• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDUGAAN ZONA AKUIFER DENGAN SURVEI GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER. STUDI KASUS: AREA KOMPLEKS LABORATORIUM TEKNIK, INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENDUGAAN ZONA AKUIFER DENGAN SURVEI GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER. STUDI KASUS: AREA KOMPLEKS LABORATORIUM TEKNIK, INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Journal of Science and Applicative Technologyvol. xx (xx), 20xx, pp. xx-xx |1 e-ISSN: 2581-0545 - https://journal.itera.ac.id/index.php/jsat/

Received 00th January 20xx Accepted 00th Febuary 20xx Published 00th March 20xx

DOI: 10.35472/x0xx0000

PENDUGAAN ZONA AKUIFER DENGAN SURVEI GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER. STUDI KASUS: AREA

KOMPLEKS LABORATORIUM TEKNIK, INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA

a

Dian Puspita

aProgram Studi Teknik Geofisika Institut Teknologi Sumatera

*E-mail: dian.1216091@student.itera.ac.id

Abstract:

Estimation of the aquifer zone is carried out on the campus of the Sumatra Institute of Technology. Estimation was carried out using a geophysical survey of the Schlumberger configuration resistivity geoelectrical method with 6 sounding points. Geoelectrialc measurements with AB / 2 maximum value of 150 m and AB/2 minimum value of 100 m. From the 6 sounding points obtained 2 pseudo-sections. Data processing using IP2WIN software and RockWorks 16. Based on the resistivity data that has been correlated with the geology of the study area, obtained rock types and resistivity values as follows: tuff layer with resistivity value of 80 to> 150 150m, tuffaceous sandstone layer with resistivity value of 20-80 80m. This layer is thought to be an aquifer or water-bearing layer. And tuffaceous claystone layer which is an impermeable layer with resistivity value <20 20m. Based on geoelectrical data and drill SPT data, in general the potential of the aquifer zone is at a depth of 10-46 m with an average thickness of the six sounding points of 35 .

Keywords:

aquifer zone, resistivity, sounding, drill SPT

Abstrak:

Pendugaan zona akuifer dilakukan di kampus Institut Teknologi Sumatera. Pendugaan dilakukan menggunakan survey geofisika metode geolistrik resistivitas konfigurasi Schlumberger dengan 6 titik sounding. Pengukuran geolistrik dengan nilai AB/2 maksimum 150 m dan AB/2 minimun 100 m. Dari keenam titik sounding diperoleh dua penampang geolistrik.

Pengolahan data menggunakan software IP2WIN dan RockWorks 16. Berdasarkan data resisitivitas yang telah dikorelasikan dengan geologi daerah penelitian, diperoleh jenis batuan dan nilai resistivitasnya sebagai berikut: lapisan tuf dengan nilai resistivitas 80 hingga >150 Ωm, lapisan pasir tufaan dengan nilai resistivitas 20-80 Ωm. Lapisan ini diduga sebagai lapisan akuifer atau lapisan pembawa air. Dan lapisan lempung tufaan yang merupakan lapisan impermeable dengan nilai resistivitas

<20 Ωm. Berdasarkan data geolistrik dan data bor SPT, secara umum potensi zona akuifer berada pada kedalaman 10-46 m dengan tebal rata-rata dari keenam titik sounding sebesar 35 m.

Kata Kunci

:zona akuifer, resistivitas, sounding, bor SPT

Pendahuluan

Institut Teknologi Sumatera (ITERA) merupakan PTN yang dirintis pada tahun 2012 dan diresmikan pada tanggal 6 Oktober 2014. Karena ITERA masih tergolong PTN baru dan masih berkembang dalam pembangunan infrastruktur.

ITERA perlu membangun beberapa gedung kuliah, beberapa gedung asrama, laboratorium teknik, wisma karyawan dan dosen, kebun raya ITERA, kolam renang, guest house,

convention hotel, convention center, dan gedung pusat penelitian. Salah satu kebutuhan pokok dari sebuah gedung adalah air. Air digunakan untuk keperluan gedung seperti pemenuhan kebutuhan air di kamar mandi, kebutuhan ibadah maupun kebersihan gedung itu sendiri.

Dalam memenuhi kebutuhan air, manusia akan melakukan berbagai cara. Salah satu caranya adalah dengan melakukan survei geofisika. Survei geofisika yang sering dilakukan dalam pencarian air adalah survei metode geolistrik Open Access

(2)

resistivitas. Contohnya seperti Wijaya. (2015) melakukan penelitian di halaman belakang ITS Surabaya dengan menggunakan metode geolistrik tahanan jenis konfigurasi Wenner. Penelitian ini mendapatkan lapisan air tanah dengan resistivitas yang relatif kecil yaitu 0,551 – 2,75 Ωm dengan kedalaman 1,35 – 1,99 m. Kemudian, Saranga Herbhi Tumba dkk. (2016) melakukan penelitian untuk mendeteksi air tanah menggunakan metode geolistrik konfigurasi Wenner-Schlumberger di Masjid Kampus Universitas Sam Ratulangi yang mana mendapatkan hasil bahwa sebaran nilai resistivitas yang kecil yaitu 0,12 Ωm – 0.64 Ωm menunjukan adanya akuifer air tanah. Penelitian yang sama juga pernah dilakukan oleh Rizka dan Satiawan S.

(2019) di daerah kampus ITERA. Hasil menunjukan adanya potensi akuifer bebas (unconfined aquifer) dan akuifer tertekan (confined aquifer). Akuifer bebas diduga merupakan batuan tuf dengan nilai resistivitas tinggi (>80 Ωm) yang ditemukan pada kedalaman dangkal (< 5 meter dari permukaan). Akuifer tertekan diduga merupakan pasir tufan dengan nilai resistivitas menengah (20 – 80 Ωm) ditemukan pada kedalaman dalam (>75 m dari permukaan).

Lokasi penelitian pendugaan air tanah sebelumnya pernah dilakukan di ITERA, tetapi belum ada yang khusus melakukan penelitian pendugaan air tanah di Kompleks Laboratorium Teknik. Maka dari itu, peneliti melakukan penelitian tentang pendugaan akuifer tanah dengan menggunakan metode geolistrik Konfigurasi Schlumberger di area Kompleks Laboratorium Teknik Institut Teknologi Sumatera.

Tujuan dilakukan penelitian ini untuk membuat model 2D lapisan bawah permukaan dan menentukan kedalaman akuifer di daerah penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder SPT (standard penetration test) dan data hasil logging sumur bor air sebagai data pendukung.

Lokasi dan Geologi Regional

Penelitian dilakukan di Kampus Institut Teknologi Sumatera Jl. Terusan Ryacudu, Way Huwi, Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan. Lokasi penelitian berada di area Kompleks Laboratorium Teknik. Berdasarkan peta geologi Mangga dkk. (1993) daerah ini merupakan bagian dari satuan Formasi Lampung di Lembar Tanjungkarang. Berdasarkan peta geologi regional Lembar Tanjungkarang, batuan yang

tersingkap di daerah penelitian masuk dalam formasi Lampung (Qtl) yang ditafsirkan mendominasi hampir diseluruh wilayah pada Lembar Tanjungkarang yang terdiri dari tuf berbatuapung, tuf riolitik, tuf padu tufit, batulempung tufaan dan batupasir tufan. Peta geologi Tanjungkarang ditunjukkan oleh Gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1. Peta geologi daerah penelitian (Modifikasi Mangga dkk.

(1993))

Metode

Geolistrik (Vertical Electrical Sounding)

Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi. Prinsip dasar metode geolistrik adalah Hukum Ohm yang menggambarkan hubungan antara tegangan/beda potensial (V) dan kuat arus (I). pengukuran geolistrik menggunakan teknik VES. VES digunakan untuk memperoleh informasi variasi resisitivitas secara vertikal. Konfigurasi elektroda yang digunakan dalam penelitian ini merupakan konfigurasi Schlumberger. Nilai resistivitas semu dirumuskan:

(1)

merupakan beda potensial, I merupakan kuat arus dan K merupakan faktor geometri. Dimana nilai K pada konfigurasi Schlumberger dirumuskan:

[

] (2)

Penelitian ini menggunakan 6 titik sounding di Area Kompleks Laboratorium Teknik Institut Teknologi Sumatera.

(3)

Penelitian ini menggunakan konfigurasi Schlumberger dengan jarak MN/2 yaitu sebesar 0.5, 2, 10, 30 meter sedangkan jarak AB/2 minimum 2 meter , AB/2 maksimum 150 meter. Pada tahap pengolahan data, penelitian ini menggunakan beberapa perangkat lunak seperti: IP2WIN, Rockworks 16. Untuk proses interpretasi dianalisis berdasarkan kurva sounding. Pada penelitian ini, berdasarkan titik sounding. Daerah penelitian direpresentasikan tipe kurva Q, dimana 1 > 2 > 3.

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil pengukuran VES yang dilakukan didapatkan hasil model bawah permukaan yang kemudian digunakan untuk mencari potensi akuifer di daerah penelitian. Penentuan litologi pada daerah penelitian dilakukan berdasarkan Rentang Resistivitas dari Litologi Batuan ITERA (Rizka dan Satiawan) ditunjukan Table 1 dibawah ini.

Table 1. Rentang Resistivitas dari Litologi Batuan ITERA (Rizka dan Satiwan, 2017)

Nilai Resistivitas Litologi

<20 Ωm tuffaceous claystone (lempung tufaan) Batuan tuf berbutir halus yang memiliki kandungan clay. Sifatnya impermeable dan tidak dapat menjadi akuifer

20 – 80 Ωm tuffaceous sandstones (pasir tufaan)

Batuan tuf yang memiliki kandungan pasir dengan ukuran butir menengah – kasar. Sifatnya permeabel dengan porositas baik dan dapat menjadi akuifer tertekan.

80 - 150 Ωm Tuff

Batuan tuf dengan ukuran butir kasar, terletak pada bagian yang relatif dangkal dari

permukaan/pada bagian bawah tanah penutup.

Batuan ini juga dapat berperan menjadi akuifer.

>150 Ωm Tuff

Batuan tuf dengan ukuran butir halus dan kompak.

Table 2. Interpretasi Litologi daerah penelitian

Interpretasi Penampang 2D dan data pendukung SPT Dari keenam data titik sounding dan didapatkan dua lintasan, yakni lintasan a dan lintasan b. Lintasan a mengkorelasikan titik sounding dari Utara ke Selatan yakni TSD-1, TSD-2, TSD-3, dan TSD-4. Dan lintasan b mengkorelasikan titik sounding dari Barat ke Timur yakni TSD-5, TSD-2 dan TSD-6. Penampang 2D lintasan a dan lintasan b beserta lokasi titik bor SPT pada daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3 berikut.

Lapisan Rho (Ωm) h (m) d (m) Kurva Estimasi

Litologi Representasi Sounding

1 168 4 4 Tuff

2 49.6 72 76

Pasir tuffaan

3 19.2

Lempung tuffaan

1 172 2 2 Tuff

2 60.1 43 45

Pasir tuffaan

3 7.6

Lempung tuffaan

1 164 2 2 Tuff

2 81.1 28 30

Pasir tuffaan

3 16.4

Lempung tuffaan

1 175 5 5 Tuff

2 58.6 42 47

Pasir tuffaan

3 13.6

Lempung tuffaan

1 132 1 1 Tuff

2 47.6 45 46

Pasir tuffaan

3 8.22

Lempung tuffaan

1 214 2 2 Tuff

2 66.7 26 28

Pasir tuffaan

3 7.35

Lempung tuffaan Q

Q

Q

Q

Q

Q

(4)

Gambar 2. Penampang 2D lintasan a beserta titik bor SPT Setelah dikorelasikan dengan data geologi, penampang 2D geolistrik lintasan a menunjukan adanya persebaran tiga jenis lapisan batuan hingga kedalaman lebih dari 76 m.

Batuan penyusunnya terdiri dari lapisan tuf, pasir tufaan dan lempung tufaan. Lapisan tuf ditemukan dari kedalaman 0-5 m, lapisan pasir tufaan ditemukan mulai dari kedalaman 2-76 m dan lapisan lempung tufaan ditemukan dari kedalaman 30 hingga >76 m. Menurut rentang resistivitas dari litologi batuan ITERA (Rizka dan Satiawan, 2019) batuan tuf yang memiliki kandungan pasir dengan ukuran butir menengah-kasar dan bersifat permeable dengan porositas baik dapat menjadi lapisan akuifer. Lapisan pasir tufaan merupakan lapisan yang berpotensi menjadi akuifer yang memiliki ketebalan kurang lebih 73 m yang dapat menampung cadangan air dan mengalirkannya dalam jumlah yang cukup.

Gambar 2. Penampang 2D lintasan b beserta titik bor SPT

Untuk penampang 2D geolistrik lintasan b juga menunjukan persebaran jenis batuan yang sama. Lapisan tuf ditemukan dari kedalaman 0-2 m, lapisan pasir tufaan ditemukan mulai dari kedalaman 1-45 m dan lapisan lempung tufaan ditemukan dari kedalaman 28 hingga >45 m. Lapisan tuf dominan lebih tebal pada bagian Timur atau TSD-2 dan TSD- 6. Untuk lapisan pasir tufaan yang diduga sebagai lapisan akuifer memiliki ketebalan kurang lebih 44 m, dengan ketebalan yang dinilai dapat menampung cadang air.

Interpretasi geolistrik lintasan a dan b yang disesuaikan dengan data SPT Laboratorium Teknik 1 dan SPT Gedung Kuliah Umum yang ditunjukan oleh Gambar 3dan Gambar 4 berikut.

Gambar 3. Litologi lintasan a dan data bor SPT

Gambar 4. Litologi lintasan b dan data bor SPT

(5)

Berdasarkan data geolistrik resistivity dan data SPT, pada permukaan daerah penelitian terdapat persebaran lapisan tuf dan lapisan lempung. Dimana pada interpretasi geolistrik lintasan a pada kedalaman 0-5 m dan lintasan b 0- 2 m merupakan lapisan tuf, sedangkan data SPT menunjukan keberadaan lapisan lempung dengan kedalaman 0-2 m. Kemudian, pada kedalaman 2-10 m data SPT Laboratorium Teknik 1 menunjukan lapisan lempung berpasir dengan warna putih keabuan dan pada kedalaman 2-4 m data SPT Gedung Kuliah Umum juga menunjukan lapisan yang sama. Untuk kedalaman > 10 m berdasarkan data SPT Laboratorium Teknik 1 dan kedalaman > 4 m berdasarkan data SPT Gedung Kuliah Umum merupakan pasir membatu dengan warna abu-abu keputihan. Lapisan tersebut korelasi dengan data geolistik resistivity, dimana lapisan tersebut diduga sebagai potensi akuifer. .

Potensi Akuifer

Penentuan potensi akuifer pada daerah penelitian juga dipertimbangkan berdasarkan hasil logging sumur bor air yang berada disekitar daerah penelitian. Potensi akuifer pada daerah penelitian berdasarkan data geolistrik, data pendukung SPT dan hasil logging sumur bor air dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6 dibawah ini.

Gambar 5. Penampang potensi akuifer lintasan a

Gambar 6. Penampang potensi akuifer lintasan b

Potensi akuifer pada lintasan a berada pada kedalaman 10 m hingga 76 m, pada lintasan b potensi akuifer berada pada kedalaman 10 m hingga 46 m. Sehingga secara umum, keberadaan akuifer terdapat pada kedalaman 10-46 m dengan ketebalan rata-rata keenam titik sounding 35 m.

Penentuan potensi akuifer berdasarkan data geolistrik yang diperkuat dengan data tambahan berupa data bor SPT dan hasil logging sumur bor air. Karena penentuan litologi pada data geolistrik hanya tafsiran berdasarkan nilai resistivitas yang tidak diketahui litologi real penyusun daerah penelitian secara vertikal, sedangkan data bor SPT merupakan data yang sudah real yang dapat dijadikan acuan data geolistrik namun hanya sampai kedalaman 20 m.

Dan didukung juga dengan adanya data hasil logging sumur bor air. Sebenarnya, berdasarkan data geolistrik pada kedalaman 5 m sudah bisa dikatakan sebagai potensi akuifer, tetapi untuk memperkuat hasil yang didapatkan dilihat juga dari kedua data bor SPT. Dimana belum ditemukan adanya litologi batupasir pada kedalaman tersebut, dan juga hasil logging sumur bor air menunjukan adanya potensi air tanah dangkal pada kedalaman 11-21 m dengan litologi penyusun batupasir halus.

Beberapa sumur air yang dieksploitasi pada daerah penelitian merupakan sumur dengan air tanah dalam, yakni pada kedalaman 60 – 125 m. Berdasarkan tafsiran data geolistrik, pada kedalaman tersebut merupakan litologi

(6)

lempung tufaan. Dimana lempung tufaan merupakan lapisan litologi yang kurang baik untuk dijadikan potensi air tanah. Mengingat kemampuan penyerapan air pada lapisan lempung tufaan lebih kecil dari pada lapisan pasir tufaan.

Apakah lapisan lempung tufaan tetap bisa secara terus menerus dieksploitasi, sedangkan kebutuhan air bersih sangat besar. Namun, kenyataannya pada kedalaman dengan litologi lempung tufaan tetap digunakan sebagai sumber air. Tetapi, jika dilihat dari data hasil logging sumur bor air. Memang terdapat adanya potensi air tanah pada kedalaman 61 – 121 m dengan litologi breksi/butir-butir sedimen yang berukuran besar dan kasar. Potensi akuifer yang didapatkan pada daerah penelitian merupakan akuifer dangkal. Menurut Krussman dan Ridder (1970), berdasarkan kadar kedap air dari batuan yang melingkupi akuifer air tanah pada keadaan ini dapat disebut sebagai akuifer setengah bebas (semi unconfined aquifer).

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan interpretasi data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Persebaran nilai resistivitas dari keenam titik sounding dapat dikorelasikan sehingga diperoleh pemodelan 2D.

Berdasarkan hasil interpretasi, daerah penelitian disusun oleh tiga lapisan yang terdiri dari:

a. Batuan tuf dengan nilai resistivitas 80 hingga

>150 Ωm.

b. Batupasir tufaan dengan nilai resistivitas 20-80 Ωm.

c. Batulempung tufaan dengan nilai resistivitas <20 Ωm.

2. Berdasarkan hasil pemodelan 2D yang diperoleh dari persebaran nilai resistivitas keenam titik sounding, didapatkan persebaran lapisan batupasir tufaan dengan nilai resistivitas 20-80 Ωm yang diduga sebagai zona akuifer. Potensi zona akuifer yang ditemukan pada daerah penelitian merupakan akuifer dangkal. Potensi akuifer pada lintasan a berada pada kedalaman 10-76 m dan potensi akuifer pada lintasan b berada pada kedalaman 10-46 m. Sehingga secara umum, potensi zona akuifer berada pada kedalaman 10-46 m dengan tebal rata-ratadari keenam titik sounding sebesar 35 m.

Conflicts of interest

“There are no conflicts to declare”.

Ucapan Terimakasih

Ucapkan Terimakasih disampaikan kepada Pembimbing, PT.

Batu Raden Konsultan dan PT. Karya Duta Mandiri Sejahtera yang telah memberikan data sekunder.

References

Anonim, 2012. Modul Kuliah Lapangan Geofisika Bayat 2012. Yogyakarta: UPN.

Anonim, 2006. Penyelidikan Potensi Air Tanah, Laporan Akhir. Yogyakarta: Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Bidang Pertambangan Energi.

Corel-Draw-X7, Appl.

Flathe, H., Leibold, W., 1976. The Smooth Sounding Graph A Manual for Field Work in Direct Current Resistivity Sounding. Federal Institute for Geosciences and Natural Resources, Germany.

Hamilton, W.R., 1979. Tectonics of the Indonesian Region.

USA: US Geological Survey Professional Paper.

Hedberg, D., 1976. Inernational Stratigraphic Guige, Internationa Subcommision on Stratigraphic Classification of IUGS, Second Edition, Amos Salvador.

Hendrajaya, Idham. 1990. Geolistrik Tahanan Jenis, Monografi: Metoda Eksplorasi, Bandung: Laboratorium Fisika Bumi, ITB.

Herlambang, A., 1996, Kualitas Airtanah Dangkal di Kabupaten Bekasi, Tesis: Istitut Pertanian Bogor.

IP2WIN, Appl.

Krussman, G.P. and Ridder, N.A. 1970. Analysis and Evaluation of Pumping Test Data. International Institute for Land Reclamation and Improvement, Wageningen.

Lowrie, William., 2007. Fundamentals of Geophysics.

Cambridge: Cambridge University Press.

Loke, M.H., 2004. 2D and 3D Electrical Imaging Surveys.

England: Birmingham University.

(7)

Mangga, S.A., dkk., 1993, Peta Geologi Lembar Tanjung Karang, Sumatera. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Indonesia

Nandi, 2010. Handouts Geologi Lingkungan Materi: Batuan, Mineral, dan Batubara. Bandung: UPI.

PT. Batu Raden Konsultan, “Perencanaan Rekayasa Rinci Bangunan Laboratorium Teknik 1 dan Gedung Kuliah Umum Kampus Institut Teknologi Sumatera”, Lampung Selatan. 2017

PT. Karya Duta Mandiri Sejahtera, “Hasil Logging Sumur Bor Air”, Daerah Way Hui, Jati Agung, Lampung Selatan. SBP- 192.

Rizka dan Satiawan S., 2019. Investigasi Lapisan Akuifer Berdasarkan Data Vertical Electrical Sounding (VES) dan Data Electrical Logging; Studi Kasus Kampus Itera.

Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, Volume 17, Nomor 2, Agustus 2019: 91 – 100.

Rockworks16, Appl.

Suyoso. 2003. Listrik Magnet. Yogyakarta: UNY.

Santoso. 2002. Pengantar Teknik Geofisika. Bandung: ITB Press

Saranga, H. T., As’ari, dan Seni H. J. T. 2016. Deteksi Air Tanah Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Konfigurasi Wnner-Schlumbereger Di Masjid Kampus Universitas Sam Rayulangi dan Sekitarnya.Jurnal MIPA UNSRAT Online.

Setyawan, M.R., Badri, R.M., Singarimbun, Alamta. 2017.

Kajian Awal Pendugaan Akuifer Air Tanah Di Kampus Itera Dengan Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger. Journal of Science and Applicative Technology.

Shiddiqy. 2014. Pemetaan Keberadaan Akuifer menggunakan Metode Resistivitas Konfigurasi Schlumberger di Daerah Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi.

Yogyakarta: UGM.

Soemarto, CD, Ir, B.I.E. Dipl H. 1989. Hidrologi Teknik, PPMT, Malang.

Surfer-11, Appl.

Telford, W.M., Geldart, L.P., and Sheriff, R.E., 1990, Applied Geophysics, 2nd edition. Cambridge University Press, Cambridge.

Todd, K. 1955. Groundwater Flow in Relation to a Flooding Stream. Am. Soc. Civil Eng. Proc., 81 Separate No. 628 Todd, D.K., 1980. Groundwater Hydrology, John Wiley and

Sons, New York.

Prameswari, dkk., 2012. Analisa Resistivitas Batuan dengan Menggunakan Parameter Dar Zarrouk dan Konsep Anisotropi. Jurnal Sains dan Seni ITS (Vol. 1 No. 1, September 2012

Wijaya, A. S. 2015. Aplikasi Metode Geolistrik Resistivitas Konfigurasi Wenner Untuk Menentukan Struktur Tanah di Halaman Belakang SCC ITS Surabaya.Jurnal Fisika Indonesia, 119(55): 1-5.

Gambar

Gambar  1.  Peta  geologi  daerah  penelitian  (Modifikasi  Mangga  dkk.
Table 2. Interpretasi Litologi daerah penelitian
Gambar 3. Litologi lintasan a dan data bor SPT
Gambar 5. Penampang potensi akuifer lintasan a

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang didapatkan dari pengolahan data menggunakan software IPI2WIN+IP merupakan data 1D berupa kurva dan tabel yang berisi informasi tentang nilai

Pada titik sounding 3 yang berada di Dusun Pucung dari kedalaman 15 m hingga 30 m memiliki potensi air tanah yang kecil dengan nilai resistivitas sebesar 8,4

Jika ditinjau dari tata cara eksplorasi pengeboran air tanah yang baik, titik yang layak untuk dilakukan pengeboran adalah titik sounding TM-03 dengan kedalaman pengeboran 100

Berdasarkan hasil pengukuran resistivitas pada lintasan- 1 dengan menggunakan konfigurasi Wenner (Gambar 15), nilai resistivitasnya dapat dilihat pada Tabel 6..