BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif untuk menganalisis determinasi ketahanan pangan rumah tangga di Indonesia yang terdiri atas rumah tangga disabilitas dan rumah tangga tanpa disabilitas. Pemilihan rumah tangga disabilitas Indonesia berdasar pertimbangan bahwa rumah tangga dengan disabilitas di Indonesia memiliki pengeluaran per kapita yang rendah, selain itu stigma dan diskriminasi yang diterima penyandang disabilitas mengakibatkan akses untuk bermobilisasi menjadi rendah (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2018).
B. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Survei Aspek Kehidupan Rumah Tangga Indonesia (SAKERTI) atau sering disebut dengan Indonesia Family Live Survey (IFLS). IFLS merupakan survei longitudinal yang sudah berlangsung sebanyak lima gelombang (wave) yaitu gelombang IFLS 1 dimulai pada tahun 1993-1994 yang meliputi 13 dari 26 provinsi di Indonesia seperti provinsi di Jawa, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Lampung, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Kalimantan Selatan dengan total sampel yaitu 83% dari seluruh penduduk di Indonesia. Gelombang IFLS 2 dilakukan pada tahun 1997-1998 dengan sub sampel 25% kembali disurvei untuk mengetahui dampak krisis ekonomi Indonesia. Gelombang IFLS 3 dilakukan pada tahun 2000 dengan sampel penuh. Gelombang IFLS 4 dilakukan pada tahun 2007- 2008, sedangkan gelobang IFLS 5 dilakukan pada tahun 2014-2015 (Strauss et al., 2016).
IFLS menyajikan data berupa indikator kesejahteraan yang dilihat dari aspek ekonomi dan non ekonomi meliputi pendapatan, konsumsi, pendidikan, migrasi, kesehatan, pengambilan keputusan dan partisipasi dalam kegiatan masyarakat.
Survei IFLS menyajikan data konsumsi pangan dan pengeluaran rumah tangga.
Data konsumsi pangan dibagi ke dalam yang dibagi ke dalam 8 kelompok yaitu makanan pokok, sayur mayor, makanan kering, daging ikan, lauk pauk lainnya susu/telur, bumbu-bumbuan, minuman dan bahan minuman/bahan konsumsi lainnya, sedangkan data pengeluaran rumah tangga dibagi ke dalam 8 kelompok pengeluaran pangan dan 12 kelompok pengeluaran bukan pangan. Survei pada IFLS dilakukan dengan mengumpulkan data pada level rumah tangga (HH) sebanyak 15.900 rumah tangga dengan 50.000 individu dan komunitas-fasilitas (COMFAS) seperti fasilitas ekonomi (pasar), pendidikan dan kesehatan sebanyak 709 komunitas pada IFLS 5. Data survei rumah tangga diperoleh dengan wawancara individu dalam suatu rumah tangga dengan tujuan untuk memperoleh informasi dari rumah tangga, sedangkan survei komunitas-fasilitas diperoleh melalui wawancara pihak berwenang pada level Kelurahan dengan tujuan ganda (multipurpose survey) yaitu memperoleh informasi dari rumah tangga dan data fasilitas pendidikan, kesehatan dan fasilitas lainnya yang digunakan rumah tangga di wilayah yang terpilih (Strauss et al., 2016).
Dalam penelitian ini menggunakan data IFLS gelombang 5 dimana tidak semua rumah tangga dianalisis, tetapi dibatasi pada rumah tangga yang memiliki anggota rumah tangga penyandang disabilitas dan tanpa disabilitas yang telah memenuhi kriteria data yang lengkap. Adapun kriteria penyandang disabilitas ditentukan berdasarkan jenis disabilitas pada IFLS 5 buku 3B seksi CD terkait kondisi kronis yang meliputi seseorang yang cacat anggota badan, kerusakan otak, penglihatan tidak sempurna, bicara tidak sempurna, keterbelakangan mental, autis dalam suatu rumah tangga sehingga diperoleh jumlah rumah tangga dengan disabilitas yang dianalisis sebanyak 2.865 rumah tangga. Sedangkan rumah tangga tanpa disabilitas sebanyak 11.566 rumah tangga. Teknik pengambilan data dilakukan pada survei IFLS 5 dengan menggunakan kuesioner pada tahun 2014- 2015. Dalam pengumpulan data IFLS menggunakan program Computer Assisted Personal Interviewing sehingga data yang diperoleh menjadi valid digunakan dalam penelitian karena sudah diuji berkali-kali (Strauss et al., 2016).
Data yang digunakan meliputi data rumah tangga (HH) yaitu data pendidikan ibu, pendidikan kepala rumah tangga, jumlah anggota keluarga, kepemilikan
tabungan, kepemilikan pinjaman, pendapatan, kepemilikan kendaraan, akses informasi dan teknologi, kepemilikan tempat tinggal, kepemilikan lahan, partisipasi organisasi, keikutsertaan arisan, umur kepala rumah tangga, jenis kelamin kepala rumah tangga, dan status pernikahan kepala rumah tangga, bantuan raskin, dan resiko bencana alam. Pengujian hipotesis dilakukan menggunakan model ekonometrika persamaan Multilevel regression dengan alat bantu program statistik STATA. Penggunaan persamaan Multilevel regression digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang berstruktur hirarki (level 1 dan level 2). Level pertama terdiri atas individu dalam suatu rumah tangga. Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data aspek sosial ekonomi, kesehatan dan konsumsi rumah tangga pertanian. Adapun data diperoleh dari berbagai jenis buku dalam survei IFLS sebagai berikut:
1. Buku 1 meliputi data seksi KS (konsumsi rumah tangga), seksi KSR (konsumsi resurvey)
2. Buku 2 meliputi data seksi HR (harta rumah tangga), seksi BH (pinjaman), seksi KR (karakteristik rumah tangga), seksi UT (usaha tani), seksi ND (bencana)
3. Buku 3A meliputi data seksi TK (ketenagakerjaan), seksi DL (pendidikan) 4. Buku 3B meliputi data seksi CD (kondisi kronis), seksi PM (partisipasi
masyarakat)
Level kedua terdiri atas data pada level provinsi. Data yang digunakan adalah data publikasi Badan Pusat Statistik tahun 2014 terkait PDRB per kapita atas dasar harga konstan.
C. Definisi Operasional Variabel
Penelitian ini terdiri atas dua variabel yaitu variabel dependen dan independen.
Berikut adalah definisi operasional variabel variabel penelitian baik dependen maupun independen:
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Sederhana
Variabel Keterangan Variabel Pertanyaan Kuisioner IFLS
Keterangan Kuisioner IFLS VARIABEL DEPENDEN
Dummy FSI
Bernilai 1 jika tahan pangan;
0 jika kurang pangan, rentan pangan dan rawan pangan
Status ketahanan pangan diukur dengan klasifikasi silang antara tingkat pengeluaran pangan yang diperoleh dengan membagi pengeluaran pangan dengan total pengeluaran (pangan dan bukan pangan), sedangkan kecukupan energi rumah tangga diperoleh dengan membagi total kalori per hari dengan calory intake menurut WKNP sebesar 2.150 kkal/kapital/hari.
Pengeluaran pangan: Buku 1 seksi KS1TYPE (KS02)
Selama satu minggu terakhir, berapa total pengeluaran untuk jenis pangan
Pengeluaran bukan pangan:
Buku 1 seksi KS 2 TYPE (KS06) dan Buku 1 seksi KS 3 TYPE (KS08)
Berapa
pengeluaran untuk [...] oleh semua anggota rumah tangga selama satu bulan terakhir?
VARIABEL INDEPENDEN Human capital
Dummy pendidikan ibu Dummy pendidikan bernilai 1 jika pendidikan SMA sederajat ke atas;
bernilai 0 jika pendidikan SMP sederajat ke bawah
Pendidikan:
Buku K seksi AR (AR16)
Pendidikan tertinggi yang pernah diikuti ART?
Dummy pendidikan kepala rumah tangga
Dummy pendidikan bernilai 1 jika pendidikan SMA sederajat ke atas;
bernilai 0 jika pendidikan SMP sederajat ke bawah
Pendidikan:
Buku K seksi AR (AR16)
Pendidikan tertinggi yang pernah diikuti ART?
Dummy jenis disabilitas - Dummy disabilitas pendengaran (hearing limitations) bernilai 1 jika anggota rumah tangga mengalami masalah pendengaran tidak sempurna dan 0 untuk rumah tangga dengan disabilitas lainnya.
Dummy disabilitas fisik (physical limitations) bernilai 1 jika anggota rumah tangga mengalami masalah cacat anggota badan dan 0 untuk rumah tangga dengan disabilitas lainnya.
Dummy disabilitas melakukan pekerjaan (work limitations) bernilai 1 jika anggota rumah tangga mengalami masalah bicara tidak sempurna, serta penglihatan tidak
buku 3B seksi CD (CD01)
Apakah
Dokter/Paramedis /Perawat/Bidan pernah
mengatakan /memberikan diagnosa bahwa Ibu/Bapak/Sdr memiliki/menderi ta […]?‖ (cacat anggota badan, kerusakan otak, penglihatan tidak sempurna, bicara tidak sempurna, keterbelakangan mental dan autis)
sempurna dan 0 untuk rumah tangga dengan disabilitas lainnya.
Dummy disabilitas kognitif (cognitive limitations) bernilai 1 jika anggota rumah tangga mengalami masalah kerusakan otak, keterbelakangan mental serta autis dan 0 untuk rumah tangga dengan disabilitas lainnya.
Financial capital Dummy kepemilikan tabungan
Dummy variabel saving sama dengan 1 untuk rumah tangga yang memiliki tabungan dan 0 untuk rumah tangga yang tidak memiliki tabungan.
Buku 2 seksi HR (HR01G)
Apakah Ibu/Bapak/Sdr atau Anggota Rumah Tangga yang lain memiliki [tabungan]?
Dummy kepemilikan pinjaman
Dummy variabel loan sama dengan 1 untuk rumah tangga yang memiliki akses pada pinjaman dan 0 untuk rumah tangga yang tidak memiliki pinjaman (pinjaman=0).
Buku 2 seksi BH (BH28)
Berapa jumlah total pinjaman sekarang ?
Dummy raskin Dummy variabel raskin sama dengan 1 jika membeli dan menerima program raskin; bernilai 0 jika tidak tahu dan tidak ada program raskin.
Buku 1 seksi KSR (KSR24a)
Dalam 1 tahun terakhir, apakah rumah tangga Ibu/Bapak/Sdr pernah membeli beras/menerima uang dari program [raskin]?
Physical capital Dummy kepemilikan kendaraan
Dummy variabel vehicle sama dengan 1 untuk rumah tangga yang memiliki kendaraan dan 0 untuk rumah tangga yang tidak memiliki kendaraan
Buku 2 seksi HR (HR01E)
Apakah Ibu/Bapak/Sdr atau Anggota Rumah Tangga yang lain memiliki [kendaraan]?
Dummy kepemilikan akses informasi
Dummy variabel acces info sama dengan 1 untuk rumah tangga yang memiliki handphone dan 0 untuk lainnya.
Buku 3A seksi DL (DL03B)
Apakah Ibu/Bapak/Sdr memiliki handphone?
Dummy kepemilikan rumah Dummy variabel residence sama dengan 1 untuk rumah tangga yang memiliki rumah sendiri dan 0 untuk lainnya.
Buku 2 seksi HR (HR01A)
Apakah Ibu/Bapak/Sdr atau Anggota Rumah Tangga yang lain memiliki [rumah yang ditempati]?
Natural capital
Dummy kepemilikan lahan pertanian
Dummy variabel land sama dengan 1 untuk rumah tangga yang memiliki lahan dan 0 untuk rumah tangga yang tidak memiliki lahan.
Buku 2 seksi UT (UT00a)
Apakah Ibu/Bapak/Sdr atau Anggota Rumah Tangga yang lain memiliki lahan pertanian?
Dummy resiko bencana alam
Dummy variabel resiko bencana sama dengan 1 untuk rumah tangga yang beresiko bencana alam dan 0 untuk rumah tangga yang tidak beresiko bencana alam.
Buku 2 seksi ND (ND01)
Dalam 5 tahun terakhir, apakah ada bencana alam atau bencana lainnya (termasuk konflik sipil ) di daerah
Ibu/Bapak/Sdr tinggal? Jika ada, bencana apa yang terjadi?
Social capital Dummy partisipasi organisasi
Dummy variabel
partisipasi organisasi sama dengan 1 untuk rumah tangga yang mengikuti organisasi dan 0 untuk rumah tangga yang tidak mengikuti organisasi.
Buku 3B seksi PM (PM16)
Sepengetahuan Ibu/Bapak/Sdr, selama 12 bulan terakhir, apakah di desa/ kelurahan ini diadakan [...]
Dummy partisipasi arisan Dummy variabel partisipasi arisan sama dengan 1 untuk rumah tangga yang mengikuti arisan dan 0 untuk rumah tangga yang tidak mengikuti arisan.
Buku 3B seksi PM (PM01)
Apakah
Ibu/Bapak/Saudar a mengikuti arisan dalam 12 bulan terakhir?
Karakteristik Rumah Tangga
Umur kepala rumah tangga Umur dalam tahun Buku K seksi AR (AR09)
Umur ART sekarang Dummy tempat tinggal Dummy variabel tempat
tinggal sama dengan 1 untuk rumah tangga yang tinggal di perkotaan dan 0 untuk rumah tangga yang tinggal di perdesaan.
Buku K seksi SC (SC05)
Daerah tempat tinggal 1.
Perkotaan 2.
perdesaan
Dummy anggota rumah tangga
Dummy variabel anggota keluarga bernilai 1 jika memiliki ≤ 4 anggota keluarga; bernilai 0 jika memiliki >4 anggota rumah tangga.
Buku K seksi AR (AR01)
Jumlah anggota yang masih tinggal di rumah tangga
Regional
Logaritma PDRB Logaritma PDRB Perkapita Provinsi
Badan Pusat Statistik
PDRB per kapita provinsi atas dasar harga kosntan
Berikut penjelasan lebih rinci terkait definisi operasional variabel dalam penelitian ini:
1. Variabel Dependen
Variabel dependen penelitian ini adalah skala ketahanan pangan yang diukur dengan indikator pengeluaran dan kecukupan energi dilakukan oleh Jonsson and Toole (1991) dalam Maxwell et al. (2000). Indikator pengeluaran dan kecukupan energi menghitung ketahanan pangan dengan klasifikasi silang antara proporsi pengeluaran pangan dan kecukupan energi. Proses pengukuran status ketahanan pangan disajikan pada gambar 3.1 sebagai berikut:
Gambar 3.1
Proses Pengukuran Status Ketahanan Pangan
Gambar 3.1 menjelaskan mengenai proses pengukuran status ketahanan pangan yang dimulai pada tahap 1 terlebih dahulu yaitu menghitung pengeluaran dan kecukupa energi yang mengacu pada penelitian Maxwell et al. (2000). Berikut merupakan perhitungan untuk menentukan proporsi pengeluaran pangan dan kecukupan energi:
a. Proporsi Pengeluaran Pangan
Indikator pangan dan non pangan yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan pada data IFLS HH Buku 1, dimana Seksi KS (KS1TYPE) untuk indikator pangan dengan menanyakan ― jenis makanan yang dibelikan/dikonsumsi oleh semua anggota rumah tangga selama 1 minggu terakhir‖ sebagai berikut (tabel 3.2).
Tahap 1 Menghitung pengeluaran dan kecukupan energi
Maxwell et al.
(2000)
Tahap 2 Penentuan kategori ketahanan
pangan Jonsson and Toole
(1991)
Tahap 3 Penetuan kategori
variabel status ketahanan pangan
Purwaningsih et al. (2010) dan
Widada et al.
(2017)
Tabel 3.2
Kategori Bahan Pangan menurut IFLS Kategori Pangan
(KS1TYPE)
Jenis Pangan Makanan pokok A. Beras
B. Jagung C. Sagu/terigu
D. Ubi kayu/singkong, tapioca, gaplek
E. Makanan pokok lainnya: ketela, kentang, talas
Sayur mayur F. Kangkung, mentimun, bayam, sawi, tomat, kol, katuk, buncis, kacang panjang dan sejenisnya.
G. Kacang-kacangan H. Buah buahan
Makanan kering I. Mie, bihun, soun, macaroni, kerupuk, emping J. Biskuit, roti, kue kering dan sejenisnya Daging/ikan K. Daging sapi, kambing, kerbau dan sejenisnya
L. Daging ayam, bebek dan sejenisnya
M. Ikan segar (ikan basah), kerang,udang,cumi-cumi dan sejenisnya.
N. Ikan asin, ikan asap Lauk-pauk
lainnya:
OA. Dendeng, abon, daging kaleng, sarden dan lain-lain OB. Tahu, tempe, oncom
Susu/telur P. Telur
Q. Susu segar,susu kaleng,susu bubuk dan sejenisnya Bumbu-bumbuan R. Kecap
S. Garam T. Terasi
U. Saus sambal, saus tomat
V. Bawang merah, bawang putih, cabe, kemiri, ketumbar, vetsin
W. Gula jawa X. Mentega
Y. Minyak goreng seperti minyak kelapa, minyak kacang, minyak jagung, minyak sawit dan sejenisnya
Minuman dan bahan
minuman/bahan konsumsi lainnya
Z. Air minum AA Gula pasir BA. Kopi CA. Teh DA. Coklat
EA. Minuman ringan seperti fanta, sprite, dan sejenisnya FA. Minuman beralkohol seperti bir, tuak,arak dan sejenisnya
GA. Sirih, pinang (untuk nginang, jamu dan sejenisnya) HA. Rokok, tembakau
IA. Makanan jadi yang dimakan di rumah IB. Makanan jadi yang dimakan diluar rumah Sumber: Strauss et al. (2016)
Proporsi pengeluaran pangan dihitung dengan membagi pengeluaran pangan dengan pengeluaran total (yang diperoleh dengan menjumlahkan pengeluaran pangan dan pengeluaran non pangan). Data pengeluaran pangan diperoleh dari data IFLS buku 1 seksi KS1TYPE (KS02) yaitu ―Selama satu minggu terakhir, berapa total pengeluaran untuk jenis pangan‖. Data pengeluaran non pangan diperoleh dari data IFLS buku 1 seksi KS2TYPE (meliputi pengeluaran untuk listrik, air, bahan bakar rumah tangga, telepon/HP, kebutuhan perawatan badan, barang-barang keperluang rumah tangga, gaji untuk pembantu, tukang kebun, pengemudi, SATPAM dan sejenisnya, rekreasi dan hiburan, transportasi, undian dan sejenisnya, arisan dan nilai bukan pangan lainnya) dan KS3TYPE (meliputi pengeluaran untuk pakaian untuk anak-anak dan orang dewasa, perlengkapan dan peralatan rumah tangga, biaya kesehatan, upacara ritual sumbangan dan hadiah, pajak-pajak, pengeluaran lainnya yang belum termasuk denda, nilai bukan pangan yang diberikan kepada orang diluar rumah tangga) dengan pertanyaan ―Kira-kira berapa total nilai bahan bukan pangan yang dikonsumsi rumah tangga ini yang berasal dari hasil usaha sendiri atau diterima dari sumber lain selama satu bulan terakhir‖. Formulasi perhitungan proporsi pengeluaran pangan sebagai berikut:
... (3.1)
Keterangan:
PFE : proporsi pengeluaran pangan (%) FE : pengeluaran pangan (rupiah)
TFE : total pengeluaran rumah tangga (rupiah)
b. Kecukupan Energi
Kecukupan energi adalah perbandingan antara total energi yang dikonsumsi (kalori) terhadap angka kecukupan energi (%), sedangkan AKE yang ditentukan sebesar 2.150 kkal/kapital/hari (Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, 2019). Penentuan total energi yang dikonsumsi dilakukan dengan mengkonversikan jenis bahan pangan yang dikonsumsi pada data IFLS buku 1 seksi KS (KS4TYPE) dengan tingkat kalori yang ditentukan oleh Kementerian
Kesehatan RI melalui software Nutrisurvey2007 (Kemenkes, 2016). Proses konversi konsumsi energi bahan pangan rumah tangga disajikan pada gambar 3.2 sebagai berikut:
Gambar 3.2
Proses Konversi Konsumsi Energi Bahan Pangan Rumah Tangga Gambar 3.2 menjelaskan mengenai proses konversi konsumsi energi bahan pangan rumah tangga diambil dari data IFLS 5 buku 1 seksi KS pada KS4type terkait jenis pangan yang dikonsumsi anggota rumah tangga yang meliputi beras, daging, ayam, ikan, kangkung, bayam, minyak goring dan gula pasir yang dikonversikan menurut Nutrisurvey2007 dalam satuan kg bahwa kalori beras sebesar 3622,00 kkal; kalori daging sapi sebesar 2070,00 kkal; kalori daging ayam sebesar 3020,00 kkal; kalori daging ikan sebesar 856,39 kkal; kalori kangkung sebesar 168,00 kkal; kalori bayam sebesar 113,60 kkal; kalori minyak goreng sebesar 9582,84 kkal; kalori gula pasir sebesar 3640,00. Kemudian untuk mencari data KS13 terkait jumlah yang dibeli dan data KS14 terkait satuannya yang meliputi kg, liter, ons, gram, takaran bamboo, kantung, ikat dan ekor. Langkah selanjutnya menggunakan data KS14a dan KS14b untuk memperoleh data dalam satuan kg dan liter. Di dalam mengkonversikan energi, diperlukan satuan yang sama maka satuan liter akan dikonversikan menjadi kg berdasarkan Satuan Standar Komoditas BPS, bahwa 1 liter jika dikonversikan menjadi kg menjadi 1,328 kg. Dari hasil konversi kalori bahan pangan, satuan dan berat yang sama kemudian dikalikan untuk memperoleh konsumsi kalori per rumah tangga yang kemudian dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga untuk mengetahui
konsumsi kalori per kapita. Formulasi perhitungan kecukupan energi sebagai berikut:
... (3.2) Keterangan:
TEC : total kecukupan energi (%) EC : kecukupan energi (kalori)
AKE : angka kecukupan energi (kkal/kapital/hari)
Tahap 2 yaitu menentukan kategori ketahanan pangan dengan klasifikasi silang antara pengeluaran dan kecukupan energi menurut Jonsson and Toole (1991).
Adapun kriteria pengukuran ketahanan pangan dengan metode pengeluaran dan kecukupan energi sebagai berikut:
Tabel 3.3
Indikator Pengukuran Ketahanan pangan rumah tangga Kecukupan energi Rumah
Tangga
Tingkat Pengeluaran Pangan Rendah
(<60% Pengeluaran Total)
Tinggi (≥60% Pengeluaran
Total) Cukup
(80% Kecukupan energi rata- rata keluarga)
Tahan Pangan Rentan Pangan
Kurang
(≤80% kecukupan energi rata- rata keluarga)
Kurang Pangan Rawan Pangan
Sumber: Jonsson and Toole (1991) dalam Maxwell et al. (2000)
Kriteria pengukuran ketahanan pangan rumah tangga sebagai berikut:
1) Rumah tangga tahan pangan yaitu bila proporsi pengeluaran pangan <60% dari pengeluaran total (rendah) dan kecukupan energi rumah tangga 80% dari syarat kecukupan energi (cukup).
2) Rumah tangga rentan pangan yaitu bila proporsi pengeluaran pangan ≥60%
dari pengeluaran total (tinggi) dan kecukupan energi rumah tangga 80% dari syarat kecukupan energi (cukup).
3) Rumah tangga kurang pangan yaitu bila proporsi pengeluaran pangan <60%
dari pengeluaran total (rendah) dan kecukupan energi rumah tangga ≤80% dari syarat kecukupan energi (kurang).
4) Rumah tangga rawan pangan yaitu bila proporsi pengeluaran pangan ≥60%
dari pengeluaran total (tinggi) dan kecukupan energi rumah tangga ≤80% dari syarat kecukupan energi (kurang).
Lebih lanjut, tahap 3 yaitu menentukan kategori variabel status ketahanan pangan yang mengacu pada penelitian Purwaningsih et al. (2010) dan Widada et al. (2017). Secara ringkas pembagian kategori status ketahanan pangan tersebut adalah berupa variabel dummy. Adapun penetuan kategori variabel status ketahanan pangan yaitu kategori tahan pangan maka bernilai 1 jika tahan pangan, sedangkan kategori rawan bernilai 0 jika rentan pangan, kurang pangan dan rawan pangan.
2. Variabel Independen
Variabel independen terdiri atas human capital, financial capital, social capital, nature capital, physical capital dan karakteristik rumah tangga.
a. Human capital
Human capital diwakili oleh tingkat pendidikan ibu, tingkat pendidikan kepala rumah tangga, jumlah anggota keluarga dan jenis disabilitas.
1) Tingkat pendidikan ibu (mom_educ_d) adalah tingkat pendidikan ibu di level rumah tangga, dalam IFLS HH buku K seksi AR (AR166) diukur dengan tingkat pendidikan tertinggi yang pernah diikuti ibu, dikategorikan menjadi sebagai berikut:
a) Sekolah Dasar (SD)
b) Sekolah Menengah Pertama Umum (SMP Umum) c) Sekolah Menengah Pertama Kejuruan (SMP Kerujuan) d) Sekolah Menengah Umum (SMU Sederajat)
e) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK Sederajat) f) Akademi D1, D2, D3
g) Universitas (Strata 1) h) Universitas (Strata 2) i) Universitas (Strata 3) j) Kejar Paket A
k) Kejar Paket B
l) Kejar Paket C m) Universitas Terbuka n) Pesantren
o) Sekolah Untuk Penyandang Cacat (Fisik/Mental) p) MI (Madrasah Ibtidaiyah Sederajat)
q) MTS (Madrasah Tsanawiyah Sederajat) r) MA (Madrasah Aliyah Sederajat) s) Taman Kanak-Kanak (TK)
Dalam penelitian ini, tingkat pendidikan ibu (mom_educ) diukur dengan kategori dalam bentuk dummy variabel (Yuniarti & Purwaningsih, 2017;
Martin et al., 2004; Iram & Butt, 2004). Adapun penentuan dummy variabel tingkat pendidikan ibu (mom_educ) dimana bernilai 1 jika lulus SMA ke atas dan 0 jika pendidikan lainnya.
a) SMA ke atas dalam data IFLS terdiri dari SMU (SMA/SLA/SLTA) Umum, SMK (SMA/SLA/SLTA) Kejuruan, MA (Madrasah Aliyah), Kejar Paket C, Universitas Terbuka, Akademi (D1, D2, D3), Universitas (S1), Universitas (S2), Universitas (S3).
b) Pendidikan lainnya (selain SMA ke atas) dalam data IFLS terdiri atas Taman Kanak-Kanak, SD, SMP (SLP/SLTP) Umum, SMP (SLP/SLTP) Kejuruan, Kejar Paket A, Kejar Paket B, Pesantren, Sekolah Untuk Penyandang Cacat (Fisik/Mental), MI (Madrasah Ibtidaiyah), MTS (Madrasah Tsanawiyah).
2) Tingkat pendidikan kepala rumah tangga (hh_educ_d) adalah tingkat pendidikan kepala keluarga di level rumah tangga, dalam IFLS HH buku 3A seksi DL (DL06) diukur dengan tingkat pendidikan tertinggi yang pernah diikuti kepala keluarga, dikategorikan menjadi sebagai berikut:
a) Sekolah Dasar (SD)
b) Sekolah Menengah Pertama Umum (SMP Umum) c) Sekolah Menengah Pertama Kejuruan (SMP Kerujuan) d) Sekolah Menengah Umum (SMU Sederajat)
e) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK Sederajat) f) Akademi D1, D2, D3
g) Universitas (Strata 1) h) Universitas (Strata 2) i) Universitas (Strata 3) j) Kejar Paket A
k) Kejar Paket B l) Kejar Paket C m) Universitas Terbuka n) Pesantren
o) Sekolah Untuk Penyandang Cacat (Fisik/Mental) p) MI (Madrasah Ibtidaiyah Sederajat)
q) MTS (Madrasah Tsanawiyah Sederajat) r) MA (Madrasah Aliyah Sederajat) s) Taman Kanak-Kanak (TK)
Dalam penelitian ini, tingkat pendidikan kepala keluarga (hh_educ) diukur dengan kategori dalam bentuk dummy variabel (Yuniarti & Purwaningsih, 2017; Akinoade et al., 2016; Purwaningsih et al., 2010). Adapun penentuan dummy variabel tingkat pendidikan kepala keluarga (hh_educ_d) dimana bernilai 1 jika lulus SMA ke atas dan 0 jika pendidikan lainnya.
a) SMA ke atas dalam data IFLS terdiri dari SMU (SMA/SLA/SLTA) Umum, SMK (SMA/SLA/SLTA) Kejuruan, MA (Madrasah Aliyah), Kejar Paket C, Universitas Terbuka, Akademi (D1, D2, D3), Universitas (S1), Universitas (S2), Universitas (S3).
b) Pendidikan lainnya (selain SMA ke atas) dalam data IFLS terdiri atas Taman Kanak-Kanak, SD, SMP (SLP/SLTP) Umum, SMP (SLP/SLTP) Kejuruan, Kejar Paket A, Kejar Paket B, Pesantren, Sekolah Untuk Penyandang Cacat (Fisik/Mental), MI (Madrasah Ibtidaiyah), MTS (Madrasah Tsanawiyah).
3) Dummy jenis disabilitas (type_disabilites) adalah jenis-jenis disabilitas di level rumah tangga, dalam IFLS HH buku 3B seksi CD (CD01) diukur dengan
―apakah Dokter/Paramedis/Perawat/Bidan pernah mengatakan /memberikan diagnosa bahwa Ibu/Bapak/Sdr memiliki/menderita […]?‖ yang dikategorikan menjadi cacat anggota badan, kerusakan otak, penglihatan tidak sempurna,
bicara tidak sempurna, keterbelakangan mental dan autis. Dalam penelitian ini, penentuan dummy variabel jenis disabilitas dibagi menjadi 4 (C. M. Heflin et al., 2019) yaitu pertama, disabilitas pendengaran (hearing limitations) yang meliputi rumah tangga dengan anggota rumah tangga mengalami masalah pendengaran tidak sempurna. Kedua, disabilitas fisik (physical limitations) yang meliputi rumah tangga dengan anggota rumah tangga mengalami masalah cacat anggota badan. Ketiga, disabilitas melakukan pekerjaan (work limitations) yang meliputi rumah tangga dengan anggota rumah tangga mengalami masalah bicara tidak sempurna, dan penglihatan tidak sempurna.
Keempat, disabilitas kognitif (cognitive limitations) yang meliputi rumah tangga dengan anggota rumah tangga mengalami masalah kerusakan otak, keterbelakangan mental dan autis. Penentuan variabel dummy jenis disabilitas sebagai berikut:
h) Dummy disabilitas pendengaran (hearing limitations) bernilai 1 jika anggota rumah tangga mengalami masalah pendengaran tidak sempurna dan 0 untuk rumah tangga dengan disabilitas lainnya.
i) Dummy disabilitas fisik (physical limitations) bernilai 1 jika anggota rumah tangga mengalami masalah cacat anggota badan dan 0 untuk rumah tangga dengan disabilitas lainnya.
j) Dummy disabilitas melakukan pekerjaan (work limitations) bernilai 1 jika anggota rumah tangga mengalami masalah bicara tidak sempurna, serta penglihatan tidak sempurna dan 0 untuk rumah tangga dengan disabilitas lainnya.
k) Dummy disabilitas kognitif (cognitive limitations) bernilai 1 jika anggota rumah tangga mengalami masalah kerusakan otak, keterbelakangan mental serta autis dan 0 untuk rumah tangga dengan disabilitas lainnya.
b. Financial capital
Financial capital diwakili oleh kepemilikan tabungan, pinjaman dan pendapatan, bantuan raskin.
1) Kepemilikan tabungan (saving_ownership_d) adalah kepemilikan tabungan di level rumah tangga, dalam IFLS buku 2 seksi HR (G) diukur dengan menanyakan kepemilikan tabungan/deposito/saham yang dimiliki oleh semua
anggota rumah tangga, bernilai 1 jika ya dan bernilai 3 jika tidak. Dalam penelitian ini, kepemilikan tabungan (saving_ownership_d) diukur dengan diukur dengan dummy variabel. Variabel saving_ownership_d sama dengan 1 untuk rumah tangga yang memiliki tabungan dan 0 untuk rumah tangga yang tidak memiliki tabungan.
2) Kepemilikan pinjaman (loan_ownership_d) adalah kepemilikan pinjaman di level rumah tangga, dalam IFLS HH buku 2 seksi BH (BH28) diukur dengan menanyakan ―Berapa jumlah total pinjaman sekarang ?‖. Dalam penelitian ini, kepemilikan pinjaman (loan_ownership_d) diukur dengan dummy variabel.
Variabel loan_ownership_d sama dengan 1 untuk rumah tangga yang memiliki akses pada pinjaman dan 0 untuk rumah tangga yang tidak memiliki pinjaman (pinjaman=0).
3) Bantuan Raskin (raskin_d) adalah perolehan bantuan raskin yang diterima pada level kabupaten. Dalam IFLS HH buku 1 seksi KSR (KSR24a) diukur dengan menanyakan ―Apakah ada program raskin dalam 12 bulan terakhir‖, dimana bernilai 1 berarti ya dan bernilai 3 berarti tidak. Dalam penelitian ini, bantuan raskin (raskin_d) diukur dengan dummy variabel. Variabel raskin_d sama dengan 1 jika terdapat program raskin dan 0 jika tidak terdapat program raskin.
Indikator ini telah digunakan oleh Akinoade et al. (2016), Huang et al (2010).
c. Physical capital
Physical capital diwakili oleh kepemilikan kendaraan, akses informasi dan teknologi, kepemilikan tempat tinggal, akses pasar
1) Kepemilikan kendaraan (vehicle_ownership_d) adalah kepemilikan kendaraan di level rumah tangga, dalam IFLS HH buku 2 seksi HR (E) diukur dengan menanyakan kepemilikan kendaraan (mobil, kapal, sepeda motor, sepeda) yang dimiliki oleh semua anggota rumah tangga, bernilai 1 jika ya dan bernilai 3 jika tidak. Dalam penelitian ini, kepemilikan kendaraan (vehicle_ownership_d) diukur dengan dummy variabel. Variabel vehicle_ownership_d sama dengan 1 jika memiliki kendaraan (mobil, kapal, sepeda motor, sepeda) dan 0 jika tidak memiliki kendaraan (mobil, kapal, sepeda motor, sepeda). Indikator ini digunakan oleh (Yuniarti & Purwaningsih, 2017).
2) Akses informasi dan teknologi (acces_info_d) adalah akses terhadap informasi dan teknologi yang diinterpretasikan dengan kepemilikan handphone di level rumah tangga, dalam IFLS HH buku 3A seksi DL (DL03b) diukur dengan menanyakan ―Apakah Ibu/Bapak/Sdr, memiliki handphone‖, bernilai 1 jika ya dan bernilai 3 jika tidak. Dalam penelitian ini, akses informasi dan teknologi (acces_info_d) diukur dengan dummy variabel. Variabel acces_info_d sama dengan 1 jika mempunyai handphone dan 0 jika tidak memiliki handphone.
Indikator ini digunakan oleh (Manlosa et al., 2019)
3) Kepemilikan tempat tinggal (residence_ownership_d) adalah status kepemilikan tempat tinggal di level rumah tangga, dalam IFLS HH buku 2 seksi KR (KR03) diukur dengan menanyakan ―Apa status rumah ini‖, bernilai 1 jika milik sendiri, bernilai 2 jika menempati, bernilai 05 jika menyewa/kontrak, dan bernilai 95 jika lainnya. Dalam penelitian ini, kepemilikan tempat tinggal (residence_ownership_d) diukur dengan dummy variabel. Variabel residence_ownership_d sama dengan 1 jika tinggal di rumah milik sendiri dan 0 jika tinggal di rumah bukan milik sendiri (menempati, menyewa/kontrak, lainnya). Indikator ini digunakan oleh Sultana & Kiani (2011); Purwaningsih et al. (2010).
d. Nature capital
Nature capital diwakili oleh kepemilikan lahan dan resiko bencana.
1) Kepemilikan lahan (land_ownership_d) adalah status kepemilikan lahan di level rumah tangga, dalam IFLS HH buku 2 seksi UT (UT00a) diukur dengan menanyakan ―Apakah Ibu/Bapak/Sdr atau Anggota Rumah Tangga yang lain memiliki lahan pertanian‖, bernilai 1 jika ya, bernilai 3 jika tidak. Dalam penelitian ini, kepemilikan lahan (land_ownership_d) diukur dengan dummy variabel. Variabel land_ownership_d sama dengan 1 jika memiliki lahan dan 0 jika tidak memiliki lahan. Indikator ini digunakan oleh (Dzanja et al., 2015);
(Manlosa et al., 2019); (Yuniarti & Purwaningsih, 2017).
2) Resiko bencana alam (natural_disaster_d) adalah resiko bencana pada level kabupaten, dalam IFLS HH buku 2 seksi ND (nd01), diukur dengan menanyakan ―Apakah terdapat bencana alam dalam 5 tahun terakhir‖
dikategorikan menjadi sebagai berikut:
a) Banjir b) Gempa bumi c) Tanah longsor d) Gunung meletus e) Tsunami
f) Kekeringan g) Kebakaran hutan
h) Kebakaran besar lainnya
Dalam penelitian ini, resiko bencana alam (natural_disaster_d) diukur dengan dummy variabel. Variabel natural_disaster_d sama dengan 1 jika terdapat resiko bencana (banjir, gempa bumi, tanah longsor, gunung meletus, tsunami, kekeringan, kebakaran hutan dan kebakaran besar lainnya) dan 0 jika tidak ada resiko bencana (banjir, gempa bumi, tanah longsor, gunung meletus, tsunami, kekeringan, kebakaran hutan dan kebakaran besar lainnya). Indikator ini digunakan oleh Ramakrishna et al. (2014); Jonathan et al. (2020).
e. Social capital
Social capital diwakili oleh partisipasi organisasi dan keikutsertaan arisan.
1) Partisipasi organisasi (partisip_organizations_d) adalah keikutsertaan terhadap suatu organisasi pada level rumah tangga. Dalam IFLS HH buku 2 seksi PM (PM3TYPE) diukur dengan menanyakan ―Apa kegiatan masyarakat maupun program pemerintah yang melibatkan masyarakat dan diselenggarakan dalam 12 bulan terakhir di Desa/Kelurahan ini‖ dikategorikan menjadi sebagai berikut:
a) Pertemuan masyarakat b) Koperasi
c) Kerja bakti rutin
d) Program perbaikan kampung e) Kegiatan kelompok pemuda f) Kegiatan keagamaan
g) Perpustakaan h) Simpan pinjam i) Dana sehat
j) PNPM k) Partai politik
Dalam penelitian ini, partisipasi organisasi (partisip_organizations_d) diukur dengan dummy variabel. Variabel partisip_organizations_d sama dengan 1 jika mengikuti organisasi dan 0 jika tidak mengikuti organisasi.
Indikator ini digunakan oleh Manlosa et al. (2019); Yuniarti & Purwaningsih (2017); Dzanja et al. (2015); Martin et al. (2004).
2) Partisipasi arisan (arisan_d) adalah keikutsertaan dalam organisasi informal berupa arisan pada level rumah tangga. Dalam IFLS HH buku 3B seksi PM (PM01) diukur dengan menanyakan ―Apakah Ibu/Bapak/ Saudara mengikuti arisan dalam 12 bulan terakhir‖, dimana bernilai 1 jika ya dan bernilai 3 jika tidak. Dalam penelitian ini, partisipasi arisan (arisan_d) diukur dengan dummy variabel. Variabel arisan_d sama dengan 1 jika mengikuti arisan dan 0 jika tidak mengikuti arisan. Indikator ini digunakan oleh Yuniarti & Purwaningsih (2017).
f. Karakteristik rumah tangga
Karakteristik rumah tangga diwakili oleh karakteristik kepala keluarga yaitu meliputi umur, tempat tinggal dan jumlah anggota keluarga kepala keluarga.
1) Umur (age) adalah umur kepala rumah tangga, dalam IFLS HH buku K seksi AR (ar09) diukur dengan menanyakan umur kepala rumah tangga. Dalam penelitian ini, umur (age) kepala rumah tangga diukur dalam satuan tahun.
Indikator ini digunakan oleh Purwaningsih et al. (2015); Parker et al. (2010);
Ali et al. (2016); Coleman-Jensen & Nord (2013); Dzanja et al. (2015); Huang et al (2010); Abdullah et al. (2019); Twongyirwe et al. (2019); Akinoade et al.
(2016); Fekede et al. (2016); Iram & Butt (2004); Ramakrishna et al. (2014).
2) Tempat tinggal (urban_d) adalah tempat tinggal rumah tangga, dalam IFLS HH buku K seksi SC (sc05) diukur dengan menanyakan tempat tinggal dikategorikan menjadi 1 untuk kota dan 3 untuk desa.
Dalam penelitian ini, tempat tinggal rumah tangga diukur melalui tempat dimana rumah tangga tersebut tinggal yang dinyatakan dalam dummy variabel.
Variabel urban_d sama dengan 1 jika tinggal di desa dan 0 jika tinggal di kota.
Indikator ini digunakan oleh Azwardi et al. (2019)
3) Dummy anggota keluarga (member_d) adalah jumlah anggota keluarga di level rumah tangga, dalam IFLS HH buku K seksi AR (AR01) diukur dengan menanyakan jumlah anggota yang masih tinggal di rumah tangga. Dalam penelitian ini, dummy anggota keluarga (member_d) diukur dengan dummy variabel anggota keluarga bernilai 1 jika memiliki ≤ 4 anggota keluarga dan bernilai 0 jika memiliki >4 anggota rumah tangga.
g. Regional
Variabel regional diwakili oleh PDRB per kapita provinsi sebagai berikut:
1) PDRB Perkapita Provinsi (log_pdrb_perkapita) adalah pendapatan domestic regional bruto setiap provinsi, data tersebut diambil dari data Badan Pusat Statistik tahun 2014. Dalam penelitian ini, pendapatan provinsi (log_pdrb_perkapita) diukur dengan logaritma PDRB di masing-masing provinsi. Indikator ini digunakan oleh Suwardi (2011) Biantoro (2017) Fadlurrohim et al. (2020).
D. Teknik Analisis Data
Langkah pertama dalam analisis data adalah mengidentifikasi model yang akan digunakan berdasarkan pada penelitian terdahulu yang relevan. Langkah kedua adalah analisis data dan uji statistik dilakukan dengan analisis univariat dan multivariat.
1. Identifikasi Model
Tahap yang dilakukan sebelum analisis model adalah terlebih dahulu mengidentifikasi model. Identifikasi model diperlukan untuk mengetahui cara penyelesaian model multilevel regression. Model multilevel regression data berbentuk hirarki (Gujarati, 2004). Adapun model multilevel regression dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Level pertama terdiri atas individu dalam suatu rumah tangga. Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data aspek sosial ekonomi, kesehatan dan konsumsi rumah tangga pertanian. Adapun data diperoleh dari berbagai jenis buku dalam survei IFLS sebagai berikut:
1) Buku K meliputi data seksi AR (daftar anggota rumah tangga), seksi SC (keterangan sampling).
2) Buku 1 meliputi data seksi KS (konsumsi rumah tangga)
3) Buku 2 meliputi data seksi KR (karakteristik rumah tangga), seksi UT (usaha tani), seksi HR (harta rumah tangga), seksi ND (bencana)
4) Buku 3A meliputi data seksi DL (pendidikan), seksi SW (kesejahteraan), seksi KW (perkawinan), seksi TK (ketenagakerjaan)
5) Buku 3B meliputi data seksi PM (partisipasi masyarakat)
b. Level kedua terdiri atas data pada level kabupaten. Data yang digunakan adalah bencana alam dan bantuan pemerintah. Data diperoleh dari berbagai jenis buku dalam survei IFLS sebagai berikut:
1) Buku 2 meliputi data seksi ND (bencana)
2) Buku 1 meliputi data seksi KSR (konsumsi resurvei).
2. Analisis univariat
Analisis univariat dilakukan secara statistik deskriptif. Tujuan dari analisis univariat adalah mengetahui distribusi/sebaran dari karakteristik responden serta homogenitas data melalui proporsi tiap kelompok. Analisis univariat di deskripsikan dalam bentuk n, rata-rata, maksimum, minimum, standar deviasi dan persentase responden untuk setiap kategori.
3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan menggunakan model ekonometrika persamaan Multilevel regression dengan alat bantu program statistik STATA. Penggunaan persamaan Multilevel regression digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang berstruktur hirarki. Berikut penjelasan mengenai Multilevel regression:
a. Model Regresi Logistik Biner
Regresi logistik atau yang sering dikenal dengan model logit merupakan suatu model regresi yang digunakan untuk menganalisis hubungan/keterkaitan antara variabel dependen (yang bersifat kategorik) dengan variabel independen lainnya (Park, 2013). Dalam regresi logistik, variabel dependen dibagi menjadi dua kategori yang berskala nominal maupun ordinal (dichotomous) serta berskala
nominal atau ordinal yang memiliki lebih dari dua kategori (polychotomous).
Variabel independen pada regresi logistik terdiri dari satu atau beberapa variabel yang memiliki bersifat kategorik ataupun kontinu (Agresti, 2009).
Model regresi logistik biner menjadi salah satu model regresi logistik paling sederhana yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel dependen (bersifat dikotomi) dengan variabel independen (bersifat polychotomous) (Hosmer
& Lemeshow, 1989). Variabel independen dalam regresi logistik biner menggunakan data berskala ordinal maupun skala rasio, sedangkan variabel dependen menggunakan data berskala nominal yang hanya terdiri dari dua kategori saja, seperti ―bernilai 1 jika iya‖ dan ―bernilai 0 jika tidak‖, ―bernilai 1 jika laki-laki‖ dan ―bernilai 0 jika perempuan‖, dan seterusnya. Penentuan variabel dependen berdasar pada distribusi Bernoulli yang menghasilkan dua kemungkinan dari masing-masing observasi tunggal (Hosmer & Lemeshow, 1989). Fungsi probabilitas dari masing-masing observasi sebagai berikut:
( ) 𝑝 ( ) ... (3.3) Adapun syarat eksponensial dalam persamaan regresi logistik biner adalah
( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ... (3.4) , ,…, merupakan variabel random diduga berpengaruh terhadap π, sedangkan 𝑘 merupakan banyaknya variabel independen sehingga persamaannya menjadi sebagai berikut:
( ) ... (3.5) Maka model persamaan regresi logistik biner menjadi:
𝑙𝑛 ( ) atau ditulis dengan 𝑙𝑛 ( ( )
( )) ... (3.6) Lebih lanjut, model variabel dependen pada regresi logistik adalah ( ) . ε merupakan kemungkinan salah satu dari dua nilai yaitu pertama, ( ) dan peluang ( ) apabila Y=1. Kedua, ( ) dan peluang ( ) apabila Y=0 serta mengikuti distribusi binomial (1, ( )) dengan nilai rataan nol dan varians ( ( ))( ( )).
Model regresi logistik biner memiliki struktur data pada tabel 3.3:
Tabel 3.4
Struktur Data Regresi Logistik Biner
b. Model Regresi Multilevel (Multilevel regression Model)
Model multilevel memuat data hirarki (jenjang) yang terdapat komponen residual di setiap tingkat dalam hirarki (Mohanty & Gebremedhin, 2018). Data hirarki sering dijumpai pada penelitian yang menggunakan unit analisis dari suatu kelompok level rendah atau level 1 (seperti level rumah tangga) maupun kelompok pada level yang lebih tinggi atau level 2 (seperti level area/lingkungan) (Hox, 2010). Inti dari pemodelan bertingkat adalah bahwa model statistik harus secara eksplisit mengenali struktur hirarki (Rasbash et al., 2017). Berikut struktur data berjenjang dalam regresi multilevel:
1) Data level rendah (level 1) digunakan untuk mengukur variabel dependen 2) Data masing-masing level (baik level 1 maupun 2) digunakan untuk mengukur
variabel independen
Model multilevel didefinisikan sebagai salah satu model dari model linier campuran yang menggabungkan fixed effect dan random effect dalam satu model persamaan (Shor et al., 2007). Model termasuk dalam linier campuran apabila model yang digunakan merupakan pengukuran berulang, longitudinal serta multilevel (Goldstein, 1995). Regresi multilevel dibagi menjadi dua model yaitu conditional model serta null model. Conditional model adalah kondisi yang terjadi dimana variabel penjelas yang terdapat di level 1 maupun level 2 sudah dimasukkan ke dalam model. Sedangkan Null model adalah kondisi yang terjadi
Pengamatan ke-i X1 X2 … Xk Y
1 X11 X21 … Xk1 Y1
2 X12 X22 … Xk2 Y2
⁝ ⁝ ⁝ … ⁝ ⁝
N X1n X2n … Xkn Yn
dimana variabel penjelas belum dimasukkan ke dalam model baik di level 1 maupun di level 2 (Saragih et al., 2020).
Hox (2010) dalam Saragih et al. (2020) menjelaskan bahwa model pada multilevel dibagi menjadi dua model yaitu random intercept dan random slope.
Model multilevel random intercept merupakan model yang memiliki intercept sebagai random effect di level 2 dengan asumsi setiap kelompok memiliki intercept berbeda namun memiliki slope yang sama sehingga pengaruh setiap variabel independen terhadap variabel dependen sama untuk masing-masing kelompok. Berbeda dengan model multilevel random intercept, pada model multilevel random slope didefinisikan sebagai model yang koefisien pada variabel penjelas di level yang rendah sebagai random effect dari variabel di level yang lebih tinggi, dengan asumsi setiap kelompok memiliki slope yang berbeda sehingga pengaruh setiap variabel independen terhadap variabel dependen berbeda untuk masing-masing kelompok (Saragih et al., 2020). Jika diasumsikan pengaruh setiap variabel independen terhadap variabel dependen sama maka model regresi multilevel menggunakan random intercept. Berikut persamaan regresi multilevel yang menggunakan random intercept:
Model level 1:
∑
... (3.7)
Model level 2:
∑ 𝑢
...
(3.8) Adapun total observasi pada level 1 diseluruh unit level 2 dinotasikan sebagai berikut:
𝑛 ∑ 𝑛
...
(3.9)
Model persamaan (3.9) dapat disubstitusikan dalam model persamaan (3.9), sehingga diperoleh model regresi multilevel random intercept menjadi:
∑ ∑
𝑢
...
(3.10)
Model regresi multilevel berasumsi bahwa residual di level yang rendah (level 1) mengikuti distribusi normal dengan nilai rata-ratanya adalah nol dan varian dalam semua kelompok. Residual pada level lebih tinggi (level 2) berasumsi bahwa variabel independen dari error level rendah (level 1) dan berdistribusi normal dengan rata-ratanya adalah nol. Namun dalam beberapa software ekonometrika berasumsi bahwa varians dari residual error sama untuk setiap kelompok (Hox, 2002 dalam Saragih et al., 2020).
c. Model Regresi Multilevel Logistik Biner
Regresi multilevel menggunakan variabel dependen berupa data biner yang dibagi menjadi dua kategori sehingga untuk pengestimasian parameter menggunakan maximum likelihood dengan metode tertentu (G. Guo & Zhao, 2000). Dalam suatu model regresi, jika variabel respon berupa data biner maka model regresi yang digunakan untuk mengestimasi parameter menggunakan fungsi penghubung (link function). Hal yang sama juga berlaku untuk model multilevel, jika variabel respon berdistribusi binominal dengan parameter proporsi
Keterangan:
𝑖𝑗 : Variabel dependen unit ke-i level 1 dalam unit ke-j level 2
0𝑗 : Random intercept unit ke-j level 2
𝑝𝑖 : Fixed effect untuk variabel independen ke-p pada unit ke-i level 1 dalam unit ke-j level 2
𝑝𝑖 : Variabel independen ke-p pada unit ke-i level 1 dalam unit ke-j level 2
00 : Fixed intercept
0𝑞 : Fixed effect untuk variabel independen ke-q level 2
𝑞𝑗 : Variabel independen ke-q untuk unit ke-j level 2
𝑖 : Residual unit ke-1 level 1 dalam unit ke-j level 2 𝑢0𝑗 : Residual error unit ke-j level 2
𝑖 = 1,2.. 𝑛𝑗: Unit level 1 yang tersarang pada unit ke-j di level 2
𝑗 = 1,2. . 𝑚 : Unit pada level 2
( ) maka menggunakan fungsi penghubung yaitu logit (𝑙𝑛 {
}) sehingga model tersebut disebut dengan model logistik (Hox, 2010).
Model 2 level dengan variabel respon biner secara umum dapat dimodelkan dengan persamaan sebagai berikut (G. Guo & Zhao, 2000):
𝑙𝑛 *
+ 𝑢 ... (3.11) Dalam persamaan (3.11), 𝑢 adalah efek acak (random effect) level 2. Jika 𝑢 dihilangkan maka persamaan (3.11) merupakan model logistik standar.bergantung nilai 𝑢 , nilai berasumsi independen. Dalam model linier multilevel, nilai 𝑢 berasumsi memiliki distribusi normal, adapun nilai yang diharapkan nol dan varains . Model (3.11) dideskripsikan sebagai alternatif dalam model multilevel dari persamaan (3.12) dan (3.13) berikut:
Model level 1:
𝑙𝑛 *
( )+ ... (3.12) Model level 2:
𝑢 ... (3.13) Model random intercept dua level dengan respon biner secara umum dinotasikan menjadi model persamaan (3.14) sebagai berikut:
𝑙𝑛 *
( )+ 𝑢 ... (3.14) Nilai merupakan koefisien, nilai 𝑢 adalah error pada level dua yang diasumsikan berdistribusi normal dengan rata-rata nol dan varians serta independen terhadap .
Model empiris pengaruh Sustainable livelihood yang dikombinasi dengan karakteristik rumah tangga terhadap ketahanan pangan rumah tangga. Berdasarkan
persamaan (3.12), persamaan (3.13) dan persamaan (3.14) maka model multilevel untuk mengetahui pengaruh Sustainable livelihood yang dikombinasi dengan karakteristik rumah tangga terhadap ketahanan pangan rumah tangga sebagai berikut:
Model level 1 (Rumah Tangga)
𝑙𝑛 *
( )+ 𝑚𝑜𝑚 𝑢 𝑢 𝑚 𝑚 𝑟 𝑡 𝑝 𝑖𝑠 𝑖𝑙𝑖𝑡
𝑠 𝑣𝑖𝑛 𝑜𝑤𝑛 𝑟𝑠 𝑖𝑝 𝑙𝑜 𝑛 𝑜𝑤𝑛 𝑟𝑠 𝑖𝑝 𝑣 𝑖 𝑙 𝑜𝑤𝑛 𝑟𝑠 𝑖𝑝
𝑠 𝑖𝑛 𝑜 𝑜𝑤𝑛 𝑟𝑠 𝑖𝑝 𝑟 𝑠𝑖 𝑛 𝑜𝑤𝑛 𝑟𝑠 𝑖𝑝
𝑙 𝑛 𝑜𝑤𝑛 𝑟𝑠 𝑖𝑝 𝑛 𝑡𝑢𝑟 𝑙 𝑖𝑠 𝑠𝑡 𝑟 𝑝 𝑟𝑡𝑖𝑠𝑖𝑝 𝑜𝑟 𝑛𝑖 𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑟𝑖𝑠 𝑛 𝑢𝑟 𝑛 +𝑢…
Model level 2 (Provinsi)
𝑝 𝑟 𝑢 ……… (3.16)
Berdasarkan kedua model persamaan di atas, maka model multilevel logistik biner dengan random intercept pada analisis pengaruh perspektif sustainable livelihood yang dikombinasi denan karakteristik rumah tangga terhadap ketahanan pangan sebagai berikut:
(3.15)
𝑙𝑛 [
( )] 𝑚𝑜𝑚 𝑢 𝑢
𝑚 𝑚 𝑟 𝑡 𝑝 𝑖𝑠 𝑖𝑙𝑖𝑡
𝑠 𝑣𝑖𝑛 𝑜𝑤𝑛 𝑟𝑠 𝑖𝑝 𝑙𝑜 𝑛 𝑜𝑤𝑛 𝑟𝑠 𝑖𝑝
𝑣 𝑖 𝑙 𝑜𝑤𝑛 𝑟𝑠 𝑖𝑝
𝑠 𝑖𝑛 𝑜 𝑜𝑤𝑛 𝑟𝑠 𝑖𝑝
𝑟 𝑠𝑖 𝑛 𝑜𝑤𝑛 𝑟𝑠 𝑖𝑝
𝑙 𝑛 𝑜𝑤𝑛 𝑟𝑠 𝑖𝑝 𝑛 𝑡𝑢𝑟 𝑙 𝑖𝑠 𝑠𝑡 𝑟
𝑝 𝑟𝑡𝑖𝑠𝑖𝑝 𝑜𝑟 𝑛𝑖 𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑟𝑖𝑠 𝑛 𝑖 𝑖 𝑢𝑟 𝑛 𝑝 𝑟
𝑢 ………… (3.17)
Keterangan:
𝑙𝑛 *
+ : Status ketahanan pangan 1= Tahan pangan
0= kurang pangan, rentan pangan, rawan pangan
mom_educ_d hh_educ_d member_d type_disability saving_ownership_d loan_ownership_d raskin_d
vehicle_ownership_d acces_info_d_ownership_d residence_ownership_d land_ownership_d natural disaster_d partisip_organization_d arisan_d
age urban_d
log_pdrb_perkapita
, ……….
: pendidikan ibu
: pendidikan kepala keluarga : jumlah anggota keluarga : jenis disabilitas
: kepemilikan tabungan : kepemilikan pinjaman : bantuan raskin
: kepemilikan kendaraan : akses informasi dan teknologi : kepemilikan tempat tinggal : kepemilikan lahan
: resiko bencana : partisipasi organisasi : keikutsertaan arisan
: umur kepala keluarga dalam tahun : tempat tinggal
: logaritma PDRB Perkapita Provinsi : konstanta
: koefisien level 1
𝑢
i j
: koefisien level 2
: efek random kelompok ke-j level 2
: residual individu ke i level 1 dalam kelompok ke j level 2
: rumah tangga ke i : provinsi ke j
4. Tahapan Pengujian Model Regresi Multilevel Logistik Biner
Tahap pertama yang dilakukan peneliti sebelum pengujian adalah teknik Winsorize yang digunakan untuk mengurangi ketidaksempurnaan data (distorsi data) pada hasil pengolahan karena terdapat outlier data. Dalam analisis model regresi multilevel logistik biner terdapat beberapa tahapan pengujian yaitu uji asumsi klasik multikolinearitas, uji signifikasi random effect, Interclass Corelation Coefficient (ICC), estimasi parameter, uji signifikansi parameter secara simultan, uji signifikansi parameter secara parsial dan interpretasi parameter (Hox, 2010). Berikut penjelasan untuk masing-masing pengujian:
a. Winsorize
Winsorize merupakan salah satu metode untuk menangani masalah outlier dalam proses distribusi data tetapi tidak mengubah substansi dari data tersebut (Reifman & Garrett, 2016). Outlier didefinisikan sebagai data yang menyimpang secara ekstrim dengan data-data lainnya. Tahapan Winsorize dalam STATA dilakukan dengan terlebih dahulu menginstal modul winsor dengan command “ssc install winsor”.
b. Uji Multikolinearitas
Dalam model regresi logistik, tidak memerlukan uji asumsi klasik normalitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi karena variabel dependen dalam regresi logistik berupa variabel dikotomi (bernilai 1 dan 0) sehingga residualnya tidak memerlukan pengujian tersebut (Hosmer & Lemeshow, 1989). Uji asumsi klasik yang diperlukan dalam model multilevel regression adalah uji multikolinearitas (Hox, 2010). Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji ada tidaknya korelasi antar variabel independen dalam model (Gujarati, 2004).
Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflation Faktor (VIF) dengan formulasi sebagai berikut:
... (3.18) Keterangan:
, yang mengindikasikan bahwa tidak terdapat adanya masalah multikolinearitas, atau dengan kata lain tidak ada korelasi yang signifikan antar variabel independen dalam model.
, yang mengindikasikan bahwa terdapat adanya masalah multikolinearitas, atau dengan kata lain terdapat korelasi yang signifikan antar variabel independen dalam model.
c. Uji Signifikasi Random effect
Dalam tahapan Maximum Likelihood Estimator (MLE) dapat menghasilkan suatu deviance yang menunjukkan tingkat kecocokan model dengan data (Hox, 2010). Model yang baik (fit) adalah model dengan tingkat deviance yang lebih rendah. Dalam model multilevel, pengujian deviance digunakan untuk mengatahui apakah model random effect lebih baik daripada model tanpa random effect. Random effect merupakan efek yang disebabkan variasi antar kelompok pada level 2. Pengujian deviance dilakukan dengan membandingkan antara nilai -2log likelihood dari setiap model yaitu model dengan random effect dan model tanpa random effect. Varians yang berbeda pada dua model multilevel memiliki distribusi chi-square, dengan degree of freedom yang sama dengan perbedaan jumlah parameter yang diestimasi dalam dua model (Hox, 2010). Pengujian signifikasi random effect dilakukan dengan hipotesis:
H0 : = 0, yang berarti bahwa random effect tidak signifikan H1 : ≠ 0, yang berarti bahwa random effect signifikan
Uji signifikansi random effect dapat dilakukan dengan Likelihood ratio Test (LR Test). Adapun formulasi perhitungan Likelihood ratio sebagai berikut:
(
( )
( )) ... (3.19)
Keterangan:
( ) : likelihood model logistik tanpa random effect
( ) : likelihood model logistik dengan random effect
Dengan tingkat kepercayaan sebesar 95% maka diperoleh α=5%, sehingga jika nilai LR > ( ) dimana nilai v merupakan selisih jumlah parameter kedua model maka H0 ditolak yang berarti bahwa random effect signifikan. H0 ditolak dapat disimpulkan bahwa variasi variabel respon signifikan antar kelompok sehingga model multilevel menjadi model yang terbaik dalam menjelaskan data jika dibanding dengan model logistik.
d. Variance Partition Coefficients (VPCs)
Variance Partition Coefficients (VPCs) digunakan untuk menginterpretasikan komponen varian dalam model bertingkat (Chi et al., 2021). Nilai VPC berkisar dari 0 hingga 1; 0 menandakan tidak ada perbedaan antarkelompok dan 1 menandakan tidak ada perbedaan dalam kelompok. VPC yang lebih tinggi pada level tertentu menunjukkan perbedaan yang lebih besar antar grup pada level tersebut. VPC dapat dihitung dengan 3 pendekatan sebagai berikut (Leckie, 2008):
1) Linierisasi model (Model linearisation)
Linierisasi model dilakukan dengan menggunakan pengembangan deret Taylor orde pertama di sekitar rata-rata dari distribusi sehingga menjadi 𝑝 ( )
( )
turunan pertama terhadap menjadi
𝑝
( )
pengembangan deret menjadi
𝑝 𝑢𝑝 √𝑝 ( 𝑝 ) dimana 𝑣 𝑟( ) = 1.
Hasil rumus perkiraan untuk VPC sebagai berikut ( ( ))
( ( )) ( )
2) Simulasi (Simulation)
Alogaritma ini disimulasikan dari model untuk memberikan perkiraan nilai VPC yang meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah simulasi. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
a) Tentukan nilai 𝑢 dari distribusi ( ) sebesar 𝑚
b) Untuk nilai tetap tertentu dari , hitung nilai 𝑚 yang sesuai dari 𝑝 , 𝑝 , k = 1, …, 𝑚
c) Hitung varian Bernoulli yang sesuai 𝑣 𝑝 ( 𝑝 ) 𝑘 𝑚 dan hitung rata-rata dengan ∑ 𝑣
d) Maka ( ) dimana 𝑣 𝑟 (𝑝 ) 3) Pendekatan variabel laten (Latent Variabel Approach)
Dalam penelitian dengan respon biner, untuk mewakili variabel kontinu dengan ambang batas 0 sampai 1. Dalam model logit memiliki distribusi logistik yang mendasari variabel. Distribusi logistik standar memiliki varians =3,29 sehingga nilai tersebut dapat dianggap sebagai varian level 1 dan varian level 1 dan 2 dapat dihitung dengan rumus:
e. Interclass Corelation Coefficient (ICC)
Interclass Corelation Coefficient (ICC) digunakan untuk menghitung variasi variabel respon yang dapat dijelaskan oleh perbedaan karakteristik antar kelompok (Hox, 2010). Nilai ICC yang besar menunjukkan bahwa antar unit di level 1 semakin homogen dan antar unit di level 2 semakin heterogen.
Dalam model multilevel, estimasi ICC dilakukan dengan model intercept only (model yang tidak memiliki variabel penjelas). Model menguraikan varians menjadi dua komponen independen yaitu pertama, ̂ merupakan varians pada error level terendah yang memiliki nilai tetap sebesar /3 ≈ 3,29. Kedua, ̂ merupakan varians error level tertinggi 𝑢 . Berdasarkan kedua komponen tersebut maka ICC dapat diformulasikan sebagai berikut: