• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA DENGAN ANAK DI LINGKUNGAN LOKALISASI DOLLY SURABAYA ( Studi Deskriptif Kualitatif Pada Komunikasi Orang Tua Dengan Remaja Putri Dalam Pendidikan Seksual Di Lingkungan lokalisasi Dolly Surabaya).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA DENGAN ANAK DI LINGKUNGAN LOKALISASI DOLLY SURABAYA ( Studi Deskriptif Kualitatif Pada Komunikasi Orang Tua Dengan Remaja Putri Dalam Pendidikan Seksual Di Lingkungan lokalisasi Dolly Surabaya)."

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

( Studi Deskriptif Kualitatif Pada Komunikasi Orang Tua Dengan Remaja Putri Dalam Pendidikan Seksual Di Lingkungan lokalisasi Dolly Sur abaya)

SKRIPSI

Oleh :

ELVINA MEGAWATI BUCHORI NPM : 0943010263

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “ J AWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

(2)

POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA DENGAN ANAK DILINGKUNGAN LOKALISASI DOLLY SURABAYA

(Studi Deskr iptif Kualitatif Pada Komunikasi Orang tua dengan Remaja Putri dalam Pendidikan Seksual di Lingkungan Lokalisasi Dolly Sur abaya )

Disusun Oleh :

Elvina Megawati Buchor i 0943010263

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi Menyetujui

PEMBIMBING UTAMA

Dra. Herlina Suksmawati, M.Si NIP. 196412251993092001

Mengetahui DEKAN

(3)

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kekuatannya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA DENGAN ANAK DI LINGKUNGAN LOKALISASI DOLLY SURABAYA” (Studi Deskr iptif Kualitatif Pada Komunikasi Orang Tua Dengan Remaja Putr i Dalam Pendidikan Seksual Di Lingkungan lokalisasi Dolly Sur abaya)

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana komunikasi. Dalam prosesnya tak hanya kemudahan yang penulis alami namun bermacam kesulitan, akan tetapi syukurlah bahwa skripsi penelitian ini dapat diselesaikan. Penelitian ini dapat terselesaikan berkat bimbingan, pengarahan, petunjuk dan bantuan dari ibu Dra. Herlina Suksmawati,MSi Selaku Dosen pembimbing dan berbagai pihak yang membantu dalam penyusunannya.

Oleh karena itu penulis tidak lupa menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ucapan syukur kepada Allah. SWT Yang Maha Esa dan Maha Segalanya, sudah memberikan jalan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini.

(4)

4. Ibu Dra. Herlina Suksmawati,MSI. Selaku Dosen pembimbing yang selalu memberikan bimbingan dan dorongan demi terselesaikannya penyusunan proposal penelitian ini.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan “Veteran” Jawa Timur.

6. Semua sahabatku Tyas, Lia , Virgin, Ida dan semua informan yang telah memberikan motivasi dan senantiasa menghibur disaat penulis mengalami kesulitan, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Penulis menyadari benar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala bentuk kritikan dan saran yang membangun nilai positif sangat dinantikan oleh penulis demi kesempurnaan skripsi penelitian ini.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi penelitian ini dapat bermanfaat, bagi yang membutuhkan.

(5)

HALAMAN DEPAN ... i

2.2.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 12

2.3 Pengertian Pola Komunikasi ... 13

2.4 Keluarga ... 17

2.4.1 Pengertian Keluarga ... 17

2.4.2 Fungsi Keluarga ... 17

2.4.3 Kualitas Komunikasi Interpersonal Dalam Keluarga .. 19

(6)

3.4 Subyek dan Obyek Penelitian ... 36

3.5 Kriteria Informan ... 38

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 38

3.7 Teknik Analisis Data... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1 Gambaran umum daerah penelitian ... 41

4.1.1 Gambaran umum kota Surabaya secara geografis dan demografis ... 41

4.1.2 Gambaran umum tempat lokalisasi dolly di Surabaya . 43 4.2 Penyajian data dan analisis data ... 44

4.2.1 Karakteristik informan ... 44

4.3 Penyajian data ... 45

4.4 Analisis Data ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

5.1 Kesimpulan ... 64

5.2 Saran ... 66

5.2.1 Saran Akademis ... 66

5.2.2 Saran Praktis... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68

(7)

Lampiran 1 Interview Guide Orang Tua ... 69

Lampiran 2 Interview Guide Anak ... 70

Lampiran 3 Authoritarian (otoriter) informan 1 ... 71

Lampiran 4 Authoritarian (otoriter) informan 2 ... 77

Lampiran 5 Authroritarian (demokratis) informan 3 ... 82

Lampiran 6 Foto Informan 1 ... 87

(8)

ix

DILINGKUNGAN LOKALISASI DOLLY SURABAYA( Studi Deskriptif Kualitatif Pada Komunikasi Orang Tua Dengan Remaja Putri Dalam Pendidikan Seksual Di Lingkungan lokalisasi Dolly Surabaya)

Komunikasi orang tua dan anak harus dibangun secara harmonis untuk menanamkan pendidikan yang baik pada anak. Orang tua senantiasa dapat mengikuti perkembangan anaknya dan sebaliknya anak akan mengerti apa yang menjadi keinginan orang tuanya. Disinilah peran orang tua sangat penting bagi anaknya. Orang tua harus bisa mengarahkan anaknya kedalam hal yang positif.

Perkembangan emosi anak dipengaruhi oleh perubahan pola interaksi dan pola komunikasi dalam keluarga. Macam- macam pola komunikasi orang tua pada anak, yaitu:

Authoritarian (otoriter), Permissive (membebaskan), Authoritative (demokratis). Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan jenis data kualitatif. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan sumber data utama adalah wawancara mendalam

(indepth interview) dan teknik pengambilan informan menggunakan teknik purposive sampling.

Berdasarkan analisa data dan pembahasan hasil penelitian, dapat dikemukakan bahwa terdapat secara dominan hasil penelitian ini adalah menunjukkan bahwa dua dari tiga orang tua yang memberikan pengertian tentang pendidikan seksual kepada

anaknya menganut pola komuniksi Authoritarian sedangkan lainnya menganut pola

komunikasi Authoritative.

Kata Kunci : Remaja, Prostitusi

ABSTRACT

ELVINA MEGAWATI BUCHORI INTERPERSONAL COMMUNICATION PATTERNS CHILDREN WITH PARENTS PROSTITUTION AREA DOLLY SURABAYA (Qualitative Descriptive Study of Communication Parents With Young Women In Sexual Education in Prostitution Area Dolly Surabaya)

Parent and child communication must be built in harmony to instill in children a good education. Parents can always follow the development of their children and child will understand what the wishes of his parents. The role of parents is very important for children.Parents should direct their children into a positive thing.

Emotional development of children is influenced by the pattern of communication in the family. Parental communication patterns in children, namely: Authoritarian, permissive, authoritative. This research is a descriptive study with qualitative data types. The technique used to collect the data source is in-depth interviews and the informant sampling using purposive sampling..

(9)
(10)

1.1 Latar Belakang Masalah

Komunikasi interpersonal atau komunikasi individu adalah komunikasi yang terjadi dalam keluarga, dimana komunikasi ini berlangsung dalam sebuah interaksi antar pribadi, yaitu ayah dan anak, ibu dan anak, serta anak dan anak.

Komunikasi dalam keluarga dapat berlangsung secara timbal balik dan silih berganti, bisa dari orang tua ke anak atau dari anak ke orang tua, atau dari anak ke anak. Dalam komunikasi keluarga, tanggung jawab orang tua adalah mendidik anak, maka komunikasi yang terjadi dalam keluarga bernilai pendidikan. Ada sejumlah norma yang di wariskan orang tua pada anak, misalnya norma agama, norma akhlak, norma social, norma etika dan estetika dan juga norma moral. (Bahri, 2004:37).

(11)

Sebuah keluarga akan berfungsi dengan optimal bila di dalamnya terdapat pola komunikasi yang terbuka ada sikap saling menerima, mendukung, rasa aman dan nyaman serta memiliki kehidupan spiritual yang terjaga. (Kriswanto, 2005:9) Orang tua senantiasa dapat mengikuti perkembangan anaknya dan sebaliknya anak akan mengerti apa yang menjadi keinginan orang tuanya. Hal ini dimaksudkan anak tidak lagi memiliki sikap ragu terhadap orang tua dan orang tua pun mau bersikap suportif.

Pola komunikasi adalah proses komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara komponen komunikasi dengan komponen komunikasi lainnya. Dari pengertian diatas maka suatu pola komunikasi mengaitkan dua komponen yaitu gambaran atau rencana yang meliputi langkah-langkah pada suatu aktivitas, dengan komponen-komponen yang merupakan bagian penting atas terjadinya antara organisasi, ataupun juga manusia. Pola komunikasi juga diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan dengan cara yang tepat, sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Djamarah, 2004:1).

(12)

adalah masa penting yang menentukan jalan mana yang paling terbaik diambil untuk mendapatkan masa depan yang baik. Masa remaja ini di definisikan sebagai masa dimana para remaja mengalami masa transisi, seperti orang yang hanyut dan sedang mencari tempat berpengangan. Dalam keadaan ini gejolak psikologi yang tidak terstruktur dan pengaruh lingkungan menjadi sangat besar, baik itu dari masyarakat luar ataupun dari keluarga itu sendiri. Orang – orang muda (remaja) mempunyai hasrat yang sangat kuat dalam diri mereka cenderung memenuhinya hasrat seksual yang paling mendesak sehingga menyebabkan hilangnya control diri.

Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja adalah perubahan pola interaksi dan pola komunikasi dalam keluarga. Pola komunikasi orang tua terhadap anak, termasuk remaja, sangat bervariasi. Ada yang pola komunikasinya menurut apa yang terbaik oleh dirinya sendiri saja sehingga ada yang bersifat otoriter, memanjakan anak, acuh tak acuh, tetapi ada juga yang dengan penuh cinta kasih. Perbedaan pola komunikasi orang tua seperti itu dapat berpengaruh terhadap perbedaan perkembangan emosi remaja. (Ali Mohammad, 2004).

(13)

bagian yang berinteraksi. Sistem keluarga ada dalam perangkat sistem yang lebih besar yaitu lingkungan, komunitas, dan masyarakat yang lebih luas lagi. Sistem – sistem tersebut berpengaruh terhadap anak baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui sikap dan cara perawatan asuhan anak oleh orang tua.

Lingkungan tempat tinggal dan subkultur seorang anak misalnya mempunyai pengaruh besar terhadap pengalamannya, pandangan terhadap penampilan orang lain, kepercayaan dan nilai – nilai serta kebebasan yang di berikan orang tuanya. Semua orang tua memiliki nilai ideal yang implisit maupun eksplisit atas anak – anak mereka tentang pengetahuan nilai moral dan standar prilaku yang bagaimana yang harus mereka miliki bila dewasa. Orang tua mencoba berbagi strategi untuk mendorng anak mencapai tujuan tersebut. Mereka mengukuhkan dan menghukum anak mereka menggunakan diri sendiri sebagai panutan, mereka menjelaskan kepercayaan dan harapan merka mencoba memiliki lingkungan tempat tinggal, teman sebaya, dan sekolah yang menunjang nilai dan pencapaian tujuan mereka.

(14)

melacur atau nyundal sudah dikenal di masyarakat sejak berabad lampau ini terbukti dengan banyaknya catatan tercecer seputar mereka dari masa kemasa. Sundal selain meresahkan juga mematikan, karena merekalah yang ditengarai menyebarkan penyakit AIDS akibat perilaku seks bebas tanpa pengaman.

Masa remaja sejak dahulu dianggap sebagai masa pertumbuhan yang lebih sulit dibandingkan pertengahan masa kanak – kanak baik bagi remaja itu sendiri maupun orang tua mereka. Sekitar 300 tahun sebelum Masehi, dalam buku “Psikologi Perkembangan pribadi”(2001), “Aristoteles mengeluh bahwa remaja itu penuh gairah, pemberani dan mudah membawa oleh dorongan hati mereka’’ Kiell (1967). Karenanya Plato (1953) menasehatkan bahwa anak laki – laki tidak boleh minum – minuman keras sampai mereka berusia 18 tahun karena mereka mudah terangsang “(api tidak boleh dituangkan diatas api”).

Periode yang disebut masa remaja ini berlangsung singkat, seperti dalam beberapa masyarakat yang sederhana, atau relatif lama seperti yang terjadi dalam masyarakat berteknologi maju.Awal timbulnya masa remaja ini dapat melibatkan perubahan – perubahan mendadak dalam tuntutan dan harapan sosial atau hanya berupa peralihan bertahap dari peranan sebelumnya.Sehingga kemampuan kognitif remaja juga terus berkembang. Baik secara kualitatif maupun kuantitatif selama tahun – tahun masa remaja. Perolehan tersebut dikatakan kuantitatif dalam pengertian bahwa remaja mampu menyelesaikan tugas – tugas intelektual dengan lebih mudah, lebih cepat dan efisien dibanding ketika masih kanak – kanak.

(15)

apa yang terjadi, justru sebaliknya, norma dan nilai social yang ada mudah dilupakan, bahkan dilanggar. Kenakalan remaja yang kian merebak diberbagai daerah sungguh telah menghancurkan harapan bangsa yang maju. Budaya remaja yang merajalela sekarang ini bisa diibaratkan sedang berganti kulit dengan mengimport budaya barat dan dimakan mentah-mentah.

Pada masa sekarang masalah perhatian orang tua dalam membina anak-anak sering dianggap sebagai pemicu terjadinya masalah-masalah social dan kenakalan pada diri anak, karena orang tua dinilai kurang mampu memberi perhatian khusus kepada anak. Interaksi dan komunikasi dalam keluarga (antara orang tua dengan anak) kurang tercipta hubungan yang dinamis. Dengan kehadiran seorang anak dalam keluarga, komunikasi dalam keluarga menjadi lebih penting dan intensitasya harus semakin meningkat, dalam artian dalam sebuah keluarga perlu adanya komunikasi yang efektif sehingga dapat menimbulkan efisiensi dalam menciptakan keluarga yang harmonis. Cukup banyak persoalan yang timbul di masyarakat karena atau tidak adanya komunikasi yang baik dalam keluarga, sehingga orang tua dinilai kurang mampu dalam memberi perhatian khusus kepada anak sehingga mengakibatkan anak mencari kepuasan diluar rumah dengan cara anak tersebut melibatkan diri dengan teman sebayanya yang lebih bisa memahami anak tersebut.

(16)

pengetahuan tentang kesehatan reproduksi di kalangan remaja, dimana anak-anak tumbuh menjadi remaja, mereka belum paham dengan sex education yang disebabkan orang tua masih menganggap bahwa membicarakan mengenai seks adahal hal yang tabu. Sehingga dari ketidak fahaman tersebut para remaja merasa tidak bertanggung jawab dengan kesehatan anatomi reproduksinya.

Disinilah peran orang tua sangat penting bagi anaknya, dimana orang tua harus bisa menjalin komunikasi yang efisien dengan anaknya. Orang tua harus bisa mengarahkan anaknya kedalam hal yang positif dan membuat anaknya merasa nyaman dengan keadaan sekitar. Selain itu, perhatian dan pengawasan dari orang tua bisa dipahami oleh anaknya.

Dengan adanya lokalisasi “dolly” di Surabaya, peneliti ingin melakukan penelitian tentang pola komunikasi orang tua dengan remaja putri dalam pendidikan seksual di lokalisasi “dolly” Surabaya.

Komunikasi antar pribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menagkap reaksi orang lain secara langgsung, baik verbal maupun non verbal.(Mulyana, 2004:73) Menurut Joseph A. Devito dalam buku “ The interpersonal communication Book” (Devito 1989:4) sebagai proses pengiriman pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan umpan balik seketika.

(17)

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang permasalahan diatas maka dapat dirumuskan sebagai berikut. Bagaimanakah pola komunikasi orang tua dengan anak (Remaja putri) dalam pendidikan seksual di lingkungan lokalisasi “dolly” Surabaya.

1.3 Tujuan Penelitian

(18)

2.1 Penelitian Terdahulu

(19)
(20)
(21)

dengan mengatakan bahwa orang-orang keturunan Tionghua di Singkawang satu keturunan dengan orang-orang Taiwan, ini dilakukan orang tua agar anak-anak mereka tidak merasa kalau mereka dijual oleh orang tua mereka. Bentuk komunikasi yang terjadi antara pengantin pesanan degan calon/makelar di Singkawang Kalimantan Barat adalah Komunikasi interpersonal yang bersifat dua arah/sirkuler dan satu arah ,feedback,persuasif terjadi dengan baik sehingga informasi yang diberikan calon/makelar kepada pelaku pengantin pesanan dapat dengan mudah diterima oleh pelaku pengantin pesanan tanpa noise/gangguan.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal

(22)

sebuah mesin dan sebagainya. Pentingnya situasi komunikasi interpersonal ialah karena prosesnya memungkinkan berlangsung secara dialogis. Dialog adalah bentuk komunikasi antar pribadi yang menunjukan adanya interaksi. Mereka yang terlihat dalam komunikasi dalam bentuk ini berfungsi ganda, masing-msing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian. Dalam proses dialogis nampak adanya upaya dari para pelaku komunikasi untuk terjadinya pergantian bersama (mutual understanding) dan empati. Disitu terjadi rasa saling menghormati bukan disebabkan status social, melainkan didasarkan pada anggapan bahwa masing-masing adalah manusia yang wajib, berhak, pantas, dan wajar dihargai dan dihormati sebagai manusia.

Lain lagi dengan pendapat Effendy (Liliweri, 2003) pada hakekatnya komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator, yaitu yang menyampaikan pesan dengan komunikan, yaitu yang menerima pesan. Effendy berpendapat bahwa jenis komunikasi tersebut dianggap cara komunikasi yang paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku manusia. Ciri unik lainnya adalah bahwa komunikasi interpersonal juga menuntut adanya tindakan yang saling memberi dan menerima antar perilaku yang terlibat dalam komunikasi. Dengan kata lain, para pelaku yang terlibat dalam komunikasi antar pribadi saling bertukar informasi, pikiran dan gagasan.

2.3 Pengertian Pola Komunikasi

(23)

lainnya (Djamarah, 2004:27). Sedangkan komunikasi adalah peristiwa social yaitu peristiwa yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan manusia yang lain. Ilmu komunikasi apabila dipublikasikan secara benar akan mampu mencegah dan menghilangkan konflik antar pribadi, antar kelompok, antar suku, antar bangsa dan ras, membina persatuan dan kesatuan umat manusia penghuni bumi (Effendy, 2003:27). Dari pengertian diatas maka suatu pola komunikasi mengaitkan dua komponan yaitu gambaran atau rencana yang meliputi langkah-langkah pada suatu aktivitas, dengan komponen-komponen yang merupakan bagian penting atas terjadinya hubungan antar organisasi ataupun juga manusia.

Menurut Yusuf (2010:51-52) terdapat tiga pola komunikasi hubungan orang tua dan anak, yaitu :

a. Authorium(cenderung bersikap musuhan)

Dalam pola hubungan ini sikap acceptance orang tua rendah, namun kontrolnya tinggi, suka menghukum secara fisik, bersikap mengkomando (mengharuskan / memerintah anak untuk melakukan dan bersikap menolak). b. Permissive(cenderung berperilaku bebas)

Dalam hal ini sikap acceptance orang tua tinggi, namun kontrolnya rendah, member kebebasan pada anak untuk menyatakan dorongan atau keinginannya. Sedangkan anak bersikap implusif serta agresif, kurang memiliki ras percaya diri, suka mendominasi, tidak jelas arah hidupnya dan prestasinya.

c. Authoritatif(cenderung terhindar dari kegelisahan, kekacauan)

(24)

pendapat atau pernyataan, member penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan buruk. Sedangkan anak bersikap bersahabat, memiliki ras percaya diri, mampu mengendalikan diri (self control), bersikap sopan, mau bekerja sama, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, mempunyai tujuan/arah hidup yang jelas, dan berorientasi terhadap prestasi.

Menurut Hadry (1998:132) terdapat empat pola komunikasi, yaitu pola komunikasi otoriter, demokratis, permisif, laissez faire. Bila pembinaan anak dilakukan dengan menggunakan kominakasi otoriter, maka anak akan berubah menjadi agresif terhadap sesamanya, atau bahkan bersikap tak acuh kepada yang dihadapinya. Dalam hal ini terdapat kepura-puraan, anak merasa jengkel terhadap suatu masalah, saling menyalahkan dan bukan bekerja sama memecahkan masalah. Sedangkan pola komunikasi demokratis menciptakan hubungan antar anak lebih baik dari pada otoriter. Dalam hal ini sifat agresif anak jauh lebih sedikit dan anak tersebut saling menyayangi teman, dimana anak tersebut saling melakukan kerja sama untuk memecahkan permaslahan.

(25)

Komunikasi pada dasarnya dapat terjadi pada berbagai konteks kehidupan. Kejadian-kejadian komunikasi yang diamati dalam ilmu komunikasi sangat luas dan kompleks karena menyangkut berbagai aspek social, budaya, ekonomi, dan politik dari kehidupan manusia. Melakukan satu perilaku ditentukan oleh peneguhan, sedangkan kemampuan potensial untuk melakukan oleh peniruan (imitation).

Dari berbagai definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi terjadi antara satu orang dengan lainnya, mempunyai tujuan untuk mengubah atau membentuk perilaku orang yang menjadi sasaran komunikasi. Disamping itu komunikasi merupakan proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian, sedang cara penyampaian menggunakan symbol-symbol dan kata-kata, gambar-gambar, dan angka-angka. Pengertian komunikasi secara etimologis bersala dari perkataan latin “communication” yang bersumber dari perkataan “communis” yang beraarti sama makna atau sama arti. Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan.

(26)

berkomunikasi. Semakin manusia berada disuatu tempat, maka semakin banyak jaringan dan jalur komunikasi ditempat itu.

2.4 Keluar ga

2.4.1 Pengertian Keluar ga

Menurut Singelman dan Shaffer (dalam yusuf, 2010:36), bahwa keluarga merupakan unit terkecil yang bersifat universal atau sitem social yang terbentuk dalam system social yang lebih besar. Ada dua macam keluarga, yaitu keluarga inti (nuclear family) dan keluarga besar (extended family) keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum dewasa atau belum menikah. Sedangkan keluarga besar adalah satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu generasi dan satu lingkungan keluarga yang lebih luas dari pada ayah, ibu, dan anak-anak.

2.4.2 Fungsi Keluar ga

Fungsi keluarga dari sudut pandang sosiologis, fungsi keluarga diklasifikasikan ke dalam fungsi-fungsi sebagai berikut (Yusuf, 2010:39) :

1. Fungsi Biologis

(27)

2. Fungsi Ekonomis

Keluaraga merupakan inti ekonomi dasar dalam sebagian besar masyarakat primitive. Para anggota keluarga bekerja sama sebagai tim untuk menghasilkan sesuatu.

3. Fungsi Pendidikan

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan dan utama bagi anak. Keluarga berfungsi sebagai “transmitter budaya atau mediator” social budaya bagi anak. Fungsi keluarga dalam pendiudikan adalah menyangkut penanaman, pembimbingan atau pembahasan nilai-nilai agama, budaya, dan ketrampilan tertentu yang bermafaat bagi anak.

4. Fungsi Sosialisasi

(28)

5. Fungsi Perlindungan

Keluarga berfungsi sebagai pelindung bagi para anggota keluargaanya dari gangguan ancaman atau kondisi yang menimbulkan ketidaknyamanan (fisik, psikologis) bagi para anggotanya.

6. Fungsi Rekreatif

Keluarga harus diciptakan sebagai lingkungan yang memberikan kenyamanan, keceriaan, kehangatan, dan semangat bagi para anggotanya. Maka dari itu, keluarga harus ditata sedemikian rupa seperti menyangkut aspek dekorasi interior rumah, komunikasi yang tidak kaku, makan bersama, bercengkrama. 7. Fungsi Agama

Keluarga berfungsi sebagai penanaman nilai-nilai agama kepada anak agar mereka memiliki pedoman hidup yang benar. Keluarga berkewajiban mengajar, membimbing, atau membiasakan anggotanya untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

2.4.3 Kualitas Komunikasi Interper sonal dalam Keluar ga

(29)

Adanya upaya untuk pengertian bersama dan empati. Terjadi rasa saling menghormati berdasarkan anggapan bahwa masing-masing adalah manusia utuh yang wajib, berhak dan pantas untuk dihargai dan dihormati sebagai manusia. Dalam komunikasi interpersonal, ketika pesan disampaikan, umpan balik pun disampaikan, saat itu juga (immediate feedback) sehingga komunikator tahu bagaimana reaksi komunikan terhadap pesan yang disampaikan (Effendy, 2003:15). Umpan balik itu sendiri memainkan peran dalam proses komunikasi, sebab ia menentukan berlanjutnya komunikasi atau berhentinya komunikasi yang dilancarkan komunikator. Selain itu umpan balik dapat memberikan komunikasi bahan informasi bahwa sumbangan-sumbangan pesan mereka yang disampaikan menarik atau tidak bagi komunikan (Effendy, 2003:14). Umpan balik dapat bersifat positif ketika respon dari komunikan menyenangkan komunikator sehingga komunikasi berjalan dengan lancar. Sebaliknya umpan balik dikatakan negative ketika respon komunikan tidak menyenangkan, komunikan enggan melanjutkan komunikasi tersebut.

(30)

Demikian dalam keluarga, perlu dibina dan dikembangkan perkembangan dan remaja.

Menurut Irwanto (dalam Yatim dan Irwanto, 1991:79) keluarga memberikan dan menggeneralisasikan nilai, norma, pengetahuan, sikap, dan harapan terhadap anak-anak. Dengan komunikasi yang efektif, maka beberapa hal tersebut dapat diterima dan dipahami dengan baik oleh remaja. Hal tersebut senada dengan pernyataan Tubbs dan Moss (dalam Rahmat, 2002:12) yaitu bahwa komunikasi yang efektif akan menimbulkan pengertian dan hubungan yang makin baik diantara kedua belah pihak.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dibahas komunikasi paling tidak bersifat dialog bukan monolog. Menurut Kudera (dalam Kartono, 1994:53) komunikasi yang monolog tidak memunculkan tantangan dalam diri anak untuk mengembangkan pikiran, kemampuan bertanggung jawab dan anak tidak disertai pendapat bila ada masalah keluarga.

2.5 Remaja

(31)

a. Remaja Awal : 13 – 14tahun b. Remaja Madya : 15 – 17 tahun c. Remaja Akhir : 18 – 21 tahun

Masa remaja awal, umumnya individu telah memasuki pendidikan di bangku sekolah menegah pertama (SMP), sedangkan masa remaja tengah, individu telah memasuki pendidikan di jenjang sekolah menengah atas (SMA), dan remaja akhir, umumnya memasuki dunia perguruan tinggi atau lulus SMA dan mungkin sudah bekerja (Dariyo, 2004:14).

Masa remaja juga merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua kearah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan moral. (Yusuf, 2010:185)

2.5.1 Remaja Dalam Keluar ga

(32)

Konflik-konflik yang sering muncul dalam diri remaja diantaranya :

a. Konflik pemilihan teman atau pacar. Tidak semua orang tua dapat memahami keinginan pilihan anaknya. Bagi orang tua yang dapat memahami kemauan anaknya yang telah menginjak remaja, maka biasanya orang tua sejak awal telah membekali pendidikan, bimbingan dan arahan yang baik agar anaknya berhati-hati dalam pergaulan dengan kelompok teman sebayanya. (Dariyo, 2004:96-97)

b. Konflik pemilihan jurusan atau program studi. Tidak sedikitnya orang tua yang memaksakan kehendaknya kepada anakanya dalam pemilihan jurusan atau program studi. Mungkin cita-cita orang tua yang tidak tercapai dimasa dirinya sebagai remaja, sehingga keinginan tersebut dilimpahkan kepada anaknya. Padahal belum tentu anaknya mempunyai kemampuan, bakat, minat yang seperti dibutuhkan untuk menyelesaikan studi pilihan orang tuanya. Banyak anak yang putus sekolah (drop out) atau pindah jurusan karena merasa tidak sesuai dengan pilihannya. (Dariyo, 2004:96-97)

(33)

2.6 Pengertian Pendidikan Seks

Pendidikan Seks (sex education) adalah suatu pengetahuan yang kita ajarkan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin. Ini mencakup mulai dari pertumbuhan jenis kelamin (Laki-laki atau wanita). Bagaimana fungsi kelamin sebagai alat reproduksi. Bagaimana perkembangan alat kelamin itu pada wanita dan pada laki-laki. Tentang menstruasi, mimpi basah dan sebagainya, sampai kepada timbulnya birahi karena adanya perubahan pada hormon-hormon. Termasuk nantinya masalah perkawinan, kehamilan dan sebagainya.

Sehingga pendidikan seks sudah seharusnya diberikan kepada anak-anak yang sudah beranjak dewasa atau remaja, baik melalui pendidikan formal maupun informal. Ini penting untuk mencegah biasanya sex education maupun pengetahuan tentang kesehatan reproduksi di kalangan remaja. Kita ketahui bahwa manusia itu diciptakan berjenis – jenis, yaitu laki – laki dan perempuan. Kalau kamu ditanya apa seks kamu, tentu kamu menjawab laki – laki dan perempuan.

(34)

2.7 Bahasa Verbal dan Nonverbal

Pada dasarnya komunikasi adalah pertukaran pesan (baik secara verbal maupun nonverbal) dari komunikator ke komunikan yang dilakukan melalui suatu media tertentu, yang pada akhirnya menimbulkan umpan balik kepada komunikatornya. Ketika pesan ini disampaikan dari satu orang keorang lain, akan terjadi proses penciptaan makna yang disebut juga dengan persepsi. Proses pencipaan makna atau persepsi ini tidak lepas dari bagaimana seseorang menangkap dan menafsirkan pesan yang diterimanya, sedangkan penyampaian pesan ini sendiri tidak semata-mata dilakukan hanya menggunakan bahasa verbal saja tetapi juga menggunakan bahasa nonverbal. Berikut adalah beberapa hal yang menyangkut komunikasi verbal dan nonverbal untuk memperjelas proses persepsi yang terjadi ketika seseorang menagkap suatu pesan dari orang lain.

1. Pengertian Pesan Verbal Dan Nonverbal

Mulyana dalam bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (2001:237-239), simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semuah rangsangan wicara yang disadari termasuk kedalam kategori pesan verbal yang disegaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan.bahasa dapat juga dianggap sebagai suatu sistem kode verbal. Bahasa dapat didefenisikan sebagai seperagkat simbol, dengan aturan untuk mengombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas.

(35)

mempresentasikan berbagai aspek realitas individual. Berikut ini fungsi bahasa menurut para pakar, yaitu:

a. Menurut Larry L.baker dalam Mulyana (2001:243), bahasa memiliki tiga fungsi:

1) Penanamaan (naming namatau laebling), interaksi, dan transisi informasi.Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasikan objek, tindakan atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirunjuk dalam komunikasi.

2) Fungsi interaksi menekankan berbagai gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingugan. 3) Bahasa sebagai fungsi informasi. Seseorang menerima informasi setiap

hari, sejak bangun tidur hingga tidur kembali, dari orang lain baik secara langsung atau tidak (melalui media massa misalnya). Fungsi bahasa inilah yang disebut sebagai fungsi transmisi. Keistimewaan bahasa sebagai sarana tranmisi informasi yang lintas waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita. Tanpa bahasa seseorang tidak mungkin menghadirkan semua objek dan tempat untuk rujukan dalam komunikasi.

b. Book dalamMulyana (2001:243), mengemukakan bahwa agar komunikasi berhasil, setidaknya bahasa harus memenuhi 3 fungsi, yaitu:

(36)

menarik minat, mulai sejarah suatu bangsa yang hidup pada masa lalu yang tidak perna ditemui.

2) Untuk berhubungan dengan orang lain. Fungsi kedua dari bahasa, yakni sebagai sarana untuk berhubumgan dengan orang lain, sebenarnya banyak berkaitan dengan fungsi-fungsi komunikasi.

(37)

Sementara kebanyakan perilaku verbal biasanya bersifat eksplit dan diproses secara kognitif, perilaku nonverbal bersifat spontan, ambigu, sering berlangsung cepat, dan diluar kesadaran atau kendali. Karena itulah Edward T.Hall menamai bahasa nonverbal ini sebagai “bahasa diam”(silent language) dan “dimensi tersembunyi” (hidden dimension) suatu budaya. Dalam suatu boleh jadi terdapat variasi bahasa nonverbal, misalnya bahasa tubuh, tergantung pada jenis kelamin, agama, usia, pekerjaan, kelas sosial, tingkat ekonomi, lokasi geografis, dan sebagainya(Mulyana,2001:308-310).

2.8 Kerangka Berpikir

Dalam kehidupan sehari – hari banyak sering dijumpai kenyataan bahwa anak yang berusia remaja rentan terjerumus dalam dunia seks. Itu karena pergaulan bebas yang tidak terkontrol oleh keluarga, paling utama adalah orang tua. Orang tua harus berperan serta dalam mendidik atau membina anaknya yang telah berusia remaja di dalam keluarga karena hubungan anak dengan orang tua dan anggota keluarga lain dapat dianggap sebagai suatu sistem atau jaringan bagian – bagian yang berinteraksi. Lingkungan tempat tinggal dan subkultur seorang anak misalnya mempunyai pengaruh besar terhadap pengalamannya, pandangan terhadap penampilan orang lain, kepercayaan dan nilai – nilai serta kebebasan yang di berikan orang tuanya.

(38)

penanaman nilai-nilai agama kepada anak agar mereka memiliki pedoman hidup yang benar. Fungsi utama keluarga yaitu sosialisasi menempatkan keluarga sebagai benteng utama penjaga budaya suatu komunitas atau kelompok. Keluarga menjadi simpul utama untuk mengajarkan nilai dan norma pada anak. Dalam hal ini peran orang tua sebagai pihak yang seharusnya melingdungi anak tidak berjalan semestinya. Lemahnya komunikasi interpersonal dalam keluarga tidak hanya disebabkan oleh sikap orang tua terhadap anak, selain faktor orang tua remaja yang usianya masih labil juga mempengaruhi hubungan komunikasi antara orang tua dengan anak. Dalam usia mahasiswi yang tergolong usia remaja merupakan sebagai periode yang berada ditandai dengan rasa pemberontakan otoritas orang tua.

(39)

3.1 Definisi Operasional Konsep

Pada penelitian ini peneliti tidak membicarakan antara hubungan variable sehingga tidak ada pengukuran variable x dan y. penelitian ini focus pada “Pola komunikasi interpersonal orang tua dengan remaja putri dalam pendidikan seksual di lingkungan lokalisasi “dolly” Surabaya tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif dan menggunakan analisis kualitatif. Tipe penelitian deskriptif bertujuan membuat gambaran atau deskripsi secara sistematis, factual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu. Peneliti sudah memiliki konsep dan kerangka konseptual. Melalui kerangka konseptual (landasan teori), peneliti melakukan operasionalisasi konsep (Rachmat, 2006:69).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yaitu suatu pendekatan yang tidak menggunakan statistic atau angka-angka tertentu. Hasil dari penelitian kualitatif ini tidak dapat digeneralisasikan (membuat kesimpulan bersifat umum) atau bersifat universal, jadi hanya berlaku pada situasi dan keadaan yang sesuai dengan situasi dan keadaan dimana penelitian serupa dilakukan (Kountur, 2003:29).

(40)

Pendekatan kualitatif dengan pertimbangan lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda, menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti dengan informan, lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama. Metode kualitatif yang digunakan adalah pendekatan fenomenologis, yaitu peristiwa dan kait-kaitannya dengan orang-orang biasa dalam situasi tertentu dengan menekankan kepada aspek subyektif perilaku orang. Pendekatan interaksi simbolik, yang berasumsi bahwa pengalaman manusia ditengahi oleh penafsiran dimana menjadi paradigma konseptual melebihi dari dorongan dari dalam, sifat-sifat pribadi, motivasi yang tidak disadari, kebetulan, status ekonomi, kewajiban peranan, kebudayaan, mekanisme pengawasan masyarakat atau lingkungan fisik lainnya.

Dalam meneliti pola komunikasi dan perubahan gejala social yang ada, peneliti menggunakan pendekatan fenomologis. Peneliti berupaya menangkap proses intepretasi dan melihat segala sesuatu dari sudut pandang orang yang diteliti. Peneliti berupaya mendalami aspek “subyek” dari perilaku manusia dengan cara masuk ke dunia konseptual orang-orang yang diteliti sehingga dapat dimengerti apa dan bagaimana suatu pengertian dikembangkan pada peneliti mengetahui sesuatu bagi orang-orang yang diteliti. (Meolong, 2002:4-13)

(41)

mengikhtisarkan serta memanfaatkan kesempatan mencari respon yang tidak lazim. (Moeleong, 2002:121).

Penelitian kualitatif mempunyai karakteristik pokok yang lebih mementingkan makna dan konteks, dimana proses penelitiannya lebih bersifat siklus dari pada linier. Dengan demikian pengumpulan data dan analisa berlangsung secara simultan, lebih mementingkan kedalaman dibanding keluasan penelitian, sementara peneliti sendiri merupakan penelitian yang menggunakan pengamatan berperan serta (participant observation) yang didefinisikan mengadakan pengamatan dan mendengarkan secara cermat sampai pada yang sekecil-kecilnya sekalipun dengan wawancara mendalam (depth interview).

(Bondan dalam Moeleong, 2002:117)

Pendekatan kualitatif sifatnya fenomelogis untuk memahami arti peristiwa dan kaitan terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu, realita social, memberikan tekanan terbuka tentang kehidupan social. Dalam konteks ini studi deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi pola komunikasi keluarga khusunya orang tua dengan anaknya yang sudah berstatus remaja putri untuk diberikan pendidikan seksual karena tinggal di daerah lingkungan lokalisasi “dolly” Surabaya. (Moeleong, 2002:9)

(42)

3.2 Sejar ah Dolly

Belum diketahui pasti kapan berdirinya, namun setidaknya keberadaan gang Dolly sudah ratusan tahun. Awal pendiriannya, tante Dolly, sapaan akrab Dolly waktu itu, hanya menyediakan beberapa gadis untuk menjadi pekerja seks komersial. Melayani dan memuaskan syahwat para tentara Belanda. Seiring berjalannya waktu, ternyata pelayanan para gadis asuhan tante Dolly tersebut mampu menarik perhatian para tentara untuk datang kembali. Kawasan Dolly berada di tengah kota, berbaur dengan pemukiman penduduk yang padat, di kawasan Putat, Surabaya. Kompleks lokalisasi Dolly menjadi sumber rezeki bagi banyak pihak. Bukan hanya PSK, tetapi juga pemilik warung, penjaja rokok, tukang parkir, tukang ojek, dan tukang becak.Dalam perkembangannya, gang Dolly semakin dikenal masyakarat luas. Tidak hanya prajurit Belanda saja yang berkunjung, namun warga pribumi dan saudagar yang berdagang di Surabaya juga ikut menikmati layanan PSK. Sehingga kondisi tersebut berpengaruh kepada kuantitas pengunjung dan jumlah PSK.

3.3 Pola Komunikasi Interper sonal

Pola komunikasi interpersonal diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman, dan penerimaan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Djamarah, 2004:1).

(43)

komponen yaitu gambaran atau rencana yang menjadi langkah-langkah pada suatu aktifitas dengan komponen lainnya.

Pola komunikasi dalam penelitian ini adalah bentuk hubungan dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan antara orang tua dengan anaknya yang sudah menjadi pelajar atau mahasiswi. Pola komunikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Authoritarian (otoriter), Permissive (cenderung berperilaku bebas), Authoritative (demokratis). Adapun indicator dari ketiga pola komunikasi tersebut dijelaskan sebagai berikut :

1. Pola Komunikasi Authoritarian (otoriter)

a. Acceptance (penerimaan) rendah : Orang tua tidak memperdulikan anak. Dengan gambaran seorang anak perempuan yang tidak diberikan pengertian tentang pendidikan seksual. Padahal keadaan rumah orang tua berada di lingkungan lokalisasi “dolly” Surabaya.

b. Kontrol terhadap hubungannya tinggi : Anak harus mendengarkan dan mematuhi kehendak orang tuanya secara absolute. Dari sini orang tua menyampaikan nasihat untuk melarang anaknya tidak diperbolehkan keluar rumah dikarenakan berada dilingkungan lokalisasi “dolly” Surabaya.

(44)

anaknya harus menurut atas nasihat yang diberikan orang tuanya untuk tidak diperbolehi keluar rumah.

2. Pola Komunikasi Permissive (cenderung berperilaku bebas)

a. Acceptance (penerimaannya) tinggi. Memberikan kebebasan penuh terhadap anak untuk mengetahui seks. Dalam hal ini orang tua acuh tak acuh terhadap anak, tidak memberikan pengertian tentang pendidikan seksual di lingkungan lokalisasi “dolly” surabaya.

b. Kontrol terhadap anak rendah : Mau mendengarkan pernyataan yang diungkapkan anak akan tetapi orang tua membebaskan anak dalam mengambil keputusan. Orang tua bersikap membebaskan anak perempuannya untuk mengetahui seks tanpa disertai control atau perhatian, sehingga anak perempuannya semakin berlebihan untuk ingin tahu tentang perilaku seksual.

c. Tidak memiliki perhatian dalam hubungan : Membiarkan apapun yang terjadi dengan anak, jika anak berbuat baik tidak memberi reward sedangkan jika anak tidak berbuat baik, tidak memberikan hukuman atau teguran.

3. Pola Komunikasi Authoritarive (demokratis)

(45)

orang tua juga memberikan pengertian kepada anak perempuannya tentang pendidikan seksualitas di lingkungan lokalisasi “dolly” surabaya.

b. Responsif terhadap kebutuhan anak : Memperhatikan segala permasalahan dan keluhan yang disampaikan oleh anak serta mendiskusikan utnuk mencari pemecahannya. Orang tua cenderung bersikap demokratis dalam menangani permasalahan anak perempuannya untuk mengetahui perilaku seksual, tetapi orang tua juga memberikan nasihat dan masukan tentang pendidikan seksual di lingkungan lokalisasi ‘dolly” Surabaya.

c. Memberi pengertian : Memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan buruk, sehingga anak dapat membedakan serta mampu mengambil keputusan sendiri sesuai dengan apa yang diharapkan orang tua. Orang tua memberikan pengertian kepada anak perempuannya tentang pendidikan seksual di lingkungan lokalisasi “dolly” Surabaya dengan cara yang lebih bijaksana dan orang tuanya juga memberikan masukan yang lebih positif agar anaknya tidak terjerumus dalam perilaku seksual di lingkungan lokalisasi ‘dolly’ Surabaya.

3.4 Subyek dan Obyek penelitian

(46)

Obyek dari penelitian ini adalah orang tua dari remaja putri yang memiliki tempat tinggal di lingkungan lokalisasi “dolly’ Surabaya, dan memiliki latar belakang yang berbeda dan bervariasi.

Penelitian kualitatif tidak mempersoalkan berapa besar jumlah informan, melainkan yang terpenting adalah seberapa jauh penjelasan informan yang diperoleh dalam menjawab permasalahan (Moeleong, 2002:160). Oleh karena itu dalam penelitian ini informan penelitian tidak ditentukan berapa jumlahnya, tetapi dipilih beberapa informan yang mengetahui, memahami permasalahan yang terjadi sesuai dengan permasalahan penelitian ini.

Dalam penelitian ini untuk mendapatkan informasi yang dalam, maka peneliti menjaring sebanyak mungkin informasi yang berkaitan dengan permasalahan penelitian dari sumbernya. Peneliti mencari informasi sebanyak-banyaknya terhadap informan yang dianggap mengetahui, memahami permasalahn yang terjadi sesuai tujuan penelitian sehingga dapat menghasilkan data secara akurat dengan menggunakan depth interview (wawancara mendalam).

(47)

Dalam penelitian ini besarnya sampel yang harus diambil baru dapat diketahui ataupun didapatkan setelah atau dalam melakukan penelitian, hal ini disebabkan karena teknik sampling dalam penelitian kualitatif jelas berberda dengan kuantitatif. Dengan demikian peneliti berusaha akan menjaring informan yang berkaitan dengan tujuan penelitian dari berbagai sumber.

3.5 Kriter ia Infor man

1. Remaja putri yang bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi ‘dolly’ Surabaya, agar peneliti bisa mendapatkan informasi yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini dan bersedia untuk diwawancarai.

2. Orang tua dari remaja putri yang bertempat tinggal di lingkungan lokalisasi “dolly” Surabaya. Informan ini berkelanjutan dari informan yang diatas, dikarenakan ketika peneliti sudah mendapatkan remaja putri untuk dijadikan informan, maka orang tua dari remaja putri tersebut juga dijadikan informan dan bersedia untuk diwawancarai.

Informasi dalam penelitian ini dibatasi pada remaja putri yang berusia 18-21 tahun yang berstatus sebagai pelajar di Surabaya. Selain itu penelitian ini juga bisa menjadi acuan masyarakat khususnya orang tua dan anak yang tinggal di lingkungan lokalisasi ‘dolly’ Surabaya, sehingga kondisi komunikasi dalam keluarga menjadi efektif.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

(48)

1. Wawancara

Menurut ( Moleong, 2005 : 186 ) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara ( Interviewer ) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara ( interview ) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Wawancara dengan sumber data difokuskan tentang pola komunikasi interpersonal orang tua dengan anak yang berada di lingkungan lokalisasi “dolly” Surabaya. Data yang diperoleh dari hasil wawancara ini merupakan data primer.

Adapun jenis wawancara dilakukan menggunakan wawancara terstruktur dimana peneliti menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan yang akan diajukan kepada pihak yang berkaitan.

2. Observasi

Yaitu pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan yang tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan.(Soehartono,2004 : 69).Data yang didapat dengan cara mencatat perilaku subyek (orang), obyek (benda) atau kejadian yang sistematik tanpa adanya komunikasi atau pertanyaan dengan individu yang diteliti.

3. Dokumentasi

(49)

3.7 Teknik Analisis Data

(50)

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Kota Sur abaya Secara Geografis dan Demografis Surabaya terletak pada 07’12’ – 07’21’ lintang selatan dan 112’36’ – 112’54’ bujur timur. Dengan letaknya di daerah tropis yang strategis tersebut, Surabaya dapat dengan mudah dijangkau melalui darat, udara, dan laut.

Surabaya terletak di tepi pantai utara provinsi Jawa Timur. Wilayahnya berbatasan dengan Selat Madura di Utara dan Timur, Kabupaten Sidoarjo di Selatan, serta Kabupaten Gresik di Barat. Surabaya berada pada dataran rendah,ketinggian antara 3 - 6 m di atas permukaan laut kecuali di bagian Selatan terdapat 2 bukit landai yaitu di daerah Lidah dan Gayungan ketinggiannya antara 25 - 50 m di atas permukaan laut dan di bagian barat sedikit bergelombang. Surabaya terdapat muara Kali Mas, yakni satu dari dua pecahan Sungai Brantas. (http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_surabaya)

(51)

Jika dilihat berdasarkan struktur usianya, penduduk Kota Surabaya lebih banyak berusia produktif yaitu 35 tahun sampai 54 tahun atau sebesar 32,98 persen dari total penduduk, selanjutnya pada usia 15 tahun sampai 34 tahun atau sebesar 32,95 persen. Sedangkan pada proporsi penduduk usia tua hanya 14,89 persen dan sisanya proporsi penduduk usia muda atau anak-anak yaitu usia kurang dari 14 tahun yaitu 19,19 persen.

(52)

4.1.2 Gambaran Umum Tempat Lokalisasi Dolly di Sur abaya

Lokalisasi “Dolly” istilah yang berkonotasi sebagai tempat penampungan wanita penghibur dan Wanita Tuna Susila (WTS). Atau juga Kawasan Pelacuran yang dimana berisi wisma esek2, cafe Dangdut dan panti pijat pelacuran plus-plus yang berjejer rapi dikawasan jarak tersebut. Biasanya lebih dari ratusan wanita Penjaja cinta, Pelacur Remaja dibawah umur , Germo, ahli pijat aurat. Dan terdapat ribuan pedagang kaki lima, tukang parkir,calo Prostitusi, dll yang menggantungkan hidup di Lokalisasi Pelacuran jarak Dolly tersebut. Semua saling berkait menjalin sebuah simbiosis mutualisme. Pekerjaan melacur atau nyundal sudah dikenal di masyarakat sejak berabad lampau ini terbukti dengan banyaknya catatan tercecer seputar mereka dari masa kemasa. Sundal selain meresahkan juga mematikan, karena merekalah yang ditengarai menyebarkan penyakit AIDS akibat perilaku seks bebas tanpa pengaman.

Nama-nama unik wisma yang ada dilingkungan lokalisasi dolly juga salah satu keunikan di dolly beberapa nama wisma disana salah satunya adalah,Wisma Monggo Mas,Wisma Madona 10,Wisma Barbara,WismaGaza 30.

(53)

4.2 Penyajian Data dan Analisis Data 4.2.1 Karakteristik Infor man

Informan 1

Informan kesatu adalah Santi, berusia 16 tahun, yang berstatus sebagai pelajar SMA swasta di daerah Surabaya. Santi tidak mendapatkan pengertian pendidikan seksual dari orang tuanya. Pelajar ini kurang mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Santi anak kedua dari ibu Suminah, keluarga Santi berasal dari keluarga yang sederhana, dan santi tinggal bersama ibu,ayah dan saudara kandungnya. Ibu nya sebagai ibu rumah tangga walaupun ibu suminah sering menghabiskan waktu dirumah tetapi ibu suminah dan santi kurang berkomunikasi.

Informan 2

Informan kedua adalah Rina 16 tahun, yang berstatus sebagai pelajar SMA negeri di Surabaya. Rina berasal dari keluarga yang sangat sederhana,Rina anak pertama dari empat bersudara. Orang tua Rina yang bernama Ibu Rusmiyati membuka warung kopi disebelah wisma Barbara sedangkan bapaknya hanya membantu ibu Rusmiyati berjualan diwarung kopi. Walaupun orang tua Rina sibuk bekerja tetapi orang tuanya masih memberikan penjelasan tentang pendidikan seks dan bahaya nya jika melakukan seks bebas tetapi orang tua Rina suka menghukum jika anaknya melakukan kesalahan.

Informan 3

(54)

dan bahaya-bahaya yang akan ditimbulkan oleh seks bebas.Karena orang tua ninik perpendapat anak harus di berikan penjelasan tentang pendidikan seks dan bahaya-bahaya seks agar anak mengerti tidak ingin tau sendiri seks itu bagaimana. Ninik berasal dari keluarga yang berkecukupan.

4.3 Penyajian Data

Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis ketiga keluarga yang didapatkan oleh peneliti, berikut ini merupakan pernyataan dari informan (orang tua) kepada peneliti ketika peneliti melakukan wawancara dirumahnya.

Pada penelitian ini berikut pernyataan informan tentang memberian pendidikan seksual kepada anaknya :

Informan 1 :

“Tidak mbak gak pernah saya kasih penjelasan tentang seksual sama anak saya karena apa ya mbak kok risih gitu lho mbak kalau cerita-cerita masalah seks itu ke anak-anak saya”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 10:00) Informan 2 :

“Pernah mbak”.

(Interview, Kamis 14 November 2013, pukul 13.00) Informan 3 :

“Iya mbak pernah”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 11:30)

(55)

Berikut pernyataan infoman ketika menjelaskan tentang bahayanya seks bebas kepada anaknya.

Informan 1 :

“Kalau bahayanya ya saya cuman kasih tau aja kalau seks bebas itu berbahaya apalagi kalau berganti-ganti pasangan”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 10:00) Informan 2 :

“Iya mbak bahayanya seks bebas yang mengakibatkan penyakit HIV (raja singa)”. (Interview, Kamis 14 November 2013, pukul 13.00)

Informan 3 :

“Iya saya jelaskan ke anak saya kalau melakukan seks bebas itu atau berganti pasangan akibatnya terjangkit penyakit kelamin”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 11:30)

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa ketiga informan pernah memberikan tentang bahayanya seks bebas.

Pada penelitian ini berikut pernyataan informan yang juga mempunyai peraturan kalau anaknya ingin keluar rumah :

Informan 1 :

“Ya harus tau waktu aja gak boleh pulang terlarut malam kan udah ada batas waktunya jadi anak-anak saya sudah tau peraturan dirumah”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 10:00) Informan 2 :

“Ada peraturan,kalau keluar mengenai pelajaran sekolah boleh-boleh aja mbak,tapi keluar rumah di hari sabtu malam minggu jam 09.30 harus pulang,tapi kalau melanggar peraturan dia tidur diluar rumah mbak”.

(Interview, Kamis 14 November 2013, pukul 13.00) Informan 3 :

(56)

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa dua dari tiga informan mempunyai peraturan jika anaknya ingin keluar rumah sedangkan informan ke tiga tidak memiliki peraturan jika anaknya ingin keluar rumah.

Berikut pernyataan informan pernah menghukum atau tidak ketika anaknya melakukan kesalahan diluar rumah :

Informan 1 :

“Iya mbak biar gak diulangin lagi,biar gak nakal kalau diluar rumah soalnya anak sekarang itu nakal-nakal mbak”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 10.00) Informan 2 :

“Pernah,saya melihat anak saya merokok dan belun waktunya,saya pukul dan tidak saya beri uang saku”.

(Interview, Kamis 14 November 2013, pukul 13.00) Informan 3 :

“Saya tidak pernah menghukum anak saya cukup dikasih pengertian”. (Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 11:30)

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa kedua informan pernah menghukum anaknya jika anaknya melakukan kesalahan diluar rumah sedangkan informan ke tiga tidak pernah menghukum anaknya jika anaknya melakukan kesalahan diluar rumah karena menurut informan ke tiga cukup diberi pengertian saja.

Berikut ini pernyataan informan tentang pemberian pengawasan jika anak ingin

keluar rumah.

Informan 1 :

“Enggak mbak”.

(57)

Informan 2 :

“Tidak,tapi sebelumnya sudah saya beri pengertian saya berikan kepercayaan pada dirinya,baik dan buruknya”.

(Interview, Kamis 14 November 2013, pukul 13.00)

Informan 3 :

“Tidak pernah mbak”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 11:30)

Bedasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa ketiga informan diatas tidak memberikan pengawasan jika anaknya ingin keluar rumah.

Pernyataan informan tentang mengontrol anak apabila anak sedang diluar rumah,sebagai berikut:

Informan 1 :

“Enggak juga mbak,pokoknya harus tau diri aja lha masalah control kan kita gak bisa liat dia kalau diluar masa saya harus ngikutin dia kemana-mana ya biar dia sadar diri aja”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 10.00) Informan 2 :

“Tidak,tapi sebelumnya sudah saya beri pengertian saya berikan kepercayaan pada dirinya,baik dan buruknya”.

(Interview, Kamis 14 November 2013, pukul 13.00) Informan 3 :

“Tidak mbak, cuman saya Tanya ke temannya aja.” (Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 11:30)

Dari pernyataan informan diatas dapat disimpulkan bahwa ketiga informan orang tua tidak mengontrol anak apabila anak sedang diluar rumah.

(58)

Informan 1 :

“Iya saya bebasin,tetapi harus pintar mencari teman yang baik dan yang tidak baik.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 10.00) Informan 2 :

“Tidak,dilihat dulu lho mbak dia bergaul dengan siapa dan temannya siapa”. (Interview, Kamis 14 November 2013, pukul 13.00)

Informan 3 :

“Saya tidak pernah melarang anak saya bergaul dengan siapapun asal anak saya tau mana yang teman baik dan yang tidak”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 11:30)

Bedasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa kedua informan satu dan tiga membebaskan anaknya untuk bergaul dan bermain dengan siapa saja,tetapi di informan ke dua tidak membebaskan anaknya bergaul dan bermain dengan siapa saja.

Pernyataan informan tentang menuruti segala keinginan anak atau kebutuhan anak:

Informan 1 :

“Enggak juga gak semua pengennya anak saya harus diturutin, jaman sekarang kalau nurutin anak terus ya pusing mbak anak sekarang itu pengennya banyak ini itu lha ini biaya sekolah tambah lama tambah mahal tapi mesti anak sekarang itu gak mau tau gimana ibu bapaknya susahnya cari uang mbak”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 10.00) Informan 2 :

“Tidak,lihat dulu lho mbak apa yang diinginkan anak saya”. (Interview, Kamis 14 November 2013, pukul 13.00)

Informan 3 :

(59)

Bedasarkan informan diatas dapat disimpulkan bahwa ketiga informan tidak menuruti semua keinginan yang diminta anaknya.

Pernyataan informan tentang mendengarkan ketika anaknya curhat : Informan 1 :

“Anak saya itu pendiam gak pernah cerita kesaya tentang masalah-masalahnya mbak”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 10.00) Informan 2 :

“Pernah mbak”.

(Interview, Kamis 14 November 2013, pukul 13.00) Informan 3 :

“Ya iya lha namanya anak curhat mbak masak gak didengerin “. (Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 11:30)

Dapat disimpulkan bahwa dari pernyataan informan diatas ketiga informan mendengarkan jika anaknya sedang curhat.

Berikut pernyataan informan tentang nasehat yang diberikan kepada anaknya ketika membuat kesalahan diluar rumah :

Informan 1 :

“Ya apa ya mbak ya biasa aja,saya selalu kasih contoh si mbak ke anakku itu kalau kamu ngelakuin ini resikonya gini kalau kamu ngelakuin gitu resikonya gitu,gitu aja si mbak”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 10.00) Informan 2 :

“Saya selalu membimbing anak saya kejalan yang bener seperti mengajarkan sholat supaya hatinya tenang dan tidak mengulangi kesalahan lagi”.

(60)

Informan 3 :

“Ya dilihat dulu kesalahannya apa dulu terus saya nasehatin anaknya biar gak diulangin lagi mbak”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 11:30)

Bedasarkan pernyatan diatas bahwa orang tua selalu menasehati atau membimbing anaknya jika anak melakukan kesalahan diluar rumah.

Pernyataan informan tentang melakukan komunikasi dengan anaknya,dan merespon atau tidaknya setiap pertanyaan yang diajukan oleh anaknya:

Informan 1 :

“Iya kadang-kadang aja mbak tergantung yang diomongin”. (Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 10.00)

Informan 2 : “ Iya mbak.”.

(Interview, Kamis 14 November 2013, pukul 13.00) Informan 3 :

“Ya saya respon anak saya bilang apa dulu masak anak tanya gak direspon mbak”. (Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 11:30)

Bedasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa ketiga informan selalu mendengrkan anaknya jika anaknya melakukan komunikasi dan selalu merespon setiap pertanyaan yang diajukan oleh anaknya.

Berikut pernyataan informan tentang nasehat yang disampaikan kepada anaknya tentang pendidikan seksual :

Informan 1 :

(61)

Informan 2 :

“Saya menyuruh hati-hati memilih pacar takut terjadi hal-hal yang tidak baik,seperti hubungan seks bebas yang mengakibatkan fatal”.

(Interview, Kamis 14 November 2013, pukul 13.00) Informan 3 :

“Ya saya kasih nasehat tentang seks biar anak saya tau”. (Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 11:30)

Bedasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa ketiga informan menasehati anaknya agar anaknya tidak melakukan seks bebas sebelum menikah.

Berikut ini pernyataan informan tentang pemberian kabar ketika anaknya akan pergi keluar rumah :

Informan 1 :

“Kadang-kadang dia ngabarin kesaya kalau lagi diluar rumah”. (Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 10.00)

Informan 2 :

“Pernah,aku disini ma”.

(Interview, Kamis 14 November 2013, pukul 13.00) Informan 3 :

“Ya kasih kabar mbak ,biar saya tau dimana anak saya berada.anak saya juga suka telepon saya sih mbak”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 11:30)

Dapat disimpulkan dari pernyataan diatas bahwa ketiga informan diberi kabar oleh anaknya jika anaknya sedang diluar rumah.

(62)

Selain itu peneliti menganalisi pernyataan informan (anak) untuk mengkroscek pernyataan yang dari orang tua’nya. Dibawah ini merupakan informan (anak) yang peneliti dapatkan.

Berikut pernyataan informan (anak) ketika orang tuanya pernah atau tidak memberikan pengertian seks :

Informan 1 :

“Enggak pernah mbak,orang tua aku gak pernah kasih penjelasan pendidikan seks”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 15:30). Informan 2 :

“Iya pernah mbak”.

(Interview, Kamis 14 November 2013, pukul 15.00) Informan 3 :

“Iya pernah mbak”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 17:00)

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa informan (anak) satu dan tiga pernah diberikan pengertian pendidikan seks dari orang tuanya,sedangkan informan (anak) kedua tidak diberikan pengertian tentang pendidikan seks oleh orang tuanya.

Pernyataan informan (anak) ketika orang tuanya menjelaskan tentang bahaya seks bebas:

Informan 1 :

“Ya paling dikasih tau aja resiko-resikonya kalau melakukan hubungan seks sebelum menikah gitu”.

(63)

Informan 2 :

“Iya pernah dijelaskan tentang akibat seks bebas”. (Interview, Kamis 14 November 2013, pukul 15.00) Informan 3 :

“Iya di jelaskan mbak”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 17:00)

Dapat disimpulkan dari pernyataan diatas bahwa ketiga informan (anak) diberikan penjelasan tentang bahayanya seks bebas.

Pernyataan informan (anak) ketika orang tua mempunyai peraturan apabila informan (anak) ingin keluar rumah :

Informan 1 :

“Iya mbak gak boleh pulang terlarut malam udah ditentuin jamnya juga kalau masih waktu belajar apa ujian gak boleh keluar rumah”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 15:30) Informan 2 :

“Iya ada mbak gak boleh keluar lebih dari jam 09.30 malam”. (Interview, Kamis 14 November 2013, pukul 15.00)

Informan 3 : “Tidak mbak”

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 17:00)

Bedasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa dari kedua informan (anak) orang tua mempunyai aturan jika anaknya ingin keluar rumah,sedangkan informan ketiga orang tua tidak memiliki aturan jika anaknya ingin keluar rumah.

(64)

Informan 1 :

“ Ya kalau salah ya pasti dihukum dimarahin mbak”. (Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 15:30) Informan 2 :

“Iya pernah mbak dihukum gak dikasih uang saku “. (Interview, Kamis 14 November 2013, pukul 15.00) Informan 3 :

“Tidak mbak saya cuman dikasih nasehat aja”. (Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 17:00)

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa ke dua informan suka dihukum orang tuanya jika informan tersebut melakukan kesalahan di luar rumah sedangkan informan ke tiga tidak pernah dihukum orang tuanya jika informan melakukan kesalahan diluar rumah.

Pernyataan informan (anak) ketika orang tua memberikan pengawasan bila informan berada diluar rumah :

Informan 1 :

“Enggak mbak biasa aja”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 15:30) Informan 2 :

“Enggak mbak karena sudah percaya sama saya”. (Interview, Kamis 14 November 2013, pukul 15.00) Informan 3 :

“Tidak pernah mbak”.

(65)

Bedasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa dari ketiga informan diatas tidak diberi pengawasan oleh orang tuanya jika informan sedang berada diluar rumah.

Pernyataan informan (anak) ketika orang tuanya mengontrol ketika diluar rumah :

Informan 1 :

“Biasa aja mbak,paling kalau udah kemalaman gitu suka telepon aku”. (Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 15:30)

Informan 2 :

“Enggak juga mbak,harus ijin terlebih dahulu”. (Interview, Kamis 14 November 2013, pukul 15.00) Informan 3 :

“Enggak mbak biasanya telepon ke teman yang keluar sama saya”. (Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 17:00)

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa orang tua tidak mengontrol informan apabila informan sedang diluar rumah.

Pernyataan informan (anak) ketika dibebaskan bergaul dan bermain oleh orang tuanya sebagai berikut :

Informan 1 :

“Iya si mbak pokoknya ibu kenal gitu”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 15:30) Infoman 2 :

(66)

Informan 3 :

“Enggak pernah asalkan mama kenal teman-teman saya”. (Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 17:00)

Bedasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa kedua informan satu dan tiga membebaskan informan untuk bergaul dan bermain dengan siapa saja,tetapi di informan ke dua tidak dibebaskan oleh orang tuanya bergaul dan bermain dengan siapa saja.

Berikut pernyataan informan (anak) ketika orang tua menuruti keinginan informan:

Informan 1 :

“Enggak juga mbak biasa aja”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 15:30) Informan 2 :

“Tergantung tapi gak selalu diturutin”.

(Interview, Kamis 14 November 2013, pukul 15.00) Informan 3 :

“Ya kadang-kadang mbak”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 17:00)

Bedasarkan pernyataan informan diatas dapat disimpulkan bahwa didapatkan permintaan semua informan itu tidak semua dituruti oleh orang tuanya tergantung permintaan apa dulu yang diminta informan tersebut.

Berikut pernyataan informan (anak) ketika orang tua mendengarkan informan (anak) curhat :

Informan 1 :

(67)

Informan 2 :

“Iya pernah mbak”.

(Interview, Kamis 14 November 2013, pukul 15.00) Informan 3 :

“Ya selalu mendengarkan mbak”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 17:00)

Dapat disimpulkan bahwa dari pernyataan ketiga informan diatas orang tua informan mendengarkan jika informan sedang curhat.

Pernyataan informan (anak) ketika diberikan nasehat dari orang tua apabila informan (anak) membuat kesalahan diluar lingkungan rumah :

Informan 1 :

“Ya cuman bilang gak boleh diulangin lagi ya gitu aja si,gak yang terlalu gimana-gimana gitu”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 15:30) Informan 2 :

“Iya mbak”.

(Interview, Kamis 14 November 2013, pukul 15.00) Informan 3 :

“Ya paling gak boleh ngulangin lagi gitu aja mbak”. (Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 17:00)

Bedasarkan pernyatan diatas bahwa informan selalu diberikan nasehati atau bimbingan oleh orang tuanya jika informan melakukan kesalahan diluar rumah.

(68)

Informan 1 :

“Ya kadang-kadang mbak”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 15:30) Informan 2 :

“Iya mbak selalu dikasih tau kalau saya tanya”. (Interview, Kamis 14 November 2013, pukul 15.00) Informan 3:

“Iya saya respon”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 17:00)

Bedasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa informan selalu merespon setiap pertanyaan dari orang tuanya.

Pernyataan informan (anak) ketika diberikan nasehat tentang pendidikan seks oleh orang tuanya :

Informan 1 :

“Ya kasih taunya cuman gak boleh pacaran gak boleh melakukan hubungan seks sebelum nikah gitu”.

(Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 15:30) Informan 2 :

“Dinasehati kalau cari cowok itu yang benar”. (Interview, Kamis 14 November 2013, pukul 15.00) Informan 3 :

“Ya di kasih nasehat aja mbak gak boleh berhubungan seksual sebelum menikah”. (Interview, Selasa 12 November 2013, pukul 17:00)

Dari ketiga informan dapat disimpulkan bahwa informan diberikan nasehat oleh orang tuanya tentang pendidikan seks.

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian hipotesis yang diajukan yaitu : hubungan negatif antara komunikasi interpersonal orang tua dengan perilaku bullying pada remaja.. Artinnya semakin tinggi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan negatif antara komunikasi interpersonal orang tua dengan perilaku bullying pada remaja. Hipotesis yang diajukan

Syukur Alhamdulillah peneliti panjatkan karena dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Model Komunikasi Interpersonal Orang tua dan Anak Dalam Hubungan Jarak Jauh (Studi

Hubungan Komunikasi Interpersonal Orang Tua dengan Perkembangan Anak Usia Sekolah di SD Negeri

hubungan komunikasi interpersonal orang tua dalam membentuk perkembangan. anak usia sekolah di SD

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan komunikasi interpersonal anak-orang tua ditinjau dari keharmonisan perkawinan orang tua.Keluarga harmonis

Berdasarkan hasil perhitungan korelasi Product Moment, maka dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan komunikasi interpersonal antara orang tua dan anak terhadap

Sebagai pedoman atau masukan bagi orang tua tentang cara berkomunikasi yang baik pada anak lewat pola yang ada, sehingga hubungan dapat berjalan dengan harmonis