66 BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Sosial Ekonomi Pedagang Kelontong Di Desa Mandiangin Pasar
5.1.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Umur merupakan hal penting dalam kehidupan manusia karena umur sebagai batasan kemampuan untuk melakukan kegiatan dalam kehidupan seseorang dan tinggi rendahnya umur menentukan kapan seseorang dapat bekerja.
Umur pada penelitian ini merupakan usia dari pedagang yang mengelola toko kelontong di Desa Mandiangin. Secara rinci, usia pedagang kelontong yang menjadi responden dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
No. Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
1. 25 - 31 5 11,9
2. 32 - 38 9 21,4
3. 39 - 45 7 16,7
4. 46 - 52 12 28,6
5. 53 - 59 7 16,7
6. 60 - 66 2 4,8
Jumlah 42 100
Rata-rata 44,5 tahun
Sumber: Data Primer, 2022
Tabel 5.1. diatas memperlihatkan bahwa responden yang terbanyak terletak pada kelompok umur 46 hingga 52 tahun dengan persentase sebanyak 28,6 persen. Hal ini dikarenakan kelompok usia 46 hingga 52 tahun secara umum adalah kelompok orang tua yang memilih menjadi pedagang kelontong sebagai penghasilan keluarga karena pekerjaannya yang tidak terlalu berat. Sedangkan untuk yang terkecil terletak pada kelompok umur 60 hingga 66 tahun dengan
67 persentase 4,8 persen. Dan rata-rata umur pedagang kelontong yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah dari umur 44,5 tahun.
Tabel 5.2. Hasil Crosstab Antara Umur dengan Pendapatan
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 34,570a 25 ,096
Likelihood Ratio 23,754 25 ,534
N of Valid Cases 42
a. 35 cells (97,2%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,05.
Sumber: data diolah, 2022
Pada tabel 5.2. jika dilihat dari hasil statistik deskriptif (crosstab), hasil pada tabel Chi-Square Test, terlihat bahwa signifikansi sebesar 0,096 > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan antara umur dengan pendapatan pedagang kelontong.
5.1.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin pedagang kelontong dapat menentukan seberapa lama pedagang mampu membuka usaha per harinya. Biasanya laki-laki cenderung membuka usaha toko kelontong lebih lama dibandingkan perempuan karena laki- laki merupakan kepala keluarga yang wajib dalam usaha menafkahi keluarga.
Sedangkan perempuan akan memiliki sedikit waktu dalam membuka usaha toko kelontong terutama bagi perempuan yang sudah menikah karena harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Berikut pengelompokkan pedagang kelontong yang menjadi responden menurut jenis kelamin:
Tabel 5.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)
1. Laki-laki 22 52,4
2. Perempuan 20 47,6
Jumlah 42 100
Sumber: Data Primer, 2022
68 Tabel 5.3. diatas menunjukkan bahwa sebagian pedagang kelontong yang menjadi responden adalah laki-laki dengan persentase sebesar 52,4 persen.
Sedangkan perempuan dengan persentase sebesar 47,6 persen.
Tabel 5.4. Hasil Crosstab Antara Jenis Kelamin dengan Pendapatan
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 16,704a 5 ,005
Likelihood Ratio 21,142 5 ,001
N of Valid Cases 42
a. 10 cells (83,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,48.
Sumber: data diolah, 2022
Pada tabel 5.4. jika dilihat dari hasil statistik deskriptif (crosstab), hasil pada tabel Chi-Square Test, terlihat bahwa signifikansi sebesar 0,005 < 0,05 yang berarti ada hubungan antara jenis kelamin dengan pendapatan pedagang kelontong.
5.1.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan
Perkawinan adalah suatu hubungan yang sah dari dua orang yang berlainan jenis kelamin. Seseorang cenderung mencari pekerjaan disebabkan karena adanya status perkawinan. Seseorang yang telah menikah tentunya memiliki tanggung jawab yang besar dibandingkan dengan yang belum menikah.
Berikut data status perkawinan pedagang kelontong yang menjadi responden:
Tabel 5.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan No. Status Perkawinan Jumlah (orang) Persentase (%)
1. Menikah 36 85,7
2. Belum Menikah 3 7,1
3. Cerai/Cerai Mati 3 7,1
Jumlah 42 100
Sumber: Data Primer, 2022
69 Tabel 5.5. diatas menunjukkan bahwa dari total 42 responden, yang mempunyai status perkawinan menikah yaitu dengan persentase sebanyak 85,7 persen dan yang mempunyai status perkawinan belum menikah yaitu dengan persentase sebanyak 7,1 persen. Serta yang mempunyai status perkawinan cerai sebanyak 7,1 persen.
Tabel 5.6. Hasil Crosstab Antara Status Perkawinan dengan Pendapatan
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 8,167a 10 ,613
Likelihood Ratio 6,594 10 ,763
N of Valid Cases 42
a. 15 cells (83,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,07.
Sumber: data diolah, 2022
Pada tabel 5.6. jika dilihat dari hasil statistik deskriptif (crosstab), hasil pada tabel Chi-Square Test, terlihat bahwa signifikansi sebesar 0,613 > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan antara status perkawinan dengan pendapatan pedagang kelontong.
5.1.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan
Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah anggota dalam suatu keluarga dan sekaligus menjadi beban tanggungan kepala keluarga. Dalam hal ini termasuk didalamnya anak dan orang tua yang tinggal di daerah lain, akan tetapi tetap dibiayai oleh kepala keluarga, sanak keluarga maupun orang lain yang tinggal serumah tetapi dibiayai juga oleh kepala keluarga tersebut tetap menjadi tanggungan. Berikut adalah data kelompok jumlah tanggungan pedagang kelontong yang menjadi responden:
70 Tabel 5.7. Karekteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan
No. Jumlah Tanggungan
(orang) Jumlah (orang) Persentase (%)
1. 1 4 9,5
2. 2 4 9,5
3. 3 12 28,6
4. 4 9 21,4
5. 5 7 16,7
6. 6 6 14,3
Jumlah 42 100
Rata-rata 3 orang
Sumber: Data Primer, 2022
Tabel 5.7. diatas menunjukkan bahwa jumlah tanggungan responden terbesar ada pada jumlah tanggungan 3 orang yaitu dengan persentase sebesar 28,6 persen. Lalu diikuti dengan jumlah tanggungan 4 orang yaitu dengan persentase sebesar 21,4 persen. Selanjutnya diikuti dengan jumlah tanggungan 5 dan 6 orang yang masing-masing dengan persentase sebesar 16,7 persen dan 14,3 persen. Dan jumlah tanggungan 1 dan 2 orang menjadi yang terkecil dengan persentase sebesar 9,5 persen. Rata-rata jumlah tanggungan pedagang kelontong yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah 3 orang.
Tabel 5.8. Hasil Crosstab Antara Jumlah Tanggungan dengan Pendapatan
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 22,023a 25 ,634
Likelihood Ratio 23,893 25 ,526
N of Valid Cases 42
a. 35 cells (97,2%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,10.
Sumber: data olah, 2022
Pada tabel 5.8. jika dilihat dari hasil statistik deskriptif (crosstab), hasil pada tabel Chi-Square Test, terlihat bahwa signifikansi sebesar 0,634 > 0,05 yang
71 berarti tidak ada hubungan antara jumlah tanggungan dengan pendapatan pedagang kelontong.
5.1.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Yang dimaksud dengan tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh responden. Tingkat pendidikan ini dapat menjadi salah satu ukuran kemampuan seseorang untuk mengelola dan menganalisa potensi usaha toko kelontong dalam menghadapi persaingan usaha.
Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula kemampuan pedagang dalam bersaing dan sebaliknya. Jumlah dan persentase pedagang kelontong berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 5.9.
Tabel 5.9. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
1. Tidak Sekolah 5 11,9
2. SD 13 31
3. SMP 10 23,8
4. SMA 14 33,3
Jumlah 42 100
Sumber: Data Primer, 2022
Tabel 5.9. diatas menunjukkan data tentang tingkat pendidikan pedagang kelontong yang menjadi responden. Jumlah tingkat pendidikan yang berhasil ditempuh terbesar adalah SMA/Sederajat dengan persentase 33,3 persen.
Kemudian disusul oleh SD/Sederajat dengan persentase 31 persen dan yang terkecil adalah pedagang yang tidak sekolah dengan persentase 11,9 persen.
72 Tabel 5.10. Hasil Crosstab Antara Tingkat Pendidikan dengan Pendapatan
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 10,588a 15 ,781
Likelihood Ratio 14,835 15 ,463
N of Valid Cases 42
a. 21 cells (87,5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,12.
Sumber: data diolah, 2022
Pada tabel 5.10. jika dilihat dari hasil statistik deskriptif (crosstab), hasil pada tabel Chi-Square Test, terlihat bahwa signifikansi sebesar 0,781 > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan pendapatan pedagang kelontong.
5.1.6. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja
Jumlah tenaga kerja disini untuk mengetahui jumlah tenaga kerja pedagang kelontong. Jumlah dan persentase pedagang kelontong berdasarkan jumlah tenaga kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.11. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja No. Tenaga Kerja Jumlah (orang) Persentase (%)
1. 0 39 92,9
2. 1 1 2,4
3. 2 2 4,8
Jumlah 42 100
Sumber: Data Primer, 2022
Berdasarkan tabel 5.11. dapat diketahui bahwa tenaga kerja di toko kelontong didominasi oleh tidak adanya tenaga kerja yaitu sebanyak 92,9 persen.
Toko kelontong yang memiliki 1 tenaga kerja sebanyak 2,4 persen. Dan yang memiliki 2 tenaga kerja sebanyak 4,8 persen.
73 Tabel 5.12. Hasil Crosstab Antara Jumlah Tenaga Kerja dengan Pendapatan
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 52,500a 10 ,000
Likelihood Ratio 22,661 10 ,012
N of Valid Cases 42
a. 15 cells (83,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,02.
Sumber: data diolah, 2022
Pada tabel 5.12. jika dilihat dari hasil statistik deskriptif (crosstab), hasil pada tabel Chi-Square Test, terlihat bahwa signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 yang berarti ada hubungan antara jumlah tenaga kerja dengan pendapatan pedagang kelontong.
5.1.7. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Bangunan
Status bangunan disini untuk mengetahui status bangunan yang digunakan pedagang untuk berjualan apakah bangunan milik sendiri atau hasil sewa. Jumlah dan persentase pedagang kelontong berdasarkan status bangunan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.13. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Bangunan No. Status Bangunan Jumlah (orang) Persentase (%)
1. Milik Sendiri 41 95,2
2. Sewa 2 4,8
Jumlah 42 100
Sumber: Data Primer, 2022
Berdasarkan tabel 5.13. dapat diketahui bahwa hampir semua status bangunan pedagang adalah milik sendiri yaitu sebanyak 97,6 persen. Dan yang menyewa hanya sebanyak 2,4 persen.
74 Tabel 5.14. Hasil Crosstab Antara Status Bangunan dengan Pendapatan
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 20,488a 5 ,001
Likelihood Ratio 6,679 5 ,246
N of Valid Cases 42
a. 9 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,02.
Sumber: data diolah, 2022
Pada tabel 5.14. jika dilihat dari hasil statistik deskriptif (crosstab), hasil pada tabel Chi-Square Test, terlihat bahwa signifikansi sebesar 0,001 < 0,05 yang berarti ada hubungan antara status bangunan dengan pendapatan pedagang kelontong.
5.1.8. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pekerjaan
Status pekerjaan disini untuk mengetahui status pekerjaan pedagang kelontong apakah merupakan pekerjaan utama atau sampingan. Jumlah dan persentase pedagang kelontong berdasarkan status pekerjaan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.15. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pekerjaan No. Status Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)
1. Utama 14 33,3
2. Sampingan 28 66,4
Jumlah 42 100
Sumber: Data Primer, 2022
Berdasarkan tabel 5.15. diketahui bahwa status pekerjaan pedagang kelontong sebagian merupakan perkerjaan sampingan yaitu sebesar 64,3 persen.
Dan yang berstatus pekerjaan utama sebesar 35,7 persen.
75 Tabel 5.16. Hasil Crosstab Antara Status Pekerjaan dengan Pendapatan
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 29,667a 5 ,000
Likelihood Ratio 35,936 5 ,000
N of Valid Cases 42
a. 9 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,36.
Sumber: data diolah, 2022
Pada tabel 5.16. jika dilihat dari hasil statistik deskriptif (crosstab), hasil pada tabel Chi-Square Test, terlihat bahwa signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 yang berarti ada hubungan antara status pekerjaan dengan pendapatan pedagang kelontong.
5.1.9. Karakteristik Responden Berdasarkan Jam Kerja
Lamanya jam kerja dimaksud adalah waktu yang diperlukan pedagang untuk berdagang setiap hari. Semakin lama pedagang kelontong membuka usahanya maka semakin banyak pendapatan yang dapat diperoleh. Jumlah dan persentase pedagang kelontong berdasarkan jam kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.17. Karakteristik Responden Berdasarkan Jam Kerja
No. Jam Kerja (jam) Jumlah (orang) Persentase (%)
1. 8 7 16,7
2. 9 6 14,3
3. 10 4 9,5
4. 11 1 2,4
5. 12 21 50
6. 13 1 2,4
7. 14 2 4,8
Jumlah 42 100
Rata-rata 12 jam
Sumber: Data Primer, 2022
76 Berdasarkan tabel 5.17. Jam kerja pedagang kelontong yang menjadi responden terbesar adalah pada lamanya jam kerja 12 jam dengan persentase 50 persen. Lalu diikuti lamanya jam kerja 8 jam dengan persentase 16,7 persen.
Sedangkan jam kerja yang paling kecil adalah 11 dan 13 jam dengan persentase 2,4 persen. Rata-rata jam kerja pedagang kelontong yang menjadi responden pada penelitian ini adalah 12 jam.
Tabel 5.18. Hasil Crosstab Antara Jam Kerja dengan Pendapatan
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 23,421a 30 ,798
Likelihood Ratio 20,808 30 ,894
N of Valid Cases 42
a. 41 cells (97,6%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,02.
Sumber: data olah, 2022
Pada tabel 5.18. jika dilihat dari hasil statistik deskriptif (crosstab), hasil pada tabel Chi-Square Test, terlihat bahwa signifikansi sebesar 0,798 > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan antara jam kerja dengan pendapatan pedagang kelontong.
5.1.10. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Usaha
Lama usaha disini untuk mengetahui lamanya usaha pedagang kelontong beroperasi. Semakin lama usaha pedagang maka semakin tinggi pula tingkat pendapatan yang akan didapat. Jumlah dan persentase pedagang kelontong berdasarkan lama usaha dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
77 Tabel 5.19. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Usaha
No. Lama Usaha (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
1. 1 - 3 6 14,3
2. 4 - 6 17 40,5
3. 7 - 9 11 26,2
4. 10 - 12 4 9,5
5. 13 - 15 4 9,5
Jumlah 42 100
Rata-rata 6,8 tahun
Sumber: Data Primer, 2022
Tabel 5.18. diatas menunjukkan data lama usaha pedagang kelontong yang menjadi responden. Jumlah terbesar adalah pada lama usaha 4 hingga 6 tahun dengan persentase 40,5 persen. Diikuti oleh lama usaha 7 hingga 9 tahun dengan persentase 26,2 persen. Sedangkan yang terkecil adalah pada lama usaha 10 hingga 12 tahun dan 13 hingga 15 tahun dengan persentase masing-masing 9,5 persen. Rata-rata lama usaha pedagang kelontong yang menjadi responden pada penelitian ini adalah 6,8 tahun.
Tabel 5.20. Hasil Crosstab Antara Lama Usaha dengan Pendapatan
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 18,909a 20 ,528
Likelihood Ratio 18,630 20 ,546
N of Valid Cases 42
a. 28 cells (93,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,10.
Sumber: data diolah, 2022
Pada tabel 5.20. jika dilihat dari hasil statistik deskriptif (crosstab), hasil pada tabel Chi-Square Test, terlihat bahwa signifikansi sebesar 0,528 > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan antara lama usaha dengan pendapatan pedagang kelontong.
78 5.1.11. Karakteristik Responden Berdasarkan Lokasi Usaha
Lokasi usaha adalah tempat pedagang kelontong melakukan kegiatan usahanya yang dibedakan menjadi dua yaitu lokasi strategis dan tidak strategis.
Lokasi strategis maksudnya pedagang kelontong berjualan di tepi-tepi jalan utama. Sedangkan tidak strategis, pedagang kelontong berjualan di lorong-lorong perumahan. Tabel 5.21. menunjukkan lokasi usaha pedagang kelontong:
Tabel 5.21. Karakteristik Responden Berdasarkan Lokasi Usaha
No. Lokasi Usaha Jumlah (orang) Persentase (%)
1. Strategis 26 61,9
2. Tidak Strategis 16 38,1
Jumlah 42 100
Sumber: Data Primer, 2022
Tabel 5.21. diatas menunjukkan bahwa sebagian pedagang kelontong berjualan di lokasi yang strategis atau di tepi jalan utama yaitu dengan persentase 61,9 persen. Sedangkan persentase pedagang yang berjualan di lokasi yang tidak strategis atau di lorong-lorong perumahan sebesar 38,1 persen.
Tabel 5.22. Hasil Crosstab Antara Lokasi Usaha dengan Pendapatan
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 21,351a 5 ,001
Likelihood Ratio 27,553 5 ,000
N of Valid Cases 42
a. 10 cells (83,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,38.
Sumber: data diolah, 2022
Pada tabel 5.22. jika dilihat dari hasil statistik deskriptif (crosstab), hasil pada tabel Chi-Square Test, terlihat bahwa signifikansi sebesar 0,001 < 0,05 yang berarti ada hubungan antara lokasi usaha dengan pendapatan pedagang kelontong.
79 5.1.12. Karakteristik Responden Berdasarkan Modal
Modal yang dimaksud adalah modal operasional atau modal yang diperlukan oleh pedagang untuk menyelenggarakan kegiatan jual beli serta untuk membiayai operasionalnya sehari-hari dalam satu bulan. Berikut adalah data kelompok modal pedagang kelontong yang menjadi responden:
Tabel 5.23. Karakteristik Responden Berdasarkan Modal
No. Modal (rupiah) Jumlah (orang) Persentase (%)
1. 3.600.000 - 10.999.999 28 66,7
2. 11.000.000 - 18.399.999 9 21,4
3. 18.400.000 - 25.799.999 2 4,8
4. 25.800.000 - 33.199.999 0 0
5. 33.200.000 - 40.599.999 1 2,4
6. 40.600.000 - 48.000.000 2 4,8
Jumlah 42 100
Rata-rata Rp.11.485.714
Sumber: Data Primer, 2022
Dari tabel 5.23. modal terbesar terletak pada Rp.3.600.000 - Rp.10.999.999 dengan persentase sebesar 66,7 persen. Sedangkan modal terkecil terletak pada Rp.33.200.000 - Rp.40.599.999 dengan persentase 2,4 persen. Dan rata-rata modal operasional pedagang kelontong yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah Rp.11.485.714 dalam satu bulan.
Tabel 5.24. Hasil Crosstab Antara Modal Operasional dengan Pendapatan
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 124,938a 20 ,000
Likelihood Ratio 68,908 20 ,000
N of Valid Cases 42
a. 28 cells (93,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,02.
Sumber: data diolah, 2022
80 Pada tabel 5.24. jika dilihat dari hasil statistik deskriptif (crosstab), hasil pada tabel Chi-Square Test, terlihat bahwa signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 yang berarti ada hubungan antara modal operasional dengan pendapatan pedagang kelontong.
5.1.13. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan
Pendapatan merupakan salah satu indikator ekonomi yang paling menentukan baik atau tidaknya keadaan sosial ekonomi seseorang. Semakin tinggi pendapatan yang diterima maka semakin meningkat pula kesejahteraan yang dicapainya. Pendapatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendapatan bersih dari pedagang kelontong. Pendapatan bersih merupakan hasil pendapatan kotor yang dikurangi dengan beban usaha biaya operasional dengan akumulasi selama satu bulan. Berikut adalah data kelompok pendapatan pedagang kelontong yang menjadi responden:
Tabel 5.25. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan
No. Pendapatan (rupiah) Jumlah (orang) Persentase (%)
1. 750.000 - 2.024.999 23 54,8
2. 2.025.000 - 3.299.999 8 19
3. 3.300.000 - 4.574.999 6 14,3
4. 4.575.000 - 5.849.999 2 4,8
5. 5.850.000 - 7.124.999 2 4,8
6. 7.125.000 - 8.400.000 1 2,4
Jumlah 42 100
Rata-rata Rp.2.346.428
Sumber: Data Primer, 2022
Dari tabel 5.25. diatas diketahui bahwa pendapatan pedagang kelontong yang terbanyak adalah pada pendapatan Rp.750.000 - Rp.2.024.999 dengan persentase 54,7 persen. Sedangkan yang terkecil pada pendapatan Rp.7.125.000 -
81 Rp.8.400.000 dengan persentase 2,4 persen. Dan rata-rata pendapatan pedagang kelontong yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah Rp.2.346.428.
5.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Kelontong di Desa Mandiangin Pasar
5.2.1. Regresi Linier Berganda
Regresi linear berganda dilakukan untuk melihat pengaruh modal, jam kerja, lokasi usaha, lama usaha, harga dan jumlah jenis barang terjual terhadap pendapatan pedagang kelontong di Desa Mandiangin Pasar. Berdasarkan hasil regresi yang telah dilakukan, maka diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
LogPB = 5,579 + 0,400LogMO + 0,004JK + 0,004LA + -0,896LogH + 0,008JP + 0,128D
Persamaan regresi tersebut mempunyai makna sebagai berikut:
1) Konstanta sebesar 5,579 memberikan arti bahwa jika variabel modal, jam kerja, lokasi usaha, lama usaha, harga dan jumlah penjualan bersifat tetap atau dianggap konstan, maka pendapatan pedagang kelontong meningkat sebesar 5,57 persen.
2) Koefisien regresi variabel modal sebesar 0,400 hal ini menunjukkan adanya hubungan positif artinya setiap kenaikan satu persen variabel modal maka pendapatan pedagang kelontong akan meningkat sebesar 0,40 persen.
3) Koefisien regresi variabel jam kerja sebesar 0,004 hal ini menunjukkan adanya hubungan positif artinya setiap kenaikan satu jam variabel jam kerja maka pendapatan pedagang kelontong akan meningkat sebesar 0,004 persen.
82 4) Koefisien regresi variabel lama usaha sebesar 0,004 hal ini menunjukkan adanya hubungan positif artinya setiap kenaikan satu tahun variabel lama usaha maka pendapatan pedagang kelontong akan meningkat sebesar 0,004 persen.
5) Koefisien regresi variabel lokasi usaha sebesar 0,128 hal ini menunjukkan apabila variabel dummy lokasi usaha bernilai 1 (strategis), maka pendapatan pedagang kelontong akan meningkat sebesar 0,12 persen.
6) Koefisien regresi variabel harga sebesar -0,896 hal ini menunjukkan adanya hubungan negatif artinya setiap kenaikan satu persen variabel harga maka pendapatan pedagang kelontong akan menurun sebesar 0,89 persen.
7) Koefisien regresi variabel jumlah penjualan sebesar 0,008 hal ini menunjukkan adanya hubungan positif artinya setiap kenaikan satu jenis barang variabel jumlah penjualan maka pendapatan pedagang kelontong akan meningkat sebesar 0,008 persen.
5.2.2. Pengujian Hipotesis 1. Uji F-Statistik
Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas yaitu modal, jam kerja, lokasi usaha, lama usaha, harga dan jumlah penjualan berpengaruh terhadap pendapatan pada tingkat signifikansi 5%. Apabila tingkat signifikansi lebih kecil dari α = 5% maka H0 ditolak dan H1 diterima, yang artinya variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat. Sebaliknya jika tingkat signifikansi lebih besar dari α = 5% maka H0 diterima dan H1 ditolak yang artinya
83 variabel bebas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat.
Kriteria pengujian hipotesis yang digunakan pada uji F adalah sebagai berikut:
a. H0: variabel independen modal, jam kerja, lokasi usaha, lama usaha, harga dan jumlah penjualan tidak berpengaruh terhadap pendapatan pedagang kelontong.
b. H1: variabel independen modal, jam kerja, lokasi usaha, lama usaha, harga dan jumlah penjualan berpengaruh terhadap pendapatan pedagang kelontong.
Hasil regresi linear berganda untuk uji F-statistik dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.26. Hasil Regresi Linear Berganda Uji F-Statistik
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 3,334 6 ,556 86,145 ,000b
Residual ,226 35 ,006
Total 3,560 41
Sumber: data diolah, 2022
Berdasarkan hasil regresi linear berganda diatas untuk uji F-statistik diketahui bahwa F hitung sebesar 86,145 dengan probabilitas sebesar 0,000 atau lebih kecil dari α = 0,05 (0,000 < 0,05). Dengan demikian maka H0 ditolak dan H1 diterima, yang mengindikasikan bahwa variabel modal, jam kerja, lokasi usaha, lama usaha, harga dan jumlah penjualan berpengaruh terhadap pendapatan.
2. Uji t-Statistik
Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas modal, jam kerja, lokasi usaha, lama usaha, harga dan jumlah penjualan mempunyai pengaruh
84 terhadap variabel terikat yaitu pendapatan, dengan asumsi variabel lainnya dianggap konstan. Uji t dapat dilakukan dengan melihat nilai t statistik pada tingkat signifikansi 5%. Apabila tingkat signifikansi lebih kecil dari α = 5% maka H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya bahwa variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat. Sebaliknya jika tingkat signifikansi lebih besar dari α = 5% maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hasil regresi linear berganda untuk menguji t statistik dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.27. Hasil Regresi Linear Berganda Uji t-Statistik
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 5,579 4,512 1,236 ,225
Modal (X1) ,400 ,131 ,357 3,050 ,004
Jam Kerja (X2) ,004 ,009 ,026 ,508 ,615
Lama Usaha (X3) ,004 ,005 ,050 ,954 ,347
Lokasi Usaha (X4) ,128 ,039 ,214 3,274 ,002
Harga Barang (X5) -,896 1,038 -,084 -,864 ,394
Jumlah Penjualan
(X6) ,008 ,002 ,370 3,262 ,002
Sumber: data diolah, 2022
a. Modal
Berdasarkan uji yang telah dilakukan, dapat dilihat pada tabel 5.27. bahwa nilai t-statistik untuk variabel modal sebesar 3,050 dengan signifikansi sebesar 0,004 atau lebih kecil dari nilai α 5% = 0,05 (0,004 < 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti variabel modal berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang kelontong.
85 b. Jam Kerja
Berdasarkan uji yang telah dilakukan, dapat dilihat pada tabel 5.27. bahwa nilai t-statistik untuk variabel jam kerja sebesar 0,508 dengan signifikansi sebesar 0,615 atau lebih besar dari nilai α 5% = 0,05 (0,615 > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak yang berarti variabel jam kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang kelontong.
c. Lama Usaha
Berdasarkan uji yang telah dilakukan, dapat dilihat pada tabel 5.27. bahwa nilai t-statistik untuk variabel lama usaha sebesar 0,954 dengan signifikansi sebesar 0,347 atau lebih kecil dari nilai α 5% = 0,05 (0,347 > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak yang berarti variabel lama usaha tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang kelontong.
d. Lokasi Usaha
Berdasarkan uji yang telah dilakukan, dapat dilihat pada tabel 5.27. bahwa nilai t-statistik untuk variabel lokasi usaha sebesar 3,274 dengan signifikansi sebesar 0,002 atau lebih kecil dari nilai α 5% = 0,05 (0,002 < 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti variabel lokasi usaha berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang kelontong.
e. Harga
Berdasarkan uji yang telah dilakukan, dapat dilihat pada tabel 5.27. bahwa nilai t-statistik untuk variabel harga sebesar -0,864 dengan signifikansi sebesar 0,394 atau lebih kecil dari nilai α 5% = 0,05 (0,394 > 0,05), maka H0 diterima dan
86 H1 ditolak yang berarti variabel harga tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang kelontong.
f. Jumlah Penjualan
Berdasarkan uji yang telah dilakukan, dapat dilihat pada tabel 5.27. bahwa nilai t-statistik untuk variabel jumlah penjualan sebesar 3,262 dengan signifikansi sebesar 0,002 atau lebih kecil dari nilai α 5% = 0,05 (0,002 < 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti variabel jumlah penjualan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang kelontong.
5.2.3. Koefisien Determinasi (𝐑𝟐)
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Semakin besar nilai R2 (mendekati 1) maka ketepatannya semakin baik. Dari hasil olah data diperoleh nilai koefisien determinasi adalah sebesar 0,897. Artinya variabel bebas modal, jam kerja, lokasi usaha, lama usaha, harga dan jumlah penjualan mampu menjelaskan variasi dari variabel terikat pendapatan sebesar 89,7 persen.
Sedangkan sisanya 10,3 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diikursertakan didalam model regresi.
5.2.4. Pengujian Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik merupakan persyaratan yang harus dipenuhi dalam analisis regresi linear berganda untuk mendapatkan model yang “blues” atau “best fit model”. Dalam penelitian ini uji asumsi klasik yang akan digunakan adalah uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas.
87 1. Uji Normalitas
Uji normalitas pada model regresi digunakan untuk menguji apakah nilai residual terdistribusi secara normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang memiliki nilai residual yang terdistribusi secara normal. Keputusan terdistribusi normal tidaknya residual secara sederhana adalah dengan membandingkan nilai probabilitas pada uji Kolmogorov-Smirnov dengan tingkat Alpha 5% (0,05). Hasil dari uji normalitas data tersebut dapat dilihat pada tabel 5.28 berikut:
Tabel 5.28. Hasil Uji Normalitas Data
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 42
Normal Parametersa,b Mean 0E-7
Std. Deviation ,07420999
Most Extreme Differences
Absolute ,068
Positive ,042
Negative -,068
Kolmogorov-Smirnov Z ,439
Asymp. Sig. (2-tailed) ,990
Sumber: data diolah, 2022
Berdasarkan hasil uji normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test dapat diketahui bahwa nilai signifikansi sebesar 0,990 sehingga dapat disimpulkan bahwa 0,990 > 0,05. Artinya bahwa residual terdistribusi secara normal, sehingga asumsi klasik tentang kenormalan pada model regresi berganda sudah terpenuhi.
2. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas merupakan adanya suatu hubungan linear yang sempurna maupun mendekati sempurna antara beberapa atau semua variabel independent.
Dalam asumsi regresi linear klasik, antar variabel independent tidak
88 diperbolehkan mengalami korelasi atau bebas dari masalah multikolinearitas, oleh karenanya uji multikolinearitas perlu dilakukan pada analisis regresi yang berbasis OLS. Dalam penelitian ini uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai variance inflation factor (VIF). Suatu model regresi bebas dari masalah
multikolinearitas apabila nilai VIF < 10. Hasil dari uji multikolinearitas tersebut dapat dilihat melalui tabel 5.29. berikut ini:
Tabel 5.29. Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel VIF Kesimpulan
Modal 0,1 < 7,555 < 10 Non Multikolinearitas Jam Kerja 0,1 < 1,500 < 10 Non Multikolinearitas Lama Usaha 0,1 < 1,544 < 10 Non Multikolinearitas Lokasi Usaha 0,1 < 2,359 < 10 Non Multikolinearitas Harga 0,1 < 5,195 < 10 Non Multikolinearitas Jumlah Jenis Barang Terjual 0,1 < 7,094 < 10 Non Multikolinearitas Sumber: data diolah, 2022
Berdasarkan uji yang telah dilakukan, diperoleh nilai koefisien korelasi antar variabel independen diantaranya modal bernilai 0,1 < 7,55 < 10, jam kerja 0,1 < 1,50 < 10, lama usaha 0,1 < 1,54 < 10, lokasi usaha 0,1 < 2,35 < 10, harga 0,1 < 5,19 < 10, dan jumlah jenis barang terjual 0,1 < 7,094 < 10. Artinya dari uji yang telah dilakukan nilai korelasi antar variabel independen bernilai lebih besar dari 0,1 namun kurang dari 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini tidak terjadi masalah multikolinearitas, sehingga asumsi klasik masalah multikolinearitas sudah terpenuhi.
3. Uji Autokorelasi
Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antara serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang. Untuk mengetahui ada atau tidaknya
89 gejala autokorelasi dalam perhitungan regresi atas penelitian ini maka digunakan Durbin-Watson Test sebesar 1,853.
Dengan menggunakan tabel Durbin-Watson dan α = 5% (0,05), jumlah observasi 42 serta jumlah variabel bebas 6 maka diperoleh angka dl = 1,2022 dan du = 1,8451, sedangkan nilai DW hitung = 1,853. Sehingga DW hitung > DW tabel yang berarti tidak terdapat autokorelasi. Maka asumsi klasik masalah autokorelasi sudah terpenuhi.
4. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain. Uji heteroskedastisitas yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan uji Glejser. Dari uji yang telah dilakukan nilai sig. keempat variabel independen lebih besar dari 0,05, sehingga tidak perlu dilakukan perbaikan terhadap model regresi. Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat melalui tabel 5.30. berikut ini:
Tabel 5.30. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Variabel Signifikansi
Modal 0,750
Jam Kerja 0,811
Lama Usaha 0,576
Lokasi Usaha 0,197
Harga 0,683
Jumlah Jenis Barang Terjual 0,624
Sumber: data diolah, 2022
Berdasarkan uji diatas didapat hasil sig. Variabel modal sebesar 0,750, jam kerja 0,811, lama usaha 0,576, lokasi usaha 0,197, harga 0,683, dan jumlah jenis barang terjual 0,624 yang mengindikasikan bahwa nilai sig. > 0,05. Dengan
90 demikian maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas pada model regresi. Maka asumsi klasik masalah heteroskedastisitas sudah terpenuhi.
5.3. Analisis Ekonomi
5.3.1. Pengaruh Modal Terhadap Pendapatan
Berdasarkan hasil regresi dengan menggunakan analisis regresi berganda menunjukkan bahwa nilai koefisien variabel modal adalah 0,400. Artinya setiap kenaikan satu persen variabel modal, maka akan menyebabkan pendapatan pedagang kelontong meningkat sebesar 0,40 persen. Dan diketahui bahwa modal berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang kelontong yang dilihat dari nilai signifikansi variabel modal sebesar 0,004 atau lebih kecil dari nilai α 5% = 0,05 (0,004 < 0,05), yang berarti sesuai dengan hipotesis awal bahwa variabel modal berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan pedagang kelontong.
Hal ini disebabkan karena modal merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan tinggi rendahnya pendapatan. Tetapi bukan berarti merupakan faktor satu-satunya yang dapat meningkatkan pendapatan. Pedagang kelontong membutuhkan modal usaha yang cukup besar bila ingin membeli banyak jenis produk atau barang dagangan agar usaha dagangnya berjalan dengan baik.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian dari Firdausa dan Arianti (2013) yang berpendapat bahwa modal usaha berperan penting terhadap kelangsungan usaha perdagangan dalam rangka memperoleh pendapatan dan keuntungan yang maksimal. Pernyataan ini diperkuat oleh Tambunan (2009) yaitu semakin besar
91 modal atau faktor produksi yang dimiliki oleh individu atau perusahaan maka cenderung pendapatan yang diterima juga semakin tinggi.
5.3.2. Pengaruh Jam Kerja Terhadap Pendapatan
Berdasarkan hasil regresi dengan menggunakan analisis regresi berganda menunjukkan bahwa koefisien regresi variabel jam kerja sebesar 0,004 hal ini menunjukkan adanya hubungan positif artinya setiap kenaikan satu jam variabel jam kerja, maka pendapatan pedagang kelontong akan meningkat sebesar 0,004 persen. Dan diketahui bahwa jam kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang kelontong yang dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,615 atau lebih besar dari nilai α 5% = 0,05 (0,615 > 0,05), yang berarti tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa variabel jam kerja berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan pedagang kelontong. Artinya, variasi jam kerja tidak selalu berpengaruh terhadap tinggi rendahnya pendapatan pedagang karena pendapatan pedagang tidak hanya dipengaruhi oleh jam kerja, tetapi terdapat faktor-faktor lain seperti modal dan lokasi usaha. Selain itu, meskipun pedagang menggunakan waktu bekerja lebih banyak, karena kondisi lokasi tempat berdagang banyak pesaing sehingga menyebabkan pedagang berpeluang kecil untuk mendapatkan pendapatan yang tinggi, maka apabila dengan menambah jam kerja pun tidak mempengaruhi pendapatan pedagang.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian dari Artaman (2016) yang mengatakan bahwa jumlah jam kerja ditentukan oleh keputusan individu pedagang, kontribusi jam kerja yang tinggi dalam satu hari belum tentu dapat meningkatkan pendapatan pedagang. Penelitian ini diperkuat oleh Sukirno (2006)
92 bahwa kesediaan tenaga kerja untuk bekerja dengan jumlah jam kerja panjang atau pendek adalah merupakan keputusan individu.
5.3.3. Pengaruh Lokasi Usaha Terhadap Pendapatan
Berdasarkan hasil regresi dengan menggunakan analisis regresi berganda menunjukkan bahwa nilai koefisien variabel dummy lokasi usaha adalah 0,128.
Artinya jika variabel dummy lokasi usaha bernilai 1 (strategis), maka pendapatan pedagang kelontong akan meningkat sebesar 0,12 persen. Dan diketahui bahwa lokasi usaha berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang kelontong yang dilihat dari nilai signifikansi variabel lokasi usaha sebesar 0,002 atau lebih kecil dari nilai α 5% = 0,05 (0,002 < 0,05), yang berarti sesuai dengan hipotesis awal bahwa variabel lokasi usaha berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan pedagang kelontong. Artinya, jika variabel dummy lokasi usaha bernilai 1 (strategis) maka cenderung pendapatan yang diterima pedagang akan tinggi. Hal ini disebabkan karena pemilihan lokasi usaha merupakan bagian yang penting dalam berdagang, sebab lokasi yang strategis dan mudah dijangkau cenderung lebih banyak memiliki pelanggan sehingga dapat meningkatkan pendapatan pedagang.
Hal ini sependapat dengan penelitian Artaman (2016) bahwa semakin strategis lokasi dagang maka cenderung pendapatan yang diterima pedagang akan semakin tinggi. Serta dalam pemilihan lokasi usaha harus memperhatikan beberapa faktor yaitu lokasi mudah terlihat, akses jalan tersedia, luas ruangan memadai dan penataan lay out yang nyaman serta pelayanan yang ramah.
93 5.3.4. Pengaruh Lama Usaha Terhadap Pendapatan
Berdasarkan hasil regresi dengan menggunakan analisis regresi berganda menunjukkan bahwa koefisien regresi variabel lama usaha sebesar 0,004, hal ini menunjukkan adanya hubungan positif artinya setiap kenaikan satu tahun variabel lama usaha, maka pendapatan pedagang kelontong akan meningkat sebesar 0,004 persen. Dan diketahui bahwa lama usaha tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang kelontong yang dilihat dari nilai probabilitas sebesar 0,347 atau lebih kecil dari nilai α 5% = 0,05 (0,347 > 0,05), yang berarti tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa variabel lama usaha berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan pedagang kelontong. Hal ini dikarenakan pedagang tidak melakukan perubahan dan pengembangan usahanya meskipun lama usahanya sudah berkisar 5 tahun ke atas. Setelah itu persaingan ketat dari usaha sejenis lebih berkembang meskipun lama usahanya baru 1 tahun lebih sehingga pedagang kelontong yang sudah lama berjualan kesulitan untuk meningkatkan pendapatannya dan bersaing dengan pedagang kelontong lainnya yang lama usahanya hanya 1 tahun lebih.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Inderianti (2020) bahwa lamanya seorang pelaku bisnis menekuni bidang usahanya tidak mempengaruhi pendapatan yang akan mereka peroleh.
5.3.5. Pengaruh Harga Terhadap Pendapatan
Berdasarkan hasil regresi dengan menggunakan analisis regresi berganda menunjukkan bahwa koefisien regresi variabel harga sebesar -0,896, hal ini menunjukkan adanya hubungan negatif artinya setiap kenaikan satu persen
94 variabel harga, maka pendapatan pedagang kelontong akan menurun sebesar 0,89% persen. Dan diketahui bahwa harga tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang kelontong yang dilihat dari nilai probabilitas sebesar 0,394 atau lebih kecil dari nilai α 5% = 0,05 (0,394 > 0,05), yang berarti tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa variabel harga berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan pedagang kelontong. Hal ini dikarenakan jika harga yang ditawarkan tinggi maka jumlah konsumen yang datang tidak bisa diprediksi atau bahkan mengalami penurunan. Meskipun harga yang ditetapkan tinggi akan tetapi jika harga tersebut menyebabkan tidak adanya daya tarik konsumen, dan harga tidak sesuai dengan keinginan konsumen maka besar kemungkinan minat konsumen akan berkurang dan mengakibatkan pendapatan akan menurun.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Handayani (2020) bahwa harga jual tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan karena harga jual yang ditetapkan tidak sesuai dengan permintaan pengunjung.
5.3.6. Pengaruh Jumlah Penjualan Terhadap Pendapatan
Berdasarkan hasil regresi dengan menggunakan analisis regresi berganda menunjukkan bahwa nilai koefisien variabel jumlah penjualan adalah 0,008.
Artinya setiap kenaikan satu jenis barang variabel jumlah penjualan, maka akan menyebabkan pendapatan pedagang kelontong meningkat sebesar 0,008 persen.
Dan diketahui bahwa jumlah penjualan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang kelontong yang dilihat dari nilai signifikansi variabel modal sebesar 0,002 atau lebih kecil dari nilai α 5% = 0,05 (0,002 < 0,05), yang berarti sesuai dengan hipotesis awal bahwa variabel jumlah penjualan berpengaruh secara
95 signifikan terhadap pendapatan pedagang kelontong. Hal ini disebabkan karena jumlah penjualan merupakan ukuran yang menunjukkan banyaknya atau besarnya jumlah barang yang terjual. Jumlah penjualan merupakan salah satu hal penting yang harus dievaluasi untuk kemungkinan perusahaan agar tidak mengalami kerugian. Semakin besar jumlah penjualan, maka semakin besar pula pendapatan yang diperoleh pedagang.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Santi (2019) bahwa volume penjualan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan. Besarnya volume penjualan akan berpengaruh terhadap pendapatan, begitu sebaliknya apabila volume penjualan tidak mencapai target optimal maka volume penjualan juga akan menurun. Hal ini membuktikan bahwa volume penjualan berpengaruh terhadap pendapatan.
5.4. Implikasi Kebijakan
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bagaimana pengaruh variabel modal, jam kerja, lokasi usaha, lama usaha, harga dan jumlah penjualan terhadap pendapatan pedagang kelontong di Desa Mandiangin Pasar. Modal memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan pedagang kelontong. Hal ini terjadi karena besar kecilnya modal akan berpengaruh terhadap pendapatan pedagang sehingga hubungan antar variabel menjadi positif. Variabel lokasi usaha memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan pedagang kelontong, hal ini terjadi karena strategis atau tidaknya lokasi usaha akan mempengaruhi besar kecilnya pendapatan pedagang.
Variabel jumlah penjualan juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
96 pendapatan pedagang kelontong, hal ini terjadi karena semakin besar jumlah penjualan, maka semakin besar pula pendapatan yang diperoleh pedagang
Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka peneliti mengemukakan beberapa pendapat yang perlu diperhatikan dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan pendapatan pedagang kelontong di Desa Mandiangin Pasar. Ada beberapa kebijakan yang perlu diperhatikan antara lain:
a. Program bantuan modal usaha. Untuk meningkatkan pendapatan pedagang kelontong, pemerintah diupayakan untuk memberikan pinjaman sebagai tambahan modal dengan bunga rendah melalui pinjaman bank, dan koperasi.
Adanya aturan prosedur pinjaman dari bank dan koperasi terhadap pedagang diperlukan peran pemerintah sebagai penghubung dari pemerintah memberikan kemudahan pedagang dalam memperoleh tambahan modal usaha.
b. Pembinaan pedagang. Meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang dunia usaha kepada pedagang agar dapat mengasah kemampuan profesionalnya dalam berwiraswasta seperti meningkatkan pengetahuan tentang selera ataupun perilaku konsumen untuk menambah relasi bisnis dan pelanggan.
Lalu dalam bidang pengelolaan keuangan, pembukuan, pengelolaan modal, dan pemasaran agar dimasa mendatang usaha yang selama ini dijalankan dapat lebih berkembang dan maju, serta dapat meningkatkan pendapatan pedagang.