• Tidak ada hasil yang ditemukan

NREM tahap I NREM tahap II NREM tahap III NREM tahap IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "NREM tahap I NREM tahap II NREM tahap III NREM tahap IV"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Tahapan Tidur

Tidur dibagi menjadi dua fase yaitu pergerakan mata yang cepat atau Rapid Eye Movement(REM) dan pergerakan mata yang tidak cepat atau Non Rapid Eye Movement (NREM). Tidur diawali dengan fase NREM yang terdiri dari empat stadium, yaitu tidur stadium satu, tidur stadium dua, tidur stadium tiga dan tidur stadium empat; lalu diikuti oleh fase REM (Patlak, 2005). Fase NREM dan REM terjadi secara bergantian sekitar 4-6 siklus dalam semalam (Potter & Perry, 2005).

1.

Tidur stadium satu

Pada tahap ini seseorang akan mengalami tidur yang dangkal dan dapat terbangun dengan mudah oleh karena suara atau gangguan lain. Selama tahap pertama tidur, mata akan bergerak peralahan-lahan, dan aktivitas otot melambat (Patlak, 2005).

2.

Tidur stadium dua

Biasanya berlangsung selama 10 hingga 25 menit. Denyut jantung melambat dan suhu tubuh menurun (Smith & Segal, 2010). Pada tahap ini didapatkan gerakan bola mata berhenti (Patlak, 2005).

3.

Tidur stadium tiga

Tahap ini lebih dalam dari tahap sebelumnya (Ganong, 1998). Pada tahap ini individu sulit untuk dibangunkan, dan jika terbangun, individu tersebut tidak dapat segera menyesuaikan diri dan sering merasa bingung selama beberapa menit (Smith & Segal, 2010).

4.

Tidur stadium empat

Tahap ini merupakan tahap tidur yang paling dalam. Gelombang otak sangat lambat. Aliran darah diarahkan jauh dari otak dan menuju otot, untuk memulihkan energi fisik (Smith &

Segal, 2010).

Tahap tiga dan empat dianggap sebagai tidur dalam atau deep sleep, dan sangat restorativebagian dari tidur yang diperlukan untuk merasa cukup istirahat dan energik di siang hari (Patlak, 2005). Fase tidur NREM ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih intens dan panjang saat menjelang pagi atau bangun (Japardi, 2002). Selama tidur REM, mata bergerak cepat ke berbagai arah, walaupun kelopak mata tetap tertutup. Pernafasan juga menjadi lebih cepat, tidak teratur, dan dangkal.

Denyut jantung dan nadi meningkat (Patlak, 2005).

Selama tidur baik NREM maupun REM, dapat terjadi mimpi tetapi mimpi dari tidur REM lebih nyata dan diyakini penting secara fungsional untuk konsolidasi memori jangka panjang (Potter & Perry, 2005).

D.

Siklus Tidur

Selama tidur malam yang berlangsung rata-rata tujuh jam, REM dan NREM terjadi berselingan sebanyak 4-6 kali. Apabila seseorang kurang cukup mengalami REM, maka esok harinya ia akan menunjukkan kecenderungan untuk menjadi hiperaktif, kurang dapat mengendalikan emosinya dan nafsu makan bertambah. Sedangkan jika NREM kurang cukup, keadaan fisik menjadi kurang gesit (Mardjono, 2008).

Siklus tidur normal dapat dilihat pada skema berikut:

Tahap pratidur

NREM tahap I NREM tahap II NREM tahap III NREM tahap IV

(2)

Tidur REM

NREM tahap IV NREM tahap III Gambar 1. Tahap-tahap siklus tidur (Potter & Perry, 2005)

Siklus ini merupakan salah satu dari irama sirkadian yang merupakan siklus dari 24 jam kehidupan manusia. Keteraturan irama sirkadian ini juga merupakan keteraturan tidur seseorang. Jika terganggu, maka fungsi fisiologis dan psikologis dapat terganggu (Potter &

Perry, 2005).

E. Mekanisme Tidur

Tidur NREM dan REM berbeda berdasarkan kumpulan parameter fisiologis. NREM ditandai oleh denyut jantung dan frekuensi pernafasaan yang stabil dan lambat serta tekanan darah yang rendah. NREM adalah tahapan tidur yang tenang. REM ditandai dengan gerakan mata yang cepat dan tiba-tiba, peningkatan saraf otonom dan mimpi. Pada tidur REM terdapat fluktuasi luas dari tekanan darah, denyut nadi dan frekuensi nafas. Keadaan ini disertai dengan penurunan tonus otot dan peningkata aktivitas otot involunter. REM disebut juga aktivitas otak yang tinggi dalam tubuh yang lumpuh atau tidur paradoks (Ganong, 1998).

Pada tidur yang normal, masa tidur REM berlangsung 5-20 menit, rata-rata timbul setiap 90 menit dengan periode pertama terjadi 80-100 menit setelah seseorang tertidur. Tidur REM menghasilkan pola EEG yang menyerupai tidur NREM tingkat I dengan gelombang beta, disertai mimpi aktif, tonus otot sangat rendah, frekuensi jantung dan nafas tidak teratur (pada mata menyebabkan gerakan bola mata yang cepat atau rapid eye movement), dan lebih sulit dibangunkan daripada tidur gelombang lambat atau NREM.

Pengaturan mekanisme tidur dan bangun sangat dipengaruhi oleh sistem yang disebutReticular Activity System. Bila aktivitas Reticular Activity System ini meningkat maka orang tersebut dalam keadaan sadar jika aktivitas Reticular Activity System menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktivitas Reticular Activity System (RAS) ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas neurotransmitter seperti sistem serotoninergik, noradrenergik, kolinergik, histaminergik (Japardi, 2002).

1.

Sistem serotoninergik

Hasil serotoninergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam amino triptofan.

Dengan bertambahnya jumlah triptofan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk/ tidur. Bila serotonin dalam triptofan terhambat pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak bisa tidur/ jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotoninergik ini terletak pada nucleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan aktivitas serotonis di nucleus raphe dorsalis dengan tidur REM.

2.

Sistem adrenergik

Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepinefrin terletak di badan selnucleus

cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi

penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktivitas

neuron noradrenergik akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan

peningkatan keadaan jaga.

(3)

3.

Sistem kolinergik

Menurut Sitaram dkk, (1976) dalam (Japardi, 2002) membuktikan dengan pemberian prostigimin intravena dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kolinergik ini, mengakibatkan aktivitas gambaran EEG seperti dalam kedaan jaga. Gangguan aktivitas kolinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine) yang menghambat pengeluaran kolinergik dari lokus sereleus maka tampak gangguan pada fase awal dan penurunan REM.

4.

Sistem histaminergik

Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.

5.

Sistem hormon

Siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti Adrenal Corticotropin Hormone (ACTH), Growth Hormon (GH), Tyroid Stimulating Hormon (TSH),Lituenizing Hormon (LH). Hormon-hormon ini masing-masing disekresi secara teratur oleh kelenjar hipofisis anterior melalui jalur hipotalamus. Sistem ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmitter norepinefirn, dopamine, serotonin yang bertugas mengatur mekanisme tidur dan bangun.

F.

Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah- pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk (Hidayat, 2006). Kualitas tidur, menurut American Psychiatric Association (2000), dalam Wavy (2008), didefinisikan sebagai suatu fenomena kompleks yang melibatkan beberapa dimensi.

Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun dan aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur (Daniel et al, 1998; Buysse, 1998). Persepsi mengenai kualitas tidur itu sangat bervariasi dan individual yang dapat dipengaruhi oleh waktu yang digunakan untuk tidur pada malam hari atau efesiensi tidur. Beberapa penelitian melaporkan bahwa efisiensi tidur pada usia dewasa muda adalah 80-90% (Dament et al, 1985; Hayashi &

Endo, 1982 dikutip dari Carpenito, 1998). Di sisi lain, Lai (2001) dalam Wavy (2008) menyebutkan bahwa kualitas tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola tidurnya pada malam hari seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal tidur, dan kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis. Kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari, perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Dengan kata lain, memiliki kualitas tidur baik sangat penting dan vital untuk hidup sehat semua orang.

Kualitas tidur seseorang dapat dianalisa melalui pemerikasaan laboraorium yaitu EEG yang merupakan rekaman arus listrik dari otak. Perekaman listrik dari permukaan otak atau permukaan luar kepala dapat menunjukkan adanya aktivitas listrik yang terus menerus timbul dalam otak. Ini sangat dipengaruhi oleh derajat eksitasi otak sebagai akibat dari keadaan tidur, keadaan siaga atau karena penyakit lain yang diderita. Tipe gelombang EEG diklasifikasikan sebagai gelombang alfa, betha, tetha dan delta (Guyyton & Hall, 1997).

Selain itu, menurut Hidayat (2006), kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak

menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya.

(4)

Tanda-tanda kekurangan tidur dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda psikologis. Di bawah ini akan dijelaskan apa saja tanda fisik dan psikologis yang dialami.

1.

Tanda fisik

Ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang berlebihan (sering menguap), tidak mampu untuk berkonsentrasi (kurang perhatian), terlihat tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing.

2.

Tanda psikologis

Menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak enak badan, malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran, kemampuan memberikan pertimbangan atau keputusan menurun.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur :

-

Penyakit

Penyakit dapat menyebabkan nyeri atau distress fisik yang dapat menyebabkan gangguan tidur. Individu yang sakit membutuhkan waktu tidur yang banyak daripada biasanya. Di samping itu sikklus bangun- tidur selama sakit dapat mengalami gangguan.

-

Lingkungan

Lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat proses tidur. Tidak adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus yang asing dapat menghambat upaya tidur.

-

Kelelahan

Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Semakin lelah seseorang, semakin pendek siklus REM yang dilaluinya. Setelah beristirahat biasanya siklus REM akan kembali memanjang.

-

Gaya hidup

Individu yang bergantu jam kerja harus mengatur aktivitasnya agar bias tidur dalam waktu yang tepat.

-

Stress emosional

Anxietas (kegelisahan) dan depresi sering kali mengganggu tidur seseorang. Kondisi anxietas dapat meningkatkan kadar norepinephrin darah melalui stimulus saraf simpatis. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya siklus REM tahap IV dan tidur REM serta seringnya terjaga saat tidur.

-

Stimulan dan alkohol

Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman dapat merangsang system saraf pusat sehingga dapat mengganggu pola tidur. Sedangkan konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu siklus tidur REM.

-

Medikasi

Obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorrang. Betabloker dapat menyebabkan insomnia dan mimpi buruk, sedangkan narkotik, diketahui dapat menekan tidur REM dan menyababkan seringnya terjaga di malam hari.

-

Motivasi

(5)

Keinginan untuk tetap terjaga terkadang dapat menutupi perasaan lelah seseorang. Sebaliknya perasaan bosanatau tidak adanya motivasi untuk terjaga sering kali dapat menyebabkan kantuk.

-

Nutrisi

Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur. Protein yang tinggi dapat mempercepat terjaddinya proses tidur, karena adanya tryptophan yang merupakan asam amino dari protein yang dicerna. Demikian sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang dapat juga mempengaruhi proses tidur, bahkan terkadang sulit untuk tidur.

G.

Fungsi dan tujuan tidur

Fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak diketahui, akan tetapi diyakini bahwa tidur dapat digunakan untuk menjaga keseimbangan mental, emosional, kesehatan, mengurangi stress pada paru, kardiovaskuler, endokrin, dan lain-lain. Secara umum terdapat dua efek fisiologis dari tidur : pertama, efek pada system saeraf yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan keseimbangan di antara berbagai susunan saraf, dan kedua, efek pada struktur tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi dalam organ tubuh karena selama tidur terjadi penurunan.

H.

Kebutuhan tidur

Usia Tingkat

perkembangan

Jumlah kebutuhan tidur

0-1 bulan Masa neonatus 14-18 jam/hari

1-18 bulan Masa bayi 12-14 jam/hari

18 bulan-3 tahun Masa anak 11-12 jam/hari 3-6 tahun Masa pra sekolah 11 jam/hari

6-12 tahun Masa sekolah 10 jam/hari

12-18 tahun Masa remaja 8,5 jam/hari

18-40 tahun Masa dewasa muda 7-8 jam/hari 40-60 tahun Masa paruh baya 7 jam/hari 80 tahun ke atas Masa dewasa tua 6 jam/hari

I.

Gangguan Tidur

Gangguan tidur sebenarnya bukanlah suatu penyakit melainkan gejala dari berbagai gangguan fisik, mental dan spiritual (Johanna & Jachens, 2004). Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah, orang muda serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut. Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan mengakibatkan perubahan-perubahan pada siklus tidur biologisnya, menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain (Potter & Perry, 2001). Gangguan tidur merupakan masalah yang sangat umum. Di Negara-negara industri khususnya, banyak orang menderita dari beberapa bentuk gangguan tidur. Data tentang frekuensi bervariasi antara 25-50% dari populasi (Johanna & Jachens, 2004).

Menurut International Classification of Sleep Disorders dalam Japardi (2002), gangguan tidur terbagi atas: disomnia dan parasomnia. Disomnia terdiri atas gangguan tidur spesifik di antaranya adalah narkolepsi, gangguan gerakan anggota gerak badan secara periodik/

mioklonus nokturnal, sindroma kaki gelisah/ Restless Legs Syndrome atau Ekboms Syndrome,

gangguan pernafasan saat tidur/ sleep apnea dan pasca trauma kepala; gangguan tidur irama

(6)

sirkadian di antaranya adalah gangguan tidur irama sirkadian sementara/ acute work shift/ jet lag, gangguan tidur irama sirkadian menetap/ shift worker. Sedangkan parasomnia terdiri atas tiga, yaitu gangguan tidur berjalan (sleep walking/ somnabulisme), gangguan terror tidur (sleep terror), gangguan tidur berhubungan dengan fase REM.

DAFTAR PUSTAKA

Alimul aziz. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar manusia. Jakarta : Salemba medika

Choppra, D. (2003). Tidur Nyenyak, Mengapa Tidak? Ucapkan Selamat Tinggal pada Insomnia. Yogyakarta: Ikon Teralitera.

Johanna, Christa & Jachens. (2004). Sleep Disturbances & Healthy Sleep. The Association of Waldorf Schools of North America.

Ganong, W. F. (1998). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Jakarta: EGC.

Guyton, A. C. and Hall, J. E. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC.

Hanning, C. (2009). Sleep Disturbance and Wind Turbine Noise on Behalf of Stop Swinford Wind Farm Action Group (SSWFAG).

Harsono. (1996). Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University.

Hidayat, A. A. (2004). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: salemba Medika.

Japardi, I. (2002). Gangguan Tidur. Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara.

Mardjono, M. (2008). Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.

Mubarak, Wahit dan Nurul Chayatin. (2007). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Dan Aplikasi Dalam Praktek. Jakarta : EGC

Martin, J. (2000). Assessment and Treatment of Sleep Disturbance in Older Adults.

University of California San Diego and San Diego Veterans Affairs Healthcare System. USU Digital Library.

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan; Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC.

Rains, J. C. (2006). Sleep Disorders and Headache. Center for Sleep Evaluation at Elliot Hospital, Manchester.

http://ibuambar.blogspot.com/2012/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html

(7)

Dr. Suparyanto, M.Kes

KONSEP DASAR ISTIRAHAT TIDUR

1. PENGERTIAN ISTIRAHAT DAN TIDUR

 Istirahat merupakan keadaan relaks tanpa adanya tekanan emosional, bukan hanya dalam keadaan tidak beraktivitas tetapi juga kondisi yang membutuhkan ketenangan. Kata istirahat berarti berhenti sebentar untuk melepaskan lelah, bersantai untuk menyegarkan diri atau melepaskan diri dari segala hal yang membosankan, menyulitkan bahkan menjengkelkan (Hidayat, 2008).

 Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup. Tidur ditandai dengan aktivitas fisik minimal, tingkat kesadaran yang bervariasi, terjadi perubahan proses fisiologis tubuh serta penurunan respon terhadap rangsangan dari luar (Asmadi, 2008).

2.FISIOLOGI TIDUR

 Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis yang merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan kewaspadaan dan tidur (Hidayat, 2008).

 Pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas pons. Reticular Activating System (RAS) berlokasi pada batang otak teratas. RAS dipercayai terdiri dari sel khusus yang mempertahankan kewaspadaan dan tidur. Selain itu, RAS dapat memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin. Demikian juga pada saat tidur, kemungkinan disebabkan adanya pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu Bulbar Synchronizing Regional (BSR), sedangkan bangun tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak dan sistem limbic.

Dengan demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Hidayat, 2008).

 Ketika orang mencoba tertidur, mereka akan menutup mata dan berada dalam posisi relaks. Stimulus ke RAS menurun. Jika ruangan gelap dan tenang, maka aktivasi RAS selanjutnya menurun. Pada beberapa bagian BSR mengambil alih yang menyebabkan tidur (Potter&Perry, 2006).

3. JENIS TIDUR

 Pada hakikatnya tidur dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu tidur dengan gerakan bola mata cepat (Rapid Eye Movement – REM), dan tidur dengan gerakan bola mata lambat (Non-Rapid Eye Movement – NREM) (Asmadi, 2008).

a.Tidur REM

 Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial. Hal tersebut berarti tidur REM ini sifatnya nyenyak sekali, namun fisiknya yaitu gerakan kedua bola matanya bersifat sangat aktif. Tidur REM ditandai dengan mimpi, otot – otot

(8)

kendur, tekanan darah bertambah, garakan mata cepat (mata cenderung bergerak bolak – balik), sekresi lambung meningkat, ereksi penis pada laki – laki, gerakan otot tidak teratur, kecepatan jantung dan pernapasan tidak teratur sering lebih cepat, serta suhu dan metabolisme meningkat.

 Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur REM, maka akan menunjukkan gejala – gejala sebagai berikut:

1. Cenderung Hiperaktif.

2. Kurang dapat mengendalikan diri dan emosi (emosinya labil).

3. Nafsu makan bertambah.

4. Bingung dan curiga.

b.Tidur NREM

 Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam. Pada tidur NREM gelombang otak lebih lambat dibandingkan pada orang yang sabar atau tidak tidur.

Tanda – tanda tidur NREM antara lain : mimpi berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah turun, kecepatan pernapasan turun, metabolisme turun, dan gerakan bola mata lambat.

 Tidur NREM memiliki empat tahap yang masing – masing tahap ditandai dengan pola perubahan aktivitas gelombang otak.

 Keempat tahap tersebut yaitu : 1). Tahap I

 Tahap I merupakan tahap transisi dimana seseorang beralih dari sadar menjadi tidur. Pada tahap I ini ditandai dengan seseorang merasa kabur dan rileks, seluruh otot menjadi lemas, kelopak mata menutup mata, kedua bola mata bergerak ke kiri dan ke kanan, kecepatan jantung dan pernapasan menurun secara jelas, pada EEG terlihat terjadi penurunan voltasi gelombang – gelombang alfa. Seseorang yang tidur pada tahap I ini dapat dibangunkan dengan mudah.

2). Tahap II

 Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun. Tahap II ini ditandai dengan kedua bola mata berhenti bergerak, suhu tubuh menurun, tonus otot berlahan – lahan berkurang, serta kecepatan jantung dan pernapasan turun dengan jelas. Pada EEG timbul gelombang beta yang berfrekuensi 14 – 18 siklus/detik.

Gelombang – gelombang ini disebut dengan gelombang tidur. Tahap II berlangsung sekitar 10 – 15 menit.

3). Tahap III

 Pada tahap ini, keadaan fisik lemah lunglai karena tonus otot lenyap secara menyeluruh. Kecepatan jantung, pernapasan, dan proses tubuh berlanjut mengalami penurunan akibat dominasi sistem saraf parasimpatis. Pada EEG memperlihatkan perubahan gelombang beta menjadi 1 – 2 siklus/detik. Seseorang yang tidur pada tahap III ini sulit untuk dibangunkan.

4), Tahap IV

 Tahap IV merupakan tahap tidur dimana seseorang berada dalam keadaan rileks, jarang bergerak karena keadaan fisik yang sudah lemah lunglai dan sulit dibangunkan.

Pada EEG tampak hanya terlihat gelombang delta yang lambat dengan frekuensi 1 – 2 siklus/detik. Denyut jantung dan pernapasan menurun sekitar 20 – 30%. Pada tahap ini dapat terjadi mimpi. Selain itu, tahap IV ini dapat memulihkan keadaan tubuh.

(9)

 Selain keempat tahap tersebut, ada satu tahap lagi yakni tahap V. Tahap kelima ini merupakan tidur REM dimana setelah tahap IV seseorang masuk ke tahap V. Hal tersebut ditandai dengan kembali bergeraknya kedua bola mata yang berkecepatan lebih tinggi dari tahap – tahap sebelumnya. Tahap V ini berlangsung sekitar 10 menit, dapat pula terjadi mimpi.

 Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur NREM, maka akan menunjukkan gejala – gejala sebagai berikut :

1. Menarik diri, apatis dan respons menurun 2. Merasa tidak enak badan

3. Ekspresi wajah layu 4. Malas bicara

5. Kantuk yang berlebihan

 Sedangkan apabila seseorang kehilangan tidur kedua – duanya, yakni tidur REM dan NREM maka akan menunjukkan manifestasi sebagai berikut :

1. Kemampuan memberikan keputusan atau pertimbangan menurun.

2. Tidak mampu untuk konsentrasi ( kurang perhatian ).

3. Terlihat tanda – tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing.

4. Sulit melakukan aktivitas sehari – hari.

5. Daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran.(Asmadi, 2008)

Siklus Tidur

Gambar 2.1 Siklus tidur Sumber Hidayat, 2008

Keterangan :

 Kondisi pre-sleep merupakan keadaan dimana seseorang masih dalam keadaan sadar penuh, namun mulai ada keinginan untuk tidur. Pada perilaku pre-sleep ini, misalnya seseorang pergi ke kamar tidur lalu berbaring di kasur atau berdiam diri merebahkan dan melemaskan otot, namun belum tidur. Selanjutnya mulai merasa kantuk, maka orang tersebut memasuki tahap I. Bila tidak bangun baik disengaja maupun tidak disengaja, maka selanjutnya ia memasuki tahap II. Begitu seterusnya

(10)

sampai tahap IV, ia kembali memasuki tahap III dan selanjutnya tahap II. Ini adalah fase tidur NREM. Selanjutnya ia akan memasuki tahap V, ini disebut tidur REM. Bila ini telah dilalui semua, maka orang tersebut telah melalui siklus tidur pertama baik tidur NREM maupun REM. Siklus ini terus berlanjut selama orang tersebut tidur. Namun, pergantian siklus tidur ini tidak lagi dimulai dari awal tidur, yaitu pre-sleep dan tahap I, tetapi langsung tahap II ke tahap selanjutnya seperti pada siklus pertama. Semua siklus ini berakhir bila orang tersebut terbangun dari tidurnya (Asmadi, 2008).

 Jika orang tersebut terbangun dan kembali tidur, yang merupakan hal yang sering terjadi pada lansia, maka tahap I akan dimulai kembali. Dalam pola tidur normal, sekitar 70 sampai 90 menit setelah awitan tidur dimulailah periode REM pertama, bergantian dengan tidur NREM pada siklus 90 menit selama periode tidur nocturnal.

Konsekuensi dari terbangun, seperti untuk ke toilet pada malam hari atau prosedur keperawatan dapat menimbulkan efek buruk pada fisiologis dan fungsi mental lansia ( Stanley dan Bear, 2007).

5. POLA TIDUR BERDASARKAN TINGKAT PERKEMBANGAN / USIA

 Usia merupakan salah satu faktor penentu lamanya tidur yang dibutuhkan seseorang. Semakin tua usia, maka semakin sedikit pula lama tidur yang dibutuhkan (Asmadi, 2008).

Pola Tidur Normal Berdasarkan Tingkat Perkembangan / Usia Tingkat Perkembangan / Usia Pola Tidur Normal

Bayi Baru Lahir

 Tidur 14–18 jam sehari, pernapasan teratur, gerak tubuh sedikit, 50% tidur NREM, banyak waktu tidurnya dilewatkan pada tahap III dan IV tidur NREM. Setiap siklus sekitar 45-60 menit.

Bayi

 Tidur 12-14 jam sehari, 20-30% tidur REM, tidur lebih lama pada malam hari dan punya pola terbangun sebentar.

Toddler

 Tidur sekitar 10-11 jam sehari, 25% tidur REM, banyak tidur pada malam hari, terbangun dini hari berkurang, siklus bangun tidur normal sudah menetap pada umur 2- 3 tahun.

Pra Sekolah

 Tidur sekitar 11 jam sehari, 20% tidur REM, periode terbangun kedua hilang pada umur 3 tahun. Pada umur 5 tahun, tidur siang tidak ada kecuali kebiasaan tidur sore hari.

Usia Sekolah

 Tidur sekitar 10 jam sehari, 18,5% tidur REM. Sisa waktu tidur relatif konstan.

Remaja

 Tidur sekitar 8,5 jam sehari, 20% tidur REM Dewasa Muda

 Tidur sekitar 7-9 jam sehari, 20-25% tidur REM, 5-10% tidur tahap I, 50% tidur tahap II, dan 10-20% tidur tahap III – IV.

Dewasa Pertengahan

(11)

 Tidur sekitar 7 jam sehari, 20% tidur REM, mungkin mengalami insomnia dan sulit untuk dapat tidur.

Dewasa Tua

 Tidur sekitar 6 jam sehari, 20-25% tidur REM, tidur tahap IV nyata berkurang kadang – kadang tidak ada. Mungkin mengalami insomnia dan sering terbangun sewaktu tidur malam hari.

Sumber : Asmadi, 2008

6. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ISTIRAHAT DAN TIDUR

 Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur setiap orang berbeda – beda. Ada yang kebutuhannya terpenuhi dengan baik, ada pula yang mengalami gangguan. Seseorang bisa tidur ataupun tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut : a.Status Kesehatan

 Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan ia dapat tidur dengan nyenyak. Tetapi pada orang yang sakit dan rasa nyeri, maka kebutuhan istirahat dan tidurnya tidak dapat dipenuhi dengan baik sehingga ia tidak dapat tidur dengan nyenyak. Misalnya pada klien yang menderita gangguan pada sistem pernapasan. Dalam kondisinya yang sesak napas, maka seseorang tidak mungkin dapat istirahat dan tidur (Asmadi, 2008).

b.Lingkungan

 Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk tidur. Pada lingkungan yang tenang memungkinkan seseorang dapat tidur dengan nyenyak.

Sebaliknya lingkungan yang ribut, bising, dan gaduh akan menghambat seseorang untuk tidur. Keadaan lingkungan yang tenang dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepat terjadinya proses tidur (Hidayat, 2008).

c.Stres Psikologis

 Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada frekuensi tidur. Hal ini disebabkan karena pada kondisi cemas akan meningkatkan norepinefrin darah melalui sistem saraf simpatis. Zat ini akan mengurangi tahap IV NREM dan REM (Asmadi, 2008).

d. Diet / Nutrisi

 Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur.

Protein yang tinggi seperti pada keju, susu, daging, dan ikan tuna dapat mempercepat proses tidur, karena adanya triptofan yang merupakan asam amino dari protein yang dicerna (Hidayat, 2008). Sebaliknya minuman yang mengandung kafein maupun alkohol akan mengganggu tidur (Asmadi, 2008).

e. Gaya Hidup

 Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Kelelahan tingkat menengah orang dapat tidur dengan nyenyak. Sedangkan pada kelelahan yang berlebihan akan menyebabkan periode tidur REM lebih pendek (Asmadi, 2008).

f. Obat – Obatan

 Obat dapat juga mempengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi proses tidur adalah jenis golongan obat diuretic menyebabkan seseorang insomnia, anti depresan dapat menekan REM, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta bloker dapat berefek pada timbulnya insomnia, dan golongan narkotik dapat menekan REM sehingga mudah mengantuk (Hidayat, 2008).

g. Motivasi

(12)

 Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk tidur, yang dapat mempengaruhi proses tidur. Selain itu adanya keinginan untuk menahan tidak tidur dapat menimbulkan gangguan proses tidur (Hidayat, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

1. Admin. 2011. Tips Menyedu Susu yang Baik. http://tipsehat.net. Diakses Tanggal

2. 1 Mei 2011, Jam 18.29 WIB

3. Afifani, Nia. 2009. Faktor yang Berhubungan dengan Insomnia pada Lansia. http://adln.fkm.unair.ac.id. Diakses Tanggal 1 Juli 2011, Jam 20.01 WIB.

4. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

5. Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.

6. Aziz, D Nur. 2007. Memetik Manfaat Susu. http://1ggplus.wordpress.com.

Diakses Tanggal 13 Mei 2011, Jam 18.50 WIB

7. Dinsos. 2010. Jumlah Penduduk Kabupaten Mojokerto.

http://www.mojokertokab.go.id Diakses tanggal 10 April 2011, Jam 12.00 WIB.

8. Efendi, Ferry dan Makhfludli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

9. Hidayat, A. aziz. 2008. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

10. Hidayat, A. aziz. 2003. Riset Keperawatan & Teknik Penulisan Ilmiah.

Jakarta : Salemba Medika

11. Hariyanto, Slamet. 2011. Lansia di Indonesia.

http://slamethariyanto.wordpress.com/tag/jatim, Diakses Tanggal 03 April 2011, Jam 12.01 WIB

12. Hasyim, Muttaqin. 2009. Manfaat Kalium Nitrat.

http://muttaqinhasyim.wordpress.com. Diakses Tanggal 1 Mei 2011, Jam 18.34 WIB

13. Iskandar, Yul. 2009. Pustaka Kesehatan Populer : Psikologi. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer

14. Iwan, 2009. Skala Insomnia (KSPBJ Insomnia Rating Scale).

http://www.sleepnet.com . Diakses Tanggal 30 April 2011, Jam 10.00 WIB

15. Izur, Nursalam. 2010. Perasaan wanita. www. Forumkami.net/wanita.

Diakses Tanggal 1 Juli 2011, Jam 20.05 WIB

16. Khomsam, Ali. 2008. Terapi Gizi Untuk Insomnia. http://mgiforon.com.

Diakses Tanggal 22 April 2011, Jam 12.34 WIB

17. Maryam, R. siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.

Jakarta : Salemba Medika.

18. Melani. 2007. Manfaat Susu. http://kumpulan.info/sehat/artilel- kesehatan/48-artikel-kesehatan/131-mengenal-susu dan manfaat.html. Diakses Tanggal 23 April 2011, Jam 14.31 WIB

19. Mubarak, W Iqbal, dkk. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas : Konsep Dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.

(13)

20. Nelson, E. Waldo. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 1. Jakarta : EGC

21. Nugroho, H. wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik edisi 3.

22. Jakarta : EGC.

23. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.

24. Oktavita. 2009. Insomnia pada Wanita dan Lansia.

25. Oktavita.com/penyakit-insomni.html. Diakses Tanggal 1 Juli 2011, Jam 20.00 WIB.

26. Parreta, Lorranaine. 2005. Makanan Untuk Otak. Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama

27. Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan edisi 4 volume 2. Jakarta : EGC

28. Santoso, Denny. 2011. Makanan Yang Mengandung Triptofan.

http://WWW.dennysantoso.com. Diakses Tanggal 1 Mei 2011, Jam 18.45 29. Sediaotama, D. Achmad. 2006. Ilmu Gizi jilid I. Jakarta : Dian Rakyat 30. Sediaotama, D. Achmad. 2008. Ilmu Gizi jilid II. Jakarta : Dian Rakyat 31. Sugiyono. 2011. Statistik Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

32. Suparyanto. 2010. Konsep Insomnia. http://dr-suparyanto.blog.com.

Diakses Tanggal 23 April 2011, Jam 11.45

33. Tamher, S. dan Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

34. Wardhani, K Anita. 2011. Di Indonesia Ada 28 Juta Penderita Insomnia.

http://www.tribunnews.com, Diakses Tanggal 22 Maret 2011, Jam 11.56 WIB 35. Wikipedia. 2009. Susu. http://id.wikipedia.org/wiki/susu. Diakses Tanggal 22 April 2011, Jam 12.49 WIB

http://dr-suparyanto.blogspot.com/2011/10/konsep-dasar-istirahat-tidur.html

Referensi

Dokumen terkait

Metode menyuntikkan nutrien berupa cairan ke dalam amnion embrio ( in ovo feeding) , menyebabkan embrio tersebut secara alami mengkonsumsi nutrien tersebut secara oral sebelum

Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan di tujuh stasiun yang berbeda dan tiap stasiun terdapat 5 titik pengambilan sampel, berikut ini adalah keterangan dari

Penggabungan Laporan Keuangan Badan Pembinaan Akuntansi Instansi tingkat Deputi I Pembinaan Akuntansi Instansi selaku Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon I, yang

Tidak berbeda dengan perusahaan perusahaan lainnya PT Bank Muamalat Indonesia juga memiliki stok persediaan alat-alat untuk keperluan kantor, bahkan dengan

Metode ABC sangat direkomendasi sebagai metode dalam perhitungan tarif jasa rawat inap di rumah sakit, karena menggunakan pemicu biaya (cost driver) berdasarkan pada aktivitas

Nilai indikator aktual yang berhasil dicapai (Si), nilai pencapaian performansi terburuk dari indikator kinerja (Smin) dan nilai pencapaian performansi terbaik

Jika saya punya dua file yang keduanya mengandung informasi alamat pelanggan dan saya mengubah salah satu file tapi lupa untuk mengubah lain, file saya sekarang berbeda dan saya

Bibit (plances) jati yang ditanam merupakan bibit hasil seleksi, pertumbuhannya bagus dengan tinggi minimal 20 cm, batang lurus, berkayu, dan sehat. Bibit ditanam pada saat