• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN MOTIVASI KERJA DENGAN TINGKAT PRODUKTIVITAS KERJA BAGIAN PENJAHITAN DI SENTRA USAHA KONVEKSI BAROKAH DESA DEMANGAN KABUPATEN KUDUS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN MOTIVASI KERJA DENGAN TINGKAT PRODUKTIVITAS KERJA BAGIAN PENJAHITAN DI SENTRA USAHA KONVEKSI BAROKAH DESA DEMANGAN KABUPATEN KUDUS."

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN MOTIVASI

KERJA DENGAN TINGKAT PRODUKTIVITAS KERJA

BAGIAN PENJAHITAN DI SENTRA USAHA KONVEKSI

BAROKAH DESA DEMANGAN

KABUPATEN KUDUS

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

Latifa Agustin Fitasari NIM. 6450405067

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

(2)

ii

ABSTRAK

Latifa Agustin Fitasari, 2009, Hubungan antara Status Gizi dan Motivasi Kerja dengan Tingkat Produktivitas Kerja di Sentra Usaha Konveksi Barokah Desa Demangan Kabupaten Kudus, Skripsi, Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Pembimbing: I. Drs. Sugiharto, M. Kes., Pembimbing II: Drs. Herry Koesyanto, M. S.

Kata Kunci: Status Gizi, Motivasi Kerja, Produktivitas Kerja.

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah hubungan antara status gizi dan motivasi kerja dengan tingkat produktivitas kerja di Sentra Usaha Konveksi Barokah Desa Demangan Kabupaten Kudus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara status gizi dan motivasi kerja dengan tingkat produktivitas kerja di Sentra Usaha Konveksi Barokah Desa Demangan Kabupaten Kudus.

Jenis penelitian ini adalah explanatory reserch, dengan pendekatan cross-sectional, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja di Sentra Usaha Konveksi Barokah Desa Demangan Kabupaten Kudus tahun 2009 berjumlah 174 orang. Sampel yang diambil sejumlah 74 orang yang diperoleh dengan menggunakan teknik inklusi-eksklusi. Data penelitian ini diperoleh dengan kuesioner, pengukuran tinggi badan dan berat badan, pencatatan hasil produktivitas. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan statistik uji Chi-Square (α = 5%)

Dari hasil analisis univariat didapatkan bahwa sampel yang memiliki status gizi kurang sebesar 25,7%, status gizi normal sebesar 67,6% dan status gizi lebih sebesar 6,8%. Sedangakan responden yang memiliki motivasi sedang sebesar 21,62% dan motivasi tinggi sebesar 78,38%. Responden yang memiliki produktivitas rendah sebanyak 27,03% dan produktivitas tinggi sebanyak 72,97%. Dari hasil uji statistik didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan tingkat produktivitas kerja (p = 0,001). Dan motivasi kerja dengan tingkat produktivitas kerja (p = 0,001).

(3)

iii

ABSTRACT

Latifa Agustin Fitasari. 2009. The Relationship between Nutritional Status and Work Motivation with Work Productivity Rate in Convection Bussiness Centre of Barokah in Demangan Village, Kudus Regency. Final Project. Public Health Department, Faculty of Sport Science, State University of Semarang. First advisor: Drs. Sugiharto, M. Kes., Second Advisor: Drs. Herry Koesyanto, M. S.

Keywords: Nutritional status, Work Motivation, Work Productivity.

The problem under review in this research was the relationship between notritional status and work motivation with work productivity in Convection Business Centre of Barokah, Demangan Village, Kudus Regency. This reserch aimed is discovering the relationship between nutritional status and work motivation with work productivity in Convection Business Centre of Barokah, Demangan Village, Kudus Regency.

The current study is of explanatory reserch, with a crossectional apporoarch, the population in this research wass all workers in Convection Business Centre of Barokah, Demangan Village, Kudus Regency in 2009 as many as 174 workers. The sample taken was of 74 obtained using inclusin-excusion technique. The data of this research was obtained by questionnare, measurring the workers height and weight, as well as recording the productivity result. The obtained data was then processed using statistical test of Chi-Square (α=5%).

From the result of univariate analysis, it was found that the sample with less nutritional status was of 25,7%, normal nutritional status was of 67,6 % and more nutritional status was of 6,8%. The respondent who had medium rate of motivation was of 21,62% and high rate motivation was of 78,38%. The respondent with lo productivity was of 27, 03% and the high one was of 72,97%. From the statistical test result, it was found that there was a relationship between nutritional status with work productivity rate (p = 0,001), and between work motivation with work productivity rate (p = 0,001).

(4)

iv

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “Hubungan antara Status Gizi dan Motivasi Kerja dengan Tingkat Produktivitas Kerja Bagian Penjahitan di Sentra

Usaha Konveksi Barokah Desa Demangan Kabupaten Kudus” telah diajukan dalam ujian skripsi pada tanggal 26 Agustus 2009 dan telah diperbaiki serta mendapat pengesahan dari panitia ujian skripsi:

Mengesahkan

Panitia dan Penguji Nama dan tanda tangan Tanggal Penandatanganan

Ketua Panitia Ujian Skripsi Drs. H. Harry Pramono, M.Si

NIP. 131469638

Sekretaris Ujian Skripsi dr. H. Mahalul Azam, M.Kes

NIP. 132297151

Penguji 1 dr. Yuni Wijayanti, M. Kes NIP.132296578

Penguji 2 Drs. Sugiharto, M.Kes. NIP. 131571557

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

Semakin kita mampu mengatasi diri kita, memberi diri kita kepada suatu tujuan atau kepada seseorang maka semakin kita menjadi manusia sepenuhnya, ini menjadikan kriteria yang terakhir untuk perkembangan kepribadian yang sehat (Duane Schultz, 1977:150).

Persembahan

Skripsi Ananda persembahkan untuk:

1. Ayahanda dan Ibunda Tercinta sebagai Dharma Bakti Ananda

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Hubungan antara Status Gizi dan Motivasi kerja dengan Tingkat Produktivitas Kerja Bagian Penjahitan Di Sentra Usaha Konveksi Barokah Desa Demangan Kabupaten Kudus” dapat terselesaikan. Penyelesaian skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.

Sehubungan dengan penyelesaian skripsi ini, dengan rasa rendah hati disampaikan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Drs. Moh. Nasution, M. Kes, atas izin penelitian.

2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, dr. H. Mahalul Azam, M. Kes., atas persetujuan penelitian.

3. Pembimbing I, Drs. Sugiharto, M. Kes, atas bimbingan, arahan, dan motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.

4. Pembimbing II, Drs. Herry Koesyanto, M. S atas bimbingan, arahan, dan motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.

(7)

vii

6. Anggota Sentra Usaha Konveksi Barokah Desa Demangan atas bantuannya dalam pengambilan data.

7. Dosen Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat atas pengetahuan dan motivasi yang baik selama kuliah.

8. Ayahanda dan Ibunda atas cinta, doa, ketulusan, pengorbanan, dorongan, semangat dan bantuannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Adikku Tia tersayang atas dorongan dan semangatnya sehingga skripsi ini dapat terselesaiakan.

10.Mas Ary yang selalu memberikan dorongan, semangat, pengertian dan bantuannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

11.Teman IKM ‘05 atas bantuan dan motivasinya dalam dalam penyelesaian skripsi ini.

12.Sahabat dan teman tercintaku, Nana, Ita, Iis, Mbak Ros, Tri, Ety dan teman di Kos Puja Brata atas motivasi, kebersamaan dan keceriaan selama ini.

Semoga amal baik dari semua pihak mendapatkan imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Disadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Semarang, Agustus 2009

(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

PENGESAHAN... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ...viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Keaslian Penelitian ... 6

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

2.1 Landasan Teori ... 10

2.2 Kerangka Teori ... 35

(9)

ix

3.1 Kerangka Konsep ... 36

3.2 Hipotesis Penelitian... 36

3.3 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 37

3.4 Variabel Penelitian ... 37

3.5 Definisi Operasional dan Skala PengukuranVariabel ... 38

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian ... 39

3.7 Sumber Data Penelitian ... 40

3.8 Instrumen Penelitian ... 41

3.9 Teknik Pengambilan Data ... 44

3.10 Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 48

4.1 Deskripsi Data ... 48

4.2 Hasil Penelitian ... 50

BAB V PEMBAHASAN ... 57

5.1 Hubungan antara Status Gizi dengan Tingkat Produktivitas Kerja Penjahit di Sentra Usaha Konveksi Barokah Desa Demangan Kabupaten Kudus ... 57

5.2 Hubungan antara Motivasi kerja dengan Tingkat Produktivitas Kerja Penjahit di Sentra Usaha Konveksi Barokah Desa Demangan Kabupaten Kudus ... 59

5.3 Keterbatasan Penelitian ... 61

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 63

6.1 Simpulan ... 63

6.2 Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Keaslian Penelitian ... 6

1.2 Matrik Perbedaan Penelitian ... 8

3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ... 38

3.2 Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia ... 45

4.1 Distribusi Responden berdasarkan Usia ... 48

4.2 Distribusi Responden berdasarkan Masa Kerja ... 50

4.3 Distribusi Responden berdasarkan Status Gizi ... 51

4.4 Distribusi Responden berdasarkan Motivasi Kerja... 52

4.5 Distribusi Responden berdasarkan Aspek Motivasi Kerja ... 53

4.6 Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Produktivitas ... 53

4.7 Hubungan antara Status Gizi dengan Tingkat Produktivitas ... 55

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Teori ... 35

3.1 Kerangka Konsep ... 36

4.1 Distribusi Responden berdasarkan Usia ... 49

4.2 Distribusi Responden berdasarkan Masa Kerja ... 50

4.3 Distribusi Responden berdasarkan Status Gizi ... 51

4.4 Distribusi Responden berdasarkan Motivasi Kerja ... 52

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Kuesioner ... 68

2. Data Responden Penelitian ... 72

3. Data Produktivitas Kerja Responden ... 74

4. Data Status Gizi Responden ... 77

5. Analisis Bivariat Crosstab 1 ... 80

6. Data Motivasi Kerja Responden ... 83

7. Perhitungan Intrepetasi Skor Kuesioner Penelitian ... 86

8. Analisis Bivariat Crosstab 2 ... 92

9. Analisis Univariat ... 94

10. Tabel Harga Kritik dan r product Moment ... 95

11. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas... 96

12. SK Pembimbing Skripsi ... 99

13. Permohonan Ijin penelitian kepada Kepala Kesbanglinmas Kudus ... 100

14. Permohonan Ijin Penelitian ke Sekertariat Sentra Barokah ... 101

15. Rekomendasi Survey dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah ... 102

16. Sertifikat Kalibrasi ... 103

17. Surat Keterangan dari Sentra Usaha Konveksi Barokah Desa Demangan Ka-bupaten Kudus ... 107

18. SK Penguji Skripsi ... 108

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Semakin meningkatnya perkembangan industri dan perubahan secara global dibidang pembangunan secara umum di dunia, Indonesia juga tidak mau ketinggalan dengan melakukan perubahan dalam pembangunan, baik dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi maupun bidang industri. Pada umumnya kesehatan tenaga kerja sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional. Hal ini dapat dilihat pada negara-negara lain yang sudah lebih dahulu maju. Secara umum bahwa kesehatan dan lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan ekonomi.

Perlu disadari bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja memiliki peran dan kedudukan sangat penting sebagai pelaku dalam mencapai tujuan pembangunan. Sejalan dengan itu, pembangunan ketenagakerjaan diarahkan untuk meningkatkan kualitas dan kontribusinya dalam pembangunan serta harkat dan martabat kemanusiaan (Siswanto Sastrohadiwiryo, 2003:03).

(14)

pekerjaan. Pekerjaan memerlukan tenaga yang sumbernya adalah makanan (Suma’mur P. K., 1996:50).

Kesehatan tenaga kerja dan produktivitas kerja berkaitan erat dengan keadaan gizi. Seorang tenaga kerja dengan keadaan gizi yang baik akan memiliki kapasitas kerja dan ketahanan tubuh yang baik dan pada akhirnya meningkatkan produktivitas kerja (Sugeng Budiono dkk., 2003:263).

Manusia dalam pekerjaannya tidak merupakan mesin yang bekerja begitu saja tanpa perasaan, pikiran dan kehidupan sosial. Manusia adalah sesuatu yang paling kompleks. Manusia memiliki rasa suka dan benci, gembira dan sedih, berani dan takut, dan lain-lain sebagainya. Manusia memiliki kehendak, kemampuan, angan-angan dan cita-cita. Manusia memiliki dorongan-dorongan hidup tertentu. Selain itu, manusia mempunyai pikiran-pikiran dan pertimbangan-pertimbangan, yang menentukan sikap dan pendiriannya. Maka demikian pulalah seorang pekerja memiliki pula perasaan, pikiran dan kehidupan sosial seperti itu dan faktor-faktor tersebut menyebabkan pengaruh yang tidak sedikit terhadap keadaan pekerja dalam pekerjaannya (Suma’mur P. K., 1996:207).

(15)

Bagi perusahaan, tenaga kerja merupakan aset yang sangat menentukan aspek keberhasilan, baik dalam rangka memperoleh keuntungan perusahaan maupun dalam rangka kelangsungan perusahaan dan pengembangan usaha lebih lanjut. Untuk itu perusahaan perlu memiliki sumber daya manusia yang mempunyai etos kerja yang tinggi, keahlian, keterampilan, semangat dan profesionalisme yang tinggi pula. Sehingga dapat dikatakan bahwa tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan yang utama dalam proses peningkatan produktivitas kerja (Sugeng Budiono dkk., 2003:245).

Produktivitas mempunyai beberapa pengertian, diantaranya produktivitas kerja merupakan perbandingan antara output dengan input (Sugeng Budiono dkk., 2003:263). Pengertian yang lain dari produktivitas kerja adalah hasil kerja yang terukur, yang dapat dicapai seseorang dalam lingkungan kerja yang nyata untuk satuan waktu.

Pendapat Suterneister menyatakan bahwa produktivitas sekitar 90 % bergantung kepada kinerja tenaga kerja, dan yang 10 % bergantung kepada perkembangan teknologi dan bahan mentah. Selanjutnya kinerja tenaga kerja 80-90% bergantung kepada motivasi bekerja dan yang 10-20% bergantung kepada kemampuannya, motivasi tenaga kerja untuk 50% bergantung kepada kondisi sosial, 40% bergantung kepada kebutuhannya dan 10% bergantung kepada kondisi fisik (Siswanto Sastrohadiwiryo, 2003:275).

(16)

adalah membuat pola, memotong, menjahit dan penyelesaian akhir seperti pemasangan kancing dan pengemasan. Rata-rata para pekerja di Sentra Usaha Konvekasi Barokah bekerja selama 8 jam sehari. Berdasarkan observasi awal dengan pengamatan langsung di lapangan didapatkan hasil bahwa keadaan status gizi penjahit di Sentra Usaha Konveksi Barokah Desa Demangan sangat beraneka ragam dan berbeda-beda. Hasil produksi di Sentra Usaha Konveksi Barokah menunjukkan rata produksi perbulan sekitar 6.000 -10.000 potong dan rata-rata produksi tiap minggunya sekitar 1.200-2.000 potong, dan terjadi peningkatan rata-rata permintaan produksi tiap tahunnya sekitar 1-1,5%, tetapi berdasarkan hasil wawancara dengan para pemilik usaha di Sentra Usaha Konveksi Barokah Desa Demangan dapat diketahui bahwa ada sekitar 24% - 28% tenaga kerja tidak dapat memenuhi permintaan produksi yang meningkat sehingga tenaga kerja tidak selalu dapat memenuhi standart produktivitas yang diberikan.

Meningkatnya produksi yang dihasilkan tidak hanya tergantung pada mesin-mesin yang modern, modal yang cukup dan bahan baku yang banyak, tetapi tergantung kepada orang yang melaksanakan pekerjaan. Tenaga kerja sebagai pelaksana dalam kegiatan perusahaan harus diarahkan untuk mencapai tingkat produktivitas yang optimal.

(17)

status gizi dan motivasi kerja dapat mempengaruhi pencapaian produktivitas tenaga kerja.

Dari uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan antara Status Gizi dan Motivasi Kerja dengan Tingkat Produktivitas Kerja Bagian Penjahitan di Sentra Usaha Konveksi Barokah Desa Demangan Kabupaten Kudus”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:

“Adakah hubungan antara status gizi dan motivasi kerja dengan tingkat produktivitas kerja bagian penjahitan di Sentra Usaha Konveksi Barokah Desa Demangan Kabupaten Kudus?”

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui ada hubungan antara status gizi dan motivasi kerja dengan tingkat produktivitas bagian penjahitan di Sentra Usaha Konveksi Barokah Desa Demangan Kabupaten Kudus.

1.4Manfaat Hasil Penelitian

1.4.1 Bagi Pengusaha

(18)

1.4.2 Bagi Tenaga Kerja

Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi tenaga kerja khususnya pada kesehatan para tenaga kerja dan peningkatan produktivitas kerja dari suatu aktivitas produksi.

1.4.3 Bagi Pembaca

Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk pembaca dalam pemngembangan ilmu kesehatan masyarakat.

1.4.4 Bagi Peneliti

Manfaat Bagi peneliti untuk mengetahui hubungan antara status gizi dan motivasi kerja dengan tingkat produktivitas kerja.

1.5Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

(19)
(20)

Semarang instalasi

1.5.1 Matrik Perbedaan Penelitian

Tabel 1.2 Perbedaan Penelitian

No Beda Latifa Agustin

Fitasari

Titik Handayani

Nikmatul Fitri 1 Judul Hubungan antara

(21)

1.6Ruang Lingkup Penelitian

1.6.1 Ruang Lingkup Tempat

Penelitian yang akan dilakukan peneliti bertempat di sentra usaha konveksi Barokah Desa Demangan Kabupaten Kudus.

1.6.2 Ruang Lingkup Waktu

Penelitian skripsi ini dimulai pada awal bulan April tahun 2009. 1.6.3 Ruang Lingkup Materi

(22)

10

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Produktivitas Kerja

Pengertian filosofis produktivitas mengandung pengertian sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin, hari esok harus lebih baik dari hari kemarin. Pengertian ini mempunyai makna bahwa kita harus melakukan perbaikan. Produktivitas merupakan tingkah laku sebagai keluaran (Output) dari suatu proses berbagai macam komponen kejiwaan yang melatar belakanginya atau perbandingan antara keluaran dan masukan (Pandji Anoraga, 2006:50). Seorang tenaga kerja dikatakan produktif jikalau mampu menghasilkan produk yang lebih besar atau diatas rata-rata dari tenaga kerja lain.

Pengertian yang ketiga, produktivitas adalah perbandingan antara keluaran dan masukan atau perbandingan antara output dengan input (Sugeng Budiono dkk., 2003:263).

2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja

(23)

2.1.2.1 Beban Kerja

Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Beban yang dimaksud mungkin fisik, mental atau sosial. Seorang pekerja berat, seperti pekerja bongkar dan muat barang di pelabuhan, memikul lebih banyak beban fisik dari pada beban mental atau sosial. Sebaliknya seorang pengusaha mungkin tanggung jawabnya merupakan beban mental yang relatif jauh lebih besar. Adapun petugas sosial, mereka lebih menghadapi beban sosial. Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungannya dengan beban kerja (Suma’mur P. K., 1996:48).

2.1.2.2 Beban Tambahan dari Lingkungan Kerja

Sebagai tambahan kepada beban kerja yang langsung akibat pekerjaan sebenarnya, suatu pekerjaan biasanya dilakukan dalam suatu lingkungan atau situasi, yang berakibat beban tambahan pada jasmani dan rohani tenaga kerja (Suma’mur P. K., 1996:49).

(24)

2.1.2.3 Kapasitas Kerja

Kapasitas kerja seorang tenaga kerja berbeda dari satu dengan yang lainnya, hal ini dipengaruhi oleh:

2.1.2.3.1 Keterampilan

Semakin tinggi keterampilan kerja yang dimiliki, semakin efisien badan dan jiwa pekerja, sehingga beban kerja menjadi relatif sedikit. Tidaklah heran, apabila angka sakit dan mangkir kerja sangat kurang pada mereka yang memiliki keterampilan tinggi, lebih-lebih bila mereka cukup motivasi dan dedikasi (Suma’mur P. K., 1996:50).

Faktor ketrampilan baik ketrampilan teknis maupun manajerial sangat menentukan tingkat pencapaian produktivitas. Dengan demikian setiap individu selalu dituntut untuk terampil dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) terutama dalam perubahan teknologi mutakhir (Tarwaka, 2004:139). 2.1.2.3.2 Kesegaran Jasmani

(25)

2.1.2.3.3 Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan menjadi status gizi buruk atau kurang, baik dan lebih (Sunita Almatsier, 2003:3).

Gizi kerja adalah nutrisi yang diperlukan oleh para pekerja untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan jenis pekerjaan (Suma’mur P. K., 1996:197). Gizi kerja merupakan salah satu syarat untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal, khususnya bagi masyarakat pekerja, gizi di satu pihak mempunyai aspek kesehatan dan dilain pihak mempunyai aspek mencerdaskan kehidupan bangsa serta menunjang produktivitas, oleh karena itu perbaikan dan peningkatan gizi mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya menyehatkan, mencerdaskan serta meningkatkan produktivitas (Anies, 2005:24).

Kesehatan dan daya kerja sangat erat hubungannya dengan tingkat gizi seseorang. Gizi kerja bertalian erat dengan tingkat kesehatan maupun produktivitas tenaga kerja. Pekerjaan memerlukan tenaga yang sumbernya adalah makanan. Gizi yang baik akan meningkatkan derajat kesehatan tenaga kerja yang tinggi dan akan mempengaruhi produktivitas (Suma’mur P. K., 1996:197).

(26)

2.1.2.3.3.1Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Tenaga Kerja 2.1.2.3.3.1.1 Konsumsi Makanan

2.1.2.3.3.1.1.1Status Ekonomi

Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan antara lain tergantung besar kecilnya pendapatan keluarga, sedangkan besar kecilnya pendapatan keluarga tersebut mempengaruhi status ekonomi.

2.1.2.3.3.1.1.2Latar Belakang Sosial Budaya

Kegiatan budaya suatu keluarga, suatu kelompok masyarakat, suatu negara atau suatu bangsa mempunyai pengaruh yang kuat dan lestari terhadap apa, kapan dan bagaimana penduduk makan. Kebanyakan tidak hanya menentukan jenis pangan apa, tetapi untuk siapa, dan dalam keadaan bagaimana pangan tersebut dimakan. Pola kebudayaan yang berkenaan dengan suatu masyarakat dan kebiasaan pangan yang mengikutinya, berkembang sekitar arti pangan dan penggunaanya cocok. Pola kebudayaan ini mempengaruhi orang dalam memilih bahan pangan. Hal itu juga mempengaruhi jenis pangan apa yang harus diolah, disalurkan dan disiapkan dan disajikannya. Kebiasaan dari pola pangan yang diterima budaya kelompok dan diajarkan kepada seluruh anggota (Suhardjo, 2003:20).

2.1.2.3.3.1.1.3Pendidikan

(27)

memilih dan menggunakan pangan. Perilaku ini berasal dari proses sosialisasi dalam keluarga maupun sebagai dampak dari perluasan informasi.

2.1.2.3.3.1.1.4Ketersediaan Pangan

Ketersediaan pangan yang cukup dan merata merupakan upaya memperbaiki keadaan gizi masyarakat. Produksi pertanian yang rendah menyebabkan ketersediaan pangan rendah sehingga daya beli masyarakat dan bahan pangan juga rendah. Hal ini menyebabkan rendahnya penyediaan bahan makanan dalam rumah tangga yang rendah sehingga asupan gizinya menjadi kurang yang berpengaruh pada keadaan status gizinya.

2.1.2.3.3.1.2 Penyakit

Tingginya penyakit parasit dan infeksi pada alat pencernaan dan penyakit lain yang diderita juga mempengaruhi status gizi seseorang. Memburuknya keadaan gizi seorang tenaga kerja akibat penyakit infeksi adalah akibat dari beberapa hal, diantaranya:

1. Turunnya nafsu makan akibat rasa tidak nyaman padahal tubuh memerlukan zat gizi lebih banyak untuk menggantikan jaringan tubuhnya yang rusak akibat bibit penyakit.

2. Penyakit infeksi sering dibarengi oleh diare dan muntah yang menyebabkan penderita kehilangan cairan dan sejumlah zat gizi seperti mineral, dan sebagainya.

(28)

2.1.2.3.3.1.3 Faktor Lingkungan Kerja

Faktor dalam lingkungan kerja menunjukkan pengaruh yang jelas terhadap gizi kerja. Beban yang berlebihan menyebabkan penurunan berat badan atau penurunan kondisi kesehatan, sebaliknya motivasi psikologis yang kuat, kadang-kadang meningkatkan selera makan yang menjadikan sebagai salah satu penyebab bertambah beratnya berat badan dan kegemukan.

2.1.2.3.3.1.3.1Tekanan panas atau iklim

Untuk pekerjaan di tempat-tempat kerja yang bersuhu tinggi (>300) harus diperhatikan secara khusus kebutuhan air dan garam sebagai pengganti cairan akibat penguapan. Dalam lingkungan kerja panas dan jenis pekerjaan berat, diperlukan sekurang-kurangnya: 2,8 liter air minum bagi seorang tenaga kerja, sedangkan untuk kerja ringan dianjurkan:1,9 liter. Kadar garam tidak boleh tinggi, melainkan sekitar: 0,2%.

2.1.2.3.3.1.3.2Faktor Psikologis

Tegangan-tegangan sebagai akibat ketidaksesuaian emosi, hubungan manusia dalam pekerjaan yang kurang baik (disharmoni), rongrongan atau hambatan psikologis, sosial dan tenaga kerja tidak produktif lagi (Sugeng Budiono dkk., 2003:159).

2.1.2.3.3.2Kebutuhan Gizi Tenaga Kerja

(29)

Secara umum ada 3 kegunaan makanan bagi tubuh (triguna makanan), yakni sumber tenaga (karbohidrat, lemak, protein), sumber zat pembangun (protein dan air) dan sumber zat pengatur diantaranya vitamin dan air (Djoko Pekik Irianto, 2007:5).

2.1.2.3.3.2.1 Karbohidrat

Karbohidrat merupakan bahan untuk tubuh, terdapat terutama dalam bahan makanan berasal dari tumbuhan terutama penghasil tepung di dalam tubuh manusia dirubah menjadi glikogen dan disimpan dalam hati dan otot-otot bila diperlukan, dikeluarkan dalam darah dan jaringan sebagai glukosa. Karbohidrat berfungsi sebagai tenaga untuk kegiatan tubuh dan pengatur suhu badan. Kelebihannya dalam badan dirubah dan disimpan sebagai lemak (Suma’mur P. K., 1996:205).

2.1.2.3.3.2.2 Protein

Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, separonya ada di dalam sel otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh di dalam kulit, dan selebihnya di dalam jaringan lain dan cairan tubuh (Sunita Almatsier, 2003:77). Sebagai zat pembangun, protein yang tersedia dalam tubuh dalam keadaan kandungan zat penting dan sempurna, dapat berperan dengan baik bagi pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan. Dalam membantu terpenuhinya energi, protein untuk tiap gramnya mensuplai 4 kalori (G. Kartasapoetra dan Marsetyo, 2003:60).

(30)

2.1.2.3.3.2.2.1Protein sederhana

Protein jenis ini tidak ada ikatan dengan bahan lain, misalnya albumine dalam telur disebut uvoalbumine, albumin dalam susu disebut laktoalbumine. 2.1.2.3.3.2.2.2Protein Bersenyawa

Ikatan protein dengan zat-zat lain, misalnya protein + glikogen = Glikoprotein.

2.1.2.3.3.2.2.3Turunan Protein

Protein yang disusun atas unsur-unsur pembentuk yang disebut amino (Djoko Pekik Irianto, 2007:11).

2.1.2.3.3.2.3 Lemak

Lemak berkedudukan sebagai karbohidrat, tedapat dalam bahan-bahan makanan yang berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan. Lemak berfungsi sebagai sumber tenaga dan memelihara suhu badan. Setelah dicernakkan kelebihannya disimpan dalam jaringan lemak tubuh (Suma’mur P. K., 1996:205). Zat lemak di dalam tubuh terbentuk dari berbagai bahan makanan yang biasa dikonsumsi tiap harinya (G. Kartasapoetra dan Marsetyo, 2003:63).

Lemak dibagi menjadi beberapa jenis meliputi:

2.1.2.3.3.2.3.1Simple Fat (Lemak sederhana atau lemak bebas)

(31)

mete. Asam lemak tak jenuh terbagi menjadi 2, yakni asam lemak tak jenuh tunggal dan asam lemak tak jenuh ganda (Djoko Pekik Irianto, 2007:10).

2.1.2.3.3.2.3.2Lemak Ganda

Lemak ganda mempunyai komposisi lemak bebas ditambah dengan senyawa kimia lain. Jenis lemak ganda meliputi:(1) Phospholipid, merupakan komponen membran sel, komponen dan struktur otak, jaringan syaraf, bermanfaat untuk penggumpalan darah,(2) Glucolipid, mempunyai ikatan dari karbohidrat dan nitrogen, (3) Lipoprotein, terdiri atas HDL (High Density Lipoprotein), LDL (Low Density Lipoprotein), dan VLDL (Very Low Density Lipoprotein), yang merupakan kombinasi lemak ganda (Djoko Pekik Irianto, 2007:11).

2.1.2.3.3.2.4 Vitamin

Makanan yang bergizi makanan itupun harus cukup pula mengandung vitamin dan mineral (G. Kartasapoetra dan Marsetyo, 2003:74) Vitamin adalah zat-zat organik yang komplek yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya tidak dibentuk oleh tubuh. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan. Karena vitamin adalah zat organik maka vitamin dapat rusak karena penyimpanan dan pengolahan (Sunita Almatsier, 2003:151).

Vitamin digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu: 2.1.2.3.3.2.4.1Vitamin larut dalam air

Vitamin yang termasuk kelompok larut dalam air adalah vitamin B dan C. Jenis vitamin ini tidak dapat disimpan dalam tubuh.

(32)

Vitamin yang termasuk dalam kelompok ini adalah A, D, E, K. Jenis vitamin ini dapat disimpan tubuh dalam jumlah cukup besar, terutama dalam hati (Djoko Pekik Irianto, 2007:16)

2.1.2.3.3.2.5 Mineral

Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan (Sunita Almatsier, 2003:228).

2.1.2.3.3.2.6 Air

Air atau cairan tubuh merupakan bagian utama tubuh, yaitu 55-60% dari berat badan orang dewasa atau 70% dari bagian tubuh tanpa lemak (lean body mass). Cairan tubuh berkaitan dengan mineral yang terlarut di dalamnya. Semua proses kehidupan berlangsung di dalam cairan tubuh yang mengandung mineral (Sunita Almatsier, 2003:220).

2.1.2.3.3.3Penilaian Status Gizi 2.1.2.3.3.3.1 Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

(33)

2.1.2.3.3.3.2 Pemeriksaan klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial ephitelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

Penggunaan metode ini umunya untuk survey klinis secara tepat (rapid clinical survey). Survei ini dirancang untuk mendekati secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptomp) atau riwayat penyakit. 2.1.2.3.3.3.3 Pemeriksaan Biokimia

Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urin, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.

Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.

(34)

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan.

Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

2.1.2.3.3.3.5 Survei Konsumsi Makanan

Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi oleh individu.

Pengumpulan data survei konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai makanan yang mengandung zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei konsumsi makanan dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi.

2.1.2.3.3.3.6 Statistik Vital

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

(35)

2.1.2.3.3.3.7 Faktor Ekologi

Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.

Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi (I Dewa Nyoman Supariasa, 2002:19). Setiap metode penilaian status gizi memiliki kelebihan dan kelemahan. Berbagai contoh penggunaan penilaian status gizi seperti antropometri digunakan untuk mengukur karakteristik fisik dan zat gizi seseorang.

2.1.2.3.4 Jenis Kelamin

Secara kodrati, pria memang diciptakan untuk tampil lebih aktif dan kuat dari pada wanita. Pria lebih sanggup melaksanakan pekerjaan yang lebih berat lainnya seperti mengangkat karung beras di pasar atau pelabuhan. Sedangkan kegiatan wanita pada umumnya lebih banyak membutuhkan ketrampilan tangan dan kurang memerlukan tenaga. Untuk gambaran kekuatan wanita yang lebih jelas, wanita muda dan laki-laki tua kemungkinan dapat mempunyai kekuatan yang hampir sama.

2.1.2.3.5 Usia

(36)

2.1.2.3.6 Ukuran Tubuh

Ukuran-ukuran tubuh, statis atau dinamis, harus digunakan sebagai pedoman pembuatan ukuran-ukuran mesin dan alat-alat kerja sehingga dicapai efisiensi dan produktivitas kerja semaksimal mungkin.

2.1.2.3.7 Motivasi

Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya dan upayanya untuk mencapai kepuasan (Malayu S. P. Hasibuan, 2008:142). Secara singkat, motivasi dapat diartikan sebagai bagian integral dan hubungan perburuhan dalam rangka proses pembinaan, pengembangan dan pengarahan sumber daya manusia dalam perusahaan (Siswanto Sastrohadiwiryo, 2003:268).

Sementara secara umum motivasi bisa dikaitkan dengan usaha-usaha untuk mencapai suatu tujuan, kita akan persempit fokus tentang tujuan tentang kepentingan utama di dalam perilaku yang berhubungan dengan kerja (Herwan Sofyandi dan Iwa Garniwa, 2007:99).

2.1.2.3.7.1Unsur Penggerak Motivasi 2.1.2.3.7.1.1 Kinerja (Achievement)

(37)

2.1.2.3.7.1.2 Penghargaan (Recognition)

Penghargaan, pengakuan dan recognition atas suatu kinerja yang telah dicapai seseorang merupakan perangsang yang kuat. Pengakuan atas suatu kinerja, akan memberikan kepuasan batin yang lebih tinggi daripada penghargaan dalam bentuk materi atau hadiah. Penghargaan atau pengakuan dalam bentuk piagam atau medali, dapat menjadikan perangsang yang lebih kuat dibandingkan dengan hadiah berapa barang atau bonus uang (Siswanto Sastrohadiwiryo, 2003:269). 2.1.2.3.7.1.3 Tantangan (Challenge)

Adanya tantangan yang dihadapi, merupakan perangsang kuat bagi manusia untuk mengatasinya. Suatu sasaran yang tidak menantang atau dengan mudah dapat dicapai biasanya tidak mampu menjadi perangsang, bahkan cenderung menjadi kegiatan rutin. Tantangan demi tantangan, biasanya akan menumbuhkan kegairahan untuk mengatasinya (Siswanto Sastrohadiwiryo, 2003:269).

2.1.2.3.7.1.4 Tanggung Jawab (Responsibility)

Adanya rasa ikut memiliki (Sense of belonging) atau rumongso handarbeni akan menimbulkan motivasi untuk turut merasa bertanggung jawab. 2.1.2.3.7.1.5 Pengembangan (Development)

Pengembangan kemampuan seseorang, baik dari pengalaman kerja atau kesempatan untuk maju, dapat merupakan perangsang kuat bagi tenaga kerja untuk bekerja lebih giat atau bergairah. Apalagi jika pengembangan perusahaan selalu dikaitkan dengan kinerja atau produktivitas tenaga kerja.

(38)

Rasa ikut terlibat atau involved dalam suatu proses pengambilan keputusan atau bentuknya, dapat pula “kotak saran” dari tenaga kerja, yang dijadikan masukan untuk manajemen perusahaaan, merupakan perangsang yang cukup kuat untuk tenaga kerja.

Adanya rasa keterlibatan (Involvement) bukan saja menciptakan rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa tanggung jawab (sense of responsibility), tetapi juga menimbulkan mawas diri untuk bekerja lebih baik, menghasilkan produk yang lebih bermutu (Siswanto Sastrohadiwiryo, 2003:270).

2.1.2.3.7.1.7 Kesempatan (Opportunity)

Kesempatan untuk maju dalam bentuk jenjang karir yang terbuka, dari tingkat bawah sampai tingkat manajemen puncak merupakan perangsang yang cukup kuat bagi tenaga kerja. Bekerja tanpa harapan atau kesempatan untuk meraih kemajuan atau perbaikan nasib, bukan merupakan perangsang untuk berkinerja atau bekerja produktif (Siswanto Sastrohadiwiryo, 2003:270).

2.1.2.3.7.2Jenis Motivasi Kerja

Menurut Malayu S. P. Hasibuan (2008:150) terdapat dua jenis motivasi, yaitu:

2.1.2.3.7.2.1 Motivasi Positif (Insentif Positif)

(39)

2.1.2.3.7.2.2 Motivasi Negatif (Insentif Negatif)

Motivasi negatif maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan standar mereka akan mendapat hukuman, motivasi negatif ini membuat semangat bekerja bawahan dalam rangka waktu pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik.

Dalam praktek kedua jenis motivasi di atas sering digunakan oleh suatu perusahaan, penggunaannya harus tepat dan seimbang supaya dapat meningkatkan semangat kerja karyawan.

2.1.2.3.7.3Tujuan Motivasi

Menurut Malayu S. P. Hasibuan (2008:146), tujuan motivasi antara lain sebagai berikut (1) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan; (2) Meningkatkan produktivitas kerja karyawan; (3) Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan; (4) Meningkatkan kedisiplinan karyawan; (5) Mengefektifkan pengadaan karyawan; (6) Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik; (7) Meningkatkan loyalitas, kretivitas, dan partisipasi karyawan; (8) Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan; (9) Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya; (10) Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

2.1.2.3.7.4Teori Motivasi

2.1.2.3.7.4.1 Teori Maslow : Hirarki Kebutuhan

(40)

pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu: (1) Kebutuhan fisiologikal, seperti sandang, pangan, dan papan; (2) Kebutuhan keamanan, tidak hanya dalam arti fisik, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) Kebutuhan sosial; (4) Kebutuhan prestise yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; (5) Aktualisasi diri dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata (Sondang P. Siagian, 2008:287).

2.1.2.3.7.4.2 Teori Mc.Clelland Teori Motivasi Berprestasi

David Mc. Clelland menemukan adanya kebutuhan atau keinginan individu yang kuat untuk mencapai prestasi yang akan terlihat dengan adanya motivasi yang kuat akan pekerjaan-pekerjaan yang menantang (Challenging) dan bersaing (Competitive), sehingga dapat dikatakan bahwa manusia mempunyai tiga kebutuhan dasar, yaitu: (1) Kebutuhan akan berprestasi; (2) Kebutuhan akan kekuasaan; (3) Kebutuhan akan berafilisasi dengan sesamanya (Sugeng Budiono dkk., 2003:248).

(41)

berbeda jika dibandingkan dengan faktor-faktor yang menyebabkan ketidak puasan kerja (job dissatisfaction).

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kepuasan kerja ialah: (1) Pengakuan (recognition); (2) Tanggung jawab (responsibility); (3) prestasi (achivement); (4) pertumbuhan dan pengembangan (growth and development); (5) pekerjaan itu sendiri (job it self). Faktor-faktor tersebut dinilai baik oleh karyawan, maka karyawan merasa puas dan ada motivasi untuk bekerja produktif. Sehingga faktor-faktor ini disebut faktor-faktor motivasi atau motivator.

Adapun faktor-faktor yang membuat ketidakpuasan kerja ialah: (1) Gaji (Salary) yang diterima oleh karyawan; (2) Kedudukan (status) karyawan; (3)

Kondisi tempat kerja (Working condition) karyawan; (4) Hubungan antar pribadi, dengan teman sederajad, atasan, dan bawahan (Personal relations); (5) Penyeliaan (Supervision) terhadap karyawan; (6) Keselamatan kerja (Job safety); (7) Kebijakan dan administrasi perusahaan (business policy and administration), khususnya mengenai bidang personalia. Faktor-faktor ini bertalian dengan segi lingkungan atau dari luar pekerjaan, maka disebut pula faktor-faktor ekstrinsik. Faktor-faktor ini perlu disehatkan dan dipelihara demi kebaikannya.

2.1.2.3.7.4.4 Teori Harapan

(42)

kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat mengiginkan sesuatu, dan jalan nampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.

Dinyatakan dalam cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya pun untuk berupaya akan menjadi rendah (Sondang S. P. Siagian, 2008:292).

2.1.2.3.7.4.5 Teori McGregor : Teori X dan Teori Y

Teory X dan teori Y dicetuskan oleh McGregor, disarankan untuk digunakan oleh manajer dalam mengelola pekerja di dalam kehidupan organisasi (perusahaan), yang dapat digunakan untuk memotivasi kerja karyawannya. Dasar teorinya adalah asumsi terhadap manusia pekerja, yang ia ringkas menjadi menjadi dua buah teori, yaitu Teori X dan Teori Y.

(43)

Teori Y adalah kebalikan dari teori X, ialah: (1) Karyawan dapat memegang pekerjaannya sebagai hiburan atau permainan; (2) Orang akan melaksanakan sendiri arah pekerjaan dan pengendaliannya, jika ia merasa commit dengan tujuan; (3) Orang pada umumnya mau belajar untuk menerima tanggung jawab, bahkan mencarinya; (4) Kreativitas, yaitu kemampuan untuk membuat keputusan yang baik, tersebar luas di kalangan masyarakat, dan tidak semata-mata merupakan fungsi manajemen saja (Malayu S. P. Hasibuan, 2008:160).

2.1.2.3.7.4.6 Teori Pengukuhan

(44)

2.1.2.3.7.5Teknik Pengukuran Motivasi Kerja

Kekuatan motivasi tenaga kerja untuk bekerja atau berkinerja secara langsung tercermin sebagai upayanya seberapa jauh ia bekerja keras. Upaya ini mungkin menghasilkan kinerja yang baik atau sebaliknya karena ada dua faktor yang harus benar jika upaya itu akan diubah menjadi kinerja.

Pertama, tenaga kerja harus memiliki kemampuan yang diperlukan untuk mengerjakan tugasnya dengan baik, tanpa kemampuan dan upaya yang tinggi tidak mungkin menghasilkan kinerja yang baik. Kedua adalah persepsi tenaga kerja yang bersangkutan tentang bagaimana upayanya dapat diubah sebaik-baiknya menjadi kinerja, jika terjadi persepsi yang salah, kinerja akan rendah meskipun upaya dan motivasinya mungkin tinggi (Siswanto Sastrohadiwiryo, 275:2002).

2.1.2.3.8 Kondisi Kesehatan

Kesehatan dan daya kerja sangat erat hubungannya dengan tingkat gizi seseorang. Pekerjaan membutuhkan tenaga yang sumbernya adalah makanan. Kondisi kesehatan merupakan penunjang penting produktivitas seseorang dalam bekerja. Kondisi tersebut dimulai sejak memasuki pekerjaan dan terus dipelihara selama bekerja, bahkan sampai setelah berhenti bekerja (Suma’mur P. K., 1996:203).

2.1.2.3.9 Masa Kerja

(45)

2.1.2.3.10 Tingkat Pendidikan

Pendidikan dan pelatihan membentuk dan menambah pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja untuk melaksanakan pekerjaan dengan aman, selamat dan dalam waktu yang cepat. Pendidikan akan mempengaruhi seseorang dalam cara berfiakir dan bertindak dalam menghadapi pekerjaan (Sugeng Budiono dkk., 2003:265).

2.1.2.3.11 Kelelahan Kerja

Kelelahan (fatigue) adalah suatu kondisi fisik yang telah dikenal dalam kehidupan sehari-hari, istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan, walaupun itu bukan satu-satunya gejala (Sugeng Budiono dkk., 2003:86).

Kelelahan menunjukkan keadaan yang berbeda-beda, tetapi semuanya berakibat pada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Sebab kelelahan adalah monotomi, intensitas dan lamanya kerja mental dan fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental seperti tanggung jawab kekhawatiran dan konflik serta penyakit-penyakit.

Semua jenis pekerjaan akan menghasilkan kelelahan kerja. Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan. Sehingga dapat mengganggu pencapaian produktivitas kerja yang tinggi. Kelelahan yang terus menerus setiap hari berakibat keadaan kelelahan yang kronis. Perasaan lelah tidak saja terjadi sesudah bekerja pada sore hari, tetapi juga selama bekerja bahkan kadang-kadang sebelumnya (Suma’mur P. K., 1996:192).

(46)

kerja, perasaan terhadap atasan atau lingkungan kerja yang memungkinkan faktor penting dalam sebab itu.

2.1.2.4 Psikologi Kerja

Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari perilaku manusia sedangkan psikologi kerja merupakan perilaku manusia dalam hubungannya dengan dunia kerja baik secara individual interpersonal, manajerial maupun organisasional (Sugeng Budiono dkk., 2003:162).

Tatanan organisasi sebagai lingkungan kerja yang terdiri dari teknologi, struktur organisasi, budaya perusahaan serta manusia atau individu lain sebagai sesama perilaku organisasi, akan berperan sebagai stimulus yang akan merangsang individu. Kepekaan individu dalam bereaksi terhadap stimulus tersebut dipengaruhi oleh kepribadian yang terdiri dari aspek dalam diri manusia seperti intelegensi, kehidupan emosi, persepsi atau pengamatan, cara berpikir dan pemecahan masalah, kebutuhan, dan nilai. Faktor tersebut akan mempengaruhi perilaku kerja yang ditampilkan melalui proses berpikir dalam pengambilan keputusan, penilaian maupun dalam berkomunikasi dalam kelompok kerjanya. Perilaku kerja ini dapat menambah penghayatan akan adanya rasa senang, tetapi dapat juga membuat munculnya rasa tidak puas atau tidak senang. Dinamika terjadinya perilaku organisasi ini akan mempengaruhi cara kerja individu dalam mencapai efisiensi dan efektifitas kerjanya yang akan tercermin dalam tampilan kerja atau produktivitas kerja (Sugeng Budiono dkk., 2003:163)

2.1.3 Pengukuran Produktivitas

(47)

Pengukuran produktifitas (P) dapat diformulasikan sebagai berikut:

Produktivitas disebut meningkat bila P > 1.

Dari pengertian tersebut dapat diartikan pula bahwa produktivitas dapat digunakan sebagai ukuran tingkat efisiensi, efektivitas dan kualitas setiap sumber daya yang digunakan selama produksi berlangsung.

Pengukuran produktivitas (P) juga dapat diukur dengan rumusan sebagai berikut:

M = upah tenaga kerja per orang/hari

DM = biaya intervensi untuk perbaikan per orang/hari

K = Keluaran sebelum intervensi (hasil kerja rata-rata per orang/hari) DK = kenaikan keluaran hasil kerja rata-rata per orang/hari

+ = hasil kerja naik – = hasil kerja turun

2.2 Kerangka Teori

(48)

Gambar 2.1: Kerangka Teori

(Sumber: Sugeng Budiono dkk,. 2003, Bunga Rampai Hiperkes dan KK, Semarang: Universitas Diponegoro. Suhardjo, 2003, Berbagai Cara Pendidikan Gizi, Jakarta: Bumi Aksara. Suma’mur P. K., 1996, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, Jakarta: PT. Gunung Agung).

(49)

37

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan antara konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Soekidjo Notoatmojo, 2005:43). Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1: Kerangka Konsep

(Sumber: Sugeng Budiono dkk,. 2003, Bunga Rampai Hiperkes dan KK, Semarang: Universitas Diponegoro. Suhardjo, 2003, Berbagai Cara Pendidikan Gizi, Jakarta: Bumi Aksara. Suma’mur P. K., 1996, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, Jakarta: PT. Gunung Agung).

3.2Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Suharsimi Arikunto, 2006:73). Dalam penelitian ini, peneliti merumuskan hipotesis ada hubungan

Status Gizi Motivasi Kerja

Tingkat Produktivitas

Variabel Pengganggu: 1. Umur

2. Jenis kelamin 3. Masa kerja

4. Kondisi kesehatan 5. Tingkat pendidikan 6. Keterampilan

(50)

antara status gizi dan motivasi kerja dengan tingkat produktivitas kerja bagian penjahitan di Sentra Usaha Konveksi Desa Demangan Kabupaten Kudus.

3.3Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian Explanatory Research yaitu survei atau penelitian untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa (Soekidjo Notoatmodjo, 2005:145). Penelitian ini menggunakan metode survey dengan pendekatan crossectional yaitu pengambilan data variabel sebab (independent variabel) maupun variabel akibat (Dependent Variabel) dilakukan secara bersamaan.

3.4Variabel Penelitian

Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki kelompok lain (Soekidjo Notoatmojo, 2005:70). Dalam penelitian ini ada tiga variabel yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel pengganggu, yaitu sebagai berikut:

3.4.1 Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang diteliti pengaruhnya. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah status gizi dan motivasi kerja. 3.4.2 Variabel terikat

(51)

3.4.3 Variabel pengganggu

Variabel pengganggu adalah variabel yang mengganggu hubungan variabel bebas dan variabel terikat sehingga dikendalikan dan dibuat konstan agar tidak mempengaruhi hasil penelitian. Dalam penelitian ini variabel pengganggu dikendalikan dengan cara pengkategorian sampel penelitian yaitu umur 20-40 tahun, jenis kelamin wanita, masa kerja tidak kurang dari 1 tahun, kondisi kesehatan dalam keadaan sehat, tingkat pendidikan minimal SMA.

3.5Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel

Variabel Definisi Operasional Cara

Pengukuran Kategori

Skala Pengukuran Status Gizi Status gizi adalah

Keadaan tubuh

sebagai akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat-zat gizi dalam diri tenaga kerja( I Dewa Nyoman Supariasa dkk., 2002:61).

Adalah suatu dorongan untuk meningkatkan usaha dalam mencapai tujuan organisasi dalam batas-batas kemampuan untuk memberikan kepuasan atau kebutuhan seseorang (Herwan Sofyandi dan Iwa Garniwa, 2007: 99).

Kuesioner 1.Rendah Skor 25-32

(52)

3.6Populasi dan Sampel Penelitian

3.6.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Suharsimi Arikunto, 2006:130). Populasi dalam penelitian ini adalah pekerja di Sentra Usaha Konveksi Barokah Desa Demangan Kabupaten Kudus. Populasi dalam penelitian ini adalah 174 orang.

3.6.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Soekidjo Notoatmodjo, 2005:116). Cara pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling yaitu sampel yang diperoleh dari semua sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi adalah karakteristik untuk subyek penelitian pada populasi target dan populasi terjangkau. Kriteria eksklusi yaitu sebagian subyek yang memenuhi kriteria inklusi tetapi harus dikeluarkan dari studi karena beberapa sebab (Sudigdo Sastroasmoro dan Sofyan Ismael, 2002:41).

Adapun kriteria inklusi meliputi: (1) Umur 20-40 tahun; (2) Tenaga kerja wanita; (3) Kondisi kesehatan baik (tidak sedang sakit); (4) Tidak dalam keadaan hamil; (5) Lama kerja tidak kurang dari 1 tahun; (6) Tingkat pendidikan lulus SMA.

Adapun kriteria eksklusi meliputi: (1) Tidak bersedia untuk menjadi sampel penelitian; (2) Tidak berada dalam tempat penelitian.

(53)

n =

Z : derajat kepercayaan (95%) = 1,96 (Stanley Lameshow, 1997:54).

n =

( )

n= 61,04 dibulatkan menjadi 62

Dengan menggunakan rumus sampel tersebut diperoleh jumlah sampel minimal yaitu 62 orang. Setelah dilakukan observasi sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi terdiri dari 74 orang.

3.7Sumber Data Penelitian

3.7.1 Sumber Data Primer

Data primer yaitu bila pengumpulan data dilakukan secara langsung oleh peneliti (Eko Budiarto, 2002:5). Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara: Pemeriksaan status gizi tenaga kerja dengan menggunakan IMT, perhitungan produktivitas kerja perhari, wawancara,

3.7.2 Sumber Data Sekunder

(54)

sekunder meliputi gambaran umum sentra, jumlah pekerja, jenis pekerjaan, dan proses produksi.

3.8Instrumen Penelitian

3.8.1 Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan data (Soekidjo Notoatmodjo, 2005:116). Adapun instrumen dalam penelitian ini adalah:

3.8.1.1Microtoice

Microtoice digunakan untuk mengukur tinggi badan yang mempunyai ketelitian 0,1 cm (I Dewa Nyoman Supariasa dkk., 2002:42).

3.8.1.2Timbangan Injak (Seca)

Timbangan injak digunakan untuk mengukur berat badan 3.8.1.3Kuesioner

(55)

tidak mendukung gagasan atau ide tentang motivasi kerja. Dalam skala ini disediakan dua alternatif jawaban yaitu tidak setuju, dan setuju. Dengan penilaian tidak setuju: 1, dan setuju: 2 untuk pertanyaan positif. Sedangkan untuk pertanyaan negatif, setuju: 1, dan tidak setuju: 2.

3.8.1.4Lembar Pencatatan

Lembar pencatatan digunakan untuk mengetahui produktivitas tenaga kerja.

3.8.2 Validitas dan Reliabilitas

Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel (Suharsimi Arikunto, 2006:168).

3.8.2.1Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan dan kesahihan suatu instrumen (Suharsimi Arikunto, 2006:168). Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat.

Pengujian validitas instrumen pada penelitian ini menggunakan program SPSS Versi 15.0, hasil akhir (r hitung) dibandingkan dengan tingkat signifikansi 0,05. Diketahui bahwa tingkat signifikansi <0,05 maka butir pertanyaan tersebut dikatakan valid.

(56)

rxy =

(Suharsimi Arikunto, 2002:170) Keterangan:

rxy : Koefisien korelasi tiap item N : Jumlah peserta test

ΣX : Jumlah skor item ΣY : Jumlah skor total

ΣXY : Jumlah perkiraan antara skor item dengan skor total ΣX2 : Jumlah kuadrat skor item

ΣY2 : Jumlah kuadrat skor total

Berdasarkan hasil uji validitas kuesioner penelitian untuk variabel motivasi kerja ditunjukkan dari 30 butir pernyataan yang diujicobakan ternyata 25 butir pertanyaan yang dikatakan valid karena memiliki rhitung > 0,05. Selanjutnya butir pertanyaan diurutkan kembali dan dapat digunakan untuk pengumpulan data penelitian.

3.8.2.2Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Suharsimi Arikunto, 2006:178). Reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus alpha, karena instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner yang skornya bukan 0 dan 1. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

r11= ⎥

(57)

r11 : Reliabilitas instrumen

k : Banyaknya butir pertanyaan atau butir soal

2 b

σ

∑ : Jumlah varians butir

2 1

σ : Jumlah varians total

Berdasarkan hasil uji reliabilitas untuk variabel motivasi kerja didapatkan ralpha = 0, 947 > 0,6 dengan demikian skala motivasi kerja tersebut reliabel dan dapat digunakan untuk pengumpulan data.

3.9Teknik Pengambilan Data

Menyusun instrumen adalah pekerjaan yang penting dalam langkah penelitian. Akan tetapi mengumpulkan data jauh lebih penting lagi, terutama apabila menggunakan metode yang memiliki cukup besar celah untuk dimasuki unsur minat peneliti (Suharsimi Arikunto, 2006:149).

Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan adalah data primer. Data primer yaitu pengumpulan data yang dilakukan langsung oleh peneliti. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan cara sebagai berikut: 3.9.1 Pemeriksaan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Batasan berat badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan (BMI) Body Mass Index. Di Indonesia istilah Boddy Mass Index (BMI) diterjemahkan

(58)

Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur diatas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan.

Berat badan yang berada di bawah batas minimum dinyatakan sebagai Under Weight atau kekurusan dan berat badan yang berada di atas batas maksimum dinyatakan sebagai Over Weight atau kegemukan ( I Dewa Nyoman Supariasa dkk., 2002:60).

Tabel 3.2 Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia

Kategori IMT Keterangan IMT

Kurus Kekurangan BB tingkat berat <17 Kekurangan BB tingkat rendah 17,00-18,5

Normal >18,5-25,0

Gemuk Kelebihan BB tingkat ringan 25,00-27,00 Kelebihan BB tingkat berat >27,00

3.9.2 Wawancara

Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung maupun tidak langsung. Wawancara untuk mendapatkan data penunjang dengan menggunakan kuesioner.

3.10 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

(59)

ilmiah yang dipersiapkan untuk mengumpulkan, menyusun, menyajikan dan menganalisa data penyelidikan yang berupa angka-angka.

3.10.1 Pengolahan Data

Langkah-langkah pengolahan data:

(1) Editing dengan tujuan memeriksa data yang telah dikumpulkan baik berupa daftar pertanyaan, kartu atau buku register. Yang dilakukan pada kegiatan memeriksa adalah menjumlah dan melakukan koreksi (2) Koding yaitu kegiatan pemberian kode pada data untuk mempermudah dalam proses pengelompokan terutama data klasifikasi (3) Penetapan skor yaitu penilaian data dengan memberi skor (4) Entri data, memasukkan data yang diperoleh kedalam komputer (5) Tabulating yaitu mentabulasi data kebentuk tabel dan melakukan perhitungan (Eko Budiarto, 2002:29).

3.10.2 Analisis Data

Setelah semua data terkumpul, maka selanjutnya adalah menganalisis data dengan menggunakan teknik-teknik. Sehingga data tersebut dapat ditarik suatu kesimpulannya. Adapun data dianalisis dengan program komputer dengan menggunakan teknik analisis data yang meliputi:

3.10.2.1 Analisis Univariat

Yaitu analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel (Soekidjo Notoatmojo, 2005:188).

(60)

Yaitu untuk mencari hubungan variabel bebas dan variabel terikat dengan uji statistik yang sesuai dengan skala yang ada. Uji statistik yang digunakan Chi-square.

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: (Sugiyono, 2007:107)

x2=

n h k

i f

f

f )

( 0

1

=

Keterangan:

x2 : Chi Kuadrat

(61)

49

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Data

4.1.1 Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah para tenaga kerja bagian penjahitan di Sentra Usaha Konveksi Barokah Desa Demangan Kabupaten Kudus sebanyak 74 orang pekerja, dengan kriteria umur 20-40 tahun, tenaga kerja wanita, kondisi kesehatan baik (tidak sedang sakit), tidak dalam keadaan hamil, lama kerja tidak kurang dari 1 tahun, tingkat pendidikan minimal SMA.

4.1.1.1 Usia

Responden dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa kriteria. Distribusi usia responden penelitian terdiri dari usia 20-22 tahun sebanyak 3 responden atau 4,05%, usia 23-25 tahun sebanyak 16 responden atau 21,62%, usia 26-28 tahun sebanyak 28 responden atau 37,84%, usia 29-31 tahun sebanyak 14 responden atau 18,92%, usia 32-34 tahun sebanyak 7 respnden atau 9,46%, usia 35-37 tahun sebanyak 6 responden atau 8,11% (Tabel 4.1).

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia

No Usia Jumlah Persentase

(1) (2) (3) (4)

1 20-22 3 4,05%

2 23-25 16 21,62%

3 26-28 28 37,84%

4 29-31 14 18,92%

5 32-34 7 9,46%

6 35-37 6 8,11%

7 38-40 0 0 %

Jumlah 74 100%

(62)

Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh visualisasi sebagai berikut (Gambar 4.1):

Gambar 4.1 Distribusi Responden berdasarkan Usia Sumber: Data Penelitian 2009

4.1.1.2 Masa Kerja

Responden dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi 5 kriteria. Distribusi responden berdasarkan masa kerja terbagi dalam masa kerja 1-3 tahun sebanyak 23 responden atau 31,08%, masa kerja 4-6 tahun sebanyak 31 responden atau 41,90%, masa kerja7-9 tahun sebanyak 11 responden atau 14,86%, masa kerja 10-12 tahun sebayak 6 responden atau 8,11%, masa kerja 13-15 tahun sebanyak 3 responden atau 4,05% (tabel 4.2).

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja

No Masa Kerja Jumlah Persentase

1 1-3 tahun 23 31,08 %

2 4-6 tahun 31 41,90 %

3 7-9 tahun 11 14,86 %

4 10-12 tahun 6 8,11 %

5 13-15 tahun 3 4,05 %

Jumlah 74 100%

(63)

Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh visualisasi sebagai berikut (Gambar 4.2) :

Gambar 4.2 Distribusi Responden berdasarkan Masa Kerja

Sumber: Data Penelitian 2009

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Analisis Univariat

Responden dalam penelitian ini adalah tenaga kerja bagian penjahitan di Sentra Usaha Konveksi Barokah Desa Demangan Kabupaten Kudus yang berjumlah 74 orang. Gambaran subjek penelitian meliputi status gizi, motivasi kerja dan tingkat produktivitas kerja.

4.2.1.1 Status Gizi

(64)

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi

No Interval Kriteria Jumlah Persentase

1 <18,5 Kurang 19 25,7%

2 18,5-25,5 Normal 50 67,6%

3 >25,5 Lebih 5 6,8%

Jumlah 74 100%

Sumber: Data Penelitian 2009

Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh visualisasi sebagai berikut (Gambar 4.3) :

Gambar 4.3 Distribusi Responden berdasarkan Status Gizi

Sumber: Data Penelitian 2009 4.2.1.2 Motivasi Kerja

Motivasi kerja dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi 3 kriteria yaitu: rendah apabila diperoleh skor 25-32, sedang apabila diperoleh skor 33-41 dan tinggi apabila diperoleh skor 42-50. Distribusi responden berdasarkan motivasi kerja menunjukkan motivasi kerja sedang 16 responden atau 21,6% dan motivasi kerja tinggi 58 responden atau 78,4% (Tabel 4.4).

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Kerja

No Interval Kriteria Jumlah Persentase

1 25-32 Rendah 0 0%

2 33-41 Sedang 16 21,62%

3 42-50 Tinggi 58 78,38%

Jumlah 74 100%

(65)

Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh visualisasi sebagai berikut (Gambar 4.4) :

Gambar 4.4 Distribusi Responden berdasarkan Motivasi Kerja

Sumber: Data Penelitian 2009

Distribusi responden berdasarkan presentase skor aspek motivasi kerja menunjukkan indikator tanggung jawab (80%), prestasi dan pengakuan (88%), pengembangan (89%), pekerjaan (81%), gaji (92%), kondisi tempat kerja (87%), hubungan kerja(97%), kesehatan dan keselamatan (86%), supervisi dan kebijakan (80%) (Tabel 4.5).

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Aspek Motivasi Kerja

No Aspek Motivasi Kerja % Skor Kriteria

1 Tanggung jawab 80% Sedang

2 Prestasi dan pengakuan 88% Tinggi

3 Pengembangan 89% Tinggi

4 Pekerjaan 81% Sedang

5 Gaji 92% Tinggi

6 Kondisi tempat kerja 87% Tinggi

7 Hubungan kerja 97% Tinggi

8 Kesehatan dan keselamatan 86% Tinggi

(66)

Sumber: Data Penelitian 2009 4.2.1.3 Produktivitas Kerja

Produktivitas kerja dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi 2 kriteria yaitu: rendah apabila diperoleh skor P<1 dan tinggi apabila diperoleh skor P>1. Distribusi responden berdasarkan produktivitas kerja menunjukkan produktivitas kerja rendah 20 responden atau 27% dan produktivitas kerja tinggi 54 responden atau 73% (Tabel 4.6).

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Produktivitas

No Interval Kriteria Jumlah Persentase

1 P<1 Rendah 20 27%

2 P>1 Tinggi 54 73%

Jumlah 74 100%

Sumber: Data Penelitian 2009

Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh visualisasi sebagai berikut (Gambar 4.5):

Gambar 4.5 Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Produktivitas

Sumber: Data Penelitian 2009 4.2.2 Analisis Bivariat

(67)

Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji chi-square. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa status gizi pekerja bagian penjahitan pada kategori Kurang sebanyak 19 responden, pada status gizi kurang tersebut pekerja bagian penjahitan yang produktivitasnya tinggi sebanyak 10 responden atau 52,6% dan yang produktivitas kerjanya rendah sebanyak 9 responden atau 47,4%. Status gizi normal sebanyak 50 responden, pada status gizi normal tersebut pekerja bagian penjahitan yang produktivitasnya tinggi sebanyak 43 responden atau 86,0% dan yang memiliki produktivitas kerjanya rendah sebanyak 7 responden atau 14,0%. Status gizi lebih sebanyak 5 responden, pada status gizi lebih tersebut pekerja bagian penjahitan yang produktivitasnya tinggi sebanyak 1 responden atau 20,0% dan yang memiliki produktivitas kerjanya rendah sebanyak 4 responden atau 80,0%.

Berdasarkan analisis menggunakan chi-square diperoleh nilai p = 0,001 pada taraf kepercayaan 5%. Karena nilai p = 0,001 kurang dari 0,05 (0,001<0,05). sehingga Ha diterima yang menyatakan bahwa ada hubungan antara status gizi dengan tingkat produktivitas kerja bagian penjahitan di Sentra Usaha Konveksi Barokah Desa Demangan Kabupaten Kudus (Tabel 4.7).

Tabel 4.7 Hubungan antara Status Gizi dengan Tingkat Produktivitas Kerja

Status Gizi

Produktivitas Kerja Total

p CC Rendah % Tinggi % N %

Kurang 9 47,4 10 52,6 19 100

0,001 0,390 Normal 7 14,0 43 86,0 50 100

Lebih 4 80,0 1 20,0 5 100

Total 20 27,0 54 73,0 74 100

Sumber: Data Penelitian 2009

(68)

kategori Sedang sebanyak 16 responden, pada motivasi sedang tersebut pekerja bagian penjahitan yang produktivitasnya tinggi sebanyak 6 responden atau 37,5% dan yang produktivitas kerjanya rendah sebanyak 10 responden atau 62,5%. Motivasi tinggi sebanyak 58 responden, pada motivasi tinggi tersebut pekerja bagian penjahitan yang produktivitasnya tinggi sebanyak 48 responden atau 82,8% dan yang memiliki produktivitas kerjanya rendah sebanyak 10 responden atau 17,2%.

Berdasarkan analisis menggunakan chi-square diperoleh nilai p = 0,001 pada taraf kepercayaan 5%. Karena nilai p = 0,001 kurang dari 0,05 (0,001<0,05) sehingga Ha diterima yang menyatakan bahwa ada hubungan antara motivasi kerja dengan tingkat produktivitas kerja bagian penjahitan di Sentra Usaha Konveksi Barokah Desa Demangan Kabupaten Kudus (Tabel 4.8).

Tabel 4.8Hubungan antara Motivasi Kerja dengan Tingkat Produktivitas Kerja

Motivasi Kerja

Produktivitas Kerja Total

p CC Rendah % Tinggi % N %

Sedang 10 62,5 6 37,5 16 100

0,001 0,387 Tinggi 10 17,2 48 82,8 58 100

Gambar

Tabel
Gambar  Halaman
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Tabel 1.2 Perbedaan Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan : apabila konsumsi ikan teri (Stolephorus tri) dapat memenuhi kebutuhan kalsium pada masa kehamilan maka diharapkan dapat menjadi salah satu pilihan

Mutyarini &amp; Sembiring, Arsitektur Sistem Informasi Untuk Institusi Perguruan Tinggi Di Indonesia, Prosiding Konfrensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi

Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) penerapan pembelajaran kooperatif tipe numbered head together dapat meningkatkan motivasi siswa pada materi jurnal penyesuaian

Dari sekian banyak pengurus dan anggota SPTI di Pasar Klewer, peneliti akan mengambil 10 orang yang terdiri dari 5 kuli panggul di Pasar Klewer beserta masing-masing istri

Info selengkapnya dapat dibaca pada halaman 30 For details refer to page 30.. Info selengkapnya dapat dibaca pada halaman 304 - 308 For details refer to page 304

Pengayaan dapat diartikan sebagai pengalaman atau kegiatan peserta didik yang melampaui persyaratan minimal yang ditentukan oleh kurikulum dan tidak semua peserta didik

Pada hari dan tanggal yang sama, peneliti juga melakukan wawancara dengan guru kelas kelompok A TK Widya Putra Dharma Wanita Persatuan UNS Karanganyar Tahun Ajaran

Situs ini berisikan tentang penjualan sprei dan bedcover, yang diharapkan dapat mempermudah masyarakat untuk melakukan pembelian sprei dan bedcover secara on-line tanpa harus