• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saat ini perkembangan teknologi informasi sangat pesat dalam hal ini gadget, berbagai macam jenis gadget dengan mudah ditemui dengan (2)berbagai macam jenis dan merek

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Saat ini perkembangan teknologi informasi sangat pesat dalam hal ini gadget, berbagai macam jenis gadget dengan mudah ditemui dengan (2)berbagai macam jenis dan merek"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1

Revolusi industri 4.0 yang berkembang di seluruh penjuru dunia mengakibatkan terciptanya efektifitas dan efisiensi dengan berbagai sistematika yang terjadi dan segala dampaknya (Purba, Yahya, & Nurbaiti, 2021). Perubahan pada era industri 4.0 tidak dapat terhindarkan oleh siapapun, sehingga dibutuhkan perencanaan sumber daya manusia yang optimal untuk mampu melakukan penyesuaian serta dapat berkompetisi secara global. Pertumbuhan nilai-nilai sumber daya manusia salah satunya di bidang pendidikan, dimulai dari tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sampai tingkat universitas menjadi kunci untuk mengikuti perkembangan revolusi industri 4.0 (Nurdin, 2021).

Dampak di bidang pendidikan yang dapat ditimbulkan di era industri 4.0 yaitu semakin banyaknya pemanfaatan teknologi dalam media pembelajaran (Firmadani, 2020). Adapun media pembelajaran yang digunakan di era industri 4.0 yaitu gadget (Silfiyah, 2021).

Gadget adalah sebuah perangkat elektronik yang berukuran kecil yang masing-masing jenisnya memiliki fungsi khusus sehingga dapat memudahkan pekerjaan ataupun kebutuhan agar lebih praktis dan efisien (Putra, 2017). Melalui gadget beragam informasi dapat diakses, gadget sendiri berupa smartphone, komputer, laptop, tablet, dan e-reader yang menggunakan fitur internet (Marpaung, 2018). Saat ini perkembangan teknologi informasi sangat pesat dalam hal ini gadget, berbagai macam jenis gadget dengan mudah ditemui dengan

(2)

berbagai macam jenis dan merek. Kini, semua perusahaan yang memproduksi barang elektronik berlomba-lomba memproduksi gadget untuk memenuhi permintaan pasar para konsumen di Indonesia (Noormiyanto, 2018). Berbagai merek dari setiap perusahaan bersaing satu sama lain untuk menjadi market leader. Salah satunya merek yang menjadi market leader dalam bidang komunikasi ialah Apple (Chrisandi, 2014).

Apple merupakan salah satu merek yang memproduksi berbagai jenis produk elektronik seperti Mac, Ipad, Ipod, dan Iphone (Darmono, 2020).

Apple.inc merupakan salah satu perusahaan yang berskala internasional dalam bidang teknologi terbesar yang berpusat di Cupertino, California. Steve Jobs, Steve Wozniak, dan Ronald Wayne adalah tokoh yang mendirikan Apple.inc (Krismajayanti & Darma, 2021). Meski identik dengan harga tinggi, namun banyak orang tetap mencari produk merek Apple karena memiliki keyakinan terhadap kualitas dan ekosistem yang membedakannya dengan gadget lainnya (Gozali, 2015). Melihat trend masa kini, produk dari merek Apple dikesankan sebagai barang mewah dan konsumen dari merek Apple akan merasa kekinian serta merasa mampu secara ekonomi (Mulyati & Hariyanto, 2021).

Apple memiliki citra elit yang sejak awal pembuatannya tidak hanya dikhususkan sebagai perangkat teknologi melainkan memiliki nilai artistik sendiri (Rezza, 2016). Keunggulan produk yang dikeluarkan oleh merek Apple yaitu meskipun mempunyai nilai jual yang tinggi, tetapi mempunyai kualitas yang bagus, desain yang elegan, tipis, mudah dibawa kemana-mana, serta fasilitas keamanan dan kemudahan dalam penggunaan (Gozali, 2015). Berdasarkan pada

(3)

argumen tersebut maka objek penelitian yang dipilih adalah gadget dengan merek Apple.

Pengguna produk Apple tidak hanya memanfaatkan nilai guna, tetapi juga mencari nilai tanda yang dapat meningkatkan status sosial dan prestis penggunannya (Rezza, 2016). Saat ini kebutuhan konsumen dikelompokkan ke dalam satu kategori, yaitu kebutuhan akan diferensiasi atau posisi tertentu yang dapat dicapai seseorang melalui konsumsi suatu produk (Kushendrawati, 2011).

Konsumen saat ini merupakan masyarakat yang keberadaannya dapat dilihat dari perbedaan barang yang dikonsumsi dan keberadaannya dipertahankan hanya dengan terus mengkonsumsi berbagai simbol dan status sosial di balik barang tersebut (Kushendrawati, 2011). Oleh karena itu, produk dibeli semata-mata untuk menunjukkan jati dirinya kepada orang lain (Rezza, 2016).

Salah satu objek yang menarik diteliti dibidang perilaku konsumen adalah mahasiswa. Hal ini dikarenakan mahasiswa pada umumnya mudah dibujuk oleh iklan, suka mengikuti teman, mengutamakan gengsi dalam membeli barang- barang bermerek sebagai trend center kampus sehingga tidak dinilai kuno (Kurniawan, 2017). Dewasa ini, mahasiswa rentan dipengaruhi oleh beberapa hal yang dinilai mampu menimbulkan atensi orang lain. Selain itu, perubahan life style yang ditunjukkan mahasiswa salah satunya untuk berpenampilan baik didepan orang lain, maka dari itu mahasiswa ingin keberadaannya diakui oleh lingkungannya (Dharma & Prahara, 2020).

Seperti halnya seorang mahasiswa yang ingin bisa membeli alat komunikasi dengan harga tinggi seperti gadget merek Apple, padahal jika dipertimbangkan

(4)

berdasarkan kepentingan kebutuhannya tersebut cukup dengan menggunakan smartphone merek lain. Namun, karena pengaruh globalisasi dan pergaulan yang konsumtif mahasiswa tersebut tetap berkeinginan untuk dapat memiliki gadget merek apple tersebut (Gozali, 2015). Yogyakarta menjadi sebuah daerah dengan beragam suku bangsa di Indonesia, dimana para pendatang berasal dari berbagai macam suku menjadikan Yogyakarta sebagai tempat untuk menimba ilmu (Nugroho, Lestari, & Wiendijarti, 2012). Beragam mahasiswa yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan latar belakang dan budaya yang beragam membentuk sebuah kesatuan dan menciptakan sebuah akulturasi (Khakim, Nugraha, Sukanti & Sarwedi, 2020).

Yogyakarta disebut sebagai miniatur Indonesia dikarenakan banyaknya pendatang dari berbagai macam latar belakang budaya yang tinggal di Yogyakarta. Hal tersebut berdampak pada meningkatnya akulturasi budaya yang memiliki dampak positif dan negatif (Indriharta, Suharjana & Marzuki, 2016).

Salah satunya secara implisit mendorong masyarakat untuk menjadi konsumtif, daya beli yang ada di masyarakat bertambah, serta mengubah kebiasaan dan gaya hidup menjadi lebih mewah dan berlebihan dalam waktu yang relatif singkat (Rasyid, 2019). Hal ini sesuai dengan karakteristik pengguna merek Apple yaitu konsumen yang menggunakan merek Apple akan memiliki kesan menggunakan barang mewah dan konsumen akan merasa mengikuti perkembangan zaman dan mampu secara finansial (Mulyati & Hariyanto, 2021). Berdasarkan uraian diatas, subjek yang diambil dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif yang melakukan studi di Daerah Istimewa Yogyakarta.

(5)

Apple.inc adalah salah satu perusahaan teknologi terbesar. Perusahaan tersebut berjuang dan bertahan agar usaha yang mereka lakukan tidak mengalami penurunan bahkan kebangkrutan pada masa pandemi covid-19 (Oktavia & Suharsono, 2022). Adanya pandemi covid-19 tidak bisa dipungkiri berdampak pada segala aspek, tentunya juga pada aspek ekonomi dan perilaku konsumen (Ramadayanti & Kurriwati, 2021).

Perilaku konsumen dapat diperkirakan dengan menggunakan suatu indikator penting yaitu minat beli (Ruhamak & Rahayu, 2017). Selaras dengan hal tersebut Maulana dan Alisha (2020), menjelaskan bahwa minat beli juga dapat digunakan untuk menganalisis perilaku konsumen. Dunia saat ini sedang mengalami pandemi covid-19 yang menyebabkan minat beli masyarakat ikut menurun, karena pemerintah menghimbau masyarakat untuk melakukan social distancing guna menghindari terjangkitnya virus tersebut (Pariama & Takwim, 2021). Penurunan minat beli terjadi pada beberapa jenis barang, berdasarkan hasil riset yang dilakukan GfK menyatakan bahwa perdagangan ritel produk – produk elektronik merupakan jenis yang memiliki dampak paling besar akibat adanya pandemi covid-19. Selain itu, terdapat beberapa produk dengan kategori lainnya yang memiliki dampak dari covid-19 diantaranya yaitu TV, tablet, serta handphone (Threestayanti, 2020).

Virus covid-19 berdampak besar bagi kehidupan manusia karena selain menyerang imunitas masyarakat seluruh dunia, covid-19 juga menyebabkan ketidakstabilan perekonomian dunia dan struktur sosial (Saputra & Budiarti, 2021). Apple adalah salah satu perusahaan yang terdampak kerugian akibat wabah

(6)

virus ini, dimana dilaporkan saham Apple Inc. turun dua persen pada Februari 2020 dan menyeret saham pemasoknya di seluruh dunia lebih rendah serta Apple tidak memenuhi target pendapatannya pada kuartal Maret 2020 (Nursanti, 2020).

Berdasarkan riset Pariama dan Takwim (2021) menyatakan pandemi covid-19 berpengaruh terhadap minat beli masyarakat. Oleh karenanya, perusahaan perlu mencari strategi lain untuk meningkatkan agar minat beli yang dimiliki oleh konsumen mengalami peningkatan kembali ditengah kondisi pandemi yang belum sepenuhnya hilang (Saputra & Budiarti, 2021).

Ferdinand (2014) mengungkapkan pengertian minat beli merupakan rencana pembelian dari dalam diri konsumen pada sejumlah produk dari sebuah merek tertentu. Minat beli merupakan konsumen yang mempunyai kemauan untuk membeli suatu barang atau jasa pada kurun waktu tertentu (Naszariah dkk., 2021).

Senada dengan pendapat tersebut, Prasojo (2019) mendefinisikan minat beli sebagai konsumen yang mempunyai rencana untuk membeli suatu barang tertentu atau beberapa barang yang diperlukan dalam periode waktu tertentu.

Ferdinand (2014) memaparkan minat beli memiliki empat aspek diantaranya yaitu minat transaksional, minat referensial, minat preferensial, dan minat eksploratif. Minat transaksional adalah keinginan individu untuk melakukan pembelian suatu produk tertentu atau sesuatu yang berhubungan dengan perusahaan. Minat referensial adalah keinginan individu untuk merekomendasikan suatu produk pada individu lainnya. Minat preferensial adalah keinginan yang mencerminkan perilaku individu yang mempunyai preferensi utama terhadap suatu produk tertentu. Minat eksploratif adalah perilaku individu yang

(7)

mencerminkan minat pada suatu produk dengan selalu mencari informasi tentang suatu produk yang diminati untuk memberikan makna positif pada produk tertentu.

Perusahaan seharusnya mempunyai rencana untuk mampu membuat konsumen memiliki minat beli pada sebuah produk tertentu (Swastha & Irawan, 2013). Konsumen dengan minat beli yang tinggi akan berpeluang melakukan pembelian suatu produk tertentu. Hal ini merupakan kondisi yang diharapkan oleh perusahaan karena akan memberikan profit kepada perusahaan (Gunawan, Semuel, & Dharmayanti, 2013). Selaras dengan hal tersebut, Suryana dan Dasuki (2013) menyatakan bahwa konsumen dengan minat beli tinggi akan membuat konsumen untuk membeli suatu produk tertentu.

Konsumen yang memiliki minat beli dapat menimbulkan sebuah dorongan, selanjutnya akan tersimpan pada pikiran konsumen serta berdampak pada tindakan. Pada saat konsumen ingin dengan segera memuaskan keinginannya, maka ia akan merealisasikan hal yang terdapat pada pikirannya (Sari, 2020).

Namun, pada kenyataannya adakalanya para konsumen tidak memiliki minat beli (Ramadhani, Budimansyah, & Sanjaya, 2021). Selain itu, minat beli konsumen di kalangan mahasiswa juga menurun terhadap berbelanja secara online (Kamaluddin & Muhajirin, 2018).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nanda dan Ikawati (2020) menunjukkan bahwa minat beli pada mahasiswa terhadap suatu produk tertentu 41,9% berada di level rendah dan 58,1% berada di level tinggi.

Berdasarkan hal tersebut, menunjukkan bahwa minat beli pada mahasiswa

(8)

tergolong rendah. Hasil penelitian lainnya oleh Lestari dan Rahmidani (2019) menunjukkan bahwa presentase minat beli mahasiswa terhadap gadget pada suatu merek tertentu sangat rendah, yaitu hanya 21,7% mahasiswa yang memiliki minat beli dan 78,3% lainnya tidak memiliki minat beli. Hasil dari penelitian yang dilakukan tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki minat beli tergolong rendah.

Apple dalam laporan keuangannya mempublikasikan bahwa saham perusahaan Apple mengalami penurunan sebesar 3,4% dimana pemasukan pada kuartal IV tahun fiskal 2021 sebesar US$83,4 milyar dan US$1,24 per saham, atau turun sedikit dari para prediksi analis sebesar US$84,8 milyar dan US$1,24 per saham. Hasil dari penjualan produk Iphone sendiri mengalami penurunan sebesar US$41,5 milyar ke US$38,9 milyar (Apple inc., 2022). Sedangkan pada kuartal I tahun fiskal 2022 Sedangkan produk Apple lainnya, dalam hal ini Ipad menjadi satu-satunya produk yang mengalami penurunan penjualan. Hal ini terlihat dari pendapatan iPad yang menurun sebesar 14% dari periode sebelumnya, dengan total pencapaian pendapatan sebesar US$75 milyar atau setara dengan 104 triliun rupiah (Riyanto, 2022).

Dari data diatas terlihat bahwa penurunan penjualan produk dari merek Apple pada skala internasional menjelaskan bahwa tingkat minat beli bermasalah.

Berdasarkan salah satu aspek minat beli yaitu minat transaksional menunjukkan bahwa minat beli terhadap merek Apple bermasalah. Hal ini dibuktikan dengan konsumen yang tidak memiliki kecenderungan untuk membeli produk atau

(9)

sesuatu yang berhubungan dengan merek Apple. Data diatas menunjukkan bahwa minat beli pada merek Apple bermasalah.

Minat beli masyarakat juga dapat diamati melalui Google Trendsanalysis (Nurbaiti, 2019). Google Trends adalah situs web publik milik Google Inc. dan menawarkan data berdasarkan penelusuran Google yang menunjukkan seberapa sering istilah penelusuran tertentu dimasukkan dibandingkan dengan semua istilah penelusuran lain di wilayah dan bahasa yang berbeda (Google, 2017). Salah satu fasilitas Google yang sering dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian adalah Google Trends (Widyarsi dkk., 2021). Mengingat bahwa seluruh kata kunci dari hasil pencarian yang telah digunakan oleh pengguna menjadi refleksi dari atensi masyarakat terhadap suatu topik, maka dari itu hal tersebut dapat dikatakan bahwa Google Trend menjadi salah satu penyedia data yang cukup untuk mendukung penelitian-penelitian (Widyarsi dkk., 2021).

Data yang disajikan dalam Google menjadi format relative search volume (RSV) dengan nilai antara 0 hingga 100. Porsi tertinggi dalam skala adalah skala 100, sementara porsi setengahnya adalah skala 50 yang berarti 50% dari porsi pencarian yang tertinggi, dan porsi terendah adalah skala 0 pada volume pencarian kata kunci. Dalam penelitian ini, pemilihan kata kunci yang ditentukan berdasarkan dengan minat masyarakat terhadap produk dari merek Apple adalah dengan menggunakan kata kunci “Apple”. Peneliti menggunakan pilihan rentang waktu adalah 12 bulan terakhir, dari September 2021 hingga Agustus 2022 dengan pilihan tempat adalah Indonesia dan secara khusus D.I Yogyakarta.

(10)

Hasil analisa dari data Google Trends (2022) menunjukkan adanya penurunan trend pencarian kata kunci. Proporsi pencarian kata kunci “Apple”

dengan skala pencarian wilayah di Indonesia menujukkan antusias masyarakat terhadap produk dari merek Apple mengalami penurunan dari 100% menjadi 69%

pada bulan September 2021 hingga Oktober 2021. Pada tahun berikutnya terjadi hal yang sama, yaitu pada bulan Juni 2022 hingga bulan Juli 2022 dari 94%

menjadi 79%. Dari data Google Trends terlihat bahwa penurunan minat masyarakat terkait produk dari merek Apple berskala nasional menjelaskan bahwa tingkat minat beli masyarakat masih minim.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Google Trends (2022) dengan cangkupan wilayah D.I Yogyakarta menampilkan adanya penurunan pencarian kata kunci “Apple”. Antusias masyarakat terhadap produk dari merek Apple mengalami penurunan dari 89% menjadi 40% dari bulan Oktober 2021 hingga November 2021. Data lainnya juga memperlihatkan adanya penurunan yang signifikan yaitu pada bulan April 2022 hingga Mei 2022 dari 100% menjadi 57%, serta pada bulan Agustus 2022 sebesar 97% hingga September 2022 menjadi 80%. Dari data Google Trends terlihat bahwa penurunan minat masyarakat terkait produk dari merek Apple dengan ruang lingkup D.I Yogyakarta menjelaskan bahwa tingkat minat beli masyarakat masih minim.

Data diatas berdasarkan salah satu aspek minat beli yaitu minat eksploratif menunjukkan bahwa minat beli merek Apple bermasalah. Hal ini dibuktikan dengan minimnya minat dalam pencarian informasi mengenai produk dari merek

(11)

Apple dalam skala nasional maupun regional. Melalui data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa minat beli pada masyarakat terhadap merek Apple bermasalah.

Hal ini semakin diperkuat dari hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terhadap mahasiswa aktif yang sedang melakukan studi di Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan April 2022. Wawancara yang dilakukan peneliti didasarkan pada aspek minat beli yang dikemukakan oleh Ferdinand (2014) diantaranya, minat transaksional, minat referensial, minat preferensial, dan minat eksploratif.

Empat mahasiswa mengungkapkan bahwa mereka tidak memiliki kecenderungan untuk membeli produk dari merek Apple dikarenakan produk dari merek tersebut memiliki harga yang tidak sesuai di kalangan mahasiswa dan spesifikasi gadget melebihi spesifikasi yang dibutuhkan oleh mahasiswa, serta tiga mahasiswa lainnya menyatakan bahwa tidak tertarik untuk membeli produk baru maupun produk bekas dari merek Apple setelah melihat tren produk dari merek Apple saat ini, sementara dua mahasiswa mengungkapkan bahwa gadget yang mereka gunakan saat ini sudah mencukupi untuk menunjang aktivitas sehari- hari sehingga tidak memiliki niat untuk membeli produk dari merek Apple. Hal ini menunjukkan aspek minat beli yaitu minat transaksional yang bermasalah.

Lima mahasiswa menjelaskan bahwa mereka tidak mau merekomendasikan produk dari merek Apple kepada keluarga atau teman dikarenakan walaupun produk dari merek Apple dinilai berkelas, kelima mahasiswa lainnya menceritakan kelemahan dari produk merek Apple sehingga orang lain menggunakan produk gadget dari merek lain, serta dua orang mahasiswa

(12)

menuturkan bahwa mereka enggan untuk mengajak orang lain untuk membeli produk dari merek Apple dikarenakan tidak menghasilkan manfaat untuk dirinya.

Hal tersebut menggambarkan aspek minat beli yaitu minat referensial yang bermasalah.

Tiga mahasiswa mengungkapkan bahwa mereka tidak memiliki ketertarikan untuk membeli produk dari merek Apple disebabkan fitur dan spesifikasi yang ditawarkan oleh produk dari merek Apple tidak sebanding dengan harga jual dari produk tersebut dan lima mahasiswa lainnya menceritakan bahwa pilihan produk dari merek Apple terbatas jika dibandingkan dengan pilihan produk dari merek lain sehingga mereka lebih memilih untuk bertransaksi pada store merek lainnya.

Hal ini menunjukkan aspek minat beli yaitu minat preferensial yang bermasalah.

Enam mahasiswa mengungkapkan bahwa mereka jarang mencari informasi mengenai produk dari merek Apple dikarenakan mereka tidak memiliki minat untuk membeli produk dari merek Apple, empat lainnya menjelaskan bahwa mereka tidak memiliki rasa penasaran pada produk dari merek Apple, serta dua mahasiswa lainnya lebih sering menyimpan informasi terbaru dari gadget pada merek lainnya yang lebih mereka minati. Hal ini menunjukkan aspek minat beli yaitu minat eksploratif yang bermasalah.

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan, sehingga dapat disimpulkan bahwa mahasiswa aktif yang melakukan studi di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki minat beli yang rendah terhadap produk dari merek Apple. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan setiap aspek dari minat beli terhadap produk dari merek Apple menunjukan adanya permasalahan.

(13)

Harapannya ketika konsumen dengan minat beli yang tinggi akan berpeluang melakukan pembelian suatu produk tertentu. Hal ini merupakan kondisi yang diharapkan oleh perusahaan karena akan memberikan profit kepada perusahaan (Gunawan, Semuel, & Dharmayanti, 2013). Selain itu, minat beli mempunyai fungsi yang bernilai, khususnya terhadap perusahaan. Hal ini disebabkan minat beli mampu memperkirakan perilaku konsumen agar membeli sebuah produk serta menjadi faktor penentu ketika konsumen memutuskan untuk membeli sebuah produk (Ardana & Rastini, 2018).

Untuk dapat menarik minat beli konsumen, perusahaan harus mengetahui faktor yang mempengaruhi minat beli (Azifah & Dewi, 2016). Ujianto dan Abdurachman (2004) mengungkapkan bahwa minat beli dipengaruhi oleh beberapa faktor, diataranya produk yang tersedia, kualitas, packaging, merek, nilai jual, dan preferensi. Selaras dengan hal diatas, Sanita, Kusniawati dan Lestari (2019) menjelaskan terdapat dua faktor yang memiliki pengaruh pada minat beli yang meliputi pengetahuan produk dan citra merek. Berdasarkan faktor-faktor diatas peneliti memilih dua faktor yang mempengaruhi minat beli yaitu faktor pengetahuan produk dan citra merek.

Pengetahuan produk menjadi suatu faktor yang berpengaruh terhadap minat beli, karena melalui strategi memperkenalkan produk kepada konsumen akan memberikan kemudahan konsumen untuk dapat mengetahui, dan memiliki ingatan khusus terhadap produk tersebut (Ridwan, Solihat, & Trijumansyah, 2018). Minat beli dapat ditumbukan dengan adanya pengetahuan produk karena pengetahuan produk yang dipunyai oleh konsumen mampu memberikan pengaruh

(14)

terhadap minat beli konsumen (Marini, 2020). Peter dan Olson (2010) mendefinisikan pengetahuan produk merupakan beragam jenis pengetahuan, makna, serta keyakinan mengenai produk yang tersimpan di dalam memori ingatan individu yang meliputi pengetahuan tentang karakteristik produk, hasil penggunaan produk, kemampuan produk untuk memenuhi kebutuhan penting, tujuan, dan nilai-nilai yang dibutuhkan konsumen.

Peter dan Olson (2010) menguraikan bahwa pengetahuan produk terdiri dari empat dimensi diantaranya atribut produk, manfaat fisik, manfaat psikologis, dan nilai-nilai yang diperoleh konsumen setelah menggunakan produk atau jasa.

Atribut produk merupakan berbagai karakteristik fisik pada sebuah produk atau jasa yang mampu dilihat, dirasakan, dan dinilai secara subjektif. Manfaat fisik adalah konsekuensi langsung dan nyata dari penggunaan produk. Manfaat psikologis adalah konsekuensi psikologis dan sosial yang dirasakan dari penggunaan produk. Nilai-nilai yang diperoleh setelah konsumen menggunakan produk atau jasa adalah hasil akhir yang disukai oleh konsumen sesuai dengan kecenderungan perilakunya.

Pengetahuan produk menjadi hal yang penting dalam diri seorang konsumen untuk memutuskan minat beli (Gharnaditya, Saputra, Felicia, & Vivian, 2020).

pengetahuan produk menjadi dasar pertama dalam mempertimbangkan untuk memutuskan langkah selanjutnya (Resmawa, 2017). Ketika konsumen terlibat pada proses pembelian suatu produk, konsumen yang memiliki pengetahuan terkait produk akan mempunyai pengaruh dalam pengolahan informasi yang

(15)

sesuai, perilaku untuk mencari suatu produk, pengambilan keputusan, dan pada akhirnya menimbulkan minat beli (Kusuma, Haribowo, & Prasetya, 2020).

Pengetahuan produk mampu memberikan manfaat ketika konsumen menentukan pilihan pada produk semaksimal mungkin (Ariestania & Dwiarta, 2020). Informasi yang berkaitan dengan sebuah produk akan mempengaruhi minat beli konsumen terhadap suatu produk (Kusuma, Haribowo, & Prasetya, 2020).

Sebelum memutuskan untuk membeli, konsumen yang sadar terhadap suatu hal yang dibutuhkan dan diinginkan serta harus dipenuhi, pada umumnya akan melakukan pencarian informasi dengan cara meriset dahulu mengenai produk tertentu apakah dapat mencukupi hal yang dibutuhkannya serta melakukan evaluasi terhadap produk-produk serupa untuk membandingkan produk antar merek yang berbeda (Resmawa, 2017).

Tingginya tingkat pengetahuan produk yang dimiliki konsumen mampu memberikan perbandingan kelebihan serta kekurangan diantara produk-produk sejenis sehingga mampu menetapkan keputusan produk terbaik antara produk dari merek lainnya. Pengetahuan produk dapat memberikan bantuan kepada konsumen untuk mampu melakukan penyesuaian terhadap daya beli yang dimiliki agar pada daya beli tertentu konsumen dapat menentukan produk terbaik (Christianto &

Harjanti, 2020). Pentingnya tingkat pengetahuan produk dari seorang konsumen akan berpengaruh pada minat beli yang dimiliki konsumen terhadap suatu produk (Gharnaditya, Saputra, Felicia, & Vivian, 2020). Dengan demikian, pengetahuan produk dapat berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat beli (Ulmaghfiroh, Giningroem, Vikaliana, & Setyawati, 2021).

(16)

Pernyataan diatas mendapat dukungan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa pengetahuan produk berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap minat beli. dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Kurniawan dan Indriani (2018) menjelaskan bahwa pengetahuan produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat beli. Selaras dengan hasil riset tersebut, penelitian lainnya yang mendukung teori tersebut adalah penelitian yang dilakukan oleh Ariestania dan Dwiarta (2020) yang menyatakan bahwa pengetahuan produk mempengaruhi minat beli. Hasil tersebut juga sesuai dengan penelitian (Irvanto &

Sujana, 2020) yang menjelaskan bahwa pengetahuan produk berpengaruh signifikan terhadap minat beli.

Salah satu faktor lain yang juga mempengaruhi minat beli adalah citra merek (Wahyuni & Suparna, 2014). Cho, Fiore, dan Russell (2015) mendefinisikan bahwa citra merek sebagai pemikiran yang dipunyai konsumen terkait dengan atribut dan manfaat yang dihasilkan berdasarkan pengalaman saat menggunakan merek tertentu.

Cho, Fiore, dan Russell (2015) menyatakan bahwa citra merek terdiri dari tiga dimensi yaitu cognitive associations : mystery, sensory associations : sensuality, dan affective associations : intimacy. Cognitive associations : mystery adalah konseptualisasi berdasarkan dimensi citra merek yang berfokus kepada kognisi, yang mencerminkan keyakinan, pemikiran, dan evaluasi pribadi konsumen terhadap suatu merek tertentu dalam kaitannya dengan atribut produk serta layanan, kinerja, dan makna merek berdasarkan suatu merek. Sensory associations : sensuality adalah konseptualisasi berdasarkan dimensi citra merek

(17)

yang berfokus pada sensorik konsumen yang kebanyakan dibentuk berdasarkan pengalaman konsumen secara langsung yang berkaitan pada produk dan atribut tentang lingkungan usaha suatu merek yang mengarah pada kepuasan indera serta berkontribusi pada manfaat pengalaman (misalnya kenikmatan sensorik). Affective associations : intimacy adalah konseptualisasi berdasarkan dimensi citra merek yang berfokus pada aspek emosional berdasarkan citra merek yang sebagian besar dibentuk oleh perasaan subjektif seperti kegembiraan, kebahagiaan dan kesenangan.

Konsumen akan menentukan pilihan pada sebuah merek yang memiliki ketenaran atau memiliki citra merek (Miati, 2020). Citra merek positif yang dipunyai konsumen terhadap suatu merek mempunyai kecenderungan konsumen untuk membeli (Firmansyah, 2019). Citra merek yang baik akan menciptakan emotional value yang dimiliki konsumen, maka dari itu meningkatkan citra merek diperlukan oleh perusahaan untuk menarik terjadinya penilaian positif terhadap produk (Moksaoka & Rahyuda, 2016). Merek yang baik menjadi dasar penilaian dalam menciptakan citra perusahaan yang positif (Firmansyah, 2019).

Citra merek ialah sebuah hal yang bisa memberikan perbedaan diantara satu produk dengan produk dari merek lainnya. Saat citra merek pada sebuah produk tertentu dinilai memiliki citra yang baik sehingga konsumen mampu dengan segera menghubungkan produk dari merek tertentu dengan kebutuhannya (Sidharta, Sari, & Suwandha, 2018). Citra merek menciptakan suatu hal yang menjanjikan untuk konsumen terhadap produk tertentu sehingga minat beli yang dimiliki konsumen pada merek akan mengalami peningkatan disebabkan tidak

(18)

adanya kekhawatiran yang dimiliki konsumen pada produk dengan merek tertentu (Moksaoka & Rahyuda, 2016). Citra merek yang dibentuk dengan terencana akan dapat menimbulkan daya tarik pada konsumen serta akan berdampak pada minat beli. Kondisi diatas menjelaskan bahwa citra merek yang baik akan akan menumbuhkan minat beli (Sidharta, Sari, & Suwandha, 2018).

Pernyataan diatas mendapat dukungan berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, yang membuktikan terdapat pengaruh antara citra merek terhadap minat beli. Sejalan dengan hal tersebut, berdasarkan hasil penelitian Ariestania dan Dwiarta (2020) yang menyatakan citra merek memiliki pengaruh terhadap minat beli. riset lainnya, tentang minat beli juga dilakukan oleh Yuliani dan Fahkrudin (2022) mengungkapkan adanya pengaruh yang signifikan antara variabel citra merek terhadap variabel minat beli. Selaras dengan penjelasan diatas, Ardana dan Rastini (2018) yang menyebutkan bahwa citra merek memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap minat beli.

Berdasarkan penjelasan faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli, peneliti juga menemukan bahwa terdapat penelitian terdahulu yang mengungkapkan jika pengetahuan produk dan citra merek memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat beli. Pendapat tersebut sesuai dengan hasil penelitian Sanita, Kusniawati dan Lestari (2019) penelitian tersebut menunjukan terdapat pengaruh secara simultan antara pengetahuan produk dan citra merek terhadap minat beli. penelitian tersebut juga didukung oleh riset penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati dan Heriyanto (2021) yang menyatakan bahwa citra merek dan pengetahuan produk secara simultan berpengaruh signifikan terhadap

(19)

minat beli. Sehingga dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan produk dan citra merek memiliki pengaruh terhadap minat beli.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai hubungan “Pengaruh Pengetahuan Produk dan Citra Merek Terhadap Minat beli Merek Apple Pada Mahasiswa Di Yogyakarta”. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti memiliki ketertarikan dengan memfokuskan riset yang berkaitan dengan minat beli. Hal ini karena sesuai dengan minat peneliti. Selain itu, alasan kedua peneliti melakukan studi ini adalah adanya ketidakkonsistenan hasil penelitian yang dilakukan oleh studi sebelumnya dengan semua data dan teori yang mendukung. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lestari, Sadeli, Pardian, dan Fatimah (2021) menyatakan bahwa pengetahuan produk secara parsial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap minat beli.

Penelitian yang dilakukan oleh Manuarang dan Mawardi (2018) juga menyatakan bahwa pengetahuan produk berpengaruh positif terhadap minat beli¸

namun tidak berpengaruh secara signifikan terhadap minat beli. Hal tersebut terjadi dikarenakan apabila hanya dimiliki pengetahuan produk saja tanpa didukung atau ditunjang oleh variabel lain, hal tersebut belum cukup untuk mempengaruhi Minat beli konsumen pada produk (Saputra & Widagda, 2020).

Terkait pernyataan tersebut, maka dalam penelitian ini peneliti menambahkan variabel lain yang dianggap dapat menunjang minat beli yaitu citra merek.

Peneliti juga menemukan hasil penelitian terdahulu yang terdapat ketidakkonsistenan hasil penelitian yang dilakukan oleh studi sebelumnya dengan semua data dan teori yang mendukung. Seperti hasil penelitian yang dilakukan

(20)

oleh Tsabitah dan Anggraeni (2021) yang menyatakan bahwa citra merek tidak memiliki pengaruh terhadap minat beli. Serta, penelitian yang dilakukan oleh Demante dan Dwiyanto (2019) yang menyatakan bahwa citra merek tidak memilki pengaruh terhadap minat beli. Sehingga peneliti melakukan penelitian kembali dengan melakukan perbandingan terdahulu pada penelitian yang ada sebelumnya dan didukung menggunakan teori yang sesuai.

Alasan ketiga didasarkan pada temuan literatur bahwa di Indonesia masih minim sekali studi yang meneliti tentang minat beli. hal ini mungkin dikarenakan masih terbatasnya pemahaman tentang minat beli (Nugroho, Gunawan, &

Sugihartanto, 2022). Berangkat dari penjelasan yang sudah diuraikan diatas, sehingga peneliti dapat merumuskan permasalahan penelitian yakni :

1. Apakah terdapat pengaruh pengetahuan produk dan citra merek terhadap minat beli merek Apple pada mahasiswa di Yogyakarta ?

2. Apakah terdapat pengaruh pengetahuan produk terhadap minat beli merek Apple pada mahasiswa di Yogyakarta ?

3. Apakah terdapat pengaruh citra merek terhadap minat beli merek Apple pada mahasiswa di Yogyakarta ?

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini yakni :

1. Mengetahui pengaruh pengetahuan produk dan citra merek terhadap minat beli merek Apple pada mahasiswa di Yogyakarta.

2. Mengetahui pengaruh pengetahuan produk terhadap minat beli merek Apple pada mahasiswa di Yogyakarta.

(21)

3. Mengetahui pengaruh citra merek terhadap minat beli merek Apple pada mahasiswa di Yogyakarta.

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai manfaat yang bersifat teoritis dan bersifat praktis yaitu sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat menghasilkan manfaat terhadap disiplin ilmu pengetahuan dan menyumbangkan hasil penelitian dibidang psikologi. Khususnya di bidang psikologi industri dan organisasi penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan wacana baru yang berarti, terutama peneliti-peneliti berikutnya yang menggali lebih dalam mengenai pengetahuan produk, citra merek, dan minat beli. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan untuk peneliti selanjutnya jika ingin melakukan penelitian lebih lanjut terkait pengetahuan produk, citra merek, dan minat beli sebagai referensi teoritis dan empiris.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada merek, khususnya Apple tentang pentingnya pengetahuan produk dan citra merek untuk meningkatkan minat beli pada konsumen. Selain itu dapat dijadikan rujukan bagi upaya pengembangan penelitian-penelitian perilaku konsumen terutama dalam bidang teknologi dan diharapkan berguna untuk menjadi referensi bagi mahasiswa yang melakukan kajian terhadap perilaku konsumen di era digital.

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu yang akan diperoleh dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe MEA dengan pendekatan pemecahan masalah adalah kemampuan pemecahan masalah siswa

Kelainan pada lensa dapat berupa kekeruhan lensa yang disebut katarak, katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah kelahiran

 MRM adalah proses sistematis untuk mengurangi atau menghilangkan risiko terhadap mutu.. CPOTB : Manajemen Risiko

Orde Baru sebagai sistem yang dilanggengkan oleh presiden kedua Republik Indonesia kelahiran Kemusuk itu ikut runtuh pula.. Sekalipun Orde Baru telah gulung tikar, kroni-kroninya

Hasil dari pengujian yang telah dilakukan dengan menggunakan uji-T pada kedua formulasi produk dengan satu produk kontrol yaitu ravioli original menghasilkan produk ravioli

Terdapat tiga orang responden yang merupakan kader kesehatan, sehingga lebih sering melakukan konsultasi dengan petugas kesehatan, tentang peran yang sesuai dalam perawatan

Sungai Lilin APBD Tahun Anggaran 2017 pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Musi Banyuasin dinyatakan PELELANGAN GAGAL karena tidak ada Dokumen Penawaran

Ketika harga mengalami penurunan, maka upah riil akan naik (W/P1), sehingga terjadi kelebihan penawaran tenaga kerja atas permintaannya sebesar L1L2.. Pada