• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh lingkungan. Maka dari itu, lingkungan mempunyai andil yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh lingkungan. Maka dari itu, lingkungan mempunyai andil yang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Lingkungan, kesehatan lingkungan adalah upaya pencegahan penyakit dan/atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh sangat besar terhadap kesehatan manusia karena berbagai faktor penyebab penyakit dipengaruhi oleh lingkungan. Maka dari itu, lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap status kesehatan yang disusul oleh perilaku (Kasnodihardjo, 2013)

Para ahli kesehatan masyarakat pada umumnya sepakat bahwa kualitas kesehatan lingkungan adalah salah satu dari empat faktor yang mempengaruhi kesehatan manusia menurut H.L Blum yang merupakan faktor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pencapaian derajat kesehatan.

Memang tidak selalu lingkungan menjadi faktor penyebab, melainkan juga sebagai penunjang, media transmisi maupun memperberat penyakit yang telah ada. Lingkungan bisa menjadi faktor risiko kesehatan terjadinya penyakit berbasis lingkungan. Penyakit berbasis lingkungan adalah suatu kondisi patologis berupa kelainan fungsi atau morfologi suatu organ tubuh yang

(2)

disebabkan oleh interaksi manusia dengan segala sesuatu disekitarnya yang memiliki potensi penyakit (Purnama, 2016).

Penyakit berbasis lingkungan masih menjadi permasalahan hingga saat ini, salah satu penyakit berbasis lingkungan yaitu skabies. Skabies adalah penyakit kulit menular akibat infestasi dan sensitisasi tungau Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya (Yunita,. dkk, 2015). Skabies adalah kondisi pada

kulit yang tidak hanya dapat menyebabkan infeksi akan tetapi juga sangat mengganggu. Penderita tidak dapat menghindari untuk menggaruk setiap saat akibat adanya tungau (kutu skabies) di bawah kulit. Pada kenyataannya, skabies menyerang jutaan dari orang di seluruh dunia setiap tahun berdasarkan laporan pemerintah. Skabies tidak hanya terjadi pada golongan tertentu baik kaya maupun miskin, muda atau tua, karena penyakit ini dapat menyerang siapapun. Skabies menyebabkan penderitaan pada banyak orang dikarenakan tidak dapat tidur dengan tenang pada malam hari disebabkan rasa gatal.

Keseluruhan permukaan badan menimbulkan reaksi saat tungau beraktifitas pada permukaan kulit sehingga menimbulkan gatal (Ridwan,. dkk, 2017)

World Health Organization (WHO) menyatakan angka kejadian skabies pada tahun 2014 sebanyak 130 juta orang didunia. Tahun 2014 menurut Internasional Alliance for the Control Of Scabies (IACS) kejadian skabies bervariasi mulai dari 0,3% menjadi 46%.. Penyakit skabies banyak dijumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena Indonesia merupakan Negara beriklim tropis. Indonesia belum terbebas dari penyakit skabies dan masih menjadi salah satu masalah penyakit menular di Indonesia. Karena prevalensi skabies di

(3)

Indonesia menurut data Depkes RI pada tahun 2013 yakni 3,9 – 6 % (Ridwan,.

dkk, 2017).

Menurut Ratnasari,. dkk, (2014) Pondok Pesantren adalah sekolah Islam dengan sistem asrama dan pelajarnya disebut santri. Pelajaran yang diberikan adalah pengetahuan umum dan agama tetapi dititikberatkan pada agama Islam. Pondok pesantren (Ponpes) sebagai tempat mendalami ilmu agama Islam dikenal sering bermasalah dengan aspek sanitasi. Skabies merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang umum terjadi di pondok pesantren yang bisa diakibatkan oleh lingkungan pondok yang tidak saniter.

Skabies ini sering dikaitkan sebagai penyakitnya anak pesantren alasannya karena anak pesantren suka/gemar bertukar, pinjam meminjam pakaian, handuk, sarung, bahkan bantal, guling dan kasurnya kepada sesamanya, sehingga disinilah faktor penyebab penyakit mudah tertular dari satu santi ke santri yang lain . Kasus penyakit skabies masih sangat tinggi di Indonesia terutama pada lingkungan masyarakat pesantren. Hal ini tergambar pada penelitian yang dilakukan bahwa prevalensi Skabies pada Pondok pesantren di Kabupaten Lamongan sebanyak 64,2%, sejalan dengan hasil penelitian di Pasuruan prevalensi Skabies di Pondok pesantren adalah 70%

(Ridwan,. dkk, 2017).

Skabies merupakan penyakit endemik yang merupakan penyakit yang selalu ditemukan setiap tahun di masyarakat. Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat mengenai semua golongan

(4)

umur. Penyakit kulit skabies merupakan penyakit yang mudah menular.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit skabies diantaranya yaitu karakteristik individu, personal hygiyene, dan sanitasi lingkungan (Ridwan,. dkk, 2017). Sedangkan menurut Yunita., dkk, (2015) beberapa faktor yang berkontribusi dalam kejadian skabies yaitu; kontak dengan penderita skabies, rendahnya tingkat personal hygiene dan kondisi lingkungan yang mendukung untuk berkembangnya skabies seperti kepadatan hunian, sanitasi yang tidak baik, dan akses air bersih yang sulit.

Kepadatan hunian asrama sangat berpengaruh kepada kejadian penyakit skabies di pesantren, karena kepadatan hunian mempengaruhi kualitas fisik udara di asrama. Kepadatan hunian juga dapat mempengaruhi kelembaban di dalam ruangan, dimana penghuni yang melebihi kapasitas ruangan akan meningkatkan suhu ruangan menjadi panas. Perubahan suhu ini dikarenakan proses pengeluaran panas dari tubuh manusia dan ditambah dengan pengeluaran uap air dari pernapasan maupun penguapan cairan tubuh melalui kulit. Hal ini akan meningkatkan kelembaban dalam ruangan. Kelembaban di dalam ruangan tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor, tetapi oleh beberapa faktor yaitu iklim setempat, kondisi ventilasi ruangan, intensitas sinar matahari yang masuk dan sebagainya. Namun, hal yang penting mengenai kelembaban ruangan bahwa umur tungau skabies di luar kulit dapat mencapai 19 hari apabila berada di kondisi ruangan yang lembab. Normalnya, tungau dapat bertahan hidup di luar kulit manusia dalam keadaan normal hanya selama 2-3 hari. Usia tungau yang semakin panjang ini akan menyebabkan tungau makin

(5)

mudah menular ke orang lain.(Yunita,. dkk, 2015). Maka dari itu, kualitas fisik udara berpengaruh terhadap penyakit skabies.

Hasil penelitian menunjukkan lingkungan fisik kamar santri berpengaruh terhadap kejadian penyakit skabies, seperti kelembaban 75% tidak baik, pencahayaan 70,8%, suhu 83,3% tidak baik, berpengaruh terhadap kejadian penyakit skabies. Ventilasi ruang kamar santri pun berpengaruh terhadap kejadian penyakit skabies, karena ventilasi merupakan salah satu parameter yang paling berperan dalam penularan penyakit skabies (Lathifa (2014), dalam Ibadurrahmi,. dkk, (2016)). Selain lingkunan fisik udara Asrama, perilaku kebersihan diri (personal hygiene) santri berpengaruh terhadap kejadian penyakit skabies, dengan hasil sebagai berikut: pengetahuan tentang kebersihan perseorangan 13,3% kurang, sikap kebersihan perseorangan santri 16,7% negatif, tindakan kebersihan perseorangan santri 83,3% rendah (Akmal dkk. (2013), Ibadurrahmi., dkk, (2016).).

Pondok Pesantren Sabiilul Wafaa merupakan salah satu Pondok Pesantren yang berada di Kota Cimahi. Pondok Pesantren Sabiilul Wafaa didirikan pada tahun 2016. Tingkatan pembelajaran di pondok pesantren Sabiilul Wafaa terdiri dari 2 tingkatan yaitu Madrasah Tsanawiyah (SMP) dan Madrasah Aliyah (SMA). Pembelajaran di pondok pesantren Sabiilul Wafaa terpisah antara putra dan putri. Asrama atau pondok hanya terdiri dari beberapa kamar namun ditempati oleh 4-5 orang dengan luas ruangan asrama yang kecil, maka perlu di observasi kualitas fisik udara.

(6)

Pondok Pesantren Sabiilul Wafaa terbilang merupakan pesantren yang masih baru yang baru beroperasi 3 tahun, fasilitas yang terdapat di dalam pesantren cukup lengkap namun belum dilengkapi dengan fasilitas kesehatan untuk warga pesantren sehingga belum dapat dikatakan Pesantren Sehat.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Pos Kesehatan Pesantren, setiap pesantren harus memiliki fasilitas kesehatan sendiri yang selanjutnya disebut Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren), yang bertujuan untuk mewujudkan kemandirian warga pondok pesantren dan masyarakat sekitar dalam berperilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Didukung dengan topografi Kota Cimahi berada dalam Kawasan Cekungan Bandung (Bandung Basin), daerah yang berada di cekungan bandung memiliki iklim yang lembab dan sejuk dengan suhu udara 22,7 – 23,2 ºC serta kelembaban udara minimum 73% (Ningrum dan Narulita,2018).

Cuaca dan iklim suatu daerah berpengaruh terhadap pathogenesis berbagai penyakit yang berbeda, penyakit yang biasanya ditemukan di wilayah Cekungan Bandung yaitu DBD, scabies, diare, malaria.

Berdasarkan data dari Puskesmas Citeureup tahun 2018 terdapat 36 santri yang terkena skabies. Dilihat dari hasil survei dan observasi awal yang dilakukan peneliti, lingkungan di asrama Pondok Pesantren Sabiilul Wafaa merupakan lingkungan yang kurang sehat. Kondisi asrama yang lembab, pengap, dan kurangnya pencahayaan yang masuk ke dalam asrama, penataan ruangan yang tidak rapi, pakaian menggantung disepanjang dinding dan lemari.

(7)

Kepadatan hunian, kondisi ruangan dan penataan ruangan yang tidak rapi dapat berpotensi menimbulkan kejadian skabies. Kebiasaan perilaku santri terhadap perawatan diri (personal hygiene) masih buruk seperti intensitas mandi, pemakaian handuk, pakaian, sprei, dan perlengkapan tidur secara bersamaan sehingga bisa menyebabkan terjadi penularan tungau.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Kualitas Fisik Udara dan Personal Hygiene Santri Terhadap Kejadian Penyakit Kulit (Skabies) Di Pondok Pesantren Sabiilul Wafaa Kota Cimahi”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan antara kualitas fisik udara dan personal hygiene santri terhadap kejadian penyakit skabies di Pondok

Pesantren Sabiilul Wafaa Kota Cimahi?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan antara kualitas fisik udara dan personal hygiene santri terhadap penyakit skabies di Pondok Pesantren

Sabiilul Wafaa Kota Cimahi.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui hubungan kualitas fisik udara yang meliputi suhu, kelembaban, dan pencahayaan serta faktor yang mempengaruhi kualitas fisik udara yaitu luas ventilasi dan kepadatan hunian

(8)

terhadap kejadian penyakit kulit (scabies) di Pondok Pesantren Sabiilul Wafaa

2. Mengetahui hubungan personal hygiene santri terhadap kejadian penyakit kulit (scabies) di Pondok Pesantren Sabiilul Wafaa

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah hubungan kualitas fisik udara (Suhu, Kelembaban, Pencahayaan, Ventilasi, dan Kepadatan Hunian), dan Personal Hygiene Santri terhadap kejadian penyakit kulit (scabies) di Pondok Pesantren Sabiilul Wafaa Kota Cimahi.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang kesehatan lingkungan, khususnya mengenai penyakit skabies dan faktor-faktor penyebab penyakit skabies di pondok pesantren.

1.5.2 Bagi Santri

Dapat menjadi masukan terhadap upaya pencegahan skabies, sehingga dapat menjaga kesehatan diri khususnya yang berkaitan dengan penyakit skabies.

1.5.3 Bagi Pengelola Pesantren

Dapat memberikan informasi tentang gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit kulit skabies, sehingga dapat dibuat

(9)

kebijakan dan strategi penanganan masalah tersebut oleh pihak pengelola pesantren.

1.5.4 Bagi Institusi

Dapat menambah referensi atau pembendaharaan ilmu pengetahuan dan kepustakaan bagi perpustakaan kampus Jurusan Kesehatan Lingkungan, khususnya mengenai penyakit skabies.

Referensi

Dokumen terkait

Uji statistik dengan variabel umur yang menjadi variabel pengganggu dalam penelitian ini dengan keluhan muskuloskeletal menunjukkan ada hubungan yang tidak

Warga negara memiliki peran yang vital bagi keberlangsungan sebuah negara. Oleh karena itu, hubungan antara warga negara dan negara sebagai institusi yang menaunginya

Lapidus bahwa kaum fundamentalis tidak sedang memperjuangkan tatanan sosial yang pernah ada dalam sejarah Islam, namun mengupayakan suatu rekonstruksi identitas

Anggaran yang disusun dengan baik menerapkan standar yang relevan akan memberikan pedoman bagi perbaikan operasi perusahaan dalam menentukan langkah-langkah yang harus ditempuh

yang terisolasi pada VLAN yang berbeda di bawah kendali network administrator sehingga peneliti dapat mengontrol lalu lintas mereka sendiri, dan menambah ataupun

Kerja sama sister city yang pertama kali dilakukan oleh Kota Bandung mulai pada tahun 1960 ini diawali karena adanya perguruan tinggi khusus keguruan dan teknik

Untuk itu PT Telkom Indonesia Witel Jatim Selatan Malang perlu pemimpin yang reformasi yang mampu menjadi motor penggerak perubahan (transformation), dengan

Penentuan dan pembagian tersebut diperuntukkan sesuai dengan keperluan dalam bidang pertambangan, seperti dalam hal penentuan wilayah usaha pertambangan, wilayah pertambangan