• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENGUMPULAN DATA DAN ANALISA DATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV PENGUMPULAN DATA DAN ANALISA DATA"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

BAB IV

PENGUMPULAN DATA DAN ANALISA DATA

A. Latar Belakang Munculnya Batik Banyuwangi

Munculnya batik Banyuwangi jika didasarkan dari sumber literatur dan beberapa hasil wawancara baik dari budayawan, saksi hidup, dan karyawan sentra pengrajin, dapat dikategorikan menjadi tiga faktor utama,yakni:

1. Ekspansi Mataram ke Wilayah Banyuwangi (Blambangan) sebagai Awal Mula Adanya Kegiatan Pembatikan di Banyuwangi.

Banyuwangi sebagai salah satu wilayah di Indonesia yang termasuk dalam lingkup batik pesisir merupakan Kabupaten yang terletak di ujung timur pulau Jawa secara geografis terletak pada koordinat 7o45’15” – 8o43’2” Lintang Selatan dan 113o38’10” Bujur Timur yang berbatasan dengan Kabupaten Situbondo di sebelah utara, Kabupaten Jember di sebelah Selatan, timur berbatasan dengan Selat Bali, dan di sebelah selatan adalah Samudra Hindia (Banyuwangi Culture and Tourism Service, page 2).

Kondisi Koordinat itu menyebabkan Banyuwangi memiliki keragaman pemandangan alam, kekayaan seni dan budaya, serta adat tradisi. Pesona alam yang indah tersebar dari wilayah utara sampai selatan, dan dari wilayah barat sampai timur, dengan gunung, hutan, serta pantai sebagai pemberi corak dari masing-

(2)

terhadap tingkat pertumbuhan flora dan fauna di sekitarnya. Seperti yang diungkapkan Munoz (2006:417) bahwa Tome Piréz yang pernah mengunjungi Jawa pada tahun1513 Masehi menyatakan bahwa daerah Blambangan merupakan wilayah yang kaya, cukup penduduk, panenan berlimpah, dan terdapat banyak kuda dan budak. Kondisi itu menjadi cerminan mata pencaharian penduduk Blambangan yang mayoritas adalah nelayan dan petani. Jika ditelisik melalui segi perekonomiannya Banyuwangi memiliki sistem ekonomi yang bersifat agraris (De Graaf dan Pigeaud, 2003:217).

Gambar 14. Peta Banyuwangi (Sumber: www.google.com, 2012)

(3)

commit to user

penting bagi kapal-kapal yang berlayar menuju pulau rempah-rempah. Wilayah ini sulit ditaklukkan oleh Para Raja Jawa Timur karena penampang alamnya yang sulit dijangkau (sebelah barat pegunungan (Ijen), sebelah timur lautan (Selat Bali) , sebelah utara hutan (Baluran) dan sebelah selatan pegunungan (Gumitir dan Raung) (Munoz, 2006: 417).

Kondisi alam Banyuwangi yang memiliki penampang wilayah yang cukup sulit, tetapi menarik untuk ditelisik lebih lanjut menyebabkan beberapa penguasa kerajaan ingin menjatuhkan dan menduduki Banyuwangi. Salah satu kerajaan tersebut adalah Mataram Islam di bawah kepemimpinan Sultan Agung Hanyokro Kusumo (1613 – 1646). Sultan Agung pada awalnya berusaha menghancurkan kekuatan VOC di Batavia, namun karena gagal dia mengalihkan perhatiannya ke wilayah timur , seperti : Pasuruan tahun 1617, Tuban tahun 1620, Madura tahun 1624, Surabaya tahun 1625, dan pada tahun 1633 di Blambangan, Panarukan, dan Blitar.

Blambangan pada tahun 1620 sampai tahun 1639 mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Bali. Raja Gelgel yakni penguasa Bali bekerja sama dengan penguasa Blambangan untuk mengadakan serangan terhadap Mataram dengan mengerahkan 20.000 prajurit. Mereka berhasil memukul mundur pasukan Mataram, namun hal tersebut tidak berlangsung lama. Hingga pada tahun 1636-1639 Mataram kembali melakukan penyerangan dan hasilnya dimenangkan oleh pihak Mataram Penguasa Blambangan pada tahun 1620 –an sampai tahun 1639 sangat erat hubungannya dengan Bali. Raja Gelgel yang saat itu bekerja sama dengan penguasa Blambangan pada tanggal 7 Oktober 1635 mengadakan serangan besar-besaran

(4)

Blambangan. Mataram dan Sultan Agung berhasil dipukul mundur, namun mereka (pihak Mataram) kembali melakukan serangan pada tahun 1636 – 1639. Dan serangan tersebut dimenangkan oleh pihak Mataram.

Mataram yang telah berhasil menaklukkan Blambangan kemudian mulai melakukan Islamisasi dan menerapkan sistem atau pola hidup mereka terhadap penduduk Blambangan termasuk dalam lingkup sosial dan kebudayaan.

Berdasarkan hasil hipotesa juga menyatakan bahwa latar belakang kemunculan batik di Banyuwangi tidak luput dari periode penaklukkan Blambangan oleh Mataram.

Dimana pada saat kekuasaan Mataram inilah banyak kawula muda Blambangan yang di bawa ke pusat pemerintahan Mataram Islam di Pleret Kotagede, sehingga tidak mustahil para kawula muda Blambangan belajar membatik di keraton Mataram Islam . Munculnya pembatikan di wilayah Banyuwangi di mulai dari centra batik di wilayah Temenggungan (Azhar Prasetyo, Wawancara, 29 Oktober 2012).

2. Batik Sebagai Mata Dagang di Banyuwangi

Bentuk perdagangan yang mejadi faktor penting dalam perkembangan batik terutama di wilayah pesisir seperti Banyuwangi tercermin dalam sejarah. Sejarah menyatakan perkembangan perdagangan di Nusantara mulai menunjukkan kemajuan ketika Islam mulai berpengaruh di kawasan pesisir (Biranul Anas, Ratna Panggabean, dan Hassanudin, 1997:86). Sejak awal abad ke -16, seluruh pantai utara Jawa telah

(5)

commit to user

sebagai tempat pertemuan kalangan pedagang. Kota pesisir mengundang pedagang untuk menawarkan dan membeli barang yang saling membutuhkan. Wilayah Banyuwangi sebagai salah satu kota pesisir juga tentu menjadi tempat tujuan dagang.

Tome Pirez mencatat beberapa komoditas seperti emas, tembaga, bermacam ternak, ikan, sayuran, buah-buhan, beras yang putih , dan “….For merchandise they have countless Javanese cloth, which they take to Malacca to sell”. Dia secara jelas menyatakan “Javanese cloth” sebagai kain yang memiliki ragam hias khas Jawa.

”Javanese Cloth” amat besar kemungkinannya adalah batik, karena batik telah memasyarakat sejak era Mataram dan bahan-bahan batik termasuk komoditas yang dijual pada pasar internasional, seperti Malaka (Armando Cortesao dalam Biranul Anas, Ratna Panggabean, dan Hassanudin, 1997:88-89). Dilihat dari hal tersebut maka tidak dipungkiri bahwa batik telah menjadi suatu komoditas perdagangan.

Peristiwa itu lambat laun menjadi proses yang menghadirkan para pedagang batik Solo dan Yogyakarta pada tahun 1920-an masuk ke wilayah Banyuwangi dan menetap menjadi warga kota tersebut. Hingga saat ini mereka berdomisili di sekitar wilayah Rogojampi 1 . Adanya pedagang dari Solo dan Yogyakarta yang memiliki latar belakang budaya batik yang cukup kuat, membuat besarnya kemungkinan mereka menerapkan dan memberi motivasi pada mayarakat Banyuwangi untuk mengembangkan potensi batik yang ada di wilayah mereka. Dalam hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu latar belakang kemunculan batik di Banyuwangi adalah suatu bentuk kegiatan perdagangan yang dibawa oleh masyarakat pendatang.

Bentuk perdagangan yang mejadi faktor penting dalam perkembangan batik terutama di wilayah pesisir seperti Banyuwangi juga tercermin dalam sejarah. Sejrah

(6)

menyatakan bahwa sejak awal abad ke-16 seluruh pantai utara Jawa telah dikuasai oleh kerajaan-kerajaan Islam.

Batik Banyuwangi juga mulai dikenal secara lebih komersial ketika masa pendudukan Jepang berkisar tahun 1942. Jepang memang tidak berperan dalam penciptaan motif batik Banyuwangi, namun mereka berperan dalam perkembangan batik Banyuwangi dari segi perekonomin. Banyuwangi pada awalnya adalah wilayah yang secara ekonomi tidak kekurangan, sebab ditunjang oleh kondisi alamnya yang subur. Keadaan tersebut berubah, saat pendudukan Jepang di Hindia Belanda.

Banyuwangi yang semula sebagai wilayah yang surplus makanan berubah drastis2. Kondisi Banyuwangi yang sedang mengalami krisis membuat Jepang bertindak agar wilayah jajahannya tetap menguntungkan bagi mereka. Salah satu tindakan tersebut dan cukup membantu bagi Jepang adalah dengan mengembangkan potensi batik yang ada di Banyuwangi. Penguasa Jepang juga memberikan dukungan pada pemerintah Banyuwangi dengan mendatangkan ATBM (alat tenun bukan mesin) untuk mengadakan pameran kain tenun (Hasnan Singodimayan, Wawancara, 6 November 2012).

Bukti lainnya bahwa Jepang memiliki peran dalam mengembangkan batik Banyuwangi adalah dengan menerapkan peraturan bahwa murid wanita yang menuntut ilmu di bawah lembaga pendidikan naungan Jepang harus memiliki kemampuan membatik. Sekolah Mardiputri yang saat ini SDN Kepatihan merupakan

(7)

commit to user

tradisional dengan batik tulis dan dengan proses pemanasan malam yang menggunakan bahan bakar kayu. Pada dasarnya tindakan Jepang yang seolah-olah meningkatkan kondisi perekonomian bagi Banyuwangi adalah salah satu bentuk kamuflase bagi Jepang untuk meraih kuntungan yang semata-mata untuk kepentingan pribadi mereka (Mak Sum, Wawancara, 31 Oktober 2012).

Gambar 15. Mak Sum (kiri) dan Proses Pencairan Malam yang Masih Tradisional (kanan) ( Sumber : Foto Fenty Pratiwi, 2012)

3. Batik Sebagai Cerminan Kondisi dan Budaya Masyarakat Banyuwangi Banyuwangi sebagai kota yang dikelilingi dengan kondisi alam yang indah yang terdiri dari gunung, hutan, serta pantai sangat tercermin dari pola hidup masyarakatnya yang rata-rata petani dan nelayan. Mata pencaharian dalam lingkup pertanian tercermin dari wilayah Banyuwangi yang berupa pegunungan , persawahan, dan perkebunan. Keadaan tersebut menjadi cerminan dalam penuangan visual pola-pola hias batiknya, dimana batik Banyuwangi banyak diinspirasi dari

(8)

tumbuh-tumbuhan atau flora. Walaupun unsur flora tidak selalu sesuai dengan hasil pertanian yang ada di Banyuwangi seperti karet, kopi, coklat dan kelapa.

Lingkup kota Banyuwangi yang juga banyak didiami olah kaum santri cukup mempengaruhi dalam pembentukan pola hias batiknya. Etos dagang santri dalam Islam yang meliputi iradah, amanah, ikhtiar, ilmu, amal, dan tawakal berkaitan dalam pembentukan pola hias pada batik Banyuwangi. Islam melarang menciptakan pola hias yang menyerupai mahluk hidup dan dapat menimbulkan syirik (Hasanudin, 201:249). Oleh karena itu, bentuk-bentuk pola hias banyak divisualisasikan dalam bentuk flora maupun fauna yang tidak ditampilkan secara nyata sesuai dengan aslinya , namun dalam bentuk penggayaan ataupun mengambil salah satu karakter dari mereka. Pola hias yang mengambil salah satu bagian karakteristik hewan adalah gajah oling. Dimana pola hias ini diambil dari unsur belalai gajah yang ditampilkan dalam wujud lengkungan. Diantara lengkungan tersebut terdapat unsur-unsur flora seperti bunga melati dan daun dilem.

Menjelang abad ke-20 tepatnya tahun 1936 batik telah dikenakan oleh seorang penari gandrung yang bernama Semi. Hal tersebut diketahui oleh budayawan Banyuwangi Hasnan Singodimayan. Budaya seni pertunjukkan seperti tari gandrung pada era gandrung Semi banyak diminati oleh komunitas masyarakat seperti Jawa, Bali, dan Madura yang bekerja di sektor pertanian dan perkebunan milik pemerintah Belanda di Banyuwangi (Anoegrajekti, 2011 : 27). Tradisi masyarakat Banyuwangi

(9)

commit to user

Latar belakang kemunculan batik Banyuwangi jika dibuat dalam skema adalah sebagai berikut:

1 Gambar 16. Skema Latar Belakang Munculnya Batik Banyuwangi

1Dinyatakan oleh Aguk W. Nuryadi dalam literatur Azhar Prasetyo, 2008. Batik Banyuwangi.Banyuwangi : Dewan Kesenian Blambangan

2 Hisbaron Muryantoro. 2012. Banyuwangi: Situasi dan Kondisi Politik, Sosial, Ekonomi Budaya dan Militer Pada Masa Pendudukan Jepang (1942-1945). PATRAWIDYA (Jurnal) Yogyakarta: Seni Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya.

Masuknya Keraton

Mata Dagang Latar Belakang

Kemunculan Batik Banyuwangi

- Kota pesisir yang mengundang pedagang untuk menawarkan dan membeli barang dagangan - Perdagangan Solo dan Yogyakarta

- Dikembangkan oleh bangsa Jepang ketika menjajah

Banyuwangi untuk kepentingan pribadi mereka

Kondisi dan Budaya Masyarakat

- Tercermin dari kondisi

masyarakat Banyuwangi seperti:

agama , mata pencaharian, budaya dan kondisi alam.

Ekspansi Kerajaan Mataram tahun 1635 ke wilayah Blambangan (Banyuwangi).

(10)

B. Pola Hias Batik Banyuwangi

Hasil data yang didapatkan terkait dengan pola hias batik Banyuwangi terdapat 20 pola hias yang ditetapkan menjadi ciri khas dari batik wilayah ini. Peneliti mengambil sampel pola hias yang memang telah dimuseumkan sebagai patokan bahwa memang pola hias batik Banyuwangi terdiri dari 20 macam jenis yang berbeda, hal tersebut di luar pengembangan pola hias yang saat ini memang banyak pengusaha batik yang menciptakan pola hias baru untuk memenuhi kebutuhan pasar atau konsumen. Dua puluh pola hias batik Banyuwangi, yakni: 1) Sisik Papak, 2) Galaran, 3) Moto Pitik, 4) Blarak, 5) Kawung, 6) Kangkung Setingkes, 7) Dilem Semple, 8) Maspun, 9) Joloan, 10) Paras Gempal, 11) Gedegan, 12) Semanggian, 13) Sembruk Cacing, 14) Gajah Oling, 15) Sekar Jagad, 16) Garuda, 17) Kopi Pecah, 18) Cendrawasih, 19) Ukel, dan 20) Batik Latar Putih.

Batik di wilayah Banyuwangi termasuk dalam golongan batik pesisiran dengan salah satu pola hiasnya adalah Gajah Oling (Muhammad Suyadi, Wawancara 9 November 2012). Berdasarkan analisa dan yang telah tersampaikan baik dalam latar belakang atau kajian pustaka batik Banyuwangi adalah termasuk ke dalam golongan batik pesisir, karena secara geografis letaknya berada di wilayah pesisir pantai.

Terkait dengan pola hias batik Banyuwangi secara karakteristik dikelompokan menjadi tiga, yakni batik dengan pola hias lataran, pola hias buketan, dan pola hias

(11)

commit to user

golongan lainnya adalah pola hias garuda, dilem semple dan cendrawasih. Pola hias dengan karakter lainnya adalah garuda, gajah oling, dan cendrawasih. Penamaan dari pola hias batik Banyuwangi sebagian besar didasarkan pada unsur latar belakang dan sebagian kecil unsur motif utama sebagai penyusun pola hias.

Di bawah ini merupakan bentuk skema dari pengelompokan pola hias batik Banyuwangi:

Gambar 17. Skema Pengelompokan Pola Hias Batik Banyuwangi Pola Hias Batik

Banyuwangi

Pola Lataran Pola Buketan Pola Lainnya

- - Sisik Papak - - Galaran

- Moto Pitik - Blarak - Joloan - Ukel - Gedegan - Paras Gempal - Sembruk Cacing - Kopi Pecah - Semanggian

- Pola Hias Blarak

Kangkung Setingkes - Maspun

- Batik Latar Putih

- Gajah Oling - Dilem Semple - Garuda - Cendrawasih - Kawung - Sekar Jagad

-

(12)

Visual pola hias batik Banyuwangi:

1. Pola Hias Sisik Papak

Gambar 18. Pola Hias Sisik Papak

(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Pola Hias pertama adalah sisik papak, pola ini terdiri dari ornamen motif gajah oling, motif bunga, dan kupu-kupu, untuk ornamen lataran berupa pola sisik papak.

2. Pola hias Galaran

(13)

commit to user

Pola Hias galaran, secara visual terdiri dari tiga komponen ornament motif, yakni : gajah oling, bunga melati, dan ukel yang berwujud seperti daun pakis muda, serta ornamen lataran berupa galaran (garis-garis diagonal).

3. Pola Hias Moto Pitik

Gambar 20. Pola Hias Moto Pitik

(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Unsur visual dari pola hias moto pitik terdiri dari motif gajah oling, bunga melati, dan ukel yang secara kasat mata menyerupai daun pakis atau paku yang masih muda, sedangkan untuk pola hias lataran adalah moto pitik.

(14)

4. Pola Hias Blarak

Gambar 21. Pola Hias Blarak

(Sumber: Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Komponen pola hias blarak terdiri dari : gajah oling (motif berupa tiga daun dilem, tiga bunga manggar, dan satu bunga melati), bunga melati, ornamen lengkung (ukel) yang berbentuk seperti daun pakis muda, dan pola lataran yakni blarak.

5. Pola Hias Kawung

(15)

commit to user

Pola hias kawung terdiri dari susunan bundar atau ellips. Kawung yang menjadi salah satu pola hias dari batik Banyuwangi merupakan hasil modifikasi dari batik klasik. Sifat dari pola hias kawung merupakan gambaran pola yang termasuk dalam golongan ceplokan yang digambarkan

dalam sistem repeat pola satu langkah ke semua arah atau ABCD. Pola hias kawung termasuk ke dalam golongan ornament geometri.

6.. Pola Hias Kangkung Setingkes

Gambar 23. Pola Hias Kangkung Setingkes (Sumber: www.google.com, 2012)

Visual pola hias kangkung setingkes adalah termasuk dalam pola hias buketan berupa satu ikat tanaman kangkung yang terdiri dari batang, bunga, dan daun, sedangkan untuk ornamen lainnya adalah motif flora burung dan kupu-kupu2.

2 Buketan adalah batik dengan motif tumbuhan atau lung-lungan. Motif ini biasanya terdapat pada bagian kain batik sarung dari Pekalongan, Laem, Tegal, dan Cirebon atau daerah-daerah lainnya. Sewan Susanto. 1980. . Seni Kerajinan Batik Indonesia. Jakarta: Balai Penelitian Batik dan Kerajinan, Lembaga

(16)

7. Pola Hias Dilem Semple

Gambar 24. Pola Hias Dilem Semple

(Sumber: Batik Karya Mak Sum, FotoFenty Pratiwi, 2012)

Komponen pola hias dilem semple secara keseluruhan disusun dari ornamen motif yang berupa daun dilem atau daun nilam, yang dilengkapi dengan ornamen fauna berupa burung.

8. Pola Hias Maspun

(17)

commit to user

Visual pola hias maspun secara keseluruhan termasuk dalam kelompok buketan, namun dalam segi penamaan maspun diambil dari pola lataran. Ornamen pola hias maspun terdiri dari beberapa motif flora dan fauna yang terdiri dari bunga, dedaunan,dan burung.

9. Pola Hias Joloan

Gambar 26. Pola Hias Joloan

( Sumber : Batik Virdes dan Museum Blambangan, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Karakteristik pola hias joloan juga sama dengan pola moto pitik, dimana penamaan pola hiasnya didasarkan pada pola lataran. Motif yang terdapat di atas pola lataran adalah : gajah oling, bunga melati, dan ornamen lengkung (ukel) yang secara visual menyerupai daun pakis atau tumbuhan paku yang masih muda.

(18)

10. Pola Hias Paras Gempal

Gambar 27. Pola Hias Paras Gempal (Sumber: Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Istilah nama pola hias paras gempal diambil dari bagian lataran. Visual pola hias terdiri komponen motif flora yang terdapat pada bagian atas latar, sedangkan untuk pola latar adalah paras gempal . Paras berarti permukaan (baik tanah, tembok, dan sebagainya) yang retak sehingga menbentuk efek terbelah segitiga.

(19)

commit to user 11. Pola Hias Gedegan

Gambar 28. Pola Hias Gedegan

(Sumber: Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Pola hias gedegan terdiri dari komponen motif gajah oling, bunga melati, dan ornamen motif ukel. Penamaan gedegan berdasar dari pola lataran motif yang berupa anyaman bambu.

12. Pola Hias Semanggian

Gambar 29. Pola Hias Semanggian (Sumber: Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

(20)

Unsur pola hias semanggian terdiri dari ornamen motif gajah oling, motif bunga yang secara visual tampak dari samping, sedangkan untuk pola lataran adalah semanggian.

13. Pola Hias Sembruk Cacing

Gambar 30. Pola Hias Sembruk Cacing (Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Visual pola hias sembruk cacing berupa ornamen motif gajah oling, bunga melati, dan motif ukel. Kedua komponen motif tersebut terdapat di atas pola latar sembruk cacing.

(21)

commit to user 14. Pola Hias Gajah Oling

Gambar 31. Pola Hias Gajah Oling (Sumber: ITS undergraduate, 2008)

Pola hias gajah oling dibangun dari beberapa komponen motif yang terdiri dari:

gajah oling (sebagai unsur utama), ornamen tambahan berupa kupu-kupu, ukel, dan sulur-suluran daun katuk.

15. Pola HIas Sekar Jagad

Gambar 32. Pola Hias Sekar Jagad (Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

(22)

Visual pola hias sekar jagad terdiri dari kumpulan dari pola hias latar yang terdapat pada batik Banyuwangi, seperti : sembruk cacing, blarak, sisik papak, moto pitik, dan paras gempal. Istilah sekar berarti bunga dan jagad berarti alam semesta, dalam filosofi Jawa

melambangkan hati yang sedang bergembira (bersemarak) karena putra dan putri yang telah mendapatkan jodoh.

16. Pola Hias Garuda

Gambar 33. Pola Hias Garuda

(Sumber : Museum Blambangan, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Visual pola hias garuda terdiri dari ornamen motif burung garuda, dan pola latar yang terdiri dari motif sawut (bunga berjalur) dan trilis. Trilis adalah pola yang terdiri dari gunungan kecil yang berjejer secara horizontal, sementara di bagian tengah antara bagian atas dan bawah pola terdapat titik-titik.

(23)

commit to user 17. Pola Hias Kopi Pecah

Gambar 34. Pola Hias Kopi Pecah

(Sumber : Museum Blambangan dan Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Pola hias kopi pecah terdiri dari ornament motif gajah oling, bunga melati, dan ukel (bentuk ukel menyerupai daun pakis yang masih muda). Unsur visual kopi pecah tidak tersusun pada bagian latar pola seperti halnya pola hias lainnya, namun pola kopi terdapat pada bagian pinggir.

18. Pola Hias Cendrawasih

Gambar 35. Pola Hias Cendrawasih

(Sumber : Museum Blambangan, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

(24)

Pola hias cendrawasih dibangun dari ornamen motif fauna burung cendrawasih yang merupakan fauna khas dari propinsi Irian Jaya. Burung cendrawasih di gambarkan secara stilasi. Berbeda dengan pola hias batik Banyuwangi lain yang penamaannya di dasarkan pada latar belakang. Penamaan pola hias ini benar-benar didasarkan pada objek cendrawasih yang menjadi unsur utama.

19. Pola Hias Ukel

Gambar 36. Pola Hias Ukel

(Sumber: ITS undergraduate dan Musem Blambangan, Foto Fenty Pratiwi, 2008, 2012)

Motif yang menyusun pola hias ukel terdiri dari ornamen flora berupa bunga yang terdapat diatas pola latar ukel, sedangkan untuk komponen ukel atau garis-garis

(25)

commit to user 20. Pola Hias Latar Putih

Gambar 37. Pola Hias Latar Putih

(Sumber: Museum Blambangan, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Pola hias latar putih termasuk kelompok motif buketan, dimana satu bagian terisi penuh dengan motif dan di sisi lain dibiarkan kosong. Ornamen motif yang menyusun pola hias latar putih terdiri dari motif bunga dan burung. Istilah latar putih mengacu pada bagian latar yang polos (tidak bermotif).

(26)

B. Kajian Estetika Pola Hias Batik Banyuwangi Berdasarkan Teori Estetika A.A.M. Djelantik

Seni (art) merupakan hal-hal yang diciptakan dan diwujudkan oleh manusia yang dapat member rasa ketenangan dan kepuasan dengan pencapaian rasa indah, termasuk di dalamnya barang-barang hasil kerajinan tangan, lukisan, patung, gamelan, music, nyanyian, dan lain sebagainya.

Hasil dari unsur seni tersebut tentu tidak hanya kita lihat dan kita dengar, namun akan menimbulkan rasa-nikmat indah dalam diri kita. (Djelantik, 199914) mengemukakan bahwa di dalam rasa-nikmat indah yang ada pada diri manusia tentu pasti menimbulkan pertanyaan apa yang terkandung dari berbagai macam kesenian yang ada sehingga memunculkan rasa-nikmat indah. Jawaban dari berbagai pertanyaan tersebut tidak dapat diperoleh secara langsung, namun jalan tersebut dapat ditempuh melalui pengetahuan mengenai ciri-ciri barang yang menimbulkan rasa nikmat-indah itu. Kita dapat menyusun berbagai ciri khas dari barang kesenian melalui pengamatan dan penyelidikan. Penyelidikan dan pengamatan barang seni tentunya tidak cukup hanya satu barang kesenian, tetapi melalui banyak barang kesenian. Berdasarkan dari hal tersebut kemudian dipetik kesamaan yang paling sering dijumpai dan akhirnya dapat ditarik kesimpulan.

Ciri-ciri yang berperan dalam perangsangan rasa indah dapat disebut ciri estetik yang hadir dalam perwujudan karya seni. Potensi untuk menstimulus rasa indah

(27)

commit to user

Benda atau peristiwa kesenian semuanya mengandung unsur-unsur estetika, dimana unsur tersebut terbagi menjadi tiga, yakni:

1.Wujud atau rupa

Segala hal dalam kesenian yang dapat terlihat oleh mata (visual) maupun yang dapat didengar oleh telinga (akustis) dapat dinyatakan sebagai wujud. Aspek wujud di bagi menjadi dua yakni: bentuk (form) dan struktur (structure). Bentuk meliputi titik, garis, bidang, dan gempal (volume), sedangkan struktur meliputi, keutuhan atau kebersatuan (unity), penonjolan atau penekanan, dan keseimbangan (balance).

2. Bobot atau isi

Suatu karya seni atau peristiwa kesenian tidak semata-mata yang hanya dilihat, namun juga meliputi apa yang dirasakan yang dihayati sebagai makna dari wujud kesenian tersebut. Tiga aspek bobot kesenian adalah suasana (mood), gagasan (ide), ibarat atau pesan (message).

3. Penampilan dan penyajian

Penampilan mengacu pada pengertian bagaimana cara kesenian itu disajikan dan disuguhkan kepada penikmatnya. Unsur penyajian terbagi menjdi tiga, yakni: bakat (talent), ketrampilan (skill), dan sarana atau media.

Pola hias batik Banyuwangi jika dilihat berdasarkan karakteristik visualnya dikategorikan menjadi tiga kelompok jenis pola, yakni : a) pola lataran, b) pola buketan, dan c) pola lainnya.

Berikut ini adalah analisa kajian pola hias batik Banyuwangi berdasarkan teori estetika Dlelantik.

(28)

a). Pola Lataran

Pola ini didasarkan pada penamaannya yang mengacu pada susunan motif latar.

Untuk mengkajinya berdasarkan aspek wujud, pola latar yang dipilih antara lain:

gedegam, galaran, sisik papak, paras gempal, blarak, dan moto pitik. Pola latar dipilih secara perwakilan, karena pada dasarnya pola-pola tersebut secara visual memiliki komponen motif yang sama untuk bagian diatas pola latar, hanya saja unsur yang membedakannya adalah komponen motif sebagai penyusun ornamen latar.

1) . Pola Hias Gedegan

Gambar 38. Pola Hias Gedegan

(sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Komponen motif yang menyusun pola gedegan antara lain : motif gajah oling, bunga melati, dan unsur ornamen ukel, sedangkan untuk latar berupa pola hias

(29)

commit to user

lengkung busur, dan garis diagonal. Susunan motif yang terdapat di atas pola latar dikomposisikan secara berselang untuk menciptakan kesan yang selaras dan menghindarkan tata letak yang membosankan dalam sebuah pola.

Isen- isen yang terdapat pada pola hias gedegan terdiri dari ceceg-ceceg (titik- titik), sawut daun (garis-garis menjari), dan kombinasi dari kedua jenis isen. Dalam segi warna batik Banyuwangi cenderung mengkomposisikan warna pesisir yang bebas tidak harus mengikuti warna batik tradisi seperti warna soga (coklat), dan kelengan (biru). Unsur warna hijau kehitaman dan putih menjadi kombinasi dalam pola hias gedegan. Warna coklat jingga menjadi unsur warna yang dominan pada pola latar, kemudian dipadu dengan warna hitam untuk pola di atas latar, dan putih.

Sebagai warna yang didapatkan dari hasil pelorodan malam. Efek warna putih yang ditimbulkan dapat menyeimbangkan warna gelap yang cenderung mendominasi pola gedegan.

Tiga Bunga Manggar Bunga Melati

Daun Dilem

Gambar 39. Unsur Motif Gajah Oling (Sumber: Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi , 2012)

(30)

Motif Bunga Melati Motif ukel

Gambar 40. Unsur Motif Bunga Melati (kiri) dan Ukel (kanan) (Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Isen ceceg sawut daun Isen ceceg-ceceg Isen sawut daun

Gambar 41. Isen-Isen Pola Hias Gedegan (Sumber: Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Pola berikutnya adalah unsur motif garis yang membentuk pola gedegan.

Gedegan dibangun dari perpaduan garis-garis diagonal ke kiri dan ke kanan yang dirangkai membentuk anyaman. Garis diagonal dikomposisikan dengan ritme kerapatan garis yang sama, namun setiap satu pola memiliki arah yang berbeda.

Perbedaan arah tersebut untuk menciptakan variasi serta menghindari kesan monoton dalam suatu pola. Anyaman secara visual jika di repeat membentuk sistem WXZY

(31)

commit to user

yang kuat. Kesetaraan peran diciptakan dari kesamaan warna baik pada latar maupun motifnya. Dalam hal ini keutuhan terkait dengan harmonisasi atau keselarasan. Jika dilihat pola hias gedegan tampak lugas, lugu, dan sedehana. Hal tersebut yang mencerminkan karakteristik dari masyarakat Banyuwangi.

Dalam segi penampilan batik dengan pola ini diterapkan dalam kain primissima maupun prima. Masing-masing kain memiliki lebar 1,15 meter dan 1 meter sedangkan untuk panjang kain tergnatung pada permintaan pemesan. Mayoritas panjang kain yang diminta adalah 2 meter hingga 2,5 meter. Kain-kain tersebut biasanya dimanfaatkan sebagai kemeja atau hem.

Pola Anyaman

Gambar 42. Susunan Pola Anyaman pada Pola Hias Gedegan (Sumber: Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

(32)

2). Pola Hias Galaran

Gambar 43. Pola Hias Galaran

(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Pola hias galaran secara keseluruhan dibangun berdasarkan empat komponen motif. Motif pertama adalah ornamen gajah oling, motif kedua bunga melati, ketiga ukel, dan keempat adalah galaran yang menjadi pola latar. Pada dasarnya komponen pola hias galaran tidak jauh berbeda dengan pola hias gedegan, hanya saja perbedaannya terletak pada pola bagian latar yang terbentuk dari susunan garis-garis diagonal dan komposisi warna di dalamnya.

Motif pertama yakni gajah oling disusun berdasarkan dari formasi dua garis lengkung S yang dihubungkan menjadi satu bidang. Komponen garis lainnya adalah perpaduan antara garis lengkung kubah, garis diagonal , dan garis lengkung busur yang di pertemukan dalam satu titik menjadi susunan bidang bunga melati, tiga daun

(33)

commit to user

Tiga Bunga Manggar Bunga Melati

Ornamen Daun Dilem

Gambar 44. Komponen Motif Gajah Oling (sumber: Batik Virdes Dokumen Fenty Pratiwi, 2012)

Motif kedua adalah bunga melati dimana motif ini merupakan bidang organik atau natural. Ornamen bunga terbentuk dari kombinasi garis lengkung kubah dan garis diagonal, sedangkan untuk garis lengkung busur dan zig-zag dipertemukan dalam satu titik membentuk bidang daun.

Motif ketiga adalah ukel yang secara visual menyerupai daun paku atau pakis yang masih muda. Ukel terbentuk berdasarkan bidang yang tersusun dari garis lengkung S, sedangkan untuk ornamen daun- daun kecil yang mengelilingi motif ukel terbentuk dari bidang yang bersudut bebas.

Motif ukel

Motif Bunga Melati

Gambar 45. Unsur Motif Bunga Melati (kiri) dan Ukel (kanan) (Sumber: Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

(34)

Unsur motif yang menjadi penyusun dalam pola galaran adalah komponen garis- garis diagonal. Garis diagonal dikomposisikan dengan ritme kerapatan yang sama, dimana intensitas tersebut menampilkan keutuhan secara harmonis. Pola galaran yang mengisi bidang latar menjadi ciri dari batik Banyuwangi dimana pola latar kembali menjadi patokan unsur nama dalam pola hias.

Pola Latar Galaran

Gambar 46. Susunan Pola Galaran pada Latar (Sumber: Dokumen Fenty Pratiwi, 2012)

Komponen motif dalam pola hias galaran diatur sedemikian rupa dengan komposisi salinan berselang. Salinan berselang terdiri dari motif gajah oling , motif bunga melati dan motif ukel. Unsur perulangan tersebut dilakukan guna menghindari visual yang monoton, walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa kesan monoton tampak dari motif gajah oling maupun ukel yang menghadap ke arah yang sama. Isen- isen yang terdapat pada pola hias galaran terdiri dari ceceg-ceceg (titik-titik), sawut daun (garis-garis menjari), dan kombinasi dari kedua jenis isen baik ceceg maupun sawut daun.

(35)

commit to user

Isen ceceg sawut daun

Isen ceceg-ceceg

Gambar 47. Isen-Isen Pola Hias Galaran (Sumber: Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Unsur warna hijau kecoklatan mendominasi warna pada pola latar, warna hijau kekuningan dan merah mengisi motif bunga melati serta gajah oling, dan warna hitam mengisi motif ukel. Intensitas warna yang kuat seperti hijau kekuningan dan merah tampak sebagai tokoh utama dalam pola galaran. Warna merah memiliki karakter yang kuat, energik, marah, berani bahaya, positif, dan agresif, sedangkan hijau kekuningan juga memiliki karakter hangat/panas (Sanyoto, 2005:26, 40). Guna menciptakan visual warna yang tidak terlalu mencolok, kombinasi warna coklat kehijauan dan hitam berperan sebagai pendingin dari dua warna tersebut. Dari hal itu dapat bahwa harmonisasi ke warna berperan penting dalam menciptakan kesan estetis dari sebuah karya seni.

(36)

3). Pola Hias Sisik Papak

Gambar 48. Pola Hias Sisik Papak (Sumber: Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Pola hias sisik papak terbagi menjadi dua pola. Pola pertama adalah pola utama yang berada di atas latar dan pola kedua adalah pola lataran. Pola pertama terdiri dari motif gajah oling, bunga, dan kupu-kupu. Motif gajah oling tersusun dari komponen dua garis lengkung S yang dihubungkan menjadi satu bidang. Komponen garis lain yang menyusun motif gajah oling adalah kombinasi dari garis lengkung kubah, garis diagonal, dan garis lengkung busur yang dipertemukan dalam satu titik menjadi susunan bidang bunga melati, tiga daun dilem, dan tiga bunga manggar.

Unsur motif lainnya adalah ornamen bunga dan kupu-kupu. Bunga tersusun atas bidang natural dari beberapa pertemuan garis lengkung S, sedangkan untuk ornamen

(37)

commit to user

Tiga motif tersebut disusun dengan sistem salinan berselang membentuk satu deret garis semu bergelombang. Dinamika motif gajah oling, kupu-kupu, dan motif bunga dikomposisikan dengan interval naik dan turun. Komposisi tersebut guna menciptakan keutuhan dalam struktur yang harmoni atau seimbang.

Tiga Bunga Manggar

Bunga Melati Daun Dilem

Gambar 49. Unsur Motif Gajah Oling (Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi,2012)

Motif Kupu-kupu Motif Bunga

Gambar 50. Unsur Motif Kupu-Kupu (kiri) dan Motif Bunga (kanan) (Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi,2012)

(38)

Pola kedua adalah pola latar sisik papak. Pola ini terdiri dari susunan garis vertikal dan horizontal yang dikomposisikan sedemikian rupa membentuk bidang persegi. Komponen titik mengisi bagian bidang yang kosong. Isen pola sisik papak terdiri dari ceceg-ceceg (titik-titik), dan ceceg sawut (paduan titik dan garis menjari)

Pola latar sisik papak Isen ceceg (titik)

Isen ceceg sawut

Gambar 51. Pola Latar Sisik Papak (kiri) dan Isen Motif (kanan) (Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi,2012)

Komponen warna pada pola sisik papak terdiri dari warna coklat kekuningan, hijau, dan coklat. Warna coklat kekuningan terdapat pada pola latar, kombinasi warna hijau dan coklat terdapat pada motif gajah oling, bunga, dan kupu-kupu.

Apabila dilihat secara visual tampak bahwa warna pola di atas latar mendominasi pola hias secara keseluruhan. Hal tersebut karena unsur warna yang dituangkan adalah warna-warna solid dengan intensitas yang lebih pekat dibandingkan dengan warna pada pola latar . Dalam hal ini berarti centre of interest atau pusat perhatian

(39)

commit to user

di atas latar dengan masing-masing komponen motif memiliki komposisi tiga warna yang sama.

Bobot yang dirasakan dari pola hias sisik papak ketika unsur latar yang lugas dan sederhana dipadu dengan ornamen gajah oling, flora bunga dan kupu-kupu yang mencerminkan keanggunan dan kesuburan tampak sangat harmoni. Pola hias tersebut akan bertambah nilai estetisnya ketika diaplikasikan pada kain katun primissima.

4). Pola Hias Paras Gempal

Gambar 52. Pola Hias Paras Gempal (Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi,2012)

Pola hias paras gempal disusun berdasarkan dua komponen pola yang terdiri dari pola latar berupa paras gempal dan pola di atas latar berupa dua motif bunga.

Secara visual pola paras gempal adalah penggambaran dari permukaan baik tanah

(40)

lengkung natural jika di lihat akan membentuk garis semu segitiga. Komposisi pola paras gempal dituangkan dengan intensitas besar motif yang berbeda.

Pola paras gempal

Gambar 53. Pola Latar Paras Gempal (Sumber : Dokumen Fenty Pratiwi, 2012)

Unsur pola ke dua adalah pola bunga yang berada di atas latar. Pola bunga terdiri dari dua buah motif bunga yang di repeat melalui cara salinan berselang . Motif bunga pertama terbentuk dari bidang-bidang natural berupa susunan komponen garis, yakni: garis lengkung kubah, garis lengkung busur, dan garis diagonal, sedangkan motif bunga ke dua terbentuk dari bidang-bidang natural berupa susunan kombinasi dari garis lengkung S, garis lengkung busur, dan garis diagonal. Isen-isen untuk pola hias paras gempal terdiri dari ceceg sawut (paduan isen titik dan garis menjari) dan blarak saimit (isen daun kelapa kecil).

Isen Blarak Saimit

Isen Ceceg Sawut

Isen Sawut

(41)

commit to user

Apabila dilihat secara keseluruhan berdasarkan strukturnya masing-masing komponen motif pada pola hias paras gempal memiliki tingkat penonjolan tersendiri.

Unsur paras gempal sebagai latar tampak mendominasi pola hias ini. Penambahan motif bunga di atas latar berperan sebagai variasi untuk mengurangi kesan kejenuhan dan meningkatkan daya tarik pola hias.

Komposisi warna pada pola hias paras gempal didominasi oleh warna garnet.

Garnet merupakan perpaduan dari warna primer merah dan biru2. Secara keseluruhan pola paras gempal hanya terdiri dari satu warna saja, sedangkan untuk warna putih pada bagian outline motif didapatkan dari hasil pelorodan malam. Kesan dingin terasa dari warna garnet. Berdasarkan dari harmonisasi terlihat bahwa warna tampak seimbang. Keseimbangan didapat dari intensitas warna yang tidak saling berkompetitif. Berkompetitif berarti tidak terjadi pertarungan antar karakter dari masing-masing kekuatan warna. Itulah unsur bobot yang dapat dirasakan dari pola hias ini.

Pola hias paras gempal yang tercermin dari pola latar pada dasarnya terinspirasi dari visual tanah retak atau suatu unsur permukaan lainnya seperti tembok dan lain sebagainya. Jika dilihat tampak bahwa karakteristik masyarakat Banyuwangi yang sederhana, lugas, lugu, dan apa adanya tampak pola hias ini. Unsur kesederhanaan yang merupakan bobot dari pola ini terlihat dari bentuk visual dari masing-masing motif yang tidak terlalu rumit dan tidak terlalu banyak sentuhan ornamen di dalamnya.

Dalam hal penampilan batik dengan pola paras gempal dituangkan ke dalam kain katun primissima dengan lebar kain antara 1 – 1,15 meter. Pola paras gempal

(42)

terkadang juga digunakan sebagai salah satu komponen busana tari gandrung yang terletak pada bagian jarik atau bawahan.

Gambar 55. Pola Hias Paras Gempal yang Digunakan sebagai Jarik atau Bawahan pada Busana Penari Gandrung.

(Sumber : www.google.com, 2012)

5). Pola Hias Blarak

(43)

commit to user

2

Pola hias blarak terbentuk dari dua komponen pola. Pola pertama adalah pola di atas latas yang terdiri dari motif gajah oling, bunga melati, dan ukel . Pola ke dua adalah pola latar yang berupa blarak. Pola hias blarak pada dasarnya memiliki kesamaan dengan pola galaran maupun gedegan, dimana pada bagian pola di atas latar terdiri dari tiga unsur motif, yakni: gajah oling, ukel, dan bunga melati.

Komponen pola pembeda hanya terletak pada bagian latar.

Motif gajah oling terbentuk dari dua garis lengkung S yang disatukan menjadi satu bidang. Susunan garis lain yang membentuk bidang motif gajah oling adalah perpaduan antara garis lengkung kubah, garis diagonal, dan garis lengkung busur.

Garis-garis tersebut disatukan menjadi bidang berupa bunga melati, tiga daun dilem, dan pucuk rebung.

Komponen motif lainnya adalah bunga melati dan ukel. Ornamen bunga melati tersusun dari bidang natural kombinasi dari garis lengkung kubah dan garis diagonal, sedangkan untuk garis lengkung busur dan zig-zag dipertemukan dalam satu titik membentuk bidang daun. Motif ukel secara visual menyerupai daun paku atau pakis yang masih muda. Ukel terbentuk berdasarkan bidang yang tersusun dari garis lengkung S dan untuk ornamen daun-daun kecil yang mengelilingi motif ukel terbentuk dari bidang yang bersudut bebas. Motif isen pada ketiga ornamen tersebut terdiri dari isen ceceg-ceceg (titik-titik), sawut (garis menjari), dan kombinasi ceceg sawut (titik dan garis menjari).

2 Baca Sadjiman Ebdi Sanyoto tentang warna primer. 2005. Dasar-dasar Tata Rupa dan Desain.

Yogyakarta : Arti Bumi Intaran. (Halaman 19).

(44)

Tiga Bunga Manggar Bunga Melati

Tiga Daun Dilem

Gambar 57. Motif Gajah Oling

(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Motif Bunga Melati Motif ukel

Gambar 57. Motif Bunga Melati (kiri) dan Motif Ukel (kanan) (Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Isen ceceg-ceceg

Isen ceceg sawut

(45)

commit to user

Tiga motif motif tersebut kemudian disusun menjadi pola dengan sistem perulangan salinan berselang. Pola dikomposisikan sedemikian rupa dalam interval naik turun membentuk garis semu bergelombang. Pengaturan tersebut dilakukan guna menghindari kesan monoton dan menciptakan harmonisasi yang seimbang.

Pola kedua adalah motif penyusun pola latar blarak. Visual latar blarak merupakan pola garis-garis diagonal yang dikomposisikan secara simetri. Blarak penggambaran dari objek daun kelapa. Apabila dilihat dalam keseluruhannya pola garis-garis diagonal akan membentuk efek garis semu diagonal memanjang dan efek visual garis semu zig-zag. Dalam hal totalitas wujud dapat terlihat bahwa masing- masing komponen motif pada pola hias blarak merupakan satu kesatuan yang memiliki peran yang sama. Kesan kesatuan tersebut juga dapat terlihat dari warna yang dituangkan dalam pola hias, dimana secara keseluruhan warna dibuat sama yakni coklat keunguan. Warna coklat keunguan memberikan asosiasi suhu atau temperatur yang dingin.

Bobot yang di dapatkan dari batik pola hias blarak kembali tampak unsur latar yang menjadi patokan dalam penamaan pola hiasnya. Blarak secara visual diambil dari karakteristik daun kelapa yang bercabang-cabang dan memiliki tulang daun yang keras. Flora pohon kelapa dalam lingkup kondisi alam Banyuwangi merupakan salah satu spesies palem-paleman yang menjadi salah satu komoditas yang hasilnya dimanfaatkan untuk menunjang kebutuhan ekonomi masyarakatnya. Pola hias blarak tampak lebih estetis ketika di visualkan secara langsung pada kain katun primissima.

(46)

Pola latar blarak

Gambar 60. Pola Latar Blarak

(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

6). Pola Hias Moto Pitik

Gambar 61. Pola Hias Moto Pitik

(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Unsur motif pada pola hias moto pitik terdiri dari empat komponen motif yang terbagi menjadi dua pola dasar. Pertama adalah susunan pola di atas latar berupa motif gajah oling, bunga melati, dan ukel. Pola kedua adalah pola latar berupa motif

(47)

commit to user

tersusun dari beberapa komponen garis. Garis tersebut antara lain : garis lengkung S yang disatukan membentuk bidang lengkung, kombinasi garis lengkung busur dan garis zig-zag yang menyatu membentuk bidang daun dilem, dan perpaduan garis,lengkung busur dan garis diagonal dalam menyusun ornamen bidang pucuk rebung.

Ornamen lainya adalah motif bunga melati dan motif ukel. Motif bunga melati disusun oleh bidang natural gabungan dari garis lengkung kubah dan garis diagonal, sedangkan untuk garis lengkung busur dan garis zig-zag dipertemukan dalam satu titik membentuk bidang daun. Unsur motif berikutnya adalah motif ukel. Secara visual motif ukel tampak menyerupai daun pakis atau paku yang masih muda, dimana motif ini dibangun dari bidang yang tersusun dari garis lengkung S dan bidang yang bersudut bebas.

Bidang –bidang kosong pada ketiga motif tersebut kemudian di beri isen-isen berupa ceceg-ceceg (titik-titik), sawut (garis menjari), ceceg sawut (gabungan titik dan garis menjari), dan blarak saimit (daun kelapa kecil).

Tiga Bunga Manggar Bunga Melati

Ornamen Daun Dilem

Gambar 62. Motif Gajah Oling

(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

(48)

Motif Bunga Melati Motif ukel Gambar 63. Motif Bunga Melati (kiri) dan Motif Ukel (kanan)

(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Isen ceceg -ceceg Isen ceceg sawut

Isen blarak saimit

Isen sawut

Gambar 64. Motif Isen-Isen

(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Pola kedua adalah motif penyusun pola latar moto pitik. Visual latar moto pitik merupakan pola bidang-bidang bulat kecil yang dikomposisikan secara menyebar mengelilingi seluruh latar. Moto pitik adalah penggambaran dari objek mata ayam.

(49)

commit to user

lebih kuat dan solid jika dibandingkan dengan warna biru kehijauan pada latar moto pitik . Dalam hal ini sturktur pola yang ditonjolkan tidak dari latar, namun pada pola yang tersusun di atas latar. Tiga motif tersebut disusun secara salinan berselang yang membentuk kesan visual garis semu bergelombang.

Latar moto pitik

Gambar 65. Pola Latar Moto Pitik

(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Dalam hal bobot dapat terlihat bahwa unsur ornamen flora mencerminkan pola hias pesisir Banyuwangi yang lugas, lugu, dan memiliki karakter apa adanya.

Penempatan unsur ornamen flora adalah sebagai salah satu bentuk cerminan dari kondisi alam Banyuwangi yang kaya akan tumbuh-tumbuhan. Ornamen ukel diambil dari salah satu flora daun pakis muda atau pucuk pakis dimana tumbuhan ini dikonsumsi sebagai oleh masyarakat Banyuwangi sebagai salah satu jenis sayuran. Berdasarkan dari segi penampilan pola hias moto pitik divisualkan secara langsung pada kain primissima maupun prima yang umumnya digunakan sebagai busana dalam bentuk hem atau sejenisnya.

(50)

Gambar 66. Daun Pakis Muda/ Pucuk Daun Pakis (kiri) dan Visual Ukel (kanan) (Sumber : Batik Virdes dan www. google. com, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

b). Pola Buketan

Pola hias yang termasuk dalam golongan buketan pada batik Banyuwangi terbagai menjadi tiga, yakni: pola hias maspun, pola hias kangkung setingkes, dan pola hias latar putih.

1). Pola Hias Maspun

Pola hias maspun dikategorikan dalam pola buketan karena secara visual merupakan motif tumbuhan atau lung-lungan yang di susun dengan cara salinan sepanjang kain, walaupun nama maspun itu sendiri di dasarkan pada nama pola latar.

Pola ini terbagi menjadi motif utama yang terdiri dari ornamen flora dan fauna berupa bunga, batang, daun , dan burung. Motif pendukung atau tambahan terdiri dari ornamen daun dan sulur-sulur kecil, serta pola lataran berupa titik-titik. Unsur motif isen-isen terdiri dari sisik melik, dan sawut. Kesan adanya isen titik berukuran besar pada pola juga tampak , tetapi kesan tersebut didapatkan dari komposisi warna.

Ornamen bunga pada motif utama berjumlah satu yang terletak pada bagian

(51)

commit to user

membentuk kesan bidang semu segitiga. Ornamen daun terletak pada batang bunga.

Adapun ornamen lain yang berwujud kuncup-kuncup bunga kecil yang bercabang- cabang, kuncup bunga yang mekar, dan dua ornamen biji bunga . Ornamen burung dalam satu buket motif hanya terdiri dari satu burung saja yang hinggap di sisi kanan dahan.

Komponen lainnya dalam pola hias maspun adalah unsur motif tambahan. Motif tambahan terdiri dari daun, dan dua sulur-suluran yang menyerupai blarak kecil.

Ornamen daun di komposisikan secara menyebar di antara motif utama, sedangkan dua ornamen sulur-suluran terletak di sisi kanan dan di kiri motif utama. Apabila dilihat secara keseluruhan bidang-bidang motif dari pola maspun banyak dibentuk dari garis-garis lengkung baik lengkung busur, garis lengkung kubah, maupun lengkung S.

Motif Daun Motif Burung

Motif Bunga

Motif Batang

Motif biji bunga

Motif bunga-bunga kecil

Motif Kuncup bunga

Gambar 67. Pola Hias Maspun

(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

(52)

Motif Pendukung/ Tambahan (Ornamen Daun)

Motif Pendukung/tambahan

Gambar 68 . Ornamen Motif Tambahan/ Pendukung (Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Isen Sisik Melik (sisik bertitik) Isen Sawut Daun Gambar 69. Motif Isen-Isen

(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Komponen pola lainnya adalah adalah pola maspun yang terletak pada bagian

(53)

commit to user

Titik-titik empat (ceceg papat)

Gambar 70. Pola Latar Maspun

(Sumber : Batik Virdes, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Visual pola hias maspun di komposisikan dengan sistem salinan satu langkah dengan interval perulangan yang tidak sejajar. Artinya motif ada yang di repetisi sedikit lebih tinggi dan ada yang sedikit lebih rendah. Jika dilihat secara keseluruhan penggambaran dengan teknik repetisi tersebut dimaksudkan agar struktur pola dapat tercapai dalam keseimbangan yang harmonis.

Struktur kesatuan pada pola maspun terlihat dari unsur warna merah tua yang dituangkan keseluruh bagian latar. Intensitas warna tersebut tampak menyatu jika dipadukan dengan unsur warna putih yang terdapat pada motif buketan. Bobot dari pola hias ini tampak dari karakter maspun yang secara visual diambil dari pancaran kilau emas yang menggambarkan kemewahan, kemulyaan, keagungan, kekuatan, dan kejayaan. Pola hias maspun akan tampak semakin memiliki nilai estetis ketika di buat secara langsung di atas kain dengan teknik batik tulis dan dengan bahan kain katun primissima.

2). Pola Hias Kangkung Setingkes

Pola kedua dari batik Banyuwangi yang tergolong buketan adalah kangkung setingkes. Visual pola ini terdiri dari ornamen yang menyusun motif utama, ornamen

(54)

motif pendukung, dan isen-isen. Motif pertama sebagai motif utama berupa satu ikat tanaman kangkung. Kangkung merupakan salah satu jenis sayuran yang berfungsi sebagai bahan pangan dimana populasinya di kawasan berair atau dipersawahan (Artikel Agriculture Product, 2012) . Satu ikat kangkung terdiri dari beberapa batang kangkung dengan unsur bagian berupa batang, daun, dan bunga kangkung.

Komponen bidang yang menyusun pola hias kangkung setingkes sebagian besar terbangun dari bidang-bidang organik atau natural yang dibentuk dari paduan garis- garis lengkung baik lengkung busur, lengkung kubah, maupun lengkung S. Secara visual tampak bahwa pola hias kangkung setingkes dibangun dari tiga batang kangkung dengan daun dan bunga yang bercabang-cabang. Daun kangkung digambarkan memanjang dan sedikit bergelombang. Bunga kangkung divisualkan dalam wujud beberapa bunga mekar dan beberapa bunga kuncup. Bunga mekar berjumlah sebelas buah, sedangkan untuk bunga kuncup dirangkai dengan wujud spiral diantara batang daun kangkung sebanyak dua belas buah. Bunga- bunga kangkung kecil yang ditata secara menyebar juga terdapat pada dua sisi bagian bawah motif.

Motif kedua adalah unsur motif tambahan dari pola hias kangkung setingkes.

Motif tambahan berupa ornamen burung kecil, kupu-kupu, daun-daun bercabang kecil yang di tata secara menyebar diantara motif utama. Burung kecil yang terdapat di sekitar motif utama adalah burung sriti. Burung sriti merupakan spesies burung

(55)

commit to user

garis menjari, garis lengkung, bidang lingkaran, dan garis tulang daun. Motif isen ceceg digambarkan dalam ukuran yang berbeda-beda ada ceceg berukuran kecil dan ada yang berukuran sedikit lebih besar.

Motif tambahan (kupu-kupu)

Motif bunga kangkung kuncup Motif bunga kangkung Mekar Motif daun kangkung

Motif batang kangkung

Motif tambahan (burung sriti)

Motif Tambahan (daun kecil)

Gambar 71. Komponen Pola Hias kangkung Setingkes (Sumber : Batik karya Mak Sum, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Isen ceceg membentuk kesan tulang daun

Isen ceceg membentuk bidang semu melingkar

Isen ceceg membentuk garis lengkung semu

(56)

Isen ceceg yang ditata secara menyebar

Isen ceceg membentuk kesan garis Isen ceceg yang membentuk kesan garis menjari

Gambar 72. Motif Isen-Isen (gambar atas dan bawah) (Sumber : Batik Karya Mak Sum, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Penerapan sistem repeat untuk pola hias kangkung setingkes dilakukan dengan sistem salinan satu langkah. Berdasarkan strukturnya tampak bahwa kesan kesatuan dibangun dari pola kangkung setingkes. Kesan menyatu terlihat dari komposisi warna yang diterapkan pada masing-masing motif dan latar. Komponen warna pada rangkaian motif tanaman kangkung adalah warna hijau tua dan oranye, sedangkan untuk warna latar adalah putih tulang. Struktur kesatuan dari segi warna tampak jika dilihat berdasarkan komposisi intensitas warna yang saling melengkapi, dimana masing-masing warna tidak “egois” untuk menunjukkan karakter dari kekuatannya.

Struktur harmoni kesatuan juga di dapatkan dari unsur motif buketan kangkung.

Kesan tersebut didapatkan dari karakteristik visual kangkung yang tidak dapat

(57)

commit to user

pola ini. Peran motif pendukung pada pola menjadi unsur penyeimbang dari motif utama.

Bobot pola hias kangkung setingkes terinspirasi dari tanaman kangkung sebagai salah satu flora yang berada di ekosistem berair termasuk persawahan. Lahan persawahan di Banyuwangi merupakan salah satu tipe lingkungan yang menjadi mayoritas di setiap wilayahnya. Kangkung setingkes yang berarti seikat kangkung secara visual berupa buketan, dimana pola buketan memiliki makna tanda cinta atau rasa hormat terhadap orang lain (Artikel Kompasiana).

Gambar 73. Tanaman Kangkung (Sumber : www.google.com, 2012)

Dalam penampilan pola hias kangkung setingkes dituangkan dalam sebuah kain dalam teknik batik tulis berbahan katun primissima maupun sutra. Kain kemudian di buat dalam bentuk kemeja atau pakaian wanita. Apabila dilihat secara visual ketika pola ini dituangkan pada kain semakin menambah nilai estetisnya.

(58)

Gambar 74. Pola Hias Kangkung Setingkes dalam Bentuk Busana Pria dan Wanita (Sumber : www.google.com, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

3). Pola Hias Batik Latar Putih

Pola latar putih pada dasarnya merupakan salah satu jenis pola buketan.

Penamaan latar putih diambil dari kondisi latar kain yang polos putih tak bermotif.

Motif penyusun pola terdiri dari motif utama, motif pendukung, motif pinggiran dan isen-isen. Motif utama berupa satu buket bunga disertai bagian batang dan daun yang bersulur-sulur. Ornamen bunga disusun oleh bidang yang dibentuk berdasarkan penyatuan dua garis lengkung busur, sedangkan untuk ornamen daun disusun dari gabungan garis lengkung busur, lengkung kubah, dan garis lengkung S. Pada bagian

(59)

commit to user

Ornamen motif pendukung atau tambahan terdiri dari bunga-bunga kecil, suluran kuncup bunga dan daun-daun kecil. Motif tersebut mengelilingi di sekitar motif utama. Unsur isen-isen pada pola latar putih didominasi oleh isen ceceg yang disusun membentuk kesan garis semu diantara daun, bunga, dan ornamen burung. Komponen motif pinggiran yang terdapat pada pola hias latar putih adalah untu walang.

Ornamen untu walang dibangun dari bidang-bidang geometri segitiga yang disusun secara terbalik dan berderet.

Komposisi warna dalam pola hias latar putih terdiri dari warna merah, hijau dan putih untuk latar. Apabila dilihat secara keseluruhan tampak bahwa struktur kombinasi warna begitu harmonis dan seimbang. Komponen warna putih yang dituangkan pada seluruh latar terlihat serasi dengan perpaduan warna hijau tua dan merah pada bagian motif. Kesan dingin dari warna hijau tua ketika dipadukan dengan warna merah yang terkesan panas justru tampak saling melengkapi. Hal itu karena intensitas warna hijau dikomposisikan lebih banyak dibanding warna merah dan penempatan objek motif berwarna merah dibuat berselang. Latar putih disusun dengan sistem repeat satu langkah. Ritme atau irama dalam perulangan motif terlihat dinamis karena tidak ada unsur ornamen yang berlebihan, hal itulah yang menambah nilai estetis dari pola latar putih ini.

(60)

Motif Tambahan / Pendukung (Kuncup Bunga)

Motif Tambahan/ Pendukung (Bunga-bunga kecil)

Motif Bunga (Motif Utama) Motif Burung Sriti

Motif Daun Dilem

Motif Pinggiran Untu Walang

Gambar 75. Komponen Motif Pola Hias Latar Putih (Sumber : Museum Blambangan, Foto Fenty Pratiwi, 2012)

Isen ceceg-ceceg

(membentuk garis lengkung semu) Isen ceceg –ceceg

(membentuk alur sayap) Isen ceceg-ceceg

(61)

commit to user

Bobot dari pola hias latar putih jika dilihat memang mengacu pada konteks latar yang berwarna putih. Pola ini berupa bentuk buketan yang terdiri dari gabungan flora antara daun dilem, , kangkung, dan daun katuk,sedangkan untuk ornamen fauna adalah burung srtiti.

Ornamen flora yang divisualkan dalam pola latar putih mencerminkan kondisi Banyuwangi yang kaya akan tumbuh-tumbuhan mengingat wilayahnya yang subur dengan topografi di antara wilayah pegunungan dan pesisir. Nilai estetis dari batik pola latar putih akan bertambah ketika pola dituangkan dalam kain primissima ataupun prima dengan tenknik batik tulis.

c). Pola Lainnya

Kelompok pola hias di luar lainnya antara lain : dilem semple, gajah oling, dan garuda

1). Pola Hias Dilem Semple

Komponen pola hias dilem semple dibangun dari motif-motif flora dan fauna.

Motif flora adalah ornamen daun dilem atau daun nilam yang ditata secara menyebar seperti sulur-sulur dan secara visual merupakan daun yang memiliki banyak cabang dengan karakter daun agak runcing bergerigi. Unsur flora lainnya adalah ornamen bunga yang diletakkan antara daun-daun dilem, sedangkan untuk ornamen fauna berupa burung.

Apabila dilihat secara keseluruhan pola hias dilem semple merupakan satu kesatuan pola secara utuh dan komponen-komponen bagiannya tidak dapat dipisahkan, sehingga semua unsur memiliki peran sebagai motif utama. Bidang daun dilem dibangun dari gabungan dari garis zig-zag dan garis lengkung busur untuk ujung daun yang meruncing. Bidang kelopak bunga terbentuk dari gabungan garis

(62)

diagonal, garis lengkung busur, dan garis lengkung kubah. Masing-masing kelopak bunga dari pola ini berjumlah lima dan enam buah. Untuk ornamen burung terdiri dari kombinasi garis-garis lengkung yang membentuk bidang organik. Ornamen burung digambarkan dengan teknik stilasi. Stilasi dalam pembuatan motif merupakan teknik penggayaan dengan melakukan gubahan bentuk tertentu, dengan tidak meninggalkan identitas atau ciri dari bentuk yang digubah (Artikel W. Seriyoga Parta dan Wayan Sudana, 2009).

Unsur ornamen lainnya pada pola hias dilem semple adalah motif pinggiran. Jenis motif pinggiran merupakan perpaduan dari untu walang dan blabakan. Untu walang dibangun dari bidang geometris segitiga yang di tata berjajar. Komponen bunga dengan sulur-sulur kecil ditambahkan di antara bidang-bidang untu walang yang berwarna putih. Untuk motif pinggiran blabakan disusun dari sulur-sulur bunga yang dibatasi dengan garis , dimana di dalam komponen garis pembatas terdapat unsur garis memanjang bergelombang.

Motif Bunga

Motif Daun Dilem

Motif Batang Daun Dilem Motif Burung

Gambar

Gambar 17. Skema Pengelompokan Pola Hias Batik Banyuwangi Pola Hias Batik
Gambar 18. Pola Hias Sisik Papak
Gambar 20. Pola Hias Moto Pitik
Gambar 23. Pola Hias Kangkung Setingkes  (Sumber: www.google.com, 2012)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keunggulan tanaman yang berasal dari klon yaitu kecepatan tumbuhnya yang tinggi dan tidak rentan terhadap serangan hama dan penyakit sehingga produksi lebih

Mengaitkan materi sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari tentang informasi penting dari teks ekplanasi, cara menghemat energi listrik, dan peran Indonesia dalam

(1) Rapat koordinasi nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a merupakan rapat yang dipimpin oleh Presiden yang diikuti oleh Tim Pengendalian Inflasi

Untuk mengedit nomor plat truk, langkahnya adalah mengambil teks yang ada dalam EditText setelah user mengisikan nomor platnya. Namun belum ada aturan yang melarang

Dalam periode pertama penelitian ini (2011), telah dikembangkan prototype sistem Computer Aided Diagnosis memanfaatkan teknologi pengo- lahan citra, untuk mengidentifikasi

Apalagi dengan pesatnya perkembangan teknologi pada saat ini, khususnya smartphone dengan sistem Android membuat hampir semua keinginan dan kebutuhan penggunanya

Inti dari permasalahan yang diangkat adalah bagaimana melakukan ekstraksi data debitur untuk digunakan sebagai data training dan testing model klasifikasi naive bayes