• Tidak ada hasil yang ditemukan

KADAR AIR TITIK JENUH SERAT BEBERAPA JENIS KAYU PERDAGANGAN INDONESIA ARIF RAKHMAN HARIJADI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KADAR AIR TITIK JENUH SERAT BEBERAPA JENIS KAYU PERDAGANGAN INDONESIA ARIF RAKHMAN HARIJADI"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

KADAR AIR TITIK JENUH SERAT

BEBERAPA JENIS KAYU PERDAGANGAN INDONESIA

ARIF RAKHMAN HARIJADI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(2)

ARIF RAKHMAN HARIJADI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan Program Studi Teknologi Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(3)

RINGKASAN

Arif Rakhman Harijadi. E24104059. Kadar Air Titik Jenuh Serat Beberapa Jenis Kayu Perdagangan Indonesia. Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS.

Kelemahan kayu dibanding bahan substitusi seperti logam dan beton adalah sifat higroskopis yang dimilikinya. Sifat tersebut mempengaruhi stabilitas dimensi kayu yang apabila tidak diantisipasi dengan baik akan menimbulkan masalah dalam proses pengolahan dan pemakaian.

Higroskopisitas kayu berhubungan dengan suhu dan kelembaban relatif (RH) udara di sekitarnya. Pada ruangan ber-RH tinggi, kayu akan menyerap uap air yang ada dan sebaliknya pada ruangan dengan RH yang rendah kayu akan melepaskan uap air ke udara. Proses tersebut terus berlangsung sampai tercapai keseimbangan antara kadar air (KA) kayu dengan RH lingkungannya.

Besarnya KA kayu pada kondisi titik jenuh serat (TJS) sangat tergantung pada jenis kayu. Pada kondisi di bawah TJS, perubahan nilai KA akan mempengaruhi sifat dan kekuatan kayu. Pengurangan nilai KA akan mengakibat- kan kayu menyusut, dan sebaliknya penambahan nilai KA akan mengakibatkan kayu mengembang. Mengingat penelitian mengenai nilai KA-TJS untuk kayu perdagangan Indonesia belum pernah dilakukan, maka dilakukanlah penelitian ini, dengan menggunakan kayu-kayu cepat tumbuh yang mulai banyak dipergunakan.

Harapannya agar dapat meningkatkan kinerja para teknisi pengolahan kayu khususnya di bidang pengeringan. Dengan diketahuinya nilai KA-TJS, maka proses pengeringan akan berjalan dengan lebih baik karena menggunakan jadwal pengeringan yang lebih tepat karena awal keluarnya air dari dalam kayu telah diketahui dengan pasti.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sifat Dasar dan Laboratorium Pengerjaan Kayu (workshop), Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Fakultas Kehutanan IPB dari bulan Juli sampai Oktokber 2008. Bahan penelitian utama adalah lima jenis kayu yaitu: sengon, gmelina, nangka, manii, dan mangium yang masing-masingnya dalam keadaan basah. Alat yang digunakan terdiri dari timbangan elektrik, kaliper, gergaji, moisture meter, dan alat tulis.

Ukuran contoh uji yang digunakan adalah penampang (2 x 2) cm dan panjang (4- 5) cm untuk pengujian KA, BJ, dan penyusutan, dimana pengujian KA dan BJ kayu dilakukan mengikuti prosedur sebagaimana metode Gravimetri, sedangkan nilai penyusutan kayu diperoleh dengan cara menjumlahkan susut ketiga dimensi.

Data kemudian ditabulasi lalu dihitung nilai rata-ratanya (tidak mengikutsertakan nilai pencilan), dan selanjutnya dibandingkan dengan rata-rata nilai sejenis dari pustaka yang dijadikan sebagai rujukan.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai KA kondisi basah (KA-B) yang diperoleh untuk kelima jenis kayu yang diteliti berkisar antara 38,34%

(mangium) sampai 112,78% (manii), sedangkan untuk kondisi kering udara (KA- KU) berkisar antara 13,65% (manii) sampai 15,32% (sengon). Keragaman yang tinggi khususnya pada nilai KA-B dipengaruhi oleh perbedaan jenis dan lokasi tempat tumbuh, sementara keragaman yang rendah pada nilai KA-KU menunjukkan bahwa nilai KA pada seluruh sampel telah sesuai dengan KA lingkungan. Kayu dalam kondisi setimbang dengan lingkungannya.

(4)

dalam hal tebal dinding sel dan kandungan zat ekraktif. Jika dibandingkan dengan pustaka yang ada, rata-rata BJ kayu mangium yang diteliti tergolong rendah. Hal ini dimungkinkan akibat adanya perbedaan umur dan asal tegakan yang digunakan.

Nilai penyusutan volume kayu baik dari basah ke kering udara (B-KU) maupun dari basah ke kering tanur (B-KT) relatif seragam untuk kelima jenis kayu yang diteliti. Nilai tertinggi terdapat pada kayu sengon, masing-masing sebesar 3,52% (B-KU) dan 8,90% (B-KT), sedangkan nilai terendah pada kayu manii sebesar 2,58% (B-KU) dan 7,32 (B-KT). Jika dibandingkan dengan pustaka yang dijadikan rujukan, nilai penyusutan yang diperoleh secara umum lebih rendah. Hal ini dimungkinkan akibat adanya perbedaan dalam hal umur sampel, asal tegakan, dan lokasi sampel dalam batang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai KA-TJS untuk kayu sengon, gmelina, nangka, manii, dan mangium berturut-turut adalah sebesar 22,86%, 18,36%, 15,23%, 19,06%, dan 22,92%. Nilai-nilai ini mendekati nilai pustaka yang dijadikan rujukan meskipun cenderung lebih rendah. Dengan demikian maka rata-rata nilai KA-TJS pada ke-lima jenis kayu perdagangan Indonesia yang diteliti khususnya sengon, gmelina, nangka, manii, dan mangium ternyata dibawah 30%.

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul ”Kadar Air Titik Jenuh Serat Beberapa Jenis Kayu Perdagangan Indonesia” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2009

Arif Rakhman Harijadi NRP E24104059

(6)

Nama Mahasiswa : Arif Rakhman Harijadi

NIM : E24104059

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS NIP. 19630106 198703 1 004

Mengetahui,

Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB

Dr. Ir. Dede Hermawan, MScF.

NIP. 19630711 199103 1 002

Tanggal Ujian: 26 Juni 2009

(7)

Judul Penelitian : Kadar Air Titik Jenuh Serat Beberapa Jenis Kayu Perdagangan Indonesia

Nama Mahasiswa : Arif Rakhman Harijadi

NIM : E24104059

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS NIP. 19630106 198703 1 004

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan IPB

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 19611126 198601 1 001

Tanggal Ujian: 26 Juni 2009 Tanggal Lulus:

(8)

telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, serta kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW yang telah memberikan suri tauladan yang baik bagi umatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Kadar Air Titik Jenuh Serat Beberapa Jenis Kayu Perdagangan Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh nilai kadar air kondisi titik jenuh serat (KA-TJS) beberapa jenis kayu perdagangan Indonesia dan mempelajari apakah ada pengaruh jenis kayu terhadap nilai yang dihasilkan.

Mudah-mudahan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang berguna sekaligus membantu industri pengeringan kayu Indonesia. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih perlu dikembangkan demi kesempurnaannya. Oleh karena itu kritik dan saran demi perkembangan penelitian selanjutnya sangat diharapkan. Akhirnya, penulis berharap semoga karya kecil ini tidak mengurangi hakikat kebenaran ilmiah dan bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Amin.

Bogor, Juni 2009

Arif Rakhman Harijadi

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 19 Juli 1986 sebagai anak tunggal dari pasangan Bambang Harijadi (Bapak) dan Mu’asomah (Ibu). Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU 1 Jombang dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan diterima di Fakultas Kehutanan Departemen Teknologi Hasil Hutan.

Selama studi di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan yaitu sebagai anggota BKIM pada tahun 2004-2005, staf Departemen Rumah Tangga Asrama Sylvasari 2005-2006, dan staf Departemen Kewirausahaan Asrama Sylvasari 2006-2007. Selain itu, penulis juga aktif dalam kegiatan berbagai kepanitiaan organisasi kemahasiswaan dilingkup Fakultas Kehutanan IPB. Pada tahun 2007 penulis melakukan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di BKPH Getas (KPH NGAWI) Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, BKPH Gunung Slamet Barat (KPH Banyumas Timur) dan BKPH Rawa Timur (KPH Banyumas Barat) Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Pada tahun 2008 seyogyanya penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) namun gagal karena program KKN tahun itu ditiadakan di tingkat IPB, sehingga sebagai gantinya baru pada tahun 2009 penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PGT Rejowinangun, Trenggalek, Jawa Timur Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dengan judul ”Kadar Air Titik Jenuh Serat Beberapa Jenis Kayu Perdagangan Indonesia” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS.

(10)

ii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala sesuatu yang tidak terkira dengan kata-kata dan kepada baginda Muhammad SAW sebagai suri tauladan yang baik bagi umatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Selain itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua (Bapak Bambang Harijadi dan Ibu Mu’asomah). Terima kasih yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata melainkan dengan do’a sepanjang usia. Juga kepada seluruh keluarga besar di Jombang serta seluruh keponakan dan keluarga lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas pengertian dan dukungannya.

2. Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS atas bimbingan, perhatian, dan dukungannya.

3. Prof. Dr. Ir. IGK Tapa Darma, M.Sc dan Ir. Agus Priyono, MS masing-masing sebagai dosen penguji wakil dari Departemen Silvikultur dan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata atas koreksi, saran, nasihat, untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, dan TPB yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas ilmu yang telah diberikan. Baktimu tidak akan dilupakan.

5. Seluruh staf penunjang Departemen Hasil Hutan dan Fakultas Kehutanan atas perhatian dan bantuannya.

6. Anggota Jejaka Sylvasari (Anwar, Inama, Puji, Febi, Husen, Adi, Rio, Ajid, Sulfan, Adan, Sahab, Dwi, Tommy, Edo, Budi, Fahmi, Yoga, Patria, Embang, dan Rendra) dan keluarga besar Asrama Sylvasari atas tali kasih dan persahabatannya.

7. Keluarga Besar Hasil Hutan 41 dan Team PKL PGT Rejowinangun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur (Arie, Ryan, Agung). Terima kasih atas persahabatan dan kekeluargaannya.

(11)

iii

iii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Hipotesis ... 2

1.4 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kadar Air ... 3

2.2 Kadar Air Titik Jenuh Serat ... 3

2.3 Berat Jenis ... 4

2.4 Penyusutan ... 4

2.5 Deskripsi Beberapa Jenis Kayu yang Digunakan ... 6

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat ... 10

3.2 Alat dan Bahan ... 10

3.3 Pelaksanaan Penelitian ... 10

3.4 Pengolahan Data ... 11

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air ... 12

4.2 Berat Jenis ... 13

4.3 Penyusutan Volume ... 14

4.4 Kadar Air Titik Jenuh Serat ... 16

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 18

5.2 Saran ... 18

DAFTAR PUSTAKA ... 19

LAMPIRAN ... 21

(12)

ii

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Perubahan dimensi Acacia mangium pada berbagai KA ... 7 2. Rata-rata nilai KA kelima jenis kayu pada berbagai kondisi ... 12 3. Rata-rata pengurangan KA dan laju keluarnya KA ... 13 4. Rata-rata nilai BJ kelima jenis kayu yang diteliti dibandingkan BJ

rujukan ... 13 5. Rata-rata nilai penyusutan kayu kelima jenis kayu yang diteliti ... 14 6. Rata-rata nilai penyusutan kayu kelima jenis kayu yang diteliti

dibandingkan penyusutan rujukan ... 16 7. Rata-rata nilai KA-TJS kelima jenis kayu ... 16

(13)

iii

iii

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Nilai KA basah dan kering udara untuk kelima jenis kayu ... 25

2. Nilai susut volume kering udara dan kering tanur untuk kelima jenis kayu ... 25

3. Nilai KA-TJS hasil penelitian dan rujukan untuk kelima jenis kayu ... 25

4. Sampel Acacia mangium ... 26

5. Sampel Arthocarpus heterophyllus ... 26

6. Sampel Gmelina arborea ... 27

7. Sampel Paraserianthes falcataria ... 27

8. Sampel Maesopsis eminii ... 28

9. Kaliper ... 28

10. Lup ... 29

11. Oven ... 29

(14)

iv

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Rekapitulasi data penelitian untuk kelima jenis kayu yang diteliti ... 22 2. Histogram nilai untuk kelima jenis kayu pada kondis basah,

kering udara, penyusutan, dan KA-TJS ... 25 3. Foto penelitian ... 26

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kayu pada umumnya digunakan dalam kondisi kering udara. Oleh karena itu, sebelum digunakan dan atau diolah lebih lanjut, kayu harus dikeringkan hingga mencapai besaran kadar air (KA) yang sesuai dengan kondisi lingkungan dimana kayu tersebut nantinya digunakan.

KA kondisi titik jenuh serat (KA-TJS) merupakan batas dimulainya penyusutan kayu. Bila KA kayu terus berkurang atau lebih rendah dari KA- TJS, maka kayu akan menyusut. Sebaliknya, bila terjadi peningkatan nilai KA kayu di bawah selang nilai KA-TJS, kayu akan mengembang. Dengan demikian, pengetahuan akan besarnya nilai KA-TJS sangat penting karena akan mempengaruhi kualitas hasil pengeringan yang dilakukan.

Penyusutan akan mengakibatkan ukuran kayu berubah, demikian pula halnya dengan bentuk sortimen kayu. Oleh karena itu besar penyusutan diusahakan tidak lebih besar dari tegangan yang ada dalam kayu. Hal inilah yang diatur saat mengeringkan kayu menggunakan kilang, yang biasa dikenal dengan penyusunan jadwal pengeringan kayu.

Penelitian tentang nilai KA-TJS kayu-kayu Indonesia relatif masih jarang atau bisa dikatakan belum pernah ada. Selama ini untuk membuat jadwal pengeringan, dipakai nilai KA-TJS rata-rata sebesar 30%. Bila besarnya KA-TJS diketahui dengan tepat, dapat dipastikan bahwa kualitas pengeringan kayu dapat lebih ditingkatkan karena susut yang terjadi telah disesuaikan dengan tegangan dalam yang ada pada kayu yang sedang dikeringkan. Dengan demikian, cacat pengeringan dapat dihindari.

Atas dasar itulah dilakukan penelitian ini dengan harapan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu sebagai bahan baku. Bila hal ini tercapai, maka industri pengeringan kayu secara tidak langsung turut berperan dalam menjaga kelestarian sumberdaya hutan alam kita yang kualitas dan kuantitasnya mulai berkurang.

(16)

2 1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh nilai kadar air kondisi titik jenuh serat (KA-TJS) beberapa jenis kayu perdagangan Indonesia dan mempelajari apakah ada pengaruh jenis kayu terhadap nilai yang dihasilkan.

1.3 Hipotesis

Hipotesis yang ingin diuji melalui penelitian ini adalah:

1. KA-TJS kayu perdagangan Indonesia sebanding dengan nilai KA-TJS kayu-kayu luar negeri, yakni berkisar antara 23-32% dengan nilai rata-rata sebesar 30%.

2. KA-TJS tidak dipengaruhi oleh jenis kayu.

1.4 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Dengan mengetahui nilai TJS maka dapat dihasilkan suatu jadwal pengeringan yang lebih tepat.

2. Membantu meningkatkan efisiensi bahan baku industri perkayuan khususnya dalam hal pengeringan.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kadar Air (KA)

Haygreen dan Bowyer (1996) mendefinisikan KA sebagai berat air yang dinyatakan sebagai persen terhadap berat kayu bebas air atau berat kering tanur (BKT)-nya. Di dalam kayu, KA kayu berkisar antara 40 sampai 200%. Keragaman nilai KA dapat terjadi antar spesies, bahkan antar bagian dari pohon yang sama (Forest Product Laboratory Technical 1999).

Air di dalam kayu terdiri dari air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-sama menentukan nilai KA kayu. Dalam satu jenis pohon, KA kayu kondisi segar bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon (Haygreen dan Bowyer 1996). Brown et. al. (1952) menyatakan bahwa apabila kayu tidak lagi melepaskan atau menyerap air, maka kayu berada dalam kondisi kesetimbangan dengan lingkungan. KA pada kondisi tersebut dinamakan KA keseimbangan (KAK), yang seringkali dianggap sama dengan KA kondisi kering udara (KA-KU). Besarnya nilai KAK lebih rendah dibandingkan KA-TJS. KAK dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dimana kayu itu digunakan, terutama suhu dan kelembaban relatif. Menurut Oey Djoen Seng (1964), besarnya KA-KU juga tergantung dari keadaan iklim setempat. Di Indonesia berkisar antara 12 hingga 20%, dan di Bogor sekitar 15%.

2.2 Kadar Air Titik Jenuh Serat (KA-TJS)

Kondisi dimana rongga sel kosong tetapi dinding sel jenuh terisi air dinamakan kondisi titik jenuh serat (TJS). Kadar air pada kondisi tersebut dinamakan KA-TJS. Titik ini adalah suatu titik kritis, karena dibawah titik ini sifat kayu terganggu oleh adanya perubahan nilai kandungan air. Pada kondisi TJS, perubahan KA akan menyebabkan perubahan berat, volume, dan dimensi kayu (penyusutan dan atau pengembangan) terutama pada arah radial dan tangensial. Perubahan pada arah longitudinal sangat kecil sehingga dapat diabaikan (Haygreen dan Boyer 1996).

(18)

4 2.3 Berat Jenis (BJ)

BJ kayu merupakan istilah yang dipakai untuk menunjukkan perbandingan antara kerapatan kayu dengan kerapatan air. Nilai BJ biasanya bertambah jika KA kayu berkurang di bawah TJS-nya (Haygreen dan Bowyer 1996). Sebagian besar jenis kayu dalam keadaan kering terapung dalam air yang membuktikan bahwa sebagian volume dari kayu berisi rongga-rongga udara dan pori (Forest Product Laboratory Technical 1999).

Selain sebagai penduga kekuatan kayu, BJ merupakan suatu indikator yang dapat digunakan untuk menduga mudah tidaknya suatu kayu dikeringkan. Kayu yang memiliki BJ tinggi umumnya sukar dikeringkan dan mengalami cacat lebih besar dibandingkan kayu yang memiliki BJ rendah (Tobing 1995).

Selanjutnya disebutkan bahwa BJ kayu umumnya dipengaruhi oleh ukuran sel, tebal dinding sel serta hubungan antara jumlah sel dengan berat dan tebal dinding sel. Sel serat (fiber) sangat penting pengaruhnya terhadap BJ karena porsinya yang tergolong tinggi sebagai komponen penyusun kayu.

Dengan luasan penampang lintangnya yang relatif kecil, hanya dibutuhkan ruang yang sempit untuk menempatkan jumlah sel yang lebih banyak. Jika serat berdinding tebal dan berongga sempit, maka jumlah rongga udara sedikit dan BJ akan tinggi, sebaliknya jika serat berdinding tipis dan berongga besar maka BJ akan berkurang (Tobing 1976).

2.4 Penyusutan

Perubahan KA di atas TJS tidak akan merubah sifat fisis dan mekanis suatu jenis kayu. Sebaliknya perubahan nilai KA di bawah TJS akan mengakibatkan perubahan keteguhan kayu dan diikuti dengan terjadinya penyusutan (bila KA berkurang) atau pengembangan (bila KA bertambah) dimensi.

Menurut Kollmann dan Cote (1968), penyusutan dimensi total dinyatakan sebagai besarnya perbedaan dimensi kayu pada keadaan segar (greenwood) dengan dimensi pada keadaan kering tanur. Nilai penyusutan biasanya dinyatakan sebagai selisih dimensi atau volume dibandingkan terhadap dimensi atau volume awal, yang dinyatakan dalam persen.

(19)

5

5

Disebutkan pula penyusutan tangensial berkisar antara 3,5 sampai 15%, sedangkan penyusutan radial sekitar 2,5 sampai 11%. Untuk penggunaan praktis, penyusutan arah longitudinal pada umumnya diabaikan karena sangat kecil (Haygreen dan Bowyer 1996).

Menurut Tobing (1976), rendahnya nilai susut longitudinal disebabkan karena sebagian besar arah mikrofibril dalam lapisan dinding sel hampir sejajar terhadap sumbu sel, sedangkan susut tangensial yang besarnya dua kali dari susut radial, diakibatkan karena adanya tahanan jari-jari, penyimpangan arah mikrofibril sekitar noktah yang kebanyakan terdapat pada dinding radial sehingga berpengaruh terhadap penyusutan radial, dan adanya perbedaan struktur dinding sel.

Umumnya kayu dengan BJ tinggi akan menyusut lebih banyak dibandingkan dengan kayu BJ rendah. Kayu daun lebar (hardwood) biasanya mengalami penyusutan yang lebih besar dibandingkan jenis-jenis kayu daun jarum (softwood ) (Tobing 1995).

Crew dalam Skaar (1972) menyatakan bahwa sel jari-jari merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rasio penyusutan tangensial dan radial.

Sel jari-jari yang pendek dan lebar akan memperkecil penyusutan radial dibandingkan sel jari-jari yang terbentuk panjang tetapi sempit.

Pengaruh sudut fibril terhadap sifat penyusutan tangensial dan radial kayu telah dikemukakan oleh Mitchell dan Frey Wiss dalam Skaar (1972) yang menyatakan bahwa sudut fibril dinding sel radial adalah lebih besar dibanding sudut fibril di dinding sel tangensial. Akibatnya, susut tangensial lebih besar daripada susut radial.

Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), variasi nilai penyusutan pada contoh uji yang berbeda dari spesies yang sama dibawah kondisi yang sama terutama akibat dari tiga faktor yakni: ukuran dan bentuk potongan, kerapatan contoh uji, dan laju pengeringan contoh uji. Menurut Skaar (1972), persen penyusutan volumetris (Sv) dapat ditentukan dengan persamaan Sv = Sr + St + Sl – (0,01) (Sr) (St) . Karena nilai Sl sangat kecil dan nilai (0,01) (Sr) (St) kurang dari 0,5%, maka nilai-nilai tersebut biasanya diabaikan, sehingga persamaan diatas menjadi Sv = Sr + St.

(20)

6 2.5 Deskripsi Beberapa Jenis Kayu Yang Digunakan

2.5.1 Sengon (Paraserianthes falcataria)

Pohon sengon yang dikenal dengan nama botanis Paraserianthes falcataria, merupakan salah satu anggota famili Fabaceae. Kayunya tergolong ringan, dengan rata-rata nilai BJ kayu sebesar 0,33 (0,24-0,49).

Dari segi kekuatan maupun keawetan, kayu sengon termasuk dalam kelas IV- V. Kayu ini umum digunakan sebagai bahan pembuatan peti kemas, papan partikel, papan semen, pulp dan kertas, serta bahan-bahan kerajinan lainnya.

Di pedesaan, kayu ini juga digunakan untuk perumahan atau konstruksi ringan lainnya (Mandang dan Pandit 1997). Besarnya penyusutan pada kayu sengon pada arah radial sekitar 2,5% dan arah tangensial sebesar 5,2%

(Martawijaya et al. 1981).

2.5.2 Gmelina (Gmelina arborea)

Gmelina yang termasuk dalam suku Verbenaceae merupakan salah satu jenis tanaman cepat tumbuh yang banyak dimanfaatkan. Nama daerah dari tanaman ini adalah jati putih (Indonesia), gamari, gumadi (India), gamar (Bangladesh), dan yemane (Myanmar). Penyebaran alaminya mulai dari India, Pakistan, Nepal, Bangladesh, Sri langka, Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, Cina, hingga Vietnam. Di hutan alam jenis ini selalu tersebar dan berkelompok dengan jenis lain. Dijumpai selalu hijau di Myanmar dan Bangladesh, tetapi menggugurkan daunnya di hutan kering di India Bagian Tengah. Tanaman ini sudah ditanam luas di berbagai negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia, Afrika Barat, dan Amerika Selatan.

Pemanfaatan kayunya digunakan sebagai bahan konstruksi ringan dan pulp. Beberapa bagian pohon juga digunakan untuk obat sementara daunnya untuk pakan ternak. Pohon dapat sedang sampai tinggi, batang silindris, diameter rata-rata 50 cm kadang-kadang mencapai 140 cm.

2.5.3 Akasia (Acacia mangium)

Akasia merupakan salah satu jenis legum yang potensial untuk reboisasi lahan kritis dan merupakan primadona hutan tanaman industri. Kayunya dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai macam industri. Di Indonesia diketahui terdapat beberapa jenis pohon akasia. Namun hanya tiga di

(21)

7

7

antaranya yang dikenal luas, yakni auri (Acacia auriculiformis), mangium (A.

Mangium), dan pilang (A. Lecophloea). Rata-rata BJ kayu auri, mangium, dan A. Lecophloea berturut-turut adalah 0,69 (0,49-0,84), 0,61 (0,43-0,66), dan 0,79 (0,71-0,89). Ketiganya termasuk kelompok kayu dengan Kelas Awet III, namun berbeda dalam hal kekuatannya. Auri dan mangium termasuk dalam Kelas Kuat II-III, sedangkan pilang Kelas Kuat II.

Kayu umumnya digunakan untuk konstruksi ringan-berat, rangka pintu dan jendela, perabotan rumah tangga, lantai, papan, dinding, tiang, gagang alat-alat pertanian, kotak dan batang korek api, papan partikel, papan serat, vinir, dan kayu lapis, pulp dan kertas serta bahan bakar (Mandang dan Pandit 1997).

Menurut Silitonga (1993), perbandingan perubahan dimensi kayu mangium pada arah radial dan arah tangensial sekitar dua. Hal ini membuktikan perbedaan yang cukup besar dari kayu dengan BJ yang sama (Tabel 1).

Tabel 1. Perubahan dimensi A. mangium pada berbagai taraf KA Quarter Sawn

KA (% )

Perubahan Dimensi ( % ) Arah

Radial

Arah

Tangensial Tangensial/Radial 55

30 10

1,08 1,33 1,33

2,50 3,00 3,00

2,31 2,26 2,26 Sumber: Silitonga (1993)

2.5.4 Manii (Maesopsis emini)

Kayu manii yang dulu dikenal sebagai kayu afrika memiliki nama botani Maesopsis emini Engll. Kayu ini termasuk dalam famili Rhamnaceae dan merupakan spesies asli dari Afrika Tengah, yang kemudian disebarkan antara lain ke Fiji, Indonesia, dan Malaysia (FAO 1956 dalam Khana Eka Dharma 2002).

Berdasarkan pengelompokan kayu daun lebar, karakteristik kayu manii secara kuantitatif adalah sebagai berikut: kerapatan berkisar antara 0,48-0,62 g/cm3, kekakuan (MOE) 98439-123037 kg/cm2, dan keteguhan patah (MOR) 325-562 kg/cm2. Kayu tergolong tidak awet, mudah dimasuki bahan pengawet, pengeringannya cepat dan sifat pengerjaannya mudah (FAO 1956

(22)

8 dalam Khana Eka Dharma 2002). Dalam Anonymous (1977) disebutkan

bahwa kayu manii merupakan kayu ringan dengan BJ sekitar 0,38-0,48.

Termasuk dalam Kelas Awet IV dan Kelas Kuat III. Bagian teras berwarna coklat.

Pohon manii tumbuh di daerah dengan suhu sedang antara 22-27ºC, pada tanah yang subur, cukup air, tanah bertekstur rendah sampai sedang dengan pH netral dan biasanya ditemukan pada elevasi 100-700 mdpl.

Penyebaran tanaman ini di Indonesia antara lain di Jawa Barat dan di Jawa Timur, baik berupa kebun-kebun percobaan atau sebagai tanaman pengisi pada Kelas Hutan Rimba yang dikelolah Perum Perhutani atau sebagai pengganti sengon karena tahan terhadap serangan Xystocera sp.

(Warsopranoto dan Soerjono 1966 dalam Khana Eka Dharma 2002).

Kegunaan kayu manii antara lain untuk konstruksi dalam rumah, kotak pengepak, meubel, vinir, kayu lapis, serta bahan pulp dan kertas.

2.5.5 Nangka (Arthocarpus heterophyllus)

Pohon nangka termasuk kedalam suku Moracea. Nama ilmiah dari nangka adalah Arthocarpus heterophyllus. Pohon ini berasal dari India, yakni di wilayah Ghats Bagian Barat, dimana hingga kini jenis liarnya masih ditemukan tumbuh tersebar di hutan hujan disana. Menurut Kooders dan Valeton (1923) dalam Hartono (1991), pohon nangka merupakan tumbuhan asli Nusa Tenggara serta dibudidayakan di seluruh Asia yang beriklim tropis.

Kini nangka telah tersebar secara luas di berbagai wilayah tropik terutama di Asia Tenggara.

Pohon nangka biasanya berukuran sedang, dapat mencapai ketinggian 20 meter tetapi ada juga yang mencapai 30 meter, dengan batang bulat silindris. Tajuk padat dan lebat, melebar dan membulat apabila ditempat terbuka. Kayu nangka berwarna kuning dibagian terasnya, berkualitas baik dan mudah untuk dikerjakan. Kayu ini cukup awet, kuat dan tahan terhadap serangan rayap atau jamur serta memiliki pola yang menarik. Kayu tergolong mudah mengkilap apabila diserut dengan halus dan digosok dengan minyak.

Kayu nangka termasuk dalam Kelas Awet II atau III, dengan BJ 0,66 (0,61 sampai 0,71) dan mengandung bahan berwarna kuning yang disebut marine.

(23)

9

9

Bahan ini dapat diekstrak dari dalam kayu dengan air mendidih atau dengan alkohol (Anonim 1979 dalam Basith 1981). Kayu nangka kerap dijadikan perkakas rumah tangga, mebel, konstruksi bangunan, konstruksi kapal sampai dengan alat musik. Di Jawa banyak digunakan sebagai tiang bangunan, kentongan, dan lesung.

(24)

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di Laboratorium Sifat Dasar dan Laboratorium Pengerjaan Kayu (workshop), Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Fakultas Kehutanan IPB mulai Juli s/d Oktober 2008.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan utama penelitian berupa lempengan kayu tipis dalam kondisi basah setebal 5 cm dari lima jenis kayu perdagangan yaitu sengon (Paraserianthes falcataria), mangium (Acacia mangium), manii (Maesopsis eminii), gmelina (Gmelina arborea) dan nangka (Arthocarpus heterophyllus), yang dibeli dari sebuah usaha (rental) penggergajian di daerah Cinangneng, Bogor. Lempengan tipis berasal dari bagian pangkal batang, sekitar 130-200 cm dari permukaan tanah. Alat utama berupa timbangan elektrik, oven, kaliper, gergaji, moisture meter, dan alat tulis.

3.3 Pelaksanaan Penelitian 3.3.1 Pembuatan contoh uji

Dari masing-masing lempengan tadi, diambil 8-10 buah contoh uji tergantung diameter batang, dari pinggir batang yang satu ke pinggir batang lainnya dengan ukuran penampang (2 x 2) cm dengan panjang (4-5) cm dan berbentuk segi empat. Contoh uji yang dibuat tanpa memisahkan bagian teras atau gubal itu, diusahakan sedemikian rupa sehingga ketiga sisinya mewakili arah longitudinal, tangesial dan radial.

3.3.2 Pengukuran KA dan BJ Kayu

KA dan BJ kayu dihitung menggunakan metode Gravimetri, dimana volume merupakan hasil perkalian rata-rata dimensi panjang, lebar dan tebal pada kondisi basah (VB). Contoh uji selanjutnya ditimbang beratnya (BB), lalu dikering-udarakan selama sebulan dan ditimbang kembali (BKU), kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu (103±2)ºC sampai mencapai berat konstan (BKT).

(25)

11

11

Nilai KA baik kondisi basah dan kering udara, serta BJ kayu dihitung dengan rumus:

KA kondisi basah = ( ) 100% BKT x

BKT BB

KA kondisi kering udara = ( ) 100% BKT x

BKT BKU

BJ kayu = ( )/kerapatan air VB

BKT

3.3.3 Pengukuran Susut Kayu

Susut volume merupakan jumlah susut dari ketiga dimensi (longitudinal, tangensial, dan radial). Nilai penyusutan yang dihitung adalah penyusutan dari kondisi basah ke kondisi KU (B-KU), dan dari kondisi basah ke kondisi KT (B-KT). Besar susut dimensi dan susut volume dihitung dengan rumus:

Susut Dimensi = 100%

1 ) 2 1

( X

D D D

Susut Volume = %SL + %ST + %SR

Dimana D1 = Dimensi basah, D2 = Dimensi akhir (KU atau KT)

3.3.4 Penetapan Nilai KA-TJS

Nilai KA-TJS dihitung dengan rumus : KA-TJS = BJ SV ) (

3.4 Pengolahan Data

Data masing-masing sifat yang diuji kemudian ditabulasi dan dihitung nilai rata-ratanya dengan tidak mengikutsertakan nilai-nilai pencilan. Rata- rata hasil penelitian kemudian dibandingkan dengan rata-rata nilai yang ada di pustaka yang dijadikan acuan.

(26)

4.1 Kadar Air

KA menunjukkan banyaknya air yang terdapat dalam kayu. Hasil pengukuran nilai KA kelima jenis kayu yang diteliti baik dalam kondisi basah (KA-B) maupun kondisi kering udara (KA-KU) disajikan dalam Tabel 2, sementara rekapitulasi data penelitian disajikan pada Lampiran 1.

Tabel 2 Rata-rata nilai KA kelima jenis kayu pada berbagai kondisi

Jenis Kayu KA Basah

(%)

KA KU (%)

Paraserianthes falcataria Gmelina arborea Arthocarpus heterophyllus

Maesopsis eminii Acacia mangium

90,32 40,14 51,43 112,78

38,34

15,32 14,36 13,95 13.65 15,30

Dari Tabel 2 diketahui bahwa KA-B bervariasi menurut jenis kayu, berkisar dari 38,34% pada kayu mangium sampai 112,78% pada kayu manii, sedangkan KA-KU relatif seragam, berkisar dari 13,65% pada kayu manii sampai 15,32% pada kayu sengon. Nilai KA-KU masuk dalam selang rata- rata nilai KA-KU untuk daerah Bogor dan sekitarnya sebagaimana Oey Djoen Seng (1964). Tingginya keragaman nilai KA-B dibandingkan keragaman KA- KU dapat dimaklumi mengingat KA-B dipengaruhi oleh berbagai faktor terkait kondisi tempat tumbuh dimana pohon berada seperti tingkat kesuburan tanah, persaingan dan iklim. Pohon yang tumbuh di tanah-tanah yang subur, dengan tingkat persaingan yang rendah dan iklim yang cocok akan menghasilkan kayu dengan nilai KA yang lebih tinggi karena porsi lumen atau rongga sel yang lebih banyak (Haygreen dan Bowyer 1996).

Selama 30 hari dikering-udarakan, besar pengurangan KA dan laju keluarnya air dari dalam kayu ternyata berbeda-beda (Tabel 3). Diketahui bahwa kayu manii memiliki laju keluarnya air tertinggi (3,3% per hari), sedangkan kayu mangium terendah (0,8% per hari). Laju keluarnya air pada kayu sengon relatif lebih rendah dibandingkan laju pada kayu manii, sementara laju keluarnya air dari kayu gmelina setara dengan laju keluarnya air pada kayu mangium. Laju keluarnya air dari kayu nangka berada diantara

(27)

13

13

kedua kelompok tersebut. Perbedaan laju keluarnya air dari dalam kayu terkait dengan karakteristik struktur anatomi penyusun kayu, kandungan zat ekstraktif dan tilosis yang ada selain ukuran ketebalan dinding sel (Haygreen dan Bowyer 1996).

Karakteristik struktur anatomi yang lebih berperan dalam hal ini adalah yang terkait dengan pernoktahan dan bidang perforasi yang ada meliputi tipe, jumlah, frekuensi dan ukuran celah sebagai jalan keluarnya air serta kondisinya. Kayu-kayu dengan porsi noktah yang tinggi, dan dengan bidang perforasi sederhana mengakibatkan laju keluarnya air lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan sebaliknya. Kayu-kayu yang banyak mengandung zat ekstraktif ataupun tilosis akan mengurangi banyaknya air yang keluar karena keduanya bersifat sebagai penghambat (Haygreen dan Bowyer 1996).

Tabel 3 Rata-rata pengurangan KA dan laju keluarnya air Jenis Kayu Besar Pengurangan KA

(%)

Laju Keluarnya Air (% per hari)

Paraserianthes falcataria Gmelina arborea Arthocarpus heterophyllus

Maesopsis eminii Acacia mangium

75,00 25,79 37,48 99,15 23,04

2,5 0,9 1,2 3,3 0,8

4.2 Berat Jenis

BJ kayu merupakan salah satu sifat penting yang harus diperhatikan karena ada hubungannya dengan nilai kekuatan kayu. Hasil pengukuran nilai BJ kelima jenis kayu yang diteliti, atas dasar berat oven dan volume basah, disajikan dalam Tabel 4, sementara rekapitulasi data penelitian disajikan pada Lampiran 1.

Tabel 4 Rata-rata nilai BJ kelima jenis kayu yang diteliti dibandingkan BJ rujukan

Jenis Kayu Rata-rata Nilai BJ

Hasil Penelitian Rujukan*)

Paraserianthes falcataria Gmelina arborea Arthocarpus heterophyllus

Maesopsis eminii Acacia mangium

0,39 0,44 0,54 0,39 0,36

0,32 0,41 0,41-0,75 0,35-0,41 0,57-0,60 Keterangan: *) Sumber: www2.fpl.fs.fed.us

(28)

14 Dari Tabel 4 diketahui bahwa nilai BJ kayu bervariasi menurut jenis,

berkisar antara 0,36 pada kayu mangium sampai 0,54 pada kayu nangka. BJ kayu sengon relatif setara dengan BJ kayu manii (0,39), sementara BJ kayu gmelina lebih rendah dibandingkan BJ kayu nangka. Variasi atau keragaman nilai BJ tersebut dipengaruhi oleh perbedaan jenis khususnya dalam hal macam dan struktur penyusun kayu termasuk tebal dinding sel serta kandungan zat ekstraktif.

Dibandingkan dengan pustaka yang dijadikan rujukan, BJ kayu mangium yang diteliti tergolong rendah. Hal ini dimungkinkan akibat adanya perbedaan umur tegakan. Diduga, sampel yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tegakan yang masih muda. Tegakan yang lebih muda pada umumnya menghasilkan kayu dengan nilai kerapatan atau BJ yang lebih rendah (Haygreen dan Bowyer 1996).

Bila dihubungan dengan Tabel 2 dan 3, hasil penelitian menunjukkan adanya anomali dibandingkan dengan rujukan yang dipakai selama ini, khususnya pada kayu mangium. Jumlah air yang keluar dari dalam kayu mangium (BJ = 0,36) harusnya lebih tinggi dari kayu lainnya karena BJ mangium merupakan BJ terendah. Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), jumlah air yang keluar pada kayu ber-BJ tinggi harus lebih rendah dibandingkan dengan kayu ber-BJ rendah karena porsi bagian amorphnya yang lebih sedikit sementara dinding selnya relatif tebal.

4.3 Penyusutan Volume

Penyusutan volume kayu dari kondisi basah baik ke kondisi kering udara maupun ke kondisi kering tanur pada kelima jenis kayu yang diteliti relatif seragam. Tabel 5 memuat hasil pengukuran, sementara rekapitulasi data penelitian disajikan pada Lampiran 1.

Tabel 5 Rata-rata nilai penyusutan kayu kelima jenis kayu yang diteliti

Jenis Kayu Susut Volume (%)

Basah ke KU Basah ke KT

Paraserianthes falcataria Gmelina arborea Arthocarpus heterophyllus

Maesopsis eminii Acacia mangium

3,52 3,07 3,26 2,58 2,98

8,90 8,12 8,25 7,32 8,28

(29)

15

15

Dari Tabel 5 diketahui bahwa nilai penyusutan volume baik dari basah ke kering udara (B-KU) maupun dari basah ke kering tanur (B-KT) relatif seragam untuk kelima jenis kayu yang diteliti, dengan kisaran 2,58-3,52% (B- KU) serta 7,32-8,90% (B-KT). Nilai tertinggi dijumpai pada kayu sengon sebesar 3,52% (B-KU) dan 8,90% (B-KT), sedangkan nilai terendah dijumpai pada kayu manii, yakni 2,58% (B-KU) dan 7,32% (B-KT).

Rendahnya keragaman nilai penyusutan volume hasil penelitian ini diduga ada kaitan dengan rendahnya selang nilai BJ kayu yang digunakan, yaitu 0,36-0,54 yang setara dengan 0,4-0,5.

Bila dihubungan dengan Tabel 4, hasil di atas juga memperlihatkan adanya anomali dibandingkan dengan rujukan yang biasa dipakai selama ini dimana terdapat hubungan yang linier antara BJ kayu dengan penyusutan (Stamm dalam Sitorus 1983). Kayu sengon (BJ = 0.39) memiliki susut yang lebih besar dibandingkan dengan kayu nangka (BJ = 0.54) ataupun kayu gmelina (BJ = 0.44). Begitu pula susut volume dari basah ke kering tanur (B- KT) pada kayu mangium. Fenomena ini diduga ada kaitan dengan zat ekstraktif yang dimiliki. Zat ekstraktif yang ada mampu mengurangi besar susut yang terjadi karena dia bersifat sebagai penghambat (Haygreen dan Bowyer 1996). Tingginya nilai susut volume pada kayu mangium, diduga ada kaitan dengan porsi kayu juvenil yang dimiliki. Semakin tinggi porsi kayu juvenil, semakin tinggi pula nilai susut volumenya.

Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), variasi nilai penyusutan dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti ukuran dan bentuk contoh uji yang akan mempengaruhi orientasi serat dan keseragaman kandungan air, kerapatan atau BJ contoh uji dimana semakin tinggi nilai BJ atau kerapatan nilai susut akan semakin besar, serta laju pengeringan kayu.

Dibandingkan dengan pustaka yang dijadikan rujukan, nilai susut volume dari basah ke kering tanur hasil penelitian secara umum lebih rendah (Tabel 6). Hal ini dimungkinkan akibat adanya perbedaan sampel yang digunakan terkait dengan umur sampel, asal tegakan, lokasi sampel dalam batang, serta jumlah sampel yang digunakan.

(30)

16 Tabel 6 Rata-rata nilai penyusutan kayu kelima jenis kayu yang diteliti

dibandingkan dengan penyusutan rujukan

Jenis Kayu Susut Volume B-KT (%)

Hasil Penelitian Rujukan*)

Paraserianthes falcataria Gmelina arborea Arthocarpus heterophyllus

Maesopsis eminii Acacia mangium

8,90 8,12 8,26 7,32 8,28

9,50 8,80 8,40 8,00 12,40 Keterangan: *) Sumber: www2.fpl.fs.fed.us

4.4 Kadar Air Titik Jenuh Serat

KA-TJS adalah KA kayu dimana rongga selnya telah kosong sementara dinding selnya masih jenuh akan air. Nilai ini merupakan suatu titik kritis, karena dibawah titik ini maka setiap perubahan nilai KA akan mengakibatkan terjadinya perubahan dimensi kayu. Kayu akan mengembang bila terjadi penambahan kadar air, sebaliknya kayu menyusut bila KA berkurang. Di atas titik ini, perubahan KA tidak mempengaruhi sifat-sifat kayu, kecuali berat kayu. Hasil pengukuran nilai KA-TJS berikut nilai rujukan disajikan dalam Tabel 7, sementara rekapitulasi data penelitian disajikan pada Lampiran 1.

Tabel 7 Rata-rata nilai KA-TJS kelima jenis kayu

Jenis Kayu KA-TJS (%)

Hasil Penelitian Rujukan*)

Paraserianthes falcataria Gmelina arborea Arthocarpus heterophyllus

Maesopsis eminii Acacia mangium

22.86 18.36 15.23 19.06 22.92

24,36 20,00 15,56 20,51 20,67 Keterangan: *) Diolah dari sumber www2.fpl.fs.fed.us

Dari Tabel 7 diketahui bahwa rata-rata KA-TJS bervariasi menurut jenis kayu, berkisar dari 15,23% (kayu nangka) hingga 22,92% (kayu mangium). KA-TJS kayu sengon setara dengan KA-TJS kayu mangium, sementara KA-TJS kayu gmelina lebih rendah dibandingkan KA-TJS kayu manii. Rendahnya KA-TJS pada kayu nangka diduga ada kaitan dengan kandungan zat ekstraktif yang dimiliki. Secara umum dapat dikatakan bahwa meskipun lebih rendah (kecuali mangium), nilai KA-TJS hasil penelitian sebanding dengan nilai KA-TJS sebagaimana nilai pustaka yang dijadikan rujukan.

Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Higgin (1957) dalam Haygreen dan Bowyer (1996), kisaran nilai KA-TJS yang diperoleh cukup

(31)

17

17

relevan: KA-TJS teak (Tectona grandis) dan rosewood (Dalbergia nigra) berkisar antara 15-18%, sedangkan KA-TJS Southern yellow pine (Pinus palustris), Sitca pruce (Picea sitchensis), Western redcedar (Thuja plicata Dunn exn.non), dan redwood (Sequoia sempervirans) berkisar antara 18-29%.

Bila dikaitkan dengan nilai rata-rata KA-TJS yang selama ini dipakai sebagai rujukan khususnya oleh pihak industri pengeringan kayu di Indonesia, yaitu 30%, maka dapat dipastikan bahwa jadwal pengeringan yang selama ini dibuat dan digunakan harus disempurnakan. Hal ini mengingat bahwa nilai KA-TJS untuk beberapa jenis kayu Indonesia ternyata lebih rendah dari 30%.

Ini menunjukkan bahwa kayu-kayu tersebut baru akan menyusut (mengalami penyusutan) pada saat KA kayu lebih rendah dari 30%. Kayu nangka akan mulai menyusut apabila nilai KA kayunya < 15,23%, kayu gmelina < 18,36%, manii < 19,06%, sengon < 22,86%, sementara mangium < 22,91%.

(32)

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa:

1. KA-TJS kayu sengon dan kayu mangium sesuai dengan KA-TJS kayu-kayu luar negeri.

2. Rata-rata nilai KA-TJS kayu-kayu perdagangan Indonesia yang diteliti (sengon, gmelina, nangka, manii, dan mangium) lebih rendah dari nilai rata- rata KA-TJS yang selama ini dijadikan acuan

3. KA-TJS kayu sengon, gmelina, nangka, manii, dan mangium berturut-turut adalah sebesar 22,86%, 18,36%, 15,23%, 19,06%, dan 22,92%.

4. Jenis kayu mempengaruhi nilai KA-TJS.

5.2 Saran

Saran yang disampaikan terkait penelitian ini adalah:

1. Untuk memperoleh nilai KA-TJS yang lebih akurat, maka penelitian sejenis perlu dilanjutkan dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti jumlah sampel per jenis kayu, pengaruh perbedaan lokasi tempat tumbuh dan pengaruh perbedaan umur. Jenis-jenis kayu perdagangan lainnya perlu juga dijadikan sebagai sampel penelitian.

2. Untuk mengetahui pengaruh jenis kayu terhadap nilai KA-TJS perlu dilakukan penelitian yang komprehensif terkait dengan adanya perbedaan struktur anatomis kayu, kandungan zat ekstraktif, dan tilosis yang terdapat dalam kayu.

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Wood anatomi. http:// www2.fpi.fs.fed.us. Diakses tanggal 22 Desember 2008.

Anonymous. 1977. Daftar Nama Pohon-Pohonan Jawa Madura I. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Bogor.

Basith A. 1981. Mempelajari Pengaruh Jumlah Alkali Aktif Terhadap Setiap Pulp Sulfat dari Lima Jenis Kayu Tanaman Rakyat. Fateta.IPB.

Brown HP, AJ Panshin, and CC Forsaith. 1952. Text Book of Wood Technology.

Vol II. McGrawhill Book Company, Inc. New York.

Forest Products Laboratory Technical. 1999. Wood Handbook: Wood as an Enginering Material. USDA Forest Service. Forest Products Laboratory.

USA.

Hartono U. 1991. Percobaan Pembuatan Kayu Lapis dari Kombinasi Kayu Jati, Durian, dan Nangka dan Keragaman untuk Beth Pingpong. Fateta. IPB.

Haygreen JG dan JL Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Gajah Mada University Press.

Khana Eka Dharma. 2002. Perbandingan Sifat Fisis Mekanis dan Kehalusan Permukaan Kayu Hasil Penyerutan dengan Kayu Hasil Pengempaan Pada Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen), Afrika (Maesopsis eminii Engll) dan Karet (Hevea brasiliensis Muell. Agr). Fahutan. IPB.

Kollman FFP and WA Cote Jr. 1968. Principles of Wood Science and Technology. Vol. I. Springer-Verlag, Berlin. New York.

Mandang Y. dan IKN Pandit. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu Di Lapangan. Yayasan Porsea Bogor dan Pusat DIKLAT Pegawai dan Sumberdaya Kehutanan Bogor, Bogor.

Martawijaya A, I Kartasujana, K Kadir, dan SA Prawira. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Balai Penelitian dan Pengembangan Hutan. Bogor.

Oey Djoen Seng. 1964. Berat Jenis dari Jenis-Jenis Kayu Indonesia untuk Keperluan Praktek. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.

Bogor.

Silitonga T. 1993. Diskusi Sifat dan Kegunaan jenis Kayu HTI. Proceedings.

Badan Litbang Kehutanan. Departemen Kehutanan Bogor.

Skaar C. 1972. Water in Wood. State University College of Forestry at Syracuse University. New York.

(34)

20 Tobing TL. 1976. Kayu sebagai Bahan Bangunan. Proyek Penterjemah Literatur

Kehutanan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

_________. 1995. Diktat Tenaga Teknis Kehutanan Bidang Pengeringan, Pengawetan, dan Pengolahan Kayu. Kerjasama Fakultas Kehutanan IPB dengan Dinas Kehutanan DKI Jakarta.

(35)

LAMPIRAN

(36)

22 Lampiran 1 Rekapitulasi data penelitian untuk kelima jenis kayu yang diteliti

Jenis Kayu Kondisi No.

C.U

Dimensi (mm) Vol. rata

(cm3)

Berat (g)

Susut Volume

(%) KA (%) BJ TJS

P1(L) P2(L) L1 ® L2® T1(T) T2(T) B-KU B-KT

Paraserianthes falcataria

Basah 1 50.50 50.70 20.85 20.90 20.55 20.45 21.65 16.90

3.72 9.07

99.02

0.39 23.14

KU 1 50.45 50.50 20.60 20.60 20.00 20.10 20.85 9.80 15.38

BKT 1 50.40 50.45 20.05 20.10 19.45 19.45 19.69 8.49 0.00

Basah 2 50.20 50.30 20.55 20.70 20.80 20.80 21.56 16.18

3.19 8.92

98.93

0.38 23.64

KU 2 50.10 50.20 20.25 20.30 20.50 20.55 20.87 9.37 15.19

BKT 2 50.00 50.05 19.55 19.70 20.00 20.00 19.63 8.13 0.00

Basah 3 50.00 50.00 20.25 20.25 20.75 20.75 21.01 15.31

3.39 8.71

88.73

0.39 22.57

KU 3 50.00 50.00 19.85 19.90 20.40 20.45 20.30 9.34 15.20

BKT 3 50.00 50.00 19.30 19.25 19.90 19.90 19.18 8.11 0.00

Basah 4 50.00 50.00 20.90 20.80 21.30 21.35 22.23 15.64

3.76 8.91

74.59

0.40 22.10

KU 4 50.00 50.00 20.50 20.35 20.90 21.00 21.40 10.35 15.52

BKT 4 49.95 49.95 19.90 19.80 20.40 20.45 20.25 8.96 0.00

Rata-rata 3.52 8.90 0.39 22.86

Gmelina arborea

Basah 1 49.90 50.00 22.10 22.00 21.90 21.70 24.01 14.11

2.06 6.77

40.03

0.42 16.12

KU 1 49.80 49.85 21.85 21.80 21.70 21.55 23.52 11.67 15.84

BKT 1 49.55 49.60 21.25 21.20 21.35 21.20 22.39 10.08 0.00

Basah 2 49.95 49.95 21.95 21.80 22.20 22.10 24.20 14.33

6.26 10.66

40.39

0.42 25.28

KU 2 49.55 49.90 21.90 21.40 21.05 21.10 22.69 11.86 16.16

BKT 2 49.80 49.85 21.40 21.25 20.30 20.40 21.62 10.21 0.00

Basah 3 49.90 49.95 21.70 21.30 21.75 22.00 23.48 14.77

2.00 6.41

45.55

0.43 14.84

KU 3 49.90 49.90 21.30 21.25 21.55 21.80 23.01 11.75 15.76

BKT 3 49.85 49.80 21.30 20.80 21.00 20.90 21.97 10.15 0.00

Basah 4 50.00 50.00 21.25 21.30 21.60 22.00 23.19 15.72

1.96 8.65

34.60

0.50 17.18

KU 4 50.00 50.00 21.10 21.05 21.35 21.80 22.73 12.80 9.67

BKT 4 49.90 49.95 20.35 20.40 20.60 21.05 21.18 11.68 0.00

Rata-rata 3.07 8.12 0.44 18.36

(37)

23

23

Lampiran 1 Lanjutan

Jenis Kayu Kondisi No.

C.U

Dimensi (mm) Vol. rata

(cm3)

Berat (g)

Susut Volume

(%) KA (%) BJ TJS

P1(L) P2(L) L1 ® L2® T1(T) T2(T) B-KU B-KT

A. heterophylus

Basah 1 50.30 50.25 21.20 21.10 21.00 21.00 22.33 17.49

3.87 7.55

50.39

0.52 14.49

KU 1 50.20 50.25 20.00 20.95 20.90 20.85 21.47 13.25 13.91

BKT 1 50.15 50.05 19.95 20.50 20.40 20.35 20.64 11.63 0.00

Basah 2 50.15 50.25 21.00 21.10 21.25 21.20 22.43 18.75

3.47 9.79

48.38

0.56 17.38

KU 2 50.15 50.20 20.90 20.00 21.10 21.10 21.65 14.40 13.98

BKT 2 49.90 50.15 20.20 19.65 20.25 20.35 20.23 12.63 0.00

Basah 3 50.25 50.35 20.90 20.95 20.90 20.95 22.02 19.15

1.65 7.25

53.46

0.57 12.80

KU 3 50.25 50.25 20.80 20.80 20.75 20.70 21.66 14.21 13.91

BKT 3 50.00 50.00 20.25 20.25 20.20 20.15 20.43 12.48 0.00

Basah 4 50.25 50.30 21.05 21.00 21.25 21.15 22.41 17.85

4.04 8.43

53.49

0.52 16.24

KU 4 50.20 50.30 20.95 20.90 20.00 20.90 21.50 13.26 13.99

BKT 4 50.10 50.25 20.55 20.45 19.70 20.20 20.52 11.63 0.00

Rata-rata 3.26 8.25 0.54 15.23

Maesopsis eminii

Basah 1 51.35 51.30 20.85 21.00 21.55 21.55 23.14 17.94

3.18 7.64

124.13

0.35 22.10

KU 1 51.35 51.25 20.60 20.90 21.00 21.10 22.41 9.07 13.32

BKT 1 51.20 51.15 20.30 20.45 20.45 20.55 21.38 8.00 0.00

Basah 2 51.25 51.40 21.65 21.60 20.75 20.80 23.06 19.59

2.55 7.69

98.25

0.43 17.95

KU 2 51.20 51.35 21.35 21.35 20.50 20.55 22.47 11.25 13.85

BKT 2 51.20 51.25 20.75 20.75 20.00 20.05 21.28 9.88 0.00

Basah 3 51.30 51.30 21.60 21.65 21.00 21.00 23.30 18.88

2.02 6.97

120.58

0.37 18.97

KU 3 51.30 51.25 21.30 21.40 20.80 20.90 22.83 9.73 13.72

BKT 3 51.20 51.20 20.70 20.75 20.30 20.55 21.67 8.56 0.00

Basah 4 51.00 52.00 20.25 20.00 21.00 21.20 21.87 18.44

2.54 6.97

108.16

0.40 17.21

KU 4 51.00 51.10 20.00 19.95 20.85 20.95 21.31 10.07 13.69

BKT 4 51.00 51.00 19.70 19.60 20.25 20.35 20.34 8.86 0.00

Rata-rata 2.58 7.32 0.39 19.06

(38)

24 Lampiran 1 Lanjutan

Jenis Kayu Kondisi No.

C.U

Dimensi (mm) Vol. rata

(cm3)

Berat (g)

Susut Volume

(%) KA (%) BJ TJS

P1(L) P2(L) L1 ® L2® T1(T) T2(T) B-KU B-KT

Acacia mangium

Basah 1 42.20 42.25 21.55 21.45 21.70 21.70 19.70 9.48

2.53 8.16

36.57

0.35 23.14

KU 1 42.20 42.25 21.40 21.20 21.35 21.35 19.20 8.01 15.32

BKT 1 42.15 42.20 20.90 20.65 20.65 20.65 18.09 6.94 0.00

Basah 2 42.00 42.30 21.50 21.70 21.35 21.60 19.55 9.46

2.38 7.91

32.82

0.36 21.73

KU 2 42.00 42.30 21.30 21.50 21.10 21.22 19.09 8.21 15.26

BKT 2 41.95 42.30 20.75 21.00 20.45 20.50 18.01 7.12 0.00

Basah 3 41.55 41.50 21.60 21.70 21.60 21.75 19.49 10.75

2.99 8.42

41.82

0.39 21.65

KU 3 41.50 41.25 21.45 21.45 21.20 21.40 18.90 8.74 15.24

BKT 3 41.40 41.10 20.95 20.95 20.55 20.75 17.85 7.58 0.00

Basah 4 42.40 42.00 21.10 21.05 21.75 21.80 19.37 9.47

4.02 8.64

42.15

0.34 25.14

KU 4 42.35 41.95 21.00 21.00 21.00 21.00 18.59 7.68 15.39

BKT 4 42.30 41.90 20.45 20.40 20.50 20.65 17.69 6.66 0.00

Rata-rata 2.98 8.28 0.36 22.92

(39)

25

25

Lampiran 2 Histogram nilai untuk kelima jenis kayu pada kondisi basah, kering udara, penyusutan, dan KA-TJS.

Gambar 1 Nilai KA basah dan kering udara untuk kelima jenis kayu.

Gambar 2 Nilai susut volume kering udara dan kering tanur untuk kelima jenis kayu.

Gambar 3 Nilai KA-TJS hasil penelitian dan rujukan untuk kelima jenis kayu.

0 20 40 60 80 100 120

P. falcataria G. arborea A. heterophylus M. eminii A. mangium Jenis kayu

KA (%) KA-B

KA-KU

0 2 4 6 8 10

P. falcataria G. arborea A. heterophylus M. em inii A. m angium Jenis kayu

SV (%) Susut KU

Susut KT

0 5 10 15 20 25 30

P. falcataria G. arborea A.

heterophylus

M. eminii A. mangium

Jenis kayu

KA-T JS (%) Hasil penelitian

Rujukan

(40)

26 Lampiran 3 Foto Penelitian

Gambar 4 Sampel Acacia mangium.

Gambar 5 Sampel Arthocarpus heterophyllus.

(41)

27

27

Gambar 6 Sampel Gmelina arborea.

Gambar 7 Sampel Paraserianthes falcataria.

Gambar

Gambar 1  Nilai KA basah dan kering udara untuk kelima jenis kayu.
Gambar 4   Sampel  Acacia mangium.
Gambar 6  Sampel  Gmelina arborea.
Gambar 9   Kaliper.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pengaduan yang disampaikan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b dilakukan dengan penyediaan kotak pengaduan yang wajib disediakan

Manakala, maklumbalas tindakan pelaksanaan OFI hasil daripada bengkel Pemurnian Penemuan Audit SIRIM pada 17 Ogos 2016 telah diedarkan kepada semua PTJ yang terlibat

Finansial secara simultan terhadap Perilaku Kerja Karyawan mempunyai tingkat pengaruh dan determinasi yang lebih signifikan dibandingkan dengan pengaruh variabel

Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan program perhitungan metode elemen hingga berbasis internet untuk analisis struktur rangka dua dimensi serta analisis tegangan/

pertumbuhan isolat B29 berada pada kisaran salinitas lebih luas dibandingkan SL49, yaitu pada kisaran salinitas 2-10%, dengan pertumbuhan optimum terjadi pada salinitas (NaCl) 5%

Secara rata-rata prestasi akademik mahasiswa Politeknik Negeri Bandung yang diseleksi melalui jalur PMDK lebih baik dari pada mahasiswa Politeknik Negeri Bandung

Jika dibandingkan dengan hasil penelitian sejenis seperti yang terlihat di Tabel VI, persentase obat dengan nama generik untuk pasien rawat jalan di RSUD Ungaran lebih

Kantung udara (saccus pneumaticus) terdiri dari air sac/saccus: abdominalis (aa/terdapat diantara lipatan intestinum), thoracalis anterior  (ata/terletak pada dinding sisi