• Tidak ada hasil yang ditemukan

TERAPI VISUAL TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA RESEPTIF DAN EKSPRESIF PADA ANAK AUTIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TERAPI VISUAL TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA RESEPTIF DAN EKSPRESIF PADA ANAK AUTIS"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Ilmu Keperawatan

ISSN : 2338-6371 Mutdasir, Rusli,Hanum

97

TERAPI VISUAL TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA RESEPTIF DAN EKSPRESIF PADA ANAK AUTIS

TREATMENT OF VISUAL receptive and expressive language DEVELOPMENTS IN CHILDREN Autism

Faridah Hanum1, Mutdasir2, Rusli Yusuf 3

1Magister Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Email : [email protected] (korespondensi)

Abstrak

Anak Autis merupakan bagian integral dari anak luar biasa. Penyebab autisme salah satunya adalah ketidakberfungsian sistem saraf di otak, selain menimbulkan masalah dalam belajar dan bahasa, anak autis mempunyai masalah dalam mengembangkan kemampuan untuk memproses infomasi.

Desain penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian pra eksperimen dengan rancangan pre and post test without control. dimana bahasa reseptif dan ekspresif diukur sebelum dan sesudah diberikan perlakuan yaitu berupa terapi visual. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak autis yang berada disekolah yayasan cinta mandiri Lhokseumawe yaitu 15 orang. Teknik pengambian sampel menggunakan total sampling.

Hasil penelitian dengan menggunakan t-test dependen, responden dinilai kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif sebelum mendapatkan perlakuan dan dinilai kembali setelah mendapatkan perlakuan. Hasil diperoleh; Ada pengaruh terapi visual terhadap perkembangan bahasa reseptif pada anak autis dengan nilai perbedaan mean antara pengukuran pertama dan kedua adalah 8,73 dengan standar deviasi 2, 15. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,000 yang menunjukkan bahwa ada pengaruh kemampuan reseptif pada anak autis sebelum dan sesudah perlakuan. Dan Ada pengaruh terapi visual terhadap perkembangan bahasa ekspresif pada anak autis dengan nilai perbedaan mean antara pengukuran pertama dan kedua adalah 6,26 dengan standar deviasi 1,83. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,000 yang menunjukkan bahwa ada pengaruh kemampuan ekspresif sebelum dan sesudah perlakuan.

Kata Kunci: autis, perkembangan bahasa reseptif dan ekspresif. terapi visual

Abstract

Autistic children are an integral part of the exceptional child. The cause of autism one of which is a malfunction of the nervous system in the brain, in addition to cause problems in learning and language, children with autism have problems in developing the ability to process information.

Design of this research is pre-experimental research design with pre and post test without control. where the receptive and expressive language was measured before and after treatment in the form of visual therapy. The population in this study are all autistic children are at school foundation Lhokseumawe self love that is 15 people. Pengambian engineering samples using total sampling.

The results using dependent t-test, respondents rated receptive and expressive language skills before getting treatment and reassessed after getting treatment. The results obtained; There is the influence of visual therapy against receptive language development in children with autism with a mean value of the difference between the first and second measurements was 8.73 with a standard deviation of 2, 15. The result of statistical test p value = 0.000 shows that there is influence receptive abilities in autistic children before and after treatment. And There is a visual effect of therapy on the development of expressive language in autistic children with a mean value of the difference between the first and second measurements was 6.26 with a standard deviation of 1.83. Statistical test result p value = 0.000 shows that there is influence expressive abilities before and after treatment.

Keywords: Autism, receptive and expressive language development,visual therapy.

(2)

Jurnal Ilmu Keperawatan

ISSN : 2338-6371 Mutdasir, Rusli,Hanum

98 Latar Belakang

Anak Autis merupakan bagian integral dari anak luar biasa. Penyebab autisme salah satunya adalah ketidakberfungsian sistem saraf di otak, selain menimbulkan masalah dalam belajar dan bahasa, anak autis mempunyai masalah dalam mengembangkan kemampuan untuk memproses infomasi yang diterima melalui alat indera.

Gangguan pada anak autis yaitu bersifat pervasive dengan ciri fungsi yang abnormal dalam intraksi sosial, komunikasi dan perilaku.

Pada umumnya masyarakat tidak paham tentang kemunculan gejala autis. Ciri khas dari autis adalah gangguan perkembangan yang mempunyai karakteristik gangguan interaksi sosial dan perkembangan bahasa yang serius (Hurlock, 2009).

Setiap tahun di seluruh dunia, kasus autisme mengalami peningkatan. Awal tahun1990-an, kasus autisme masih berkisar pada perbandingan 1 : 2.000 kelahiran (Synopsis of Psychiatry). Di Amerika Serikat pada tahun 2000 angka ini meningkat menjadi 1 dari 150 anak punya kecenderungan menderita Autism (Autism Research Institute). Di Inggris, datanya lebih mengkhawatirkan. Data terakhir dari CDC (Center for Disease Control and Prevention) Amerika Serikat pada tahun 2002 juga menunjukkan prevalensi autisme yang semakin

membesar, sedikitnya 60 penderita dalam 10.000 kelahiran (YPAC, 2013).

Menurut data dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada tahun 2011, terdapat 35 juta orang penyandang autisme di seluruh dunia. Di Indonesia menurut data yang ada terdapat kecenderungan autisme ini meningkat, merujuk pada prevalensi didunia, saat ini terdapat 15-20 kasus per 10.000 anak atau 0,15%-0,20%. Jika kelahiran di Indonesia enam juta per tahun maka jumlah penyandang autis di Indonesia bertambah 0,15% atau sekitar 6900 anak pertahun dengan perbandingan anak laki-laki tiga sampai empat lebih banyak dari anak perempuan (Haryana, 2012).

Dari laporan Riskesdas (2013), menunjukkan persentase jenis kecacatan yang tertinggi adalah tuna netra (cacat penglihatan/buta) sebesar 0,17 persen dan terendah adalah tuna rungu 0,07 persen. Data tersebut menunjukkan persentase anak tuna wicara 0, 14 menunjukkan 2 kali lebih tinggi daripada persentase anak tuna rungu. Persentase anak tuna netra meningkat hampir dua kali lipat bila dibandingkan hasil Riskesdas 2010, namun tidak disebutkan secara jelas apakah termasuk anak autis dalam persentase tersebut.

(3)

Jurnal Ilmu Keperawatan

ISSN : 2338-6371 Mutdasir, Rusli,Hanum

99 Begitu pula halnya yang terjadi di Provinsi Aceh, jumlah anak autisme tidak terdata dengan baik. Hal ini disebabkan banyak orangtua dari anak penderita autisme tidak mengetahui apa yang terjadi pada anak mereka, walaupun informasi mengenai autisme telah banyak diberitakan di media cetak maupun media elektronik yang menyajikan mengenai hal tersebut. Berdasarkan informasi dari beberapa lembaga penanganan anak dengan kebutuhan khusus diperoleh bahwa jumlah anak autis mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Salah satu lembaga yang menangani anak dengan kebutuhan khusus di Banda Aceh yaitu Taman Observasi dan Terapi Wicara menginformasikan bahwa jumlah anak autis di lembaga tersebut saat ini telah mencapai 30 orang.

Sampai saat ini untuk jumlah keseluruhan anak autis se Aceh tidak dapat diketahui.

Berdasarkan hasil observasi awal yang peneliti lakukan di sekolah Yayasan Cinta Mandiri Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe tahun 2016, merupakan sekolah khususnya mengelola anak- anak yang berkebutuhan khusus secara keseluruhan berjumlah 70 orang, 15 orang diantaranya merupakan anak autis.

Dari studi awal tersebut peneliti medapatkan secara umum bahwa anak autis yang dibina diyayasan tersebut mendapatkan terapi prilaku

yakni untuk mengetahui fungsi sosial dalam kehidupan sehari-hari dengan metode Applied Behavioral Analysis (ABA), namun masih terlihat juga kelemahan dalam kemampuan bahasa baik reseptif maupun ekspresif, hal tersebut tentu saja merupakan hal normal karena anak autis memiliki keterlambatan dalam menerima dan mempersepsi komunikasi.

Hasil penelitian Rahmaya (2013) diperoleh bahwa terdapat pengaruh dan perbedaan kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif sebelum dan sesudah dilakukan terapi visual PEC pada anak autisme di SD Purbalingga.

H a s i l p e n e l i t i a n Marjorie H, Chahrlop C., et al (2002) menunjukkan Pengenalan komunikasi dengan metode Picture Exchange Communication System (PECS) menunjukkan peningkatan kemampuan prilaku sosial, prilaku bermain dan prilaku komunikatif yang lebih meningkat dibandingkan sebelum intervensi PECS.

Bahasa merupakan salah satu parameter dalam perkembangan anak. Kemampuan bicara dan bahasa melibatkan perkembangan kognitif, sensorimotor, psikologis, emosi, dan lingkungan sekitar anak. Kemampuan bahasa pada umumnya dapat dibedakan menjadi kemampuan reseptif (mendengar dan memahami) dan kemampuan ekspresif (berbicara). Kemampuan bicara lebih dapat

(4)

Jurnal Ilmu Keperawatan

ISSN : 2338-6371 Mutdasir, Rusli,Hanum

100 dinilai dari kemampuan lainnya sehingga pembahasan mengenai kemampuan bahasa lebih sering dikaitkan dengan kemampuan berbicara (Haryana, 2012).

Maka dari itu penelitian ini selain memberikan dukungan yang berbentuk terapi, juga dengan tujuan meningkatkan kemampuan bahasa anak yang berupa reseptif dan ekspresif.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah tingginya jumlah anak autis yang tidak memahami bahasa yang sangat diperlukan terhadap aktivitas sehari-hari, sehingga peneliti ingin memberikan intervensi yang dapat meningkatkan kemampuan anak autis dalam mengenalkan bahasa melalui media visual yang diharapkan dapat membantu bagi anak dan keluarga, sehingga dapat menunjukkan bagaimanakah “Pengaruh Terapi Visual Terhadap Perkembangan Bahasa Reseptif dan Ekspresif Pada Anak Autis di Sekolah Yayasan Cinta Mandiri Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe Tahun 2016”.

Metode

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pra eksperimen dengan rancangan pre and post test without control atau disebut juga rancangan one group - pre test - post test (rancangan pra-pasca test dalam satu kelompok), dimana bahasa reseptif

dan ekspresif diukur sebelum dan sesudah diberikan perlakuan yaitu berupa terapi visual

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh anak autis yang berada disekolah yayasan cinta mandiri yaitu 15 orang.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling, dimana seluruh populasi dijadikan sampel sehingga besarnya sampel dalam penelitian ini adalah 15 anak autis.

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk lembaran observasi yang dirancang oleh lembaga Yayasan Pendidikan Anak Cacat (YPAC), dengan dimodifikasi oleh peneliti karena peneliti membatasi hanya pada aspek perkembangan bahasa. Sesuai dengan perkembangan budaya dan anak, untuk memperoleh instrument yang valid maka digunakan uji pakar untuk menilai kelayakan instrument.

Uji pakar dilakukan oleh tiga dokter spesialis anak, untuk mendapatkan apakah instrument tersebut sudah dapat digunakan, setelah mendapatkan saran dan kritikan terhadap uji yang digunakan, peneliti merevisi kuesioner tersebut sesuai dengan arahan pakar, para pakar menyarankan agar kuesioner sesuai denga tumbuh kembang anak, mengingat instrument juga merupakan instrument baku, sehingga

(5)

Jurnal Ilmu Keperawatan

ISSN : 2338-6371 Mutdasir, Rusli,Hanum

101 setelah direvisi, instrument dinyatakan layak untuk digunakan

Analisis data di interpretasi menggunakan univariat dan bivariat. Univariat yaitu melihat persentase dari setiap variabel, bivariat dengan menggunakan uji statistic t test dependen untuk menilai kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif sebelum mendapatkan perlakuan dan dinilai kembali setelah mendapatkan perlakuan.

Perlakuan yang diberikan yaitu terapi dengan menggunakan Picture Exchange Communication System (PECS).

Dalam pengambilan data peneliti mengikuti langkah yang sesuai dengan etika penelitian, peneliti menggunakan standar etika penelitian berdasarkan komisi nasional etik penelitian kesehatan (KENPK) dimana kelayakan penelitian harus mempertimbangkan; autonomy, anonymity, confidentially, non maleficence dan justice (Depkes, 2005). Sebelum melakukan pengambilan data awal untuk kelanjutan penelitian, peneliti telah lulus kajian etik oleh komite etik penelitian keperawatan pada fakultas keperawatan Universitas Syiah Kuala.

Hasil

Penelitian yang dilaksanakan di sekolah Yayasan Cinta Mandiri Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe pada tanggal 20 Februari

sampai dengan 25 Maret tahun 2016, pada 15 anak yang sudah didiagnosis mengalami autis.

Tabel 1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan data demografi

No Kategori Frekuensi Persentase

1 Penanggung Jawab Anak;

a. Orang Tua 12 80

b. Wali 3 20

Total 15 100

2 Pekerjaan orang tua/wali

a. Dagang 4 27

b. PNS 1 6

c. Petani 10 67

Total 15 100

3 Penghasilan orang tua/ wali

a. > 1.900.000 5 33

b. ≤ 1. 900.000 10 67

Total 15 100

4. Umur anak

a. 6 - 9 tahun 6 40

b. ≥ 10 tahun 9 60

Total 15 100

5 Jenis Kelamin

a. Laki-laki 15 100

b. Perempuan 0 0

Total 15 100

Berdasarkan tabel diatas disimpulkan bahwa distribusi frekuensi data demografi responden diperoleh; frekuensi tertinggi penanggung jawab anak adalah orang tua 12 (80%).

Frekeunsi tertinggi pekerjaan orang tua/wali berada pada jenis pekerjaan petani, 10 (67%).

Frekuensi penghasilan orang tua/wali tertinggi berada pada ≤ 1. 900.000, 10 (67%). Frekuensi umur anak tertinggi berada pada umur ≥ 10 tahun, 9 (60%). Frekuensi jenis kelamin anak yaitu didominasi oleh anak laki-laki, 15 orang, (100%).

Hasil analisis bivariat data penelitian dianalisis dengan menggunakan uji t test dependen. Untuk melihat pengaruh sebelum dan sesudah intervensi.

(6)

Jurnal Ilmu Keperawatan

ISSN : 2338-6371 Mutdasir, Rusli,Hanum

102 Tabel 2. Distribusi niali rata-rata kemampuan bahasa reseptif sebelum dan sesudah dilakukan terapi visual PECS.

Dari hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan bahasa reseptif pada pengukuran pertama adalah 6,933 dengan standar deviasi 1,907. Pada pengukuran kedua didapat rata-rata kemampuan bahasa reseptif adalah 13,200 dengan standar deviasi 1,612. Terlihat nilai mean perbedaan antara pengukuran pertama dan kedua adalah 6,26 dengan standar deviasi 1,83.

Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,000.

Tabel 3. Distribusi niali rata-rata kemampuan bahasa ekspresif sebelum dan sesudah dilakukan terapi visual PECS.

Kemampuan Bahasa ekspresif

Mean Std.Deviasi (SD)

Std Error Mean (SE)

P Value

Sebelum terapi visual PEC 6,333 ,899 ,2323 0,000 Sesudah terapi visual PEC 15,066 2,120 ,5474

Untuk rata-rata kemampuan bahasa ekspresif pada pengukuran pertama adalah 6,333 dengan standar deviasi 0,899. Pada pengukuran kedua didapat rata-rata kemampuan bahasa ekspresif adalah 15,066 dengan standar deviasi 2,120.

Terlihat nilai mean perbedaan antara pengukuran pertama dan kedua adalah 8,73 dengan standar deviasi 2,15. Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,000.

Pembahasan

Autisme atau biasa disebut ASD (Autistic Spectrum Disorder) merupakan gangguan perkembangan fungsi otak yang komplek dan sangat bervariasi (spectrum), biasanya gangguan ini meliputi cara berkomunikasi, berinteraksi sosial dan kemampuan berimajinasi. Sebagai sindrom, autisme dapat terjadi terhadap anak seluruh dunia dari berbagai tingkat sosial dan kultur. Hasil survey menunjukkan bahwa 2 sampai 4 anak per 10.000 anak berpeluang untuk mengalami autisme dengan rasio perbandingan 3;1 untuk anak laki-laki dan perempuan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa anak laki- laki lebih rentan menyandang sindrom autisme disbanding anak perempuan (Frazier et al, 2014).

Dari hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan bahasa reseptif pada pengukuran pertama adalah 6,933 dengan standar deviasi 1,907. Pada pengukuran kedua didapat rata-rata kemampuan bahasa reseptif adalah 13,200 dengan standar deviasi 1,612. Terlihat nilai mean perbedaan antara pengukuran pertama dan kedua adalah 6,26 dengan standar deviasi 1,83.

Hasil uji statistic didapatkan nilai p= 0,000 maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan reseptif pengukuran pertama dengan pengukuran kedua.

Kemampuan bahasa reseptif

Mean Std.Deviasi (SD)

Std Error Mean (SE)

P Value

Sebelum terapi visual PEC 6,933 1,907 ,4924 0,000 Sesudah terapi visual PEC 13,200 1,612 ,4163

(7)

Jurnal Ilmu Keperawatan

ISSN : 2338-6371 Mutdasir, Rusli,Hanum

103 Hasil penelitian ini menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara komunikasi ekspresif sebelum dan sesudah diberikan perlakuan terapi Terapi Visual Picture Exchange Communication System (PECS) pada anak autis di Yayasan Cinta Mandiri Lhokseumawe.

Terapi visual dengan teknik PECS merupakan salah satu terapi terpadu yang memadukan pengetahuan mendalam dan terapi berbicara dengan memahami komunikasi, dimana subjek tidak bisa mengartikan kata, dan pemahaman yang kurang dalam berkomunikasi.

Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Pelicano et al (2014) menyatakan bahwa tidak ada anak autis yang mampu berbicara spontan seperti anak lainnya, dan dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 72 anak autis yang berada di UK dengan mengadakan focus group dengan di damping oleh orang tua dan tenaga layanan anak autis. Dalam Focus group tersebut diberikan terapi PECS setelah dilakukan perlakuan pendampingan melatih pengucapan kata-kata menunjukkan ada perbedaan yang signifikan sebelum dan setelah perlakuan. Pada anak autis yang berada di bawah yayasan cinta mandiri Lhokseumawe, selama ini mereka sudah mulai mengucapkan kosa kata yang di damping oleh setiap guru mereka.

Peneliti memilih memberi perlakuan terhadap kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif dengan Terapi Visual Picture Exchange Communication System (PECS) yang bertujuan untuk agar anak autis mampu mengenal kebutuhan hari-hari mereka, sehingga diharapkan agar anak dapat mandiri, dan lingkungan tempat tinggal anak juga dapat memahami kebutuhan anak yang diperlukan.

Karena anak menunjukkan keterbatasan dalam percakapan terkadang membuat lingkungan tidak peka terhadap kebutuhan anak.

Hasil Penelitian Handayani, R (2014) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh dan perbedaan kemampuan bahasa ekspresif sebelum dan sesudah dilakukan terapi visual PECS pada anak autism (p= 0,000).

Hasil Penelitian Lianeza et al (2010) menunjukkan bahwa untuk mengetahui anak mengalami autis ciri khas yang dapat kita lihat secara abtsrak adalah anak ditandai dengan interaksi sosial yang lemah, kesulitan bahasa dan prilaku reseptif yang sangat lemah. Namun ada banyak program yang dapat meningkatkan kemampuan sosial, dan bahasa anak, salah satunya untuk bahasa adalah menerapkan pada sekolah anak autis penerapan bahasa reseptif berbasis sekolah.

(8)

Jurnal Ilmu Keperawatan

ISSN : 2338-6371 Mutdasir, Rusli,Hanum

104 Bila ditinjau dari karakteristik dari sekolah yayasan cinta mandiri untuk pembelajaran anak autis selama ini yaitu pembelajaran tentunya berbeda dengan anak- anak normal lainnya, pada anak autis diberikan prilaku yang lebih (excessive) khususnya terhadap kemampuan bahasa dan interaksi sosial. Tidak hanya itu, anak autis juga mendapatkan bantuan dari para pengasuh di yayasan untuk melakukan kegiatannya seperti makan, mandi, memakai baju dan lain-lain. Meskipun hal tersebut sudah diterapkan namun anak masih membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melakukannya secara mandiri.

Penelitian ini juga berkaitan dengan hasil penelitian Tordjaman et al (2013) menunjukkan bahwa pada anak autis ditemukan bahwa produksi melatonin sangat rendah sehingga dari hal tersebut menyebabkan tingkat keparahan hubungan sosial yang selama ini ditunjukkan oleh anak autis di dunia.

Keparahan sosial tersebut yaitu; gangguan komunikasi sosial, terutama untuk komunikasi verbal dan sosial imitatif yaitu tingkat bermain pada anak autis. Tidak ada upaya yang dapat meningkatkan melatonin, upaya yang dapat ditempuh yaitu dengan dukungan sosial pada anak autis yang dilakukan secara intens.

Keutuhan pusat bahasa di otak anak autis memerlukan terapi yang mendukung lainnya,

maka dari itu terapi PECS sangat bermanfaat bagi anak autis dimana yang kita tahu bahwa pusat berbahasa berada di lobus parietalis kiri, apabila mengalami kelainan atau kerusakan maka anak akan kesulitan berkata-kata. PECS atau bahasa gambar dapat dimanfaatkan untuk anak autis ini.

Hasil penelitian Hartley et al (2008) menunjukkan bahwa anak yang sudah terdiagnosis autis, pertumbuhan dan perkembangan dapat menjadi lebih buruk apabila tidak mendapatkan intervensi khusus.

Maka orang tua disarankan agar melibatkan anak-anaknya pada sekolah yang memiliki program khusus bagi anak autis.

Nicolaidis et al (2012) menunjukkan bahwa anak autis yang mendapatkan terapi jauh lebih baik dibandingkan dengan autis yang tidak mendapatkan terapi dan begitu juga self – efficacy yang ditunjukkan.

Penelitian Pancawati (2013) mengemukakan bahwa kemampuan bahasa pada anak autis sangat dipengaruhi oleh dukungan orang tua terhadap anak autis (OR= 31,5).

Untuk anak autis yang berada dibawah yayasan cinta mandiri dari karakteristik si anak peneliti mendapatkan bahwa orang tua anak menunjukkan ketidakmampuan dalam merawat

(9)

Jurnal Ilmu Keperawatan

ISSN : 2338-6371 Mutdasir, Rusli,Hanum

105 anak autis, informasi ini diperoleh dari pengasuh dan guru yang ada di yayasan. Namun dari sisi lain, orang tua sudah mengupayakan agar anak dapat memperoleh perkembangan yang lebih baik dengan melibatkan anak untuk dapat mengikuti proses pembelajaran di yayasan cinta mandiri. Dan hasil akan lebih baik bila orang tua juga mampu memberikan dukungan di rumah, tidak hanya untuk mengenal bahasa, juga untuk mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

Sedangkan untuk kemampuan Bahasa ekspresif menunjukkan rata-rata kemampuan bahasa ekspresif pada pengukuran pertama adalah 6,333 dengan standar deviasi 0,899. Pada pengukuran kedua didapat rata-rata kemampuan bahasa ekspresif adalah 15,066 dengan standar deviasi 2,120. Terlihat nilai mean perbedaan antara pengukuran pertama dan kedua adalah 8,73 dengan standar deviasi 2,15. Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,000 maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara kemampuan ekspresif pengukuran pertama dengan pengukuran kedua.

Hasil penelitian ini menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara komunikasi Reseptif sebelum dan sesudah diberikan perlakuan terapi Terapi Visual Picture Exchange Communication System (PECS) pada anak autis di Yayasan Cinta Mandiri Lhokseumawe. Stone

(2008) membandingkan antara anak-anak yang menggunakan PECS dengan sistem yang lain.

Hasilnya menunjukkan bahwa anak-anak autis yang dilatih dengan menggunakan PECS lebih verbal dibandingkan dengan yang lain.

Pasco (2011) menjelaskan bahwa PECS adalah intervensi komunikasi yang banyak digunakan untuk anak-anak non-verbal dengan gangguan spektrum autisme. Temuan untuk manfaat Pecs telah hampir secara universal positif, meskipun ada informasi yang sangat terbatas tentang karakteristik pengguna Pecs yang menentukan sejauh mana perkembangan bahasa telah dicapai.

Anak autis di sekolah Yayasan Cinta Mandiri Lhokseumawe dengan rentang usia 6- 12 tahun dengan gangguan autisme dinilai apakah mereka telah menguasai Pecs, Penilaian tingkat perkembangan pengguna Pecs ini memberikan informasi bagi peneliti untuk melihat tingkat keberhasilan perkembangan Bahasa reseptif.

Penelitian Lerna, et al. (2014) menunjukkan bahwa ada peningkatan kemampuan Bahasa ekspresif pada anak autis dengan pendekatan Picture Exchange Communication System (PECS) Dua kelompok anak-anak (N = 14) yang dinilai; satu kelompok telah menyelesaikan pelatihan Pecs dan yang satu terapi bahasa konvensional lainnya (CLT/

(10)

Jurnal Ilmu Keperawatan

ISSN : 2338-6371 Mutdasir, Rusli,Hanum

106 conventional language therapy). Pada hasilnya menunjukkan bahwa semua anak menerima penilaian sebelum dan sesudah perlakuan yang sama. Kelompok Pecs menunjukkan perbaikan yang signifikan dibandingkan dengan kelompok CLT (0,001).

Terapi visual yang dilakukan oleh peneliti dengan pendekatan PECS ini pada anak autis di yayasan cinta mandiri Lhokseuawe bukanlah program untuk mengajarkan anak autis dapat langsung berbicara, tetapi diharaphan pada akhirnya mendorong mereka untuk mengucapkan kosa kata sehingga mereka mampu berbicara, seperti halnya hasil penelitian Ramayana (2014) yang menyebutkan bahwa Perlakuan terapi visual untuk perkembangan bahasa pada anak autis diberikan minimal dalam waktu 3 bulan.

Kesimpulan

Ada pengaruh terapi visual terhadap perkembangan bahasa ekspresif pada anak autis di Sekolah Yayasan Cinta Mandiri Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe. dengan nilai perbedaan mean antara pengukuran pertama dan kedua adalah 6,26 dengan standar deviasi 1,83.

Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,000 yang menunjukkan bahwa ada pengaruh kemampuan ekspresif sebelum dan sesudah perlakuan.

Ada pengaruh terapi visual terhadap perkembangan bahasa reseptif pada anak autis di Sekolah Yayasan Cinta Mandiri Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe. dengan nilai perbedaan mean antara pengukuran pertama dan kedua adalah 8,73 dengan standar deviasi 2, 15.

Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,000 yang menunjukkan bahwa ada pengaruh kemampuan reseptif sebelum dan sesudah perlakuan.

(11)

Jurnal Ilmu Keperawatan

ISSN : 2338-6371 Mutdasir, Rusli,Hanum

107 Referensi

Departemen Kesehatan RI. (2005). Sosiallisasi (KNEPK) Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI

Hartley. S., Sikora. M., Coy. Mc. (2008).

Prevalence and Risk Factors of Maladaptive Behaviour in Young Children With Autistic Disorder. Journal Intellect Disabil; 2 (10): 819–829.

Haryana, R. (2012). Pengembangan Interaksi Sosial dan Komunikasi Anak Autis : Program ETraining Kompetensi Pengembangan Interaksi dan Komunikasi Bagi Siswa Autis Bagi Guru Sekolah Luar Biasa. PLB. Bandung.

Hurlock, E.B. 2009. Psikologi Perkembangan.

Jakarta : Erlangga.

Lerna, A., Eliot. D,. Barra, S. Pecto, K. (2014).

Long-Term Effects of PECS on Social- Communicative Skills of Children With Autism Spectrum Disorders:

jounal Physicoloy. Ncbi; 3 (9) 77-85.

Lianeza. C., D. Deluke. V., S. Batista. M.

Crawley., N. J. (2011). Communication, Interventions, and Scientific Advances in Autism: A Commentary. Journal of Physiol Behav ; 3 (21) ; 268-267

Marjorie, H., Camel. C., Faled. K., Barra. L.

(2002). Using the Pictures Exchange Communication System (PECS) With Children Autism; Assesment Of PECS Acqisition, Spech, Social- Communicative Behavior, And Problem behavior. Journal Of Behavior, 3(8), 101- 108

Nicolaidis.C., Raymaker. D., Donald. K. Dern.

S. (2012). Comparison of Healthcare Experiences in Autistic and Non-Autistic

Adults: A Cross-Sectional Online Survey Facilitated by an Academic-Community Partnership. Jounal society of general internal medicine; 2 (9) ; 761-769.

Pancawati, R. (2013). Penerimaan Diri dan Dukungan Orang Tua Terhadap Anak Autis. Jurnal Psikologi ; 1 (10) ; 38-47.

Pasco. G., Tener. J., Calian. D. (2011).

Predicting Progress in Picture Exchange Communication System (PECS) Use by Children With Autism. Jounal physicology; 3 (6) 71-77.

Rahmaya, N. (2013). Pengaruh Terapi Visual Teknik Picture Exchange Communication Terhadap Kemampuan Bahasa Reseptif dan Ekspresif Pada Anak Autisme di SD Purbalingga. Jurnal Kesehatan Anak ; 5 (6) ; 1-6

Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar.

Jakarta. Kementrian Kesehatan RI.

Stone, B. Alender. L., Benred., J. (2008). Can Autism be Diagnosed Accurately in Children Under 3 Years. Journal of Child Psychology and Psychiatry and Allied Disciplines; (7) 67-74

Tordjaman. S., Najjar., I. Bellissant. E,.

Anderson. M., G. (2013). Advances in the Research of Melatonin in Autism Spectrum Disorders: Literature Review and New Perspectives. International Journal of Molekular Sciences; 4 (14), 20508-20542

YPAC. (2013). Buku Penanganan dan Pendidikan Autis di YPAC. YPAC.

Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

atau simbol yang dibutuhkan untuk menyimpan suatu data element...  Sistem berorientasi pada

Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Semarang agar tetap meningkatkan kualitas makanan terutama pada aspek porsi makanan, suhu makanan, dan bumbu makanan supaya

[r]

Choat dan Bellwood (1991) yang membahas interaksi antara ikan karang dengan terumbu karang menyimpulkan 3 (tiga) bentuk umum hubungan, yaitu: (1) Interaksi langsung, yaitu

Penguatan Ekonomi Masysrakat di Lingkungan Industri hasil Tembakau dalam rangka Pengentasan Kemiskinan, Mengurangi Pengangguran dan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Daerah,

Berdasarkan hasil pengujian di atas, hipotesis penelitian yang menduga faktor kualitas makanan, kualitas layanan dan harga secara parsial berpengaruh signifikan terhadap

Army RH nomor : 079/KAR.CV/IX/TH.2017 Tanggal 11 September 2017, maka sesuai aturan sebelum kami mengusulkan perusahaan saudara sebagai calon pemenang atau pemenang cadangan,

In this research evaluation of the effectiveness of bilingual program using. the case study as a methodological approach regarded qualitative for