• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH BAP DAN NAA TERHADAP INDUKSI TUNAS ANGGREK BULAN (Phalaenopsis amabilis) SECARA IN VITRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH BAP DAN NAA TERHADAP INDUKSI TUNAS ANGGREK BULAN (Phalaenopsis amabilis) SECARA IN VITRO"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BAP DAN NAA TERHADAP INDUKSI TUNAS ANGGREK BULAN (Phalaenopsis amabilis)

SECARA IN VITRO

Faqikh Gesang Pramula

1

, Innaka Ageng Rineksane

2

, Etty Handayani

3

1,2,3

Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta, Bantul, Indonesia, 55183

Email: faqikh.gesang.fp17@mail.umy.ac.id ; rineksane@umy.ac.id ;

ABSTRACT

Orchid Phalaenopsis amabilis is one of the 3 national flowers designated by the government as an Indonesian charm flower. Moon orchid cultivation conventionally with the separation of keiki has a long propagation time, thereforeculture propagation is carried out in vitro. This study aims to determine the optimum concentration of BAP and NAA on shoot growth in the leaf culture of the moon orchid in vitro.

This study was conducted using an experimental method arranged in a single-factor completely randomized design consisting of 6 treatments, namely NDM 1 mg/l BAP + 0 mg/l NAA, NDM + 1 mg/l BAP + 0.5 mg/l NAA, NDM + 2 mg/l BAP + 0 mg/l NAA, NDM + 2 mg/l BAP + 0.5 mg/l NAA, NDM + 3 mg/l BAP + 0 mg/l NAA, and NDM + 3 mg/l BAP + 0.5 mg/l NAA. Each treatment was repeated 9 times. The results of this study showed that the administration of BAP and NAA with a concentration of 2 mg/l BAP + 0.5 mg/l NAA on NDM medium was the best treatment in inducing shoots in orchid leaf explants of the moon orchid.

with the percentage of explants sprouting at 22.22% and the number of explants sprouting as much as 2.

These results need further research in the administration of BAP and NAA on a medium other than NDM in an effort to induce shoots in order to determine the effect of shoot growth other than BAP and NAA.

Keywords: Phalaenopsis amabilis, in vitro culture, new dogashima medium, BAP and NAA

PENDAHULUAN

Anggrek Bulan atau dalam bahasa latin disebut Phalaenopsis amabilis merupakan genus anggrek asli Indonesia yang sangat populer dan banyak diminati oleh masyarakat. Anggrek bulan merupakan salah satu dari 3 bunga nasional yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai bunga puspa pesona Indonesia bersama bunga melati dan bunga bangkai melalui Keputusan Presiden nomor 4/1993 dan menjadi penyumbang devisa bagi negara (Widyastuti, 1993). Badan Pusat Statistik (2020) melaporkan bahwa produksi tanaman anggrek di Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2019 hingga tahun 2020 dengan total tanaman sebesar 18.608.657 menjadi 11.683.333 tanaman. Namun anggrek

bulan memiliki potensi ekonomi yang tinggi karena dapat digunakan sebagai tanaman budidaya, tanaman hias, koleksi bunga, dan induk persilangan. Harga tanaman anggrek bulan di Indonesia yang stabil merupakan keunggulan anggrek ini. Harga bibit anggrek bulan berkisar antara Rp.80.000,- hingga Rp.300.000,- untuk tanaman dewasa (Conainthata, 2021).

Perbanyakan tanaman anggrek secara konvensional seperti pemisahan keiki membutuhkan waktu yang lama karena lambatnya laju pertumbuhan bibit hingga tanaman dewasa. Selain itu, kebutuhan anggrek yang semakin meningkat perlu ditunjang dengan penyediaan bibit dengan jumlah banyak dan waktu yang relatif singkat. (Kasutjianingati &

(2)

Irawan, 2013). Oleh karena itu cara perbanyakan yang paling potensial untuk menghasilkan tanaman anggrek dengan jumlah yang banyak, keseragaman tanaman, dan waktu pertumbuhan yang lebih cepat yakni melalui penerapan teknologi kultur in vitro.

Metode perbanyakan secara kultur in vitro mampu memproduksi bibit anggrek dengan jumlah yang banyak, waktu perbanyakan yang relatif cepat dan keseragaman tanaman dapat dipertahankan (Nursyamsi, 2010). Dalam kultur anggrek eksplan yang biasanya digunakan adalah biji, tunas, daun, dan tangkai bunga. Penelitian Handini & Isnaini (2009) mengkulturkan eksplan daun anggrek Phalaenopsis sumatrana dengan pemberian BAP 2 mg/l dan NAA 0,01 mg/l pada medium ½ MS berhasil membentuk PLB terbanyak yakni 5,72 PLB.

Selain eksplan, medium tumbuh juga menjadi faktor penting dalam keberhasilan kultur in vitro. Medium tumbuh yang telah digunakan dan berhasil menumbuhkan bagian vegetatif anggrek yaitu New Dogashima Medium (NDM).

Pada penelitian Tokuhara & Mii (1993) eksplan potongan pucuk anggrek Phalaenopsis yang ditanam pada medium NDM dengan pemberian BAP 1 mg/l dan NAA 0,1 mg/l dalam 1 tahun mampu menghasilkan PLB sebanyak 10.000 PLB. Zat pengatur tumbuh yang banyak digunakan adalah golongan sitokinin dan auksin.

Benzyl Amino Purine (BAP) merupakan zat pengatur tumbuh dari golongan sitokinin sering digunakan karena sangat efektif dalam merangsang pertumbuhan tunas, pembentukan daun, mudah didapat dan harganya relatif murah (George & Sherrington, 1984). NAA merupakan zat pengatur tumbuh dari golongan auksin yang berfungsi meningkatkan pertumbuhan akar, pembentukan kalus, pembelahan dan

pemanjangan sel tanaman (Wattimena, 1988).

Penelitian Kosir et al. (2004), menyatakan bahwa pemberian BAP 2 mg/l dan NAA 0,5 mg/l mampu menghasilkan tunas anggrek Phalaenopsis sebanyak 8,35 tunas.

Penelitian ini bertujuan menentukan konsentrasi optimum BAP dan NAA dalam menginduksi tunas pada kultur daun anggrek bulan secara in vitro.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2021 di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian UMY di Kasihan Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksplan daun anggrek bulan steril dari kultur in vitro berumur 3 bulan, medium dasar NDM (New Dogashima Medium), zat pengatur tumbuh BAP dan NAA, arang aktif, alkohol 70%, gula, aquadest steril, agar, dan bethadine.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: Autoklaf, Laminar Air Flow, kompor gas, glassware (gelas ukur, erlenmeyer, botol ukur, gelas beaker), botol kultur, pinset, sprayer, timbangan analitik, mikroskop, rak kultur, pengaduk, alumunium foil, kertas payung, gunting, lampu bunsen, hand sprayer, pipet tetes.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental di laboratorium yang disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) faktor tunggal. Perlakuan yang diujikan adalah kombinasi BAP dan NAA sebagai berikut: 1 mg/l BAP + 0 mg/l NAA, 1 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA, 2 mg/l BAP + 0 mg/l NAA, 2 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA, 3 mg/l BAP + 0 mg/l NAA, 3 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA. Setiap perlakuan diulang 9 kali, sehingga total unit perlakuan 54 unit.

(3)

Medium dasar yang digunakan pada penelitian ini adalah New Dogoshima Medium (NDM).

Parameter yang diamati antara lain persentase eksplan hidup, persentase eksplan terkontaminasi, persentase eksplan browning, persentase eksplan vitrifikasi, waktu muncul tunas, waktu muncul akar, persentase eksplan bertunas, persentase eksplan berakar, jumlah eksplan bertunas, jumlah akar, jumlah daun, warna eksplan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keberhasilan Subkultur

Pada penelitian ini seluruh eksplan pada medium perlakuan tidak ditemukan adanya kontaminasi yang disebabkan bakteri atau jamur setelah 8 MST. Eksplan yang digunakan merupakan daun steril yang sebelumnya berasal dari hasil perbanyakan kultur in vitro sehingga meminimalisir terjadinya kontaminasi pada eksplan.

Data pengamatan persentase Eksplan hidup, browning dan vitrifikasi disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh BAP dan NAA terhadap persentase eksplan hidup, persentase eksplan browning, dan persentase eksplan vitrifikasi daun anggrek bulan pada 8 MST.

Perlakuan

Persentase Eksplan Hidup

(%)

Persentase Eksplan Browning

(%)

Persentase Eksplan Vitrifikasi

(%)

NDM + 1 mg/l BAP + 0 mg/l NAA 0 0 100

NDM + 1 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA 22,22 0 77,78

NDM + 2 mg/l BAP + 0 mg/l NAA 55,56 22,22 22,22

NDM + 2 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA 88,89 0 11,11

NDM + 3 mg/l BAP + 0 mg/l NAA 66,67 11,11 22,22

NDM + 3 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA 77,78 0 22,22

Berdasarkan tabel 1 perlakuan NDM + 2 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA menunjukkan persentase eksplan hidup terbaik yakni 88,89%.

Keberhasilan eksplan hidup ini menunjukkan bahwa eksplan yang ditanam mampu beradaptasi pada medium NDM yang diberikan kombinasi zat pengatur tumbuh sitokinin (BAP) dan auksin (NAA). Persentase eksplan hidup dapat menurun dikarenakan adanya penghambatan pertumbuhan eksplan yang disebabkan oleh browning dan vitrifikasi pada eksplan.

Vitrifikasi merupakan kerusakan eksplan secara fisiologis sehingga tampilan eksplan secara visual akan terlihat berwarna putih atau bening dan akhirnya menyebabkan

jaringan pada eksplan tersebut mati. Berdasar tabel 1, eksplan pada perlakuan NDM + 1 mg/l BAP + 0 mg/l NAA mengalami vitrifikasi tertinggi dengan persentase sebesar 100%, diikuti perlakuan NDM + 1 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA yang memiliki persentase sebesar 77,78%.

Vitrifikasi ini terjadi secara langsung disebabkan oleh kandungan air yang tinggi pada medium sehingga terjadi defisiensi klorofil pada eksplan.

Data pada tabel 1 menunjukkan pemberian BAP dengan konsentrasi 1 mg/l pada medium perlakuan belum mampu membantu eksplan dalam mempertahankan kandungan klorofil ditunjukkan dengan persentase Eksplan vitrifikasi di atas 50%. Namun medium

(4)

perlakuan yang diberikan konsentrasi 2 mg/l dan 3 mg/l BAP mampu mempertahankan kandungan klorofil pada eksplan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Asra et al., (2020) bahwa peranan sitokinin adalah dapat menunda penuaan, menyintesis klorofil, dan menghambat degradasi klorofil. Namun jika kurangnya kandungan sitokinin mengakibatkan proses penuaan lebih cepat terjadi. Selain itu pemberian NAA 0,5 mg/l membantu dalam mempertahankan klorofil pada eksplan. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Smith (2013) bahwa proses fisiologis dalam tanaman dapat mengalami peningkatan akibat dari pemberian auksin sintetik sehingga eksplan daun dapat terus bertahan hidup. Hal ini ditunjukkan eksplan pada perlakuan dengan penambahan 0,5 mg/l NAA mengalami persentase vitrifikasi yang lebih rendah.

Pencoklatan atau browning merupakan perubahan warna eksplan dari warna hijau menjadi coklat maupun hitam dan akhirnya

menyebabkan kematian jaringan. Berdasarkan tabel 1 perlakuan NDM + 2 mg/l BAP + 0 mg/l NAA yang mengalami persentase browning tertinggi yakni sebesar 22,22%. Perubahan warna browning ini disebabkan aktivitas dari senyawa fenol atau fenolik yang terjadi akibat pelukaan bagian eksplan saat proses inokulasi atau penanaman.

Pada tabel 1 eksplan yang mengalami gejala browning yakni pada perlakuan NDM + 2 mg/l BAP + 0 mg/l NAA dan NDM + 3 mg/l BAP + 0 mg/l NAA dengan persentase browning terbilang rendah karena di bawah 50%. Hal ini tidak luput dari arang aktif yang diberikan pada medium yang berfungsi untuk melindungi dan mengurangi resiko browning pada medium dengan menyerap senyawa fenol yang keluar dari jaringan tanaman (Widiastoety et al., 2012).

Pertumbuhan Tunas 1. Waktu Muncul Tunas

Gambar 1. Pengaruh BAP dan NAA terhadap waktu muncul tunas pada eksplan daun anggrek bulan.

Pada gambar 1 perlakuan NDM + 3 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA menunjukkan waktu tumbuh tunas tercepat (3,5 minggu) pada eksplan daun anggrek bulan yang tumbuh pada 3 MST.

Hal ini menunjukkan bahwa pemberian BAP 3

mg/l mampu mempercepat awal pembentukan tunas. Seperti pernyataan Fithriyandini et al.

(2015) konsentrasi BAP semakin tinggi maka akan memacu eksplan lebih cepat tumbuh.

2. Persentase Eksplan Bertunas 5,3

3,5

0 2 4 6 8

BAP 1 + NAA 0 BAP 1 + NAA 0,5 BAP 2 + NAA 0 BAP 2 + NAA 0,5 BAP 3 + NAA 0 BAP 3 + NAA 0,5

Minggu Ke-

Perlakuan

(5)

Gambar 2. Pengaruh BAP dan NAA terhadap persentase eksplan bertunas pada eksplan daun anggrek bulan pada 8 MST.

Data pada gambar 2 menunjukkan perlakuan NDM + 2 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA menghasilkan persentase eksplan bertunas tertinggi sebesar 22,22%. Pemberian konsentrasi BAP lebih tinggi dari pada konsentrasi NAA maka akan mendorong pertumbuhan tunas. Hal

tersebut didukung oleh penelitian Kosir et al.

(2004), bahwa pemberian BAP 2 mg/l dan NAA 0,5 mg/l pada medium ½ MS mampu menghasilkan tunas anggrek Phalaenopsis sebanyak 8,35 tunas.

3. Jumlah Eksplan Bertunas

Gambar 3. Pengaruh BAP dan NAA terhadap jumlah eksplan bertunas pada eksplan daun anggrek bulan pada 8 MST

Data pada gambar 3 menunjukkan perlakuan NDM + 2 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA menghasilkan eksplan bertunas terbanyak yaitu 2 eksplan pada 8 MST. Namun pada perlakuan NDM + 3 mg/l + 2 mg/l NAA memiliki eksplan bertunas lebih sedikit yakni 1 eksplan. Hal ini seperti pernyataan Kusmianto (2008) bahwa pemberian zat pengatur tumbuh sitokinin dengan konsentrasi yang tinggi dapat mengganggu pertumbuhan tanaman dengan terhambatnya penyerapan unsur hara. Hal tersebut didukung

oleh penelitian Syamsiah et al. (2020) pada pertumbuhan tunas anggrek bulan dengan pemberian konsentrasi 1,5 mg/l BAP dapat menghasilkan tunas lebih banyak dari pada 2 mg/l BAP. Pemberian NAA pada medium juga membantu dalam pembentukan tunas. Menurut Kartiman et al. (2018) agar sitokinin bekerja secara maksimal dalam mendorong morfogenesis tanaman ditambahkan dengan auksin. Hal ini sesuai dengan penambahan

22,22

11,11 0

25 50 75 100

BAP 1 + NAA 0 BAP 1 + NAA 0,5 BAP 2 + NAA 0 BAP 2 + NAA 0,5 BAP 3 + NAA 0 BAP 3 + NAA 0,5

Persentase (%)

Perlakuan

2

1

0 1 2 3 4 5

BAP 1 + NAA 0 BAP 1 + NAA 0,5 BAP 2 + NAA 0 BAP 2 + NAA 0,5 BAP 3 + NAA 0 BAP 3 + NAA 0,5

Eksplan Bertunas

Perlakuan

(6)

konsentrasi NAA 0,5 mg/l dapat membantu BAP

dalam membentuk tunas. 4. Pertambahan Panjang Daun

Gambar 4. Pengaruh BAP dan NAA terhadap pertambahan panjang daun pada eksplan daun anggrek bulan pada 8 MST

Data pada gambar 4 hanya dari dua perlakuan yang menunjukkan pertambahan panjang daun yakni perlakuan NDM + 2 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA dan NDM + 3 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA. Keduanya tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam pertambahan panjang daun. Peningkatan panjang daun karena adanya percepatan pembelahan sel dan mendorong proses diferensiasi. Menurut

Agrawal (1999), bahwa pemberian auksin dapat memengaruhi pertumbuhan daun terutama panjang jaringan-jaringan pembuluhnya. Hal ini sesuai dengan pemberian konsentrasi NAA sebesar 0,5 mg/l yang membantu BAP dalam mendorong perkembangan daun.

Pertumbuhan Akar 1. Waktu Muncul Akar

Gambar 5. Pengaruh jenis perlakuan BAP dan NAA terhadap waktu muncul akar pada eksplan daun anggrek bulan pada 8 MST

Data pada gambar 5 menunjukkan pertumbuhan akar tercepat ditunjukkan pada perlakuan NDM + 2 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA pada 6,5 MST. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan akar lebih lama daripada tunas (Gambar 1). Menurut Batygina & Vasilyeva

(1983) pembentukan embrio somatik anggrek pada bagian meristematik awalnya tumbuh berkembang menjadi tunas, lalu pada ujung lain menginisiasi pertumbuhan akar pada waktu berikutnya. Hal ini didukung oleh penelitian Utami et al. (2007) bahwa akar muncul setelah

2,71

1,98

0 1 2 3 4 5

BAP 1 + NAA 0 BAP 1 + NAA 0,5 BAP 2 + NAA 0 BAP 2 + NAA 0,5 BAP 3 + NAA 0 BAP 3 + NAA 0,5 Pertambahan Panjang Daun (mm)

Perlakuan

6,5

0 2 4 6 8

BAP 1 + NAA 0 BAP 1 + NAA 0,5 BAP 2 + NAA 0 BAP 2 + NAA 0,5 BAP 3 + NAA 0 BAP 3 + NAA 0,5

Minggu Ke-

Perlakuan

(7)

embrio berkecambah dan menghasilkan 2 daun setelah minggu ke-7 kultur.

2. Persentase Eksplan Berakar

Gambar 1. Pengaruh BAP dan NAA terhadap persentase eksplan berakar pada eksplan daun anggrek bulan pada 8 MST

Gambar 6 menunjukkan pertumbuhan akar hanya terjadi pada perlakuan NDM + 2 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA dengan persentase eksplan berakar sebesar 11,11%. Hal ini menunjukkan pertumbuhan akar lebih rendah dari pada tunas (Gambar 2). Hal ini dikarenakan pada penelitian ini penggunaan zat pengatur tumbuh sitokinin (BAP) lebih banyak digunakan daripada zat

pengatur tumbuh auksin (NAA) sehingga cenderung mendorong pembentukan tunas daripada akar. Hal ini didukung oleh penelitian Utari (2015) perlakuan 0,5 mg/l NAA + 0 mg/l BAP membentuk jumlah akar paling banyak daripada perlakuan 0 mg/l NAA + 0,5 mg/l BAP pada protokrom anggrek Phal. laycokii.

3. Jumlah Akar

Gambar 2. Pengaruh BAP dan NAA terhadap jumlah akar pada eksplan daun anggrek bulan pada 8 MST Data pada gambar 7 menunjukkan

bahwa jumlah akar pada eksplan daun anggrek bulan lebih sedikit dari pada tunas (Gambar 3).

Pertumbuhan akar hanya ditemukan pada perlakuan NDM + 2 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA dengan 1 akar. Menurut Rostiana & Seswita (2007) adanya nitrogen dalam medium kultur tidak dianjurkan karena menjadi penghambat

dalam pembentukan akar. Hal ini menunjukkan medium NDM terdapat kandungan asam amino memiliki sumber nitrogen sehingga menyebabkan pertumbuhan akar tiap perlakuan terhambat.

11,11 0

25 50 75 100

BAP 1 + NAA 0 BAP 1 + NAA 0,5 BAP 2 + NAA 0 BAP 2 + NAA 0,5 BAP 3 + NAA 0 BAP 3 + NAA 0,5

Persentase (%)

Perlakuan

1

0 1 2 3 4 5

BAP 1 + NAA 0 BAP 1 + NAA 0,5 BAP 2 + NAA 0 BAP 2 + NAA 0,5 BAP 3 + NAA 0 BAP 3 + NAA 0,5

Jumlah Akar

Perlakuan

(8)

Warna Eksplan

Tabel 2. Pengaruh BAP dan NAA terhadap warna daun eksplan daun anggrek bulan pada 8 MST

Perlakuan Persentase Skoring Warna

Daun (%)

NDM + 1 mg/l BAP + 0 mg/l NAA 31,74%

NDM + 1 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA 47,61%

NDM + 2 mg/l BAP + 0 mg/l NAA 33,33%

NDM + 2 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA 88,89%

NDM + 3 mg/l BAP + 0 mg/l NAA 55,56%

NDM + 3 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA 77,78%

Keterangan: Semakin besar persentase menunjukkan warna semakin hijau Warna :

Pada tabel 2 perlakuan NDM + 2 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA menunjukkan persentase warna eksplan paling tinggi sebesar 88,89% yang artinya memiliki warna daun paling hijau dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal ini dikarenakan penambahan sitokinin ke dalam medium mampu memicu perkembangan klorofil pada jaringan tanaman. Hal ini disampaikan oleh Wicaksono et al. (2016), bahwa keberadaan sitokinin dapat menunda penuaan pada daun tanaman. Perlakuan NDM + 1 mg/l BAP + 0 mg/l NAA mendapatkan persentase warna daun paling rendah yakni sebesar 31,74% dalam arti eksplan perlakuan tersebut berwarna putih pucat karena kehilangan klorofil yang cukup banyak.

Penyebab rendahnya persentase pada daun yakni disebabkan tingginya persentase vitrifikasi.

KESIMPULAN

Penambahan zat pengatur tumbuh BAP 2 mg/l dan NAA + 0,5 mg/l pada medium NDM merupakan perlakuan relatif terbaik dalam

menginduksi tunas eksplan daun anggrek bulan yang ditunjukkan oleh parameter persentase eksplan bertunas dan jumlah eksplan bertunas.

DAFTAR PUSTAKA

Agrawal, K.C. (1999). Physiology and biochemistry ofrespiration. New Delhi:

Agro Botanical Publishers.

Asra, R., Samarlina, R. A., & Silalahi, M. (2020).

Hormon Tumbuhan. Jakarta: UKI Press.

Badan Pusat Statistik. (2020). Data Produksi Tanaman Hias Indonesia Tahun 2020.

Jakarta: Badan Pusat Statistika.

Batygina, T. B. & Vasilyeva, V. E. (1983).

Development of the Embryo and Seedling of Some Orchids. Kiev: USSR.

Conainthata, G. (2021). Info Terbaru Harga Anggrek Bulan (Bibit, Dewasa, Rangkaian). https://harga.web.id/harga- anggrek-bulan-terkerek-naik.info.

Fithriyandini, A., Maghfoer, M. D., & Wardiyati, T. (2015). Pengaruh Medium Dasar Dan 6-Benzylaminopurine (BAP) Terhadap pertumbuhan Dan

100% 80% 60% 40% 20% 0%

(9)

Perkembangan Nodus Tangkai Bunga anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis) Dalam Perbanyakan Secara In Vitro.

Jurnal Produksi Tanaman. Universitas Brawijaya. 3(1): 43-49.

George, E.F., & Sherrington, P.D. (1984). Plant Propagation by Tissue Culture.

England: Exegetics Limited.

Handini, E., & Isnaini, Y. (2009). Kultur daun Phalaenopsis sumatrana Korth. & Rchb.

f. asal Kalimantan Barat. In Prosiding Seminar Peranan Konservasi Flora dalam Mengatasi Dampak Pemanasan Global. Bali (Vol. 14).

Kartiman, Roni., Sukma, Aisyah, Purwito.

(2018). Multiplikasi in vitro Anngrek Hitam (Coelogyne pandurata Lindl) pada perlakuan kombinasi NAAdan BAP. Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia. 5(1).

Kasutjianingati & Irawan, R. (2013). Medium alternative perbanyakan in-vitro anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis).

Jurnal agroteknos. (3): 184-189.

Kosir, P., S. Skof, & Luthar. (2004). Direct Shoot Regeneration From Nodes of Phalaenopsis Orchids. Acta Agriculture Slovenia, 82(2): 232 – 242.

Kusmianto, J. (2008). Pengaruh thidiazuron tunggal dan kombinasi thidiazuron dan benzyl amino purine terhadap pembentukan tunas dari potongan daun Dendrobium antennatum Lindl secara in vitro. Skripsi. Fakultas MIPA Universitas Indonesia. Depok.

Nursyamsi. (2010). Teknik Kultur Jaringan Sebagai Alternatif Perbanyakan Tanaman Untuk Mendukung Rehabilitasi Lahan. Makasar: Prosiding Ekspose.

Rostiana & Seswita, D. (2007). Pengaruh Indole Butyric Acid Dan Naphtaleine Acetic Acid Terhadap Induksi Perakaran Tunas Piretrum [Chrysanthemum Cinerariifolium (Trevir.) Vis.] Klon Prau 6 Secara In Vitro. Bul. Littro.

18(1): 39-84.

Smith, R. H. (2013). Plant Tissue Culture Thirth Edition. Texas: Elsivier.

Syamsiah, M., Imansyah, A. A., Suprapti, H. K.,

& Bardriah, D. S. (2020). Respon

Multiplikasi Anggrek Bulan (Phalaenopsis Sp.) Terhadap Penambahan Beberapa konsentrasi BAP (Benzyl Amino Purine) Pada Medium In Vitro. Jurnal Agrosains. 10 (2): 148-159.

Tokuhara, K. & M. Mii. (1993).

Micropropagation of Phalaenopsis and Doritaenopsis by Culturing Shoot Tips of Flower Stalk Buds. Plant Cell Reports. 21: 46-51.

Utami, E. S. W., Semiarti, E., Taryono, T.

(2007). Embriogenesis Somatik Anggrek Bulan Phalaenopsis amabilis L. BI: Struktur dan Pola perkembangan.

Jurnal Biological Researches. 13 (13- 38).

Utari, T. W. (2015). Pertumbuhan Protokrom Anggrek Phalaenopsis laycockii Dengan Kombinasi BAP dan NAA Pada Kultur In Vitro. Skripsi. UIN Maulana Malik Ibrahim. Malang.

Wattimena, G.A. (1988). Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman PAU Bioteknologi IPB. Bogor. 145.

Wicaksono, F. Y., T. Nurmala, A.W. Irwan, &

Putri, A.S.U. (2016). Pengaruh Pemberian Giberelin dan Sitokinin pada Konsentrasi yang Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Hasil Gandum (Triticum aestivum L.) di Dataran Medium Jatinangor. J. Kultivasi. 15 (1).

Widyastuti, Y.E. (1993). Flora Fauna Maskot Nasional dan Provinsi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Widiastoety, D., Santi, A., & Solvia, N. (2012).

Pengaruh Myoinositol dan Arang Aktif terhadap Pertumbuhan Planlet Anggrek Dendrobium dalam Kultur In Vitro. J.

Hort. 22 (3): 205-209.

Referensi

Dokumen terkait

tahun pelajaran 2013/ 2014 antara yang mengikuti model pembelajaran inquiry terbimbing dengan yang mengikuti model pembelajaran konvensional, (2) terdapat pengaruh

Pred sestavo zapisnika mora pooblaščena oseba, ki opravlja davčni inšpekcijski nadzor, o rezultatu davčnega inšpekcijskega nadzora pisno seznaniti zavezanca za davek, tako da ga

Komposisi dan kelimpahan hewan meiofauna dengan tingkat kerapatan lamun berbeda menunjukkan adanya korelasi yang tinggi dan bersifat positif, hal ini berarti

Filosofi dari desain interior modern diantaranya adalah bersih, simpel, dan fokus pada fungsi. Tidak banyak aksesoris tambahan pada desain gaya modern. Namun demikian,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh stres kerja dan konflik kerja terhadap kinerja pegawai asuransi jiwa bersama bumi putera jayapura papua.Rumusan masalah

Kadar kolesterol total serum darah tikus putih jantan setelah diinduksi pakan tinggi lemak dapat dilihat bahwa semua tikus pada semua kelompok mengalami

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan pengujian perbandingan kadar fenolik total pada tanaman daun afrika (Vernonia amygdalina Del.) dari dua tempat tumbuh yang

Learning memiliki dampak positif dalam Mengefektifltaskan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu