29 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian
Penulis mengambil tempat penelitian di kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga.
Deskripsi subjek yang dijelaskan mencakup siswa yang ada dikelas VIII yang
terdiri dari delapan kelas. Berikut ini deskripsi subjek sesuai dengan kelas dan
usia siswa.
Tabel 4.1
Deskripsi Subjek Kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga
Usia Kelas
Total
Prosentase (%) VIIIA VIIIB VIIIE VIIIF VIIIG VIIIH
12 1 1 0 0 0 0 2 1,36 %
13 5 12 6 12 4 2 41 27,89 %
14 11 8 10 10 16 12 67 45,57 %
15 6 3 7 3 3 6 28 19,05 %
16 1 2 2 0 1 3 9 6,13 %
Total 24 26 25 25 24 23 147 100 %
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat 147 siswa di kelas
VIII SMP N 7 Salatiga yang menjadi subjek penelitian. Di lihat dari usia siswa,
sebagian siswa berusia 14 tahun yaitu 67 siswa (45,57%). Usia siswa yang
termuda adalah 12 tahun sebanyak 2 siswa (1,36%). Sedangkan usia siswa yang
4.2Pelaksanaan Penelitian
4.2.1 Pengumpulan Data
Penelitian ini dilaksanakan pada hari Rabu mulai dari tanggal 20
Maret 2013. Jumlah subjek yang digunakan pada penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas VIII yang ada di SMP Negeri 7 Salatiga berjumlah 147
siswa. Sedangkan dua kelas menjadi kelas uji coba instrumen dan pra
penelitian yaitu kelas VIII C dan VIII D.
Penulis menyebarkan skala sikap kebutuhan berkuasa dan kuesioner
tindakan bullying. Skala tersebut diberikan langsung kepada subjek
penelitian dan penulis mengawasi pengisian instrumen tersebut untuk
memastikan subjek mengisi sesuai keadaan sesungguhnya. Instrumen
penelitian ini diberikan secara klasikal pada waktu jam pelajaran BK.
4.2.2 Deskripsi Hasil Penelitian
1. Tindakan Bullying
Berdasarkan hasil analisis deskriptif tindakan bullying, maka
Gambar 4.1 Histogram dan Kurva Normal Skor Bullying
Tabel 4.2
Distribusi Tindakan Bullying Siswa kelasVIII SMP N 7 Salatiga
Interval Kategori Frekuensi Presentase
108-130 Tinggi 5 3,4%
86-107 Agak Tinggi 76 51,1%
64-85 Agak Rendah 49 33,3%
42-63 Rendah 17 11,6%
Total 147 100
Rata – rata 87,67
Minimum 42
Maksimum 130
Dari tabel distribusi tindakan bullying siswa kelas VIII dapat
dijelaskan bahwa kecenderungan siswa berada pada kategori tindakan
bullying agak tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan 76 siswa (51,1%) dan
nilai rerata 87,67. Sedangkan hanya 17 siswa (11,6%) yang berada pada
kategori tindakan bullying rendah. Sedangkan standar deviasi data bullying
2. Kebutuhan Berkuasa
Berdasarkan hasil analisis skala sikap kebutuhan berkuasa, maka
diperoleh hasil sebagai berikut :
Gambar 4.2 Histogram dan Kurva Normal Skor Kebutuhan Berkuasa
Tabel 4.3
Distribusi Kebutuhan Berkuasa Siswa kelasVIII SMP N 7 Salatiga
Interval Kategori Frekuensi Presentase
175-207 Tinggi 23 15,6%
143-174 Agak Tinggi 72 49,0%
111-142 Agak Rendah 45 30,6%
79-110 Rendah 7 4,8%
Total 147 100
Rata – rata 150,62
Minimum 79
Maksimum 207
Dilihat dari tabel distribusi kebutuhan berkuasa siswa kelas VIII
dapat dijelaskan bahwa ada 7 siswa (4,8%) berada pada kategori
kebutuhan berkuasa agak tinggi. Sedangkan 45 siswa (30,6%) berada pada
kategori agak rendah dan 7 siswa (4,8%) berada pada kategori kebutuhan
berkuasa rendah. Jadi rata-rata siswa berada pada kategori kebutuhan
berkuasa agak rendah dengan jumlah mean sebesar 150,62. Sedangkan
standar deviasi skala kebutuhan berkuasa sebesar 20,621.
4.2.3 Analisis Data Hasil Penelitian
Setelah seluruh data terkumpul, maka penulis melakukan pengolahan
data dengan menggunakan teknik analisis korelasi dengan bantuan program
SPSS for Window Release 17.0. Dari hasil pengolahan data tersebut
diperoleh hasil sebagai berikut :
Table 4.4
Analisis Korelasi antara Kebutuhan Berkuasa dengan Tindakan Bullying
Correlations
Kebutuhan
Berkuasa Bullying
Spearman's rho Kebutuhan Berkuasa Correlation Coefficient
1.000 .227**
Sig. (1-tailed) . .003
N 147 147
Bullying Correlation Coefficient
.227** 1.000
Sig. (1-tailed) .003 .
N 147 147
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Dari tabel 4.4 menunjukkan bahwa antara kebutuhan berkuasa dengan
tindakan bullying terdapat koefisien korelasi (r) sebesar 0,227** dengan
yang diperoleh memiliki hubungan positif. Hubungan tersebut adalah
hubungan yang signifikan, karena p = 0,003< 0,05.
4.3Uji Hipotesis
Pada pengolahan hasil uji statistik terhadap hasil skala kebutuhan berkuasa
dengan tindakan bullying dengan teknik Spearman's rho nampak bahwa p =
0,003<0,050 dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,227** menunjukkan ada
hubungan yang positif dan signifikan antara dua variabel tersebut.
Dengan demikian hipotesis yang diajukan penulis yang menyatakan bahwa
“Ada hubungan yang positif signifikan antara kebutuhan berkuasa dengan
tindakan bullying siswa kelas X SMP N 7 Kota Salatiga”diterima.
4.4Pembahasan
Hasil penelitian tentang hubungan antara kebutuhan berkuasa dengan
tindakan bullying menunjukkan ada hubungan yang positif dan signifikan. Hal ini
dapat diketahui dari nilai korelasi rxy= 0,227** dan taraf signifikan 0,003< 0,050.
Dengan demikian apabila ada kenaikan kebutuhan berkuasa maka diikuti pula
kenaikan tindakan bullying yang dilakukan siswa.
Hasil penelitian tersebut senada dengan pendapat dari Hawkins (dalam
Freeman, 1994) yang menyatakan bahwa siswa bermasalah mengekspresikan
kebutuhan berkuasa dengan cara yang impulsif dan destruktif. Tindakan tersebut
dapat berupa bertindakan membahayakan orang, merusak barang,
bermasalah dengan peraturan maka akan menyalurkan kebutuhan berkuasanya
dengan perilaku yang negatif pula.
Salzman & Salzman (dalam Freeman, 1994) menambahkan bahwa siswa
yang bermasalah tetapi tingkat kebutuhan berkuasanya tinggi, maka cenderung
memakai kekerasan fisik, melawan hukum, menunjukkan masalah indispliner di
sekolah. Siswa yang sering mengalami masalah mengenai kedisiplinan dan
melawan peraturan yang ada mempunyai kebutuhan berkuasa tetapi cenderung
menyalurkannya ke bentuk tindakan yang negatif bahkan melakukan bullying
dengan memanfaatkan kekuatan dan kekuasaan yang dipunyai untuk menakuti
siswa lain.
Tetapi penelitian ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Widom,dkk
(dalam Freeman, 1994) mengenai kebutuhan berkuasa yang tinggi ada hubungan
dengan perilaku kenakalan remaja yang ditunjukkan dengan perilaku impulsif
pada siswa. Hal ini dapat menjelaskan bahwa kebutuhan berkuasa berkorelasi
dengan tindakan yang merusak seperti tindakan bullying.
Penelitian yang dilakukan penulis menunjukkan koefisien korelasi positif
yaitu 0,227**. Hasil tersebut diartikan bahwa semakin tinggi kebutuhan berkuasa
maka semakin tinggi tindakan bullying. Siswa yang mempunyai kebutuhan
berkuasa tinggi menjadi siswa yang mempunyai tindakan bullying yang tinggi
pula.
Kebutuhan berkuasa yang sebenarnya diperlukan bagi individu yang ingin
menjadi pemimpin. Kebutuhan tersebut tidak melulu sebagai variabel negatif.
kebutuhan yang lain misalnya kebutuhan untuk berafiliasi dan kebutuhan untuk
berprestasi akan dapat memperlihatkan sikap kepemimpinan yang positif. Adanya
kebutuhan berkuasa yang ditunjukkan dengan perilaku positif, maka
kecenderungan siswa akan menjadi pemimpin diantara teman-temannya dalam
suatu kegiatan. Biasanya siswa tersebut sering ditunjuk menjadi ketua kelas, aktif
di ekstrakurikuler, ketua kelompok, dan seterusnya. Bahkan dalam penelitian
Freeman (1994) menyatakan bahwa kelompok 2 yang mempunyai kebutuhan
berkuasa tinggi yang diikuti dengan kebutuhan berprestasi moderat dan kebutuhan
afiliasi rendah cenderung mempunyai ambisi untuk diakui dengan cara berhasil
dibidang akademik. Maka tidak selalu orang dengan kebutuhan berkuasa akan
menjadi pelaku bullying maupun siswa yang indisipliner.
Tindakan bullying muncul karena adanya penyalahgunaan kekuatan atau
kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang/ sekelompok orang. Penyalahgunaan
tersebut biasanya dipakai agar siswa lain takut ataupun hanya untuk
bersenang-senang saja. Tetapi dalam siklus tindakan bullying biasanya mempunyai sedikit
rasa empati sehingga tidak mempedulikan korban.
Pelaku bullying mempunyai keinginan untuk berkuasa dan mendominasi
siswa lain tetapi dengan caranya sendiri yang cenderung impulsif. Pelaku biasanya
sering terlibat dalam kegiatan antisosial atau pelanggaran lain seperti vandalisme
maupun kenakalan remaja.
Penelitian yang penulis lakukan menghasilkan korelasi positif antara
kebutuhan berkuasa dengan tindakan bullying karena siswa mempunyai
mempengaruhi oang lain, agar menuruti kehendaknya. Kebutuhan berkuasa yang
tinggi diikuti dengan tindakan bullying yang tinggi pula. Bisa jadi siswa dengan
kebutuhan berkuasa yang tinggi menjadi pelaku bullying karena ada aspek - aspek
pendukung yang lain misalnya mempunyai sifat agresifitas, rasa empati yang