• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN SISTEM COMPUTER AIDED DIAGNOSIS BERBASIS FREE OPEN SOURCE SOFTWARE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN SISTEM COMPUTER AIDED DIAGNOSIS BERBASIS FREE OPEN SOURCE SOFTWARE"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN SISTEM COMPUTER AIDED DIAGNOSIS BERBASIS

FREE OPEN SOURCE SOFTWARE

Anto Satriyo Nugroho1∗, Made Gunawan1, Ismail Ekoprayitno Rozi2, Vitria Pragesjvara1,

Miranti Jatnia Riski1, Desiani1, Nuke Dewi Kania, Theda Lukito, Agung Riyadi, Yuni Arti, Ninon Nurul Faiza 1Pusat Teknologi Informasi & Komunikasi, Badan Pengkajian & Penerapan Teknologi

Gedung Teknologi 3 Lantai 3 Puspiptek Serpong, Tangerang 15314 Tel. (021) 75791260 Ext.236 Fax. (021) 75791248

2

Divisi Bioinformatika, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Jl. Diponegoro 69, Jakarta 10340

Tel. (021) 3917131 Fax. (021) 3147982

e-Mail: [email protected], [email protected] Disajikan 29-30 Nop 2012

ABSTRAK

Malaria merupakan penyakit tropis utama yang hingga kini masih banyak ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Penyakit Malaria disebabkan oleh infeksi protozoa pada darah yang disebut plasmodia. Parasit ini terdiri dari 4 spesies: Plas-modium vivax, PlasPlas-modium falciparum, PlasPlas-modium ovale dan PlasPlas-modium malariae. Penyakit Malaria diindikasikan dari berbagai gejala seperti menggigil, demam tinggi, sakit kepala, anemia dan pembesaran Limfa. Di Indonesia diperkirakan jumlah penderita Malaria mencapai sekitar 15 juta, dengan angka kematian 30 ribu per tahun. Angka ini mengindikasikan bahwa Malaria merupakan salah satu penyakit tropis di Indonesia yang harus mendapatkan penanganan serius dan cepat. Salah satu faktor penting dalam penanganan kasus Malaria adalah diagnosa dini Malaria yang akurat. Badan Pengkajian Penerapan Teknologi telah bekerja sama dengan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman mengembangkan sistem Computer Aided Diagnosis berbasis teknik pengolahan citra yang mampu membantu proses diagnosa agar berlangsung cepat dan akurat. Dalam periode pertama penelitian ini (2011), telah dikembangkan prototype sistem Computer Aided Diagnosis memanfaatkan teknologi pengo-lahan citra, untuk mengidentifikasi status penyakit Malaria dari citra apusan tipis darah pasien Malaria, sedangkan pada tahun kedua (2012), sistem ini disempurnakan dengan memasukkan modul klasifikasi komponen darah. Sistem yang dikembangkan merupakan transformasi dari pengetahuan yang dimiliki oleh ekspert microscopist ke dalam rule-based classifier dikombinasikan dengan Bayes Decision. Dalam uji coba dengan data citra mikroskopis darah yang dikumpulkan dari berbagai daerah di Indone-sia, sistem ini menunjukkan hasil yang relatif bagus. Akurasi identifikasi tiap komponen: erythrocyte 94.75%, leucocytes 90%, platelets 41.28% dan erythrocyte yang terinfeksi oleh parasit 84.5%, sedangkan akurasi secara keseluruhan sekitar 77.53%.

Kata Kunci: Computer aided diagnosis, malaria, microphotograph, apusan tipis

I.

PENDAHULUAN

Malaria merupakan penyakit tropis utama yang hingga kini masih banyak ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Penyakit Malaria disebabkan oleh infeksi protozoa pada darah yang disebut plasmodia. Parasit ini terdiri dari 4 spesies: Plasmodium Vivax, Plasmodium Falciparum, Plasmodium Ovale dan Plas-modium Malariae. Indikasi penyakit ini terlihat dari berbagai gejala seperti menggigil, demam tinggi, sakit kepala, anemia dan pembesaran Limfa. Di Indone-sia diperkirakan terdapat sekitar 15 juta penderita, de-ngan angka kematian 30 ribu per tahun. Angka ini mengindikasikan bahwa Malaria merupakan salah satu

penyakit tropis di Indonesia yang harus mendapatkan penanganan serius dan cepat.[1]

Salah satu faktor penting dalam penanganan ka-sus Malaria adalah diagnosa dini Malaria yang akurat. Dalam praktek medis, dikenal berbagai teknik diagnosa seperti PCR, diagnosa klinis dan diagnosa mikroskopi. Di antara teknik tersebut, diagnosa mikroskopi meru-pakan teknik gold standard dan relatif paling murah. Teknik ini memanfaatkan mikroskop untuk menghi-tung parasit, di mana sampel darah diberikan pewar-naan melalui proses kimia yang disebut (Giemsa) stain-ing. Selain murah, diagnosa mikroskopi juga bersi-fat sensitif, yaitu dapat menentukan kepadatan

(2)

para-sit dari darah pasien. Diagnosa ini juga informatif, yaitu dapat dipakai untuk menentukan jenis plasmod-ium Malaria, yang merupakan salah satu pertimban-gan dalam memberikan terapi kepada pasien. Akan tetapi diagnosa mikroskopi ini juga memiliki berba-gai kelemahan. Akurasi diagnosa sangat tergantung kepada keahlian dan pengalaman mikroskopis (orang yang bertugas membaca slide apusan darah). Ter-lebih lagi, prevalensi Malaria di Indonesia cukup ren-dah, sehingga slide yang dibaca umumnya negatif, maksudnya tidak terjangkit Malaria. Padahal untuk memastikan bahwa seorang pasien darahnya negatif jauh lebih sulit daripada menentukan bahwa seorang pasien statusnya positif terjangkit Malaria. Untuk itu, Badan Pengkajian Penerapan Teknologi bekerja sama dengan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dalam pe-ngembangan sistem Computer Aided Diagnosis berba-sis teknik pengolahan citra, yang mampu membantu proses diagnosa, agar berlangsung cepat dan akurat.

Dari kajian literatur, beberapa pihak melakukan upaya serupa untuk kasus Malaria di luar negeri, akan tetapi terbatas pada kasus dengan skala kecil. Misal-nya Premaratne memakai artificial neural network yang dikhususkan pada spesies Plasmodium falciparum. Model tersebut memakai citra sel yang telah dinor-malisasikan sebagai input bagi proses training maupun testing neural network.[2] Studi lain dilakukan oleh Ross yang memakai warna, tekstur dan ciri geometri dari parasit dan sel sebagai vektor fitur, yang selan-jutnya diklasifikasikan ke salah satu spesies plasmod-ium dalam dua tahap.[3] Akan tetapi studi yang mereka lakukan hanya terbatas pada data berskala kecil, 5 sam-pel untuk training dan 15 samsam-pel untuk testing, sedang-kan karakteristik parasit sangat kompleks. Dapat dis-impulkan bahwa hingga kini, belum ada studi kom-prehensif yang dilakukan untuk mengembangkan com-puter aided diagnosis terhadap kasus Malaria, khusus-nya di Indonesia berskala besar.

Dalam periode pertama penelitian ini (2011), telah dikembangkan prototype sistem Computer Aided Di-agnosis memanfaatkan teknologi pengolahan citra, un-tuk mengidentifikasi status penyakit Malaria dari citra apusan tipis darah pasien Malaria. Beberapa algoritma baru pengolahan citra telah dikembangkan oleh tim peneliti dan bekerja sama dengan ahli mikroskopi di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, sehingga hasilnya dapat diverifikasi langsung oleh praktisi lapangan.[4, 5] Pada tahun pertama penelitian, algoritma tersebut telah dievaluasi pada data citrayang telah terinfeksi oleh Plasmodium Falciparum, dengan hasil cukup baik. sen-sitivity 92.59% dan specificity of 99.65%, Positive Pre-dictive Value (PPV) of 67.56%, and F1 score of 0.7812.[5]

Dalam tahun kedua penelitian ini (2012), kegiatan penelitian difokuskan pada penyempurnaan prototype system sehingga bisa dipakai untuk mendeteksi

keber-adaan berbagai spesies parasit selain Plasmodium fal-ciparum (P. malariae, P. ovale, P. vivax) , pada citra de-ngan berbagai pada kualitas lapade-ngan.

II.

METODOLOGI

A. Persiapan Data Microphotograph

Sample darah pasien Malaria dipersiapkan oleh tim peneliti Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, diperoleh dari berbagai daerah di Indonesia. Sample tersebut ter-diri dari 5 spesies: Plasmodium falciparum, Plasmod-ium vivax, PlasmodPlasmod-ium ovale, PlasmodPlasmod-ium Malariae, dan Plasmodium Knowlesi.

Setiap slide dilakukan proses staining memakai standard Giemsa staining protocol. Slide kemudian diperiksa di bawah mikriskop dengan pembesaran 10×100, dan citra ditangkap dengan 5-megapixel Nikon digital sight DS 5 Mc, yang didesain khusus untuk mikroskop cahaya. Data set tersebut kemudian dianal-isa secara manual, dan dilakukan perhitungan jumlah parasite, serta fase dan tipe masing-masing sel.

B. Sistem Computer Aided Diagnosis

Sistem yang dikembangkan merupakan transformasi pengetahuan yang dimiliki oleh microscopist analyst Lembaga Biologi Molekuler Eijkman ke dalam algo-ritma pengolahan citra. GAMBAR1 memperlihatkan bagan sistem yang dibangun untuk melakukan iden-tifikasi citra microphotograph darah pasien. Sistem itu terdiri dari fase preprocessing untuk memperbaiki kualitas citra dan menghapus noise, dilanjutkan dengan fase segmentasi komponen darah dan klasifikasi kom-ponen darah. Tujuan dari dua fase ini adalah menge-nali jenis berbagai komponen darah, seperti erythro-cyte, leucoerythro-cyte, thromboerythro-cyte, dan artefacts.

Erythrocyte sendiri dibagi dua: erythrocyte sehat dan suspected erythrocyte, yaitu erythrocyte yang di-curigai terinfeksi oleh parasit. Selanjutnya Bayes Clas-sifier dipakai untuk menentukan apakah erythrocyte tersebut sehat (bercak hitam itu hanya sekedar artefak) ataukah erythrocyte tersebut benar-benar terinfeksi par-asit.

GAMBAR1:Rancangan sistem Computer Aided Diagno-sis Malaria

(3)

B-1. Prepocessing

Dalam tahap ini, citra dikonversikan ke gray-scale image, karena informasi warna tidak diperlukan untuk melakukan klasifikasi komponen sel darah. Noise pada citra dihapus memakai Median filter. Pada GAMBAR2

diperlihatkan gambar berbagai komponen darah: (1) erythrocyte (sel darah merah), (2) leucocyte (sel darah putih) dan (3) platelet dan (4) erythrocyte yang mengan-dung parasit.

GAMBAR2:sampel citra darah dengan berbagai kompo-nen yang diberi nomor

B-2. Segmentasi komponen darah

Tahap ini bertujuan untuk melakukan segmentasi, yaitu memisahkan tiap citra komponen darah dari citra latar belakang. Pada citra input, intensitas terbagai ke dalam 3 level: paling terang, menengah dan pa-ling gelap. Citra thrombocytes, leucocytes dan artefacts umumnya terbentuk dari pixel dengan warna gelap, se-dangkan erythrocytes tersusun dari pixel dengan in-tensitas medium (abu-abu), dan latar belakang paling terang. Karena ada 3 intensitas yang dominan, citra in-put didekomposisikan ke dalam 3 citra memakai Otsu Dual Thresholding. Citra yang diperoleh terdiri dari 3 dan disebut mask. Mask pertama mengidentifikasikan posisi seluruh komponen darah dan dinotasikan de-nganA.

Mask kedua adalah citra yang terdiri dari pixel dengan warna paling gelap. Pixel pada mask ini mengindikasikan posisi artefact, nucleus parasit, thrombocytes dan leucocytes. Mask kedua diidenti-fikasikan denganΛ.

Mask yang terakhir mengindikasikan posisi erythro-cytes, yaitu yang tersusun dari pixel dengan warna medium. Mask ini dinotasikan denganE Karena ery-throcytes memiliki struktur cekung, pada saat dual thresholding dilakukan, akan terbentuk lobang di

ten-gah. Agar proses segmentasi berjalan benar, hasil seg-mentasi tersebut diperbaiki dengan proses morfologi hole-filling yang dikembangkan pada penelitian ter-dahulu.[4] GAMBAR3-4menunjukkan proses morfologi hole filling yang diterapkan pada sebuah citra, sehingga diperoleh hasil dengan lubang tertutup.

GAMBAR3: Fast Hole Filling

B-3. Klasifikasi tahap pertama: klasifikasi komponen berbasis aturan

Setelah 3 mask file diperoleh, komponen darah diiden-tifikasi berdasarkan aturan berikut: A mewakili semua komponen dari citra darah, Λ mewakili komponen dengan pixel gelap,E mewakili komponen dengan intensitas piksel sedang. Lima kelas didefinisikan sebagai berikut:ω1 erythro-cyte sehat,ω2: leucocyteω3: thrombocyte,ω4: Thrombocyte menumpang di erythrocyteω5: suspected erythrocyte. Selan-jutnya klasifikasi dilakukan berdasarkan aturan-aturan seba-gai berikut:[6]

GAMBAR4:kiri: mask file sebelum dilakukan hole filling kanan: setelah hole filling

(i) ∀X∈As.t.(X /∈Λ)∧(X∈E)⇒X ∈ω1

(4)

(iii) ∀X∈As.t.(X∩Λ6=φ)∧(X∩E6=φ) ∧(τ1≤area(X)≤τ2)⇒X∈ω4 (iv) ∀X∈As.t.(X∩Λ6=φ)∧(X∩E6=φ) ∧(area(X)> τ2)⇒X ∈ω2 (v) ∀X∈As.t.(X∩A6=φ)∧(X∧E6=φ) ∧(area(X)< τ1)⇒X ∈ω5 B-4. Klasifikasi tahap kedua

Apabila sebuah erythrocyte diklasifikasikan ke dalamω5 (suspected erythrocyte), maka sel tersebut akan diidenti-fikasikan lebih lanjut untuk memastikan apakah benar-benar terinfeksi oleh parasit atau bercak hitam itu hanya sekedar artefact. Verifikasi ini dilakukan dengan mempartisi sel ke dalam 3 area berdasarkan Otsu dual thresholding (lihatGAM -BAR5), kemudian menghitung rasio white/black pixel seba-gaimana diperlihatkan padaGAMBAR6, sebagai acuan untuk membuat keputusan dengan Bayes classifier.[5]

GAMBAR 5: hasil dual thresholding terhadap erythro-cyte yang terinfeksi oleh parasit dan erythroerythro-cyte yang ditumpangi oleh artefacts

GAMBAR 6: rasio white/black pixel sebagaimana se-bagai acuan untuk membuat keputusan dengan Bayes classifier[5]

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Computer Aided Diagnosis system yang dibangun selan-jutnya dievaluasi dengan 40 citra microphotograph. Tingkat

keberhasilan yang dicapai secara keseluruhan adalah 77.63%, dengan akurasi masing-masing: erythrocyte 94.75%, leuco-cytes 90%, platelets 41.28% dan erythrocyte yang terinfeksi oleh parasit 84.5%.[6] Analisa terhadap error menunjukkan bahwa umumnya hal itu disebabkan oleh kegagalan segmen-tasi. Contoh dari kegagalan segmentasi ini diperlihatkan pada GAMBAR7, di mana thrombocyte masih tersambung dengan erythrocyte, sehingga diidentifikasikan sebagai para-sit. Beberapa kesalahan lain disebabkan oleh komponen yang tumpang tindih (overlapping). Saat ini tengah dikaji solusi dari masalah tersebut dengan memanfaatkan teknik segmen-tasi watershed.[8]

GAMBAR7: Error yang disebabkan kegagalan segmen-tasi. Thrombocyte masih tersambung dengan erythro-cyte, sehingga diidentifikasikan sebagai parasit

Eksperimen juga dilakukan terhadap spesies yang lain. Eksperimen ini memakai 5 slide P. Falciparum dan 7 slide P.vivax pada fase asexual. Tiap slide diambil data sebanyak 150 citra microphotograph. Hasil eksperimen ini menun-jukkan bahwa sistem mampu mendeteksi fase aseksual P. fal-ciparum dan P. vivax relatif baik. Untuk P. falfal-ciparum, tingkat sensitifitas sistem 73.59% sedangkan specifisitas 98.54%, PPV (Positive Predicted Value) 23.97% dan score F1 sebesar 29.54%. Adapun P. vivax, sensitifitas sistem sebesar 79.15%, spesifisi-tas 98.42%, PPV 7.62%, dan score F1 sebesar 12.69%.[7]

IV.

KESIMPULAN

Studi ini merupakan bertujuan untuk mengembangkan sistem Computer Aided Diagnosis, yang membantu praktek klinis di lapangan agar bisa melakukan diagnosa dini Malaria dengan cepat dan akurat. Sistem ini memakai citra micropho-tograph apusan tipis darah pasien Malaria yang telah dilaku-kan pewarnaan dengan Giemsa staining. Sistem yang diban-gun merupakan transformasi dari pengetahuan ekspert di-agnosa mikroskopis yang sering disebut microscopist pada Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, ke dalam algoritma pe-ngolahan citra. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan hasil diagnosa yang dilakukan secara manual oleh para mi-croscopist tersebut.

Salah satu masalah utama dalam studi ini adalah melakukan klasifikasi komponen darah, dan menentukan ada tidaknya sel darah merah yang terinfeksi. Klasifikasi kom-ponen darah berhasil dilakukan dengan membagi citra darah ke 3 sub citra secara otomatis berdasarkan kemiripan intensi-tasnya, dan selanjutnya mendefinisikan class tiap komponen

(5)

lewat klasifikasi berbasis aturan (rule based classifier). Secara keseluruhan, algoritma yang dikembangkan mampu mende-teksi 77.53% class tiap komponen darah, dengan akurasi masing-masing: erythrocyte sehat 94.75%, suspicious erythro-cytes 84.50%. Suspicious erythroerythro-cytes ini selanjutnya akan diidentifikasikan dengan Bayes rule, apakah memang benar-benar positif parasit ataukah hanya artefak yang kebetulan posisinya di erythrocyte.

Prototype piranti lunak ini sedang dikembangkan lebih lanjut dengan integrasi pada hardware, yaitu microscope camera dan mikroskop dan disambungkan pada laptop yang ringkas dan dapat dipakai secara portable untuk melakukan identifikasi status Malaria pada daerah rawan. Tahun 2013 di-rencanakan untuk mengevaluasi sistem di kawasan Indonesia timur, yang prevalensi Malaria yang cukup tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

[1] US Namru-2 Jakarta (2008), Panduan Pelatihan Diagno-sis Mikroskopi Malaria, Departemen Parasitologi Medis, [2] S.P. Premaratne, N.D. Karunaweera, S. Fernando, W.S.R. Pererab, R.P. Asanga, S. Rajapaksha (2003), A Neu-ral Network Architecture for Automated Recognition of Intracellular Malaria Parasites in Stained Blood Films, APAMI & CJKMI-KOSMI Conference 2003

[3] N.E. Ross, C.J. Pritchard, D.M. Rubin, A.G. Duse, (2006), Automated Image Processing method for the diagnosis and classification of Malaria on thin blood smears, Med-ical and BiologMed-ical Engineering and Computing, Vol.44, No.5, pp.427-436, 2006

[4] D. Anggraini, A.S. Nugroho, C. Pratama, I.E. Rozi, A.A. Iskandar, R.N. Hartono (2011), Automatic Status Iden-tification of Microscopic Images Obtained from Malaria Thin Blood Smears, Proc. of 3rd International Conference on Electrical Engineering and Informatics (ICEEI 2011), CDROM A3-2, Institut Teknologi Bandung, Bandung, In-donesia, July 17-19, 2011

[5] D. Anggraini, A.S. Nugroho, C. Pratama, I.E. Rozi, V. Pragesjvara and M. Gunawan (2011), Automated Sta-tus Identification of Microscopic Images Obtained from Malaria Thin Blood Smears using Bayes Decision: A study case in Plasmodium Falciparum, Proc. of Interna-tional Conference on Advance Computer Science and In-formation System 2011, Jakarta, Indonesia, 17-18 Decem-ber 2011

[6] N.D. Kania, T. Lukito, A.S. Nugroho, I.E. Rozi, M. Gu-nawan, V. Pragesjvara, D. Anggraini (2012), Blood Com-ponent Classification for Malaria Computer Aided Diag-nosis from Thin Blood Smear Microphotographs, Proc. of 5thInternational Symposium on Computational Science (ISCS), pp.199-206, 15-16 May 2012

[7] T. Lukito, N.D. Kania, I.E. Rozi, A.S. Nugroho, M. Gunawan, V. Pragesjvara, D. Anggraini (2012), Semi-automated Computer-aided Diagnosis for Malaria Multi species Parasite Detection from Thin Blood Smear Mi-crophotographs”, Proc. of 5th International Symposium on Computational Science (ISCS), pp.296-302, 15-16 May 2012

[8] A. Riyadi, M.J. Riski, N.N. Faiza, Y. Arti, A.S. Nugroho, M. Gunawan, I.E. Rozi (2012), Evaluasi Algoritma Wa-tershed pada Pemisahan Citra Apusan Tipis Sel Darah

Merah Yang Bertumpuk, Prosiding Konferensi Nasional Sistem & Informatika ( KNS&I ), 17 November 2012.

Referensi

Dokumen terkait

Set Mebel Rumah Tinggal yang di rancang untuk ruang tamu atau ruang keluarga adalah berupa fasilitas duduk dan sebuah bidang kerja yang berfungsi untuk mewadahi,

Pemberhentian Kepala Madrasah pada Madrasah yang diselenggarakan pemerintah untuk diangkat kembali menjadi Kepala Madrasah di Madrasah lain yang diselenggarakan

Hasil dari pengujian hipotesis ke tiga yang telah dilakukan menunjukkan bahwa secara parsial harga pokok pesanan perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap

Still in the same issue of labor relations, labor law as the tool of social engineering is, then, functioned to encourage a paradigm shift, ways of thinking and behavior in accordance

Badan Pemberdayaan masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Pelalawan adalah unsur pelaksana pemerintah daerah yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian

8 Status Anak yang Alhir dari Surrogate Mother (Majalah Pamenang Edisi Februari 2015). 9 Ahli Waris Pengganti, menurut Hazairin

Laboratorium standardisasi radionuklida pada Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi – Badan Tenaga Nuklir Nasional telah dapat meningkatkan hasil

bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, khususnya di bidang ekonomi, diperlukan upaya-upaya untuk antara lain terus meningkatkan, memperluas, memantapkan dan