• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI REHABILITASI TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IMPLEMENTASI REHABILITASI TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA "

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

IMPLEMENTASI REHABILITASI TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

THE IMPLEMENTATION OF REHABILITATION OF CHILDREN AS VICTIMS OF NARCOTICS ABUSE

OLEH:

ANDI WINARNI P0902213014

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2018

(2)

i

IMPLEMENTASI REHABILITASI TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

THE IMPLEMENTATION OF REHABILITATION OF CHILDREN AS VICTIMS OF NARCOTICS ABUSE

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi Magister Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Pidana

Disusun dan Diajukan Oleh:

ANDI WINARNI P0902213014

kepada

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

(3)

ii

(4)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN

Nama : ANDI WINARNI

N I M : P0902213014

Program Studi : Magister Ilmu Hukum Konsentrasi : Hukum Pidana

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan tesis yang berjudul “IMPLEMENTASI REHABILITASI TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA,” adalah benar-benar karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya besedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, 25 Januari 2018 Yang membuat pernyataan,

(ANDI WINARNI)

(5)

iv KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Sang Maha Kuasa dengan segala kebijaksanaan-Nya, Allah SWT., Tuhan Semesta Alam, yang telah melimpahkan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Shalawat dan salam turut penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW., sang kekasih Allah SWT., sang penyelamat, pencerah, suri tauladan, penyempurna, dan pembawa Rahmat bagi ummat manusia. Penyelesaian tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan penyelesaian program Magister Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar.

Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu selama proses penyusunan tesis ini yang tidak penulis sebutkan satu per satu. Pertama, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Drs. H. Andi Sultan Pananrangi dan Ibunda Hj. Saenab Genda SP., atas doa restu, dukungan serta bantuan moril dan materil yang beliau berikan selama penulis menempuh pendidikan ini.

(6)

v Pada kesempatan ini pula, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada berbagai pihak yang juga banyak membantu dalam penyusunan tesis ini, yaitu:

1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A., selaku Rektor Universitas Hasanuddin beserta staf dan jajarannya.

2. Ibu Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin beserta staf dan jajarannya.

3. Bapak Prof. Dr. H. M. Said Karim, S.H., M.H., M.Si., selaku pembimbing I dan bapak Dr. Syamsuddin Muchtar, S.H., M.H., selaku pembimbing II, atas bimbingan dan dukungan beliau selama proses penyelesaian tesis ini.

4. Tim penguji, bapak Prof. Dr. M. Syukri Akub, S.H., M.H, bapak Prof.

Dr. Muhadar, S.H., M.H., dan bapak Dr. H. Amir Ilyas, S.H., M.H.

terima kasih atas seluruh saran dan kritikan yang bersifat membangun demi perbaikan tesis ini.

5. Bapak Prof. Dr. Andi Pangerang Moenta, S.H., M.H., DFM., selaku Sekretaris Program Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

6. Seluruh dosen dan pegawai pada Program Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang telah memberikan ilmu, nasihat, melayani urusan akademik dan bantuan lainnya.

7. Bapak Brigadir Jenderal Mardi Rukmianto, S.H., (Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi Selatan), dan bapak AKP.

Agustinus Sollu, S.H., (Kepala Balai Rehabilitasi BNN Baddoka Makassar), atas izin yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian di instansi tersebut.

8. Bapak Bambang W, ibu Hj. Andi Paisah, dan bapak Wahyuddin, selaku narasumber yang telah banyak memberi bantuan.

(7)

vi 9. Teman-teman Kelas B Konsentrasi Hukum Pidana 2013, Program

Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

10. Kakak-kakak ku, Jupri S.H., M.H., Andi St. Kumala Ilyas, S.H., M.H., Dyan Arisandi Rumbi, S.H., M.H., dan M. Haekal Ashri, S.H., M.H yang telah banyak member bantuan serta semangat selama tesis ini dibuat.

11. Teman seperjuangan Septiany Meryam Saleh, S.H., M.H dan Doddy Agustinus Tumanduk, S.H., M.H., atas segala bantuannya selama ini.

Tidak ada kata lain yang mampu mewakili rasa syukur ini kecuali kata terima kasih. Berjuang bersama, sukses bersama. “Akhirnya kita MH juga”

12. Keluarga besar LORONG HITAM, khususnya Lorong Hitam 2009, saudara-saudara ku Andi Afrianty, Rizky Halim Mubin, Musdalifa R., Dewi Chaeraty Jaya, Ananda Eka P, Prima Wibawa R., Nurul Latifah, Arif Fitrawan, Nur Ikhsan Hasanuddin, Akmal Lageranna, Andi Irsyad, Khinanty Gaby P., Mur Pratiwi Sy., Muh. Halwan, dan Hadi Zulkarnaen. Terima kasih karena telah member arti persaudaraan yang sesungguhnya dari tiap masa dalam perjalanan hidup ini, “No Family Left Behind”.

13. Arniansi Utami Akbar, S.H.,M.H., yang selalu menjadi pengingat bagi penulis. Senantiasa menjadi “alarm” yang mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan tesis ini.

14. Rahmatullah, terima kasih atas segala yang telah engkau beri.

Semangat, motivasi, tenaga dan pikiran, serta omelan-omelan yang tujuannya untuk membentuk saya agar menjadi perempuan yang kuat.

Kamu yang terbaik. We grow old, together.

15. Keluarga besar H. Andi Pananrangi dan H. Genda Mapparimeng, dua keluarga yang juga selalu menjadi sumber semangat. Terima kasih telah menjadi keluarga yang hebat.

(8)

vii Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam tesis ini, meskipun telah diusahakan sebaik mungkin. Hal ini semata-mata disebabkan oleh keterbatasan dan kekhilafan dari penulis, namun penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan bagi mahasiswa hokum pada khususnya. Aamiin.

(9)

viii ABSTRAK

ANDI WINARNI. Implementasi Rehabilitasi Terhadap Anak Sebagai Korban Penyalahgunaan Narkotika. (dibimbing oleh Said Karim dan Syamsuddin Muchtar).

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui implementasi rehabilitasi terhadap anak sebagai korban penyalahgunaan narkotika, (2) hambatan- hambatan apa saja yang dihadapi dalam implementasi rehabilitasi terhadap anak sebagai korban penyalahgunaan narkotika.

Tipe penelitian ini bersifat empiris, dimana dalam penelitian ini hukum dilihat dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Implementasi Rehabilitasi Terhadap Anak Sebagai Korban Penyalahgunaan Narkotika sejauh ini dilakukan oleh pihak Balai Rehabilitasi BNN Baddoka antara residen dewasa dengan residen anak sehingga program terapi (rehabilitasi) yang didapatkan oleh residen anak tidak berbeda dengan yang didapatkan oleh residen dewasa, (2) Faktor-faktor yang menghambat implementasi rehabilitasi terhadap anak sebagai korban penyalahgunaan narkotika adalah (a) faktor payung hukum, dimana tidak ada aturan yang secara jelas mengatur tentang bentuk dan jenis rehabilitasi yang diberikan kepada korban penyalahgunaan narkotika usia anak; (b) faktor sarana dan prasarana, dimana belum ada gedung dan fasilitasi yang memadai atau mendukung untuk pelaksanaan rehabilitasi anak; (c) faktor sumber daya manusia (SDM). Dukungan sumber daya manusia khusus yang belum maksimal seperti dokter spesialis anak, konselor anak, psikolog anak, dan peksos anak untuk melaksanakan rehabilitasi anak; (d) faktor individu anak, keluarga dan masyarakat. Ada rasa ingin bebas dari anak serta ketakutan akan stigma negatif yang didapatkan oleh anak tentang kondisi Balai Rehabilitasi membuat keluarga menjadi enggan membawa anaknya untuk menjalani program Rehabilitasi.

Kata Kunci : implementasi, rehabilitasi, anak sebagai korban, penyalahgunaan narkotika.

(10)

ix ABSTRAK

ANDI WINARNI. The Implementation of Rehabilitation of Children as Victims of Narcotics Abuse. (supervised by Said Karim and Syamsuddin Muchtar).

This study aimed to: (1) find out the implementation of rehabilitation of children as victims of narcotics abuse; (2) constraints faced in the implementation of rehabilitation of children as victims of narcotics abuse.

The type of this research is empirical research. In terms of its objectives, this study aimed to analyze how the law works in the society.

The result of this study indicate that (1) the implementation of rehabilitation of children as victims of narcotics abuse has so far been considered not effective. This is due to Rehabilitation Center National Narcotics Agency (BNN) Baddoka does not separate the treatment of adult resident and children resident. So the program of therapy (rehabilitation) obtained by the children is no different from that obtained by adults; (2) the factors that impede the implementation of rehabilitation of children as victims of narcotics abuse are (a) the law coverage factor, in which there is no clear rules regulating the form and type of rehabilitation given to victims of childhood narcotics abuse; (b) facilities and infrastructures factors, when there is no adequate building, facilitation or support for the implementation if child rehabilitation; (c) human resources (HR) factors. Unlimited special support for human resources such as pediactricians, child counselors,child psychologists and child social worker to perform child rehabilitation; (d) individual factors of the children, family and society. The feeling of wanting to be free of children and fear of bad news obtained by the children about the condition of the rehabilitation centre make children and families become reluctant to bring their children through rehabilitation program. While the negative stigma of the people about drug abuse victims has not changed.

Keywords : implementation, rehabilitation, children as victim, abuse of narcotics.

(11)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Teori Hukum ... 7

1. Teori Sistem Hukum ... 7

2. Teori Efektivitas Hukum ... 9

B. Gambaran Umum Rehabilitasi Narkotika ... 13

1. Pengertian Rehabilitasi ... 13

2. Jenis-jenis dan Tahapan Rehabilitasi ... 16

3. Prinsip-prinsip Dasar Rehabilitasi ... 21

C. Tinjauan Umum tentang Anak ... 22

1. Pengertian Anak ... 22

2. Anak Sebagai Korban Penyalahgunaan Narkotika ... 30

3. Perlindungan Anak dan Dasar Hukum Perlindungan Anak ... 33

4. Perlindungan Hukum terhadap Anak Korban Penyalahgunaan Narkotika ... 50

D. Tinjauan Umum tentang Narkotika ... 53

1. Pengertian Narkotika dan Jenis-jenis Narkotika ... 53

2. Penyalahgunaan Narkotika ... 65

(12)

xi

3. Dampak Negatif Penyalahgunaan Narkotika ... 68

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Penyalahgunaan Narkotika ... 73

E. Kerangka Pikir ... 79

F. Definisi Operasional ... 81

BAB III METODE PENELITIAN ... 84

A. Lokasi Penelitian ... 84

B. Tipe Penelitian ... 84

C. Populasi dan Sampel ... 84

D. Sumber Data ... 85

E. Teknik Pengumpulan Data ... 85

F. Analisis Data ... 86

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 87

A. Implementasi Rehabilitasi Terhadap Anak sebagai Korban Penyalahgunaan Narkotika ... 87

1. Rehabilitasi ... 88

2. Pasca Rehabilitasi ... 112

B. Faktor Penghambat Implementasi Rehabilitasi Terhadap Anak Sebagai Korban Penyalahgunaan Narkotika ... 120

1. Faktor Payung Hukum ... 122

2. Faktor Sarana dan Prasarana ... 126

3. Faktor Sumber Daya Manusia ... 127

4. Faktor Individu Anak, Keluarga dan Masyarakat ... 128

BAB V PENUTUP ... 140

A. Kesimpulan ... 140

B. Saran ... 141

DAFTAR PUSTAKA ... 143

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional yang dilakukan di Indonesia dari waktu ke waktu bertujuan untuk terciptanya masyarakat yang adil dan makmur, material maupun spiritual, sehingga pembangunan yang dilakukan haruslah berorientasi pada tercapainya manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.1

Meskipun telah banyak kemajuan yang dicapai selama pembangunan jangka panjang pertama yang ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi masih banyak pula tantangan atau persoalan yang muncul

Manusia adalah sarana utama untuk pembangunan nasional.

Sumber Daya Manusia (SDM) adalah sarana yang paling penting dalam melakukan pembangunan karena pembangunan dapat berjalan dengan baik karena adanya sumber daya yang berkualitas. Dengan meningkatnya sumber daya manusia yang berkualitas menjadi modal untuk berkompetisi di era globalisasi. Pada era globalisasi ini masyarakat lambat laun berkembang. Dalam proses perkembangan itu selalu diikuti oleh penyesuaian diri. Penyesuaian diri tersebut kadangkala ada yang menyimpang dari peraturan dan norma yang ada di masyarakat maka hal

1 UNHCR, Departemen Kehakiman dan HAM, dan POLRI. Instrumen Pokok Hak Asasi Manusia Bagi Aparatur Penegak Hukum. Jakarta. Juni 2002. Hal 2.

(14)

2 ini dapat berakibat meningkatnya tingkat kriminalitas. Salah satu yang marak pada akhir-akhir ini adalah penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.2

Pada kenyataannya, tindak pidana narkotika menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya.3

Saat ini sekitar 15.000 penyalahguna narkotika usia muda meninggal dunia setiap tahun akibat over dosis, AIDS, dan penyakit ikutan lainnya seperti penyakit jantung, paru-paru, hati, dan ginjal. Dengan semakin maraknya peredaran narkotika, diperkirakan jumlah penyalahguna akan semakin meningkat apabila upaya pencegahan, penanggulangan dan pemberantasan narkotika tidak berjalan se-efektif mungkin.

Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita- cita bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional.

Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa diperlukan pembinaan secara terus menerus demi kelangsungan hidup anak. Hal yang perlu diperhatikan juga masalah pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial serta

2 Siti Rahmawati, Rehabilitasi Korban Penyalhagunaan Narkotika pada Anak Oleh Panti Sosial Pamardi Putra Dalam Perspektif Tujuan Pemidanaan Islam, 2014. Hal 1.

3 http:// www.kompas.com, diakses tanggal 07 Juli 2015, Pukul 16:48 WITA

(15)

3 perlindungan dari segala kemungkinan yang akan membahayakan anak dan bangsa di masa depan.

Anak dipahami sebagai individu yang belum dewasa. Dewasa dalam arti anak belum memiliki kematangan rasional, emosional, moral dan sosial seperti orang dewasa pada umumnya.

Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak, disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan arus globalisasi yang begitu pesat, terutama pada bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya hidup sebagian orang.

Ini semua telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat dan sangat berpengaruh terhadap karakter dan perilaku anak.

Berkaitan dengan judul yang diangkat oleh Peneliti dimana terfokus pada anak sebagai korban penyalahgunaan narkotika, maka peneliti dapat menggaris bawahi bahwa anak yang dimaksud dalam hal ini adalah anak yang benar-benar murni sebagai korban penyalahgunaan narkotika.

Merujuk pada kenyataan yang ada dewasa ini anak merupakan individu yang rentan mengalami berbagai macam tindakan kriminal, tidak terkecuali pada penyalahgunaan narkotika. Sikap dan perilaku anak yang masih labil cenderung menjadi sasaran empuk oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

(16)

4 Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa. Sebagia geneasi penerus bangsa pada kenyataannya pada saat ini tidak sedikit anak-anak bangsa yang terjerumus ke hal-hal yang tidak mendorong mereka tumbuh sebagai anak bangsa yang berkualitas, salah satu yang menjadi penghambat perkembangan anak yaitu penyalahgunaan narkotika di kalangan anak.

Hal yang mengherankan adalah meskipun pihak yang berwajib telah banyak menangkap pengedar narkotika dan menuntaskan berbagai kasus penyalahgunaan narkotika serta sudah banyak instansi atau organisasi yang berkaitan dengan kasus narkotika seperti Badan Narkotika Nasional (BNN), Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat), dan lain-lain yang telah melakukan berbagai tindakan pre-emptif dengan melaksanakan penyuluhan di sekolah-sekolah maupun lingkungan masyarakat lainnya, masih tetap saja kasus penyalahgunaan narkotika menjamur di masyarakat.

Dewasa ini, tidak semua anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika mendapatkan perlakuan sebagaimana mestinya. Kebanyakan diantara kasus-kasus penyalahgunaan narkotika dimana anak dalam hal ini menjadi korban, justru tidak mendapatkan perlakuan sebagaimana yang diamanatkan undang-undang. Rasa heran Peneliti kemudian berubah menjadi rasa penasaran dan berhimpun

(17)

5 menjadi pertanyaan-pertanyaan yang timbul di pikiran Peneliti tentang kasus penyalahgunaan narkotika khususnya anak sebagai korban.

Berdasarkan uraian di atas peneliti kemudian tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Implementasi Rehabilitasi Terhadap Anak Sebagai Korban Penyalahgunaan Narkotika”.

B. Rumusan Masalah

Dalam memudahkan penelitian ini, Peneliti akan memberikan batasan penilaian dengan menentukan beberapa pokok masalah yang akan diteliti.

1. Bagaimana implementasi rehabilitasi terhadap anak sebagai korban penyalahgunaan narkotika?

2. Faktor-faktor apakah yang menghambat implementasi rehabilitasi terhadap anak sebagai korban penyalahgunaan narkotika?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui implementasi pelaksanaan rehabilitasi terhadap anak sebagai korban penyalahgunaan narkotika.

b. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam implementasi pelaksanaan rehabilitasi terhadap anak sebagai korban penyalahgunaan narkotika.

(18)

6 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

2. Secara Teoritis:

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengembangan ilmu hukum terutama yang berkaitan dengan penyalahgunaan narkotika.

b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi penelitian selanjutnya mengenai penyalahgunaan narkotika.

3. Secara Praktis

a. Memberikan masukan atau kontribusi kepada pemerintah, pihak yang berwajib, instansi-instansi maupun orgnisasi terkait serta masyarakat dalam menanggulangi kasus penyalahgunaan narkotika yang korbannya adalah anak.

b. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang hukum yang didasarkan pada fakta di lapangan dan disertai dengan teori- teori maupun peraturan-peraturan yang berlaku.

c. Sebagai stimulan serta sumbangan bagi masyarakat pada umumnya untuk mencari, meneliti, menemukan, dan memecahkan masalah-masalah hukum yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, khususnya masalah narkotika.

(19)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Hukum

1. Teori Sistem Hukum

Istilah sistem diadopsi dari bahasa Yunani, yakni systema yang dapat diartikan sebagai keseluruhan yang terdiri dari macam- macam bagian4. Kata “sistem” dalam Kamus Bahasa Indonesia artinya perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh.

Sedangkan definisi kata “hukum’ pada hakikatnya terjadi kesulitan dalam pendefinisiannya karena sesuatu yang abstrak meskipun dalam manifestasinya bisa berwujud konkrit. Oleh karena itu pendefinisiannya beraneka ragam, tergantung dari sudut mana mereka memandangnya5.

John Austin6 menegaskan hukum adalah seperangkat perintah, baik yang langsung ataupun tidak langsung dari pihak yang berkuasa kepada warga masyarakatnya yang merupakan masyarakat politik yang independen, di mana otoritasnya (pihak yang berkuasa) merupakan otoritas tertinggi. Bagi kaum positivistis,

4 Ade Maman Suherman. Pengantar Perbandingan Sistem Hukum. 2004. Hal 4.

5 Achmad Ali. Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis). 2002. Hal 9-10.

6 Ibid. Hal 28.

(20)

8 hukum tidak lain perintah Negara yang bersanksi. Hukum hanyalah apa yang diproduk oleh Negara, yaitu hukum positif.

Ahli hukum lainnya, yaitu Gustav Radbruch7 menjelaskan bahwa hukum positif adalah ilmu tentang hukum yang berlaku di suatu negara atau masyarakat tertentu. Jadi, sistem hukum merupakan suatu sistem yang meliputi substansi, struktur dan budaya hukum.

Lawrence Meir Friendman8 mengemukakan ada 3 (tiga) unsur sistem hukum. Ketiga unsur sistem hukum masing-masing:

1. Struktur (structure) yaitu keseluruhan institusi - institusi hukum yang ada beserta aparatnya, mencakupi antara lain kepolisian dengan para polisinya, kejaksaan dengan para jaksanya, pengadilan dengan para hakimnya, dan lain - lain.

2. Substansi (substance), yaitu keseluruhan aturan hukum, norma hukum dan asas hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, termasuk putusan pengadilan.

3. Kultur hukum (legal culture), yaitu opini-opini, kepercayaan - kepercayaan (keyakinan - keyakinan), kebiasaan-kebiasaan, cara berpikir dan cara bertindak, baik dari para penegak hukum maupun dari warga masyarakat, tentang hukum dan berbagai fenomena yang terkait dengan hukum.

Bekerjanya suatu hukum dalam masyarakat sangat berpengaruh terhadap unsur-unsur dalam sistem hukum. Artinya penegakan akan berjalan secara maksimal bila aturan, institusi penegak hukum dan kultur hukumnya baik.

7Ade Maman suherman. Opcit. Hal 6-11.

8Achmad Ali. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence). 2009. Hal 204.

(21)

9 Soerjono Soekanto9 dalam naskah pidato pengukuhan Guru Besar Sosiologi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang diucapkan pada tanggal 14 Desember 1983 menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum di Indonesia terdiri dari faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan.

2. Teori Efetivitas Hukum

Istilah teori efektivitas hukum berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu effectiveness of the legal theory, bahasa Belanda disebut dengan effectiviteit van de juridische theorie, bahasa Jermannya, yaitu wirksamkeit der rechtlichen theorie.10

Hans Kelsen11 menyajikan definisi tentang efektivitas hukum.

Efektivitas hukum adalah:

Apakah orang-orang pada kenyataannya berbuat menurut suatu cara untuk menghindari sanksi yang diancamkan oleh norma hukum atau bukan, dan apakah sanksi tersebut benar-benar dilaksanakan bila syaratnya terpenuhi atau tidak terpenuhi.

Anthony Allot12 mengemukakan tentang efektivitas hukum.

Ia mengemukakan bahwa:

9 Soerjono soekanto. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, cetakan ke- 11. 2012. Hal. 8.

10 Salim HS & Erlies Septiana Nurbani. Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2013. Hal 301.

11 Ibid, hal 302.

12 Ibid, hal 302.

(22)

10 Hukum akan menjadi efektif jika tujuan keberadaan dan penerapannya dapat mencegah perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan dapat menghilangkan kekacauan. Hukum yang efektif secara umum dapat membuat apa yang dirancang dapat diwujudkan. Jika suatu kegagalan, maka kemungkinan terjadi pembetulan secara gampang jika terjadi keharusan untuk melaksanakan atau menerapkan hukum dalam suasana baru yang berbeda, hukum akan sanggup menyelesaikannya.

Kedua pandangan di atas, hanya menyajikan tentang konsep efektivitas hukum, namun tidak mengkaji tentang konsep teori efektivitas hukum. Dengan melakukan sintesis terhadap kedua pandangan di atas, maka dapat dikemukakan konsep tentang teori efektivitas hukum. Teori efektivitas hukum adalah:13

Teori yang mengkaji dan menganalisis tentang keberhasilan, kegagalan dan faktor-faktor yang memengaruhii dalam pelaksanaan dan penerapan hukum.

Mengutip Ensiklopedia administrasi14, menyampaikan pemahaman tentang efektivitas sebagai berikut:

Efektivitas adalah suatu keadaan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki, kalau seseorang melakukan suatu perbuatan dengan maksud tertentu yang memang dikehendaki. Maka orang itu dikatakan efektif kalau menimbulkan atau mempunyai maksud sebagaimana yang dikehendaki.

Dari defenisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu hal dapat dikatakan efektif apabila hal tersebut sesuai dengan yang dikehendaki. Artinya, pencapaian hal yang dimaksud merupakan

13 Ibid, hal 303.

14 http://google.com/raypratama.blogspot.co.id diakses pada tanggal 26 September 2016, pukul 14:30 wita

(23)

11 pencapaian tujuan dilakukannya tindakan-tindakan untuk mencapai hal tersebut.

Adapun apabila kita melihat efektivitas dalam bidang hukum, Achmad Ali15 berpendapat bahwa ketika kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka kita pertama-taa harus dapat mengukur “sejauh mana aturan hukum itu ditaati atau tidak ditaati”. Lebih lanjut Achmad Ali pun mengemukakan bahwa pada umumnya faktor yang banyak mempengaruhi efektivitas suatu perundang-undangan adalah profesional dan optimal pelaksanaan peran, wewenang dan fungsi dari para penegak hukum, baik di dalam menjelaskan tugas yang dibebankan terhadap diri mereka maupun dalam menegakkan perundang-undangan tersebut.

Soerjono Soekanto16 mengemukakan bahwa efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu:

1. Faktor hukumnya sendiri (undang-undang)

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

15Achmad Ali, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan Vol. 1. Jakarta: Kencana, 2010.

Hal 375.

16Soerjono Soekanto. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2008. Hal 8.

(24)

12 Hukum atau undang-undang dalam arti materil merupakan peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah. Peraturan dibagi 2 (dua) macam, yaitu peraturan pusat dan peraturan setempat. Peraturan pusat berlaku untuk semua warga negara atau suatu golongan tertentu saja maupun yang berlaku umum di sebagian wilayah negara, sedangkan peraturan setempat hanya berlaku di suatu tempat atau daerah saja.

Penegak hukum adalah kalangan yang secara langsung yang berkecimpung dalam bidang bidang penegakan hukum yang tidak hanya mencakup law enforcement, akan tetapi juga mencakup peace maintenance (penegakan secara damai). Yang termasuk kalangan penegak hukum, meliputi mereka yang bertugas di bidang kehakiman, kejaksaan, kepolisian, kepengacaraan, dan pemasyarakatan. Sarana atau fasilitas merupakan segala hal yang dapat digunakan untuk mendukung dalam proses penegakan hukum.

Sarana atau fasilitas, meliputi tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Kalau hal itu tidak dipenuhi, maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya. Dan masyarakat dimaknakan sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka

(25)

13 anggap sama. Masyarakat dalam konteks penegakan hukum erat kaitannya, di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

Sedangkan faktor yang kelima dalam penegakan hukum, yaitu kebudayaan. Kebudayaan diartikan sebagai hasil, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.17

B. Gambaran Umum Rehabilitasi Narkotika 1. Pengertian Rehabillitasi

Menyikapi paradigma baru terkait dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yakni terjadinya perubahan cara pandang Negara terhadap pecandu narkotika dimana pecandu narkotika tidak sebagai pelaku kriminal melainkan dinyatakan sebagai korban sehingga berdasarkan paradigma baru ini maka pecandu narkotika wajib direhabilitasi sesuai amanat Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang berbunyi:

“Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”.

Rehabilitasi adalah fasilitas yang sifatnya semi tertutup, maksudnya hanya orang-orang tertentu dengan kepentingan khusus yang dapat memasuki area ini. Rehabilitasi narkoba adalah

17 Salim HS & Erlies Septiana Nurbani. Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013. Hal 307-308.

(26)

14 tempat yang memberikan pelatihan keterampilan dan pengetahuan untuk menghindarkan diri dari narkoba.18

Rehabilitasi berarti pemulihan kapasitas fisik dan mental kepada kondisi/keadaan sebelumnya. Bagi penyalahguna dan/atau pecandu narkoba, rehabilitasi merupakan sebuah proses yang harus dijalani dalam rangka pemulihan sepenuhnya (full recovery), untuk hidup normatif, mandiri dan produktif di masyarakat.19

Rehabilitasi juga dapat diartikan sebagai suatu proses pemulihan residen gangguan penggunaan NAPZA baik dalam jangka waktu pendek maupun panjang yang bertujuan mengubah perilaku untuk mengembalikan fungsi individu tersebut di masyarakat.20

Rehabilitasi narkoba merupakan sebuah tindakan represif yang dilakukan bagi pecandu narkoba. Tindakan rehabilitasi ditujukan kepada korban dari penyalahgunaan narkoba untuk memulihkan atau mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial yang bersangkutan. Selain untuk memulihkan, rehabilitasi juga sebagai pengobatan atau perawatan bagi para pecandu

18 http://e-journal.uajy.ac.id/2232/3/2TA12681.pdf diakses tanggal 25 Januari 2016, Pukul 09:44 wita

19 Badan Narkotika Nasional, Cetak Biru Rehabilitasi Berkelanjutan, Jakarta: 2011. Hal 19

20 Badan Narkotika Nasional, Petunjuk Teknis Rehabilitasi Therapeutic Community (TC), Jakarta: 2012. Hal 4.

(27)

15 narkotika, agar para pecandu dapat sembuh dari kecanduannya terhadap narkotika.21

Rehabilitasi adalah upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang ditujukan kepada pemakai narkoba yang sudah menjalani program kuratif. Tujuannya agar ia tidak memakai lagi dan bebas dari penyakit ikutan yang disebabkan oleh bekas pemakaian narkoba.

Rehabilitasi terhadap pecandu narkotika adalah suatu proses pengobatan untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan, dan masa menjalani rehabilitasi tersebut diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman. Rehabilitasi terhadap pecandu narkotika juga merupakan suatu bentuk perlindungan sosial yang mengintegrasikan pecandu narkotika ke dalam tertib sosial agar dia tidak lagi melakukan penyalahgunaan narkotika.

Rehabilitasi berkelanjutan penyalah guna dan/atau pecandu narkoba diawali oleh tahapan rehabilitasi medis yang bertujuan memulihkan kesehatan fisik dan psikis/mental penyalahguna dan/atau pecandu narkoba melalui layanan kesehatan dan terapi medis/psikiatris. Tahapan selanjutnya yaitu rehabilitasi sosial yang bertujuan mengintegrasikan kembali penyalahguna dan/atau pecandu narkoba ke dalam kehidupan masyarakat dengan cara memulihkan proses berpikir, berperilaku dan beremosi sebagai

21 http://www.psychologymania.com/2012/08/pengertian-rehabilitasi-narkoba.html diakses tanggal 26 Januari 2016 Pukul 08.18 wita

(28)

16 komponen kepribadiannya agar mampu berinteraksi di lingkungan sosialnya (dalam lingkungan rehabilitasi).

2. Jenis-jenis dan Tahapan Rehabilitasi

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika terdapat setidaknya 2 (dua) jenis rehabilitasi, yaitu Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial.

Menurut Pasal 1 butir (16) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, bahwa:

Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika.

Tahapan Rehabilitasi Medis terdiri atas :22 1. Tahap Penerimaan Awal (Intake Process)

Penerimaan awal merupakan suatu tahap proses penerimaan calon residen sebelum memulai tahap rehabilitasi selanjutnya, dengan tahapan sebagai berikut:

- Tes Urine (Urine test): tes yang dilakukan pertama kali pada saat penerimaan calon residen.

- Assestment: anamnesis dan pemeriksaan fisik.

- Informed consent oleh keluarga dan residen berupa pengisian berkas-berkas administrasi.

22 Deputi Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional, Standar Nasional Pelayanan Ketergantungan Narkoba Bagi Unit dan atau Lembaga Rehabilitasi Instansi Pemerintah, 2012. Hal 10-11.

(29)

17 2. Detoksifikasi

Detoksifikasi merupakan suatu proses pelayanan perawatan residen penyalahgunaan narkoba yang mengalami gejala putus zat yang dilaksanakan dalam waktu antara 7 (tujuh) sampai dengan 14 (empat belas) hari. Detoksifikasi juga digunakan untuk menilai klien dengan gangguan mental dan perilaku.

3. Stabilitasi dan Orientasi (Entry Unit)

Entry Unit merupakan suatu proses penatalaksanaan dan evaluasi klien setelah detoksifikasi. Selain itu juga merupakan tahapan orientasi program bagi klien/ residen dalam menjalani tahap berikutnya. Waktu yang dibutuhkan dalam kegiatan ini adalah 14 (empat belas) hari. Beberapa tahapan dalam pelaksanaan kegiatan ini terdiri dari:

- Assestment psikiater, dokter umum dan psikolog.

- Klien di observasi minimal 1 (satu) minggu atau sampai ada konfirmasi penanggung jawab.

- Konsultasi program.

- Klien dengan kasus sulit atau khusus akan di putuskan melalui case conference.

(30)

18 Sementara Pasal 1 butir (17) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa:

Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.

Sama hal nya dengan program Rehabilitasi Medis, Rehabilitasi Sosial pun terdiri atas beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:23

1. Program Primary

Program primary adalah tahapan program untuk menstabilkan kondisi fisik dan psikologis. Pada tahap ini residen mulai bergabung dalam komunitas terstruktur yang mempunyai hierarki, jadwal harian, terapi kelompok, grup seminar, konseling dan departemen kerja sebagai media pendukung perubahan diri.

Pelaksanaan program primary membutuhkan waktu selama 4 (empat) bulan yang dibagi menjadi beberapa tahapan sebagai berikut:

- Fase Younger Member

Memfasilitasi residen dalam hal pengenalan program rehabilitasi dengan modalitas Therapeutic Community,

23 Deputi Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional, Standar Nasional Pelayanan Ketergantungan Narkoba Bagi Unit dan atau Lembaga Rehabilitasi Instansi Pemerintah, 2012. Hal 12-13.

(31)

19 adaptasi dengan lingkungan program, perangkat yang digunakan, peraturan yang berlaku, norma dan nilai yang dijunjung tinggi dalam program. Fase ini membutuhkan waktu 1 (satu) bulan.

- Fase Middle Member

Memfasilitasi residen untuk mengembangkan diri sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, memahami hubungan antara program yang dijalankan dengan kenyataan yang terjadi di kehidupan nyata. Fase ini membutuhkan waktu 2 (dua) bulan.

- Fase Older Member

Memfasilitasi residen untuk melatih jiwa kepemimpinan (leadership skill), tanggung jawab, keterampilan interpersonal dan pemahaman tentang aspek-aspek kehidupan yang lebih mendalam. Fase ini membutuhkan waktu 1 (satu) bulan. Kegiatan dalam tahap ini terdiri dari terapi aktifitas kelompok, konseling, terapi kejiwaan, terapi edukasi, terapi vokasional, terapi keluarga, terapi spiritual, pemeriksaan kesehatan, rujukan spesialistik.

(32)

20 2. Program Re-Entry

Proses adaptasi dan persiapan kembali bersosialisasi dengan masyarakat di luar komunitas dengan melakukan separasi, asimilasi, dan mendapat informasi untuk membuat pencegahan kekambuhan (relapse). Waktu yang dibutuhkan untuk program ini adalah 4 (empat) minggu dengan tahapan program sebagai berikut:

- Minggu Pertama

Memfasilitasi residen pengenalan program Re-Entry, melakukan psikotest, pemeriksaan kesehatan, evaluasi dari professional dan konseling.

- Minggu Kedua

Memfasilitasi residen untuk mendapat informasi dan edukasi mengenai pencegahan kekambuhan dari segi internal, membuat rencana aksi dan evaluasi dari profesional.

- Minggu Ketiga

Memfasilitasi residen untuk mendapat informasi dan edukasi pencegahan kekambuhan dari segi eksternal, membuat rencana aksi, melaksanakan konseling keluarga dan evaluasi dari professional.

- Minggu Keempat

(33)

21 Memfasilitasi residen untuk mempersiapkan diri melanjutkan ke program pasca-rehab, konseling keluarga dan evaluasi dari profesional. Kegiatan dalam tahap ini terdiri dari terapi kejiwaan, terapi edukasi, terapi vokasional (dalam tahap pengenalan vokasional), terapi keluarga, terapi spiritual, pemeriksaan kesehatan, rujukan spesialistik.

3. Prinsip-Prinsip Dasar Rehabilitasi

Rehabilitasi bagi tersangka dan/atau terdakwa pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika dalam proses peradilan harus tetap sesuai dengan prinsip-prinsip dasar terapi dan rehabilitasi yaitu:24

1. Tidak ada satu terapi tunggal yang sesuai bagi semua individu;

2. Terapi harus selalu tersedia;

3. Terapi yang efektif tidak hanya memperhatikan masalah penggunaan narkotikanya tetapi juga berbagai kebutuhan indvidu dan permasalahan lain terkait masalah penggunaan narkotika;

4. Rencana terapi individu harus dinilai terus menerus dan dimodifikasi sesuai kebutuhan;

5. Menjalankan terapi memerlukan waktu yang cukup dalam mendukung keberhasilan terapi;

6. Konseling individu dan/atau kelompok serta terapi perilaku lain adalah komponen penting bagi keberhasilan terapi adiksi;

24 Badan Narkotika Nasional, Pedoman Rehabilitasi bagi Terdakwa dan/atau Terdakwa Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, Direktorat Penguatan Lembaga Rehabilitasi Instansi Pemerintah Deputi Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional, 2014, hal 7.

(34)

22 7. Pemberian obat-obatan adalah unsur yang penting

dalam terapi, dengan tetap mengkombinasikan konseling dan terapi perilaku lainnya;

8. Individu yang mempunyai gangguan penggunaan narkotika dan gangguan mental harus mendapat terapi untuk keduanya secara bersamaan;

9. Detoksifikasi medis merupakan langkah awal terapi penyalahgunaan narkotika;

10. Terapi tidak perlu harus dilakukan secara sukarela untuk bisa efektif;

11. Kemungkinan penggunaan narkotika selama menjalani terapi harus dimonitor secara terus-menerus;

12. Program-program terapi haruslah menyediakan assesmen untuk HIV dan AIDS, hepatitis B dan C, dan penyakit infeksi lainnya; dan

13. Pemulihan penyalahgunaan narkotika dapat merupakan proses jangka panjang dan seringkali membutuhkan beberapa episode terapi.

C. Tinjauan Umum Tentang Anak 1) Pengertian Anak

Anak dalam masyarakat merupakan pembawa kebahagiaan, hal ini dapat dibuktikan dalam setiap upacara pernikahan, terdapat doa restu dan harapan semoga kedua insan atau kedua mempelai dikaruniai anak. Anak yang lahir diharapkan menjadi anak yang berguna bagi keluarga di masa yang akan datang, yaitu menjadi tulang punggung keluarga, pembawa nama baik keluarga, bahkan juga harapan nusa dan bangsa.

Anak merupakan harapan bangsa dan apabila sudah sampai saatnya akan menggantikan generasi tua dalam melanjutkan roda kehidupan negara, dengan demikian, anak perlu dibina dengan baik agar mereka tidak salah dalam hidupnya kelak.

(35)

23 Anak adalah seseorang yang dilahirkan dari sebuah hubungan antara pria dan wanita. Hubungan antara pria dan wanita ini jika terikat dalam suatu ikatan perkawinan lazimnya disebut sebagai suami istri.

Dalam hukum positif di Indonesia, anak diartikan sebagi orang yang belum dewasa (minderjarig/ person under age), orang yang dibawah umur/ keadaan di bawah umur (minderjarig heid/

inferiority) atau biasa disebut juga sebagai anak yang berada di bawah pengawasan wali (minderjarige under voordij). Pengertian anak itu sendiri jika kita tinjau lebih lanjut dari segi usia kronologis menurut hukum dapat berbeda-beda tergantung tempat, waktu dan untuk keperluan apa, hal ini juga akan mempengaruhi batasan yang digunakan untuk menentukan umur anak. Perbedaan pengertian anak tersebut dapat kita lihat pada tiap aturan perundang- undangan yang ada pada saat ini. Misalnya pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin.25

Secara umum yang dimaksud dengan anak adalah keturunan atau generasi penerus suatu hasil hubungan kelamin

25 Abdussalam. Hukum Perlindungan Anak. 2007. Jakarta: Restu Agung. Hal 5.

(36)

24 atau persetubuhan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan baik dalam ikatan maupun diluar ikatan perkawinan.26

Kemudian di dalam hukum adat sebagaimana dinyatakan oleh Soerojo Wignjodipoero:27

Kecuali dilihat oleh orangtuanya sebagai generasi penerus juga, anak itu dipandang pula sebagai wadah dimana semua harapan orangtuanya kelak dikemudian hari wajib ditumpahkan, pula dipandang sebagai pelindung orangtuanya kelak bila orang tua itu sudah tidak mampu lagi secara fisik untuk mencari nafkah.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 angka (1) menjelaskan bahwa :

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Namun, berbicara mengenai anak yang melakukan tindak pidana atau berhadapan dengan hukum maka pembatasan umur didasarkan pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak yaitu pada Pasal 1 angka (1) dimana disebutkan bahwa :

Anak adalah orang dalam perkara anak telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

Selanjutnya menurut Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak dinyatakan bahwa :

26 http://edukasi.kompasiana.com, diakses tanggal 11 September 2014, Pukul 14:45 wita.

27 Tolib Setiady. Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia.2009. Bandung: Alfabeta.

Hal 173.

(37)

25 Anak nakal adalah:

a. Anak yang melakukan tindak pidana; atau

b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang- undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Namun seiring dengan perkembangan hukum di Indonesia, Mahkamah Konstitusi (MK) melakukan Judicial Review terhadap Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Peradilan Anak dimana Mahkamah Konstitusi merubah bunyi Pasal tersebut menjadi:

Anak adalah orang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 12 (dua belas) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya menyatakan batas usia anak yang bisa dimintai pertanggungjawaban pidana adalah 12 (dua belas) tahun. Mahkamah Konstitusi berpendapat, batas umur minimal 12 (dua belas) tahun lebih menjamin hak anak untuk tumbuh berkembang dan mendapatkan perlidungan sebagaimana dijamin dalam Pasal 28B ayat (2) UUD1945.

Sejak Judicial Review Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Peradilan Anak maka dapat digolongkan sebagai anak dan bisa dihadapkan dalam proses persidangan anak adalah orang yang melakukan tindak pidana dimana pada saat melakukan tindak pidana berusia antara 12 (dua belas) tahun sampai 18 (delapan belas) tahun dimana orang tersebut belum pernah kawin sebelumnya.

(38)

26 Anak dipahami sebagai individu yang belum dewasa.

Dewasa dalam arti anak belum memiliki kematangan rasional, emosional, moral, dan sosial seperti orang dewasa pada umumnya.

Anak merupakan generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek pelaksana pembangan yang berkelanjutan dan pemegang kendali masa depan suatu negara, tidak terkecuali Indonesia.

Tentang berapa batasan usia seseorang sehingga ia dikatakan belum dewasa, akan Peneliti uraikan beberapa pengertian anak:

a. Pengertian anak menurut Hukum Pidana :

KUHP tidak merumuskan secara eksplisit tentang pengertian anak, tetapi dapat dijumpai antara lain pada Pasal 45 dan Pasal 72 yang memakai batasan usia 16 (enam belas) tahun. Pasal ini sudah tidak berlaku lagi karena Pasal ini telah dicabut oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

b. Pengertian anak menurut Hukum Perdata :

Dalam KUHPerdata Pasal 330 ayat (1) didefinisikan bahwa anak yang belum dewasa adalah anak yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak pernah kawin sebelumnya.

c. Pengertian anak menurut Hukum Islam :

(39)

27 Menurut Hukum Islam, anak disebut orang yang belum baliq atau belum berakal dimana mereka dianggap belum cakap untuk berbuat atau bertindak. Seseorang yang dikatakan baliq atau dewasa apabila telah memenuhi satu dari sifat di bawah ini:

 Telah berumur 15 (lima belas) tahun

 Telah keluar air mani bagi laki-laki

 Telah datang haid bagi perempuan

Selain pengertian anak di atas yang telah dijelaskan, Peneliti juga menjelaskan beberapa pengertian anak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia mengenai anak, sebagai berikut:

a. Di dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pengertian anak tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa :

“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”

b. Di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, pengertian anak tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) sebagai berikut :

“Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.”

(40)

28 Selanjutnya Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa batas bawah usia anak yang bisa dimintai pertanggungjawaban pidana adalah 12 (dua belas) tahun. Usia 12 (dua belas) tahun secara relatif sudah memiliki kecerdasan emosional, dan intelektual yang stabil sesuai psikologi anak dan budaya bangsa Indonesia. Karenanya, batas umur 12 (dua belas) tahun lebih menjamin hak anak untuk tumbuh berkembang dan mendapatkan perlindungan sebagaimana dijamin Pasal 28B ayat (2) UUD 1945.

c. Di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, pengertian anak tercantum dalam Pasal 1 ayat (2) sebagai berikut :

Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah menikah.

d. Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, anak didefinisikan dalam Pasal 1 ayat (5) bahwa:

Anak adalah setiap manusia yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.

(41)

29 e. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1988 tentang

Usaha Kesejahteraan Anak bagi anak yang Mempunyai Masalah. Menurut ketentuan ini:

Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.

f. Pengertian anak menurut Konvensi tentang Hak-Hak Anak (Convention on The Right of The Child)

Pengertian anak menurut konvensi ini, tidak jauh berbeda dengan pengertian anak menurut beberapa perundang-undangan lainnya. Anak menurut konvensi hak anak adalah sebagai berikut :

Anak adalah setiap manusia di bawah umur 18 (delapan belas) tahun kecuali menurut undang- undang yang berlaku pada anak, kedewasaan dicapai lebih awal.” Sedangkan pengertian anak sebagai korban kejahatan adalah anak yang menderita mental, fisik dan sosial akibat perbuatan jahat (tindak pidana menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri yang bertentangan dengan hak dan kewajiban pihak korban misalnya menjadi korban perlakuan salah, penelantaran, perdagangan anak, pelacuran, penganiayaan, pemerkosaan dan sebagainya oleh ibu, bapak, dan saudaranya serta anggota masyarakat disekitarnya.

(42)

30 Klasifikasi perkembangan anak hingga dewasa dikaitkan dengan usia dan kecenderungan kondisi kejiwaannya, menurut Singgih Gunarso28 terbagi menjadi 5 (lima) tahap, yaitu :

a. Anak, seseorang yang berusia di bawah 12 tahun;

b. Remaja dini, yaitu seseorang yang berusia antara 12-15 tahun;

c. Remaja penuh, yaitu seseorang yang berusia 15-17 tahun;

d. Dewasa muda, yaitu seseorang yang berusia 17-21 tahun;

e. Dewasa, yaitu seseorang yang berusia di atas 21 tahun.

Diantara sekian banyak pengertian anak yang telah dikemukakan, maka dalam tulisan ini pengertian anak yang digunakan Peneliti adalah pengertian anak menurut Undang- Undang Perlindungan Anak yaitu anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dalam undang-undang ini menjamin dan melindungi hak-hak anak agar dapat hidup tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

2) Anak sebagai Korban Penyalahgunaan Narkotika

John Gray, dalam bukunya yang berjudul “Children Are From Heaven” bercerita bahwa semua anak dilahirkan baik dan tak

28 Nashriana. Perlindungan Hukum Pidana Terhadap Anak di Indonesia. 2001. Jakarta:

Raja Grafindo. Hal 12.

(43)

31 berdosa. Setiap anak masing-masing sudah unik dan istimewa.

Mereka memasuki dunia ini dengan tujuan sendiri. Sebutir apel akan menjadi buah apel, jangan dipaksa untuk menjadi buah jeruk atau buah anggur.29

Sebelum membahas lebih lanjut apa yang dimaksud dengan anak sebagai korban penyalahgunaan narkotika, maka ada baiknya diperhatikan pengertian korban penyalahgunaan narkotika. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2011 (PP Nomor 25 Tahun 2011) tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika, Pasal 1 butir (4):

Korban Penyalahgunaan Narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan Narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika.

Anak merupakan sasaran empuk penyalahgunaan narkotika.

Melihat secara psikologis anak adalah individu yang masih sangat polos. Perihal anak menjadi korban penyalahgunaan narkotika, hal ini sudah terjadi sejak lama. Namun tak banyak orang tua yang mengetahui hal tersebut. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut:

29 Badan Narkotika Nasional, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba untuk Pelajar dan Mahasiswa. Jakarta, 2008. Hal 33.

(44)

32 Jumlah Penyalahguna Narkoba Berdasarkan Kelompok Usia

Tahun 2014

No. Kelompok Usia Jenis Kelamin

Jumlah Laki-Laki Perempuan

1 2 3 4 5

1. < 15 Tahun 38 2 40

2. 15 – 20 Tahun 312 8 320

3. 21 – 25 Tahun 392 29 421

4. 26 – 30 Tahun 589 45 634

5. 31 – 35 Tahun 745 87 832

6. 36 – 40 Tahun 402 28 430

7. > 40 Tahun 175 13 188

JUMLAH 2.653 212 2.865

Sumber: Sistem Informasi Narkoba, BNN

Jumlah Penyalahguna Narkoba Berdasarkan Kelompok Usia Tahun 2015

No. Kelompok Usia Jenis Kelamin

Jumlah Laki-Laki Perempuan

1 2 3 4 5

1. < 15 Tahun 785 89 874

2. 15 – 20 Tahun 3.713 540 4.253

3. 21 – 25 Tahun 3.626 573 4.199

4. 26 – 30 Tahun 3.034 471 3.505

5. 31 – 35 Tahun 2.800 364 3.164

6. 36 – 40 Tahun 1.703 207 1.910

7. > 40 Tahun 1.754 223 1.977

JUMLAH 17.415 2.467 19.882

Sumber : Sistem Informasi Narkoba, BNN

Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa jumlah penyalahguna yang berusia di bawah 15 (lima belas) tahun dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada tahun 2014, tercatat sebanyak 40 (empat puluh) orang anak yang menyalahgunakan narkotika, yang terdiri atas 38 (tiga puluh delapan) orang laki-laki

(45)

33 dan 2 (dua) orang perempuan. Jumlahnya terus mengalami peningkatan di tahun 2015 sejumlah 874 orang yang terdiri atas laki-laki sebanyak 785 orang dan perempuan sebanyak 89 orang.

Sementara penyalahguna yang berusia 15 tahun sampai dengan 20 tahun berjumlah 4.253 orang.

3) Perlindungan Anak dan Dasar Hukum Perlindungan Anak

Kedudukan anak sebagai generasi muda yang akan meneruskan cita-cita luhur bangsa, calon-calon pemimpin bangsa di masa mendatang dan sebagai sumber harapan bagi generasi terdahulu, perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Perlindungan anak merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kedudukan dan peranan, yang menyadari betul pentingnya anak bagi nusa dan bangsa di kemudian hari.

Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan. Perlindungan anak Indonesia30 berarti melindungi potensi sumber daya insani dan membangun manusia Indonesia seutuhnya, menuju masyarakat

30 Ibid, hal 1.

(46)

34 yang adil dan makmur, materil spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Upaya-upaya perlindungan anak harus dimulai sedini mungkin, agar kelak dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan negara. Dalam Pasal 2 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, ditentukan bahwa:31

Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa kandungan maupun sesudah dilahirkan. Anak berhak atas perlindungan-perlindungan lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar.

Menurut Pasal 1 huruf f Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2008, perlindungan anak diartikan sebagai berikut:

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat, kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan, diskriminasi dan eksploitasi yang mempunyai masalah dijalanan.

Perlindungan anak32 adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar, baik fisik, mental, dan sosial. Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat,

31 Ibid, hal 2.

32 Maidin Gultom. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. 2008. Bandung: PT. Refika Aditama. Hal 33

(47)

35 dengan demikian perlindungan anak diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Kegiatan perlindungan anak membawa akibat hukum, baik dalam kaitannya dengan hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Hukum merupakan jaminan bagi kegiatan perlindungan anak. Arif Gosita33 mengemukakan bahwa kepastian hukum perlu diusahakan demi kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat negatif yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan perlindungan anak.

Perlindungan terhadap anak merupakan hak asasi yang harus diperoleh anak. Sehubungan dengan hal ini, Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menentukan bahwa:

Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Pernyataan dari pasal ini menunjukkan tidak ada perbedaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan bagi semua warga negara, baik wanita, pria, dewasa dan anak-anak dalam mendapat perlindungan hukum. Masalah perlindungan hukum terhadap anak, bukan saja masalah hak asasi manusia tetapi lebih luas lagi adalah masalah penegakan hukum, khususnya penegakan hukum terhadap anak sebagai tindak kejahatan.

33 Arif Gosita. Masalah Perlindungan Anak. 1989. Jakarta: Akademi Pressindo. Hal 19

(48)

36 Pengertian perlindungan anak dapat juga dirumuskan sebagai:34

a. Suatu perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat.

Keadilan ini merupakan keadilan sosial yang merupakan dasar utama perlindungan anak;

b. Suatu usaha bersama melindungi anak untuk melaksanakan hak dan kewajibannya secara manusiawi dan positif;

c. Suatu permasalahan manusia yang merupakan suatu kenyataan sosial. Menurut proporsi yang sebenarnya, secara dimensional perlindungan anak beraspek mental, fisik, dan sosial, hal ini berarti bahwa pemahaman, pendekatan, dan penanganan anak dilakukan secara integratif, interdisipliner, intersektoral, dan interdepartemental;

d. Suatu hasil interaksi antara pihak-pihak tertentu, akibat adanya suatu interrelasi antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhinya. Jadi perlu diteliti, dipahami, dan dihayati siapa saja (objek dan subjek hukum) yang terlibat sebagai komponen pada adanya (eksistensi) Perlindungan Anak tersebut. Perlindungan anak merupakan permasalahan yang rumit dan sulit sehingga penanggulangannya harus dilakukan secara simultan dan bersama-sama;

e. Suatu tindakan individu yang dipengaruhi oleh unsur-unsur sosial tertentu atau masyarakat tertentu, seperti kepentingan yang dapat menjadi motivasi, lembaga-lembaga sosial (keluarga, sekolah, pesantren, pemerintah, dan sebagainya), nilai-nilai sosial, norma (hukum), status, peran, dan sebagainya. Agar dapat memahami dan menghayati secara tepat sebab-sebab orang melakukan perlindungan anak sebagai suatu tindakan individu (sendiri-sendiri atau bersama-sama), maka dipahami unsur-unsur struktur sosial yang terkait;

f. Dapat merupakan suatu tindakan hukum (yuridis) yang dapat mempunyai akibat hukum yang harus diselesaikan dengan berpedoman dan berdasarkan hukum. Perlu adanya pengaturan berdasarkan hukum untuk mencegah dan menindak pelaksanaan Perlindungan Anak yang menimbulkan penderitaan mental, fisik, dan sosial pada anak yang bersangkutan;

g. Harus diusahakan dalam berbagai bidang penghidupan dan kehidupan keluarga, bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa.

Taraf Perlindungan Anak pada suatu masyarakat atau bangsa merupakan tolok ukur taraf peradaban masyarakat dan bangsa tersebut;

34 Maidin Gultom, Op.cit. Hal 36

(49)

37 h. Merupakan suatu bidang pembangunan nasional. Mengabaikan

masalah Perlindungan Anak akan mengganggu pembangunan nasional serta kesejahteraan rakyat maupun anak. Ikut serta dalam pembangunan nasional adalah hak dan kewajiban setiap warga negara; dan

i. Merupakan bidang pelayanan sukarela (voluntarisme) yang luas lingkupnya dengan gaya baru (inovatif, inkonvensional).

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 menentukan bahwa:

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Perlindungan anak juga dapat diartikan sebagai segala upaya yang ditujukan untuk mencegah, rehabilitasi dan memberdayakan anak yang mengalami tindak perlakuan salah, eksploitasi dan penelantaran, agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang secara wajar, baik fisik, mental maupun sosialnya.

Perlindungan anak adalah suatu usaha melindungi anak agar dapat melaksanakan hak dan kewajibannya.35

Hak-hak dan kewajiban anak selanjutnya diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, diantaranya seperti yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 pada tanggal 25 Agustus 1990, yang merupakan ratifikasi dari Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak (Convention on the rights of the Child);

35 Maidin Gultom. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan. 2012. Bandung:

PT. Refika Aditama. Hal 70.

Referensi

Dokumen terkait

Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan No. 46 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Rehabilitasi Medis bagi Pecandu, Penyalahguna , dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang

10 Penyalahgunaan dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Sesuai Dengan Ketenttuan Yang Berlaku, maka pada hasil penelitia, wawancara, dan pembahasan, maka dapat

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana bentuk perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika danfaktor-faktor apa saja yang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan rehabilitasi terhadap korban penyalahgunaan narkotika pada Lembaga Rehabilitasi LPAIC Kota Makassar sudah berjalan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagi korban penyalahgunaan narkotika penjatuhan pidana merupakan ultimum remedium, sebisa mungkin hakim menjatuhkan pidana rehabilitasi

Ketentuan mengenai rehabilitasi terhadap pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 maupun

a) Proses penerapan rehabilitasi bagi pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika oleh Satnarkoba Polres Kepulauan Mentawai udah berjalan sesuai dengan peraturan

REHABILITASI TERHADAP PELAKU ANAK TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA By Yahman