• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN BIOETHANOL DARI AIR CUCIAN BERAS (AIR LERI).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBUATAN BIOETHANOL DARI AIR CUCIAN BERAS (AIR LERI)."

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN BIOETHANOL DARI AIR CUCIAN BERAS

(AIR LERI)

SKRIPSI

Oleh :

CINTHYA KRISNA MARDIANA SARI NPM.0931010056

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA

2013

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(2)

PEMBUATAN BIOETHANOL DARI AIR CUCIAN BERAS

(AIR LERI)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Dalam memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknik Kimia

Oleh :

CINTHYA KRISNA MARDIANA SARI NPM.0931010056

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA

2013

(3)

PEMBUATAN BIOETHANOL DARI AIR

CUCIAN BERAS (AIR LERI)

PENELITIAN

Disusun Oleh :

CINTHYA KRISNA MARDIANA SARI 0931010056

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN”

JAWA TIMUR

2013

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(4)
(5)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(6)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

Karunia dan rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan skripsi ini.

Penelitian ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh

mahasiswa tingkat akhir sebelum dinyatakan lulusan sebagai Sarjana Program Studi

Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Pembangunan Nasional

“VETERAN” Jawa Timur.

Pada kesempatan ini penyusun melakukan penelitian dengan judul

“Pembuatan Bioethanol Dari Air Cucian Beras (Air Leri) ”. Terima kasih sebesar –

besarnya penyusun tujukan kepada semua pihak yang telah membantu penelitian

hingga tersusunnya laporan ini, terutama kepada :

1. Bapak Ir. Sutiyono, MT. selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri,

Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur, serta

selaku Dosen penguji.

2. Ibu Ir. Retno Dewati, MT. selaku Ketua Program Studi Teknik Kimia,

Fakutas Teknologi Industri, Universitas Pembangunan Nasional

“VETERAN” Jawa timur.

3. Ibu Dr.Ir. Ni Ketut Sari, MT. selaku Dosen pembimbing dalam penelitian

ini.

4. Ibu Ir. Lucky Indrati Utami, MT. selaku Dosen penguji.

5. Bapak Prof.Dr.Ir. Soemargono, SU selaku Dosen penguji.

6. Kepada Mamaku Trining Hartatik dan Papaku Hendro Satyo Boedianto

tersayang, terima kasih atas dukungan doa dan restunya kepada saya,

hingga dapat kuliah, serta Devina kakakku tersayang.

7. Untuk Rully Aditya Santoso, ST. sayang. Terima kasih selalu membantu

dari awal penelitian, hingga pembuatan laporan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(7)

v

8. Leecia Elysia Ellenna anakku tercinta. Terima kasih selalu menjadi

semangat dalam hari - hariku.

9. Tommy, terima kasih atas kekompakan kita, selalu ada dari awal hingga

akhir.

10.Kepada teman special kami Luana Erviana yang memberikan dukungan,

informasi dan keikhlasan bantuan dalam penyusunan laporan penelitian

ini.

11.Semua pihak yang tidak dapat dituliskan terperinci yang telah membantu

hingga terselesainya laporan penelitian ini.

Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya atas segala

bantuan, fasilitas, yang telah diberikan kepada kami. Penyusun menyadari masih

banyak kekurangan pada penyusunan laporan ini. Oleh karena itu kami

mengharapkan saran dan kritik yang membangun atas laporan ini

Akhir kata, penyusun mohon maaf yang sebesar – besarnya kepada semua

pihak, apabila dalam melaksanakan penelitian dan dalam penyusunan laporan ini

penyusun melakukan kesalahan baik yang disengaja maupun tidak di sengaja.

Surabaya, Juni 2013

Penyusun

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(8)

vi 2.3.1. Pengelompokan Pulp ... 10

2.3.2. Pembuatan Pulp ... 11

2.4. Bahan Pendukung ... 15

2.5. Landasan Teori ... 16

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(9)

vii

3.1. Bahan - Bahan yang di perlukan ... 19

3.2. Alat – Alat yang Digunakan ... 19

3.3. Gambar dan susunan alat ... 20

3.4. Variabel ... 20

3.4.1. Variabel yang di tetapkan ... 20

3.4.2. Variabel yang di jalankan ... 20

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 25

4.2. Analisa Hasil Penelitian ... 26

4.3. Grafik dan Pembahasan 4.3.1. Grafik Analisa Kadar Yield ... 27

4.3.2. Grafik Analisa Kadar α Sellulosa ... 28

4.3.3. Grafik Analisa Kadar Air ... 29

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 30

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(10)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Divisio Kakao ... 6

Tabel 2.2 Komponen Utama Kulit Buah Kakao ... 7

Tabel 2.3 Kandungan Kulit Buah Kakao ... 7

Tabel 3.1 Analisa Awal bahan baku ... 7

Tabel 4.1 Hasil Penelitian ... 25

Tabel 4.2 Analisa Hasil Penelitian ... 26

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(11)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Kakao ... 6

Gambar 2.2 Struktur Sellulosa ... 8

Gambar 3.3 Gambar dan susunan alat ... 20

Gambar 3.6 Skema Penelitian ... 22

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(12)

x

DAFTAR GRAFIK

Gambar 4.3.1 Hubungan antara waktu versus % pada

% Yield ... 27

Gambar 4.3.2 Hubungan antara waktu versus % pada

kadar α Sellulosa ... 28

Gambar 4.3.3 Hubungan antara waktu versus % pada

kadar Air ... 29

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(13)

xi

DAFTAR NOTASI

α Sellulosa α

Sellulosa

Sellulosa

n Jumlah sellulosa

% Kadar

BM Berat Molekul senyawa , gr/mol

V Volume , ml

ρ Densitas , gr/vo

Wo Berat bahan mula - mula , gr

Wb Berat bahan kering setelah pemasakan , gr

Wαo Berat sampel sellulosa mula - mula , gr

Wαb Berat sampel sellulosa analisa , gr

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(14)

xii

INTISARI

Penelitian Kajian Awal Pulp Dari Kulit Buah Kakao Dengan Metode

Organosolv mengkaji kaulitas produk pulp putih dan menciptakan proses yang ramah lingkungan, serta meningkatkan kualitas air limbah yang dihasilkan.

Kulit buah kakao merupakan limbah pertanian berbentuk padat, yang dapat

dipanen sepanjang tahun. Limbah kulit kakao termasuk serat non kayu, dan dapat

dimanfaatkan sebagai bahan alternative pembuatan pulp dan kertas. Berdasarkan

kajian literatur, Proses organosolv adalah proses pemisahan serat dengan

menggunakan bahan kimia organik seperti misalnya metanol, etanol, aseton, asam

asetat, dan lain-lain. Proses organosolv pada pulping dengan bahan kimia methanol

mempunyai banyak keuntungan antara lain: rendemen pulp yang dihasilkan tinggi,

daur ulang lindi hitam mudah dilakukan, tidak menggunakan unsur sulfur sehingga

lebih aman terhadap lingkungan.

Proses pembuatan Pulp dimulai dari proses ektraksi pektin dengan variable

suhu 80 oC, dan waktu pengadukan 75 menit, untuk memisahkan pektin. Kemudian

diteruskan pulping ( pembuburan ) dengan waktu pemasakan 1; 1,5 ; 2 ; 2,5 ; 3 jam,

dan kadar methanol 30 %, 40 %, 50 %, 60%, dan 70 %.

Hasil terbaik dari Delignifikasi pulping kulit buah kakao adalah α-Sellulosa

tertinggi sebesar 52,78 %, % yield tertinggi sebesar 69,82 % dan % air terendah

sebesar 30,18 % pada kondisi operasi pemasakan pulp 2,5 jam, dan konsentrasi

methanol 40 %.

Kata kunci: Kulit Kakao, Ekstraksi Pektin, Delignifikasi, Methanol, Limbah Industri

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(15)

DAFTAR ISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Umum... 4

2.2 Landasan Teori... 17

BAB III PROSES PRODUKSI 3.1 Bahan yang Digunakan... 24

3.2 Alat yang Digunakan... 24

3.3 Gambar Alat Percobaan... 24

3.4 Peubah yang dilakukan... 25

3.5 Prosedur Percobaan... 26

3.6 Diagram Alir... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Bahan Baku Awal... 35

4.2 Proses Hidrolis... 35

4.3 Kurva Pertumbuhan Sacharomyces cereviseae... 39

4.4 Hasil Fermentasi... 41

4.5 Hasil Distilasi... 43

BAB V TINJAUAN PUSTAKA 5.1 Kesimpulan... 45

5.2 Saran... 45

DAFTAR PUSTAKA

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(16)
(17)

i

INTISARI

Penelitian Pembuatan Bioethanol dari Air Cucian Beras ( Air Leri ) mengkaji

kaulitas produk bioethanol yang lebih baik dan ramah lingkungan dengan meningkatkan kualitas limbah rumah tangga yang berupa air cucian beras (air leri).

Beras merupakan bahan makanan pokok sebagian besar penduduk di Indonesia. Komponen terbesar beras adalah karbohidrat yang sebagian besar terdiri

dari pati yang berjumlah 85 – 90 %. Kandungan yang lain dari karbohidrat beras

adalah selulosa, hemiselulosa, dan pentosan. Zat pati yang tertinggi terdapat pada bagian endosperm, makin ke tengah maka kandungan patinya makin menipis tetapi kandungan bukan pati makin meningkat. Namun dari itu semua terdapat salah satu bagian yang terlupakan oleh sebagian besar orang yakni pemanfaatan limbah dari beras dalam proses pencucian beras sebelum dimasak yang pastinya juga masih mengandung karbohidrat.

Proses pembuatan Bioethanol dimulai dari proses hidrolisa pati dengan variable suhu Konsentrasi HCl 10 % ; 20 % ; 30 %, dan pH larutan 3, 4, 5, untuk menghidrolisa pati. Kemudian diteruskan fermentasi dengan waktu fermentasi 5,6,7

hari, dan proses distilasi dengan variabel suhu 78 oC.

Dari proses hidrolisis diperoleh kadar glukosa yang terbaik adalah 22 % dengan menambahkan HCl 20 % ke dalam 100 ml larutan air cucian beras (air leri) dengan pH 4.Pada proses fermentasi kondisi terbaik untuk menghasilkan etanol yaitu dengan menggunakan kadar glukosa sebesar 22 %. Proses fermentasi berlangsung selama 7 hari dan menghasilkan ethanol sebesar 35,59 % Setelah proses fermentasi tersebut menghasilkan kadar glukosa sisa 8 %.

Kata kunci: Air Leri, Hidrolisa, Fermentasi, Bioethanol, Distilasi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pada saat ini industri kimia telah berkembang pesat di Indonesia, hal ini disebabkan

karena kebutuhan manusia yang semakin meningkat dan beragam. Dengan adanya kebutuhan

tersebut, maka industri-industri kimia berusaha untuk memenuhinya. Oleh karena itu

kebutuhan akan bahan-bahan kimia juga meningkat, salah satu bahan kimia adalah bioethanol

(anonim, 2012).

Ethanol atau ethyl alcohol (C2H5OH) merupakan cairan tak berwarna, ramah

lingkungan, dapat diuraikan, sedikit mengandung zat – zat beracun dan kecil

kemungkinannya menyebabkan polusi lingkungan jika tertumpah. Pembakaran ethanol

berfungsi untuk menghasilkan karbondioksida dan air. Ethanol merupakan bahan bakar yang

tinggi nilai oktannya (anonim, 2012).

Alkohol banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya sebagai bahan

kosmetik, industri minuman, bahan minuman, bahan pelarut organik dan sebagai bahan

bakar. Kebutuhan ini akan bertambah banyak dengan adanya kemungkinan alkohol

menggantikan minyak bumi sebagai bahan bakar. Dimana bahan bakar dari alkohol ini

merupakan bahan bakar yang bersumber dari bahan yang dapat diperbaharui dan tentunya

bertolak belakang dengan bahan bakar minyak bumi atau gas yang sekarang digunakan yang

lama kelamaan akan semakin habis (Ni Ketut Sari, 2012).

Alkohol dapat diperoleh melalui proses fermentasi dan sintetis. Proses pembuatan

alkohol untuk skala industri biasanya menggunakan bantuan mikroorganisme untuk merubah

bahan dasar yang mengandung gula menjadi alkohol. Pada umumnya bahan baku untuk

membuat ethanol diperoleh dari tetes atau molase, dimana tetes juga merupakan bahan yang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(19)

2 dibutuhkan untuk industri lain seperti pembuatan bir dan pembuatan bumbu masak. Karena

banyaknya kebutuhan industri yang menggunakan tetes sebagai bahan baku, maka secara

tidak langsung persediaan tetes akan semakin habis. Oleh karena itu, diperlukan adanya

pembaharuan atau alternatif bahan baku lain yaitu dengan memanfaatkan limbah kulit buah

cokelat sebagai bahan baku pembuatan bioethanol (Ni Ketut Sari, 2012).

Beras merupakan bahan makanan pokok sebagian besar penduduk di Indonesia.

Komponen terbesar beras adalah karbohidrat yang sebagian besar terdiri dari pati yang

berjumlah 85 – 90 %. Kandungan yang lain dari karbohidrat beras adalah selulosa,

hemiselulosa, dan pentosan. Zat pati yang tertinggi terdapat pada bagian endosperm, makin

ke tengah maka kandungan patinya makin menipis tetapi kandungan bukan pati makin

meningkat. Namun dari itu semua terdapat salah satu bagian yang terlupakan oleh sebagian

besar orang yakni pemanfaatan limbah dari beras dalam proses pencucian beras sebelum

dimasak yang pastinya juga masih mengandung karbohidrat ( Darmadjati, 1988).

Dengan alasan beserta kandungan pati diatas maka dalam penelitian ini kami

menggunakan limbah cucian beras (air leri) untuk dijadikan salah satu alternatif dalam

pembuatan bioethanol.

I.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mencari kondisi yang baik pada proses hidrolisis

dengan menggunakan asam klorida (HCl), fermentasi dengan Saccharomyces Cereviceae dan

destilasi batch dari air cucian beras.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(20)

3

I.3 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain :

a. Untuk mencari bahan baku alternatif pembuatan ethanol.

b. Untuk mendapatkan kadar ethanol tertinggi yang diperoleh dari kondisi yang baik.

c. Sebagai pemberi informasi pemanfaatan air cucian beras dalam pembuatan ethanol.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(21)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

II.1.1 Beras

Beras (Oryza Sativa) merupakan hasil olahan tanaman padi yang telah mengalami

pelepasan tangkai serta kulit biji baik dengan cara digiling maupun ditumbuk. Beras

merupakan makanan sumber karbohidrat yang diperlukan sebagai sumber tenaga selain

kandungan karbohidrat yang tinggi juga mengandung zat gizi lainnya yang diperlukan oleh

tubuh. Beras menyediakan 21 % dari total kalori bagi penduduk Asia termasuk Indonesia.

Beras menyumbangkan ± 60 – 80 % kalori dan 45 – 55 % dari total protein menurut unsur

rata-rata masyarakat Indonesia, karena beras merupakan bahan pangan penduduk Indonesia.

Dalam penggilingan padi proses yang pertama adalah pemisahan sekam dari biji beras yang

tersusun atas pembungkus biji dan endosperm. Biji beras ini dikenal sebagai beras pecah kulit

akan tetapi jarang untuk langsung dikonsumsi, akan tetapi akan diproses lagi dengan proses

penyosohan untuk menghasilkan beras giling yang dapat langsung dimasak untuk langsung

dikonsumsi. Derajat sosoh adalah tingkat terlepasnya lapisan bekatul dan lembaga dari butir

beras pada proses penyosohan. Derajat sosoh 100 % artinya tingkat terlepasnya seluruh

lapisan bekatul, lembaga, dan sedikit endosperm dari butir beras (Darmadjati, 1988) .

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(22)

5

Gambar II.1. Beras

Komposisi Kimia Beras

Komposisi kimia beras pecah kulit yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan

ethanol secara umum dapat dilihat pada Tabel II-1.

Tabel II-1. Nilai Gizi Beras (dalam 100 gram bagian yang dapat dimakan)

Komposisi (Satuan) Jumlah

Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (1990)

Komponen terbesar beras adalah karbohidrat yang sebagian besar terdiri dari pati

yang berjumlah 85 – 90 %. Kandungan yang lain dari karbohidrat beras adalah selulosa,

hemiselulosa, dan pentosan. Zat pati yang tertinggi terdapat pada bagian endosperm, makin

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(23)

6 ke tengah maka kandungan patinya makin menipis tetapi kandungan bukan pati makin

meningkat (Darmadjati, 1988).

II.1.2 Air Leri

Air leri merupakan air yang berasal dari proses pencucian beras sebelum ditanak

menjadi nasi. Dimana pada saat ini pemanfaatan air leri hanya sebatas sebagai minuman

ternak, untuk menyiram tanaman, atau hanya dibuang begitu saja. Proses pencucian beras

menyebabkan ikut melarutnya zat gizi yang terlepas dari biji beras ke dalam air cucian beras

tersebut. Zat-zat gizi yang ikut dalam cucian beras meliputi karbohidrat, thiamin, dan

senyawa organik lainnya dimana kandungan tersebut masih berpotensi sebagai bahan dasar

pembuatan ethanol (Darmadjati, 1988).

Tabel II-2. Nilai Gizi Air Leri / Larutan Pencucian Beras

Komposisi Jumlah (mg/lt)

Lemak

Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (1990)

II.1.3 Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi manusia selain protein dan lemak.

Karbohidrat yang mempunyai rumus empiris (CH2O)n ini juga mempunyai peranan penting

dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain.

Sedangkan dalam tubuh, karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya pemecahan protein

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(24)

7 tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral dan berguna untuk membantu metabolisme lemak

dan protein. Di alam, karbohidrat dibentuk dari reaksi CO2 dan H2O dengan bantuan sinar

matahari melalui proses fotosintesis dalam sel tanaman yang berklorofil, sedangkan besar

bahan-bahan yang merupakan sumber karbohidrat diperoleh dari umbi-umbian dan batang

tanaman misalnya sagu. Sumber karbohidrat yang merupakan bahan makanan pokok di

berbagai daerah di Indonesia adalah biji-bijian, khususnya beras dan jagung (Winarno, 1994).

Pada umumnya karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu :

a. Monosakarida

Merupakan suatu molekul yang terdiri dari 5 atau 6 atom C. Monosakarida yang

mengandung satu gugus aldehide disebut aldosa. Sedangkan ketosa mempunyai satu gugus

keton. Monosakarida dengan 6 atom C disebut heksosa, Misal glukosa (dekstrosa / gula

anggur). Sedangkan yang mempunyai 5 atom C disebut pentosa, misal xilosa, arabinosa, dan

ribose (Winarno, 1994).

b. Oligosakarida

Merupakan polimer dari 2 - 10 monosakarida. Biasanya bersifat larut dalam air.

Oligosakarida yang terdiri dari 2 molekul monosakarida disebut disakarida. Contoh dari

disakarida adalah sukrosa. Oligosakarida dapat diperoleh dari hasil hidrolisis polisakarida

dengan bantuan enzim tertentu atau hidrolisis dengan asam (Winarno, 1994).

c. Polisakarida

Disusun oleh banyak molekul monosakarida. Polisakarida dalam bahan makanan

berfungsi sebagai bahan penguat tekstur (selulosa, hemiselulosa, pectin dan lignin). Dan

sebagai sumber energi (pati, glikogen, fruktan). (Winarno, 1994)

II.1.4 Glukosa

Glukosa adalah monosakarida yang paling banyak terdapat di alam sebagai produk

dari proses fotosintesis. Dalam bentuk bebas terdapat di dalam buah-buahan,

tumbuh-Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(25)

8 tumbuhan, madu, darah. Dalam bentuk ikatan terdapat sebagai glikosida di dalam tubuh

binatang, sebagai disakarida, dan polisakarida di dalam tubuh tumbuhan. Glukosa juga dapat

dihasilkan melalui hidrolisis polisakarida atau disakarida, dengan asam atau enzim. Sebagai

aldoheksosa, glukosa memiliki 6 atom karbon di dalam rantai molekulnya. Salah satu ujung

rantai tersebut merupakan gugus aldehid. Atom-atom karbon nomor 2 sampai nomor 5 di

dalam rantai adalah gugus chiral. Dengan demikian terdapat 16 kemungkinan konfigurasi

isomer pada glukosa. Semua konfigurasi isomer tersebut telah dikenal sebagian terdapat

bebas di alam, sebagian yang lain harus dibuat secara sintetis. Tidak kurang dari 32 macam

organisme yang telah diteliti dapat menghasilkan glukosa isomerase diantaranya,

Pseudomonas, Aerobacter, Escherchia, Bacillus, Brevibacterium, Paralactobacterium,

Leuconostoc, dan Streptomyces (Soebijanto, 1986).

II.1.5 Alkohol

Ethanol atau ethyl alcohol (C2H5OH) merupakan cairan tak berwarna, ramah

lingkungan, dapat diuraikan, sedikit mengandung zat – zat beracun dan kecil

kemungkinannya menyebabkan polusi lingkungan jika tertumpah. Pembakaran ethanol

berfungsi untuk menghasilkan karbondioksida dan air. Ethanol merupakan bahan bakar yang

tinggi nilai oktannya (Syamsul D, Bahri, 1987).

Bioetanol merupakan cairan hasil proses fermentasi gula dari polisakarida

menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol dapat dibuat dari berbagai bahan hasil

pertanian. Secara umum bahan - bahannya dapat dibagi dalam 3 golongan yaitu :

1. Bahan yang mengandung turunan gula (sakarin) : molase, gula tebu, gula bit, sari buah.

2. Bahan yang mengandung pati : biji - bijian, kentang, tapioka.

3. Bahan yang mengandung selulosa : kayu, dan beberapa limbah pertanian lainnya.

(Syamsul D, Bahri, 1987).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(26)

9 Bahan - bahan yang mengandung sakarin dapat langsung di fermentasi, akan tetapi

bahan yang mengandung pati dan selulosa harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi

komponen yang sederhana. Meskipun pada dasarnya fermentasi dapat langsung

menggunakan enzim tetapi saat ini industri fermentasi masih memanfaatkan mikroorganisme

karena cara ini jauh lebih mudah dan murah, mikroba yang banyak digunakan dalam proses

fermentasi adalah khamir, kapang dan bakteri (Krisno agus dan budiyanto, 2002).

Etanol telah dikenal sudah 4000 tahun yang lalu di mesir, yaitu sebagai minuman

yang dihasilkan melalui proses fermentasi dari buah anggur. Pertama kali alkohol anhydrous

dihasilkan pada tahun 1976 dengan pengolahan yang menggunakan Potassium Carbonat.

Pada tahun 1825 etanol dihasilkan dari reaksi ethylene dengan asam sulfat. Pengolahan ini

terus dilakukan hingga pada tahun 1862 diadakan pameran mengenai pengolahan ethyl

alkohol (etanol) dari ethylene dan asam sulfat. Proses ini dilakukan secara sintetis. Teknik

pengolahan ethanol ini terus mengalami kemajuan yang pengolahannya dilakukan dengan

berbagai cara hingga pada tahun 1902, etanol didapat secara dehidrasi melalui sintesa

azeotrop bersama benzene. Pada tahun 1903 etanol yang dihasilkan melalui cara ini mampu

diperdagangkan. Ethanol dipasaran pada umumnya berbentuk larutan. Digunakan sebagai

pelarut senyawa-senyawa organik. Pada penggunaan sehari-hari sering digunakan sebagai

bahan bakar kompor kecil yang tidak berasap. Penggunaan yang paling besar adalah sebagai

minuman, untuk cairan yang stabil pada peralatan penelitian seperti termometer digunakan

sebagai anti beku radiator, dalam ilmu kedokteran sebagai antiseptic dan untuk museum ilmu

pengetahuan digunakan untuk mengawetkan tumbuhan dan hewan yang telah mati. Ethanol

merupakan produk fermentasi yang dapat dibuat dari substrat yang mengandung karbohidrat

(gula, pati / sukrosa). Fermentasi ethanol terjadi pada kondisi anaerob dengan menggunakan

khamir tertentu yang dapat mengubah glukosa menjadi ethanol (Kirck Othmer,1963).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(27)

10 Ethanol yang diinginkan sebagai hasil dari fermentasi ini mempunyai rumus dasar

C2H5OH dan mempunyai sifat-sifat fisik sebagai berikut:

1. Cairan tidak berwarna

2. Berbau khas, menusuk hidung

3. Mudah menguap

4. Titik didih 78,32 oC

5. Larut dalam air dan ether

6. Densitas pada 15 oC adalah 0,7937

7. Spesifik panas pada 20 oC adalah 0,579 cal/gr oC

8. Panas pembakaran pada keadaaan cair adalah 328 Kcal

9. Viskositas pada 20 oC adalah 1,17 cp

10.Flash point adalah sekitar 70 oC

11.Berat molekul adalah 46,07 gr/mol

12.Terjadi dari reaksi fermentasi monosakarida

13.Bereaksi dengan asam asetat, asam sulfat, asam nitrit, asam ionida

(Kirck Othmer,1963).

II.1.6 ASAM KLORIDA (HCl)

Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl). Ia adalah asam

kuat, dan merupakan komponen utama dalam asam lambung. Senyawa ini juga digunakan

secara luas dalam industri. Asam klorida harus ditangani dengan keselamatan yang tepat

karena merupakan cairan yang sangat korosif (Anonim, 2012).

Rumus molekul : HCl

Massa molar : 36,46 g/mol (HCl)

Penampilan : Cairan tak berwarna sampai dengan kuning pucat

Densitas : 1,18 g/cm3

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(28)

11

Kelarutan : dalam air Tercampur penuh

Keasaman (pKa) : −8,0

Viskositas : 1,9 mPa·s pada 25 °C, larutan 31,5%

(Anonim, 2012).

II.1.7 Hidrolisis

Hidrolisis merupakan proses pemecahan suatu senyawa menjadi senyawa yang lebih

sederhana dengan bantuan molekul air. (Kirck Othmer, 1963)

Jenis hidrolisis ada lima macam yaitu sebagai berikut :

1.Hidrolisis murni

Pada proses ini hanya melibatkan air saja. Proses ini tidak dapat menghidrolisis

secara efektif karena reaksi berjalan lambat. Hidrolisis murni ini biasanya hanya

untuk senyawa yang sangat reaktif dan reaksinya dapat dipercepat dengan

memakai uap air (Kirck Othmer, 1963).

2.Hidrolisis dengan larutan asam

Menggunakan larutan asam sebagai katalis. Larutan asam yang digunakan dapat

encer atau pekat, seperti H2SO4 atau HCl (Kirck Othmer, 1963).

(C6H10O5)n + 1/2n H2O 1/2n C12H22O11

Enzim Amilase

1/2n C6H12O6

1/2n C12H22O11 + 1/2n H2O

Enzim Maltase

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(29)

12 3.Hidrolisis larutan basa

Menggunakan larutan basa encer maupun pekat sebagai katalis. Basa yang

digunakan pada umumnya adalah NaOH atau KOH. Selain berfungsi sebagai

katalis, larutan basa pada proses hidrolisis berfungsi untuk mengikat asam

sehingga kesetimbangan akan bergeser ke kanan (Kirck Othmer, 1963).

4.Alkali fusion

Hidrolisis ini dilakukan tanpa menggunakan air pada suhu tinggi, misalnya

dengan menggunakan NaOH padat (Groggins, 1958).

5.Hidrolisis dengan enzym

Hidrolisis ini dilakukan dengan mengunakan enzym sebagai katalis. Enzym yang

digunakan dihasilkan dari mikroba seperti enzym α-amylase yang dipakai untuk

hidrolisis pati menjadi glukosa dan maltosa (Groggins, 1958).

II.1.8 Fermentasi

Arti kata fermentasi selama ini berubah-ubah. Kata fermentasi berasal dari bahasa

latin “Fervere” yang berati merebus (to boil). Arti kata dari bahasa latin tersebut dapat

dikaitkan dengan kondisi cairan bergelembung atau mendidih. Keadaan ini disebabkan

adanya aktivitas ragi pada ekstraksi buah-buahan atau biji-bijian. Gelembung-gelembung

karbon dioksida dihasilkan dari katabolisme anaerobik terhadap kandungan gula. Fermentasi

pada umumnya mempunyai pengertian suatu proses terjadinya perubahan kimia pada suatu

substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroba, walaupun dalam

beberapa hal dapat juga terjadi tanpa adanya sel-sel hidup (mikroba) (Gumbira Sa’id, 1989).

Substrat yang dapat difermentasikan menjadi alkohol :

1. Bahan bergula (sugary materials) : tebu dan sisa produknya (molase, bagase), gula bit, tapioka, kentang manis, sorghum manis, dan sebagainya. Molasses tebu digunakan

besar-besaran di beberapa negara untuk memproduksi alkohol.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(30)

13

2. Bahan-bahan berpati (starchy materials) : tapioka, maizena, barley, gandum, padi, dan

kentang. Jagung dan ubi kayu adalah dua kelompok substrat yang menarik perhatian.

3. Bahan-bahan lignoselulosa (lignosellulosic material) : sumber selulosa dan lignoselulosa

berasal dari limbah pertanian dan kayu. Akan tetapi, hasil etanol dari lignoselulosa sedikit

karena kekurangan teknologi untuk mengkonversi pentosa menjadi etanol.

(Krisno agus dan Budiyanto, 2002).

Bahan-bahan yang mengandung sakarin dapat langsung di fermentasi, akan tetapi

bahan yang mengandung pati dan selulosa harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi

komponen yang sederhana. Meskipun pada dasarnya fermentasi dapat langsung

menggunakan enzim tetapi saat ini industri fermentasi yang benar-benar masih

memanfaatkan mikroorganisme karena cara ini jauh lebih mudah dan murah, mikroba yang

banyak digunakan dalam proses fermentasi adalah khamir, kapang dan bakteri

(Krisno agus dan budiyanto, 2002).

Ethanol merupakan bentuk alami yang dihasikan dari proses fermentasi yang banyak

ditemukan dalam produk bir, anggur, spiritus dan masih banyak lagi. Minuman beralkohol

dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu :

1.Produk hasil fermentasi yang dikonsumsi langsung.

2.Produk hasil fermentasi yang didistilasi lebih dahulu sebelum dikonsumsi.

( B. Kartika, 1992).

Dalam pembentukan alkohol melalui fermentasi, peran mikrobiologi sangat besar dan

biasanya mikrobiologi yang digunakan untuk fermentasi mempunyai beberapa syarat sebagai

berikut :

1. Mempunyai kemampuan untuk memfermentasi karbohidrat yang cocok secara

cepat.

2. Bersifat membentuk flakulasi dan sedimentasi.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(31)

14

3. Mempunyai genetik yang stabil (tidak mudah mengalami mutasi).

4. Toleran terhadap alkohol yang tinggi (antara 14 – 15 %).

5. Mempunyai sifat regenerasi yang cepat

( B. Kartika, 1992).

Minuman beralkohol yang dihasilkan tanpa distilasi (hasil fermentasi) biasanya

mempunyai kadar alkohol antara 3 – 18 %. Untuk mempertinggi kadar alkohol dalam produk

sering kali hasil fermentasi di distilasi dan kadar alkohol yang dihasilkan antara 29 – 50 %.

Prinsipnya reaksi proses pembentukan ethanol dengan fermentasi sebagai berikut :

Pada hasil fermentasi biasanya terbentuk larutan alkohol yang encer, karena sel-sel

khamir akan mati bila kadar ethanol melebihi 12 – 15 % (Gumbira Sa’id, 1989).

II.1.9 Saccharomyces Cereviceae

Jenis khamir yang paling banyak digunakan adalah Saccharomyces Cereviseae.

Secara komersial khamir roti telah diproduksi pada tahun 1846 dengan ditemukan proses

“wina” oleh Mautner menggunakan bahan dasar malt dan jagung. Biakan Saccharomyces Cereviceae secara khusus digunakan dalam pembuatan khamir roti dan fermentasi alkohol.

Saccharomyces Cereviseae ini bersifat fermentatif kuat. Tetapi dengan adanya oksigen,

Saccharomyces Cereviseae ini juga melakukan respirasi yaitu mengoksidasi gula menjadi karbondioksida dan air. 70 % dari glukosa di dalam substrat akan diubah menjadi

karbondioksida dan air, sedang sisanya tanpa ada nitrogen akan diubah menjadi produk

penyimpanan cadangan. Selain alkohol dan karbondioksida, Saccharomyces Cereviceae juga

memproduksi gliserol, asam suksinat, alkohol rantai panjang, 2,3 – butadiol, asetaldehida,

asam acetat, dan asam laktat dalam jumlah kecil. (Srikandi Fardiaz, 1992)

Adapun sifat-sifat dari Saccharomyces Cereviseae antara lain adalah :

C6H12O6 2 C2H5OH + 2CO2

Khamir

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(32)

15

1. Berbentuk bulat, ellips (bulat telur).

2. Tidak berflagella.

3. Tidak mempunyai klorofil.

4. Dapat membentuk spora.

Ragi ini memerlukan bahan makanan dan keadaan lingkungan tertentu untuk

pertumbuhannya dan perkembang biakkannya. Unsur-unsur yang diperlukan, seperti :

karbon, hidrogen, oksigen, fosfor, kalium, nitrogen, belerang, kalsium, besi, dan magnesium.

Selain itu juga diperlukan vitamin-vitamin (D.Syamsul Bachri, 1987).

II.1.10 Distilasi Batch

Distilasi diferensial biasanya dilakukan secara batch dalam bejana distilasi, uap yang

terbentuk (Vm) segera diembunkan dan distilat (D) yang terjadi dipisahkan dari liquida yang

tertinggal dalam bejana (W). Karena uap akan lebih banyak mengandung komponen yang

lebih volatile maka kadar residu yang lebih volatile makin lama makin kecil, dapat persamaan

sebagai berikut:

Vm = - d/dt (W . xW)

Vm = - W . dxW /dt - xW . dW/dt

Vm = D . yD

Pengurangan kecepatan aliran dalam still-pot = kecepatan aliran keluar

W . dxW /dt + xW . dW/dt = - D . yD

Dalam pemisahan sistem multikomponen, diasumsikan bahwa liquida bercampur sempurna

dimana xw = xi dan yD = yi, maka (Henley dan Seader, 1998) :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(33)

16

Dimana: komposisi liquida di bottom (xw), komposisi liquida komponen i(xi), komposisi uap

di distilat (yD) dan komposisi uap komponen i (yi).

Didefinisikan dimensionless waktu () adalah sebagai berikut:

Persamaan diatas merupakan model Differential-Algebraic-Equations (DAEs) untuk distilasi

batch sederhana sistem multi komponen, dengan asumsi tidak membentuk dua phase liquida.

Persamaan diatas dengan forward-finite-difference, akan diperoleh komposisi liquida di

bottom (xi,j+1) sebagai fungsi , sehingga didapat sebagai berikut :

xi,j+1 = xi,j + (yi,j– xi,j) 

Dimana komposisi liquida mula-mula di bottom (xi,j) dan  ditentukan, sedangkan

komposisi uap (yi,j) dihitung menggunakan Persamaan BUBL T (Henley dan Seader, 1998).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(34)

17

II.2 Landasan Teori

Air leri merupakan air yang berasal dari proses pencucian beras sebelum ditanak

menjadi nasi. Dimana pada saat ini pemanfaatan air leri hanya sebatas sebagai minuman

ternak, untuk menyiram tanaman, atau hanya dibuang begitu saja. Proses pencucian beras

menyebabkan ikut melarutnya zat gizi yang terlepas dari biji beras ke dalam air cucian beras

tersebut. Zat-zat gizi yang ikut dalam cucian beras meliputi karbohidrat, thiamin, dan

senyawa organik lainnya dimana kandungan tersebut masih berpotensi sebagai bahan dasar

pembuatan ethanol (http://id.wikipedia.org/wiki/Beras).

Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud

bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Tetapi pati akan terlarut sempurna jika dilakukan

pemanasan terlebih dahulu (http://id.wikipedia.org/wiki/Beras).

II.2.1 Hidrolisis

Pati merupakan komponen yang lebih kompleks daripada disakarida. Sebelum

difermentasi, pati harus dipecah dengan menggunakan enzim amilase (banyak terdapat dalam

gandum yang berkecambah) menjadi komponen disakarida yaitu maltosa. Dengan

menggunakan enzim lain yaitu maltase, maltosa akan dihidrolisa menjadi glukosa

(Gumbira Sa’id, 1987).

Proses hidrolisis dipengaruhi dengan beberapa faktor, antara lain sebagai berikut :

a. Jumlah kandungan karbohidrat pada bahan baku

Jumlah kandungan karbohidrat pada bahan baku sangat berpengaruh

terhadap hasil hidrolisis asam, dimana bila kandungan karbohidrat sedikit maka

jumlah gula yang terjadi juga sedikit dan sebaliknya bila kandungan suspensi

terlalu tinggi mengakibatkan kekentalan campuran akan meningkat, sehingga

tumbukkan antara molekul karbohidrat dan molekul air semakin berkurang

dengan demikian kecepatan reaksi pembentukan glukosa semakin berkurang pula.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(35)

18 Bahan yang hendak di hidrolisis diaduk dengan air panas dan jumlah bahan kering

umumnya sekitar 18 – 22 % (Soebijanto, 1986).

b. pH operasi atau konsentrasi asam yang digunakan

pH berpengaruh terhadap jumlah produk hidrolisis, pH ini erat

hubungannya dengan konsentrasi asam, dimana pH makin rendah bila konsentrasi

asam yang digunakan lebih besar, pH yang baik sekitar 2,3 (Soebijanto, 1986).

Untuk mengatur pH air tape menjadi pH 4,5 – 5,5 agar sesuai dengan

syarat tumbuh Saccharomyces cereviceae (ragi roti). Jika nilai pH lebih dari 5,5

maka dapat ditambahkan HCl 0,1 N agar nilai pH berada pada kisaran yang

diinginkan. Begitu juga sebaliknya, jika nilai pH kurang dari 4,5 dapat ditambah

NaOH 0,1 N sampai nilai pH berada pada kisaran yang telah ditentukan

(Soebijanto, 1986).

c. Waktu hidrolisis

Semakin lama pemanasan, warna semakin keruh dan semakin besar pula

konversi pati yang dihasilkan. Waktu optimum yang diperoleh untuk proses

hidrolisis asam yaitu 60 menit (Soebijanto, 1986).

d. Rasio HCl

Rasio bahan yang semakin besar maka konsentrasi glukosa hasil hidrolisa

semakin banyak pula. Karena dengan semakin besar rasio bahan semakin besar

pula bahan yang bereaksi dengan larutan sehingga dihasilkan pula hasil yang

semakin banyak (Supranto, 1998).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(36)

19

II.2.2 Pertumbuhan Mikroorganisme

Pertumbuhan Mikroorganisme

Pertumbuhan sel merupakan puncak aktivitas fisiologik yang saling mempengaruhi

secara beraturan. Proses pertumbuhan ini sangat kompleks mencakup pemasukan nutrient

dasar dari lingkungan ke dalam sel, konversi bahan-bahan nutrient menjadi energi dan

berbagai konstituent sel yang vital serta perkembangbiakkan. Pertumbuhan mikroorganisme

dapat ditandai dengan peningkatan jumlah dan masa sel, sedangkan kecepatan petumbuhan

tergantung pada lingkungan fisik dan kimianya (Krisno agus dan Budiyanto, 2002).

Pertumbuhan mikroorganisme dapat digambarkan sebagai kurva berikut :

Gambar II.1. kurva Pertumbuhan Kultur Jasad Renik

Keterangan Gambar :

a. Fase Adaptasi

Fase ini adalah waktu penyesuaian suatu mikroorgnisme yang dipindahkan ke

media lain yang berbeda dari media asalnya. Lamanya fase ini dipengaruhi oleh

beberapa faktor, diantaranya : (Krisno agus dan Budiyanto, 2002).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(37)

20

1. Medium dan lingkungan pertumbuhan

Jika nutrient yang tersedia dan kondisi lingkungan yang baru sangat berbeda dengan

sebelumnya, diperlukan waktu penyesuaian untuk mensintesa enzim – enzim yang

dibutuhkan untuk metabolisme (Krisno agus dan Budiyanto, 2002).

2. Jumlah inokulum

Jumlah awal sel yang semakin tinggi akan mempercepat fase adaptasi

(Krisno agus dan Budiyanto, 2002).

b. Fase Pertumbuhan Awal

Setelah mengalami fase adaptasi, sel mulai membelah dengan kecepatan yang

masih rendah karena baru selesai tahap penyesuaian diri

(Krisno agus dan Budiyanto, 2002).

c. Fase Pertumbuhan Logaritmik

Sel jasad renik membelah dengan cepat dan konstan, dimana pertumbuhan sangat

dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya, seperti pH, kandungan nutrient, suhu

dan kelembabab udara. Pada fase ini sel membutuhkan energi lebih benyak dari

fase lainnya dan juga paling sensitive terhadap keadan lingkungan

(Krisno agus dan Budiyanto, 2002).

d. Fase Pertumbuhan lambat

Pada fase ini pertumbuhan populasi jasad renik diperlambat dikarenakan beberapa

sebab :

1.Zat nutrisi didalam medium sudah sangat berkurang.

2.adanya hasil – hasil metabolisme yang mungkin beracun atau dapat menghambat

pertumbuhan jasad renik

(Krisno agus dan Budiyanto, 2002).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(38)

21

e. Fase Pertumbuhan Statis (tetap)

Pada fase ini, jumlah populasi sel tetap, karena jumlah sel yang mati sama dengan

jumlah sel yang tumbuh. Ukuran sel menjadi lebih kecil, karena sel terus

membelah sementara nutrisi yang ada semakin berkurang. Pada fase ini sel

memjadi lebih tahan terhadap keadaan akstrim seperti panas, dingin, radiasi, dan

bahan kimia (Krisno agus dan Budiyanto, 2002).

f. Fase Menuju Kematian dan Fase Kematian

Pada fase ini sebagian populasi jasad renik mulai mengalami kematian karena

beberapa sebab, yaitu :

1. Nutrient didalam medium sudah habis

2. Energi cadangan didalam sel habis

Jumlah sel yang mati akan semakin banyak, dan kecepatan kematian dipengaruhi

oleh kondisi nutrient, lingkungan dan jenis jasad renik

(Krisno agus dan Budiyanto, 2002).

II.2.3 Fermentasi

Faktor – faktor yang mempengaruhi dalam proses fermentasi antara lain sebagai berikut :

1. pH

pH yang baik untuk fermentasi, yaitu antara pH 4 – 5. pH ini adalah pH yang disenangi oleh

ragi dan pada pH ini dapat menahan perkembangan banyak jenis bakteri. Untuk

mengasamkan biasanya dipergunakan asam sulfat. Yang lebih baik lagi adalah asam laktat,

karena asam laktat baik untuk pertumbuhan ragi, tetapi keburukannya dapat tumbuh bakteri

asam butirat yang dapat merugikan fermentasi dari ragi (D. Syamsul Bahri, 1987).

2. Waktu

Waktu yang diperlukan untuk fermentasi tergantung pada temperatur, konsentrasi gula.

Tetapi pada umumnya waktu yang diperlukan antara 36 – 50 jam (D. Syamsul Bahri, 1987).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(39)

22 3. Suhu

Pada umumnya suhu yang baik untuk proses fermentasi antara 25 – 30 ºC. Semakin rendah

suhu fermentasi akan semakin tinggi alkohol yang di hasilkan. Hal ini dikarenakan pada suhu

yang rendah fermentasi akan lebih lengkap dan kehilangan alkohol karena terbawa oleh gas

karbondioksida akan lebih sedikit (Krisno agus dan budiyanto, 2002).

4. Bahan Nutrient

Kecepatan fermentasi akan dipengaruhi oleh konsentrasi garam logam dalam perasan. Pada

konsentrasi yang rendah akan menstimulur. Aktivitas dan pertumbuhan khamir, sedangkan

pada konsentrasi tinggi akan menghambat pertumbuhan khamir. Unsur yang dibutuhkan

untuk aktivitas khamir antara lain Mg, K, Zn, CO, Fe, Ca, Cu, P, S, dan N. Sebagai sumber P

dan N perlu ditambahkan ammonium phospat. Sebagai sumber N lainnya dapat pula

ditambahkan ammonium klorida dan ammonium karbonat. Vitamin yang berfungsi sebagi

faktor pertumbuhan khamir (Krisno agus dan budiyanto, 2002).

5. Konsentrasi Gula

Gula yang ditambahkan bertujuan untuk memperoleh kadar alkohol yang lebih tinggi,

walaupun jika kadar gula tertalu tinggi aktivitas khamir dapat terhambat. Kadar gula yang

baik untuk permulaan fermentasi adalah 16 %. Hal ini bertujuan untuk mempercepat

pertumbuhan khamir pada awal fermentasi. Penambahan kadar gula akan mengarahkan

fermentasi lebih sempurna serta menghasilkan alkohol yang tinggi. Kadar gula yang optimum

untuk aktivitas pertumbuhan khamir adalah 10 % (Krisno agus dan budiyanto, 2002).

II.2.4 Distilasi batch

Distilasi adalah suatu metode operasi pemisahan suatu komponen dari campurannya

yang didasarkan pada perbedaan titik didih atau tekanan uap murni masing-masing

komponen dengan menggunakan panas sebagai tenaga pemisah.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(40)

23 Faktor yang mempengaruhi dalam proses destilasi batch yaitu Suhu Pemanasan.

Disini suhu pemanasan pada saat dilakukan distilasi batch dijaga antara suhu 78 oC, hal ini

dilakukan agar air yang terkandung didalam air leri tidak ikut menguap.

II.3 Hipotesa

Ethanol dapat dibuat dari air cucian beras (air leri) yang dihidrolisis menjadi glukosa

dengan menggunakan HCl pekat (30%), kemudian dilanjutkan dengan proses fermentasi

menggunakan Saccharomyces cereviceae lalu dilanjutkan dengan proses distilasi batch.

Diharapkan dari proses distilasi batch tersebut dapat diperoleh hasil kadar ethanol yang

tinggi.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(41)

24

BAB III

RENCANA PENELITIAN

III.1 Bahan - bahan yang digunakan

Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cucian beras (air leri)

yang diperoleh dari cucian beras. Air cucian beras ini diperoleh dari Kantin Pusat Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Surabaya dan juga diperoleh dari air cucian

beras dari rumah anggota penelitian ini. Air cucian beras inilah yang nantinya akan kami

analisa kadar glukosanya untuk kemudian kami lakukan proses hidrolisa.

Untuk bakteri Saccharomyces cereviseae kami peroleh dengan cara mengkultur

terlebih dahulu. Dan untuk Asam klorida kami peroleh dari salah satu toko kimia di Jalan

Tidar Surabaya.

III.2 Alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan untuk proses meliputi alat hidrolisa, alat fermentasi dan alat

distilasi batch secara mini plant.

III.3 Gambar Alat yang digunakan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(42)

25

Fermentasi

Distilasi Batch

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(43)

26

III.4 Peubah yang dijalankan

1. Proses Hidrolisis

Peubah yang ditetapkan

a. Suhu = 30oC

b. Waktu Hidrolisa = 1 hari

c. Volume bahan baku = 100 ml

Peubah yang dijalankan

a. Konsentrasi HCl = 10 % ; 20 % ; 30 %

c. Saccharomyces Cereviseae = 10 % volume cairan fermentasi

Peubah yang dijalankan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(44)

27

III.4 Prosedur Penelitian

III.4.1. Hidrolisis

1. Mencampurkan bahan baku dengan larutan HCl sesuai dengan konsentrasi yang

dijalankan dan juga menyesuaikan pH dengan pH yang dijalankan dan pada suhu

30oC selama 1 hari.

2. Menganalisa kadar glukosa pada filtrat hasil hidrolisa dan mencari kondisi terbaik

untuk dilakukan fermentasi.

2. Sterilkan dalam autoclave selama 15 menit.

3. Dinginkan sampai kira-kira 70oC, lalu pindahkan dalam petridist yang steril.

Kerjakan dalam ruang steril.

4. Media padat dalam petridist siap ditanami.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(45)

28

2. Pembuatan Media Cair untuk Pembiakan Kultur

Bahan :

Ekstrak Daging = 0,3 gram

Pepton = 0,5 gram

2. Buatlah suasana asam dari campuran itu dengan ditambahkan asam sitrat hingga pH

4. Chek dengan pH universal.

3. Saringlah campuran itu sehingga diperoleh cairan murni.

4. Sterilkan media ini selama 15 menit pada inkubator yang dilengkapi dengan lampu

UV. Didinginkan dan media siap ditanami.

5. Setelah ditanami sebentar – sebentar di goyang / di shaker.

3. Membuat media cair untuk kurva pertumbuhan

Bahan :

kemudian rebuslah dengan aquadest sebanyak 500 cc.

2. Tambahkan gula sebanyak 25 gram.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(46)

29 3. Didihkan selama 30 menit, lalu disaring.

4. Filtrat dibuat pH = 4, dengan penambahan asam sitrat.

5. Lalu disterilkan.

6. Filtratnya setelah dingin ditambahkan biakan Saccharomyces Cerevisiae.

7. Lalu diinkubasi selama 48 jam, setiap 2 jam sekali diambil sampel (contoh) untuk

dianalisa sel keringnya ( sebentar – sebentar dikocok / dishaker ).

8. Analisa sel keringnya :

Setiap 2 jam sekali contoh diambil 10 ml, lalu disaring, kemudian dioven pada suhu

105oC – 110 oC. Selama 30 menit, lalu dimasukkan ke Exikator. Setelah dingin

ditimbang, kemudian dioven lagi dan seterusnya sampai beratnya konstan.

9. Setelah selesai percobaan. Buat kurva pertumbuhannya.

4. Pembuatan Starter Untuk Fermentasi

1. 3 gram kecambah pendek yang baru tumbuh. Tumbuk kasar kemudian rebuslah

dengan aquadest sebanyak 100 ml.

2. Tambahkan gula 5 gram dan KH2PO4 1 gram.

3. Didihkan selama 30 menit, lalu saring.

4. Filtrat dibuat pH 4 dengan penambahan asam sitrat.

5. Lalu disterilkan.

6. Filtratnya setelah dingin ditambahkan biakan Saccharomyces Cereviseae sebanyak 10

ml.

7. Lalu dikocok sampai awal exsponensial kemudian masukkan dalam media fermentasi.

III.4.3. Fermentasi

1. Hasil glukosa terbaik yang diperoleh dari proses hidrolisis, yaitu glukosa yang

diperoleh dari hidrolisis air cucian beras (air leri) sebanyak 100 ml dengan pH 4 dan

kadar HCl 20%, ditambahkan NPK3 gram.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(47)

30 2. Menambahkan NaOH 1N ke dalam filtrat hasil hidrolisa yang akan difermentasi

hingga mencapai pH fermentasi yang telah ditetapkan ( 4 ), kemudian disterilkan

dalam inkubator yang dilengkapi dengan UV selama 15 menit.

3. Matikan lampu UV dan Memasukkan starter ke dalam larutan tersebut dalam kondisi

anaerobik.

4. Menutup rapat botol untuk melakukan fermentasi dan mengamati selama 5 – 7 hari.

5. Kemudian hasil fermentasi yang didapat didistilasi.

III.4.4. Prosedur Proses Distilasi

Hasil dari fermentasi yang didapat dimasukkan kedalam labu distilasi untuk mendapatkan

etanol dari glukosa. Proses distilasi ini dijalankan pada suhu 78 oC selama kurang lebih 6-7

jam. Kemudian dianalisa kadar etanolnya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(48)

31

III.5 Blok Diagram Pembuatan Bioethanol dari Air Cucian Beras (Air Leri)

Limbah air cucian beras (air leri) 100 (ml)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(49)

32

III.6. Diagram Proses Fermentasi

A. Bagan Pembuatan Nutrient Agar

Cara Kerja :

1. Bahan tersebut dicampur dalam erlenmeyer / beker gelas, dipanaskan sampai larut

semua.

2. Sterilkan dalam autoclave selama 15 menit.

3. Dinginkan sampai kira-kira 70oC, lalu pindahkan dalam petridist yang steril.

Kerjakan dalam ruang steril.

4. Media padat dalam petridist siap ditanami.

Ekstrak daging (0,6 gram) Pepton (1 gram) Agar-agar (2,8 gram)

Aquadest (500 ml) dipanaskan

Sterilisasi (15 menit)

Didinginkan

Pindahkan dalam petridist Dikerjakan dalam ruang steril

Media dalam petridist siap ditanami

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(50)

33

B. Bagan Pembuatan Media Cair Untuk Pembiakan Kultur

Cara Kerja :

1. Bahan – bahan tersebut dicampur dalam erlenmeyer, lalu dipanaskan

sampai mendidih selama 5 menit.

2. Buatlah suasana asam dari campuran itu dengan ditambahkan asam

sitrat hingga pH 4. Chek dengan pH universal.

3. Saringlah campuran itu sehingga diperoleh cairan murni.

4. Sterilkan media ini selama 15 menit pada inkubator yang telah

dilengkapi dengan lampu UV.

5. Didinginkan dan media siap ditanami.

6. Setelah ditanami sebentar – sebentar di goyang / di shaker.

Ekstrak daging (0,3 gram) Pepton (0,5 gram) NaCl (0,5 gram)

Aquadest (100 ml) dipanaskan

Sterilisasi (15 menit)

Didinginkan

Media siap ditanami

Di goyang atau di shaker

asam sitrat (pH 4), saring

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(51)

34

C. Bagan Pembuatan Media Cair Untuk Kurva Pertumbuhan

Cara Kerja :

1. 15 gram kecambah (tauge) pendek yang baru tumbuh. Tumbuklah kasar – kasar,

kemudian rebuslah dengan aquadest sebanyak 500 cc.

2. Tambahkan gula sebanyak 25 gram.

3. Didihkan selama 30 menit, lalu disaring.

4. Filtrat dibuat pH = 4, dengan penambahan asam sitrat.

5. Lalu disterilkan.

6. Filtratnya setelah dingin ditambahkan biakan Saccharomyces Cerevisiae.

7. Lalu diinkubasi selama 48 jam, setiap 2 jam sekali diambil sampel (contoh) untuk

dianalisa sel keringnya ( sebentar – sebentar dikocok / dishaker ).

Kecambah pendek 15 gram ditumbuk kasar

Aquadest (500 ml), direbus

Ditambahkan gula ( 25 gram ) dan KH2PO4 ( 5 gram )

Didihkan 30 menit, lalu disaring

Asam sitrat dibuat pH 4

Disterilkan ( 15 menit )

Diinkubasi ( 48 jam ) Setiap 2 jam diambil sampel

Saccharomyces Cereviceae (3 ose)

Dianalisa sel kering

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(52)

35 8. Analisa sel keringnya :

Setiap 2 jam sekali contoh diambil 10 ml, lalu disaring, kemudian dioven pada suhu

105oC – 110 oC. Selama 30 menit, lalu dimasukkan ke Exikator. Setelah dingin

ditimbang, kemudian dioven lagi dan seterusnya sampai beratnya konstan.

9. Setelah selesai percobaan. Buat kurva pertumbuhannya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(53)

36

dengan aquadest sebanyak 100 ml.

2. Tambahkan gula 5 gram dan KH2PO4 1 gram.

3. Didihkan selama 30 menit, lalu saring.

4. Filtrat dibuat pH 4,5 dengan penambahan asam sitrat.

5. Lalu disterilkan.

6. Filtratnya setelah dingin ditambahkan biakan Saccharomyces Cereviseae sebanyak 10

ml.

7. Lalu dikocok sampai awal exsponensial kemudian masukkan dalam media fermentasi.

Kecambah pendek 15 gram ditumbuk kasar

Aquadest (100 ml), direbus

Ditambahkan gula ( 5 gram ) dan KH2PO4 ( 1 gram )

Didihkan 30 menit, lalu disaring

Asam sitrat dibuat pH 4

Disterilkan ( 15 menit )

Dikocok/dishaker

Saccharomyces Cereviceae (3 ose)

Masukkan dalam media fermentasi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(54)

37

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Analisa Bahan Baku (Limbah air cucian beras (air leri))

Berdasarkan hasil analisa bahan awal (limbah air cucian beras (air leri))

diperoleh data sebagai berikut :

Tabel IV.1. Kadar Karbohidrat dan Kadar Glukosa pada Limbah air cucian

beras (air leri)

Sampel Kadar Glukosa (%) Kadar Karbohidrate (%)

1 26,47 19,78

Sumber : Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya

IV.2. Proses Hidrolisis

Setelah didapat hasil analisa kadar glukosa awal, selanjutnya dilakukan proses

hidrolisis untuk memecah karbohidrat yang terkandung dalam air cucian beras (air

leri) menjadi glukosa. Hasil analisa yang didapat untuk kadar glukosa setelah

hidrolisis adalah sebagai berikut :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(55)

38

Tabel IV-2. Hasil Analisa Kadar Glukosa

Sumber : Labolatorium Analisa Pangan UPN “Veteran” Surabaya

Gambar IV.1. Pengaruh pH hidrolisis dan berat kadar HCl terhadap kadar glukosa

No Kode

Sampel

pH Kadar Hcl

(%)

Hasil Analisa Glukosa

(g/100 ml)

1 A 4 30 10,30

2 B 4 20 22,00

3 C 3 30 5,50

4 D 5 30 3,60

5 E 4 10 5,60

6 F 5 10 2,70

7 G 3 20 8,00

8 H 3 10 4,50

9 I 5 20 13,70

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(56)

39 Dari gambar IV.1 diperoleh hasil . Hasil terbaik dapat dilihat dari grafik yakni

pada pH 4 dengan kadar glukosa 22.0 %. Dan dari grafik ini pula dapat dilihat bahwa

kadar HCl terbaik yakni 20 %. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi 10 % terjadi

degradasi glukosa yang terbentuk menjadi struktur kimia yang lain, sehingga dapat

menurunkan konversi reaksi. Sedangkan pada konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 30%

tampak kadar glukosa menurun. Hal ini dikarenakan pada konsentrasi yang tinggi

terjadi proses pembakaran karbohidrat sehingga karbohidrat yang dirubah menjadi

glukosa menjadi sedikit dan pada akhirnya glukosa yang dihasilkan juga sedikit, dan

kadar glukosa yang diperoleh pun semakin kecil.

Kadar glukosa yang digunakan dalam proses fermentasi adalah sebesar 22.0 %

yang diperoleh dari proses hidrolisis pada pH 4 dengan kadar HCl 20 %. Kondisi ini

dipilih karena kadar glukosa optimum yang dikemukakan oleh Krisno Agus untuk

permulaan proses fermentasi adalah sebesar 16 %, dikarenakan kadar glukosa tersebut

merupakan kadar glukosa optimum untuk pertumbuhan khamir. Glukosa inilah yang

akan difermentasi dengan variasi hari fermentasi.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(57)

40

IV.3 Kurva Pertumbuhan Bakteri Saccharomyces cerevisiae

Tabel IV-3. Hasil Pengamatan Kurva Pertumbuhan

waktu

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(58)

41

Gambar IV-2. Kurva Pertumbuhan Bakteri Saccharomyces cerevisiae

Pada Gambar IV-2. menunjukkan bahwa kurva pertumbuhan bakteri

mengalami empat fase yaitu fase lag yang mana Saccharomyces Cerevisiae mulai

beradaptasi untuk tumbuh, ditunjukkan pada waktu 0 sampai 16 jam. Kemudian

dilanjutkan dengan fase log pada waktu 16 sampai 24 jam. Setelah itu pada waktu 24– 30

jam terjadi fase stasioner. Dan waktu selanjutnya merupakan fase kematian. Sehingga

berdasarkan data, waktu yang terbaik untuk memasukkan starter ke dalam reaktor adalah

pada waktu 18 jam. Hal ini dikarenakan pada waktu tersebut Saccharomyces Cerevisiae

siap untuk mengkonversi gukosa menjadi ethanol.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(59)

42

IV.4 Hasil Fermentasi

Dari hasil analisis diperoleh kadar glukosa sisa sebagai berikut :

Tabel IV-4. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Glukosa Sisa yang

Sumber : Labolatorium Analisa Pangan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(60)

43

Gambar IV-3. Hubungan antara kadar glukosa sisa terhadap lama fermentasi

Tabel IV-4. Kadar Ethanol yang diperoleh dari Proses Fermentasi menggunakan

alkoholmeter

Sampel PH Kadar Hcl (%) Kadar Ethanol (%)

1 4 20 8

2 4 30 8

3 5 20 7,5

Pada gambar IV.3. diatas dapat dilihat bahwa pada setiap perlakuan didapatkan

hasil bahwa semakin lama waktu fermentasi, kadar glukosa sisa semakin rendah. Kadar

glukosa sisa paling kecil (8 %) pada waktu fermentasi 7 hari. Sedangkan kadar glukosa

sisa terbesar (15 %) yaitu pada fermentasi dengan waktu fermentasi 5hari.

Dari grafik dapat dilihat bahwa pada waktu fermentasi 5 hari hingga 7 hari

kadar glukosa sisa untuk air cucian beras (air leri) relatif menurun. Pada penelitian kali

ini menunjukkan waktu fermentasi yang terbaik adalah 7 hari dengan kadar glukosa sisa

sebesar 8 %.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(61)

44 Namun tahapan dalam penelitian kami ini sebenarnya terdapat beberapa tahapan

yang seharusnya tidak perlu dilakukan. Untuk perhitungan kadar glukosa sisa sebenarnya

tidak perlu dilakukan secara keseluruhan, karena tahapan ini hanya berfungsi untuk

mengecek apakah masih ada glukosa yang belum terkonversi menjadi bioetanol setelah

dilakukannya proses fermentasi.

Dan yang seharusnya dilakukan adalah mengecek berapa kadar etanol yang

terbentuk dari proses fermentasi denngan menggunakan piknometer dan bukan

menggunakan alkoholmeter, karena hasil yang didapatkan akan kurang valid.

IV.5 Analisa Hasil Distilasi

Dari hasil analisis diperoleh kadar ethanol sebagai berikut :

Tabel IV-5. Kadar Ethanol yang diperoleh dari Proses Distilasi

Sampel PH Kadar Hcl (%) Kadar Ethanol (%) Volume

(ml)

1 4 20 35.59 10

2 4 30 29.60 25

3 5 20 27.88 30

Sumber : Labolatorium Penelitian Dan Konsultasi Industri Surabaya

Dari Tabel IV-4 menunjukkan bahwa kadar ethanol tertinggi terdapat pada pH 4

dengan kadar HCl 20% didapatkan ethanol dengan kadar 35,59% untuk mendapatkan kadar

ethanol yang lebih tinggi sebaiknya menggunakan peralatan destilasi yang dilengkapi dengan

temperature control agar suhu dapat diatur sesuai titik didih alkohol yaitu 78 oC sehingga

alkohol yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu juga bisa menggunakan

cara destilasi bertingkat, sehingga alkohol yang belum mencapai kemurnian yang maksimal

menjadi murni sesuai dengan yang diharapkan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(62)

45 Dalam tahapan ini, seharusnya dilakukan analisa kadar etanol terhadap seluruh

sample yang ada, bukan hanya sample yang menggandung kadar glukosa sisa yang paling

rendah saja.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(63)

45

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

1. Kadar karbohidrat awal pada air cucian beras adalah 19,78 % dan kadar glukosa awal

dari air cucian beras adalah 26,47%.

2. Dari proses hidrolisis diperoleh kadar glukosa yang terbaik adalah 22 % dengan

menambahkan HCl 20 % ke dalam 100 ml larutan air cucian beras (air leri) dengan

pH 4.

3. Pada proses fermentasi kondisi terbaik untuk menghasilkan etanol yaitu dengan

menggunakan kadar glukosa sebesar 22 %. Proses fermentasi berlangsung selama 7

hari dan menghasilkan ethanol sebesar 35,59 % Setelah proses fermentasi tersebut

menghasilkan kadar glukosa sisa 8 %.

4. Air cucian beras (air leri) dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif pembuatan

bio-ethanol dan merupakan salah satu kelebihan dari penelitian kami karena dengan

menggunakan bahan baku air cucian beras yang berupa cairan maka dapat dilakukan

proses hidrolisa pati yang lebih mudah dan lebih efisien.

V.2. Saran

Pada penelitian ini kadar glukosa yang dihasilkan sudah maksimal, tetapi kadar

ethanol yang dihasilkan tidak maksimal karena pada proses fermentasi tidak berjalan dengan

baik dan alat bioreaktor yang kurang memadai. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya

menggunakan alat bioreaktor yang standart sehingga dapat dihasilkan kadar ethanol yang

tinggi.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

(64)

46 Diharapkan penelitian ini dapat dikembangkan dengan proses hidrolisis enzim untuk

memecah selulosa dan waktu fermentasi yang lebih lama guna melihat sejauh mana

kemampuan mikroorganisme dalam mengkonvesi glukosa menjadi ethanol. Selain itu untuk

mendapatkan kadar ethanol yang jauh lebih tinggi dan murni, ada baiknya dilakukan proses

distilasi bertingkat.

Kami menyadari bahwa penelitian kami masih jauh dari sempurna. Kami memohon

maaf atas kurang sempurnanya penelitian kami. Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk

melakukan penelitian yang lebih sempurna sehingga hasil yang didapatkan akan lebih

maksimal.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

Gambar

Gambar dan susunan alat  .........................................  20
Gambar II.1. Beras
Tabel II-2.   Nilai Gizi Air Leri / Larutan Pencucian Beras
Gambar II.1. kurva Pertumbuhan Kultur Jasad Renik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah Memanfaatkan limbah air cucian beras yang akan dijadikan sebagai suplemen cair; meningkatkan bobot berat badan ternak ayam ras

Dari latar belakang tersebut dapat dirumuskan 1) Bagaimanakah implementasi model pembelajaran berbasis riset kajian: fermentasi limbah air cucian beras (leri) untuk

P3 = air cucian ikan bandeng 150 ml/tanaman dan air cucian beras 150 ml/tanaman.Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian air cucian ikan bandeng dan air

Sehingga produk nata de leri dari air cucian beras dengan ditambahkan pewarna alami ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) ini akan menghasilkan nilai

Dari latar belakang tersebut dapat dirumuskan 1) Bagaimanakah implementasi model pembelajaran berbasis riset kajian: fermentasi limbah air cucian beras (leri) untuk

Tema yang dipilih pada penelitian ini adalah “Pertumbuhan dan Hasil Jamur Merang ( Volvariella volvaceae ) pada Media Tandan Kosong Kelapa Sawit dengan Penambahan Air

Tujuan dilaksanakannya sosialisasi dan pelatihan pembuatan POC dari limbah air cucian beras di pondok Al Batul Tulungagung adalah agar santriwati mampu mengolah limbah air cucian beras

Metode yang digunakan dengan eksperimen untuk mencari jenis air dengan tambahan seng dan tembaga serta mengukur tegangan sampel air cucian beras setelah dilakukan pencucian beras