SKRIPSI
2017
PREVALENSI HIPERTENSI PADA PASIEN DENGAN HIPERURISEMIA DAN KARAKTERISTIKNYA DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS
HASANUDDIN MAKASSAR PERIODE JUNI 2016 - JUNI 2017
Oleh:
AHMAD MARWAN BIN MOHD MAHALI C111 14 831
Pembimbing
Dr. dr. FEMI SYAHRIANI, Sp. PD -KR
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2017
i
ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan tugas akhir dalam jenjang preklinik.
Shalawat serta salam senantiasa tercurah atas junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya yang senantiasa istiqamah di jalan Islam.
Dengan rahmat dan petunjuk Yang Maha Kuasa, disertai usaha, doa, serta arahan dan bimbingan dokter pembimbing, maka skripsi yang berjudul
“Prevalensi Hipertensi pada Pasien Dengan Hiperurisemia dan Karakteristiknya di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar Periode Juni 2016-Juni 2017”
dapat terselesaikan.
Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis menemui hambatan- hambatan, tetapi atas izin Allah serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, hambatan tersebut dapat teratasi.
Akhirnya, dengan tulus ikhlas dan rendah hati penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada orang tua tercinta Ayahanda Mohd Mahali dan Ibunda Wan Mazni atas doa, ketulusan, dan kasih sayangnya selama ini, serta kepada saudara atas perhatian, motivasi, dan bantuan selama ini. Ucapan terima kasih penulis aturkan pula kepada:
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, para Pembantu Dekan, staf pengajar, dan tata usaha yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis.
2. Dr. dr. Femi Syahriani, Sp.PD-KR selaku pembimbing atas kesediaan, keikhlasan, dan kesabaran meluangkan waktunya memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis mulai dari penyusunan proposal sampai pada penyusunan skripsi ini.
3. Dr.dr. Hasyim Kasim, Sp.PD, K-GH dan Dr. dr. Fardah Akil, Sp. PD, K- GEH selaku dosen penguji yang telah memberikan kritikan dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi.
vi
4. Staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UH atas arahan, kritikan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
5. Kepala Rumah Sakit Universitas Hasanuddin, staf bagian penelitian atas bantuan dan kesediaan waktunya membantu penulis.
6. Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Universitas Hasanuddin yang telah membantu penulis dalam pengambilan data.
7. Nurmar’atu Thahirah dan Rafidah S Saparina sebagai teman sepebimbingan yang telah memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi.
8. Sahabat-sahabatku atas kebersamaan serta dukungan yang sangat berarti dalam penyelesaian skripsi ini
9. Seluruh pihak yang tidak sempat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi ini.
Akhirnya, penulis dengan penuh rendah diri menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bisa berkontribusi dalam perbaikan upaya kesehatan dan bermanfaat bagi semua pihak.
Makassar, 23 Desember 2017
Penulis
vii
PREVALENSI HIPERTENSI PADA PASIEN DENGAN HIPERURISEMIA DAN KARAKTERISTIKNYA DI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS
HASANUDDIN MAKASSAR PERIODE JUNI 2016 - JUNI 2017
Ahmad Marwan, Femi Syahriani
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar
ABSTRAK
Latar Belakang: Hiperurisemia adalah gangguan metabolisme yang ditandai oleh kelebihan asam urat dalam darah. Asam urat adalah produk akhir dari metabolisme purin pada manusia, konsentrasi serum asam urat yang normal tidak lebih dari 7 mg/dL pada laki-laki dan 6 mg/dL pada perempuan. Berdasarkan data epidemiologi terbaru, hiperurisemia juga disebut sebagai faktor risiko yang penting bagi hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya. Heig dan Johson pada tahun 2006 mendapatkan peningkatan darah pada tikus setelah diberikan uricase inhibitor. Mekanisme yang mendasari terjadinya hipertensi pada percobaan tersebut adalah hiperurisemia menyebabkan vasokontriksi renal akibat penurunan kadar endothelial nitric oxide (NO), meningkatkan produksi renin pada macula densa ginjal, dan mengaktifkan sistem RAA (Renin – Angiotensin – Aldosteron).
Tujuan: Mengetahui prevalensi Hipertensi pada pasien dengan Hiperurisemia dan karakteristiknya di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar periode Juni 2016- Juni 2017.
Metode:Menggunakan desain penelitian deskriptif observasional, melalui penggunaan rekam medik sebagai data penelitian. Pengambilan sampel dengan menggunakan total sampling dengan jumlah sampel sebanyak 202 orang.
Hasil: Prevalensi Hipertensi pada pasien dengan hiperurisemia di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin periode Juni 2016-Juni 2017 adalah sebanyak 202 pasien (41.90%).Dari jumlah tersebut, sebanyak 24 pasien (11.9 %) merupakan hiperurisemia simptomatik sedangkan 178 pasien (88.1 %) merupakan hiperurisemia asimptomatik.
Kesimpulan: Prevalensi hipertensi agak tinggi pada penderita hiperurisemia dan dari jumlah tersebut hanya sekitar sepersepuluh merupakan hiperurisemia simptomatik
Kata Kunci: Hiperurisemia, hipertensi
viii
PREVALENCE OF HYPERTENSION IN PATIENT WITH HYPERURICAEMIA AND THEIR CHARACTERISTICS AT HASANUDDIN UNIVERSITY HOSPITAL MAKASSAR FROM JUNE
2016-JUNE 2017
Ahmad Marwan, Femi Syahriani
Faculty of Medicine, Hasanuddin University, Makassar ABSTRACT
Background: Hyperuricaemia is a metabolic disorder characterized by excess uric acid in the blood. Uric acid is the end product of purine metabolism in humans, normal serum uric acid concentrations is less than 7 mg / dL in males and 6 mg / dL in females. Based on the latest epidemiological data, hyperuricemia is also identified as an important risk factor for hypertension and other cardiovascular diseases. Heig and Johson in 2006 postraited an increase in blood presuure in mice after uricase inhibitor was given. The underlying mechanisms of hypertension in the experiment were hyperuricemia caused renal vasoconstriction and resultis in decreased levels of endothelial nitric oxide (NO), increased production of renin in renal macula densa, and activated RAA (Renin - Angiotensin - Aldosteron) system.
Objective: To determine the prevalence of hypertension in patients with hyperuricemia and their characteristics at Hasanuddin University Hospital Makassar from June 2016- June 2017.
Method: Using descriptive observational research design, by using the medical records as research data. Total sampling technique was applied and 202 samples obtained.
Results: Prevalence of Hypertension in patients with hyperuricemia at Hasanuddin University Hospital June 2016-June 2017 is 202 patients (41.90%) Of these, 24 patients (11.9%) were symptomatic hyperuricemia while 178 patients (88.1%) were asymptomatic hyperuricemia.
Conclusion: The prevalence of hypertension is quite high in people with hyperuricemia and from that amount about one-tenth is symptomatic hyperuricemia
Keyword: Hyperuricaemia, hypertension
ix DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... ix
BAB Ι PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Hperurisemia ... 7
2.1.1 Definisi... 7
2.1.2 Epidemiologi ... 7
2.1.3 Metabolisme Asam Urat ... 8
2.1.4 Etiologi... 10
2.1.5 Hiperurisemia Simptomatik dan Asimptomatik ... 12
2.1.6 Faktor resiko ... 12
2.1.7 Patogenesis... 13
2.2 Hipertensi ... 14
2.2.1 Definisi dan klasifikasi ... 14
2.2.2 Epidemiologi ... 15
2.2.3 Etiologi... 15
2.2.4 Fisiologi Pengaturan Tekanan Darah ... 16
2.2.5 Patofisiologi Hipertensi ... 19
2.2.6 Komplikasi ... 22
2.2.7 Diagnosis ... 22
2.3 Hubungan Hiperurisemia dengan Hipertensi ... 23
BAB ΙΙΙ KERANGKA KONSEPTUAL ... 28
3.1 Dasar Pemikiran ... 28
3.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 28
3.3 Definisi operasional ... 30
BAB ΙV METODE PENELITIAN ... 35
x
4.1 Desain Penelitian ... 35
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 35
4.3Populasi dan Sampel ... 35
4.4 Kriteria Seleksi ... 36
4.5 Jenis data dan Instrumen Penelitian ... 36
4.6 Manajemen Penelitian ... 37
4.7Etika Penelitian ... 37
BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN ... 38
5.1 Hasil Penelitian ... 38
5.2 Analisis Hasil Penelitian ... 38
5.2.1 Prevalensi Hipertensi pada pasien dengan Hiperurisemia di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin periode Juni 2016 – Juni 2017... 38
5.2.2 Karakteristik pasien hiperurisemia dengan hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin periode Juni 2016-Juni 2017 berdasarkan Kategori Hiperurisemia dan Jenis Kelamin ... 40
5.2.3 Karakteristik pasien hiperurisemia dengan hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin periode Juni 2016-Juni 2017 berdasarkan umur ... 43
5.2.4 Karakteristik pasien hiperurisemia dengan hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin periode Juni 2016-Juni 2017 berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) ... 44
5.2.5 Karakteristik pasien hiperurisemia dengan hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin periode Juni 2016-Juni 2017 berdasarkan derajat Hipertensi ... 46
5.2.6 Karakteristik pasien hiperurisemia dengan hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin periode Juni 2016-Juni 2017 berdasarkan penyakit komorbid ... 47
5.2.7 Karakteristik pasien hiperurisemia dengan hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin periode Juni 2016-Juni 2017 berdasarkan lama menderita hipertensi ... 49
BAB VI PEMBAHASAN ... 51
6.1 Prevalensi Hipertensi pada pasien dengan Hiperurisemia di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin periode Juni 2016-Juni 2017 ... 51
6.2 Karakteristik pasien Hiperurisemia dengan Hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin periode Juni 2016- Juni 2017 berdasarkan kategori Hiperurisemia dan Jenis Kelamin ... 52
xi
6.3 Karakteristik pasien Hiperurisemia dengan Hipertensi di Rumah Sakit
Universitas Hasanuddin periode Juni 2016-Juni 2017 berdasarkan Umur ... 55
6.4 Karakteristik pasien Hiperurisemia dengan Hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin periode Juni 2016- Juni 2017 berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) ... 56
6.5 Karakteristik pasien Hiperurisemia dengan Hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin periode Juni 2016-Juni 2017 berdasarkan Stadium Hipertensi ... 58
6.6 Karakteristik pasien Hiperurisemia dengan Hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin periode Juni 2016- Juni 2017 berdasarkan penyakit komorbid ... 59
6.7 Karakteristik pasien Hiperuricemia dengan Hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin periode Juni 2016-Juni 2017 berdasarkan lama menderita hipertensi ... 61
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 63
7.1 Kesimpulan ... 63
7.2 Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 65
xii
DAFTAR TABEL
TABEL 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7
TABEL 5.1 Prevalensi Hipertensi pada pasien dengan hiperurisemia TABEL 5.2(a) Distribusi pasien Hiperurisemia dengan hipertensi
berdasrkan kategori hiperurisemia
TABEL 5.2(b) Distribusi pasien hiperurisemia asimptomatik/simptomatik dengan Hipertensi berdasarkan jenis kelamin
TABEL 5.3 Distribusi pasien Hiperurisemia dengan hipertensi berdasarkan umur
TABEL 5.4 Distribusi pasien hiperurisemia dengan hipertensi berdasarkan IMT
TABEL 5.5 Distribusi pasien hiperurisemia dengan hipertensi berdasarkan derajat hipertensi
TABEL 5.6 Distribusi pasien hiperurisemia dengan hipertensi berdasarkan komorbid
TABEL 5.7 Distribusi pasien hiperurisemia dengan hipertensi berdasarkan lama menderita hipertensi
xiii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 2.1 Sisntesis Asam Urat
GAMBAR 2.2 Mekanisme pengaturan tekan darah
GAMBAR 2.3 Mekanisme hiperurisemia menyebabkan hipertensi GAMBAR 3.1 Kerangka konsep penelitian
GAMBAR 5.1 Prevalensi Hipertensi pada pasien dengan hiperurisemia GAMBAR 5.2(a) Distribusi pasien Hiperurisemia dengan hipertensi
berdasrkan kategori hiperurisemia
GAMBAR 5.2(b) Distribusi pasien hiperurisemia asimptomatik/simptomatik dengan Hipertensi berdasarkan jenis kelamin
GAMBAR 5.3 Distribusi pasien Hiperurisemia dengan hipertensi berdasarkan umur
GAMBAR 5.4 Distribusi pasien hiperurisemia dengan hipertensi berdasarkan IMT
GAMBAR 5.5 Distribusi pasien hiperurisemia dengan hipertensi berdasarkan derajat hipertensi
GAMBAR 5.6 Distribusi pasien hiperurisemia dengan hipertensi berdasarkan komorbid
GAMBAR 5.7 Distribusi pasien hiperurisemia dengan hipertensi berdasarkan lama menderita hipertensi
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Riwayat hidup penulis
LAMPIRAN 2 Surat Rekomendasi Persetujuan Etik dari Komisi Etik Penelitian kesehatan FK UNHAS
LAMPIRAN 3 Surat Permohonan Izin Penelitian Dari Dekan FK UNHAS
LAMPIRAN 4 Surat Permohonan Pengambilan data dari Dekan FK UNHAS
LAMPIRAN 5 Surat Keterangan telah meneliti dari Rumah Sakit Universitas Hasanuddin
LAMPIRAN 6 Daftar pasien Hiperurisemia dengan Hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin
1 BAB Ι PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Asam urat merupakan asam lemah yang didistribusikan melalui cairan ekstraselular yang disebut ekstraseluler yang disebut sodium urat. Jumlah asam urat dalam darah dipengaruhi oleh intake purin, biosintesis asam urat dalam tubuh, dan banyaknya ekskresi asam urat (Kutzing & Firestein, 2008).
Hiperurisemia adalah gangguan metabolisme yang ditandai oleh kelebihan asam urat dalam darah. Asam urat adalah produk akhir dari metabolisme purin pada manusia, konsentrasi serum asam urat yang tidak lebih dari 7 mg/dL pada laki-laki dan 6 mg/dL pada perempuan (Kim et al, 2010; Peixoto et al, 2001;
Putra, 2006; Lamb et al, 2006).
Penelitian di Chitwan Nepal, melaporkan bahwa prevalensi hiperurisemia pada ras Mongolia sebesar 24,50%, sedangkan pada non Mongolia sebesar 21,06%, lebih umum pada laki-laki daripada perempuan (Kumar et al, 2010;
Nakanishi et al, 2000).
Pada penelitian hiperurisemia di rumah sakit ditemukan angka prevalensi yang lebih tinggi, yaitu antara 17-28% akibat pengaruh penyakit dan obat-obatan yang diminum penderita. Prevalensi hiperurisemia di Ubud (12%), di Pulau Ceningan (17%), di Kota Denpasar (18,2%) sedangkan prevalensi hiperurisemia pada penduduk di Jawa Tengah adalah sebesar 24,3% pada laki-laki dan 11,7%
pada perempuan (Hensen, 2007).
2
Berdasarkan data epidemiologi terbaru, hiperurisemia juga disebut sebagai faktor risiko yang penting bagi hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya (Niskanen et al., 2004; Heinig and Johnson, 2006; Feig et al., 2008). Namun, peranan asam urat sebagai faktor risiko kausal penyakit kardiovaskuler masih kontroversial. Studi yang dilakukan oleh Culleton et al (2006) pada The Framingham Heart Study menunjukkan asam urat tidak mempunyai peranan kausal pada perkembangan penyakit jantung koroner, kematian akibat penyakit kardiovaskuler ataupun kematian akibat sebab apapun. Di sisi lain, beberapa studi justru menunjukkan bahwa hiperurisemia berperan penting pada terjadinya morbiditas kardiovaskuler di populasi umum, pasien hipertensi, DM tipe 2, dan pasien penyakit jantung serta vaskuler (Lehto et al.,1998; Verdecchia et al.,2000;
Niskanen et al.,2006).
Hipertensi merupakan keadaan tekanan darah di pembuluh darah yang meningkat dalam jangka waktu lama. Hipertensi bertanggungjawab atas 45%
kematian pada penyakit iskemik jantung dan 51% kematian pada stroke.
Berdasarkan data yang dikumpulkan WHO pada tahun 2008 didapatkan sekitar 40% dari orang dewasa di seluruh dunia yang berumur lebih dari 25 tahun telah di diagnosa dengan hipertensi. Prevalensi hipertensi tertinggi ditemukan di regio Afrika sebesar 46% pada penderita dengan umur lebih dari 25 tahun dan terendah di Amerika dengan prevalensi 35%. Sedangkan di regio Asia Timur-Selatan, prevalensi penderita hipertensi mencapai 37% (WHO, 2013). Data yang diperoleh dari Framingham Heart Study menunjukkan bahwa 90 persen dari orang yang berusia 55 tahun akan mengalami hipertensi pada waktu hidup mereka (Lilly, 2011).
3
Sampai saat ini, hipertensi juga masih merupakan tentangan besar di Indonesia. Hipertensi merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi yaitu sebesar 25.8%. Manakala di Sulawesi Selatan, prevalensi hipertensi yang didapatkan melalui pengukuran umur ≥ 18 tahun sebesar 28.1 persen, tertinggi di Enrekang (31.3%), diikuti Bulukumba (30.8%), Sinjai (30.4%) dan Gowa (29.2%). Prevalensi yang didapat melalui kuesioner yang didiagnosis tenaga kesehatan sebesar 10.3 persen, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 0.5 persen, sehingga ada 0.2 persen yang minum obat sendiri. (Riskesdas 2013)
Keadaan ini menimbulkan suatu kebimbangan yang besar dalam kesehatan sosial karena hipertensi merupakan salah satu faktor resiko mayor terjadinya penyakit jantung koroner (PJK), stroke, gagal jantung, penyakit ginjal dan penyakit pembuluh darah perifer. Apa yang mengejutkan, lebih dari dua per tiga orang yang mengalami hipertensi adalah mereka yang sama ada tidak menyedari kenaikan tekanan darah ataupun tidak diterapi secara adekuat untuk meminimalkan resiko kardiovaskuler. Bahkan, disebabkan peningkatan tekanan darah selalunya bersifat asimptomatis sehingga terjadinya serangan kardiovaskuler yang akut,skrining untuk hipertensi adalah sangat penting sebagai satu bentuk preventif (Lilly, 2011)
Korelasi antara hiperurisemia dengan hipertensi menjadi semakin meyakinkan melalui studi eksperimental dengan hewan coba tikus yang dilakukan oleh Heinig dan Johnson pada tahun 2006. Percobaan tersebut menunjukkan adanya peningkatan tekanan darah tikus, 3 – 5 minggu setelah kadar asam urat mereka ditingkatkan melalui pemberian oxonic acid. Oxonic acid merupakan
4
suatu inhibitor uricase yang bertugas menghambat kerja enzim uricase. Sedangkan cara kerja enzim uricase adalah mengubah asam urat menjadi allantoin yang lebih larut dan dapat diekskresi lewat urine. Mekanisme yang mendasari terjadinya hipertensi pada percobaan tersebut adalah hiperurisemia menyebabkan vasokontriksi renal akibat penurunan kadar endothelial nitric oxide (NO), meningkatkan produksi renin pada macula densa ginjal, dan mengaktifkan sistem RAA (Renin – Angiotensin – Aldosteron).
Berdasarkan latar belakang masalah yang disebutkan di atas diketahui bahwa pern hiperurisemia sebagai faktor resiko hipertensi dan penyakit kardiovaskuler masih merupakan kontroversi. Oleh itu, timbul ide dari penulis untuk meneliti “Prevalensi Hipertensi Pada Pasien Dengan Hiperurisemia dan Karakteristiknya di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin periode Juni 2016 hingga Juni 2017”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang ingin diangkat oleh penulis yaitu:
1. Berapa prevalensi hipertensi pada pasien dengan hiperurisemia di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Kota Makassar periode juni 2016-2017?
2. Bagaimana karakteristik pasien hipertensi dengan hiperurisemia di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Kota Makassar pada periode tersebut?
1.3 Tujuan Penelitian a) Tujuan Umum
5
Untuk memperoleh informasi mengenai prevalensi hipertensi pada pasien dengan hiperurisemia serta karakteristik penderita tersebut di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Kota Makassar pada Juni 2016 hingga Juni 2017
b) Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui distribusi prevalensi Hipertensi pada pasien dengan Hiperurisemia di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar periode Juni 2016- Juni 2017
2. Untuk mengetahui distribusi pasien Hiperurisemia dengan Hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar periode Juni 2016- Juni 2017 berdasarkan kategori Hiperurisemia.
3. Untuk mengetahui distribusi pasien Hiperurisemia dengan Hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar periode Juni 2016- Juni 2017 berdasarkan Jenis Kelamin
4. Untuk mengetahui distribusi pasien Hiperurisemia dengan Hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar periode Juni 2016- Juni 2017 berdasarkan umur
5. Untuk mengetahui distribusi pasien Hiperurisemia dengan Hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar periode Juni 2016- Juni 2017 berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT).
6. Untuk mengetahui distribusi pasien Hiperurisemia dengan Hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar periode Juni 2016- Juni 2017 berdasarkan Derajat Hipertensi.
6
7. Untuk mengetahui distribusi pasien Hiperurisemia dengan Hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar periode Juni 2016- Juni 2017 berdasarkan Komorbiditas.
8. Untuk mengetahui distribusi pasien Hiperurisemia dengan Hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar periode Juni 2016- Juni 2017 berdasarkan lama menderita hipertensi.
1.4 Manfaat Penelitian a) Manfaat teoritis
Sebagai bahan untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai Hipertensi dan hiperurusemia sebagai kesempatan untuk menerakan ilmu yang diperoleh sepanjang kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
b) Manfaat Klinik
Memberikan informasi berupa fakta-fakta yang berkenaan dengan angka kejadian hipertensi pada pasien dengan hiperurisemia di Rumah Sakit Universits
Hasanuddin Makassar periode Juni 2016-Juni 2017.
c) Manfaat Metodologis
Sebagai sumber data untuk penilaian berikutnya serta dijadikan sebagai
pendorong bagi pihak yang berkepentingan untuk melakukan penelitian lanjut.
7 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hperurisemia
2.1.1 Definisi
Hiperurisemia didefinisikan sebagai kadar AU serum lebih dari 7 mg/dL pada laki-laki dan lebih dari 6 mg/dL pada wanita. Hiperurisemia yang lama dapat merusak sendi, jaringan lunak dan ginjal. Hiperurisemia bisa juga tidak menampakkan gejala klinis/ asimptomatis. Dua pertiga dari hiperurisemia tidak menampakkan gejala klinis. Hiperurisemia terjadi akibat peningkatan produksi asam urat atau penurunan ekskresi atau sering merupakan kombinasi keduanya. Hiperurisemia akibat peningkatan produksi hanya sebagian kecil dari pasien dengan hiperurisemia itupun biasanya disebabkan oleh proses eksogen yakni diet tinggi purin ataupun proses endogen yakni pemecahan asam nukleat yang berlebihan (Lamb dkk, 2006; Signh dkk, 2010).
2.1.2 Epidemiologi
Pada penelitian hiperurisemia di rumah sakit ditemukan angka prevalensi yaitu 17-28% akibat pengaruh penyakit dan obat-obatan yang diminum penderita. Prevalensi hiperurisemia di Ubud (12%), di Pulau Ceningan (17%), di Kota Denpasar (18.2%) sedangkan prevalensi hiperurisemia pada penduduk di Jawa Tengah adalah sebesar 24.3% pada laki-laki dan 11.7% pada perempuan (Hansen, 2007)
8 2.1.3 Metabolisme Asam Urat
Hasil akhir dari metabolisme purin adalah asam urat. Proses pembentukan asam urat sebagian besar berasal dari metabolisme nukleotida purin endogen, guanylic acid (GMP), inosinic acid (IMP), dan adenylic acid (AMP). Perubahan intermediate hypoxanthine dan guanine menjadi xanthine dikatalisis oleh enzim xanthine oxidase dengan produk akhir asam urat (Gambar 2). Asam urat merupakan produk yang tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut. Hanya 5% asam urat yang terikat plasma dan sisanya akan difiltrasi secara bebas oleh glomerulus. Dari semua asam urat yang difiltrasi, 99% akan direabsorpsi oleh tubulus proksimal.
Kemudian 7-10% fraksi asam urat akan disekresi oleh tubulus distal (Vedercchia et al., 2000; Dincer et al., 2002; Berry et al., 2004).
Kadar asam urat manusia dan beberapa primata seperti simpanse memiliki rentang yang luas (2 mg/dl sampai 12 mg/dl) dan lebih tinggi dari mamalia lain. Hal itu disebabkan oleh mutasi gen pengode uricase, suatu enzim hepar yang berfungsi mengubah asam urat menjadi allantoin yang lebih larut dan dapat diekskresi lewat urine. Ketiadaan enzim tersebut menyebabkan hampir 100% asam urat yang difiltrasi di glomerulus akan mengalami reabsorpsi dan sekresi pada tubulus proksimal ginjal. Proses tersebut dimediasi oleh urate exchanger dan voltage sensitive urate channel (Dincer et al., 2002; Johnson et al., 2003; Hediger et al., 2005;Hernig and Johnson, 2006).
9
Hiperurisemia terjadi bila kadar asam urat melebihi daya larutnya dalam plasma yaitu 6,7 mg/dl pada suhu 37°C. Kondisi ini dapat disebabkan karena ketidakseimbangan antara produksi yang berlebihan, penurunan ekskresi atau gabungan keduanya. Produksi yang berlebihan terjadi pada keadaan diet tinggi purin, alkoholisme, turn over nukleotida yang meningkat, obesitas, dan dislipidemia. Sedangkan penurunan ekskresi asam urat terjadi pada penyakit ginjal, hipertensi,penggunaan diuretik, resistensi insulin, dan kadar estrogen yang rendah (Johnson et al., 2003; Berry et al., 2004; Hediger et al., 2005).
Gambar 2.1 Sintesis Asam Urat
10 2.1.4 Etiologi
Hiperurisemia disebabkan oleh dua faktor utama yaitu peningkatan produksi asam urat dan penurunan ekskresi asam urat atau sering merupakan kombinasi keduanya. (Misnadiarly, 2008)
Peningkatan produksi asam urat dalam tubuh disebabkan karena sintesis atau pembentukan asam urat yang berlebihan. Produksi asam urat yang berlebihan dapat disebabkan oleh diet tinggi purin atau leukemia asam urat melalui ginjal yang kurang (gout renal), gout ranal primer disebabkan karena ekskresi asam urat di tubuli distal ginjal yang sehat dan gout renal sekunder disebabkan ginjal yang rusak, misalnya pada glomerulnefritis kronis, kerusakan ginjal kronis (chronic renal failure).
(Firestein, 2009)
Secara teori, penyebab hiperurisemia dapat dibedakan menjadi hiperurisemia primer, sekunder dan idiopatik. Hiperurisemia primer adalah hiperurisemia tanpa disebabkan penyebab atau penyakit tertentu.
Hiperurisemia sekunder adalah hiperurisemia yang disebabkan oleh penyakit atau penyebab lainnya. Hiperurisemia idiopatik merupakan hiperurisemia yang belum jelas penyebabnya (Putra, 2009 ).
a) Hiperurisemia primer
Hiperurisemia primer terdiri dari hiperurisemia dengan kelainan molekuler yang masih belum jelas dan hiperurisemia karena adanya kelainan enzim spesifik. Hiperurisemia primer kelainan molekuler yang belum jelas terbanyak didapat yaitu mencapai 90% yang terdiri dari hiperurisemia undrexretion (80-90%) dan kerena overproduction (10-20%).
11
Hiperurisemia primer karena enzim spesifik diperkirakan hanya sebesar satu persen, yaitu peningkatan aktivitas varian dari phosphoribosylpyrophosphatse synthase dan sebagain enzim dari hypoxanthine phosphoribosyltransferse. Hiperurisemia karena faktor genetik dan menyebabkan gangguan pengeluaran asam urat sehingga menyebabkan hiperurisemia. Kelainan yang menyababkan gangguan pada pengeluaran asam urat di urin belum jelas, kemungkinan gangguan pada sekresi asam urat di tubulus ginjal (Putra, 2012).
b) Hiperurisemia sekunder
Hiperuresemia sekunder dibagi menjadi kelompok, yaitu kelainan yang menyebabkan peningkatan biosintesa de nevo, yaitu kelainan yang menyebabkan peningkatan degradasi ATP atau pemecahan asam nukleat dan kelainan menyebabkan underexretion. Hiperurisemia sekunder karena peningkatan biosistesis de nevo terdiri dari kelainan karena kekurangan menyeluruh enzim HPRT pada Lesh-Nyhan syndrome, kekurangan enzim glucosa-6-phosphatsen pada Von Gierkee, dan kelainan kekurangan enzim fructose-1-phosphate aldolase (Putra, 2012).
Hiperurisemia sekunder yang disebabkan oleh underexretion dikelompokan dalam beberapa kelompok yaitu karena penurunan masa ginjal, penurunan filtrasi glomerulus, penurunan fructional uric acid clearance dan pemakaian obat-obatan (Putra, 2012).
12
2.1.5 Hiperurisemia Simptomatik dan Asimptomatik
Hiperurisemia asimptomatik merupakan suatu keadaan dimana konsentrasi asam urat serum meningkat namun tidak memberikan gejala mahupun deposisi daripada kristal urat. Hiperurisemia merupaka suatu bagian dari pemeriksaan laboratorium dan bukanlah suatu penyakit.
Walaupun gout dapat terjadi pada penderita hiperurisemia pada titik tertentu, namun lebih daripada dua pertiga penderita hiperurisemia adalah asimptomatik.
Hiperurisemia tidak selalu sinonim dengan gout. Walaupun hiperurisemia merupakan faktor predisposisi dari penyakit tersebut, kadar asam urat yang tinggi tidak selalu menyebabkan gout bahkan hanya satu dari sepuluh penderita hiperurisemia memberikan manifestasi gout. Hal ini karena kemampuan untuk membentuk kristal dan/atau respon inflamasi tubuh terhadap kristal yang berbeda dari setiap orang dipercayai memainkan peran yang penting terhadap perkembangan gout (Sing dkk, 2010)
2.1.6 Faktor resiko
Faktor risiko hiperurisemia diantaranya:
1. Usia
Hiperurisemia juga berhubungan dengan usia, prevalensi hiperurisemia meningkat di atas usia 30 tahun pada pria dan di atas usia 50 tahun pada wanita. Hal ini disebabkan oleh karena terjadi proses degeneratif yang menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Penurunan fungsi ginjal akan
13
menghambat eksresi dari asam urat dan akhirnya menyebabkan hiperurisemia (Liu et al, 2011).
Pada anak-anak jarang menderita hiperurisemia, jika anak-anak terserang hiperurisemia, kemungkinan ada penyakit lain yang menyebabkan kadar asam urat tinggi, seperti gangguan hormon, penyakit ginjal, kanker darah ataupun faktor keturunan. (Utami,2004).
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga mempengaruhi kadar asam urat. Prevalensi pria lebih tinggi daripada wanita untuk mengalami hiperurisemia. Hal ini dikarenakan wanita memiliki hormon estrogen yang membantu dalam eksresi asam urat. Hal ini menjelaskan mengapa wanita pada post- menopause memiliki resiko hiperurisemia (Mc Adam-De Maro et al, 2013).
3. Indeks Massa Tubuh
Obesitas memiliki peran dalam terjadinya hiperurisemia. Pada orang yang mengalami obesitas, akan terjadi penumpukan adipose yang akhirnya akan menyebabkan peningkatan produksi asam urat dan penurunan eksresi asam urat (Lee et al, 2013).
2.1.7 Patogenesis
Asam urat sendiri merupakan hasil akhir dari metabolisme purin.
Proses pembentukan asam urat sebagian besar berasal dari metabolisme nukleotida purin endogen, guanylic acid (GMP), inosinic acid (IMP), dan adenylic acid (AMP). Perubahan intermediate hypoxanthine dan guanine menjadi xanthine dikatalisis oleh enzim xanthine oxidase dengan produk
14
akhir asam urat. Asam urat merupakan produk yang tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut. (Vedercchia et al., 2000; Dincer et al., 2002;
Berry et al., 2004).
Pada keadaan normal senyawa ini akan mengalir dalam darah dan dibawa ke ginjal untuk diekskresikan melalui urin. Namun asam urat ini bersifat sukar larut dalam air sehingga senyawa ini dapat menumpuk di berbagai tempat dalam tubuh seperti di sendi ataupun di ginjal bila kadarnya berlebih.(Murray dkk, 2006)
2.2 Hipertensi
2.2.1 Definisi dan klasifikasi
Tekanan darah bervariasi pada populasi dan cenderung untuk meningkat sesuai bertambahnya usia. Resiko terjadinya komplikasi vaskuler meningkat dengn progresif dan berbanding lurus dengan kenaikan tekanan darah sehingga menentukan tahapan dari hipertensi masih diperdebatkan. Kriteria semasa yang mendukung hipertensi adalah seperti tabel di bawah (tabel 1), yang diperkenalkan dalam JNC 7 (Seventh Report of The Joint Committee on Prevention, Detection, Evluation, and treatment of High Blood Pressure).
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7 (diambil dari The Seventh Report of The Joint Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure)
15 2.2.2 Epidemiologi
Hipertensi bertanggungjawab atas 45% kematian pada penyakit iskemik jantung dan 51% kematian pada stroke. Berdasarkan data yang dikumpulkan WHO pada tahun 2008 didapatkan sekitar 40% dari orang dewasa di seluruh dunia yang berumur lebih dari 25 tahun telah di diagnosa dengan hipertensi. Prevalensi hipertensi tertinggi ditemukan di regio Afrika sebesar 46% pada penderita dengan umur lebih dari 25 tahun dan terendah di Amerika dengan prevalensi 35%. Sedangkan di regio Asia Timur-Selatan, prevalensi penderita hipertensi mencapai 37% (WHO, 2013).
Sampai saat ini, hipertensi juga masih merupakan tentangan besar di Indonesia. Hipertensi merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi yaitu sebesar 25.8%. Manakala di Sulawesi Selatan, prevalensi hipertensi yang didapatkan melalui pengukuran umur ≥ 18 tahun sebesar 28.1 persen, tertinggi di Enrekang (31.3%), diikuti Bulukumba (30.8%), Sinjai (30.4%) dan Gowa (29.2%) (Riskesdes, 2013)
2.2.3 Etiologi
a. Hipertensi Primer atau Essensial
Hipertensi jenis ini penyebabnya tidak diketahui dan mencakup 95% kasus hipertensi (Siregar, 2003). Menurut Yogiantoro (2006), hipertensi esensial merupakan penyakit multifaktorial yang timbul akibat interaksi beberapa faktor risiko. Beberapa faktor risiko tersebut antara lain adalah:
16
Pola hidup seperti merokok, asupan garam berlebih, obesitas, aktivitas fisik, dan stres.
Faktor genetis dan usia
Sistem saraf simpatis : tonus simpatis dan variasi diurnal.
Ketidakseimbangan antara modulator vasokontriksi dan vasodilatasi.
Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan dalam sistem renin, angiotensin,dan aldosteron.
b. Hipertensi Sekunder
Merupakan suatu keadaan dimana peningkatan tekanan darah yang terjadi disebabkan oleh penyakit tertentu. Hipertensi jenis ini mencakup 5% kasus hipertensi. Beberapa penyebab hipertensi sekunder antara lain penyakit ginjal seperti glomerulonefritis akut, nefritis kronis, kelainan renovaskuler, dan Sindrom Gordon; penyakit endokrin seperti feokromositoma, Sindrom Conn, dan hipertiroid; serta kelainan neurologi seperti tumor otak (Joesoef dan Setianto, 2003)
2.2.4 Fisiologi Pengaturan Tekanan Darah
Tekanan darah arteri rata-rata adalah gaya utama untuk mendorong darah ke jaringan. Tekanan tersebut harus diatur secara ketat dengan tujuan: 1) dihasilkan gaya dorong yang cukup sehingga otak dn jaringan lain menerima asupan darah yang adekuat, dan 2) tidak terjadi tekanan yang terlalu tinggi yang dapat memperberat kerja jantung dan meningkatkan resiko kerusakan pembuluh darah. Pengaturan tekanan darah melibatkan integrasi berbagai sistem sirkulasi dan sistem tubuh lain
17
(Gambar 2.2). Perubahan setiap faktor tersebut akan mengubah tekanan darah kecuali perubahan kempensatorik pada variabel lain sehingga tekanan darah konstan (Sherwood,2011).
Berdasarkan bagan tersebut diketahui bahwa tekanan darah sangat tergantung pada curah jantung (cardiac output) dan resistensi perifer.
Menurut Wilson and Price (2006), besar tekanan darah juga dapat dihitung dengan rumus:
Tekanan darah = Curahjantung x resistensi perifer total
Dan curah jantung adalah hasil isi sekuncup dikali denyut jantung sehingga memberikan rumus:
Curah jantung = Isi sekuncup x denyut jantung
Isi sekuncup ditentukan oleh 1) Kontraktilitas dari jantung, 2) Aliran balik vena (preload), dan 3) resistensi ditahan oleh ventrikel kiri untuk mengeluarkan darah ke aorta (afterload). Sekurang-kurangnya, empat sistem bertanggungjawab untuk meregulasi tekanan darah yaitu 1) jantung, yang mensuplai tekanan untuk memompa darah 2) pembuluh darah, yang menentukan resistensi sistemik 3) ginjal, yang mengatur volume intravaskuler dan 4) hormon, yang mengatur tiga sistem yang telah disebutkan (Lilly, 2011)
Satu mekanisme umpan balik yang sangat berperan dalam pengaturan tekanan darah adalah refleks baroreseptor. Refleks ini dimediasi oleh reseptor yang terletak pada dinding arcus aorta dan sinus caroticus. Baroreseptor ini mendeteksi sebarang perubahan pada tekanan
18
darah melalui sensasi regangan dan deformasi dari arteri. Sekiranya terjadi kenaikan tekanan darah, baroreseptor terstimulasi sehingga meningkatkan transmisi dari impul ke sistem saraf pusat. Sinyal umpan balik negatif kemudin dikirim kembali ke sistem sirkulasi sehingga tekanan darah kembali ke normal (Lilly, 2011)
Contoh kerja reflek baroreseptor adalah peningkatan tekanan darah setelah berolahraga. Hal tersebut akan mempercepat pembentukan potensial aksi di neuron aferen sinus caroticus dan baroreseptor lengkung aorta. Melalui peningkatan kecepatan pembentukan potensial aksi tersebut, pusat kontrol kardiovaskuler mengurangi aktivitas simpatis dan meningkatkan aktivitas parasimpatis. Sinyal-sinyal eferen tersebut akan menurunkan kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup, merangsang vasodilatasi arteriol dan vena sehingga curah jantung dan resistensi perifer turun. Hasil akhirnya
Gambar 2.2 Mekanisme Pengaturan Tekanan darah
19
adalah tekanan darah kembali normal. Namun pada hipertensi, baroreseptor tidak berespon mengembalikan tekanan darah ke tingkat normal karena mereka telah beradaptasi untuk bekerja pada tingkat yang lebih tinggi (Sherwood, 2001).
2.2.5 Patofisiologi Hipertensi
Mengenai patofisiologi hipertensi masih banyak terdapat ketidakpastian. Sebagian kecil pasien (2% - 5%) menderita penyakit ginjal atau adrenal sebagai penyebab meningkatnya tekanan darah. Pada sisanya tidak dijumpai penyebabnya dan keadaan ini disebut hipertensi esensial.
Beberapa mekanisme fisiologis terlibat dalam mempertahankan tekanan darah yang normal, dan gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hipertensi esensial. Faktor yang telah banyak diteliti ialah : asupan garam, obesitas, resistensi terhadap insulin, sistem renin-angiotensin dan sistem saraf simpatis (Lumbantobing, 2008)
Beberapa mekanisme fisiologis terlibat dalam mempertahankan tekanan darah yang normal, dan gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hipertensi esensial. Faktor yang telah banyak diteliti ialah : asupan garam, obesitas, resistensi terhadap insulin, sistem renin-angiotensin dan sistem saraf simpatis (Lumbantobing, 2008).
Terjadinya hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut :
1. Curah jantung dan tahanan perifer
20
Mempertahankan tekanan darah yang normal bergantung kepada keseimbangan antara curah jantung dan tahanan vaskular perifer. Sebagian terbesar pasien dengan hipertensi esensial mempunyai curah jantung yang normal, namun tahanan perifernya meningkat. Tahanan perifer ditentukan bukan oleh arteri yang besar atau kapiler, melainkan oleh arteriola kecil, yang dindingnya mengandung sel otot polos. Kontraksi sel otot polos diduga berkaitan dengan peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler (Lumbantobing, 2008).
Kontriksi otot polos berlangsung lama diduga menginduksi perubahan sruktural dengan penebalan dinding pembuluh darah arteriola, mungkin dimediasi oleh angiotensin, dan dapat mengakibatkan peningkatan tahanan perifer yang irreversible. Pada hipertensi yang sangat dini, tahanan perifer tidak meningkat dan peningkatan tekanan darah disebabkan oleh meningkatnya curah jantung, yang berkaitan dengan overaktivitas simpatis. Peningkatan tahanan peifer yang terjadi kemungkinan merupakan kompensasi untuk mencegah agar peningkatan tekanan tidak disebarluaskan ke jaringan pembuluh darah kapiler, yang akan dapat mengganggu homeostasis sel secara substansial (Lumbantobing, 2008).
2. Sistem renin-angiotensin
Sistem renin-angiotensin mungkin merupakan sistem endokrin yang paling penting dalam mengontrol tekanan darah. Renin disekresi dari aparat juxtaglomerular ginjal sebagai jawaban terhadap kurang perfusi glomerular
21
atau kurang asupan garam. Ia juga dilepas sebagai jawaban terhadap stimulasi dan sistem saraf simpatis (Lumbantobing, 2008).
Renin bertanggung jawab mengkonversi substrat renin (angiotensinogen) menjadi angotensin II di paru-paru oleh angiotensin converting enzyme (ACE). Angiotensin II merupakan vasokontriktor yang kuat dan mengakibatkan peningkatan tekanan darah (Lumbantobing, 2008).
3. Sistem saraf otonom
Stimulasi sistem saraf otonom dapat menyebabkan konstriksi arteriola dan dilatasi arteriola. Jadi sistem saraf otonom mempunyai peranan yang penting dalam mempertahankan tekanan darah yang normal. Ia juga mempunyai peranan penting dalam memediasi perubahan yang berlangsung singkat pada tekanan darah sebagai jawaban terhadap stres dan kerja fisik (Lumbantobing, 2008).
4. Peptida atrium natriuretik (atrial natriuretic peptide/ANP)
ANP merupakan hormon yang diproduksi oleh atrium jantung sebagai jawaban terhadap peningkatan volum darah. Efeknya ialah meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal, jadi sebagai semacam diuretik alamiah.
Gangguan pada sistem ini dapat mengakibatkan retensi cairan dan hipertensi (Lumbantobing, 2008).
22 2.2.6 Komplikasi
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ yang umum ditemui pada pasien hipertensi adalah:
1) Jantung seperti LVH (left ventricel hypertrophy), angina atau infark miokard, dan gagal jantung.
2) Otak seperti stroke atau transcient ischemic attack
3) Penyakit ginjal kronis 4) Penyakit arteri perifer 5) Retinopati
Kerusakan organ target akan memperburuk prognosis pasien hipertensi.
Tingginya angka morbiditas dan mortalitas hipertensiterutama disebabkan oleh timbulnya penyakit kardiovaskuler (Yogiantoro, 2006).
2.2.7 Diagnosis
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran. Diagnosis baru dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang berbeda kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis. Penegakkan diagnosis hipertensi adalah dengan melakukan anamnese terhadap keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang (Mansjoer et al., 2000; Yogiantoro, 2006)
23
Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah setelah pasien beristirahat 5 menit. Posisi pasien adalah duduk bersandar dengan kaki di lantai dan lengan setinggi jantung. Ukuran dan letak manset serta stetoskop harus benar. Ukuran manset standar untuk orang dewasa adalah panjang 12-13 cm dan lebar 35 cm. Penentuan sistolik dan diastolik dengan menggunakan Korotkoff fase I dan V. Pengukuran dilakukan dua kali dengan jeda 1-5 menit.
Pengukuran tambahan dilakukan jika hasil kedua pengukuran sangat berbeda. Konfirmasi pengukuran pada lengan kontralateral dilakukan pada kunjungan pertama dan jika didapatkan kenaikan tekanan darah (Yogiantoro, 2006).
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan antara lain tes darah rutin, glukosa darah (sebaiknya puasa), koleterol total serum, kolesterol LDL dan HDL serum, trigliserida serum (puasa), asam urat serum, kreatinin serum, kalium serum, Hb dan Hct, urinalisis, dan EKG (Yogiantoro, 2006).
2.3 Hubungan Hiperurisemia dengan Hipertensi
Hiperurisemia saat ini sering dihubungkan dengan penyakit kardiovaskuler dan sering didapatkan pada penderita hipertensi, penyakit ginjal dan sindrom metabolik. Pada tahun 1800-an, Sir Alfred Garrod membuktikan bahwa gout berhubungan dengan peningkatan kadar asam urat dalam darah. Tidak lama kemudian, Frederick Akbar Mohamed, orang yang pertama kali meneliti tentang hipertensi esensial menyebutkan bahwa hipertensi sering berhubungan dengan
24
gout. Peneliti lain seperti Alexander Haig dan Nathan Smith Davis juga meneliti hubungan hipertensi dengan hiperurisemia. Bahkan pada tahun 1897, dalam surat presidensialnya kepada American Medical Association, ia menulis bahwa tekanan darah arteri yang tinggi pada gout disebabkan oleh asam urat atau substansi toksik lainnya di dalam darah yang meningkatkan tonus pembuluh darah arteriol ginjal (Heinig and Johnson, 2006; Feig et al., 2008)
Heinig dan Johnson melakukan studi eksperimental pada tikus untuk mengetahui hubungan hiperurisemia dan hipertensi. Pada studi tersebut, tikus diberi oxonic acid, suatu inhibitor uricase. Ketika uricase dihambat, asam urat tidak dapat diubah menjadi allantoin yang bersifat lebih larut dan dapat diekskresi melalui urin. Ternyata setelah 3-5 minggu terjadi peningkatan tekanan darah tikus.
Mekanisme yang mendasari terjadinya hipertensi pada hiperurisemia dijelaskan pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.3 Mekanisme hipertensi akibat hiperurisemia
25
Daripada gambar tersebut dijelaskan bahwa peningkatan kadar asam urat serum memiliki efek pada ginjal dan pembuluh darah. Hiperurisemia menyebabkan: 1) penurunan NO dan peningkatan ROS, 2) inflamasi vaskuler dan proliferasi otot polos, 3) peningkatan produksi renin, dan 4) lesi vaskuler pada ginjal. (Heinig dan Johnson, 2006; Feig et al., 2008).
Aktivasi mitogen spesifik oleh asam urat akan menyebabkan proliferasi otot polos. Walaupun otot polos tidak memiliki reseptor untuk asam urat, asam urat tetap dapat masuk ke dalam sel dengan bantuan organic anion transporter (OAT). Setelah masuk ke dalam sel otot polos, asam urat mengaktifkan protein kinase (Erk 1/2). Selanjutya Erk 1/2 akan menginduksi sintesis de novo dari COX-2 dan tromboksan lokal serta mengatur up regulation PDGF A (platelet derived growth factor A). Hasil akhir proses tersebut adalah aktivasi mitogen spesifik yang menyebabkan proliferasi sel (Johnson et al., 2003).
Asam urat juga menyebabkan akumulasi kristal urat di sekitar plak atherosklerosis yang telah terbentuk. Kristal urat tersebut dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik. Aktivasi komplemen mengakibatkan berbagai efek biologis seperti inflamasi, kemotaksis, opsonisasi, dan aktivitas sitolitik.
Asam urat juga akan menstimulasi sintesis MCP-1 (monocyte chemoattractant protein-1) pada otot polos tikus. Caranya adalah dengan mengaktivasi p38 MAP kinase, faktor transkripsi nuklear, NF-KB, dan AP-1. MCP-1 sendiri merupakan kemokin yang berperan penting dalam penyakit vaskular dan atherosclerosis.
Akibat dari mekanisme tersebut adalah peningkatan produksi sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1β, dan IL-6. IL-6 yang juga dikenal sebagai hepatocyte stimulating factor merangsang hepatosit untuk memproduksi HCRP. HCRP
26
menurunkan produksi NO dengan cara menghambat enzim nitrit oksidase sintase (eNOS) (Bratawidjaja, 2002; Johnson et al., 2003; Purwanto, 2009)
Johnson et al. juga melakukan percobaan serupa pada tahun 2003 tetapi dengan menggunakan model tikus yang berbeda. Pada tikus tersebut tidak terjadi desposisi kristal urat di ginjal sehingga fungsi ginjal tetap terjaga. Hasilnya menunjukkan adanya peningkatan tekanan darah. Hipertensi yang terjadi berkaitan dengan penurunan produksi NOS1 oleh apparatus juxtaglomerulus.
Tikus tersebut juga menderita vaskulopati berat pada arteri interlobularis dan arteriol afferen akibat peningkatan COX-2 dan renin. Kadar NO yang rendah semakin memperparah disfungsi endotel yang terjadi (Johnson et al., 2003).
Hiperurisemia seterusnya akan menyebabkan perubahan mikrovaskuler pada ginjal yang mirip dengan gambaran arteriosklerosis pada hipertensi esensial.
Lesi vaskuler tersebut menyebabkan iskemia. Selanjutnya iskemia menyebabkan pelepasan laktat dan peningkatan produksi asam urat. Laktat sendiri bersifat menghambat sekresi asam urat dengan mengeblok organic anion transporter.
Peningkatan produksi asam urat terjadi karena iskemi menyebabkan pemecahan ATP menjadi adenosin dan xathine. Hal tersebut menciptakan suatu ligkaran setan. Kondisi hiperurisemia meningkatkan aktivitas enzim xathine oksidase.
Padahal enzim tersebut juga membentuk superoksida sebagai akibat langsung aktivitasnya. Peningkatan jumlah oksidan menyebabkan stress oksidatif yang semakin menurunkan produksi NO dan memperparah disfungsi endotel yang terjadi. Lesi pada vaskuler ginjal ini akan memicu terjadinya salt sensitive hypertension yaitu peningkatan tekanan darah yang lebih tinggi pada konsumsi jumlah natrium yang sama. Kondisi ini menetap meskipun hiperurisemia telah
27
dikoreksi dan diberikan diet rendah garam (Johnson et al., 2003; Heinig and Johnson, 2006; Feig et al., 2008).
28 BAB ΙΙΙ
KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 Dasar Pemikiran
Berdasarkan tinjauan pustaka yang ada, terdapat hubungan antara hiperurisemia dan hipertensi. Maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai prevalensi hiperurisemia pada pasien Hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Kota Makassar. Dan variabel yang akan diteliti meliputi prevalensi kejadian hipertensi pada pasien dengan hiperurisemia dan bagaimana karakteristik dari pasien tersebut meliputi kategori hiperurisemia (asimptomatik atau gout), jenis kelamin, umur, Indeks Massa Tubuh (IMT), derajat hipertensi, komorbid yang ada dan lama menderita hipertensi.
3.2 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan maka hubungan variabel tersebut dapat dirumuskan secara skematis pada bagan pola pikir variabel sebagai berikut.
Karakteristik Penderita Hipertensi dengan Hiperurisemia Kategori Hiperurisemia (asimtomatik atau simtomatik) Jenis Kekamin
Umur IMT
Derajat Hipertensi Komorbiditas
29
Keterangan:
: Variabel fokus penelitian : Variabel yang diteliti Lama menderita Hipertensi
Usia Jenis Kelamin Indeks Massa Tubuh
Riwayat Hipertensi dalam keluarga
Komorbid
Hipertensi
Hiperurisemia (Simptomatik/
Asimptomatik)
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
30 Variabel Penelitian:
1. Variabel terikat (dependent) Variabel terikat yaitu hipertensi
2. Variabel bebas (independent) Variabel bebas yaitu hiperurisemia
3.3 Definisi operasional
3.3.1 Variabel dependen: Hipertensi
Definisi : Bila TDS ≥ 140 dan atau TDD ≥ 90 sebagai rata-rata tiga pengukuran, setidaknya dalam tiga kunjungan selama seminggu atau saat sedang menerima antihipertensi (Mladinescu et al., 2008).
Skala : Nominal
Kategori : Hipertensi dan Non Hipertensi
Cara pengukuran : Pengukuran tekanan darah dilakukan sesuai dengan prosedur pada bab tinjauan pustaka.
3.3.2 Variabel Independen:
a. Hiperurisemia
Definisi: Bila kadar serum asam urat lebih dari 7,0 mg/dl pada pria dan lebih 6mg/dL wanita (Berry et al., 2004; Hediger et al., 2005; Putra,
31
2006) diukur pada saat berobat di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar periode Juni 2016-Juni 2017. Data diperoleh dari rekam medik pasien. Hasil pengukuran berupa angka dengan satuan mg/dL
Skala : Nominal
Kategori : Hiperurisemia (simptomatik/asimptomatik) dan Non Hiperurisemia
Cara pengukuran : Uji laboratorium
b. Kategori hiperurisemia
Pasien hipertensi dengan hiperurisemia apakah termasuk hiperurisema asimtomatik atau artritis gout. Diukur dengan mencatat variable manifestasi hiperurisema asimptomatik ataupun artritis gout sesuai yang tercantum pada rekam medik.
Hasil ukur : a) Hiperurisemia Asimptomatik
b) Huperurisemia simptomatik (Atritis Gout)
c. Jenis kelamin
Jenis kelamin yaitu karakteristik biologis seksual dari lahir yang bersifat permanen. Cara ukur dilakukan dengan mencatat variabel jenis kelamin sesuai yang tercantum pada rekam medik. Variasi hasil berupa laki-laki dan perempuan.
32 d. Umur
Umur merupakan selisih tahun kelahiran pasien dengan waktu penelitian pada periode Juni 2016- Juni 2017. Umur diukur dalam satuan tahun. Cara ukur dengan mencatat variabel umur sesuai yang tercantum pada rekam medik. Berdasarkan Depkes 2009 hasil ukur umur diklasifikasikan.
a) Remaja (18-25 tahun) b) Dewasa awal (26-35 tahun)
c) Dewasa akhir (36-45 tahun) d) Lansia awal (46-55 tahun) e) Lansia akhir (56-65 tahun)
f) Manula (> 65 tahun)
e. Indeks Massa Tubuh
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan indikator status gizi subjek penelitian untuk mengetahui derajat kegemukan dengan rumus sebagai berikut :
Berat Badan (Kg)
IMT = --- Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)
33
Cara pengukuran dengan cara menghitung langsung IMT dengan menggunakan data berat badan dan tinggi badan yang terdapat dalam rekam medik.
Klasifikasi IMT (kg/m2) Risiko morbiditas
Kurus <18.5 Rendah
Normal 18.5-22.9 Sedang
Kegemukan ≥ 23
Pra-obes 23-24.9 Meningkat
Obes I 25-29.9 Sedang
Obes II ≥ 30 Berat
Klasifikasi berat badan untuk orang Asia (WHO 2000)
f. Komorbiditas
Penyakit penyerta pasien Diabetes Mellitus dengan Hiperurisemia saat berobat di Rumah Sakit Unhas dengan mencatat variable penyakit penyerta sesuai yang tercantum pada rekam medik.
Hasil ukur:
a) PJK
b) Diabetes Tipe 2 c) Gagal Ginjal Kronik d) Gagal Ginjal Akut e) BSK
f) Dislipidemia g) Osteoartritis
34 g. Lama penyakit Hipertensi
Lama penyakit adalah jangka waktu pasien pertama kali mengeluhkan gejala utama sampai pada waktu penelitian ini dilakukan. Data diperoleh dari hasil rekam medik pasien. Hasil pengukuran dapat berupa hari, bulan, atau tahun.
h. Derajat Hipertensi
Derajat hipertensi diukur melalui tekanan sistolik dan diastolik sesuai di tinjauan pustaka dan dicocokkan dengan kriteria oleh JNC 7:
Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7
Nilai tekanan sistolik dan diastolik didapatkan dari rekam medis.
35 BAB ΙV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang akan dilakukan adalah suatu penelitian deskriptif observasional yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan masalah penelitian yang terjadi berdasarkan karakteristik penderita Hipertensi dan berapa prevalensi kejadian hipertensi pada pasien dengan hiperurisemia.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin , Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan pada Juni 2016 sampai Juni 2017.
4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi
Populasi adalah seluruh penderita Hiperurisemia yang telah terdiagnosis, yang berobat di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Kota Makassar provinsi Sulawesi Selatan periode Juni 2016-Juni 2017.
4.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang terdiagnosa hipertensi serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
4.3.3 Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel adalah total sampling, yaitu mengambil seluruh pasien hiperurisemia yang mengalami hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin periode Juni 2016 sampai Juni 2017 yang memenuhi kriteria inklusi.
36 4.4 Kriteria Seleksi
4.4.1 Kriteria Inklusi:
1. Terdaftar sebagai penderita Hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin, Makassar kunjungan Juni 2016 – Juni 2017.
2. Memiliki rekam medik dengan pengisian yang lengkap termasuk pemeriksaan asam urat dan variable karakteristik penderita.
3. Pemeriksaan asam urat yang menggunakan sampel darah vena.
4. Merupakan subjek penelitian dengan umur di atas 18 tahun.
4.4.2 Kriteria Eksklusi
1. Tidak terbacanya rekam medik.
2. Terdapat data yang tidak lengkap dari variable yang dibutuhkan.
3. Pengukuran asam urat yang menggunakan darah perifer
4.5 Jenis data dan Instrumen Penelitian 1. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui rekam medik subjek penelitian.
2. Instrumen Penelitian
Alat pengumpul data dan instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rekam medik yang berisi tabel-tabel tertentu yang merekam dan mencatat data yang digunakan.
37 4.6 Manajemen Penelitian
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari pihak Direktur Rumah Sakit Universitas Hasanuddin, Kota Makassar. Kemudian pengumpulan data yaitu rekam medik pasien hiperurisemia dengan hipertensi dalam periode waktu yang ditentukan. Setelah itu dilakukan pengamatan dan pencatatan langsung dalam rekam medik yang telah disediakan.
2. Teknik Pengolahan Data
Data rekam medik yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan manual, ditabulasi dengan menggunakan Microsoft EXCEL atau menggunakan program SPSS 17.0 for windows kemudian dianalisis, lalu disajikan dalam bentuk tabel dan diagram
4.7 Etika Penelitian
1. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak Rumah Sakit Universitas Hasanuddin, Makassar sebagai permohonan izin melakukan penelitian.
2. Berusaha menjaga kerahasiaan identitas penderita yang terdapat pada rekam medik, sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian yang dilakukan.
3. Diharapkan penelitian ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak yang terkait sesuai dengan manfaat penelitian yang diharapkan.
38 BAB V
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
5.1 Hasil Penelitian
Di dapatkan sebanyak 482 sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin dari periode Juni 2016 sehingga Juni 2017. Data ini merupakan data skunder, dimana di ambil dari catatan Rekam Medis.
Sampel yang telah diperoleh kemudian dikelompokkan dan diolah untuk mengetahui prevalensi hipertensi pada penderita hiperurisemia dan juga diolah berdasarkan karakteristiknya yakni kategori hiperurisemia, jenis kelamin, umur, Indeks Massa Tubuh (IMT), stadium hipertensi, komorbid yang ada dan lama menderita hipertensi
5.2 Analisis Hasil Penelitian
5.2.1 Prevalensi Hipertensi pada pasien dengan Hiperurisemia di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin periode Juni 2016 – Juni 2017
Tabel 5.1 Prevalensi Hipertensi pada pasien dengan hiperurisemia di RS Unhas
HIPERURISEMIA JUMLAH PASIEN PERSENTASE
HIPERTENSI 202 41.90%
NON HIPERTENSI 280 58.10%
TOTAL 482 100%
39
Hipertensi Non 42%
Hipertensi 58%
Prevalensi Hipertensi pada pasien dengan Hiperurisemia di RS Unhas
Diagram 5.1 Prevalensi Hipertensi pada pasien dengan hiperurisemia di RS Unhas
Tabel dan diagram diatas menunjukkan bahwa dari 482 pasien Hiperurisemia yang berobat di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin periode Juni 2016 hingga Juni 2017, terdapat 202 pasien (41.9%) yang menderita hipertensi dan 280 pasien (58.1%) yang tidak menderita hipertensi.
40
5.2.2 Karakteristik pasien hiperurisemia dengan hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin periode Juni 2016-Juni 2017 berdasarkan Kategori Hiperurisemia dan Jenis Kelamin
5.2.2.1 Karakteristik pasien hiperurisemia dengan hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin periode Juni 2016-Juni 2017 berdasarkan Kategori Hiperurisemia
Tabel 5.2(a). Distribusi pasien Hiperurisemia dengan hipertensi berdasrkan kategori hiperurisemia
KATEGORI
HIPERURISEMIA JUMLAH PASIEN PERSENTASE
Simptomatik 24 11.90%
Asimptomatik 178 88.10%
TOTAL 202 100%
Diagram 5.2(a) Distribusi pasien hiperurisemia dengan hipertensi berdasarkan kategori hiperurisemia
41
Dari tabel dan diagram diatas menunjukkan bahwa dari 202 pasien hiperurisemia dengan hipertensi didapatkan 24 pasien (11.9 %) merupakan hiperurisemia simptomatik atau memberikan gejala berupa gout artritis, sedangkan 178 pasien (88.1 %) merupakan hiperurisemia asimptomatik atau tidak memberikan gejala.
5.2.2.2 Karakteristik pasien hiperurisemia asimptomatik/simptomatik dengan hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Periode Juni 2016-Juni 2017 berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.2(b) Distribusi pasien hiperurisemia asimptomatik/simptomatik dengan Hipertensi berdasarkan jenis kelamin
JENIS KELAMIN
KATEGORI HIPERURISEMIA
TOTAL SIMPTOMATIK ASIMPTOMATIK
LAKI-LAKI 16 86 102
PEREMPUAN 8 92 100
TOTAL 24 178 202
42
0 20 40 60 80 100 120
LAKI-LAKI PEREMPUAN
JUMLAH
jENIS kELAMIN
Distribusi pasien hiperurisemia asimptomatik/simptomatik dengan Hipertensi berdasarkan jenis kelamin
ASIMPTOMATIK SIMPTOMATIK
Diagram 5.2(b) Distribusi pasien hiperurisemia simptomatik/simptomatik dengan Hipertensi berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan tabel dan diagram di atas didapatkan bahwa jumlah penderita hiperurisemia dengan hipertensi menurut jenis kelamin yaitu dari 202 pasien terdapat 102 pasien (50.5%) laki-laki, dn 100 pasien (49.5%) perempuan.
Hasil penelitian juga mendapatkan bahwa daripada 24 pasien dengan hiperurisemia simptomatik, 16 pasien (66.7%) adalah laki-laki dan 8 pasien (33.3%) adalah perempuan.
43
5.2.3 Karakteristik pasien hiperurisemia dengan hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin periode Juni 2016-Juni 2017 berdasarkan umur
Tabel 5.3 Distribusi pasien Hiperurisemia dengan hipertensi berdasarkan umur
UMUR JUMLAH PASIEN PERSENTASE
18-25 tahun 2 1%
26-35 tahun 1 0.50%
36-45 tahun 8 3.96%
46-55 tahun 43 21.29%
56-65 tahun 82 40.59%
>65 tahun 66 32.67%
Diagram 5.3 Distribusi pasien hiperurisemia dengan hipertensi berdasarkan umur
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
18-25 tahun 26-35 tahun 36-45 tahun 46-55 tahun 56-65 tahun >65 tahun
Distribusi pasien Hiperurisemia dengan Hipertensi berdasarkan umur
Distribusi pasien Hiperurisemia dengan Hipertensi berdasarkan umur
44
Tabel dan diagram 5.3 menunjukkan bahwa dari 202 pasien Hiperurisemia dengan Hipertensi, terdapat 2 pasien (1%) dengan umur (18-25 tahun), sedangkan terdapat 1 pasien (0.5%) merupakan dewasa awal (26-35 tahun), 8 pasien (3.96%) merupakan dewasa akhir (36-45 tahun), 43 pasien (21.29%) merupakan lansia awal (46-55 tahun), 82 pasien (40.59%) merupakan lansia akhir (56-65 tahun), dan 66 pasien (32.67%) merupakan manula (>65tahun).
5.2.4 Karakteristik pasien hiperurisemia dengan hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin periode Juni 2016-Juni 2017 berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)
Tabel 5.4 Distribusi pasien hiperurisemia dengan hipertensi berdasarkan IMT
IMT JUMLAH PASIEN PERSENTASE
Underweight 1 0.50%
Normal 14 6.93%
Overweight 8 3.96%
Obese I 54 26.73%
Obese II 10 4.95%
Tidak terklasifikasi 115 56.93%
TOTAL 202 100%
45
Diagram 5.4 Distribusi pasien hiperurisemiai dengan hipertensi berdasarkan IMT
Dari tabel dan diagram diatas dapat dijelaskan karakteristik Indeks Massa Tubuh (IMT) yakni dari 202 pasien hiperurisemia dengan hipertensi terdapat 1 pasien (0.5 %) dengan underweight, 14 pasien (6.9 %) IMT normal, 8 pasien (3.96
%) overweight, 54 pasien (26.73 %) obese I, 10 pasien (4,95 %) obese II, dan 115 pasien (56.93 %) tidak dapat terklasifikasi karena tidak terdapat data tinggi badan dan berat badan.
0 20 40 60 80 100 120 140
Underweight Normal Overweight Obese I Obese II Tidak
terklasifikasi IMT Tidak terklasifikasi
46
5.2.5 Karakteristik pasien hiperurisemia dengan hipertensi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin periode Juni 2016-Juni 2017 berdasarkan derajat Hipertensi
Tabel 5.5 Distribusi pasien hiperurisemia dengan hipertensi berdasarkan tekanan darah
DERAJAT HIPERTENSI JUMLAH PASIEN PERSENTASE
Normal 1 0.50%
Pre Hipertensi 2 1%
Hipertensi stage 1 86 42.57%
Hipertensi stage II 113 55.94%
TOTAL 202 100%
Diagram 5.5 Distribusi pasien hiperurisemia dengan hipertensi berdasarkan derajat hipertensi
0 20 40 60 80 100 120
Normal Prehipertensi Hipertensi derajat 1 Hipertensi derajat 2
Distribusi Pasien Hiperurisemia dengan Hipertensi berdasarkan Derajat Hipertensi
Tekanan Darah