• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN DAN FUNGSI BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORIS (BNPT) DALAM DERADIKALISASI PERSPEKTIF FIQH SIYASAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PERAN DAN FUNGSI BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORIS (BNPT) DALAM DERADIKALISASI PERSPEKTIF FIQH SIYASAH"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

PENANGGULANGAN TERORIS (BNPT) DALAM DERADIKALISASI PERSPEKTIF

FIQH SIYASAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat- syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) dalam

Ilmu Syari’ah

Oleh:

ARIS TIONO NPM: 1421020054

Program Studi : Hukum Tatanegara (Siyasah Syar’iyyah)

FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

RADEN INTANLAMPUNG 1444 H / 2022 M

(2)

ii

PENANGGULANGAN TERORIS (BNPT) DALAM DERADIKALISASI PERSPEKTIF

FIQH SIYASAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat- syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) dalam

Ilmu Syari’ah

Oleh:

ARIS TIONO NPM: 1421020054

Program Studi : Hukum Tatanegara (Siyasah Syar’iyyah)

Pembimbing I : Dr. Hj. Siti Mahmudah, S.Ag., M.Ag.

Pembimbing II : Arif Fikri, S.H.I., M.Ag.

FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

RADEN INTANLAMPUNG 1444 H / 2022 M

(3)

ii

Pasca Reformasi bangsa Indonesia dirundung dengan teror di berbagai temat yang mengancam kedaulatan Negara Republik Indonesia (BKRI), lengsernya orde baru memberikan keleluasaan kelompok dan masyarakat untuk berserikat sehingga menciptakan ruang bagi paham radikalisme untuk masuk dan menyusup pada kehidupan masyarakat Indonesia yang menjadi cikal bakal radikalisasi berbagai aksi para pelaku terorisme, kemudian diidentikkan dengan kelompok Islam radikal. Aksi teror teror yang merebak sejak reformasi hingga saat ini yang terakhir terjadi adalah peristiwa pengeboman di Gereja daerah Makassar (29/3/2021) yang disusul dengan aksi teror oleh seorang wanita di Mabes Polri (31/3/2021).

Permaslahan dalam penelitian ini yaitu, bagaimana Peran dan Fungsi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dalam Deradikalisasi? dan bagaimana Peran dan Fungsi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dalam Deradikalisasi Perspektif Fiqh Siyasah?

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, peneliti memahami dan menelaah literatur-literatur yang berkaitan dengn penelitian untuk mendapatkan informasi dan data, melalui library research dan bersifat deskptif analitis untuk mengurai permasalahan di atas dengan merujuk pada persesuaian hukum dan tujuan hukum serta untuk mengkrucutkan pada persektif fiqh siyasah pada peran dan fungsi BNPT dalam deradikalisasi.

Peran dan fungsi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dalam deradikalisasi yaitu menyusun dan menetapkan kebijakan, strategi, serta program nasional di bidang penanggulangan terorisme, di antaranya adalah upaya-upaya deradikalisasi melalui program kerja nasional yang disasarkan pada generasi muda.

Menyelenggarakan koordinasi kebijakan, strategi, dengan lembaga terkait yang dapat memberikan kelancaran pada upaya-upaya deradikalisasi. Pandangan fiqh siyasah terhadap peran dan fungsi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dalam deradikalisasi yang tertuang dalam undang-undang dan ditegaskan dalam peraturan presiden adalah hal yang tidak bertentangan terdapat pada hukum Islam, Siyasah Dusturiyah yang berfungsi melahirkan kebijakan pemerintah dan pembentuk aturan perundang-undangan untuk mencapai kemasalahatan umat sebagai legislator penghasil hukum dalam Islam yang bertindak membentuk kewenangan bagi suatu lembaga negara atau badan hukum lainya. Dalam perspektif fiqh

(4)

iii

deradikalisasi adalah bentuk pelaksanaan dari salah satu hasil proses pembentukan perundang-undangan dibidang siyasah dusturiyah dalam upayah pencegahan tindakan radikalis pada masyarakat, upaya deradikalisasi yang dilakukan oleh BNPT dalam perspektif fiqh siyasah melalui kewenanganya, tidak bertentangan dan tidak bertolak belakang dengan hukum Islam, dikarenakan kedatangan Islam adalah Rahmat bagi seluruh alam dan hal tersebut adalah upaya-upaya yang tertuang pada kewenangan BNPT yang berorientasi pada upaya mewujudkan ketertiban umum, berbangsa dan bernegara melalui deradikalisasi.

Kata Kunci : (BNPT), Deradikalisasi, Undang-undang, Fiqh Siyasah

(5)

iv Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Aris Tiono

NPM : 1421020054

Jurusan/Prodi : Hukum Tatanegara (Siyasah Syar’iyyah) Fakultas : Syari’ah

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Peran dan Fungsi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dalam Deradikalisasi Perspektif Fiqh Siyasah” Adalah benar-benar merupakan hasil karya penyusunan sendiri, bukan duplikat ataupun saduran dari karya orang lain kecuali pada bagian yang telah dirujuk dan disebut dalam footnote atau daftar pustaka. Apabila di lain waktu terbukti adanya penyimpangan dalam karya ini, maka tanggung jawab sepenuhnya ada pada penyusun.

Bandar Lampung, 12 Desember 2021

ARIS TIONO NPM. 1421020054

(6)
(7)
(8)

vii

























































































Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan

tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya

melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan Barang siapa

menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.

(QS. Al-Mumtahanah[60]: 8-9)

(9)

viii

Puji syukur kehadirat Allah Swt yang selalu memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya. Dengan kerendahan hati, kupersembahkan skripsi ini kepada:

1. Kedua orang tua tercinta Almarhum Babeh “Bpk. Kasmin bin Saldiyo” dan untuk Ibunda yang dengan segenap kemamuannya memperjuangkan saya untuk mendapatkan gelar sarjana “Ibunda Suliyem binti Kasimin”. Semoga kehadirat Allah Swt Swt memberikan balasan yang setimpal atas pengorbanan kedua orang tua saya.

2. Keluarga yang selalu mendukung, Yuk Tri, Kang No, Yuk Mira, Mas Hendrik, Mas Wanto, Mba Ana, Yuk Narseh, Mas Adi, Mbak Meda dan seluruh keluarga besar almarhum Bpk. Kasmin.

3. Almamaterku yang tercinta UIN Raden Intan Lampung.

4. Senior yang mewakafkan banyak hal kepada saya selama saya menempuh pendidikan strata satu, Dr. Ghandi Liyorba Indra, M.

Ag., Dr. (Cand) Hervin Yoki Pradita, S.H.I., M.H.I., Kanda Frijan Masai, S.H.I., M.H. dan seluruh keluarga Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Bandar Lampung Komisariat Syari'ah khususnya.

5. Keluarga Besar Unit Kegiatan Pencak Silat, Persaudaraan Setia Hati Terate, Himpunan Mahasiswa Lampung Tengah, Himpunan Mahasiswa Syari'ah Indonesia, Badan Pengelolaan Latihan Himpunan Mahasiswa Islam, Indonesia Trainer Forum, Ikatan Mahasiswa Pencak Silat Asia, Purna Paskibra Bangunrejo.

6. Rekan-rekan seperjuangan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

(10)

ix

Aris Tiono bin Kasmin yang bernama kecil Rohman Effendy lahir di Mulyohaji, Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung di Dusun Waskita Mekar pada tanggal 13 Juli 1994, anak ke 6 (enam) dari 5 (lima) bersaudara, anak dari pasangan Almarhum Bpk. Kasmin bin Saldiyo dan Ibu Suliyem binti Kasimin. Dibesarkan dalam lingkungan sederhana dan terlahir sebagai anak petani, Alhamdulillah saya menemuh pendidikan Sekolah Dasar di SDN 3 Haji Pemanggilan, selanjutnya Sekolah Menengah Pertama di SMP Krida Wacana, dan Sekolah Menengah Kejuruan di SMK Pelita Bangunrejo dengan Jurusan Akuntasi.

Pada tahun 2014 penulis terdaftar di Perguruan Tinggi IAIN Raden Intan Lampung yang kini jadi UIN pada Program Studi Jinayah Siyasah yang kini menjadi Hukum Tatanegara (Siyasah Syar'iyyah) dengan lika-liku dan ujian yang dihadapi Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini.

(11)

x

Alhamdulilah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan akal, ilmu pengetahuan, kekuatan, dan petunjuk-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Peran dan Fungsi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dalam Deradikalisasi Perspektif Fiqh Siyasah ".

Shalawat dan salam senantiasa tercurah atas junjungan Nabi Muhammad saw, keluarga, sahabat, dan pengikutnya, semoga kita tergolong umatnya.

Merupakan kewajiban penulis untuk menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang tidak bias disebutkan satu persatu di sini, yang telah merasakan manfaat jasa-jasanya selama melakukan penyusunan skripsi, sebagai rasa hormat dan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Moh. Mukri, M.Ag, selaku Rektor UIN Raden Intan Lampung.

2. Bapak Dr. H. A. Kumedi Ja'far, S.Ag., M.H. selaku Dekan Fakultas Syariah.

3. Bapak Frenki, M. Si. selaku Ketua Program Studi Hukum Tatanegara (Siyasah Syar’iyyah) dan Bapak Dr. (Cand) Hervin Yoki Pradita, S.H.I., M.H.I., selaku Sekertaris Program Studi Hukum Tatanegara (Siyasah Syar’iyyah).

4. Ibu Dr. Hj. Siti Mahmudah, S.Ag., M.Ag. selaku Pembimbing I, dan Bapak Arif Fikri, S.H.I., M.Ag. selaku Pembimbing II, yang membantu dan membimbing dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak dan ibu Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung serta guru-guru yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan serta sumbangan pemikiran selama bangku kuliah hingga selesai.

6. Bapak dan Ibu Staf dan karyawan Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung.

7. Teman-teman Mahasiswa Fakultas Syariah Jurusan Siyasah Angkatan 2014

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini dan teman-teman semuanya yang tak bisa saya sebutkan satu persatu.

(12)

xi

kepada para pembaca kiranya dapat memberikan masukan dan saran yang sifatnya membangun. Akhirnya, dengan iringan ucapan terimakasih penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. Semoga jerih payah semua pihak bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Amin.

Bandar Lampung, 12 Desember 2021

ARIS TIONO NPM. 1421020054

(13)

xii

HALAMAN JUDUL... i

ABSTRAK ... ii

SURAT PERNYATAAN TANPA PLAGIAT ... iv

PERSETUJUAN ... v

PENGESAHAN ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

RIWAYAT HIDUP ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul ... 1

B. Latar Belakang Masalah ... 2

C. Fokus dan Sub-fokus Penelitian ... 10

D. Rumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Manfaat Penelitian ... 11

G. Kajian Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 12

H. Metode Penelitian ... 13

I. Sistematika Pembahasan ... 15

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Fiqh Siyasah ... 17

1. Pengertian dan Ruang Lingkup Fiqh Siyasah ... 17

2. Pengertian Siyasah Dusturiyah ... 19

3. Dasar Hukum Siyasah Dusturiyah ... 22

4. Siyasah Dusturiyah Sebagai Pembentuk Perundang-undangan ... 25

B. Deradikalisasi di Indonesia ... 28

1. Pengertian Deradikalisasi ... 28

2. Sejarah Munculnya Radikalisasi di Indonesia ... 34

3. Gerakan Radikal di Indonesia ... 35

4. Deradikalisasi Terorisme di Indonesia... 38

(14)

xiii

A. Lembaga Negara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ... 45 1. Pengertian Lembaga Negara BNPT ... 45 2. Latar Belakang berdirinya Lembaga Negara Badan

Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ... 47 3. Ruang Lingkup Lembaga Negara Badan Nasional

Penanggulangan Terorisme (BNPT) ... 51 4. Dasar Hukum Pembentukan Lembaga Negara

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ... 53 B. Kewenangan Lembaga Negara Badan Nasional

Penanggulangan Terorisme (BNPT) menurut Peraturan Perundang-undangan ... 55

1. Peran dan Fungsi Lembaga Negara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ... 55 2. Kewenangan Relatif dan Absolut Lembaga Negara

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ... 65 BAB IV ANALISIS PENELITIAN

A. Peran dan Fungsi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dalam Deradikalisasi ... 69 B. Peran dan Fungsi Badan Nasional Penanggulangan

Teroris (BNPT) dalam Deradikalisasi Perspektif Fiqh Siyasah ... 72 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 75 B. Rekomendasi ... 76 DAFTAR RUJUKAN

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(15)

1

PENDAHULUAN

A. Penegasan Judul

Adapun Penelitian yang akan penulis lakukan dalam Skripsi ini berjudul “Peran dan Fungsi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dalam Deradikalisasi Perspektif Fiqh Siyasah”. Untuk itu perlu diuraikan pengertian dari istilah-istilah judul tersebut sebagai berikut:

1. Peran adalah perangkat tingkah yg diharapkan dimiliki oleh orang yg berkedudukan dl masyarakat.1

2. Fungsi adalah jabatan (pekerjaan) yg dilakukan atau kegunaan suatu hal.2

3. Badan Nasional Penanggulangan Terorismemerupakan suatu lembaga Non-kementrian yang pertama kali dibentuk oleh Pemerintah Indonesia melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 tahun 2010 tentang Pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

4. Deradikalisasi bersumber dari kata dasar Radikal yang bermakna radikal diartikan sebagai (secara menyeluruh, habis-habisan, maju dalam berpikir atau bertindak).3 Deradikalisasi itu sendiri adalah Upaya Penanggulangan Paham Radikal atau Ekstrim.

5. Fiqh Siyasah merupakan aspek hukum Islam yang membicarakan pengaturan dan pengurusan hidup manusia dalam bernegara demi mencapai kemaslahatan bagi

1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:

Balai Pustaka, 2003), 213.

2 Ibid., 78.

3 Pusat Bahasa Depdiknas RI, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas, 2008), 44.

(16)

manusia itu sendiri.4 Hukum Islam menurut ahli Fiqh, adalah “Hukum yang erat hubungannya atau bertalian dengan perbuatan orang Mukallaf yang terdiri atas tuntunan, pembolehan dan penentuan sesuatu terhadap yang lain. Secara terminology Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan bahwa Siyasah adalah pengaturan perundang-undangan yang di ciptakan untuk memelihara ketertiban dan kemaslahatan serta keadaan.5

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa maksud dari judul skripsi ini adalah menganalisi peran dan fungsi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dari PerspektikFiqh Siyasah.

B. Latar Belakang Masalah

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara Hukum yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang- undang Dasar 1945. Konsep Negara Hukum Republik Indonesia yakni berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat) dan bukan Negara kekuasaan (Machtsstaat). Seperti telah dinyatakan dalam Penjelasan UUD 1945 bahwa negara Indonesia adalah negara hukum tidak berdasarkan atas kekuasaan, yang dalam Perubahan UUD 1945 penjelasan bahwa Indonesia merupakan negara hukum sangatlah bernilai konstitutif kemudian ditegaskan ke dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) yang menyatakan bahwa

“Negara Indonesia adalah negara hukum”.6Dalam Perubahan UUD 1945 inilah tidak disebutkan lagi bahwa Indonesia

4 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Konstekstualisasi Doktrin Politik Islam (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), 4.

5 Nazar Bakry, Fiqh dan Ushul (Jakarta: Rajawali Pers, t.th), 146.

6 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(17)

menganut konsep Rechtsstaat namun lebih diterjemahkan kedalam konsep Negara Hukum.

Gagasan cita, atau ide Negara Hukum, selain terkait dengan konsep Rechtstaat dan The Rule Of Law, juga berkaitan dengan konsep Nomocracy yang berasal dari perkataan Nomos dan Cratos, perkataan Nomokrasi itu dapat dibandingkan dengan demos dan cratos atau kratein dalam demokrasi. Nomos berarti Norma, sedangkan cratos adalah kekuasaan.7 Sejalan dengan pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), maka Negara Republik Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berlandaskan hukum dan menegakkan kedaulatan dan melindungi setiap warga negaranya dari setiap ancaman atau tindakan destruktif baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri tindak pidana terorisme yang selama ini terjadi di Indonesia merupakan kejahatan yang serius yang membahayakan ideologi negara, keamanan, kedaulatan negara, nilaikemanusiaan, dan berbagai aspek kehidupan bermasyarakat memberikan landasan hukum yang lebih kukuh guna menjamin pelindungan dan kepastian hukum dalam pemberantasan tindak pidana terorisme, serta untuk memenuhi kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat,8 perlu dilakukan penguatan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 Perubahan atas Undang-Undang, Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang.

7 Sayid Anshar, “Konsep Negara Hukum dalam Perspektif Hukum Islam,”

Soumatera Law Review, Vol. 2 No. 2 (2019), 238.

8 Suci Ariska Musi, Hambali Thalib, Nur Fadhillah Mappaselleng, “National Function Of Terrorism (BNPT) In South Sulawesi,” Meraja Journal, Vol. 3 No. 2 (2020), 235.

(18)

Dalam hal Penanggulangan Terorisme di Negara Republik Indonesia dibentuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Peran, Fungsi, dan Tugas Badan Nasional Penanggulangan Terorisme tertuang melalui Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 201 12 Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.

Badan ini merupakan pengembangan dari Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme (DKPT) yang dibuat pada Tahun 2002. BNPT juga dibentuk merupakan sebuah regulasi sebagai elaborasi UU Nomor. 34/2004 tentang TNI dan UU Nomor. 2/2002 tentang POLRI, untuk mengatur ketentuan lebih rinci tentang “Rule of Engagement” (aturan pelibatan) TNI, terkait tugas operasi militer selain perang, termasuk aturan pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme dan tugas perbantuan TNI terhadap POLRI.9

Kondisi Negara Kesatuan Republik Indonesia berada dalam kondisi mengkhawatirkan disebabkan aksi terror yang sempat merebak dan mencuat menimbulkan ketakutan- ketakutan dan keresahan, Pasca Reformasi 1998, Isu Terorisme “Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, danatau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, Iingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan”10 kembali mengguncang kedaulatan

9 Marcelus M. Senduk, “Penanggulangan Terorisme di Indonesia Setelah Perubahan Undang-undang Pemberantasan Terorisme Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Tindak Pidana Terorisme,” Lex Crimen, Vol. 8 No. 11 (2019), 74.

10 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang- undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-undang Pasal 1 ayat 2.

(19)

Negara Kesatuan Republik Indonesia, Berbagai aksi para pelaku Terorisme di Indonesia kemudian diidentikkan dengan Radikalisme Islam.11

Hal ini disebabkan karena dari berbagai aksi Terorisme yang terjadi di Indonesia selama ini, hampir sebagian besar pelakunya adalah orang atau kelompok orang yang beragama Islam , misalnya Ambrozi bin Hazym, Imam Samudra, Ali Gufron, Dr. Azhari serta Noordin.

Ambrozy merupakan pelaku Bom Bali tahun 2002 bersama dengan Imam Samudra, namun Imam Samudra selain sebagai pelaku Bom Bali tahun 2002, ia juga pernah melakukan pengeboman di Plaza atrium tahun 2000, gereja Santa Anna dan Huria kristen batak protestan. Sedangkan Ali Gufron alias Mukhlas merupakan otak pelaku Bom Bali tahun 2002. Selain ketiga nama tersebut, ada pula dua nama yang paling top di dunia terorisme asia tenggara, yaitu Dr.

Azhari sebagai otak pelaku Bom Bali tahun 2002 dan Bom Bali 2005 serta Noordin M. Top sebagai orang yang terpandang dikalangan Jamaah Islamiyah (JI) dan bertanggung jawab atas serangkaian aksi teror di Indonesia, dari Bom Bali tahun 2002, Bom JW Marriot 2003, Bom Kedutaan Besar Australia 2004, serta Bom JW Marriot dan Ritz-Carlton 2009.

Jaringan terorisme Noordin M. Top lah yang paling diburu Polri pada masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Radikalisme telah ada sejak masa Pra- kemerdekaan, tumbuh suburnya gerakan Radikalisme dilatarbelakangi oleh berbagai faktor, antara lain: faktor pendidikan atau Sumber daya manusia yang kurang, faktor pemahaman, faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor politik.

11 Nur Paikah, “Kedudukan dan Fungsi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Dalam Pemberantasan Terorisme di Indonesia,” Al-adalah, Vol. 4 No. 1 (2019), 20.

(20)

Radikalisme kerap kali diidentikkan dengan problem Terorisme. Sehingga, tuduhan pelaku teror kepada warga negara sering ditujukan kepada mereka yang dianggap Radikal, Secara konseptual hal tersebut masih berada dalam perdebatan.

Apa sebenarnya Radikalisme itu?12 Sebetulnya ada beberapa cara pandang dalam melihat masalah radikalisme.

Istilah radikalisme untuk menyebut kelompok garis keras dipandang lebih tepat ketimbang fundamentalisme, karena fundamentalisme sendiri memiliki makna yang interpretable.

Dalam perspektif Barat, fundamentalisme berarti paham orang-orang kaku ekstrim serta tidak segan-segan berperilaku dengan kekerasan dalam mempertahankan ideologinya.13

Definisi Terorisme sampai dengan saat ini masih menjadi perdebatan, sehingga sampai saat ini belum ada definisi Terorisme yang diterima secara universal. Meskipunsudah ada ahli yang merumuskannya, baik dalam literature maupun dalam peraturan perundang-undangan dirumuskan. Akan tetapi ketiadaan definisi yang seragam menurut hukum internasional mengenai Terorisme tidak serta-merta meniadakan definisi hukum Terorisme itu. Masing-masing negara mendefinisikan menurut Hukum Nasional nya untuk mengatur, mencegah dan menanggulangi Terorisme.14

Kata “teroris” dan Terorisme berasal dari kata latin“terrere” yang kurang lebih berarti membuat gemetar atau menggetarkan. Kata teror juga bisa menimbulkan kengerian.15 Terorisme adalah kejahatan yang dapat

12 Ahmad Rizky dan Mardhatillah Umar, “Melacak Akar Radikalisme Islam di Indonesia,” Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 14 No. 2, (2010), 171.

13 Sun Choirol Ummah, “Akar Radikalisme Islam di Indonesia,” Humanika, Vol. 12, No. 1 (2012), 11.

14 Hamzah Junaid, “Pergerakan Kelompok Terorisme dalam Perspektif Barat dan Islam,” Sulesana, Vol. 8 No 2 (2013), 118-134.

15 Abdul Wahid, “Kejahatan Terorisme Perspektif Agama (HAM dan Hukum, Retika Aditama, 2004), 21.

(21)

dibedakan dari kejahatan biasa, karena memiliki kekhasan (ciri-ciri) sebagai berikut; a) merupakan kejahatan tersendiri yang dilakukan sebagai bagian dari kebijakan suatu entitas Negara: b) ditujukan bagi sekelompok orang: c) merupakan kejahatan yang telah diatur dalam hukum nasional dari berbagai negara: d) dilakukan oleh pejabat-pejabat Negara untuk mewujudkan tujuan yang bersifat poltik: e) memiliki keterkaitan dengan peperangan (konflik bersenjata).16

Terorisme perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan korban yang bersifat massal danatau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.17

Terorisme merupakan kejahatan internasional di antara kejahatan yang masuk kategori tersebut (threat and use of force against internationally protected persons, taking of civilian hostages, aircraft hijacking), karena dapat mengancam perdamaian dan keamanan dunia.18 Ada perbedaan antara Radikalisme dengan Terorisme keduanya adalah paham yang berdiri berdasarkan orientasi dan subtansi berbeda, namun kerapkali publik tidak dapat membedakan kedua nya karena dampak dari Radikalisme dan Terorisme menimbulkan kerusakan dan ketakutan pada lapisan sosial.

Sebagai Negara Muslim terbesar Indonesia memiliki warga negaramayoritas beragamakan Islam, yang kerap kali menjadi ancaman bagi kelompok-kelompok minoritas, karena

16 Aulia Rosa Nasution, “Terorisme Sebagai „Extraordinary Crime‟ dalam Perspektif Hukum dan Hak Asasi Manusia,” FH UNPAB, Vol. 5 No. 5 (2017), 94.

17 Ekky Rachmawati Agustin, Indien Winarwati, “Pengaturan Lembaga Negara dalam Menangani Kasus Teroris Dalam Tindak Pidana Terorisme di Indonesia,”

Simposium Hukum Indonesial, Vol. 1 No. 1 (2019), 47.

18 Muhammad Zulfikar dan Aminah, “Peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dalam Pemberantasan Terorisme di Indonesia,” Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Vol. 2 No. 1 (2020), 131.

(22)

kuantitas dan dominasi yang di miliki Islam.dalam kajian Ilmu Filsafat, berpikir radikal adalah syarat dalam menemukan kebenaran dan kearifan (Wisdom). Sedangkan dalam ilmu agama khususnya Islam, berpikir radikal (memahami ke akar-akarnya) dan berlandaskan pada fundamen (dalil-dalil dasar/ushuliyah) menjadi keharusan dalam mempelajari agama Islam. Ini merupakan Radikalisme positif yang harus dimiliki oleh setiap umat beragama.19

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme adalah Lembaga Negara dan dalam konsep hukum Islam, hal-hal yang berkaitan dengan pembagian kekuasaan di bahas dalam kajian Siyasah Dusturiyah.20 Kekuasaan (sultah) dalam Negara Islam, Abdul Wahab Khallaf membaginya menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Lembaga Legislatif (Sultah Tasyri‟iyah), Lembaga ini adalah Lembaga Negara yang menjalankan kekuasaan untuk membuat Undang-Undang.

2. Lembaga Eksekutif (Sultah Tanfiziyyah), Lembaga ini adalah Lembaga Negara yang berfungsi menjalankan Undang-Undang.

3. Lembaga Yudikatif (Sultah Qada‟iyyah), Lembaga ini adalah Lembaga Negara yang menjalankan Kekuasaan Kehakiman.21

Untuk menunjuk salah satu Kewenangan atau Kekuasaan Pemerintah Islam dalam mengatur masalah Kenegaraan, disamping Kekuasaan Ekskutif (Al-Sulṭah Al-Tanfiẓiyyah) dan Kekuasaan Yudikatif (Al-Sulṭah Al- Qaḍa'iyah),22

19 Handoko Sujudi, “Implementasi Tugas dan Kewenangan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme di Indonesia,” Lex et Societati, Vol. 2 No. 8 (2014), 111.

20 Wery Gusmansyah, “Trias Politica dalam Perspektif Fikih Siyasah:

Pemerintahan dan Politik Islam,” Al-Imarah, Vol. 2 No. 2 (2017), 123-134.

21 Ibid., 197.

22 La Samsu, “Al-Sulṭah Al-Tasyri‟iyyah, Al-Sulṭah Al-Tanfiẓiyyah, Al-Sulṭah Al-Qaḍa‟iyyah,” Tahkim, Vol. 8 No. 1 (2017), 97.

(23)

Lembaga Negara non permanen dalam bentuk badan diantaranya:23

1. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan 2. Badan Pengawas Pemilihan Umum

3. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme 4. Badan Narkoba Nasional

5. Badan SAR Nasional

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme sebagai Lembaga Negara yang melaksanakan amanah (Al-Sulṭah Al- Tasyri'iyah) Undang-undangan dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden (Al-Sulṭah Al-Tanfiẓiyyah)

“Imam”.dari uraian diatas dapat dipahami bahwa Fiqh Siyasah Memberikan Subtansi dalam Sitem Ketatanegaraan Secara Sinergis dan Sinambung Terhadap, sekaligus mentrasfer nilai-nilai Teologi dalam sendi-sendi Lembaga Negara, (Teologi Islam disebut Ilm „ushul al-din, dalam arti bahwa tema perbincangan dalam ilmu ini merupakan pengetahuan tentang dasar-dasar agama, keyakinan dan keimanan)24 baik Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif serta Lembaga Negara lainya di Indonesia.

Terdapat Paradigma yang menjedralisasi Terorisme kepada Islam dan wabil khusus kepada para Pendakwa, Ulama dan para Fundamentalis muslim Fenomena Pasca Bom Surabaya menimbulkan traumatis sikologi pada buplik maupun aparat penegak hukum, Islamophobia adalah bentuk ketakutan berupa kecemasan yang dialami seseorang maupun kelompok sosial terhadap Islam dan orang-orang Muslim yang bersumber dari pandangan yang tertutup tentang Islam

23 Yudi Widagdo Harimurti, “Politik Hukum Pembentukan Lembaga Negara yang Tidak Diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” Vol. 8 No. 1 (2013), 127.

24 Bambang Qomaruzzaman, Teologi Islam Moderen renaissance (Bandung:

Pustaka Aura Semesta, 2020), 5.

(24)

serta disertai prasangka bahwa Islam sebagai agama yang

“inferior” tidak pantas untuk berpengaruh terhadap nilai-nilai yang telah ada di masyarakat”, keadaan ini diperparah dengan pengiringan isu-isu radikalisme pada kelompok-kelompok tertentu.25 Pengaitan peristiwa peledakan Bom di tanah air dan dunia, hampir selalu dikaitkan dengan fundamentalisme Islam,26

Hal ini menimbulkan koptasi pada Islam fundamentalis sebagai kelompok-kelompok radikal yang perlahan-lahan menuding agama sebagai salah satu musuh negara, oleh karenanya dengan keadaan yang tidak setabil ini BNPT sebagai lembaga yang bersentuhan langsung dengan upaya deradikalisasi, BNPT memerlukan kepastian hukum terhadap kewenangan yang di emban, tentu berdasarkan hal tersebut kewengan-kewenangan BNPT perlu untuk dikaji kembali kopetensi absolute serta relatifnya agar dapat dilihat keselarasan denganFiqh Siyasah.

C. Fokus dan Sub-fokus Penelitian

Adapun fokus penelitian dalam skripsi ini adalah terletak pada Peran dan Fungsi BNPT dalam upaya deradikalisasi menurut Perspektif Fiqh Siyasah. Kewenangan yang dimaksud adalah upaya deradikalisasi yang dilakukan oleh Lembaga Negara Badan Nasional Penanngulangan Terorisme berdasarkan peraturan Undang-undang dan Peraturan Presiden.

25 Moordiningsih,“Islamophobia dan Strategi Mengatasinya,” Buletin Psikologi, Vol. 12, No. 2 (2004), 41.

26 Bustami Saladin, “Jihad dan Radikalisme Menurut Quraish Sihab dan Sayyid Quthb,” Nuansa, Vol. 15 No. 2 (2018), 440-450.

(25)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada Latar Belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan yang selanjutnya akan menjadi objek pembahasan. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana peran dan fungsi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dalam Deradikalisasi?

2. Bagaimana peran dan fungsi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dalam Deradikalisasi perspektif Fiqh Siyasah?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, peneliti ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui peran dan fungsi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dalam Deradikalisasi.

2. Untuk mengetahui peran dan fungsi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dalam Deradikalisasi perspektif Fiqh Siyasah.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut:

1. Secara teoritis :

a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran serta literature dalam memandang kopetensi Absolut dan Relatif di dalam tubuh BNPT.

b. Dapat memperkaya pemikiran Ke-Islam-an dan diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya sehingga proses pengkajian akan terus berlangsung.

(26)

2. Secara praktis.

Secara praktis adalah dapat bermanfaat untuk memberikan pengetahuan baru dan dapat dijadikan landasan teoritis dalam kajian-kajian yang bersifat komperhensif.

G. Kajian Penelitian Terdahulu yang Relevan

1. Peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dalam Penindakan dan Pencegahan tindak Pidana Terorisme (Analisis Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 BNPT) Oleh Agasti Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara Fakultas Syariah dan Hukum program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2016.Skripsi ini berfokus pada upaya pencegahan tindak Pidana secara umum dan pada aspek perkenaan delik pidana terhadap pelaku terorisme dan upaya upayah pencegahan adapun penelitian ini tidak mengkerucut pada kesesuaian hukum dalam prespektifSiyasah secara khusus.

2. Peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan masyarakat sipil dalam mencegah deradikalisme agama di Indonesia Oleh Sahdawi Program Studi Agama Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah 2019. Skipsi ini membahas korelasi deradikalisme BNPT Terhadap masyarakat dan agama secara vertical tidak mengkerucut pada regulasi hukum dan kesesuain Hukum PrespektifFiqh Siyasah.

3. Peran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan Kepolisian Daerah Lampung dalam Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan Terorisme Oleh Dinamika Sanjaya Skripsi Fakultas Hukum Universitas Lampung 2017. Skripsi ini memaparkan kondisi objektif masyarakat lampung atas upaya deradikalisasi oleh BNPT dan POLRI

(27)

dan tidak menyinggung persoalan persesuain hukum dan undang-undang serta PrespektifFiqh Siyasah.

4. Dari kajian terdahulu ini ada beberapa kesamaan dengan penelitian yang penulis lakukuan diantaranya adalah mengenai peran BNPT dalam pelaksanaan tugas nya yaitu penerapan kondisi kontra radikal dan deradikalisasi, namun disamping itu ada hal yang sangat kontras yang membedakan penelitian ini dengan kajian-kajian sebelumya, diantaranya ada pada analisis kewenangannya untuk melihat persesuaian hukum anatara perundang- undangan dengan dengan hukum islam, berikutnya pada hal yang lebih sepesifik nya adalah pemahaman kewenangan deradikalisasi oleh BNPT berdasarkan Perundang-undangan dan peraturan peraturan dibawanya dikaji dengan persoektif Fiqh Siyasah.

H. Metode Penelitian

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Jenis dan sifat penelitian.

a. Jenis penelitian

Dilihat dari jenis penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan membaca buku-bukuliterartur yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang di bahas.27

Dalam hal ini penulis membaca Literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah “Peran dan Fungsi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dalam Deradikalisasi Perspektif Fiqh Siyasah”

27 Ranny Kautur, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis (Bandung: Taruna Grafika, 2000), 38.

(28)

menetapkan dan memahami hasil penelitian. Dalam hal ini penelitian ditela‟ah dengan mengkaji kewenangan yang tertuang didalam perundang-undangan di Indonesia tentang “Peran dan Fungsi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dalam Deradikalisasi Perspektif Fiqh Siyasah” dengan melihat kajian Fiqh Siyasah.

b. Sifat penelitian

Penelitian yang akan dilakukan bersifat Deskriptif Analitis. yaitu suatu metode dalam meneliti suatu objek yang bertujuan membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis dan objektif, mengenai fakta, sifat, elemen dan serta hubungan diantara unsur-unsur yang ada atau fenomena tertentu.28

Dalam penelitian ini akan dijelaskan tentang Peran dan Fungsi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dalam Deradikalisasi Perspektif Fiqh Siyasah.

Analisis sendiri yaitu suatu proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar yang kemudian melakukan pemahaman, penafsiran, dan interpretasi data.29

Dengan demikian, maka dalam penelitian ini akan menjelaskan dan memaparkan obyek dan menarik kesimpulan sesuai dengan Perspektif Fiqh Siyasah.

2. Sumber data

Sumber data adalah tempat dari mana data itu diperoleh.30 Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain:

28 Ibid., 35.

29 Ibid., 44.

30 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekata Praktek (Jakarta:

Rineka Cipta, 1998), 114.

(29)

a. Data Primer

Data Primer adalah yang langsung diperoleh dari sumber data pertama dilokasi penelitian atau objek penelitian,31 dan Merupakan literatur yang langsung berhubungan dengan permasalahan penulisan yaitu berasal dari Al-Qur'an, Al-Hadits,dan kajian tentang Fiqh Siyasah yang berkaitan dengan Deradikalisasi BNPT Perspektif Fiqh Siyasah.

b. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data,32 sumber data yang berupa Buku, Jurnal, Koran atau Berita, karya tulis, majalah, bulletin, dan artikel-artikel yang dapat mendukung dalam penulisan penelitian ini yang kaitanya dengan Deradikalisasi BNPT Perspektif Fiqh Siyasah.

I. Sistematika Pembahasan

Secara menyeluruh Penelitian ini ditulis dalam tiga bagian pokok pembahasan diantaranya adalah sebagai berikut: Pertama, bagian awalan yang terdiri dari : Halaman Judul, Halaman Pengesahan, Halaman Motto, Halaman Pengesahan, Kata Pengantar dan Daftar isi.

Kedua, bagian isi terdiri dari 5 bab, yakni bab I tentang Pendahuluan. BAB ini terdiri dari beberapa sub bab, yaitu latar belakang, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian dan signifikasi penelitian, kajian penelitian terdahulu yang relevan, metode penelitian, dan sistematika

31 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Jakarta: Kencana, 2017), 132.

32 Ibid., 132.

(30)

pembahasan. Hal ini dimaksudkan sebagai kerangka awal dalam mengantarkan isi pembahasan kepada bab selanjutnya.

BAB II Pada bagian ini di kutip terori sebagai landasan dasar dalam mentelaah permasalan yang dikaji dalam penelitian mengenai kewenangan, ruang lingkup, dasar hukum dalam Fiqh Siyasah Dusturiyah, dengan landasan teoritis merujuk pada Perundang-undangan dan dalil dalam Hukum Islam. Mendasari pandangan pada konsep deradikalisasi menurut Fiqh Siyasah yang dikaji dengan mendasarkan keadaan yang terjadi pada kerangka teori yang di usung.

BAB III Memaparkan Profile Lembaga Negara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dari sejarah awal dibentuknya, ruang lingkup dan dasar hukum yang menjadi urgensi berdirinya BNPT serta dasar-dasar hukum pembentukan BNPT.

BAB IV adalah analisis data yang disajikan sebelumnya, pada BAB II dan III berkenaan dengan kewenangan Lembaga Negara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme delam deradikalisasi dipandang dengan sudut pandang Fiqh Siyasah. Ketiga adalah bagian penutup yang memuat kesimpulan, rekomendasi dan daftar pustaka. Pada bagian ini disimpulkan tentang perspektif Fiqh Siyasah terhadap kewenangan deradikalisasi yang dimiliki oleh BNPT.

(31)

17

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Fiqh Siyasah

1. Pengertian dan Ruang Lingkup Fiqh Siyasah

Kata Fiqh berasal dari Faqaha-yafyahu-fighan. Secara bahasa, pengertian Fiqh adalah "paham yang mendalam".

Imam Al-Tirmidzi, seperti dikutip Amir Syarifuddin, menyebut "Fiqh tentang sesuatu" berarti mengetahui batinnya sampai kepada kedalamannya.1di samping mencakup pembahasan tentang hubungan antara manusia dengan Tuhannya (ibadah), Fiqh juga membicarakan aspek hubungan antara sesama manusia secara luas (muamalah). Aspek muamalah ini pun dapat dibagi lagi menjadi jinayah (pidana), Munakahat (perkawinan) Mawaris (kewarisan) Murafa‟at (hukum acara), Syiasah (politik/ketatanegaraan) dan al-ahkam al-dualiyah (hubungan internasional).2

Berdasarkan dari gambaran di atas jelaslah bahwa Fiqh Siyasah adalah bagian dari pemahaman ulama dan mujahidi tentang hukum syariat yang berhubungan dengan permasalahan kenegaraan kata "Siyasah" yang berasal dari kata sasa, berarti mengatur, mengurus dan memerintah atau pemerintahan, politik dan pembuatan kebijaksanaan.

Pengertian kebahasaan ini mengisyaratkan bahwa tujuan Siyasah adalah mengatur, mengurus dan membuat kebijaksanaan atas sesuatu yang bersifat politis untuk mencakup sesuatu. Sebagai ilmu ketatanegaraan dalam Islam Fiqh Siyasah antara lain membicarakan tentang

1 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Konstekstualisasi Doktrin Politik Islam (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), 2.

2 Ibid., 3.

(32)

sumber kekuasaan, siapa pelaksana kekuasaan, apa dasar kekuasaan dan bagaimana cara-cara pelaksanaan kekuasaan menjalankan kekuasaan yang diberikan kepadanya, dan kepada siapa pelaksana kekuasaan mempertanggungjawabkan kekuasaanya.3

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan ruang lingkup kajian Fiqh Siyasah diantaranya ada yang menetapkan lima bidang. Namun ada pula yang menetapkan kepada empat tau tiga bidang pembahasan.

Bahkan ada sebagian ulama yang membagi ruang lingkup kajianFiqh Siyasah menjali delapan bidang Menurut al mawadi, ruang lingkup kajian.Fiqh Siyasah mencakup: a).

Kebijaksanaan pemerintah tentang peraturan perundang- undangan (Siyasah Dusturiyah), b). Ekonomi dan Militer (siyasah maliyah), c). Peradilan (siyasah qadha‟iyah), d).

Hukum Perang (siyasah harbiah), e). Administrasi Negara (siyasah idariyah).

Sedangkn Ibnu Taimniyah meringkasnya menjadi empat bilang kajian yaitu: a). Peradilan, b). Administrasi Negara, c). Moneter, d). Serta Hubungan Internasional.Sementara Abdul Wahhab Khallaf lebih mempersempitnya menjadi tiga bidang kajian yaitu: a).

Peradilan, b). Hubungan Internasional, c). dan Keuangan Negara.

Berbeda dengan tiga pemikirandi atas, T. M. Hasbi membagi ruang lingkup Figh Siyasah menjadi delapan bidang yaitu: a). Politik Pembuatan Perundang-undangan, b). Politik Hukum, c). Politik Peradilan, d). Politik Monetar Ekonomi, e). Politik Administrasi, f). Politik Hubungan Internasional, g). Politik Pelaksanaan Perundang-Undangan, h). Politik Peperangan. Berdasaran

3 Ibid., 5.

(33)

perbedaan pendapat di atas, pembagian Fiqh Siyasah dapat di sederhanakan menjadi tiga bagian pokok.

Pertama politik perundang-undangan (al-siyasah al- dasturiyah). Bagian ini meliputi pengkajian tentang pertapan hukum (tasyri‟iyah)oleh lembaga legislatif.

Peradilan (qadha‟iyah) oleh lembaga yudikatif, dan administrasi pemerintahan (idariyah) oleh birokrasi atau eksekutif.Kedua, politik luar negeri (al-siyah al-kharijiah).

Bagian ini mencakup hubungan keperdataan antara warga muslim dengan warga negara non-muslim (al siyasah al- duali al-'am) atau disebut juga deagan hubungan internasional. Ketiga, politik keuangan dan moneter (al- siyasah al-maliyah). Permasalahan yang termasuk dalam Siyasah Maliyah ini adalah negara, perdagangan internasional kepentingan hah-hak publik pajak dan perbankan.4

2. Pengertian Siyasah Dusturiyah

Permasalahan dalam Siyasah Dusturiyah adalah hubungan antara pemimpin di suatu pihak dan rakyatnya di pihak lain serta kelembagaan-kelembagaan yang ada di dalam masyarakatnya. Oleh karena itu, di dalam Siyasah Dusturiyah biasanya dibatasi hanya membahas pengaturan dan perundang-undangan yang dituntut oleh hal ihwal kenegaraan dari segi persesuaian dengan prinsip-prinsip agama dan merupakan realisasi kemaslahatan manusia serta memenuhi kebutuhannya.5

Prinsip-prinsip yang diletakkan Islam dalam perumusan Undang-undang Dasar ini adalah jaminan atas hak asasi manusia, setiap anggota masyarakat dan

4 Ibid.,120.

5 H. A. Djazuli, Fiqh Siyasah Implementasi Kemaslahatan Umat Dalam Rambu- rambu Syariah (Jakarta: Prenadamedia Group, 2007), 47.

(34)

persamaan kedudukan semua orang di mata hukum, tanpa membeda-bedakan stratifikasi sosial, kekayaan, pendidikan, dan agama.6 Inti dari persoalan dalam sumber konstitusi ini adalah suatu aturan yang berhubungan antara pemerintah dan rakyat.

Konstitusi ini juga membahas suatu yang berkaitan dengan sumber-sumber dan kaidah perundang-undangan di suatu negara, baik sumber material, sumber sejarah, sumber perundangan, maupun sumber penafsirannya.

Perumusan konstitusi tersebut tidak dapat dilepaskan dari latar belakang sejarah negara yang bersangkutan, baik masyarakat, politik maupun kebudayaan. Dengan demikian, materi dalam konstitusi itu sejalan dengan aspirasi dan jiwa masyarakat dalam negara tersebut.7

Siyasah Dusturiyah mencakup bidang kehidupan yang sangat luas dan kompleks. Sekalipun demikian, secara umum disiplin ini meliputi hal-hal sebagai berikut:8 a).

Persoalan dan ruang lingkup pembahasan, b). Persoalan imamah, hak dan kewajibannya, c). Persoalan rakyat, statusnya dan hak-haknya, d). Persoalan bai‟at, e).

Persoalan waliyul ahdi, f). Persoalan perwakilan, g).

Persoalan ahlul halli wal aqdi, h). Persoalan wizarah dan perbandingannya.

Persoalan Siyasah Dusturiyah umumnya tidak dapat dilepaskan dari dua hal pokok: Pertama, dalil-dalil kulliy, baik ayat-ayat Al-Qur‟an maupun Hadits, Maqashid Syariah, dan semangat ajaran Islam di dalam mengatur masyarakat. Karena dalil-dalil kulliy tersebut menjadi unsur dinamisator di dalam mengubah masyarakat.

6 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Konstekstualisasi Doktrin Politik Islam, 178.

7 Ibid., 178.

8 H. A. Djazuli, Fiqh Siyasah Implementasi Kemaslahatan Umat Dalam Rambu- rambu Syariah, 47.

(35)

Kedua, aturan-aturan yang dapat berubah karena perubahan situasi dan kondisi, termasuk di dalamnya hasil ijtihad ulama, meskipun tidak seluruhnya.9 Sesuai dengan tujuan negara menciptakan kemaslahatan bagi seluruh manusia, maka negaramempunyai tugas-tugas penting untuk merealisasikan tujuan tersebut. Ada tiga tugas utama dimainkan oleh negara dalam hal ini, yaitu:10

Pertama, tugas menciptakan perundang-undangan yang sesuai dengan ajaran Islam. Untuk melaksanakan tugas ini, maka negara memiliki kekuasaan legislatif (al- sulthah al-tasyri‟iyyah). Dalam hal ini, negara memiliki kewenangan untuk melakukan interpretasi, analogi dan inferensi atas nash-nash al-Qur‟an dan Hadis. Interpretasi adalah usaha negara untuk memahami dan mencari maksud sebenarnya tuntutan hukum yang dijelaskan nash.

Adapun analogi adalah melakukan metode Qiyas suatu hukum yang ada nash-nya, terhadap masalah yang berkembang berdasarkan persamaan sebab hukum.

Sementara inferensi adalah metode membuat perundang- undangan dengan memahami prinsip-prinsip Syari‟ah dan kehendak syar‟i. Bila tidak ada Nash sama sekali, maka wilayah kekuasaan legislatif lebih luas dan besar, sejauh tidak menyimpang dari prinsip-prinsip ajaran Islam tersebut.11

Dalam realitas sejarah, kekuasaan legislatif ini pernah dilaksanakan oleh lembaga ahlul halli wal aqdi. Kemudian dalam bahasa modern sekarang, lembaga ini biasanya mengambil bentuk sebagai majelis syura (parlemen).

Kedua, tugas melaksanakan Undang-Undang, untuk melaksanakannya negara memiliki kekuasaan eksekutif

9 Ibid., 48.

10 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Konstekstualisasi Doktrin Politik Islam, 157.

11 Ibid., 158.

(36)

(al-sulthah al-tanfidziyah). di sini negara memiliki kewenangan untuk menjabarkan dan mengaktualisasikan perundang-undangan yang telah dirumuskan tersebut.

dalam hal ini, negara melakukan kebijakan baik yang berhubungan dengan dalam negeri, maupun yang menyangkut hubungan dengan negara lain (hubungan internasional).

Pelaksana tertinggi kekuasaan ini adalah pemerintah (kepala negara) dibantu oleh para pembantunya (kabinet atau dewan menteri) yang dibentuk sesuai kebutuhan dan tuntutan situasi yang berbeda antara satu negara dengan negara Islam lainnnya.12 Ketiga, tugas mempertahankan hukum dan perundang-undangan yang telah diciptakan oleh lembaga legislatif. Tugas ini dilakukan oleh lembaga yudikatif (al-sulthah al-qadha‟iyah).

Dalam sejarah Islam, kekuasaan lembaga ini biasanya meliputi wilayah al-hisbah (lembaga peradilan untuk menyelesaikan perkara-perkara pelanggaran ringan seperti kecurangan dan penipuan dalam bisnis, wilayah al-qadha (lembaga peradilan yang memutuskan perkara-perkara antara sesama warganya, baik perdata maupun pidana) dan wilayah al-mazhalim (lembaga peradilan yang menyelesaikan perkara penyelewengan pejabat negara dalam melaksanakan tugasnya, seperti pembuatan keputusan politik yang merugikan dan melanggar kepentingan atau hak-hak rakyat serta perbuatan pejabat negara yang melanggar HAM rakyat).

3. Dasar Hukum Siyasah Dusturiyah

Siyasah Dusturiyah merupakan bagian Fiqh Siyasah yang membahas masalah perundang-undangan negara.

12 Ibid., 159.

(37)

Dalam bagian ini dibahas antara lain. konsep-konsep konstitusi (undang-undang dasar negara dan sejarah lahirnya perundang-undangan dalam suatu negara), legislasi (bagaimana cara perumusan undang-undang), lembaga demokrasi dan syura yang merupakanpilar penting dalam perundang-undangan tersebut. Tujuan dibuatnya peraturan perundang-undangan adalah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia dan untuk memenuhi kebutuhan manusia.13

Islam sebagai (agama) wahyu dari Allah Swt yang merupakan rahmatan lil alamin memberi pedoman hidup kepada manusia secara menyeluruh, agar tercapainya kebahagiaan hidup jasmani maupun rohani serta guna mengatur tata kehidupan manusia, baik secara individu maupun bermasyarakat.

Secara umum tujuan penciptaan dan dan penetapan hukum oleh Allah Swt adalah untuk kepentingan, kemaslahatan dan kebahagiaan seluruh manusia, baik dunia maupun akhirat. Prinsip hak dan kewajiban negara dan rakyat ditemukan dalam Surat An-Nisa:



























































“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.

Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlahia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul

13 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Konstekstualisasi Doktrin Politik Islam, 177.

(38)

(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya,” (Q.S an-Nisa: [4] : 59).

Pendekatan hukum yang berkaitan dengan hubungan antara sesama merujuk pada Firman Allah Swt.

























































































Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Q.S al-Mumtahanah : [60] 8-9)

(39)

4. Siyasah Dusturiyah Sebagai Pembentuk Perundang- undangan

Dalam Fiqh Siyasah, konstitusi disebut juga dengan dusturi, Kata ini berasal dari bahasa Persisa. Semula artinya adalah “seseorang yang memiliki otoritas, baik dalam bidang politik agama”. Dalan perkembangan selanjutnya, kata ini digunakan untuk menunjukan anggota kependetaan (pemuka agama) Zoroaster (Majusi).

Setelah mengalami penyerapan kedalam Bahasaarabkata dustur berkembang pengertianya menjadi asas, dasar, atau pembinaan. Menurut istilah, dustur berarti kumpulan kaidah yang mengatur dasar hubungan kerjasama antara sesama anggota masyarakat dalam sebuah negara, baik yang tidak tertulis (konvensi) maupun tertulis (konstitusi). Kata dustur juga sudah diserap kedalam bahasa Indonesia, yang salah satu artinya adalah Undang-undang Dasar suatu Negara.14

Dalam kajian Fiqh Siyasah, legislasi atau kekuasaan legislatif yaitu kekuasaan pemerintah Islam dalam membuat dan menetapkan hukum. Menurutislam, tidak seorangpun berhak menetapkan hukum yang akan diberlakukan bagi umat islam. Hal ini ditegaskan sendiri oleh Allah dalam (Q.S Surat al-an‟am [6]:57) “in al-hukm illah lillah”.

Akan tetapi, dalam wacanaFiqh Siyasah, istilah al- sulthah al-tashri‟iyah digunakan untuk menunjukan salah satu kewenangan atau kekuasaan pemerintah Islam dalam mengatur masalah kenegaraan, disamping kekuasaan eksekutif (al-sulthah al-tanfidziyah), dan kekuasaan yudikatif (al-sulthah al- qadlaiyah). Dalam konteks ini kekuasaan legislatif atau al-sulthah al-tashri‟iyah berarti

14 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka 2003), 281.

(40)

kekuasaan serta kewenangan pemerintah Islam untuk menetapkan hukum yang akan diberlakukan dan dilaksanakan oleh masyarakatnya berdasarkan ketentuan yang telah diturunkan Allah Swt dalam syariat Islam.

Dengan demikian unsur-unsur legislasi dalam Islam meliputi:

a. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan untuk menetapkan hukum yang akan diberlakukan dalam masyarkat Islam.

b. Masyarkat Islam yang akan melaksanakanya.

c. Isi peraturan atau hukum itu sendiri yang harus sesuai dengan nilai-nilai dasar syariat Islam.

Jadi, dengan kata lain dalam al-sulthah al-tashri‟iyah pemerintah melakukan tugas Siyasah Syar‟iyah untuk membentuk suatu hukum yang akan diberlakukan di dalam masyarakat Islam demi kemaslahatan umat islam, sesuai dengan semangat ajaran islam. Sebenarnya pembagian kekuasaan dengan beberapa kekhususan dan perbedaan, telah terdapat dalam pemerintah Islam jauh sebelum pemikir-pemikir barat merumuskan teori mereka tentang Trias Politica.

Ketiga kekuasaan ini, kekuasaan tashri‟iyah (legislatif), kekuasaan tanfidziyah (eksekutif), kekuasaan qadlaiyah (yudikatif) telah berjalan sejak zaman Nabi Muhammad Saw di Madinah, sebagai Kepala Negara Kekuasaan legislatif atau Al-sulthah al-tashri‟iyah adalah kekuasaan terpenting dalam pemerintahan Islam, karena ketentuan dan ketetapan yang dikeluarkan lembaga legislatif ini akan dilaksanakan secara efektif oleh lembaga eksekutif dan dipertahankan oleh lembaga yudikatif atau peradilan. Orang-orang yang duduk di lembaga legislatif ini terdiri dari para mujtahid dan ahli fatwa (mufti) serta para pakar dalam berbagai bidang.

(41)

Menurut „Abdul Wahhab Khallaf, Prinsip-prinsip yang diletakkan Islam dalam perumusan Undang-undang Dasar ini adalah jaminan hak asasi manusia setiap anggota masyarakat dan persamaan kedudukan semua orang dimata hukum, tanpa membeda-bedakan sertifikasi social, kekayaan, pendidikan, dan agama.15

Karena menetapkan syariat sebenarnya hanyalah wewenang Allah Swt, maka wewenang dan tugas lembaga legislatif hanya sebatas menggali dan memahami sumber- sumber syariat islam, yaitu al-Quran dan Sunnah Nabi, dan menjelaskan hukum-hukum yang terkandung di dalamUndang-Undang dan Peraturan yang akan dikeluarkan oleh lembaga legislatif harus mengikuti ketentuan-ketentuan kedua sumber syariat Islam tersebut.Oleh Karena itu, dalam hal ini terdapat dua fungsi lembaga legislatif. Pertama, dalam hal-hal yang ketentuanya sudah terdapat di dalam Nash al-Quran dan Sunnah, undang-undang yang dikeluarkan oleh Al-sulthah al-Tashri‟iya adalah undang-undang illahiyah yang disyariatkan-Nya dalam al-Quran dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad Saw dalam Hadist. Namun hal inisangat sedikit, karena pada prinsipnya kedua sumber ajaran Islam tersebut banyak berbicara masalah-masalah yang global dan sedikit sekali menjelaskan suatu permaslahan secara terperinci.

Sementara perkembangan masyarakat begitu cepat dan kompleks sehingga membutuhkan jawaban yang tepat untuk mengantisipasinyaOleh karena itu, kekuasaan legislatif menjalankan fungsi keduanya yaitu melakukan penalaran kreatif (ijtihad) terhadap permasalahan- permasalahan yang secara tegas tidak dijelaskan oleh

15 Abdul Wahhab Khallaf, Al-Siyasah al-Syar‟iyah (Kairo: Dar al-Anshar, 1977), 25-40.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini adalah upaya yang dilakukan dalam merevitalisasi musik iringan tari Jepin Cangkah Pedang yaitu pertemuan dengan narasumber yang

Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yusrizal (2011) yang menyatakan bahwa rata-rata biaya total pengobatan demam tifoid menggunakan kloramfenikol

Cara pembuatan gel adalah dengan melarutkan gel bubuk yang khusus digunakan untuk elektroforesis pada erlenmeyer,pada kemudian di cetak pada cetakan khusus yang telah

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada anak jalanan usia remaja binaan Griya Baca untuk mengetahui hubungan antara identitas diri dengan orientasi masa

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan profesional yang merupakan bagian integral dan pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kilat keperawatan, berbentuk

Oleh karena itu, dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh nilai pH awal Medium Ekstrak Tauge (MET) terhadap kerapatan sel mikroalga Chlorella Beijerinck pada

TEKNOLOGI PERAKITAN GEN TANAMAN UNTUK TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN DAN SALIN DALAM UPAYA..

Hasil pengujian kedua adalah diantara Brand Image, Harga, dan Kualitas Produk mana variabel yang lebih berperan dalam mempengaruhi keputusan pembelian mobil LCGC di Kota