Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Brawijaya 1686
Purwarupa Sistem Pemantauan Lingkungan Rel Kereta Api berbasis Jaringan Sensor Nirkabel dalam Lingkup Persinyalan Kereta Api Blok
Bergerak
Cakra Bhirawa1, Rakhmadhany Primananda2, Agung Setia Budi3 Program Studi Teknik Komputer, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1[email protected], 2[email protected], 3[email protected]
Abstrak
Penelitian ini menfokuskan untuk meneliti sistem persinyalan kereta api blok bergerak (moving block) untuk dapat diterapkan di lokasi selain perkotaan serta kondisi rel yang sudah steril dari jalan raya ataupun lingkungan sekitar. Dimana penulis mengembangkan penelitian sebelumnya berdasarkan RFID yang bertujuan untuk melacak dan memantau posisi kereta api pada saat itu dan bersamaan akan menghitung kecepatan kereta api saat itu juga yang akan dikirimkan pada suatu pusat kontrol dengan protokol MQTT. Pusat kontrol ini nantinya berperan sebagai MQTT broker dan purwarupa dari operation control center (OCC). Pusat kontrol juga akan menerima pesan mengenai kondisi lingkungan sekitar dengan sensor inframerah dan akselerometer yang terpasang di sistem wayside unit. Penelitian ini berguna untuk memberikan gambaran akan pendeteksian kendala yang normalnya terjadi di lingkungan rel kereta api yang tidak steril. Karena faktor utama keberhasilan persinyalan moving block adalah sterilnya rel kereta api. Hasil dari penelitian ini didapati konsep purwarupa komunikasi sistem persinyalan moving block yang mampu diimplementasikan dalam skala kecil dengan komunikasi yang memiliki delay 0.4 – 1.1 detik untuk setiap penerimaan maupun pengiriman informasi dari setiap sistem yang berada pada jaringan 802.11 dan access point yang sama. Adanya nilai tersebut memungkinkan untuk melakukan scalabillity nantinya di masa yang akan datang dan disesuaikan dengan kondisi rel kereta api daerah nantinya.
Kata kunci: jaringan sensor nirkabel, kereta api, blok bergerak, persinyalan, mqtt, esp32, dan esp8266 Abstract
The writer research is focused on the topic of moving block signalling system in the railways system.
Where this system is proposed to be applied outside of an urban city or a sterilized railways network from it’s surrounding. The writer intended to enhanced the already existing research based on the RFID which can provided the necessary information for tracking the position of a train and at the same time calculate the speed of that train so it can be sent to the control center with MQTT protocol. The prototype of this control center itself is designed to be a MQTT broker and scaled down system of the operation control center (OCC). The control center can receive information about the surrounding railway tracks environment with the wayside unit which has been designed to sense an object with an infrared sensor and detecting the vibration of the train by using an accelerometer sensor. This research can provide a prospect for an integrated sensing system about it surrounding environments to be implemented in the signalling aspect of a train. Because the main reason that the moving block signalling system can’t be implemented in the rural or suburban area is due to the railway tracks is still intersect with the main road or doesn’t have a wall to limit the activities in the tracks area. After finishing this research, the writer can conclude that this prototype of moving block signalling system can be implemented in a smaller scale with a delay around 0.4 – 1.1 second for each received and sended information by the system in the same 802.11 network and access point. This value can provide a glimpse to scale this research in the near future so it can be adjusted to each perspective railway tracks environment.
Keywords: wireless sensor network (wsn), railway, moving block, signalling, mqtt, esp32, and esp8266
1. PENDAHULUAN
Kereta api merupakan salah satu jenis transportasi darat di Indonesia yang dapat dinikmati oleh beragam kalangan. Sebagai transportasi darat, industri kereta api Indonesia saat ini mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Salah satunya pada jumlah penumpang kereta api. Namun peningkatan tersebut tidak diiringi oleh pengembangan dan revitalisasi teknologi kereta api modern. Salah satu permasalahan yang ada pada industri perkeretaapian Indonesia saat ini adalah teknologi persinyalan yang masih menggunakan teknologi lama. Yaitu persinyalan fixed block berbasis tertutup dan terbuka, dimana persinyalan kereta api ini masih menggunakan sistem manual untuk Grade of Automation (GoA) 0 dan 1. Karena itu masih terdapat jarak yang cukup besar antara kereta api sehingga jumlah operasi kereta api tidak memungkinkan dioperasikan secara banyak dalam suatu jalur kereta api dalam jumlah yang banyak. Hal ini didasari juga bahwa penumpang kereta api juga mengalami peningkatan yang baik setiap tahunnya, namun operasi kereta api pada umumnya masih terbatas karena persinyalan saat ini. Solusi terbaru sudah diterapkan yaitu persinyalan moving block pada kereta MRT di Jakarta dan APMS di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Persinyalan terbaru ini memungkinkan kereta api untuk berkomunikasi secara dua arah dan real time atas posisi hingga kecepatan kereta lainnya, hal ini memungkinkan untuk menerapkan banyak kereta dalam satu jalur sesuai kebutuhan yang ada, serta kereta api juga dapat menyesuaikan kecepatannya secara konstan. Namun penerapan serupa tidak memungkinkan diterapkan pada lintasan utama karena tidak sterilnya lintasan rel kereta api tersebut, sehingga diperlukan solusi lainnya untuk dapat menambahkan informasi yang ada saat ini pada lingkup persinyalan moving block agar dapat memperbarui sistem persinyalan yang ada di Indonesia.
2. PENELITIAN SEBELUMNYA
Adapun penelitian serupa dalam lingkup perkeretaapian di Indonesia juga telah dilakukan, seperti yang diteliti oleh Gumilang (Gumilang, 2017), dimana beliau merancang sebuah konsep pelacakan kereta api berbasis RFID. Setiap kereta api nantinya akan dipasangkan sebuah pembaca RFID dan nantinya akan dikirimkan kepada operator serta
penumpang agar mengetahui posisi kereta api saat itu. Selain itu, Setiawan (Setiawan, 2020) juga telah merancang pemantauan RFID serupa namun untuk kontrol wesel yang ada pada lintasan kereta api secara otomatis berdasarkan rute yang dilalui oleh kereta api tersebut.
Kedua penelitian tersebut memberikan dasar fondasi atas pembuatan sistem purwarupa yang penulis ajukan. Dimana pada konsep arsitekturalnya, sistem persinyalan moving block tersendiri terbentuk atas automatic train supervision (ATS), perangkat di lintasan rel kereta api (wayside unit), dan perangkat dalam kereta api (onboard unit). Karena pada persinyalan moving block, pelacakan kereta tersendiri sudah tidak menyesuaikan letak bloknya dimana, maka dirancanglah pelacakan kereta tersendiri dapat berupa dari balise, yang merupakan perangkat khusus di lapangan untuk memberikan informasi atas letak posisi saat itu.
Informasi ini akan dikirimkan juga kepada perangkat wayside yang menangkap kecepatan serta posisi kereta berada berapa meter setelah diterimanya posisinya. Normalnya wayside unit tersendiri hanya akan mencakup perangkat pendukung persinyalan. Akan tetapi penulis mengajukan bahwasannya pada lingkup wayside unit nantinya dapat ditaruh suatu sensor untuk memantau dan mengirimkan pesannya secara langsung kepada kereta api agar dapat menyesuaikan atas kondisi yang ada di lapangan saat itu. Penulis mengajukan sensor seperti akselerometer yang berfungsi untuk memantau getaran pada rel kereta api dan inframerah untuk memantau adanya objek yang melintasi rel kereta api.
Pada penelitian ini, penulis tersendiri akan menfokuskan pada aspek komunikasi kereta api agar dapat mengetahui posisi dan kecepatan kereta api pada saat itu, serta adanya informasi tambahan mengenai lintasan rel kereta api, dan hasilnya akan mengontrol kecepatan kereta api tersebut. Adanya informasi ini, dapat memberikan masinis tambahan informasi untuk mengemudikan kereta bila berada pada GoA 0 dan 1, serta komputer untuk mengendalikan kereta bila berada pada GoA 2 hingga 4.
Khsususnya pada aspek bahwasannya lintasan yang akan dilalui oleh kereta api tersebut telah steril dari halangan yang dapat mengganggu perjalanan kereta api. Selain kedua penelitian diatas, telah terdapat penelitian juga untuk memastikan informasi atas keadaan lingkungan kereta api dengan sensor akselerometer dan tachometer (Barkovskis, 2017). Pada lingkup
onboard unit kereta api, karena adanya perangkat yang saling terinterkoneksi, yakni sensor inframerah untuk membaca putaran pada encoder disc serta RFID yang akan membaca RFID tags di lintasan dan modul dual H-Bridge untuk mengatur kecepatan motor, maka diperlukan sebuah sistem sensor efisien agar informasi posisi dan kecepatan kereta api pada saat itu terkirimkan dengan baik kepada pusat kontrol maupun kereta api lainnya.
2.1. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM 2.1. Proses Kerja Sistem
Sistem bekerja dengan Raspberry Pi Zero W yang bertindak sebagai sistem pusat kontrol dengan MQTT broker. Sistem ini nantinya akan terkoneksi dengan jaringan 802.11 di access point yang serupa dengan sistem lainnya dan akan menggunakan IP static yang juga akan digunakan oleh sistem lainnya. Apabila telah terkoneksi maka sistem akan menjalankan MQTT broker untuk memulai menerima pesan publish-subscribe dari klien. Selanjutnya sistem wayside unit akan memulai koneksi pada jaringan 802.11 dan IP static yang sama. Berikut merupakan gambaran blok diagramnya pada gambar 1.
Gambar 1 Blok Diagram Keseluruhan Sistem
Bersamaan dengan itu, onboard unit juga akan melakukan hal serupa, bilamana berhasil terkoneksi dengan broker, maka sistem onboard unit dapat menjalankan motor untuk pergerakan roda purwarupa dan mulai untuk membaca perputaran encoder disc yang berada di samping motor tersebut. Nilai yang didapatkan akan
berupa rotation per second (RPS), nantinya akan diubah menjadi m/s. Selain itu sistem juga akan memulai pembacaan RFID tags dengan batasan gagal pembacaan sebanyak dua kali dalam beberapa milisekon. Pada saat sistem membaca ada RFID baru (lokasi baru) maka nilai jarak telah melaju berapa meter dari lokasi terakhir akan dikembalikan menjadi 0, dan seterusnya.
Data yang didapatkan oleh wayside unit dan onboard unit seperti kondisi rel kereta api beserta kecepatan dan posisi kereta api akan dikirimkan ke MQTT broker yang kemudian akan dikirimkan kembali kepada onboard unit.
Apabila ada suatu data yang memenuhi kondisi pada onboard unit, maka onboard unit akan mengatur kecepatan motor pada purwarupa baik memperlambat maupun menghentikan sementara waktu.
2.2. Perancangan dan Implementasi Perangkat Keras
2.2.1. Sistem Wayside Unit 1
Sistem wayside unit 1 merupakan sistem wayside dengan mikrokontroler yang memiliki konfigurasi sensor ADXL345. Dimana sistem ini spesifik memantau adanya getaran pada lintasan rel kereta api, apabila getaran yang dilaluinya diluar batas normal, maka sistem akan mengirimkan pesan kepada broker yang kemudian diberikan kembali kepada kereta selanjutnya guna memperlambat maupun memberhentikan dahulu hingga beberapa waktu.
Berikut dokumentasi pemasangan pada gambar 2.
Gambar 2 Implementasi Sistem Wayside Unit 1
2.2.2. Sistem Wayside Unit 2
Sistem wayside unit 2 merupakan sistem wayside dengan mikrokontroler yang memiliki konfigurasi sensor inframerah. Dimana sistem ini spesifik memantau adanya objek pada jangkauan pendeteksian sensor di sekitar lintasan rel kereta api, apabila terdapat objek
maka nilai yang diterima nantinya akan berubah sehingga dapat dikatakan terdapat sesuatu yang sedang atau tengah melintasi rel kereta api tersebut. Maka sistem akan mengirimkan pesan kepada broker yang kemudian diberikan kembali kepada kereta selanjutnya guna memperlambat maupun memberhentikan dahulu hingga beberapa waktu. Berikut dokumentasi pemasangan pada gambar 3.
Gambar 3 Implementasi Sistem Wayside Unit 2
2.2.3. Sistem Onboard Unit
Sistem onboard unit merupakan sistem utama dari purwarupa kereta api. dimana sistem ini akan berperan sebagai pengirim data serta aktuator dari data yang diterima oleh sistem persinyalan. Sistem ini berperan untuk memberikan informasi atas posisinya berdasarkan RFID tags yang dilewatinya dan kecepatan berdasarkan perputaran roda melalui encoder disc. Selain itu sistem ini juga akan menerima pesan dari MQTT broker terkait kondisi di rel kereta api beserta lokasi kereta api lainnya saat itu. Apabila ada data baru dari topik yang di subscribe-nya, yang memenuhi kondisi, maka L298N akan mengatur kecepatan motor baik itu memperlambat ataupun memberhentikan sementara sistem. Berikut dokumentasi pemasangan pada gambar 4.
Gambar 4 Implementasi Sistem Onboard Unit
2.3. Perancangan dan Implementasi
Perangkat Lunak
2.3.1. Sistem Pusat Kontrol
Sistem akan memulai koneksi terlebih dahulu pada jaringan 802.11 dan mengkonfigurasikan IP menjadi 192.168.0.19 yang tetap seiring dilaksanakannya penelitian ini. Bila ada koneksi baru dari klien maka broker akan mendaftarkan kode identitas unik yang dibuat oleh klien maupun dari broker tersendiri.
Setelah itu broker akan memantau setiap saat apakah klien tersebut mengirimkan pesan baru ataupun ingin menerima pesan baru. Apabila ada permintaan maka broker akan memberikan pesan terkini mengenai kondisi tersebut. Berikut diagram alir sistem pusat kontrol pada gambar 5.
Gambar 5 Diagram Alir Sistem Pusat kontrol
2.3.2. Sistem Wayside Unit 1
Sistem akan memulai koneksi terlebih dahulu pada jaringan 802.11 dan melakukan koneksi pada MQTT broker yang berada pada IP 192.168.0.19 di jaringan terkait. Setelah itu sistem dapat memulai untuk memantau kondisi getaran yang terjadi di rel kereta api. Apabila ada getaran diluar batasan yang telah ditetapkan maka, sistem akan mengirimkan pesan kepada MQTT broker mengenai kondisi saat itu. Berikut diagram alir sistem wayside unit 1 pada gambar 6.
Gambar 6 Diagram Alir Sistem Wayside Unit 1
2.3.3. Sistem Wayside Unit 2
Sistem akan memulai koneksi terlebih dahulu pada jaringan 802.11 dan melakukan koneksi pada MQTT broker yang berada pada IP 192.168.0.19 di jaringan terkait. Setelah itu sistem dapat memulai untuk memantau kondisi objek pada jangkauan yang dideteksinya pada rel kereta api. Apabila ada objek yang menghalangi sensor maka, sistem akan mengirimkan pesan kepada MQTT broker mengenai kondisi saat itu.
Berikut diagram alir sistem wayside unit 2 pada
gambar 7.
Gambar 7 Diagram Alir Sistem Wayside Unit 2
2.3.4. Sistem Onboard Unit
Sistem akan memulai koneksi terlebih dahulu pada jaringan 802.11 dan melakukan koneksi pada MQTT broker yang berada pada IP 192.168.0.19 di jaringan terkait. Setelah itu sistem dapat memulai mengatur motor A dan B, kemudian sistem akan menghitung perputaran roda melalui encoder disc yang nantinya akan menghasilkan nilai RPS dan akan dikonversikan ke m/s. Selanjutnya sistem akan membaca setiap saat apakah ada RFID tags, bila ada maka sistem akan menyimpan nilai terbaru, namun bila tidak sistem akan menggunakan nilai sebelumnya.
Kemudian sistem akan mengecek apakah ada pesan baru dari topik yang dimintanya, bila ada maka sistem akan mengatur kecepatan berdasarkan kondisi yang ada, dan bila tidak maka sistem akan melanjutkan untuk berjalan sambil mengeksekusi kondisi sebelumnya hingga diminta untuk berhenti. Berikut diagram alir sistem onboard unit pada gambar 8.
Gambar 8 Diagram Alir Sistem Onboard Unit
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Delay Penerimaan MQTT
Untuk dapat melihat seberapa besar delay yang akan terjadi saat sistem onboard unit mengirimkan topik MQTT kepada pusat kontrol, maka telah dirancang skenario ini yang menfokuskan pada laju keseluruhan sistem onboard unit menuju lokasi yang telah ditentukan selama 10 kali pengujian. Pengujian ini nantinya akan melihat hasil pengiriman keseluruhannya di layar pusat kontrol yang berisikan data keseluruhan MQTT serta topik spesifik beserta dengan waktu-nya. Berikut adalah dokumentasi lapangan pengujian pada gambar 9.
Gambar 9 Kondisi Lapangan Pengujian
Perjalanan akan ditempuh dari STML hingga STSGS dengan melewati ML1K, ML2K, STBMG, BMG1K, BMG2K, dan BMG3K.
Dengan jarak antar RFID tags sepanjang 30 cm serta akan dibatasi oleh pembatas dari kerdus yang dipasangkan kuat dengan isolasi. Jarak antara posisi STML hingga STSGS adalah sepanjang 2.4 meter. Dengan jarak yang diketahui sepanjang itu maka seharusnya sistem mampu melaju hanya dalam 2-3 detik saja dari posisi awal hingga akhir. Dari pengujian ini didapatkan pengeluaran yang akan secara spesifik diambil pada topik MQTT kereta/ka/umum. Dimana nantinya akan diambil nilai awal ketika posisi sistem onboard unit berada di STML +0.0 dan akhir ketika di posisi STSGS +0.0. Nilai tersebut nantinya akan dirata- ratakan berdasarkan jumlah paket yang ada dalam rentang waktu tersebut dan akan didapatkan hasil sebagaimana gambar 10:
Gambar 10 Grafik Hasil Penguian Delay Penerimaan
Setelah 10 kali pengujian didapatkan waktu tempuh yang diperlukan dari posisi STML hingga STSGS rata-ratanya adalah 12.9 detik.
Dengan jarak tempuh tercepatnya dapat dilakukan dalam 8.43 detik dan terlamanya adalah 17.03 detik. Kemudian setelah dilakukan rata-rata untuk setiap percobaan sebagai pada gambar 3.2. Diketahui rata-rata delay dari keseluruhan pengujian ini adalah selama 0.49 detik. Maka hasil pengujian kinerja delay pengiriman MQTT yang ditujukan untuk mengetahui apakah ada delay pada pengiriman
0,48 0,51
0,48 0,47 0,5 0,5
0,49 0,52
0,5 0,5
0,440,46 0,480,5 0,520,54
Pembacaan rata-rata delay MQTT berdasarkan waktu tempuh dari STML -
STSGS sebanyak 10 kali
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
iterasi pengujian detik
kondisi saat itu untuk sistem onboard unit kepada pusat kontrol ini dapat diketahui berada diatas hasil ekspektasi awal yang awalnya sekitar 3 detik menjadi hanya 0.49 detik dari 10 kali pengujian. Pengujian kinerja ini sangat vital untuk mengetahui secara pasti akan kondisi kecepatan dan lokasi kereta saat itu, dan bila ada delay yang besar maka akan mengganggu perjalanan seluruh kereta api nantinya.
3.2. Delay Pengiriman MQTT
Untuk dapat melihat seberapa besar delay yang akan terjadi saat sistem onboard unit menerima topik MQTT dari wayside unit, maka telah dirancang skenario yang hanya menfokuskan pada penerimaan topik MQTT dari sistem wayside unit menuju lokasi yang telah ditentukan selama 10 kali pengujian untuk setiap wayside unit. Pengujian ini nantinya akan melihat hasil kontrol kecepatan motor dari nilai yang dikirimkan oleh wayside unit, perhitungan delay didapatkan dari perhitungan ketika data telah dikirimkan serta kejadian dilapangan melalui tayangan kembali pengujian. Berikut adalah dokumentasi kondisi lapangan pengujian pada gambar 11.
Gambar 11 Kondisi Lapangan Pengujian
Pada kondisi pengujian wayside unit 1, akan terjadi 2 skenario yaitu 5 pengujian awal akan berupa perjalanan onboard unit dari STML ke STBMG dengan melewati ML1K dan ML2K.
Serta skenario selanjutnya akan menguji 5 pengujian akhir yang berupa perjalanan onboard unit dari STBMG ke STSGS dengan melewati BMG1K, BMG2K, dan BMG3K. Kondisi yang akan dilihat adalah hasil dari pengiriman dan kontrol kondisi sehingga pada setiap skenario hanya akan dilakukan pengujian berupa kondisi yang tidak spesifik karenanya laju beserta ketepatan waktu yang diperlukan tidak dapat penulis atur sedemikian rupa sehingga pengujian akan serupa seperti sebelumnya.
Adapun untuk kondisi pengujian wayside unit 2, akan terjadi 2 skenario serupa yaitu 5
pengujian awal akan berupa perjalanan onboard unit dari STML ke STBMG dengan melewati ML1K dan ML2K. Serta skenario selanjutnya akan menguji 5 pengujian akhir yang berupa perjalanan onboard unit dari STBMG ke STSGS dengan melewati BMG1K, BMG2K, dan BMG3K. Kondisi yang akan dilihat adalah hasil dari pengiriman dan kontrol kondisi sehingga pada setiap skenario hanya akan dilakukan pengujian berupa kondisi yang tidak spesifik karenanya laju beserta ketepatan waktu yang diperlukan tidak dapat penulis atur sedemikian rupa sehingga pengujian akan serupa seperti sebelumnya. Untuk rute STML hingga STBMG pada ML1K diketahui mengalami rata-rata untuk tereksekusinya MQTT selama 0.33 detik dan proses tereksekusinya pemberhentian di lokasi yang sesuai akan berlangsung selama 5.86 detik, hal tersebut dikarenakan pada kode program sistem onboard unit nilai baru akan dihitung ketika sudah 1 detik dan barulah dilanjutkan untuk mengirimkan nilai terbarunya ke MQTT.
Lalu untuk STBMG hingga STSGS diketahui mengalami rata-rata tereksekusinya MQTT selama 1.28 detik dan proses pemberhentiannya pada lokasi BMG1K adalah 6.66 detik, adanya penambahan 1 detik disni dikarenakan kode program onboard unit yang masih mencari kondisi sesuai untuk MQTT tersebut, maka dapat dikatakan nilai itu masihlah wajar. Untuk rute STML hingga STBMG pada ML2K diketahui mengalami rata-rata untuk tereksekusinya MQTT selama 1.28 detik dan proses tereksekusinya pemberhentian di lokasi yang sesuai akan berlangsung selama 6.56 detik, hal tersebut dikarenakan pada kode program sistem onboard unit nilai baru akan dihitung ketika sudah 1 detik dan barulah dilanjutkan untuk mengirimkan nilai terbarunya ke MQTT.
Lalu untuk STBMG hingga STSGS diketahui mengalami rata-rata tereksekusinya MQTT selama 1.12 detik dan proses pemberhentiannya pada lokasi BMG2K adalah 6.99 detik, adanya penambahan 1 detik disni dikarenakan kode program onboard unit yang masih mencari kondisi sesuai untuk MQTT tersebut, maka dapat dikatakan nilai itu masihlah wajar.
Gambar 11 Grafik Hasil Pengujian Penerimaan 1
Gambar 12 Grafik Hasil Pengujian Penerimaan 2
Gambar 13 Grafik Keseluruhan Pengujian Penerimaan
Gambar 14 Grafik Keseluruhan Pengujian Penerimaan
Pada gambar 11 hingga 14 diketahui hasil pengujian dari pengiriman MQTT. Maka hasil pengujian kinerja delay penerimaan MQTT yang ditujukan untuk mengetahui apakah ada delay pada penerimaan kondisi saat itu dari sistem wayside unit kepada sistem onboard unit ini dapat diketahui berada didekat hasil ekspektasi awal yang awalnya sekitar 1 detik karenanya setiap delay ini telah masuk pada rentang 0.8 – 1.1 detik dan nilai tersebut tidaklah begitu
mempengaruhi secara signifikan khususnya dalam rute jarak jauh. Adapun untuk eksekusi pengaturan kecepatan karena adanya kode program yang memerlukan pengecekan kondisi maka akan menambah waktu untuk opsi diluar kondisi awal. Untuk mengatasi hal ini nantinya juga dapat dilakukan penyesuaian pada sistemnya apabila diterapkan di kondisi riil.
3.3. Kecepatan Pembacaan RFID
Untuk mengetahui seberapa baiknya pembacaan RFID tags maka akan dilakukan pengujian kinerja yang akan melihat kecepatan pembacaan RFID tags oleh modul PN532.
Pengujian ini akan berbasis statis dimana sistem onboard unit berada pada lokasi tetap selama masa pengujian dan akan ditaruh sebuah RFID tags dalam kondisi tetap selama 2 menit dan dihitung setiap pesan kiriman pertama dan kedua dalam 10 kali pembacaan. Nantinya didapatkan nilai yang pertama dikirim dan selanjutnya kemudian akan dirata-ratakan sehingga diketahui rata-rata kecepatan normal pembacaan RFID tersendiri. Berikut adalah contoh pembacaan dan pengiriman yang diterima oleh sistem pusat kontrol. Dari pengujian ini diketahui selama 10 kali pembacaan pesan sebagai berikut:
Gambar 15 Grafik Hasil Pembacaan RFID
Pada gambar 15 diketahui berapa lama yang dibutuhkan agar RFID tags dapat dibaca oleh RFID reader dari sistem onboard unit dan dikirimkannya ke sistem pusat kontrol. Dalam 10 kali pembacaan tersebut diketahui rata-rata pembacaan RFID tags dengan modul PN532 adalah 0.17 detik. Maka dapat dipastikan bahwa pengujian ini berada sesuai dengan harapan yaitu dibawah 1 detik pembacaan.
4. KESIMPULAN
Purwarupa sistem pemantauan lingkungan rel kereta api berbasis jaringan sensor nirkabel dalam lingkup persinyalan kereta api blok bergerak, mampu untuk mendeteksi
56 78
Jeda pengaturan kecepatan selama 5 kali setiap rute
Rata-Rata Jeda Menerima Operasi Pengaturan dalam Detik
ML1K BMG1K ML2K BMG2K
kategori pengujian detik
5.86 6.66 6.56 6.99
0 1 2
Masuk dan dijalankannya operasi sesuai MQTT selama 5 kali setiap rute
Rata-Rata Delay Saat MQTT Dikirim dan Diterima Dalam Detik
ML1K BMG1K ML2K BMG2K
kategori pengujian detik
0.33
1.28 1.16 1.12
6 6,5 7
Jeda pengaturan kecepatan berdasarkan tipe wayside unit selama 10 kali setiap jenisnya Rata-Rata Keseluruhan Jeda Setelah Menerima
Operasi Pengaturan Kecepatan Dalam Detik
WAY 01 WAY 02
kategori pengujian detik
6.26
6.78
0 1 2
Masuk dan dijalankannya operasi sesuai MQTT selama 10 kali setiap jenisnya Rata-Rata Delay Saat MQTT Dikirim dan
Diterima Dalam Detik
WAY 01 WAY 02
0.8 1.1
detik
kategori pengujian
0,21 0,19 0,16
0,19 0,17 0,13
0,18 0,16
0,2 0,17
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25
Jeda pembacaan antar kartu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
iterasi pengujian detik
permasalahan pada lintasan kereta api dengan nilai ujicoba berdasarkan pemantauan sensor inframerah dan akselerometer yang tergolong pada sistem wayside unit 1 dan 2. Sensor tersebut adalah purwarupa skala kecil yang bertujuan untuk memantau adanya objek serta adanya permasalahan di rel seperti renggang atau rusaknya rel. Sistem ini mampu bekerja dengan menerima informasi tersebut melalui protokol MQTT di jaringan 802.11 yang sama dengan delay 0.8 – 1.1 detik untuk setiap pesan MQTT yang diterimanya. Kinerja ini dapat dibilang cukup cepat dikarenakan implementasi yang dilakukan saat ini masih dalam jarak yang pendek.
Dalam pengujian kinerja yang telah dilakukan sebanyak 10 kali untuk setiap kategori kinerja dan sistem wayside unit diketahui sistem persinyalan ini tidak dapat melakukan secara real time namun dapat mengirimkan dan menerima pesan ini secara cepat dalam rentang waktu 0.4 – 1.1 detik. Dimana pada aspek pengirimannya sistem onboard unit mampu mengirimkan data akan kecepatan, posisi, dan keseluruhannya dengan rata-rata 0.49 detik kepada pusat kontrol. Serta sistem onboard unit juga dapat menerima pesan MQTT dari sistem wayside unit 1 dan 2 yang nantinya bervariasi dari 0.8 – 1.1 detik, hal ini dikarenakan adanya kode program yang memerlukan sistem mengecek satu persatu kondisi yang sesuai untuk pesan MQTT dan kondisi sistem onboard unit pada saat itu. Walaupun tidak secara real time, sistem masih mampu mengirimkan dan menerima dalam waktu cepat tanpa adanya permasalahan yang besar dalam pengujiannya.
5. DAFTAR PUSTAKA
Gumilang, A. S., Primananda, R. & Data, M., 2017. Pemodelan Sistem Pemantauan Posisi Kereta Api Berbasis RFID Menggunakan Protokol Message Queue Telemetry Transport (MQTT). Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, Vol.1, No.12, 1(12), pp.
1475-1484.
Barkovskis, N., Salmins, A. Ozols K., Garcia, M. A. M. & Parilla, F. A., 2017. WSN based on accelerometer, GPS and RSSI measurements for train integrity monitoring. Barcelona, 4th International Conference on Control, Decision and Information Technologies.
Setiawan, E. B., Primananda, R. & Budi, A. S., 2020. Implementasi RFID untuk Tracking Rute Perjalanan Kereta Api dan Penggerak Wesel Secara Otomatis. Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, Vol.1, No.12, 4(5), pp.
1516-1523.
Farooq, J.& Soler, J., 2017. Radio Communication for Communications- Based Train Control (CBTC): A Tutorial and Survey. IEEE Communications Surveys & Tutorials, 19(3), pp. 1377- 1402.
Grover, J., 2015. Wireless Sensor Network in Railway Signalling System. Gwalior, Institute of Electrical and Electronics Engineers, p. 308.