• Tidak ada hasil yang ditemukan

Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1608/B/PK/PJK/2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1608/B/PK/PJK/2016"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PUTUSAN

Nomor 1608/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG

Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberi kuasa kepada:

1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;

2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;

3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;

4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;

Semuanya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Nomor 40-42, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1828/PJ./2012 tanggal 23 November 2012;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:

PT AAA, tempat kedudukan di Jalan QQQ Blok. Nomor X-C, Jakarta Utara 14350;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.39689/PP/M.XVI/16/2012 tanggal 7 Agustus 2012 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut: Aspek Material;

Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam banding ini adalah ditetapkannya Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-421/WPJ.21/BD.06/2009 tanggal 7 Desember 2009 yang hanya menerima sebagian atas SKPKB Nomor KK-081210-01 tanggal 10 Desember dari jumlah Rp149.117.400,00 (seratus empat puluh sembilan juta seratus tujuh belas ribu empat ratus Rupiah), yang tidak sesuai dengan perhitungan Pemohon Banding yaitu lebih bayar sebesar Rp108.529.004,00 (seratus delapan juta lima ratus dua puluh sembilan ribu empat Rupiah) sebagaimana Pemohon Banding laporkan dalam pembahasan akhir atas surat keberatan Pemohon Banding atas SKPKB tersebut merupakan hasil pemeriksaan oleh kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Utara, dengan perhitungan sesuai dengan lampiran berita acara hasil pemeriksaan adalah sebagai berikut:

1. DPP Penyerahan yang PPNnya harus dipungut sendiri Rp 771.516.439,00

2.a PPN atas Penyerahan yang PPNnya dipungut sendiri Rp 77.151.644,00

2.b Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Rp 111.121.948,00

2.c Jumlah PPN Kurang (lebih) bayar Rp (33.970.304),00

3.a Kelebihan Pajak yang dikompensasikan ke masa pajak Rp 108.529.004,00

3.b PPN Kurang (Lebih bayar) Rp 74.558.700,00

3.c Sanksi Administrasi Rp 74.558.700,00

Pajak yang kurang (lebi ) bayar Rp 149.117.400,00

Bahwa menurut Perhitungan Pemohon Banding, perhitungan PPN adalah sebagai berikut:

1. DPP Penyerahan yang PPNnya harus dipungut sendiri Rp 7,855,438,00 2.a PPN atas Penyerahan yang PPNnya dipungut sendiri Rp 785,544,00

2.b Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Rp 109,314,548,00

(2)

2.c Jumlah PPN Kurang (lebih) bayar (Rp 108,529,004,00) 3.a Kelebihan Pajak yang dikompensasikan ke masa pajak Rp 0,00

3.b PPN Kurang (Lebih bayar) (Rp 108,529,004,00)

3.c Sanksi Administrasi Rp 0,00

Pajak yang kurang (lebih ) bayar (Rp 108,529,004,00)

Perbedaan Perhitungan yang Utama;

Bahwa Terbanding double dalam memperhitungkan PPN yang telah dikompensasikan sebesar Rp108.529.004,00 karena pada Jumlah Rp111.121.948,00 tentang Pajak Masukan yang dapat dikreditkan di dalamnya adalah Jumlah Rp108.529.004,00;

Bahwa perlu Pemohon Banding jelaskan bahwa lebih bayar SPT Pajak Pertambahan Nilai Tahun 2007 adalah hasil dari kompensasi kelebihan Pajak Pertambahan Nilai Tahun 2006. Berdasarkan Pemberitahuan Daftar Hasil Penelitian Keberatan SKPN PPN Barang dan Jasa Nomor 00002/507/06/048/07 tertanggal 05 Oktober 2007;

Bahwa Kantor Wilayah DJP Jakarta Utara tidak menerbitkan SKPLB atas kelebihan PPN periode Januari s.d. Desember 2006 dikarenakan SPT PPN Desember 2006 menyebutkan bahwa lebih bayar dikompensasi ke periode berikutnya;

Bahwa Terbanding telah mengenakan PPN atas biaya penggantian sebesar Rp763.661.001,00 yang menurut Pemohon Banding bahwa penggantian (Reimbursment) kepada Principle tersebut bukan merupakan Penyerahan BKP/JKP sepanjang:

1. Jumlah yang di-reimburse tidak boleh dimark-up dan bukti asli dari pihak ketiga diserahkan kepada pihak kedua sebagai penanggung beban yang sebenarnya;

2. Bukti dibuat atas nama pihak kedua atau dibuat atas nama pihak pertama qq pihak kedua;

3. Kontrak kerja antara pihak pertama dan pihak kedua;

Bahwa alasan Pemohon Banding yang kedua jika itu dianggap jasa, maka jasa pemanfaatan di luar negeri juga bukan merupakan objek pajak sehingga dalam hal ini juga tidak terhutang Pajak Pertambahan Nilai; Bahwa berdasarkan uraian di atas, maka dengan ini Pemohon Banding memohon kepada Majelis untuk mengabulkan permohonan banding yang Pemohon Banding ajukan dan membatalkan Surat Ketetapan Pajak yang telah diterbitkan oleh Dirjen Pajak. Untuk itu bersama surat ini Pemohon Banding lampirkan surat keputusan Dirjen Pajak Nomor 421/WPJ.21/BD.06/2009 tanggal 7 Desember 2009;

Bahwa Pemohon Banding bersedia menghadiri persidangan untuk menyampaikan data data dan dokumen lain, serta keterangan yang diperlukan agar banding yang Pemohon Banding ajukan dapat diterima;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.39689/PP/M.XVI/16/2012 tanggal 7 Agustus 2012 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- 421/WPJ.21/BD.06/2009 tanggal 7 Desember 2009, tentang Keberatan Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari s.d. September 2007 Nomor 00006/207/07/048/08 tanggal 28 November 2008, atas nama: PT AAA, NPWP 0X.X0X.XXX.X-0XX.000, beralamat di Jalan QQQ Blok, Nomor X-C, Jakarta Utara 14350, sehingga jumlah pajak yang masih lebih dibayar sebagai berikut:

Dasar Pengenaan Pajak

- Atas Penyerahan Barang dan Jasa yang terutang PPN Penyerahan yang PPN-nya dipungut sendiri

Rp 7.855.438,00 Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut PPN Rp 9.416.337.375,00

Jumlah Rp 9.424.192.813,00

- Jumlah seluruh penyerahan Penghitungan PPN kurang bayar Rp 9.424.192.813,00 - Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri Rp 785.544,00 - Dikurangi:

Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan Rp 111.121.948,00

- Jumlah Pajak yang dapat diperhitungkan Rp 111.121.948,00

- Jumlah perhitungan PPN Kurang/(Lebih) Bayar (Rp 110.336.404,00) Kelebihan Pajak yang sudah dikompensasikan ke Masa Pajak

berikutnya

Rp 108.529.004,00

PPN yang lebih dibayar (Rp 1.807.400,00)

Sanksi Administrasi:

- Kenaikan Pasal 13 (3) KUP Rp 0,00

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(3)

- Jumlah PPN yang lebih dibayar (Rp 1.807.400,00) Bahwa jumlah Pajak Masukan menurut Terbanding lebih besar dari PM menurut Pemohon Banding;

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.39689/PP/M.XVI/16/2012 tanggal 7 Agustus 2012, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 31 Agustus 2012 kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1828/PJ./2012 tanggal 23 November 2012 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 27 November 2012 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor PKA-1830/SP.51/AB/XI/2012 yang dibuat oleh Wakil Panitera Pengadilan Pajak dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal itu juga;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 11 Januari 2013, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 5 Maret 2013;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan peninjauan kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:

I. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali;

1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan sebagai berikut:

“Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas Putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung”;

2. Bahwa alasan pengajuan Peninjauan Kembali adalah berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang menyatakan permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:

“Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku”;

3. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam Putusan Nomor Put.39689/PP/M.XVI/16/2012 tanggal 15 Mei 2012 yang amarnya memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- 421/WPJ.21/BD.06/2009 tanggal 7 Desember 2009 tentang Keberatan Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari s.d. September 2007 Nomor 00006/207/07/048/08 tanggal 28 November 2008, atas nama: PT AAA, NPWP 0X.X0X.XXX.X-0XX.000, tidak memperhatikan atau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tersebut, sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakanyang berlaku di Indonesia;

4. Bahwa kekhilafan dan kekeliruan penerapan hukum yang dilakukan oleh Majelis Hakim pada tingkat banding di Pengadilan Pajak yang nyata-nyata tersebut terdapat dalam pertimbangan hukum yang bertentangan atau tidak sesuai dengan hukum dan perundangundangan yang berlaku sehingga menghasilkan putusan yang tidakadil;

(4)

II. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;

1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 92 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyatakan sebagai berikut:

“Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud Pasal 91 huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak putusan dikirim”;

2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 11 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, menyebutkan sebagai berikut:

“Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara langsung”;

3. Bahwa salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.39689/PP/M.XVI/16/2012 Tanggal 15 Mei 2012, atas nama: PT AAA (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) secara langsung melalui Surat Sekretariat Pengadilan Pajak Nomor P.1151/SP.23/2012 tanggal 28 Agustus 2012 hal Pengiriman Putusan Pengadilan Pajak dan diterima secara langsung oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 04 September 2012 sesuai surat Tanda Terima Dokumen DirektoratJenderal Pajak Nomor Dokumen: 2012090401360001;

4. Bahwa dengan demikian, pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.39689/PP/M.XVI/16/2012 tanggal 15 Mei 2012 ini, masih dalam tenggang waktu yang diizinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundangundanganyang berlaku;

5. Bahwa oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia;

III. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali;

Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah:

Tentang Koreksi Positif Dasar Pengenaan Pajak PPN Masa Pajak Januari s.d. September 2007 sebesar Rp659.901.521,00;

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(5)

IV. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;

Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.39689/PP/M.XVI/16/2012 tanggal 15 Mei 2012, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas Putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak (tegenbewijs) atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya peraturan perundang- undangan perpajakan yang berlaku;

1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:

Halaman 19 Alinea ke-2 dan 3:

“Bahwa menurut Majelis jumlah penggantian yang bersifat reimbursement tersebut tidak memenuhi unsur pengertian Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 1 ayat (17) Undang-Undang PPN”;

“Bahwa dengan demikian koreksi Terbanding atas Pendapatan Lainlain sebesar Rp659.901.521,00 tidak dapat dipertahankan”;

2. Bahwa Pasal 76 serta penjelasannya dan Pasal 78 serta penjelasannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU Pengadilan Pajak), menngatur:

Pasal 76:

“Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)”;

Penjelasan Pasal 76:

“Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam undang-undang perpajakan”;

Pasal 78:

“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim”;

Penjelasan Pasal 78:

“Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang- undangan perpajakan”;

3. Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 5, angka 6, angka 7, angka 17, angka 19, dan Pasal 4 huruf c Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU PPN), menyebutkan sebagai berikut:

Pasal 1 angka 5:

“Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau kemudian atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena persamaan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan”;

Pasal 1 angka 6:

“Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini”;

Pasal 1 angka 7:

“Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 6”;

Pasal 1 angka 17:

“Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai lain yang ditetapkan dengan keputusan Materi Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang”;

Pasal 1 angka 19:

“Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undangundang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak”;

Pasal 4 huruf c:

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:

c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha”;

4. Bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU KUP), menyatakan sebagai berikut:

Pasal 28 ayat (3):

”Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya”;

5. Bahwa berdasarkan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1074/PJ.322/2004 tanggal 11 November 2004 tentang Penjelasan Pengertian Penggantian Dan Reimbursement (selanjutnya disebut S-1074/PJ.322/2004), dinyatakan:

Angka 3 huruf a:

“Dalam hal penggantian terdapat suatu jumlah yang ditagih oleh Pengusaha jasa yang berasal dari tagihan pihak ke tiga yang dokumennya langsung atas nama penerima jasa, maka jumlah tersebut tidak merupakan penggantian yang menjadi dasar pengenaan pajak, karena dianggap sebagai reimbursement”;

6. Bahwa Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-568/PJ.53/2006 tanggal 1 September 2006 tentang Permohonan Penegasan tentang Surat Direktorat Jenderal Pajak Nomor 840/P3.53/2005 tanggal 14 September 2005 (selanjutnya disebut S-568/PJ.53/2006) yangmenyimpulkan bahwa:

1) Atas pemanfaatan jasa dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan Dasar pengenaan Pajak sebesar nilai yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa;

2) Atas pembayaran kembali (reimbursement) biaya yang dikeluarkan bukan merupakan bagian Dasar Pengenaan Pajak, sepanjang dokumen-dokumen pabean (invoice, Faktur Pajak dan Iain- lain)diterbitkan oleh Pemberi Jasa langsung atas nama Penerima Jasa;

3) Dalam hal menggunakan sistem re-invoicing, yaitu dokumendokumen Pabean diterbitkan/dibuat kembali untuk menagih pembayaran biaya-biaya yang telah dilakukan kepada Penerima Jasa, maka Dasar Pengenaan Pajak atas pemanfaatan jasa tersebut adalah sebesar nilai penggantian yang diminta atau seharusnya diminta termasuk freight forwarder fee dan marginkeuntungan”;

7. Bahwa berdasarkan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-273/PJ.53/2006 tanggal 25 April 2006 tentang Penegasan PPN atas reimbursement cost (selanjutnya disebut S-273/PJ.53/2006), dinyatakan sebagai berikut:

1. Dalam surat Saudara dikemukakan bahwa:

a. PT ABC adalah perusahaan jasa yang bergerak di bidang jasa survey eksplorasi pertambangan yang terbatas pada perusahaan Kontrak Karya yang berada satu grup dengan PT ABC yaitu DEF;

b. Sejak tahun 2000 seluruh perusahaan kontrak karya yang tergabung dalam DEF tidak beroperasi lagi dan seluruhnya telah dilikuidasi. Untuk mengurangi biaya PT ABC, sejak tahun 2001 seluruh biaya yang berhubungan dengan Presiden Direktur menjadi beban Inco Limited Canada dan tiap bulan PT ABC melakukan penagihan ke Inco Limited melalui Ingold Holding Indonesia Inc. (IGHI);

c. Transaksi reimbursement cost tersebut dicatat sebagai income dan dilaporkan sebagai pendapatan pada SPT Tahunan PT ABC. Namun saat menagih PT ABC tidak mengenakan PPN atas transaksi tersebut karena PT ABC berpendapat bahwa transaksi tersebut semata- mata hanya reimbursement cost (penggantian biaya), bukan penyerahan jasa yang terutang PPN dan bukan objek PPN;

d. Berdasarkan hal-hal tersebut Saudara meminta penegasan apakah transaksi reimbursement cost (penggantian biaya) tersebut terutang PPN”;

3. Berdasarkan ketentuan pada di atas dan memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, dengan ini ditegaskan bahwa transaksi reimbursement cost yang Saudara laporkan dan akui sebagai pendapatan, terutang Pajak Pertambahan Nilai dengan DasarPengenaan Pajak sebesar tagihan yang diminta”;

8. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi positif DPP PPN Masa Pajak Januari s.d. September 2007 atas reimbursement cost yang diterima oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan dilaporkan sebagai pendapatan dalam SPT Tahunan PPh Badan dan dalam melakukan penagihan kepada lawan transaksinya menggunakan system reinvoicing yaitu dokumen yang diterbitkan untuk menagih biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) atas nama Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada penerima jasa;

Maka dengan mengakuinya sebagai pendapatan dan menerbitkan invoice kembali (reinvoicing) berarti reimbursement cost a quo memenuhi unsur pengertian pendapatan reimbursement yang terutang PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar tagihan yang diminta sebesar Rp659.901.521,00;

9. Bahwa menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), pencatatan reimbursment sebagai pendapatan, hal tersebut hanya merupakan metode pencatatannya saja dan saat mengeluarkannya dibukukan sebagai beban yang mana setelah dilakukan nett off atas transaksi tersebut tidak terdapat Nilai Tambah, dan mengenai Re invoicing tidak dilakukan reinvoicing, karena setiap kali Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) melakukan penagihan atas reimbursment tersebut selalu melampirkan bukti asli pengeluaran tersebut sesuai dengan pengeluaran yang sebenarnya tanpa adanya mark up, sedangkan pengertian dari pada reinvoicing jika penagihannya tidak melampirkan pengeluaran pengeluaran yang terjadi, adapun Surat Direktur Pajak Nomor 5-568/P1.53/2006 tanggal 1 September tentang permohonan penegasan perlakukan PPN atas reimbursement cost pada point (a) di perusahaan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak mungkin untuk dilakukan karena reimbursment tersebut adalah beban-beban perjalanan seperti ongkos taxi dan tiket;

10. Bahwa berdasarkan penelitian terhadap pembukuan dan pencatatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) terdapat fakta sebagai berikut:

a. Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) melaporkan reimbursement-nya sebagai pendapatan;

b. Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) menggunakan re-invoicing untuk menagih reimbursement tersebut kepada Penerima Jasa dan biaya yang dikeluarkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) kepada Pemberi Jasa juga atas nama Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding);

11. Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang KUP, pembukuan dan pencatatan yang dilakukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, sehingga adanya pencatatan reimbursement sebagai pendapatan dalam pembukuan Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah sesuai dengankeadaan yang sebenarnya;

12. Bahwa berdasarkan ketentuan S-568/PJ.53/2006 ditegaskan bahwa “Dalam hal menggunakan sistem re- invoicing, yaitu dokumen-dokumen pabean diterbitkan/dibuat kembali untuk menagih pembayaran biayabiaya yang telah dilakukan kepada Penerima Jasa, maka Dasar Pengenaan Pajak atas pemanfaatan jasa tersebut adalah sebesar nilai penggantian yang diminta atau seharusnya diminta termasuk freightforwarder fee dan margin keuntungan”;

13. Bahwa dalam S-273/PJ.53/2006 disimpulkan bahwa transaksi reimbursement cost yang dilaporkan dan diakui sebagai pendapatan, terutang Pajak Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan Pajaksebesar tagihan yang diminta”;

14. Bahwa dalam penegasan kedua Surat Direktur Jenderal Pajak tersebut telah jelas mengatur tentang masalah reimbursement yang dilakukan re-invoicing dan selanjutnya dilaporkan dan diakui sebagai pendapatan maka hal tersebut terutang PPN, dan fakta ini yang terjadi dalam sengketa ini, dimana Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah melakukan re-invoicing dan mencatat reimbursementtersebut sebagai pendapatan;

15. Bahwa aturan tersebut di atas sudah sangat jelas dan tidak menimbulkan multi tafsir dan dibuat untuk melakukan penyeragaman tentang masalah reimbursement, dimana perlakukan reimbursement tersebut dapat terutang PPN ataupun tidak terutang PPN, maka apabila perlakuan reimbursement tersebut sesuai dengan syarat yang telah disebutkan dalam S-568/PJ.53/2006 dan S-273/PJ.53/2006, maka atas reimbursement tersebut, Termohon Peninjauan Kembali (semulaPemohon Banding) harus memungut PPN;

16. Bahwa fakta lain yang terungkap, tagihan atas reimbursement hasil reinvoicing dilakukan atas nama Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding), sehingga hal ini juga tidak memenuhi unsur bukan merupakan bagian Dasar Pengenaan Pajak sesuai denganS-568/PJ.53/2006;

17. Bahwa dalam sudut pandang akuntansi, syarat-syarat suatu pembayaran dinyatakan reimbursement adalah sebagai berikut:

- Dalam penagihan (invoice) terdapat tagihan pihak ketiga yang dokumennya langsung atas nama penerima jasa;

- Jumlah yang ditagihkan tidak di-mark-up;

- Bukti asli dari pihak ketiga diserahkan kepada pihak kedua sebagai penanggung beban yang sebenarnya;

- Terdapat kontrak kerja antara pihak pertama dengan pihak ketiga;

18. Bahwa sesuai dengan S-1074/PJ.322/2004 ditegaskan bahwa dalam hal penggantian terdapat suatu jumlah yang ditagih oleh Pengusaha jasa yang berasal dari tagihan pihak ke tiga yang dokumennya langsung atas nama penerima jasa, maka jumlah tersebut tidak merupakan penggantian yang menjadi dasar pengenaan pajak, bahwa faktanya tidak ada pembuktian atas reimbursement tersebut terkait dengan:

- Apakah invoice dari pihak ketiga adalah atas nama pihak prinsipal yang ada di Luar Negeri ataukah Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebagai penerima jasa;

- Apakah jumlah yang ditagihkan kepada pihak prinsipal yang ada di Luar Negeri sama dengan jumlah yang dibayarkan kepada pihak pemberi jasa;

19. Bahwa dengan tidak dilakukan pembuktian atas hal tersebut tidak dapat diketahui apakah reimbursement yang dilaporkan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) sebagai pendapatan tersebut telah memenuhi reimbursement sebagaimana ketentuandalam S-1074/PJ.322/2004;

20. Bahwa sesuai dengan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak dinyatakan Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundangundangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim, sedangkan dalam sengketa ini penilaian pembuktian tidak dilakukan mengingat tidak ada pembuktian atas tagihan dari pihakketiga yang dilakukan oleh Majelis;

21. Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 17 dan angka 19 Undang-Undang PPN ditegaskan bahwa adalah Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai lain yang ditetapkan dengan keputusan Materi Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terhutang dan Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak, sehingga dalam hal ini Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) telah memenuhi aturan tersebut dan atasreimbursement tersebut terutang PPN;

22. Bahwa dengan demikian, atas Putusan Majelis Hakim telah mengabulkan banding Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) terkait koreksi DPP PPN Masa Pajak Januari s.d. September 2007 sebesar Rp659.901.521,00 tidak sesuai dengan bukti dan fakta yang ada dan tidak memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 17,19 Undang-Undang PPN juncto Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-568/PJ.53/2006 dan Nomor S-273/PJ.53/2006, sehingga Majelis telah melanggar ketentuan dalam Pasal 78 Undang- Undang PengadilanPajak;

23. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyatanyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah mengabaikan faktafakta yang terungkap di persidangan dan dasar-dasar hukum perpajakan yang berlaku dalam amar pertimbangan dan amar putusannya tersebut, sehingga pertimbangan dan amar Putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(6)

V. Bahwa dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.39689/PP/M.XVI/16/2012 tanggal 15 Mei 2012 yang menyatakan:

Mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-421/WPJ.21/BD.06/2009 tanggal 7 Desember 2009, tentang Keberatan Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari s.d. September 2007 Nomor 00006/207/07/048/08 tanggal 28 November 2008, atas nama: PT AAA, NPWP 0X.X0X.XXX.X-0XX.000, beralamat di Jalan QQQ Blok, Nomor X-C, Jakarta Utara 14350, perhitungan pajaknya sesuai perhitungan di atas;

adalah tidak benar dan nyata-nyata telah bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

PERTIMBANGAN HUKUM

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa yang menjadi pokok permasalahan dalam sengketa ini adalah: Apakah biaya talangan untuk pembelian tiket, pembayaran hotel, biaya taksi airport, biaya perlengkapan crew, dan PPN atas pemasukan kapal untuk keperluan produksi Drilltech Singapura dapat dikreditkan? Apakah penagihan oleh Pemohon Banding kepada lawan transaksi menggunakan sistem reinvoicing. Sehingga merupakan pendapatan reimbursement yang terutang PPN?

Bahwa berdasarkan fakta di sidang pengadilan, tagihan yang diterima pembayarannya kembali oleh Pemohon Banding adalah pembayaran yang bersifat reimbursement karena besarnya jumlah yang ditagih oleh Pemohon Banding yang berasal dari besarnya jumlah biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan jasa kepada pihak ketiga (CORE-IRM PTE., Ltd.);

Bahwa berdasarkan bukti penagihan Pemohon Banding kepada Drilltech terbukti tidak membuat kembali dokumen- dokumen baru untuk menagih pembayaran biaya-biaya yang telah dilakukan kepada CORE-IRM PTE., Ltd., Singapura berupa biaya perjalanan (tiket pesawat, hotel dan taksi airport, Biaya Perlengkapan Crew), oleh karena itu tidak dapat disebut Pemohon Banding menggunakan sistem reinvoicing;

Bahwa penggantian yang bersifat reimbursement tersebut tidak memenuhi unsur pengertian Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 1 ayat (17) Undang-Undang PPN;

Bahwa dengan demikian tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut adalah tidak beralasan, sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait;

MENGADILI,

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara eksklusif untuk www.ortax.org dan TaxBase, 2022

(7)

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Kamis, tanggal 12 Januari 2017 oleh Dr.

GTR, S.H., C.N., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, JSL, S.H., M.Hum. dan BVC, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh HFK, S.H., M.H. Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.

Anggota Majelis:

ttd.

JSL, S.H., M.Hum.

ttd.

BVC, S.H., M.H.

Ketua Majelis, ttd.

Dr. GTR, S.H., C.N.

Panitera Pengganti, ttd./

HFK, S.H., M.H.

Biaya-biaya :

1. Meterai ……... Rp 6.000,00 2. Redaksi ……... Rp 5.000,00 3. Administrasi …... Rp2.489.000,00 Jumlah …... Rp2.500.000,00

Untuk Salinan MAHKAMAH AGUNG R.I.

a.n. Panitera

Panitera Muda Tata Usaha Negara,

H. YYY, S.H.

NIP. XX0000XXX

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu Mahkamah Agung RI sebagai payung hukum yang tertinggi di negeri yang kita cintai ini, dapat memutuskan perkara ini dengan seadiladilnya, yaitu dengan membatalkan

Bahwa putusan Majelis tersebut tidak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku yang mengatur bahwa Surat Keterangan Domisili sudah harus dimiliki oleh Termohon Peninjauan

Surat bantahan dari Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) Nomor GB-COJF-VEN-L-00444 tanggal 25 Januari 2012 menyatakan “Dengan demikian seharusya Terbanding

Bahwa pokok sengketa banding adalah koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Pajak Masukan sebesar Rp171.497.554,00 yang digunakan untuk menghasilkan Tandan

Bahwa terkait perbedaan pendapat antara Pemohon Peninjauan Kembali dan Termohon Peninjauan Kembali yaitu apakah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak

Bahwa terhadap permasalahan eksportasi yang melampaui tanggal perkiraan ekspor dan barang ekspor dimuat diluar kawasan pabean berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf c dan Pasal

bahwa pokok sengketa koreksi atas Pajak Masukan, menurut Terbanding bahwa Pajak Masukan tidak memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 24 UU PPN dan Pasal 13 ayat (9) Undang-Undang PPN

Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena