• Tidak ada hasil yang ditemukan

IKHLAS MENURUT PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA (Studi Tematik Tafsir al-ibri>z li Ma rifati Tafsi>r al-qur a>n al- Azi>z)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IKHLAS MENURUT PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA (Studi Tematik Tafsir al-ibri>z li Ma rifati Tafsi>r al-qur a>n al- Azi>z)"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

IKHLAS MENURUT PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA (Studi Tematik Tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z )

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Agama (S.Ag)

Oleh:

Alamsyah Habibie Avesina NIM. 13530020

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2020

(2)

IKHLAS MENURUT PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA (Studi Tematik Tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z )

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Agama (S.Ag)

Oleh:

Alamsyah Habibie Avesina NIM. 13530020

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2020

(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

“puncak tertinggi patah hati adalah berkarya”

(alamsyah habibie avesina) 1995

(7)

PERSEMBAHAN

untuk semua doa baik yang dilangitkan

semoga yang terbaik akan tetap kembali menjadi baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain

terima kasih sudah bersedia percaya terima kasih sudah bersedia berbagi

terima kasih atas semua hadir terima kasih untuk setiap temu dan waktu

dan juga

siapapun engkau yang telah meluangkan waktu untuk menggali perasaanku



karya ini saya persembahkan untuk kedua orang tua terkasih yang telah membayar semua ini dengan darah dan air mata

(alamsyah habibie avesina) 1995

(8)

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Transliterasi huruf Arab yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 05936/U/1987.

I. Konsonan Tunggal Huruf

Arab Nama Huruf Latin Nama

ا Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan

ة Ba‟ B Be

ت Ta‟ T Te

ث Sa‟ ṡ Es (dengan titik di atas)

ج Jim J Je

ح Ha‟ ḥ Ha (denga titik di bawah)

خ Kha‟ Kh Ka dan ha

د Zal D De

ذ Żal Z Zet (dengan titik di atas)

ر Ra‟ R Er

ز Zai Z Zet

ش Sin S Es

ش Syin Sy Es dan Ye

ص Ṣad ṣ Es (dengan titik di bawah)

ض Ḍad ḍ De (dengan titik di bawah)

ط Ṭa‟ ṭ Te (dengan titik di bawah)

ظ Ẓa‟ ẓ Zet (dengan titik di bawah)

ع „ain „ Koma terbalik di atas

(9)

غ Gain G Ge

ف Fa‟ F Ef

ق Qaf Q Qi

ك Kaf K Ka

ه Lam L „el

م Mim M „em

ن Nun N „en

و Waw W W

ي Ha‟ H Ha

ء Hamzah „ Apostrof

ي Ya‟ Y Ye

II. Konsonan Rangkap Karena Syaddah Ditulis Rangkap

ةدّدعتم Ditulis Muta’addidah

ةّدع Ditulis ‘iddah

III. Ta’marbūtah di akhir kata

a. Bila dimatikan ditulis h

ةمنح Ditulis Ḥikmah

ةيسج Ditulis Jizyaḥ

(ketentuan ini tidak diperlukan bagi kata-kata arab yang diserap dalam bahasa Indonesia, seperti salat, zakat dan sebagainya kecuali bila dikehendaki lafal aslinya).

b. Bila diikuti dengan kata sandang „al‟ serta bacaan kedua terpisah, maka ditulis h

(10)

ءبيىولاا ةمارم Ditulis Karāmah al-auliyā’

c. Bila ta‟ marbūtah hidup atau dengan harakat, fatḥah, kasrah dan ḍammah ditulis atau h

رطفىا ةبمز Ditulis Zakāh al-fiṭri

IV. Vokal Pendek

َ fatḥah Ditulis a

َ Kasrah Ditulis i

َ ḍammah Ditulis u

V. Vokal Panjang

1. Fathah+alif ةيلهاج Ditulis ā : jāhiliyyah

Fathah+ya‟ mati 2. ىسنت Ditulis ā : tansā

Kasrah+ya‟ mati 3. ميرك Ditulis ī : karīm

Dammah+wawumati 4. ضورف Ditulis ū : furūd

VI. Vokal Rangkap

1. Fathah ya mati Ditulis Ai

مكنيب Ditulis Bainakum

2. Fathah wawu mati Ditulis Au

لوق Ditulis Qaul

(11)

VII. Vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof

متوأأ Ditulis A‟antum

ت دعأ Ditulis U‟iddat

لش هئى

مت Ditulis La‟in syakartum

VIII. Kata sandang Alif + Lam

a. Bila diikuti huruf Qomariyyah ditulis dengan menggunakan “l”

نارقىا Ditulis Al-Qur’ān

بيقىا

ش Ditulis Al-Qiyās

b. Bila diikuti huruf Syamsiyah ditulis dengan menggunakan Syamsiyah yang mengikutinya, serta menghilangkan huruf l (el) nya.

ءبمسىا Ditulis As-samā‟

صمشىا Ditulis Asy-Syams

IX. Penyusunan kata-kata dalam rangkaian kalimat ذ

ورفىا يو

ض Ditulis Zawi al-furūd

ةىسىا وها Ditulis Ahl as-Sunnah

X. Pengecualian

Sistem transliterasi ini tidak berlaku pada:

(12)

a. Kosa kata Arab yang lazim dalam Bahasa Indonesia dan terdapat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, misalnya: al-Qur‟an, hadis, mazhab, syariat, lafaz.

b. Judul buku yang menggunakan kata Arab, namun sudah dilatinkan oleh penerbit, seperti judul buku al-Hijab.

c. Nama pengarang yang menggunakan nama Arab, tapi berasal dari negara yang menggunakan huruf latin, misalnya Quraish Shihab, Ahmad Syukri Soleh.

d. Nama Penerbit di Indonesia yang menggunakan kata Arab, misalnya Hidayah, Mizan.

(13)

ABSTRAK

Ikhlas merupakan kata yang sangat familiar dalam kehidupan masyarakat.

Ikhlas bermakna kemurnian, sedangkan murni itu sendiri merupakan sesuatu yang masih asli dan tidak tercampur dengan sesuatu yang lainnya. Terlepas dari pemaknaan tersebut, ikhlas merupakan istilah yang seringkali kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Ikhlas biasanya dikaitkan dengan perilaku tolong menolong yang menandakan adanya ketulusan di dalam melakukan perbuatan tersebut.

Sedangkan menurut perspektif KH. Bisri Mustofa dalam penafsirannya, ikhlas dimaknai dengan memurnikan agamanya semata-mata hanya kepada Allah, tanpa ada sekutu bagi-Nya (terbebas dari perbuatan syirik). Namun dalam penafsirannya yang lain, ia memaknai ikhlas dengan hamba Allah yang taat atau yang terpilih.

KH. Bisri Mustofa merupakan figur seorang kiai yang alim dan karismatik dengan karyanya yang paling fenomenal adalah kitab tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al- Qur’a>n al-‘Azi>z.

Kajian ini merupakan bagian dari library research, yakni sebuah penelitian yang bersumber dari buku dan teks. Adapun untuk sumber primer dalam penelitian ini adalah kitab tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z karya KH. Bisri Mustofa, sedangkan untuk data sekundernya mengacu pada sumber lain yang berkaitan dengan ikhlas baik itu dalam kitab, buku, artikel dan lain sebagainya seperti dalam kitab al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fa>z al-Qur’a>n al- Kari>m; bi H}a>syiyah al-Mus}h}af al-Syari>f karya Muhammad Fuad Abdul Baqi’

untuk penelusuran ayatnya. Untuk menjawab pertanyaan yang telah disebutkan dalam rumusan masalah, metode yang digunakan dalam mengolah datanya penulis menggunakan metode deskriptif-analitis, yakni sebuah metode yang berupaya mendeskripsikan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian dianalisis secara komprehensif.

Penelitian ini menghasilkan beberapa poin penting mengenai ikhlas menurut penafsiran KH. Bisri Mustofa dalam kitab tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al- Qur’a>n al-‘Azi>z. Ikhlas dimaknai dengan murnikake agamane marang Allah ta’ala (tauhid), dibersihake saking rereget (murni dari segala kotoran), kawulane Allah ta’ala kang padha iman (beriman), padha murnikake panyuwun marang Allah ta’ala (berdoa), kang pinilih (terpilih), padha nyingkrih (menyendiri), khususe marang siro (khusus). Sedangkan jika di kontekstualisasikan terhadap konteks kekinian, menurut hemat penulis ikhlas menurut penafsiran KH. Bisri Mustofa masih sangat relevan dengan kondisi masyarakat saat ini. Karena kini kita semua diharuskan untuk ikhlas dalam memurnikan keyakinan kita kepada Allah terhadap situasi pandemi COVID-19 seperti sekarang, yang mana fenomena tersebut termasuk dalam kategori murnikake agamane marang Allah ta’ala (tauhid) dan padha murnikake panyuwun marang Allah ta’ala (berdoa) memohon pertolongan kepada Allah demi keselamatan jiwa bersama.

Kata Kunci : Ikhlas, KH. Bisri Mustofa dan Tafsir Al-Ibri>z.

(14)

KATA PENGANTAR

ميحرلا نحمرلا للها مسب

دملحا نإ أ رورس نم للهاب ذوعنو هرفغتسنو ونيعتسنو هدمنح لله

انلامعأ تائيس نمو انسفن دهي نم

ول يداى لاف للضي نمو ول لضم لاف للها -

لاإ ةوق لاو لوحلا .للهااب

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan cinta kasih serta ilmu-Nya kepada semua makhluk, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhirnya yang berjudul “Ikhlas Menurut Penafsiran KH. Bisri Mustofa (Studi Tematik Tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-

‘Azi>z)”. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasul Muhammad SAW yang telah menuntun umat manusia menuju jalan kebahagiaan hidup di dunia maupun akhirat. Semoga kelak kita termasuk golongan umatnya yang mendapatkan syafaat di hari akhir.

Di samping itu, penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik itu yang bersifat moral maupun material. Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tuaku ibu Faujiyah dan ayah Drs. F. Nur Yakin yang telah membesarkan dengan penuh ketulusan. Di setiap hembusan nafasnya senantiasa memberikan kasih sayang sekaligus mendoakan dalam sepertiga malamnya.

(15)

2. Kedua adikku Muhammad Thoriq Akbar Firmansyah dan Muhammad Nur Hannafi Ashiddieqiy. Kalian adalah supporting system terbaik.

3. Keluarga besar mbah Sutini (almh.) dan mbah Muhammad Kamil (alm.) di Ngawi serta keluarga besar mbah Sukiyem dan mbah Achmad Soekemi (alm.) di Madiun.

4. Pakde Drs. Yusrodin se-keluarga di Yogyakarta yang tak pernah bosan untuk memupuk semangat dan memberikan nasihatnya sekaligus menjadi orang tua kedua penulis di tanah perantauan.

5. Drs. KH. Asyhari Abdullah Tamrin, M.Pd.I selaku Pengasuh Pondok Pesantren Tegalsari Yogyakarta yang senantiasa sabar membimbing dan memberikan segudang ilmunya sekaligus memberikan suri tauladan dalam bentuk sikap maupun perkataannya.

6. KH. Ngadiyin Anwar di Lebakayu, Sawahan, Madiun yang selalu menguatkan penulis dengan senantiasa memberikan nasihat serta doanya di saat penulis sedang menghadapi masa-masa sulit.

7. Prof. Dr. Phil. Al Makin, S.Ag., M.A selaku Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

8. Dr. Inayah Rohmaniyah, S.Ag., M.Hum., M.A selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

9. Prof. Dr. KH. Abdul Mustaqim, S.Ag., M.Ag selaku Ketua Program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

(16)

10. Dr. Ali Imron, S.Th.I., M.S.I selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Al- Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

11. Dr. H. Agung Danarta, M.Ag selaku Dosen Pembimbing Akademik (DPA) yang senantiasa meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluh-kesah penulis selama masa perkuliahan serta memberikan masukan yang sangat inspiratif dan membangun.

12. Dr. Afdawaiza, S.Ag., M.Ag selaku Dosen Pembimbing Skripsi (DPS) yang senantiasa memberikan gagasan berpikir serta bersedia dengan penuh ketelitian untuk membaca, mengarahkan dan memperbaiki dalam berbagai kesalahan secara tuntas hingga tugas akhir ini dapat terselesaikan.

13. Segenap Dosen Program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang senantiasa menginspirasi mahasiswanya untuk mengembangkan kemampuan akademik yang dimilikinya dalam khazanah ilmu pengetahuan serta kedewasaan berpikir.

14. Segenap Staf dan Karyawan Tata Usaha Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

15. Segenap Staf dan Karyawan Perpustakaan se-Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Perpustakaan Grhatama Pustaka Yogyakarta.

16. Sahabat-Sahabatku; Muhammad Fahmi Irfani, Muhammad Abdun Nur Asysya‟bani, Fina Khusnaniati, Nayla Masyruhah, Nova Aliatul Farichah,

(17)

Muharromiyah Ummy Nurhasanah, Ria Fadhilah Utsman dan Siti Fatimah Fajrin yang telah bersedia berjuang bersama dari awal. Semoga kelak kita senantiasa dipersatukan kembali bagaikan indahnya pelangi.

17. Squarepants Room; Muhammad Fahmi Irfani, Muchamad Reynaldi Cahyo dan Misbahul Munir. “Pemirsa, kita rehat sejenak!” Karni Ilyas.

18. Sedulur Duo Garangan; Mohammad Abdullah Rifqi dan Ihsyanul Majid.

“Suwun cuk wes dadi konco seng paling nggateli sak ngalam ndunyo!”.

19. Keluarga besar Pondok Pesantren Tegalsari Yogyakarta; Achmad Mudhofar

„Afif, Ahmad Faid Muzakky, Ahmad Nasywal Karim, Ahmad Rizki Ilmi Yusra, Bayu Adi Wijaya, Dimas Syibli Muhammad Haikal, Erik Saputra, Fariz Amrullah, Mohammad Difa Ulhaq, Muhammad Fauzi, Mukhamad Hanif Khoerul Anam, Muhammad Ilham, Muhammad Rafli Fahresi, Muhammad Tubagus Pratama, Nizar Hilmy, Restu Haqqi Muzakir, Ridlo Fatulloh, Ridwan Ibnu Sholeh, Zada Ghani Fuada dan segenap alumni yang senantiasa mengajarkan penulis arti kebersamaan, kekeluargaan dan rasa saling memiliki satu sama lain.

20. Keluarga besar Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir 2013 khususnya Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir B dan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir konsulat regional Jawa Timur yang telah mempersatukan keluarga ini dalam hangatnya secangkir kopi.

21. Sahabat “Underware” – Kuliah Kerja Nyata (KKN) “Integrasi Interkoneksi”

Tahun 2016 yang berlokasi di Daleman, Girikerto, Turi, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta; Naufal Nurul Aisyah, Rahmatullah, Dinal A‟laa Shofi Zahro, Muhammad Sholehuddin Zulqurnain, Yayu Sopeatul Hasanah,

(18)

Muhammad Shandy Widyatmoko, Ni‟mah Kurniati, Ima Novianti dan Taufikurrahman. Setidaknya kita pernah merasakan perjuangan yang sama, susah senang selalu bersama untuk mengabdikan diri kepada masyarakat.

Semoga asas kekeluargaan ini senantiasa terjalin dengan baik hingga nanti.

22. Sahabat Avengers; Febry Zainal Abidin, Ivan Hadi Mazaya Arifin, Handreyas Hermawan, Thias Dwi Angga Putra Jatra, Aditya Arivitarta, Wirawan Pujo Laksono dan Feti Diniyatul Mudrikah. Kita tercipta dalam sebuah keresahan. Tanpanya kita tidak akan pernah menjadi siapa-siapa, karena beban terberat kalian adalah mengerti kebodohan kita.

23. Keluarga besar Forsmawi (Forum Silaturahmi Mahasiswa Ngawi) khususnya Forsmawi Daerah Yogyakarta dan Forsmawi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kalianlah yang membuatku melihat realitas keberagamaan dan menghargai perbedaan sekaligus memberikan pengalaman dalam berorganisasi dengan rasa penuh kekeluargaan.

Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang bersedia membantu penulis dalam proses menyelesaikan tugas akhir ini. Semoga amal baik kalian semua dibalas dengan kebahagiaan dunia akhirat oleh Allah SWT.

Yogyakarta, 27 Agustus 2020 Penulis,

Alamsyah Habibie Avesina NIM. 13530020

(19)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN NOTA DINAS ... ii

HALAMAN SURAT PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ... vii

ABSTRAK ... xii

KATA PENGANTAR ... xiii

DAFTAR ISI ... xviii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 5

D. Telaah Pustaka ... 6

E. Metode Penelitian ... 18

F. Sistematika Pembahasan ... 21

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG IKHLAS A. Definisi Ikhlas ... 23

B. Ayat-ayat Ikhlas dalam Al-Qur’an ... 32

(20)

D. Pendapat Ulama Mengenai Ikhlas ... 46

E. Kiat-kiat dalam Membentuk Ikhlas ... 50

F. Parameter dalam Menjalankan Ikhlas ... 52

BAB III : KH. BISRI MUSTOFA DAN TAFSIR AL-IBRI>Z A. Riwayat Hidup KH. Bisri Mustofa ... 53

1. Biografi ... 53

2. Aktivitas keilmuan ... 58

3. Karir politik dan perjuangan ... 65

4. Pemikiran dan hasil karya ... 71

B. Tafsir Al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z ... 78

1. Latar belakang penulisan tafsir Al-Ibri>z ... 78

2. Sistematika penulisan tafsir Al-Ibri>z ... 83

3. Metode penafsiran tafsir Al-Ibri>z ... 85

4. Karakteristik tafsir Al-Ibri>z ... 87

5. Pendapat para ulama ... 91

BAB IV : IKHLAS DALAM PENAFSIRAN KH. BISRI MUSTOFA DAN RELEVANSINYA TERHADAP KONTEKS KEKINIAN A. Klasifikasi Ayat-ayat Ikhlas ... 92

B. Ikhlas Menurut Penafsiran KH. Bisri Mustofa ... 106

1. Ikhlas bermakna tauhid (memurnikan agama Allah) ... 106

2. Ikhlas bermakna murni dari segala kotoran ... 109

3. Ikhlas bermakna beriman (kuat imannya) ... 110

(21)

5. Ikhlas bermakna pilihan (terpilih)... 116

6. Ikhlas bermakna menyendiri ... 120

7. Ikhlas bermakna khusus ... 121

C. Relevansi Penafsiran Ikhlas Terhadap Konteks Kekinian ... 126

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 129

B. Kritik dan Saran ... 130

DAFTAR PUSTAKA ... 131

CURRICULUM VITAE ... 136

(22)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah telah menjadikan Al-Qur’an sebagai kalam ilahi yang mudah bagi siapa saja yang berkeinginan untuk mempelajari serta mau berhubungan dengannya.1 Karena Al-Qur’an merupakan sebuah kitab suci universal yang memberikan penjelasan dan pedoman hidup bagi manusia secara individu maupun kelompok. Di dalamnya, Al-Qur’an juga menggambarkan situasi umat terdahulu beserta akibat dari perbuatan yang telah mereka lakukan. Hal ini supaya menjadikan peringatan dan perumpamaan bagi umat dan generasi selanjutnya.2 Salah satu aspek kehidupan manusia yang dijelaskan dalam Al- Qur’an adalah ikhlas.

Ikhlas merupakan satu dari sekian banyak amalan hati, bahkan ikhlas merupakan amalan hati manusia yang paling dasar. Sebab, diterimanya suatu amal tidak bisa menjadi sempurna kecuali dengannya.3 Ikhlas bermakna kemurnian, sedangkan murni itu sendiri merupakan sesuatu yang masih asli

1 Shalah Abdul Fatah Al-Khalidy, Kunci Menguak Al-Qur’an terj. Kathur Suhardi (Solo:

Pustaka Mantiq, 1991), hlm. 23.

2 Syahid Mu’amar Pulungan, Manusia dalam Al-Qur’an (Surabaya: Bina Ilmu,1984), hlm.

21.

3 Yusuf Al-Qardhawi, Niat dan Ikhlas terj. Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1996), hlm. 17.

(23)

2

dan tidak tercampur dengan sesuatu yang lainnya.4 Ketika sesuatu itu dapat bersih dan terbebas dari segala bentuk campuran yang ada, maka sesuatu itu disebut ikhlas. Oleh karenanya, perbuatan yang bersih dan terbebas dari campuran tersebut dinamakan perbuatan ikhlas.5 Terlepas dari pemaknaan tersebut, ikhlas merupakan istilah yang seringkali kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Ikhlas biasanya dikaitkan dengan perilaku tolong menolong yang menandakan adanya ketulusan di dalam melakukan perbuatan tersebut.6 Oleh sebab itu, sangat menarik sekali jika kita menguliknya lebih dalam karena luasnya pemahaman mengenai ikhlas itu sendiri.

Sedangkan menurut perspektif KH. Bisri Mustofa dalam penafsirannya, ikhlas dimaknai dengan memurnikan agamanya semata-mata hanya kepada Allah, tanpa ada sekutu bagi-Nya (terbebas dari perbuatan syirik).7 Namun dalam penafsirannya yang lain, ia memaknai ikhlas dengan hamba Allah yang taat atau yang terpilih. Sebagaimana contoh penafsirannya yang terdapat dalam QS. Yu>suf (12): 24 yang berbunyi sebagai berikut:

4 Achmad Chodjim, Al-Ikhlas; Bersihkan Iman Dengan Surah Kemurnian (Jakarta:

Serambi Ilmu Semesta, 2015), hlm. 34.

5 Imam Ghazali, Ringkasan Ihya’ Ulumuddin terj. Fudhailurrahman (Jakarta: Sahara Publishers, 2007), hlm. 509.

6 Lu’luatul Chizanah. “Ikhlas = Prososial? (Studi Komparasi Berdasar Caps)”, PSIKOISLAMKA, Jurnal Psikologi Islam (JPI), VIII, 2, 2011, hlm. 145.

7 Lihat dalam QS. Az-Zumar (39): 14. “Sira dhawuha Muhammad! Namung ing Panjenengane Allah Ta’ala, ingsun ngibadah sarana ingsun tansah murniake ngibadah ingsun marang Panjenengane Allah Ta’ala (babar pisan ora mambu sesekuthon)”. Bisri Mustofa, Al- Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z (Kudus: Menara Kudus, 1960), hlm. 1637-1638. Lihat, A. Mustofa Bisri, Tafsir Al-Ibri>z Versi Latin (Wonosobo: Lembaga Kajian Strategis Indonesia, 2015), hlm. 466.

(24)

3









































Dan sungguh, perempuan itu telah berkehendak kepadanya (Yusuf). Dan Yusuf pun berkehendak kepadanya, sekiranya dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, Kami palingkan darinya keburukan dan kekejian.

Sungguh, dia (Yusuf) termasuk hamba Kami yang terpilih.8

Saking banget pendeseke Zulaikha’, sebagai manusia, Yusuf timbul syahwate, tujune nuli enggal-enggal oleh pitulungan Pengeran. Miturut dhawuhe Ibnu ‘Abbas, nalika iku ingkang rama Nabi Ya’kub katon njilma, nuli ndodhok dhadhane Nabi Yusuf. Kaya mengkono iku, wus ndilalah pancen Allah Ta’ala ngersaake ngadohake saking Yusuf lelakon ala lan lakon cemar. Pancen Nabi Yusuf golongan kawulane Allah Ta’ala kang pinilih.9

Jika kita bandingkan, penafsiran KH. Bisri Mustofa mengenai ikhlas antara yang pertama dan yang kedua memiliki pemaknaan yang berbeda, yang mana penafsirannya yang pertama dimaknai dengan memurnikan agamanya yakni terbebas dari perbuatan syirik (menyekutukan Allah).

Sedangkan yang kedua dimaknai dengan hamba-Nya yang terpilih (dijauhkan dari perbuatan buruk dan tercela) maksudnya yakni Nabi Yusuf.

Kata ikhlas dan derivasinya dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 31 kali yang terdapat dalam 17 surat. Penyebutan ikhlas sendiri dalam Al-Qur’an disebutkan menjadi beberapa bentuk, baik itu dalam bentuk fi’il maupun isim. Di antaranya adalah sebagai berikut: اوصلخ, مهانصلخأ, اوصلخأ, هصلختسأ,

8 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: Karya Toha Putra, 2002), hlm. 320.

9 Bisri Mustofa, Al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z, hlm. 669-671. Lihat, A.

Mustofa Bisri, Tafsir Al-Ibri>z Versi Latin, hlm. 238.

(25)

4

صلاخلا, اصلاخ, ةصلاخ, اص لخم, نوصلخم, هيصلخم, اص لخم dan هيصلخملا.10 Bentuk derivasi kata ikhlas ini sendiri nantinya dapat membantu penulis di dalam menganalisis penafsiran KH. Bisri Mustofa dalam kitab tafsirnya.

Berkenaan dengan hal tersebut, penulis ingin mengkaji penafsiran KH.

Bisri Mustofa terhadap ayat-ayat ikhlas dalam kitab tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z. Beragam alasan mengapa penafsiran beliau sangat menarik untuk dikaji, di antaranya adalah: KH. Bisri Mustofa merupakan sosok ulama yang terkenal dengan pemikirannya yang moderat dan fleksibel.

Selain itu, ia juga merupakan seorang mufasir lokal yang populer di kalangan masyarakat awam, khususnya para santri di berbagai pondok pesantren.

Penafsirannya juga mudah untuk dipahami isi kandungan ayat Al-Qur’annya oleh berbagai kalangan, khususnya masyarakat Jawa tanpa harus lebih dahulu menguasai kaidah bahasa Arab, karena bahasa yang digunakan dalam penafsirannya adalah bahasa Jawa yang bertuliskan Arab pegon. Alasan terakhir yang tak kalah menarik adalah untuk mengetahui bagaimana KH.

Bisri Mustofa menafsirkan ayat-ayat mengenai ikhlas di dalam kitab tafsirnya yang kemudian dapat diimplementasikan masyarakat luas untuk merefleksikan hidupnya dengan cara ikhlas dan berserah diri hanya kepada sang pencipta yakni Allah SWT.

10 Muhammad Fuad Abdul Baqi’, Al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fa>z al-Qur’a>n al-Kari>m; bi H}a>syiyah al-Mus}h}af al-Syari>f (Kairo: Dar al-Hadith, 2001), hlm. 292.

(26)

5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan problem akademis yang telah diuraikan pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan menjadi fokus utama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penafsiran KH. Bisri Mustofa terhadap ayat-ayat ikhlas dalam kitab tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z?

2. Bagaimana relevansi penafsiran KH. Bisri Mustofa mengenai ayat-ayat ikhlas dalam kitab tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z dengan konteks kekinian?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka yang menjadi tujuan utama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui penafsiran KH. Bisri Mustofa terhadap ayat-ayat ikhlas dalam kitab tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z.

2. Mengetahui relevansi penafsiran KH. Bisri Mustofa mengenai ayat-ayat ikhlas dalam kitab tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z dengan konteks kekinian.

Sedangkan untuk kegunaannya, kontribusi penelitian ini dalam ranah akademis ataupun keilmuan praktis adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini diharapkan mampu untuk menambah wawasan dan khazanah keilmuan baru dalam perkembangan dunia penafsiran Al-

(27)

6

Qur’an versi bahasa Jawa, khususnya dalam bentuk penulisan Arab pegon di Indonesia.

2. Dengan adanya kajian ini, diharapkan mampu memudahkan masyarakat untuk memahami bagaimana seharusnya ikhlas itu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

D. Telaah Pustaka

Setiap penelitian yang dilakukan memerlukan tinjauan kembali terhadap literatur yang berkaitan dengan tema penelitian tersebut. Hal ini disebabkan karena untuk menghindari pengulangan terhadap penelitian yang telah ada sebelumnya, sekaligus memposisikan diri dalam penelitian yang sekarang. Sebagai sebuah karya tulis ilmiah, penulis telah melakukan riset terhadap beberapa literatur sebelumnya, mulai dari artikel, buku, skripsi dan yang berkaitan dengan tema penelitian tersebut menjadi beberapa variabel, di antaranya adalah kajian mengenai ikhlas; kajian mengenai pemikiran dan yang berkaitan dengan KH. Bisri Mustofa; serta kajian mengenai kitab tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z. Di antara literatur-literatur yang digunakan dalam telaah pustaka ini adalah sebagai berikut:

Tulisan yang berkaitan dengan ikhlas ditemukan dalam artikel yang berjudul “Ikhlas = Prososial? (Studi Komparasi Berdasar Caps)” karya Lu’luatul Chizanah.11 Tulisan ini menjelaskan bahwa ikhlas sering diartikan

11 Lu’luatul Chizanah. “Ikhlas = Prososial? (Studi Komparasi Berdasar Caps)”, PSIKOISLAMKA, Jurnal Psikologi Islam (JPI), VIII, 2, 2011.

(28)

7

sebagai ketulusan dalam membantu atau prososial. Seorang yang ikhlas juga dapat dikatakan sebagai seorang yang religius-spiritual. Dijelaskan juga bahwa ikhlas dan prososial memiliki beberapa persamaan, yaitu sama-sama melibatkan unsur kognisi dan afeksi, sama-sama membawa wacana idealisme (kedekatan transendental pada ikhlas dan integritas moral pada prososial) dan sama-sama mengarah pada konstruk normatif. Namun secara substantif, ikhlas dan prososial adalah dua konstruksi yang berbeda. Sedangkan untuk perbedaanya, terletak pada beberapa muatan dalam komponen-komponen CAPS (Cognitive-Affective Personality System) yaitu konsep diri, persepsi terhadap kehidupan sosial, afeksi, tujuan dan nilai serta prinsip dalam regulasi diri seseorang.

Selanjutnya, dalam artikel lain yang berjudul “Peranan Ikhlas dalam Perspektif Al-Qur’an” karya Hasiah.12 Tulisan ini menjelaskan bahwa ikhlas dimaknai dengan jujur, tulus, rela, kemurnian, kebersihan, kesucian atau ketauhidan. Maksudnya, segala bentuk perbuatan yang dilakukan hanya karena Allah semata tanpa dipengaruhi oleh hal-hal lain. Sikap ikhlas juga dapat membuahkan hasil baik dan positif dalam diri seseorang. Walaupun ikhlas sangat mudah untuk diucapkan, namun begitu sulit untuk dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari karena begitu banyaknya godaan, seperti godaan dalam memerangi hawa nafsu. Terkadang juga seseorang berbuat dengan mengharapkan sesuatu dari dalam diri manusia, seperti pujian dan wujud pengakuan manusia lainnya. Dalam hal ini, alangkah lebih baik sikap seperti

12 Hasiah. “Peranan Ikhlas dalam Perspektif Al-Qur’an”, Darul ‘Ilmi, I, 02, Juli 2013.

(29)

8

itu harus dihindari, sebab nantinya akan mempengaruhi bahkan menghilangkan rasa ikhlas itu sendiri di dalam hati manusia.

Dan terakhir, artikel yang berjudul “Mengkaji dan Menganalisis Quantum Ikhlas Oleh Erbe Sentanu” karya Husin.13 Tulisan ini menjelaskan bahwa dalam bukunya, Erbe Sentanu meyakini ketika manusia mengikhlaskan segala sesuatu sebenarnya orang tersebut telah mengaktifkan energi positifnya dalam hidup, bahkan bisa membalikkan segala kebuntuan untuk mendapatkan sebuah solusi yang tak disangka. Selanjutnya, dikatakan juga bahwa langkah untuk meraih sebuah kebahagiaan adalah melalui kecerdasan baru dengan cara menguasai diri sendiri serta meraih kebahagiaan hakiki yang ada di dalamnya.

Kemudian pembahasan lain mengenai ikhlas ditemukan juga dalam skripsi yang berjudul “Ikhlas dalam Perspektif Al-Qur’an” karya Miss Rosidah Haji Daud14 dan “Ikhlas dalam Beramal Menurut Mufassir” karya Nur Khadijah Binti Hamrin.15 Dalam kedua tulisan ini, secara garis besar memberikan penjelasan yang hampir sama, bahwasannya ikhlas merupakan perbuatan yang berlandaskan bersih hati, murni semata-mata memotivasi untuk memperoleh keridaan Allah, sehingga niat bertaqarub (dekat) kepada Allah menjadi murni dan tidak ada motif lain untuk melakukan apapun selain

13 Husin. “Mengkaji dan Menganalisis Quantum Ikhlas Oleh Erbe Sentanu”, Al Falah, XVIII, 2, 2018.

14 Miss Rosidah Haji Daud, “Ikhlas dalam Perspektif Al-Qur’an”, Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry, Darussalam - Banda Aceh, 2017.

15 Nur Khadijah Binti Hamrin, “Ikhlas dalam Beramal Menurut Mufassir”, Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2018.

(30)

9

kepada-Nya. Karena ikhlas adalah prasyarat utama untuk diterimanya sebuah amal ibadah manusia kepada Allah.

Selanjutnya, dalam skripsi lain yang berjudul “Makna Ikhla>s} dalam Tafsi>r at-Tustari> Karya Sahl Ibn ‘Abdulla>h at-Tustari>” karya Muh. Ainul Fiqih.16 Tulisan ini menjelaskan bahwa makna ikhlas menurut At-Tustari>

adalah keadaan hati yang memfokuskan pandangan hanya kepada Allah dan menyadari bahwa ketidakmampuan diri dalam keadaan apapun, serta memahami akan sesuatu yang dapat merusak amal yang telah dilakukan. Bisa disebut juga minalla>h, ilalla>h, lilla>h dan billa>h yakni apa yang dilakukan itu dari Allah, kepada Allah, milik Allah, dan bersama Allah. Sedangkan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sangatlah dianjurkan, seperti ikhlas dalam beragama, ikhlas dalam tolong menolong, ikhlas dalam menjalankan kebaikan, ikhlas dalam beribadah, dan ikhlas ketika melakukan suatu amal perbuatan. Ketika seseorang mampu menjalankan hal-hal tersebut dengan sebenarnya, maka ia akan memperoleh derajat muh}sin, mus}lih}, dan muni>b.

Selanjutnya, dalam skripsi lain yang berjudul “Ikhlas dalam Al-Qur’an:

Perspektif Semantik Toshihiko Izutsu” karya Muflihun Hidayatullah.17 Tulisan ini menjelaskan bahwa ikhlas dalam Al-Qur’an yang dikaji menggunakan pendekatan semantik Toshihiko Izutsu bermakna ketauhidan,

16 Muh. Ainul Fiqih, “Makna Ikhla>s} dalam Tafsi>r at-Tustari> Karya Sahl Ibn ‘Abdulla>h at- Tustari>”, Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Surakarta, 2017.

17 Muflihun Hidayatullah, “Ikhlas dalam Al-Qur’an: Perspektif Semantik Toshihiko Izutsu”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2018.

(31)

10

keselamatan dan terpilih. Hal tersebut dibuktikan dengan pencarian makna dasar, makna relasional serta analisis sinkronik dan diakronik untuk mendapatkan weltanschauung. Makna dasar ikhlas adalah murni, sedangkan makna relasionalnya berkaitan dengan selamat, terpilih, khusus dan bersih.

Atas dasar itulah kemudian membentuk weltanschauung ikhlas dalam Al- Qur’an yang berorientasi pada makna kemurnian agama (tauhid), keselamatan, dan terpilih. Dengan demikian weltanschauung ketauhidan adalah konsepsi tentang ketuhanan, sedangkan selamat dan terpilih kembali pada konsepsi manusia. Dari hasil tersebut menjawab bahwa ikhlas dalam Al- Qur’an tidak ada yang berkaitan dengan musibah sama sekali.

Dan terakhir, skripsi yang berjudul “Ikhlas Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar” karya Muhammad Yusuf Asfiyak.18 Tulisan ini menjelaskan bahwa ikhlas menurut Buya Hamka terbagi menjadi tiga di antaranya: ikhlas dalam beragama, ikhlas dalam beribadah dan berdoa serta ikhlas dalam beramal. Buya Hamka juga menuturkan bahwasannya ikhlas adalah segala bentuk gerak, tingkah laku, usaha, pekerjaan, hendaklah kita mementingkan amal dengan tidak saling bertengkar dan berbantah. Karena yang demikian itu membuat amal menjadi terlantar. Ikhlas dengan mementingkan amal yang didasarkan kepada keikhlasan, dapat mempersembahkan kepada Allah dan tidak bercabang kepada niatan yang lain selain kepada-Nya.

18 Muhammad Yusuf Asfiyak, “Ikhlas Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar”, Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2019.

(32)

11

Kemudian tulisan yang berkaitan dengan pemikiran dan yang berbicara tentang KH. Bisri Mustofa ditemukan dalam buku dan skripsi yang berjudul

“Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa” karya Achmad Zainal Huda19 dan “KH. Bisri Mustofa dan Perjuangannya” karya Ahmad Bisri Dzalieq.20 Dalam kedua tulisan ini, secara garis besar memberikan penjelasan yang hampir sama, bahwasanya dijelaskan mengenai biografi KH.

Bisri Mustofa dan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupannya sehari-hari seperti dalam dakwah, politik, budaya dan lain sebagainya.

Serta dalam buku yang berjudul “99 Kiai Kharismatik Indonesia;

Biografi, Perjuangan, Ajaran dan Doa-Doa Utama Yang Diajarkan” karya A.

Aziz Masyhuri21 dan “Kiai-Kiai Kharismatik dan Fenomenal; Biografi dan Inspirasi Mereka Sehari-Hari” karya Nur Rakhim.22 Dalam kedua tulisan ini, secara garis besar memberikan penjelasan yang hampir sama, bahwasannya dijelaskan mengenai riwayat hidup dan aktivitas para kiai kharismatik di Indonesia dalam beragam aspek, mulai dari kehidupannya sehari-hari, karya sampai perjalanan kelimuannya. Salah satunya adalah menceritakan tentang kehidupan KH. Bisri Mustofa.

19 Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa (Yogyakarta: LKiS, 2005).

20 Ahmad Bisri Dzalieq, “KH. Bisri Mustofa dan Perjuangannya”, Skripsi Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2008.

21 A. Aziz Masyhuri, 99 Kiai Kharismatik Indonesia; Biografi, Perjuangan, Ajaran dan Doa-Doa Utama Yang Diajarkan (Yogyakarta: Kutub, 2008).

22 Nur Rakhim, Kiai-Kiai Kharismatik dan Fenomenal; Biografi dan Inspirasi Mereka Sehari-Hari (Yogyakarta: IRCiSoD, 2015).

(33)

12

Kemudian tulisan yang berkaitan dengan kajian mengenai kitab tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z ditemukan dalam artikel yang berjudul “Telaah Karakteristik Tafsir Arab Pegon Al-Ibri>z” karya Abu Rokhmad.23 Tulisan ini menjelaskan bahwa tafsir Al-Ibri>z termasuk beraliran tradisional dan ma’tsur dalam artian yang sederhana. Tafsir Al-Ibri>z disusun berdasarkan metode tahlili, yaitu metode yang menjelaskan ayat-ayat Al- Qur’an kata demi kata, kemudian makna kata-kata tersebut disajikan dalam sistem makna gandul (artinya ditulis di bawah kata-kata), sedangkan tafsir dan penjelasannya ditulis di dalam teks tubuh utama. Makna gandul ini dibarengi dengan analisis bahasa yang berguna untuk mengungkapkan struktur bahasa. Dari segi karakteristik, cara tafsir Al-Ibri>z menjelaskan makna Al-Qur’an dianggap sederhana. Pendekatan yang diterapkan dalam kitab tafsir ini tidak cenderung gaya interpretasi tertentu, karena menggabungkan beberapa gaya yang berbeda sesuai dengan makna kontekstual yang berkembang dalam kehidupan masyarakat.

Selanjutnya, dalam artikel lain yang berjudul “Corak Mistis dalam Penafsiran KH. Bisri Mustofa (Telaah Analitis Tafsir Al-Ibri>z)” karya Fejrian Yazdajird Iwanebel.24 Tulisan ini menjelaskan bahwa kitab tafsir Al-Ibri>z masuk dalam kategori corak adab ijtima’i; yakni menekankan aspek kebahasaan dan sosial, corak ‘ilmi; yakni menekankan pada aspek ilmiah.

23 Abu Rokhmad. “Telaah Karakteristik Tafsir Arab Pegon Al-Ibri>z”, Analisa, XVIII, 01, Januari – Juni 2011.

24 Fejrian Yazdajird Iwanebel. “Corak Mistis dalam Penafsiran KH. Bisri Mustofa (Telaah Analitis Tafsir Al-Ibri>z)”, Rasail, I, 1, 2014.

(34)

13

Selain itu, yang menjadi pokok pembahasan tulisan ini adalah corak mistis, yang mana di sana menampung aspek-aspek lokalitas dan kebudayaan.

Intinya, kedudukan kitab tafsir Al-Ibri>z ini berada pada posisi transisi keilmuan, yakni dari tradisi-mistis menuju modern quasi sains, meski diwarnai dengan dominasi akar kebudayaan yang masih cukup kuat.

Selanjutnya, dalam artikel lain yang berjudul “Kosmologi Budaya Jawa dalam Tafsi>r Al-Ibri>z Karya KH. Bisri Musthofa” oleh Maslukhin.25 Tulisan ini menjelaskan bahwa kitab tafsir Al-Ibri>z ditulis KH. Bisri Musthofa pada saat sastra dan budaya Jawa meredup dari kejayaannya. Refleksi dan apresiasi terhadap “muatan lokal” ini dilakukan KH. Bisri Musthofa bukan tanpa maksud, tetapi bagaimana melarutkan seluruh totalitas pemikirannya sebagai orang yang besar dalam kebudayaan pesantren Jawa dengan realitas sosial pembaca tafsir Al-Ibri>z sebagai penggunaan bahasa. Oleh karenanya, tafsir Al-Ibri>z yang dikemas dalam bentuk gancaran dan menggunakan bahasa ngoko akan mudah mendapatkan tempat bagi masyarakat yang dihadapinya.

Dari sini terlihat bahwa KH. Bisri Musthofa sangat paham akan fungsi penting bahasa dalam melakukan penafsiran, sebab kekuatan tafsir selain pada kandungannya adalah pada cara penyajiannya. Sebagai sebuah tafsir yang menetralisir emosi Arabisme teks Al-Qur’an ke dalam kosmologi Jawa, KH. Bisri Musthofa juga mampu memilih isi penafsiran yang relevan dengan tekstur maupun konteks budayanya sendiri dan tidak cuma men-Jawa-kan

25 Maslukhin. “Kosmologi Budaya Jawa dalam Tafsi>r Al-Ibri>z Karya KH. Bisri Musthofa”, Mutawatir: Jurnal Keilmuan Tafsir Hadis, V, 1, Juni 2015.

(35)

14

bahasa Arab saja. KH. Bisri Musthofa juga seringkali mengomentari problem sosial kemasyarakatan, bahkan kondisi negara Indonesia di sela-sela ia menafsirkan teks Al-Qur’an. Dengan kata lain, KH. Bisri Musthofa menunjukkan bahwa tafsir tidak harus melulu berisi seputar hukum syariat, surga-neraka dan kiamat-malaikat.

Dan terakhir, atikel yang berjudul “Tafsir Surat Luqman Perspektif KH.

Bisri Musthofa dalam Tafsir Al-Ibri>z” karya Lilik Faiqoh dan M. Khoirul Hadi Al-Asy’ari.26 Tulisan ini menjelaskan bahwa pengajaran Luqman sesuai dangan tata cara kehidupan orang Jawa yang membentuk kehidupan harmonis. Hal itu tertuang dalam cara menjelaskan yang mudah dipahami dengan mampu mengaitkan isi kandungan Al-Qur’an dengan alam berpikir orang Jawa. Selain itu, dijelaskan juga konsep mauizah dalam surat Luqman dan hubungannya dengan tafsir tradisi kultural Jawa dalam pandangan KH.

Bisri Musthofa dan historisitas untuk mengkaji sejarah surat Luqman tersebut. Diketahui juga bahwasanya ada hierarki yang menarik dalam strategi penafsiran yang dilakukan oleh KH. Bisri Musthofa dalam kitab tafsirnya tersebut.

Kemudian pembahasan lain mengenai kitab tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z ditemukan juga dalam skripsi yang berjudul “Hak- Hak Wanita Perspektif Tafsir Jawa (Studi Komparatif Penafsiran Bisri

26 Lilik Faiqoh dan M. Khoirul Hadi Al-Asy’ari. “Tafsir Surat Luqman Perspektif KH. Bisri Musthofa dalam Tafsir Al-Ibri>z”, Maghza, II, 1, Januari – Juni 2017.

(36)

15

Mustofa dan Misbah Mustofa)” karya Aunillah Reza Pratama.27 Tulisan ini menjelaskan bahwa penafsiran Bisri Mustofa dan Misbah Mustofa tentang hak-hak wanita memiliki banyak kesamaan. Keduanya berbeda ketika mengartikan keadilan dalam poligami. Bisri mengartikan adil sebagai syarat material yang harus dipenuhi, sedangkan Misbah tidak menyebut bentuk adil secara konkret. Kemudian dalam masalah waris, Misbah menyatakan pembagian warisan 2:1 disebabkan beban nafkah yang ditanggung laki-laki, sedangkan Bisri menyatakan bahwa pembagian tersebut adalah ketetapan Allah, sebab manusia tidak ada yang tahu kedepannya. Penafsiran Misbah yang mengarah pada isu gender disebabkan pada masa penulisan kitabnya, isu gender dan pemikiran para tokoh pembaharu (mujaddid) telah masuk dan marak di Indonesia, sedangkan pada masa Bisri belum ada. Oleh sebab itu, ia tidak menyinggungnya. Selain itu, Bisri dalam penafsirannya cenderung ringkas dan lugas, sedangkan Misbah lebih eksploratif dan tegas.

Selanjutnya, dalam skripsi lain yang berjudul “Penafsiran KH. Bisri Mustafa Atas Ayat-Ayat Jihad (Telaah Atas Kitab Tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z)” karya Bahri Ni’mah.28 Tulisan ini menjelaskan bahwa jihad diartikan sebagaimana tidak jauh dengan teks Al-Qur’an.

Bahwasannya KH. Bisri Mustafa menafsirkan jihad sekarang tidak lagi

27 Aunillah Reza Pratama, “Hak-Hak Wanita Perspektif Tafsir Jawa (Studi Komparatif Penafsiran Bisri Mustofa dan Misbah Mustofa)”, Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2016.

28 Bahri Ni’mah, “Penafsiran KH. Bisri Mustafa Atas Ayat-Ayat Jihad (Telaah Atas Kitab Tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z)”, Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2016.

(37)

16

tentang hunusan pedang yang berdarah-darah, namun tentang berjihad dengan mencari rida Allah yang mampu dilakukan dengan cara apa saja. Menahan hawa nafsu adalah jihad, memerangi sarana Al-Qur’an juga merupakan bagian dari jihad, mencurahkan harta benda dan jiwa raga juga merupakan bagian dari jihad. Maka berjihadlah atas nama Allah dengan niat meluhurkan agama Allah, maka Allah pun akan menjanjikan surga bagi yang demikiran itu. Bukan untuk saling menyakiti, namun saling menyayangi antar semua makhluk ciptaan Tuhan di alam dunia ini.

Selanjutnya, dalam skripsi lain yang berjudul “Penafsiran Ayat-Ayat Syukur (Kajian Terhadap Kitab al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z Karya Bisyri> Mus}t}afa>)” karya Nur Falihatun.29 Tulisan ini menjelaskan bahwa penafsiran Bisyri Mustafa terkait syukur mengandung beberapa makna, di antaranya: ujian, doa, balasan syukur dan dorongan agar senantiasa bersyukur. Selain itu, disebutkan juga bahwa manfaat syukur sangat penting sekali bagi kehidupan, baik di dunia maupun di akhirat, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Bahkan dengan bersyukur, hidup menjadi lebih indah dan mendorong untuk hidup bermasyarakat. Selain itu, dalam penafsirannya juga terdapat keterangan-keterangan yang ilmiah, seperti segala sesuatu yang hidup itu terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, udara dan sinar matahari.

29 Nur Falihatun, “Penafsiran Ayat-Ayat Syukur (Kajian Terhadap Kitab al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z Karya Bisyri> Mus}t}afa>)”, Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2017.

(38)

17

Selanjutnya, dalam skripsi lain yang berjudul “Pandangan Fiqih KH.

Bisri Mustofa dalam Tafsir Al-Ibri>z (Kajian Ayat-Ayat Ibadah)” karya Mar’atus Sholikhah.30 Tulisan ini menjelaskan bahwa KH. Bisri Mustofa dalam menafsirkan ayat-ayat ibadah yakni tentang taharah, shalat, zakat, puasa dan haji secara umum menafsirkannya secara global. Meskipun demikian, dapat dipahami bahwa dari penafsirannya terhadap ayat-ayat tersebut cenderung terbuka kepada pendapat beberapa madzhab. Sehingga penafsirannya bersifat moderat dan dapat juga dikatakan bahwa pemikiran fiqihnya bercorak moderat atau dapat juga dikatakan berada di antara tipe restriction of traditionalist dan socio historical approach.

Dan terakhir, skripsi yang berjudul “Penafsiran Kata Mawaddah dalam Kitab Tafsir Al-Azhar dan Al-Ibri>z” karya Yolan Nur Rohmah.31 Tulisan ini menjelaskan bahwa mawaddah memiliki kesamaan penafsiran antara Buya Hamka dan Bisri Mustofa. Keduanya berbeda ketika menafsirkan mawaddah dalam QS. An-Nisa>’ (4): 73 dan QS. Al-Ma>’idah (5): 82. Mawaddah dalam QS. An-Nisa>’ (4): 73 diartikan Hamka dengan cinta, sedangkan Bisri mengartikannya dengan asih-asihan (kasih sayang). Kemudian dalam QS. Al- Ma>’idah (5): 82 Hamka mengartikan sama yakni cinta, sedangkan Bisri mengartikannya dengan demen (senang), akan tetapi dalam konteks ayat tersebut memiliki makna persahabatan. Jika ditarik dalam konteks ke-

30 Mar’atus Sholikhah, “Pandangan Fiqih KH. Bisri Mustofa dalam Tafsir Al-Ibri>z (Kajian Ayat-Ayat Ibadah)”, Skripsi Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah IAIN Ponorogo, 2017.

31 Yolan Nur Rohmah, “Penafsiran Kata Mawaddah dalam Kitab Tafsir Al-Azhar dan Al- Ibri>z”, Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2018.

(39)

18

Indonesiaan, persahabatan dan perdamaian masih dipegang erat oleh warga Indonesia sendiri. Dalam hal ini, Indonesia masih dapat dikatakan sebagai warga negara yang menjunjung tinggi makna mawaddah itu sendiri.

Dari berbagai sumber literatur yang telah penulis paparkan di atas sesuai dengan variabelnya masing-masing, belum ada karya tulis ilmiah baik itu dalam artikel, buku, skripsi dan lainnya yang secara spesifik membahas tentang bagaimana KH. Bisri Mustofa berbicara mengenai ikhlas dalam kitab tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap tema tersebut yang nantinya dapat diimplementasikan dalam kehidupan kita sehari-hari.

E. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan kategori penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian dengan sumber data kepustakaan seperti artikel, buku, skripsi dan lain sebagainya dengan sifat penelitian yakni penelitian kualitatif. Oleh karenanya, penelitian ini bersumber pada eksplorasi data-data kepustakaan yang berkaitan dengan tema penelitian yang akan dikaji yakni ikhlas; KH. Bisri Mustofa; dan kitab tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al- Qur’a>n al-‘Azi>z.

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah kitab tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z karya KH. Bisri Mustofa. Sedangkan untuk data sekundernya adalah merujuk pada kitab seperti al-Mu’jam al- Mufahras li al-Fa>z al-Qur’a>n al-Kari>m; bi H}a>syiyah al-Mus}h}af al-Syari>f

(40)

19

karya Muhammad Fuad Abdul Baqi’ untuk penelusuran ayatnya, serta beberapa kitab, artikel, buku, skripsi dan karya tulis ilmiah lainnya yang berkaitan dengan tema penelitian tersebut yakni Ikhlas Menurut Penafsiran KH. Bisri Mustofa (Studi Tematik Tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z).

Adapun metode yang penulis gunakan untuk mengolah data dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-analitis, yaitu sebuah usaha untuk menggambarkan secara proporsional sesuatu yang diteliti serta menginterpretasikan kondisi yang ada kemudian dianalisis.32 Metode ini digunakan untuk mendeskripsikan biografi, konten kitab dan penafsiran KH.

Bisri Mustofa mengenai ayat-ayat ikhlas dalam kitab tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z. Setelah itu, data-data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan tujuan untuk mengetahui dan memahami lebih dalam bagaimana penafsiran KH. Bisri Mustofa mengenai ayat-ayat ikhlas dalam kitab tafsirnya dan ikhlas tersebut dapat dipahami secara mudah dalam realitas kehidupan sosial kemasyarakatan.

Kemudian untuk langkah-langkah metodis operasional dalam penelitian ini penulis menggunakan metode tematik tokoh yang ditawarkan oleh Abdul Mustaqim, di antaranya adalah sebagai berikut: Pertama, menetapkan masalah yang akan dibahas. Dalam hal ini tema yang akan dikaji adalah Ikhlas Menurut Penafsiran KH. Bisri Mustofa (Studi Tematik Tafsir al-Ibri>z li

32 Mardalis, Metode Penelitian; Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 26.

(41)

20

Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z). Kedua, menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut yakni ayat-ayat yang berbicara tentang ikhlas di dalam Al-Qur’an. Ketiga, mengurutkan ayat secara kronologis (makiyah dan madaniyah), sesuai dengan urutan pewahyuannya serta pemahaman tentang asbabun nuzulnya (jika memungkinkan). Jika tidak, maka yang terpenting adalah bagaimana mencari hubungan melalui struktur logis. Keempat, memahami korelasi (munasabah) ayat-ayat tersebut dalam suratnya masing-masing. Kelima, menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna yakni ikhlas menurut perspektif KH. Bisri Mustofa dan relevansinya dalam konteks kekinian. Keenam, melengkapi dengan hadis- hadis yang relevan dan menyertakan penjelasan dari para ahli mengenai ikhlas. Ketujuh, menghimpun ayat-ayat Ikhlas Menurut Penafsiran KH. Bisri Mustofa (Studi Tematik Tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z) yang mempunyai pengertian sama, atau mengkompromikan antara yang amm dengan yang khash, yang mutlaq dan muqayyad atau yang secara lahiriah tampak bertentangan, sehingga penelitian ini dapat dipahami secara komprehensif dan menyeluruh.33 Berangkat dari langkah-langkah tersebut, nantinya akan kita temukan benang merah mengenai penafsiran KH. Bisri Mustofa terhadap ayat-ayat ikhlas dalam kitab tafsirnya.

33 Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir (Yogyakarta: Idea Press, 2014), hlm. 65-66.

(42)

21

F. Sistematika Pembahasan

Untuk mendeskripsikan tentang inti dari pembahasan yang ada dalam penelitian ini sekaligus mendapatkan hasil akhir yang sistematis dan komprehensif, maka sistematika pembahasan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab pertama, yaitu pendahuluan yang di dalamnya meliputi latar belakang masalah; rumusan masalah; tujuan dan kegunaan penelitian; telaah pustaka; metode penelitian; dan diakhiri dengan sistematika pembahasan yang digunakan sebagai acuan outline dalam penelitian ini.

Bab kedua, yaitu tentang tinjauan umum mengenai ikhlas meliputi definisi ikhlas secara umum; kemudian klasifikasi ayat-ayat ikhlas dalam Al- Qur’an; asbabun nuzulnya; ikhlas menurut pendapat para ulama; kiat-kiat dalam membentuk pribadi yang ikhlas dan di akhiri dengan parameter dalam menjalankan ikhlas dalam kehidupan sehari-hari.

Bab ketiga, yaitu mengenai riwayat hidup KH. Bisri Mustofa dan kitab tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z yang di dalamnya diuraikan tentang riwayat hidup KH. Bisri Mustofa mulai dari biografi;

aktivitas keilmuan; karir politik dan perjuangan; serta pemikiran dan hasil karyanya. Kemudian diuraikan juga tentang kitab tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z mulai dari latar belakang penulisan tafsir Al-Ibri>z;

sistematika penulisan tafsir Al-Ibri>z; metode penafsiran tafsir Al-Ibri>z;

karakteristik tafsir Al-Ibri>z serta penilaian para ulama mengenai kitab tafsir tersebut.

(43)

22

Bab keempat, yaitu tentang ikhlas dalam penafsiran KH. Bisri Mustofa dan relevansinya terhadap konteks kekinian yang mana inti dari penelitian ini dimulai dengan mengklasifikasikan ayat-ayat ikhlas yang mempunyai pengertian sama dalam penafsiran KH. Bisri Mustofa kemudian setelah itu dianalisis secara komprehensif. Dalam relevansi penafsiran tersebut dengan konteks kekinian akan diuraikan mengenai realitas kehidupan sosial yang paling aktual dengan ikhlas.

Bab kelima, yaitu penutup yang di dalamnya merupakan inti sari dari penelitian ini yang meliputi kesimpulan, kemudian dilanjutkan dengan kritik dan saran sebagai masukan atas kekurangan yang ada dalam penelitian ini.

Kesimpulan dalam penelitian ini setidaknya mencakup beberapa hal di antaranya adalah: mengetahui bagaimana KH. Bisri Mustofa menafsirkan ikhlas di dalam kitab tafsirnya yakni al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-

‘Azi>z dan relevansinya terhadap realitas kehidupan sosial saat ini.

(44)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian permasalahan dan rumusan masalah yang dipaparkan pada bab pertama, maka penulis menyimpulkan poin-poin penting dari hasil penelitian ini, di antaranya adalah:

Pertama, Penafsiran KH. Bisri Mustofa mengenai ikhlas dalam kitab tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z mempunyai ragam pemaknaan di antaranya: murnikake agamane marang Allah ta’ala (tauhid), dibersihake saking rereget (murni dari segala kotoran), kawulane Allah ta’ala kang padha iman (beriman), padha murnikake panyuwun marang Allah ta’ala (berdoa), kang pinilih (terpilih), padha nyingkrih (menyendiri), khususe marang siro (khusus).

Kedua, setelah dikontekstualisasikan terhadap konteks kekinian, menurut hemat penulis ikhlas menurut penafsiran KH. Bisri Mustofa dalam kitab tafsir al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z masih sangat relevan dengan kondisi masyarakat saat ini. Karena kini kita semua diharuskan untuk ikhlas dalam memurnikan keyakinan kita kepada Allah terhadap situasi pandemi COVID-19 seperti sekarang, yang mana fenomena tersebut termasuk dalam kategori murnikake agamane marang Allah ta’ala (tauhid) dan padha murnikake panyuwun marang Allah ta’ala (berdoa) memohon pertolongan kepada Allah demi keselamatan jiwa bersama.

(45)

130

B. Kritik dan Saran

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari harapan sempurna untuk bisa memberikan kontribusi, baik itu dalam ranah akademis ataupun dalam kehidupan masyarakat. Maka dari itu penulis menyarankan kepada para peneliti selanjutnya untuk dapat mengembangkan kajian mengenai ikhlas ini, baik dengan metode komparatif tokoh, metode kritik pemikiran tokoh atau metode dalam disiplin ilmu lain seperti ilmu sosial dan humaniora seperti ikhlas dikaitkan dengan fenomena bulliying, ikhlas di kaitkan dengan fenomena hate speech dan lain sebagainya, sehingga nantinya akan diperoleh ragam perspektif yang lebih eksploratif dan komprehensif. Hal ini kami sarankan dengan harapan nantinya tradisi keilmuan khususnya dalam bidang Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir akan terus berkembang di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

(46)

131

DAFTAR PUSTAKA

Agama, Departemen. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: Karya Toha Putra, 2002.

Anam, A. Khoirul (dkk.). Ensiklopedia Nahdlatul Ulama; Sejarah, Tokoh dan Khazanah Pesantren. Jakarta: Mata Bangsa, 2014.

Al-Asfahaniy, Raghib. Mu’jam Mufrada>t al-Fa>z} al-Qur’a>n. Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2004.

Asfiyak, Muhammad Yusuf. “Ikhlas Menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al- Azhar”. Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2019.

Asif, Muhammad. “Tafsir dan Tradisi Pesantren; Karakteristik Tafsir Al-Ibri>z Karya Bisri Mustofa”. Suhuf, IX, 2, Desember 2016.

As-Suyuthi, Jalaluddin. Asbabun Nuzul; Sebab Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an.

Jakarta: Gema Insani, 2009.

Athaillah, Ibnu. Mempertajam Mata Hati. Lamongan: Bintang Pelajar, 1990.

Audah, Husain. Keajaiban Ikhlas. Yogyakarta: Maktabah al-Hanif, 2007.

Baidan, Nashruddin. Metodologi Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.

Baqi‟, Muhammad Fuad Abdul. Al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fa>z al-Qur’a>n al- Kari>m; bi H}a>syiyah al-Mus}h}af al-Syari>f. Kairo: Dar al-Hadith, 2001.

Bisri, A. Mustofa. Tafsir Al-Ibri>z Versi Latin. Wonosobo: Lembaga Kajian Strategis Indonesia, 2015.

Chizanah, Lu‟luatul. “Ikhlas = Prososial? (Studi Komparasi Berdasar Caps)”.

PSIKOISLAMKA, Jurnal Psikologi Islam (JPI), VIII, 2, 2011.

Chodjim, Achmad. Al-Ikhlas; Bersihkan Iman Dengan Surah Kemurnian. Jakarta:

Serambi Ilmu Semesta, 2015.

Daud, Miss Rosidah Haji. “Ikhlas dalam Perspektif Al-Qur‟an”. Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry, Darussalam - Banda Aceh, 2017.

(47)

132

Dzalieq, Ahmad Bisri. “KH. Bisri Mustofa dan Perjuangannya”. Skripsi Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2008.

Fahmi, Izzul. “Lokalitas Kitab Tafsi>r Al-Ibri>z Karya KH. Bisri Mustofa”.

ISLAMIKA INSIDE: Jurnal Keislaman dan Humaniora, V, 1, Juni 2019.

Faiqoh, Lilik dan Al-Asy‟ari, M. Khoirul Hadi. “Tafsir Surat Luqman Perspektif KH. Bisri Musthofa dalam Tafsir Al-Ibri>z”. Maghza, II, 1, Januari – Juni 2017.

Faiqoh, Lilik. “Mau‟izah Luqman Kepada Anaknya (Studi Atas Penafsiran KH.

Bisri Mustofa Terhadap Surat Luqma>n Ayat 12-19 dalam Kitab Tafsir al- Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z)”. Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2015.

Faiqoh. “Penafsiran Bisri Mustofa Terhadap Ayat-Ayat Tentang Perempuan dalam Kitab Al-Ibri>z”. Skripsi Fakultas Ushuluddin Studi Agama dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2013.

Falihatun, Nur. “Penafsiran Ayat-Ayat Syukur (Kajian Terhadap Kitab al-Ibri>z li Ma’rifati Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Azi>z Karya Bisyri> Mus}t}afa>)”. Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2017.

Fiqih, Muh. Ainul. “Makna Ikhla>s} dalam Tafsi>r at-Tustari> Karya Sahl Ibn

‘Abdulla>h at-Tustari>”. Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Surakarta, 2017.

Gazalba, Sidi. Asas Agama Islam; Pembahasan Ilmu dan Filsafat Tentang Rukun Islam, Ihsan, Ikhlas dan Taqwa. Jakarta: Bulan Bintang, 1975.

Ghazali, Imam. Ringkasan Ihya’ Ulumuddin terj. Fudhailurrahman. Jakarta:

Sahara Publishers, 2007.

Ghofur, Saiful Amin. Profil Para Mufasir Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008.

---. Mozaik Mufasir Al-Qur’an; Dari Klasik Hingga Kontemporer.

Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2013.

Gusmian, Islah. “Tafsir Yasin Karya KH. Bisri Mustofa Rembang (Kajian Atas Penulisan dan Metode Penafsiran)” dalam Baidowi, Ahmad (ed.). Tafsir Al- Qur’an di Nusantara. Yogyakarta: Lembaga Ladang Kata, 2020.

(48)

133

Hamrin, Nur Khadijah Binti. “Ikhlas dalam Beramal Menurut Mufassir”. Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2018.

Hasiah. “Peranan Ikhlas dalam Perspektif Al-Qur‟an”. Darul ‘Ilmi, I, 02, Juli 2013.

Hidayatullah, Muflihun. “Ikhlas dalam Al-Qur‟an: Perspektif Semantik Toshihiko Izutsu”. Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2018.

HS, Lasa. Surga Ikhlas; Luruskan Hati Raih Kebahagiaan Sejati. Yogyakarta:

Galang Press, 2009.

Huda, Achmad Zainal. Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa. Yogyakarta: LKiS, 2005.

Husin. “Mengkaji dan Menganalisis Quantum Ikhlas Oleh Erbe Sentanu”. Al Falah, XVIII, 2, 2018.

Iwanebel, Fejrian Yazdajird. “Corak Mistis dalam Penafsiran KH. Bisri Mustofa (Telaah Analitis Tafsir Al-Ibri>z)”. Rasail, I, 1, 2014.

Al-Khalidy, Shalah Abdul Fatah. Kunci Menguak Al-Qur’an terj. Kathur Suhardi.

Solo: Pustaka Mantiq, 1991.

Majid, Nurcholish. Islam Doktrin dan Peradaban; Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan. Jakarta: Paramadina, 2005.

Mardalis, Metode Penelitian; Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara, 1995.

Maslukhin. “Kosmologi Budaya Jawa dalam Tafsi>r Al-Ibri>z Karya KH. Bisri Musthofa”. Mutawatir: Jurnal Keilmuan Tafsir Hadis, V, 1, Juni 2015.

Masyhuri, A. Aziz. 99 Kiai Kharismatik Indonesia; Biografi, Perjuangan, Ajaran dan Doa-Doa Utama Yang Diajarkan. Yogyakarta: Kutub, 2008.

Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir; Kamus Arab – Indonesia. Surabaya:

Pustaka Progessif, 1997.

Mustafa, Mahmud Ahmad. Dahsyatnya Ikhlas. Yogyakarta: Mutiara Media, 2009.

Mustaqim, Abdul. Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir. Yogyakarta: Idea

Referensi

Dokumen terkait

This research aimed to find out common pronunciation errors in pronouncing English fricative thus, to find percentages of global and local errors in pronouncing English fricative

Seorang yang berhati hamba adalah seorang yang dengan tulus berusaha mengasihi sesamanya seperti dirinya sendiri, peduli kepada orang lain. Kita bukan milik kita

Dari 6 senyawa hasil virtual screening pada buah semangka dari hasil penambatan molekul maka diambil prediksi yang berpotensi sebagai kandidat obat adalah senyawa pektin

Kemudian peranan Malaka digantikan oleh Kerajaan Aceh yang menjadi pusat penyebaran Islam..

Maksud dan tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk memenuhi persyaratan kelulusan program Studi Strata I pada Jurusan Teknik Informatika di Universitas Mercu

Teknologi QR Code ini merupakan pengembangan dari Barcode yang hanya menampilkan bentuk garis vertikal.Teknologi Augmented Reality Type QR Code merupakan salah satu

Berdasarkan hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa Alat Ukur Minat untuk Pengembangan Karir pada Lulusan Sekolah Menengah Atas yang terdiri dari dua bagian

per Unit Penyertaan Yang Sama Besarnya Bagi Semua Pemegang Unit Penyertaan Pada Tanggal Jatuh Tempo yaitu dimana seluruh Efek Bersifat Utang yang menjadi basis proteksi dalam