangkan untuk
menunjukkan besarnya kemampuan suatu model dalam menjelaskan keragaman
variabel terikat, maka digunakan koefisien determinasi (R2).
Ghozali (2001) mengatakan bahwa koefisien determinasi digunakan untuk
mengukur seberapa jauh kemampuan suatu model regresi dalam menerangkan
variabel terikatnya. Nilai koefisien determinasi adalah di antara 0 dan 1. Nilai
R2yang kecil berarti kemampuan-kemampuan variabel-variabel bebas dalam
menjelaskan variabel terikat amat terbatas. Nilai R2yang mendekati satu berarti
variabel-variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan
untuk memprediksi variasi variabel terikat. Sedangkan Koefisien Korelasi
Berganda (R) digunakan untuk mengukur kebermaknaan variabel bebas terhadap
variabel terikat secara simultan.
Ho ditolak Ho diterima