• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI MASKULINITAS PADA IKLAN ROKOK SURYA 12 VERSI “AIRPORT” DI TELEVISI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "REPRESENTASI MASKULINITAS PADA IKLAN ROKOK SURYA 12 VERSI “AIRPORT” DI TELEVISI."

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh :

YUSRAN VEBRINO

0643010356

YAYASAN KESEJ AHTERAAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “Veter an ” J AWA TIMUR FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI SURABAYA

(2)

Oleh :

Yusran Vebrino

NPM. 0643010356

Telah diper tahankan dihadapan dan diter ima oleh Tim Penguji Skr ipsi J ur usan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Univer sitas Pemba ngunan Nasional “Veter an” J awa Timur Pada tanggal 13 J uni 2012

PEMBIMBING TIM PENGUJ I :

1. Ketua

Ir . Didiek Tr anggono, Msi NIP.195812251990011001 2. Sekr etar is

Dr a. Her lina Suksmawati, Msi NIP.196412251993092001

3. Anggota

Dr a. Diana Amelia, Msi

NIP.196309071991032001

Mengetahui DEKAN

Dra. Hj. Supar wati, Msi NIP.195507181983022001 Dr a. Her lina Suksmawati, Msi

(3)

Laki-laki dalam masyarakat tampaknya merupakan fenomena universal dalam sejarah

peradaban manusia, di masyarakat maupun di dunia secara tradisional manusia diberbagai belahan

dunia menata diri atau tertata dalam bangunan masyarakat. Pada masysarakat seperti itu laki-laki

diposisikan superior terhadap wanita di berbagai sektor kehidupan, baik domestik maupun publik.

Laki-laki maupun perempuan memperoleh legitimasi dari nilai-nilai sosial, agama, hukum negara dan

sebagainya. Dan tersosialisasi secara turun temurun dari generasi kegenerasi.

Peneliti ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana representasi maskulinitas di dalam iklan

rokok Surya 12 versi “Airport” di televisi.

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini dianataranya adalah periklanan, semiotik,

representasi, analisis john fiske semiotik dalam iklan, dan respon dalam psikologi warna.

(4)

iii

Puji syukur penulis tujukan kepada Allah SWT. Yang telah melimpahkan

karunia serta kenikmatan yang tak terhingga, sehingga penulis berkesempatan menimba

ilmu hingga jenjang Perguruan Tinggi. Penulis juga tidak lupa mengucapkan banyak

terima kasih kepada Ibu Dra. Herlina Suksmawati,Msi, selaku dosen pembimbing utama

yang telah meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan kepada penulis.

Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul REPRESENTASI

MASKULINITAS PADA IKLAN ROKOK SURYA VERSI “AIRPORT” DI

TELEVISI Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari

bimbingan dan bantuan berbagai pihak. Adapun penulis sampaikan rasa terima kasih,

kepada yang terhormat :

1.

Dra.Hj.Suparwati, Msi, selaku DEKAN Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2.

Juwito, S.Sos,M.Si, selaku ketua jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3.

Dosen-dosen Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu dan dorongan

dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.

4.

Orang tua serta saudaraku Astrid, Rizal yang telah banyak setia mendukung dan

menyemangati.

5.

Teman – teman Hengky, Danang, Dwi P, Ronal, Dowo, Eka, Dedi, Galuh, Rohim,

Fian serta Mbak Ita, Mbak Ira, Duo Putri, Mbak Gopek dan yang senantiasa

(5)

iv

memberikan manfaat bagi kita semua.

Surabaya,15 Desember 2011

(6)

v

HALAMAN J UDUL...i

LEMBAR PERSETUJ UAN UJ IAN SKRIPSI...ii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI...iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR GAMBAR...viii

DAFTAR LAMPIRAN...xi

ABSTRAKSI...x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJ IAN PUSTAKA ... 10

2.1. Landasan Teori ... 10

2.1.1. Periklanan ... 10

2.1.2. Televisi Sebagai Media Iklan ... 13

2.1.3. Manfaat Warna Dalam Iklan ... 14

2.1.4. Representasi ... 16

2.1.5. Identitas Maskulinitas ... 21

2.1.6. Pendekatan John Fiske Dalam Iklan Televisi... 26

(7)

vi

3.2 Kerangka Konseptual ... 34

3.2.1 Corpus ... 34

3.2.2 Definisi Operasional Konsep ... 41

3.2.2.1 Representasi ... 41

3.2.2.2 Maskulinitas ... 42

3.2.3 Unit Analisis ... 44

3.2.3.1 Tanda ... 47

3.2.3.2 Kode ... 47

3.2.3.3 Kebudayaan ... 47

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 48

3.4 Teknik Analisis Data ... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...50

4.1 Gambaran Objek Penelitian ... 50

4.1.1 Sejarah Perusahaan ... 50

4.2 Gambaran Umum Iklan Rokok Surya 12 Versi “Airport”... 52

4.3 Penyajian Data ... 53

4.4 Analisis Data...54

4.4.1 Paradikma dan sintagma pada level realitas, level representasi dan level

ideologi ... 54

4.4.1.1 Scene 2 ... 54

(8)

vii

4.4.1.6 Scene 33 ... 75

4.4.1.7 Scene 40 ... 79

4.4.1.8 Scene 45 ... 83

4.5 Intrepetasi Keseluruhan ... 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

5.1 Kesimpulan ... 91

5.2 Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93

(9)

viii

Gambar Tampilan Scene 2...54

Gambar Tampilan Scene 7...58

Gambar Tampilan Scene 22... 63

Gambar Tampilan Scene 25...67

Gambar Tampilan Scene 26...71

Gambar Tampilan Scene 33...75

Gambar Tampilan Scene 40...79

(10)

ix

(11)

1.1Latar Belakang Masalah

Kemajuan kehidupan sosial masyarakat saat ini tidak lepas dari semakin pesatnya perkembangan teknologi dan informasi. Arus teknologi dan informasi yang terjadi secara dinamis, membuat khalayak sadar betul akan pentingnya hal tersebut dalam dinamika kehidupan. Tidak dapat dipungkuri bahwa arus teknologi dan informasi sangat berpengaruh terhadap apa yang akan terjadi dalam kehidupan masyarakat baik untuk sekarang maupun masa yang akan datang. Dan sangat besar kemungkinan bagi khalayak untuk terus – menerus mendapat terpaan informasi, terlebih dari media massa.

(12)

Iklan adalah suatu bentuk proses penyampaian pesan atau informasi kepada sebagian atau seluruh khalayak mengenai penawaran suatu produk atau jasa dengan menggunakan media. Menurut Wahyu Wibowo (2003:5) iklan atau periklanan di definisikan sebagai kegiatan berpromosi barang atau jasa memalui media massa yang menggunakan media.

Iklan yang selalu mewarnai layar televisi semakin banyak dan beragam. Dari ratusan tampilan iklan di setiap media massa, baik televisi, radio, surat kabar, majalah ataupun media lainnya. Selalu menampilkan yang terbaik, meskipun terkadang kurang menarik atau bahkan sama sekali tidak membuat kita teringat akan iklan tersebut. Tampaknya iklan di percaya sebagai cara untuk mendongkrak penjualan oleh kebanyakan pengusaha yang mempunyai anggaran yang besar untuk kegiatan promosi (Sutisna, 2003:275).

Iklan merupakan bentuk menyajian dan promosi mengenai suatu produk, jasa atau ide yang penyajiannya dan promosinya itu dilakukan dan dibayar oleh perusahaan. Iklan telah lama digunakan sebagai media untuk mengkomunikasikan kebutuhan membeli bagi konsumen atau menjual berbagi produk barang ataupun jasa. Iklan di pandang sebagai “senjata” yang ampuh bagi pengiklan memamerkan produknya.

(13)

berfikir para konsumen, dengan faktor- faktor yang memotivasi mereka, serta dengan lingkungan dimana mereka hidup (Lee & Johnson, 2004:108)

Untuk menghasilkan pesan iklan yang mampu membujuk, membangkitkan, dan mempertahankan ingatan konsumen akan produk yang ditawarkan, memerlukan daya tarik tertentu bagi audience yang menjadi sasaran. Daya tarik iklan sangat penting karena akan meningkatkan keberhasilan komunikasi dengan audience (Sutisna,2003:278). Namun terkadang kita pernah menjumpai iklan yang ditampilkan tidak secara langsung hanya melalui gambar atau logo dari suatu produk dan warna – warna logo beserta kalimat pesan yang mengandung makna konotasi.

(14)

Ketika suatu produk diiklankan di televisi, pada waktu tertentu terjadi dimana potensial pembeli akan muncul di saat sedang berada di depan televisi. Televisi merupakan salah bentuk media yang sering digunakan untuk beriklan. Hal ini dikarenakan televisi memiliki keunggulan dibanding dengan media lain. Televisi mempunyai segmentasi pasar yang lebih luas daripada media cetak atau radio. Audience yang heterogen dan jangkauan yang luas membuat para pengiklan lebih tertarik menggunakan media ini. Selain itu televisi mempunyai perbedaan yang mendasar dibanding media lain, dimana televisi memadukan antara audio (seperti yang dinilai radio) dengn visual

Media televisi dan iklan terbukti sebagai media komunikasi yang paling efektif dan efisien dalam menyampaikan informasi mengenai suatu produk (www.kunci.com). Televisi dan iklan memiliki kolerasi timbal balik yang saling menguntungkan. Di satu sisi televisi sangat diuntungkan, karena melalui media televisi, produk yang diiklankan kan lebih cepat atau jauh lebih dikenal oleh khalayak, khususnya pemirsa televisi. Pengiklan juga dituntut untuk responsif dalam membaca situasi dan kondisi yang berkembang saat ini. Oleh karena itu pengiklan harus mampu mengemas iklan secara aktual dn bervariatif agar dapat menarik simpati khalayak.

(15)

disertai kontroversi, menjadi bukti bahwa kongkrit terpuruknya dunia periklanan di Indonesia. Apa yang dilakukan semata – mata demi kepentingan pihak – pihak tertentu dan mengabaikan kepentingan bagi masyarakat umum atau khalayak luas.

Salah satu aspek yang seringkali di eksploitasi adalah aspek maskulinitas. Media telah berperan aktif dalam mengekspresikan langsung realitas sosial tentang laki – laki. Media juga telah melakukan penggambaran atas definisi laki – laki itu sendiri dalam wacana maskulinitas. Seperti dalam kehidupan sosial kerap kali maskulinitas digambarkan sebagai sikap yang memiliki kejantanan, baik berupa kepribadian. Dalam media diperlihatkan bahwa seseorang laki – laki dengan penekanan sikap – sikap diatas yang diterima di masyarakat luas dan sesuatu yang sepantasnya ada dalam di jati diri sebagai laki – laki. Nilai – nila maskulinitas laki – laki kini telah dijadikan komoditas dan telah disebarluaskan.

Maskulinitas identik dengan penggambaran fisik yang besar, agresif, prestatif, dominan-superior, asertif, dan dimitoskan sebagai pelindung: kuat, rasional, jantan, dan perkasa (Widyatama, 2006:6). Wacana maskulinitas pemberani, tidak boleh cengeng, tidak boleh menangis, tidak boleh bersifat pengecut, adalah nilai – nilai dan kode – kode sifat kejantanan yang identik dengan laki – laki. Laki – laki dapat dikatakan maskulin jika laki – laki tersebut mempunyai sifat rasional, cerdas, pengambil keputusan yang baik, tegas dan perkasa, (Handoko, dalam jurnal Diskomvis, 2005)

(16)

maskulinitas bagi laki – laki bisa didapatkan dari produk – produk yang mereka tawarkan atau produk yang dihadirkan produsen untuk membantu dan memberikan dukungan pada masyarakat untuk mendapatkan ciri – ciri maskulin dengan tujuan akhir adalah keuntungan bagi produsen atas produk tersebut.

(17)

gunakan untuk menjangkau tempat radar. Ditengah – tengah perjalanan Pria itu mendapat sebuah masalah baru dimana beberapa kardus yang tertata rapi kemudian tertiup oleh angin yang menghalangi pandangan Pria itu Masalah tidak berhenti di situ saja beberapa seng terlepas karena tertiup oleh kencangnya angin dimana seng jatuh mengarah ke dia, tapi Pria itu berhasil menghindar dari seng tersebut yang menyebabkan dia jatuh bersama dengan sepeda motornya. Kemudian Pria tersebut berdiri sambil berlari menuju ke tempat radar,sang pacar pun cemas dan mencoba untuk menghubungi Pria tersebut karena tidak kunjung datang dalam acara makan bersama, namun telephone dari sang pacar tidak ia hiraukan. Setelah sampai ditempat radar dia naik ke atas dan mecoba mengambil sebuah plastik yang tersangkut di radar yang dibantu oleh temannya. Akhirnya radar bisa berfungsi dengan baik, dilain pihak sang pacar menunggu kedatangan pria yang dia cintai, tiba – tiba sang pria muncul dari balik pintu dengan tersenyum dan mengenakan baju hem lengan panjang berwarna putih dan memakai celana berwarna hitam. Secara garis besar peniliti melihat ada aspek yang menonjol dari iklan tersebut, yaitu menempatkan aspek maskulinitas dari sudut pandang yang tidak hanya dilihat dari seberapa berotot seorang pria dan seberapa besar kekuatannya tetapi sebagai pria yang berani, bertanggung jawab kepada perusahaan dan menghargai keluarga yang diperlihatkandari produk iklan yang ditampilkan.

(18)

maskulinitas yang ditonjolkan tidak hanya menonjolkan kekuatan yang dimilki seorang pria, tetapi dalam iklan ini pria tersebut menonjolkan bagaimana seorang pria bisa berfikir secara rasional, berani, mempunyai rasa tanggung jawab kepada pekerjaanya, mempunyai rasa kemanusian, dan menghargai dan menyayangi seorang kekasih.

(19)

1.2 Per umusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang dapat dikemukakan adalah :

“Bagaimana representasi maskulinitas dalam iklan rokok Surya 12 versi “Airport” di televisi?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini tidak lain dan tidak hanya adalah untuk mengetahui bagaimana representasi maskulinitas di dalam iklan rokok Surya 12 versi “Airport” di televisi.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan atas wawasan serta bahan referensi bagi mahasiswa komunikasi pada jenis penelitian semiotik iklan, pada seluruh mahasiswa pada umumnya. Sehingga dapat diaplikasikan untuk perkembangan ilmu komunikasi.

2. Kegunaan Praktis

(20)

2.1 Landasan Teor i

2.1.1 Per iklanan

Media periklanan merupakan metode komunikasi umum yang membawa pesan periklanan, yaitu televisi, majalah, surat kabar dan sebagainya. Sarana (vehicles) adalah program siar khusus atau pilihan posisi cetak dimana iklan dipasang (Shimp, 2003:504).

Periklanan adalah fenomena bisnis modern. Tidak ada perusahaan yang ingin maju dan memenangkan kompetisi bisnis tanpa mengandalkan iklan. Demikian pentingnya peran iklan dalam bisnis modern sehingga salah satu bonafiditas perusahaan terletak pada seberapa besar dana yang dialokasikan untuk iklan tersebut. Disamping itu, iklan merupakan jendela kamar dari sebuah perusahaan. Keberadaannya menghubungkan perusahaan dengan masyarakat, khususnya konsumen.

(21)

(1991:20), kegiatan komunikasi adalah penciptaan interaksi perorangan dengan menggunakan tanda – tanda tegas.

Komunikasi juga berarti pembagian unsur – unsur perilaku, atau cara hidup dengan eksistensi seperangkat ketentuan dan pemakaian tanda – tanda. Dari segi komunikasi, rekayasa unsur pesan sangat tergantung dari siapa khalayak sasaran yang dituju, dan melalui media apa sajakah iklan tersebut sebaiknya disampaikan. Sementara itu, periklanan menurut kamus istilah periklanan indonesia adalah pesan yang dibayar dan disampaikan melalui sarana media, antara lain: pers, televisi, bioskop yang sementara itu, periklanan menurut kamus istilah periklanan indonesia adalah pesan yang dibayar dan disampaikan melalui sarana media, antara lain: pers, radio, televisi, bioskop, yang bertujuan membujuk konsumen untuk melakukan tindak membeli atau mengubah perilakunya (Nuradi, 1966:4).

(22)

Iklan merupakan cara efektif untuk menyebarkan pesan, apakah itu bertujuan membangun referensi merek atau mengedukasi masyarakat. Iklan lebih diarahkan untuk membujuk orang supaya membeli. Iklan memiliki empat fungsi utama yaitu: informative, persuading, reminding, dan entertaiment. Empat fungsi iklan tersebut dimanfaatkan sedemikian rupa oleh sang creator iklan (dalam hal ini advertizing agency dan PH, atas kesepakatan ide dengan pengiklan) untuk menciptakan pesan yang menarik. Sehingga tak jarang creator iklan baik itu iklan versi cetak dan elektronik (yang ada di radio dan televisi) menggunakan ide – ide nakal, unik dan membuat orang penasaran.

(23)

2.1.2 Televisi Sebagai Media Iklan

Pada dasarnya media televisi bersifat hanya sekilas dan penyampai pesannya dibatasi oleh durasi (jam, menit, detik). Pesan dari televisi tidak dapat diulang kecuali bila direkam. Pesan di media televisi memiliki kelebihan tersendiri karena tidak dapat didengar tetapi juga dapat dilihat dalam gambar yang bergerak (audio visual). Televisi merupakan media yang paling disukai oleh para pengiklan. Hal tersebut disebabkan keistimewaan televisi mempunyai unsur audio visual sehingga para pengiklan percaya bahwa televisi mampu menambah daya tarik iklan dibanding media lain. Televisi diyakini mengingatkan khalayak sasaran terhadap pesan yang disampaikan (Kasali, 1992:172)

Penggunaan dalam menkampanyekan iklan mempunyai kemampuan dalam membangun citra, iklan televisi mempunyai cangkupan, jangkauan, repetisi yang tinggi dan dapat menampilkan pesan multimedia (suara, gambar, dan animasi) yang dapat mempertajam ingatan (Suryanto, 2005:4-5).

(24)

2.1.3 Manfaat War na Dalam Ik lan

Warna memiliki kemampuan untuk mengasumsikan banyak hal pada para pembeli prospektif. Termasuk kualitas, rasa, serta kemampuan produk untuk memuaskan beragam kebutuhan psikologis. Berbagai penelitian telah mendokumentasikan peran penting bahwa warna berperan dalam mempengaruhi panca indera kita. Strategi pemanfaatan warna dalam kemasan cukup efektif karena warna mempengaruhi dapat mempengaruhi orang secara emosional. Sebagai contoh, apa yang disebut panjang gelombang tinggi warna kuning, coklat serta hijau, mengarah pada nilai perangsangan yang kuat. Serta menyebabkan kegembiraan suasana hati (mood). Warna – warna tersebut dapat diartikan sebagai berikut :

1. kuning : Pemecah perhatian yang baik bagi para konsumen. Berarti energik, aktif, dan penuh vitalitas

2. Merah : Seringkali digambarkan dalam pengertian aktif, merangsang, energik, dan penuh vitalitas.

3. Orange : Orenge adalah warna rasa yang kerap diasosiasikan dengan makanan.

(25)

5. Ungu : Dikonotasikan sebagai warna yang berarti kelembutan, berduka, kesedihan, rasa takut, rasa bersalah menjadi pemikat bagi emosi negatif

6. Biru : mengarah pada kesegaran dan rasa dingin, keamanan dan kebersihan.

7. Putih : menandakan kemurnian, kebersihan serta kehalusan. Sebagai tambahan bagi dampak emosional yang dibawa oleh warna dalam kemasan, elegan, dan prestise bisa ditambahkan pada produk dengan menggunakan permukaan yang reflektif yang mengkilap serta berbagai skema warna yang menggunakan hitam dan putih, perak dan emas (Shimp, 2003:308)

Adapun bentuk pemaknaan lain dari warna yang diambil dari sumber yang lain seperti dibawah ini :

1. Merah : Power, energi, kehangatan, cinta, nafsu, agresi, bahaya, menggairahkan, merangsang.

2. Biru : Kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi, kebersihan, ketentraman, kenyamanan

3. Hijau : Alami, sehat, keberuntungan, pembaharuan, kalem, kedamaian, ketentraman.

(26)

5. Kuning : Optimis, harapan, filosofi, ketidak jujuran, pengecut, penghianatan, riang, kegembiraan

6. Ungu : Spiritual, misteri, kebangsawanan, transformasi, kekasaran, keangkuhan, kewibawaan, keagungan

7. Coklat : Tanah atau bumi, reliability, daya tahan

8. Abu – abu : Intelek, masa depan kesederhanaan, kesedihan

9. Putih : Kesucian, kebersihan, ketepatan, ketidak bersalahan, steril, kematian

10. Hitam : Power, seksualitas, kecanggihan, kematian, misteri, ketakutan, kesedihan, keanggunan, patah hati

(http://toekangweb.or.id/07-tips-bentuk warna 1.html)

2.1.4 Repr esenta si

(27)

Melalui representasi, ide – ide ideologis dan abstrak mendapat bentuk abstraknya. Representasi juga berarti sebuah konsep yang digunakan dalam proses pemaknaan sosial melalui sistem penandaan yang tersedia: dialog, tulisan, video, film, fotografi dan sebagainya. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa.

Representasi adalah berhubungan dengan stereotype, tetapi tidak sekedar menyangkut hal ini. Lebih penting lagi penggambaran ini tidak hanya berkenaan dengan tampilan fisik (appearance) dan deskripsi, melainkan juga terkait dengan makna (nilai) dibalik tampilan fisik (Burton, 2000:41). Representasi merupakan cara media menampilkan seseorang, kelompok atau gagasan atau pendapat tertentu.

Eriyanto menyatakan bahwa ada dua hal yang berkaitan dengan representasi, yakni :

(1) apakah seseorang atau kelompok atau gagasan tersebut ditampilkan sebagaimana mestinya, apa adanya ataukah diburukkan. Penggambaran yang tampil bisa jadi adalah penggambaran yang buruk dan cenderung memarjinalkan seseorang atau kelompok tertentu. Hanya citra buruk saja yang ditampilkan sementara citra atau sisi yang baik luput dari penampilan.

(28)

menambahkan bahwa persoalan utama dalam representasi adalah bagaimana realitas atau obyek ditampilkan.

Dengan mengutip pernyataan John Fiske, Eriyanto menyebut bahwa saat obyek, peristiwa, kelompok, gagasan, atau seseorang paling tidak ada tiga proses yang dihadapi media, level pertama, peristiwa yang ditandakan (encode) sebagai realitas. Bagaimana peristiwa tersebut dikonstruksikan sebagai realitas oleh media, dalam bahasa gambar terutama televisi umumnya berhubungan dengan aspek pakaian, lingkungan, ucapan dan ekspresi. Realitas disini selalu siap ditandakan, ketika kita menganggap, mengkonstruksi peristiwa tersebut sebagai sebuah realitas.

Pada level kedua ketika kita memandang sesuatu sebagai sebuah realitas, yang kemudian memunculkan pertanyaan bagaimana realitas tersebut digambarkan. Di sini digunakan perangkat secara teknis, dalam bahasa tulis alat teknis tersebut adalah kata, kalimat atau proposisi, grafik dan sebagainya. Dalam bahasa gambar (televisi) alat itu berupa kamera, pencahayaan, editing, atau musik yang ditransmisikan sebagai kode – kode representasi yang bisa berupa cerita, konflik, karakter, action, dialog, setting, casting dan sebagainya. Pemakaian kata – kata, kalimat atau proposisi tertentu misalnya membawa makna tertentu ketika diterima khalayak.

(29)

kode – kode representasi dihubungkan dan diorganisir kedalam koherensi sosial seperti kelas sosial, kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat (patriaki, materialism, dan sebagainya). Kemungkinan menggunakan ideologi tersebut, misalnya peristiwa pemerkosaan bagaimana peristiwa tersebut digambarkan.

Dalam ideologi yang dipenuhi ideologi patriaki, kode representasi yang muncul misalnya digambarkan dengan tanda posisi kaki laki – laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Dalam representasi seringkali terjadi mis-representasi, yakni ketidakbenaran penggambaran, kesalahan penggambaran. Mis-representasi merupakan penggambaran seseorang, kelompok atau pendapat, gagasan secara buruk, tidak sebagaimana mestinya.

Penggambaran seperti ini sering dilakukan media pada kelompok yang dianggap tidak memiliki peran atau tidak penting misalnya kelompok perempuan. Dalam mis-representasi terjadi juga proses marjinalisasi pada kelompok tertentu, misalnya perempuan digambarkan sebagai pihak yang tidak berani, kurang inisiatif, tidak rasional, dan emosional. Di sini perempuan tidak digambarkan sebagaimana mestinya. Dalam marjinalisasi ini beberapa praktik bahasa sebagai strategi wacana yakni,

(30)

namun eufisme digunakan juga untuk memarjinalkan misalnya perempuan dianggap sebagai makhluk yang indah, menawan, wajahnya bagai bulan purnama padahal penyebutan ini sebagai bentuk penempatan perempuan sebagai obyek.

Kedua, pemakaian bahasa kasar (disfemisme), merupakan kebalikan dari eufemisme, yakni realitas menjadi kasar. Jika eufisme digunakan untuk masyarakat atas maka defimisme digunakan untuk masyarakat bawah. Dalam marjinalisasi pada kelompok perempuan maka penggunakan istilah perempuan nakal, penggoda, perusak rumah tangga, perempuan murahan, sebagai bentuk memarjinalkan perempuan sebagai sumber petaka.

Ketiga, labelisasi, dalam bentuk ini maka perangkat bahasa digunakan oleh kelompok kelas atas untuk menyudutkan lawan – lawannya. Labeling adalah penggunaan kata – kata yang ofensif kepada individu, kelompok, atau kegiatan. Istilah perusak rumah tangga, penggoda, perempuan nakal digunakan untuk memberikan stigma pada perempuan yang dianggap tidak bermoral, pelebelan ini bukan hanya membuat kelompok ini menjadi buruk tetapi juga memberi kesempatan kepada mereka yang memproduksinya untuk melakukan tindakan tertentu.

(31)

praktik representasi yang menggambarkan sesuatu dengan penuh prasangka, konotasi negative dan bersifat subyektif. Stereotype yang menempatkan suatu kelompok lebih baik dan kelompok lain lebih buruk, menjadikan representasi yang memihak hal ini terjadi karena faktor – faktor dominan yang masih melekat pada para pengelola media yakni latar belakang pendidikan, budaya, dan agama yang mempengaruhi pola pikiran mereka dalam memproduksi pesan. Latar belakang ini menghasilkan pola pikir yang memihak dan dengan sendirinya produk pesan yang subyektif (Eriyanto, 2002:113)

2.1.5 Identitas Maskulinitas

Sebuah konsep yang mengacu pada pengertian laki – laki telah menjelaskan tentang makna dari laki – laki itu sendiri, bahwa sesungguhnya laki – laki adalah seorang pria yang secara fisik berbeda dengan perempuan, misalnya saja pada bentuk fisik maupun tingkah laku.

(32)

berakar pada budaya patriaki. Juliet Mitchell (1994) mendeskripsikan patriaki dalam suatu term “the law of father” yang masuk dalam kebudayaan lewat bahasa atau proses simbolik lainnya.

Maskulinitas adalah karakteristik tubuh laki – laki yang gagah, jantan, keras dan kuat sehingga bertanggung jawab dalam memimpin berpolitik dan urusan sejenisnya yang menggambarkan superioritas laki – laki dalam segenap aspek kehidupan sehari – hari. Maskulinitas seringkali memaknai dengan mengacu pada ciri – ciri yang melekat pada laki – laki. Maka muncul imaji maskulinitas seperti tubuh yang berotot, penuh lelehan keringat, perkasa, pemberani, petualang dan sebagainya. Maskulinitas juga diidentikkan dengan mobilitas, gerak, gairah berkompetensi dan bertanding. Stereotype maskulinitas lantas acapkali disejajarkan dengan aktivitas olahraga dan jiwa sportifitas. (http://argyo.staff.uns.ac.id/files/2010/08/maskulinitas-ind1.pdf)

Menurut Barker (Nasir, 2007:1) maskulinitas merupakan sebuah konstuksi kelakian terhadap laki – laki, laki – laki tidak dilahirkan begitu saja dengan sifat maskulinnya secara alami, maskulinitas dibentuk oleh kebudayaannya. Terminologi maskulin sama halnya jika berbicara mengenai feminin.

(33)

dalam Nasir, 2007:1). Secara umum, maskulinitas tradisional menganggap tinggi nilai-nilai, antara lain kekuatan, kekuasaan, ketabahan, aksi, kendali, kemandirian, kepuasan diri, kesetiakawanan laki-laki, dan kerja. Di antara yang dipandang rendah adalah hubungan interpersonal, kemampuan verbal, kehidupan domestik, kelembutan, komunikasi, perempuan, dan anak-anak (Barker, Nasir, 2007: l).

Sedangkan menurut Beynon (Nasir 2007) maskulinitas dapat dikelompokkan dalam delapan kategori yaitu:

1. No Sissy Stuff : Seorang laki – laki sejati harus menghindari perilaku atau karakteristik yang berasosiasi dengan perempuan

2. Be a Big Wheel : Maskulinitas dapat diukur dari kesuksesan, kekuasaan, dan pengaguman dari orang lain. Seseorang harus mempunyai kekayaan, ketenaran, dan status yang sangat lelaki. Atau dalam masyarakat Jawa : seorang laki – laki dikatakan sukses jika berhasil memiliki garwo (istri), bondo (harta), turonggo (kendaraan), kukiro (burung peliharaan), dan pusoko (senjata atau kesaktian)

(34)

4. Give em Hell : Laki – laki harus mempunyai aura keberanian dan agresi, serta harus mampu mengambil resiko walaupun alasan dan rasa takut menginginkan sebaliknya

5. New man as Nurturer : Laki – laki mempunyai kelembutan sebagai seorang bapak, misalnya untuk mengurus anak, melibatkan peran penuh laki – laki dalam arena domestik

6. New man as narcissist : Laki – laki menunjukkan maskulinitasnya dengan gaya hidup yuppies yang flamboyan dan perlente, laki – laki semakin suka memanjakan dirinya dengan produk – produk komersial properti, mobil, pakaian atau artefak personal yang membuatnya tampak sukses

7. Sifat kelaki – lakian yang macho, kekerasan, dan hooliganism, laki – laki membangun kehidupannya di sekitar football atau sepak bola dan dunia minum – minum, juga sex dan hubungan dengan para perempuan, mementingkan leisure time, bersenang – senang, menyumpah, menonton sepak bola, minum bir, dan membuat lelucon – lelucon yang dianggap merendahkan perempuan

(35)

Maskulinitas dalam hubungannya dengan konstruksi sosial laki – laki dan perempuan diatas secara tersirat erat berkaitan dengan permasalahan gender. Menurut Zimmerman yang dikutip oleh Ritzer dan Goodman menjelaskan bahwa gender (yaitu perilaku yang memenuhi harapan sosial untuk laki – laki dan perempuan) tidak melekat dalam diri seseorang, tetapi dicapai melalui interaksi dalam situasi tertentu.

(36)

telah diletakkan pada laki – laki dengan ciri maskulin dan perempuan dengan ciri feminin. Selain itu, stereotip maskulinitas senantiasa dilekatkan pada kaum laki – laki dalam bentuk konsepsi sifat – sifat yang selalu bermakna positif, diantaranya yakni : rasional, tegar, kuat, mandiri, tegas, dan dominan (Kasiyan, 2008:52) singkatnya maskulinitas telah disepakati secara sosial sebagai citra ideal bagi kaum laki – laki dan kemudian diwariskan dalam masyarakat.

Dalam peran tradisional pria harus jadi seorang pemimpin, baik dirumah maupun masyarakat luas. Helen Andelin mengemukakan wanita harus mematuhi suami mereka dan menikmati perlindungan yang diberikan. Pria harus menjadi kepala keluarga yang tidak boleh digugat, istri harus menerima suami sebagai pemimpin mendukung dan mematuhinya (Sears et al, 1991:218)

2.1.6 Pendekatan J ohn Fisk e Dalam Iklan Televisi

(37)

perspektif tentang teks (iklan) dan budaya ini dinamakan pendekatan semiotik. Teks dilihat sebagai sistem tanda yang terkodekan. John Fiske (1991) menekankan bahwa teks televisi bersifat ambigu, media tersebut be, sifat polisemik (penuh kode dan tanda) (Bruto, 2000:47)

Semiotik atau semiologi merupakan terminologi yang menunjuk pada ilmu yang sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di Eropa, sedangkan semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika. Istilah yang berasal dari bahasa Yunani semion yang berarti “tanda atau sign” dalam bahasa Inggris itu adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya.

Semiotik adalah teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda dan simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengkomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda – tanda visual dan verbal serta semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indra yang kita miliki ketika tanda – tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis disetiap kegiatan dan perilaku manusia. Tanda dapat diartikan sebagai perangkat yang dipakai dalam upaya mencari jalan di dunia ini, ditengah manusia dan bersama manusia.

(38)

ingin membongkar bahasa secara keseluruhan. Dalam kaitan dengan iklan di televisi pesan dibangun dengan tidak semata – mata, rangkaian gambar dalam iklan adalah gambar bergerak yang dapat menciptakan imajinasi dan sistem perbedaan.

Diasumsikan pembuatan iklan televisi sama dengan pembuatan film cerita. Analisis semiotik yang dilakukan pada cinema atau layar lebar menurut John Fiske disertakan dengan analisis film (iklan) yang ditayangkan di televisi. Sehingga yang dilakukan pada iklan rokok Surya 12 versi “Airport, Menurut John Fiske dibagi menjadi tiga level, yaitu :

(1) Level Realitas, pada level ini realitas dapat dilihat pada kostum pemain, tatarias, lingkungan, gesture, ekspresi, suara, perilaku, ucapan dan sebagainya sebagai kode budaya yang ditangkap melalui kode – kode teknis.

(2) Level Representasi, meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, suara casting.

(3) level Ideologi, meliputi suatu kesatuan dan penerimaan sosial kelas, patriaki, gender.

(39)

analisis sebuah film (iklan) adalah shot yang dibatasi oleh cut dan camera movement. Shot adalah hasil pengambilan gambar pada saat mulai menyala (on) hingga padam (off). Scene adalah kumpulan atau rangkaian beberapa shot hingga membentuk adegan tertentu (Atmaja,et,al, 2007:49).

Penerapan semiotik pada iklan televisi harus memperhatikan aspek medium televisi yang berfungsi sebagai tanda yaitu jenis pengambilan kamera (shot) dan kerja kamera. Dengan cara tersebut peneliti bisa memakai shot apa saja yang muncul dan bagaimana maknanya. Ada banyak istilah dalam pengambilan gambar, secara umum ada empat shot yakni : (1) close up, (2) medium shot, (3) full shot, (4) long shot.

(40)

2.1.7 Analisis Semiotika

Untuk melihat representasi maskulinitas pada media massa maka akan digunakan analisis semiotik. Istilah semiotik dapat diartikan sebagai tanda, yakni sesuatu atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dan dapat mewakili sesuatu yang lain. Tanda dapat diartikan sebagai perangkat yang dipakai dalam upaya mencari jalan di dunia ini, ditengah manusia dan bersama manusia. Secara estimologis, istilah semiotik berasal dari kata yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain (Eco, 1979:16 dalan Sobur, 2004:95).

Secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas obyek – obyek, peristiwa – peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda (Eco, 1976:6 dalan Sobur, 2004:95). Pengertian lain juga dikemukakan Van Zoest yang mengartikan semiotik sebagai “ilmu tanda (sign) dan segala yang berhubungan dengan cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lair, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya”.

(41)

1. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara tanda – tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara tanda – tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam arti manusia yang menggunakannya.

2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentrasnmisikannya.

3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode – kode dan tanda – tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri (John Fiske, 2007:06).

2.2 Kerangka ber fikir

(42)

hanya memiliki tujuan memberikan informasi tentang sebuah produk atau jasa, melainkan juga dapat memberikan hiburan.

Peneliti tertarik untuk meneliti iklan rokok surya 12 versi “airport” yang ditayangkan di televisi. Karena menurut analisis peneliti terdapat aspek maskulinitas yang ditonjolkan dalam iklan tersebut. Dalam iklan ini, sebagian besar menampilkan sisi maskulin seorang pria dengan memperlihatkan gambar laki – laki yang berani. Namun disisi lain laki – laki itu mempunyai tanggung jawab terhadap perusahaan dan menghargai keluarga sang pacar.

(43)

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode studi deskriptif kualitatif dengan menggunakan analisis semiotik, untuk mempresentasikan penggambaran iklan pada media elektronik yaitu televisi, yang akan dijadikan sebagai objek penelitian ini adalah iklan produk rokok Surya 12 versi “airport” di media televisi.

Alasan digunakan metode deskriptif berdasarkan beberapa faktor pertimbangan, yang pertama yaitu metode deskriptif kualitatif, akan lebih mudah menyesuaikan bila dalam penelitian kenyataan ganda, kedua metode deskriptif kualitatif menyajikan secara langsung hubungan antara peneliti, dan yang ketiga adalah metode deskriptif lebih peka serta dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola – pola nila yang dihadapi (Meleong, 2002:5).

Selain itu pada dasarnya pendekatan semiotik bersifat kualitatif interpretative, yaitu suatu metode yang memfokuskan dirinya pada tanda dan lambang teks sebagai objek kajian, serta bagaimana menafsirkan dan memahami kode dibalik tanda dan teks tersebut (Christomy dan Yuwono, 2004:99).

(44)

terdapat dalam penelitian ini. Karena itulah, penelitian menggunakan pendekatan semiotik untuk menganalisis atau menafsirkan makna yang terdapat dalam iklan tersebut.

3.2 Kerangka Konseptual

3.2.1 Cor pus

Di dalam penelitian kualitatif diperlukan adanya suatu pembahasan masalah yang disebut corpus. Corpus adalah sekumpulan bahan terbatas yang ditentukan oleh analisis kesemenaan. Corpus haruslah cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsur – unsur akan memelihara sebuah sistem kemiripan dan perbedaan yang lengkap. Corpus juga bersifat sehomogen mungkin, baik homogen pada taraf waktu (sinerony) (Kurniawan 2007, 70).

Corpus merupakan sampel terbatas pada penelitian kualitatif yang bersifat homogen, tetapi sebagai analisa, corpus bersifat terbuka pasa konteks yang beraneka ragam, sehingga memungkinkan memahami berbagai aspek dari sebuah teks pesan. Corpus bertujuan khusus digunakan untuk menganalisa semiotik dan analisa wacana. Pada penelitian kualitatif memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi – interpretasi alternatif.

(45)

scene – scene tersebut berkaitan dan dihubungkan representasi maskulinitas.

SCENE 2

(46)

SCENE 7

Scene 7 ini menggambarkan maskulin dari pemilihan model yang diambil. Kostum, gesture yang juga terlihat maskulin. Memakai kemeja berwarna putih, memakai id card dengan tali berwarna merah serta menenteng jaket berwarna hitam, yang menadakan sisi maskulin dari objek.

SCENE 22

(47)

dikendarai motor yang seperti ini biasanya hanya digunakan oleh kaum pria saja karena terlihat lebih jantan, jaket kulit masih didominasi warna hitam dengan garis merah. Helm teropong yang juga biasa dipakai oleh laki-laki.

SCENE 25

(48)

SCENE 26

Karena pada scene 26 ini ditampilkan adegan yang menegangkan. Masih di latar belakangi cuaca buruk (angin dan hujan lebat), ditambah potongan-potongan atap yang terbuat dari seng jatuh yang tertiup angin sehingga menghalangi laju pengendara motor. Hal yang seperti ini tidak mungkin dilakukan oleh wanita.

(49)

SCENE 33

Karena pada scene 33 ini ditampilkan adegan yang menegangkan. Masih di latar belakangi cuaca buruk (angin dan hujan lebat), ditambah potongan-potongan atap yang terbuat dari seng jatuh yang tertiup angin sehingga menghalangi laju pengendara motor. Hal yang seperti ini tidak mungkin dilakukan oleh wanita.

SCENE 40

(50)

scene ini. Laki-laki pada gambar diatas diasosiasikan sebagai wujud objek yang dinamis, secara kodrat memang selalu ditampilkan sebagai sosok yang pemberani. Jika perempuan selalu menangis untuk meluapkan emosinya namun tidak dengan laki-laki. Laki-laki cenderung berteriak ketika sedang marah

SCENE 45

(51)

3.2.2 Definisi Oper asional Konsep

3.2.2.1 Repr esentasi

Representasi merupakan tindakan yang menghadirkan sesuatu lewat sesuatu yang diluar dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol (Piliang, Yasraf Amir, 2006:24). Representasi adalah proses dan hasil yang memberi makna khusus pada tanda (www.kunci.or.id). Adapun definisi lain dari representasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online (www.kbbi.or.id), adalah perbuatan mewakili; keadaan diwakili; apa yang mewakili; perwakilan.

Melalui representasi, ide – ide ideologis dan abstrak mendapat bentuk abstraknya. Representasi juga berarti sebuah konsep yang digunakan dalam proses pemaknaan sosial melalui sistem penandaan yang tersedia: dialog, tulisan, video, film, fotografi dan sebagainya. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa.

(52)

3.2.2.2 Mask ulinitas

Maskulinitas adalah karakteristik tubuh laki – laki yang gagah, jantan, keras dan kuat sehingga bertanggung jawab dalam memimpin berpolitik dan urusan sejenisnya yang menggambarkan superioritas laki – laki dalam segenap aspek kehidupan sehari – hari. Maskulinitas seringkali dimaknai dengan mengacu ciri – ciri yang melekat pada laki – laki. Maka muncul imaji maskulinitas seperti tubuh yang berotot, penuh lelehan keringat, perkasa, pemberani, petualang, dan sebagainya.

(53)

Maskulinitas identik dengan penggambaran fisik yang besar, agresif, prestatif, dominan-superior, asertif, dan dimitoskan sebagai pelindung: kuat, rasional, jantan, dan perkasa (Widyatama, 2006:6). Wacana maskulinitas pemberani, tidak boleh cengeng, tidak boleh menangis, tidak boleh bersifat pengecut, adalah nilai – nilai dan kode – kode sifat kejantanan yang identik dengan laki – laki. Laki – laki dapat dikatakan maskulin jika laki – laki tersebut mempunyai sifat rasional, cerdas, pengambil keputusan yang baik, tegas dan perkasa, (Handoko, dalam jurnal Diskomvis, 2005)

(54)

Pada iklan surya 12 versi airport ini maskulin dapat dilihat dari pengambilan keputusan dengan baik, tegas. Karena menyangkut kepentingan dan keselamatan orang lain maka ia rela untuk mengemban tanggung jawab yang cukub besar, yakni ia dengan sigap mengambil keputusan membersihkan plastik-plastik yang nyangkut pada radar ATC. Meskipun ia mengenyampingkan keselamatan dari keputusan yang ia ambil. maskulinitas dengan keberanian, tanggung jawab serta mempunyai rasa kasih sayang

3.2.3 Unit Analisis

Elemen yang tampak dalam iklan rokok Surya 12 versi “airport” di televisi berkaitan dengan analisis pertama pada penelitian yaitu paradigma dan sintagma. Paradigma adalah sekumpulan asosiasi dari sign tersebut yang merupakan anggota dari kategori - kategori yang didefinisikan, tetapi tiap –tiap sign tersebut memiliki makna yang berbeda – beda. Sedangkan sintagma adalah kombinasi dari sign yang berinteraksi sesuai dengan yang kita inginkan yang membentuk sebuah makna secara keseluruhan dan biasanya disebut sebagai rantai (chain) (Fiske, 1994:5).

(55)

“airport” akan dikombinasikan menjadi kode – kode, baik itu eksplisit maupun implisit yang akan disampaikan kepada audiens. Dari kode yang tampak sebagai indikator untuk menentukan batasan tentang maskulinitas pada pria yang ada di iklan rokok Surya 12 versi “airport”, peneliti memilih kode – kode televisi sebagai berikut untuk menentukan unit analisis, yaitu:

• Kostum dan riasan (make-up)

• Latar (setting)

• Karakter (character)

• Ekspresi wajah (ekspression)

• Konflik (conflict)\

Unit analisis dari iklan rokok Surya 12 versi “airport” dibagi menjadi tiga level yaitu:

1. Level Realitas (reality)

(56)

2. Level representasi (representation)

Disini peneliti menggunakan perangkat secara teknis. Dalam bahasa tulis, alat tulis itu adalah kata, kalimat atau proposisi, grafik dan sebagainya. Level ini berhubungan dengan kode – kode sosial antara lain, kamera (camera), pencahayaan (lighting), perevisian (editing), musik (music), suara (sound), di dalam iklan rokok Surya 12 versi “airport”

3. Level ideologi (ideology)

Bagaimana kode – kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koheresi sosial, atau kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat seperti individualism (individual), patriachy (patriaki), class (kelas), materalism (materialisme), capitalism (kapitalisme) dan sebagainya.

(57)

3.2.3.1Tanda

Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara tanda – tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konsturksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam arti manusia yang menggunakannya. Pada bagian ini dapat dikategorikan dalam level realitas yang meliputi kostum pemain, tatarias, lingkungan, gesture, ekspresi, suara, perilaku, ucapan dan sebagai kode budaya yang dapat ditangkap melalui kode – kode teknis.

3.2.3.2Kode

Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagi kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya. Pada saat dilakukan analisa dapat dimasukkan kedalam level representasi yang meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, suara, casting.

3.2.3.3Kebudayaan

(58)

tanda – tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri (John Fiske, 2007 : 06). Apabila dianalisa kedalam level ideologi, tentu dikaitkan dengan suatu kesatuan dan penerimaan sosial seperti kelas, patriarki, gender

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data di dalam penelitian iklan rokok Surya 12 versi “Airport” di televisi berasal dari data primer dan sekunder

1.Data Primer

Data berupa corpus dan data berupa iklan rokok Surya 12 versi “Airport” yang ditayangkan di televisi

2.Data Sekunder

Data sekunder berasal dari bahan referensi seperti buku dan internet dengan obyek kajian

3.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, data yang dikumpulkan berupa kata – kata, gambar, dan warna. Hal ini disebabkan adanya penerapan metode kualitatif, menjadi kunci jawaban terhadap apa yang diteliti.

(59)

Serta membentuk berbagai pemaknaan terhadap iklan tersebut. Iklan rokok Surya 12 versi “Airport” akan di interpretasikan dengan cara mengidentifikasikan tanda – tanda yang terdapat dalam setiap bentuk penggambaran iklan tersebut.

(60)

4.1 Gambar an Objek Penelitian

4.1.1 Sejar ah Gudang Gar am

Gudang Garam didirikan pada 26 Juni 1958 oleh Tjoa Ing Hwie. Sebelum mendirikan perusahaan ini, di saat berumur sekitar dua puluh tahun, Ing Hwie mendapat tawaran bekerja dari pamannya di pabrik rokok Cap 93 yang merupakan salah satu pabrik rokok terkenal di Jawa Timur pada waktu itu. Berkat kerja keras dan kerajinannya dia mendapatkan promosi dan akhirnya menduduki posisi direktur di perusahaan tersebut.

Pada tahun 1956 Ing Hwie meninggalkan Cap 93. Dia membeli tanah di Kediri dan memulai produksi rokok sendiri, diawali dengan rokok kretek dari kelobot dengan merek Inghwie. Setelah dua tahun berjalan Ing Hwie mengganti nama perusahaannya menjadi Pabrik Rokok Tjap Gudang Garam.

(61)

Produk-Produk Gudang Garam: • Gudang Garam International • Surya 12

• Surya 12 Gold • Surya 16

• Surya 16 Exclusive • Surya Slims • Surya Signature • Surya Profesional • Surya Pro Mild

• Gudang Garam Nusantara • Gudang Garam Nusantara Mild • Gudang Garam Merah

• Gudang Garam Djaja • Nusa

• Taman Sriwedari

• Sigaret Kretek Filter Klobot

Pada iklan rokok surya 12 terdapat tagline “Taklukkan tantanganmu”. Perusahaan membuat tag line yang seperti ini dimaksudkan adalah setiap laki-laki harus mampu untuk menaklukkan segala tantangan yang ada di depannya tanpa mengeluh ataupun menangis. Disamping itu laki-laki harus kuat dan berani.

(62)

4.2 Gambar an Umum Iklan Rokok Sur ya 12 Ver si “Air por t”

(63)

berhasil menghindar dari seng tersebut yang menyebabkan dia jatuh bersama dengan sepeda motornya. Kemudian Pria tersebut berdiri sambil berlari menuju ke tempat radar,sang pacar pun cemas dan mencoba untuk menghubungi Pria tersebut karena tidak kunjung datang dalam acara makan bersama, namun telephone dari sang pacar tidak ia hiraukan. Setelah sampai ditempat radar dia naik ke atas dan mecoba mengambil sebuah plastik yang tersangkut di radar yang dibantu oleh temannya. Akhirnya radar bisa berfungsi dengan baik, dilain pihak sang pacar menunggu kedatangan pria yang dia cintai, tiba – tiba sang pria muncul dari balik pintu dengan tersenyum dan mengenakan baju hem lengan panjang berwarna putih dan memakai celana berwarna hitam. Secara garis besar peniliti melihat ada aspek yang menonjol dari iklan tersebut, yaitu menempatkan aspek maskulinitas dari sudut pandang yang tidak hanya dilihat dari seberapa berotot soerang pria ketika tidak mengenakan baju atau seberapa banyak keringat yang dikeluarkan ketika seorang pria beraktifitas, melaikan juga dari bagaimana seorang pria dapat menghargai orang lain, dan dapat bertanggung jawab.

4.3 Penyajian Data

(64)

John Fiske membagi tiga level yang dalam menganalisa penyajian data yakni level realitas, level representasi dan level ideologi. Berdasarkan atas apa yang di kemukakan oleh Fiske, level realitas terdiri dari penampilan, kostum, make up, setting dan gesture. Level Representasi terdiri atas Shoot (pengambilan gambar), Lighting atau pencahayaan, sound atau musikdan yang terakhir adalah Level Ideologi yang membahas tentang dimana kaitannya dengan kebudayaan.

4.4 Analisis Data

4.4.1 Paradik ma dan sintagma pada level r ealitas, level r epr esentasi dan level ideologi.

4.4.1.1 Scene 2

Tampilan gambar visaual dalam Scene 2

(65)

Analisis

• Level Realitas (1) Setting

Setting yang ditampilkan dalam scene ini bertempat di dalam ruangan penuh dengan banyak monitor, tombol-tombol, kursi, meja dan pagar berbentuk kotak yang hanya terihat setengah. Lingkungan atau setting pada scene ini, terlihat latar belakang suasana ruang kerja pengendali kontrol pada sebuah bandar udara, dengan dikelilingi banyak monitor. Didominasi warna hitam pada seluruh monitor yang terdapat pada ruangan tersebut. Serta terlihat cuaca buruk yang dapat dilihat dari gelapnya awan yang terlihat di belakang kaca pada ruangan pengendali.

(2) Wardrobe

Pada scene ini wardrobe yang di gunakan adalah Ke-empat pria itu mengenakan seragam dengan kemeja berwarna putih dan celana berwarna hitam, apabila dikaitkan dengan aspek maskulinitas, warna putih menandakan kebersihan kerapihan. Sebagai tambahan bagi dampak emosional yang dibawa oleh warna dalam kemasan, elegan. Sedangkan warna hitam menunjukan suatu disiplin, kewibawaan dan kemauan keras dalam menanggapi sesuatu.

(3) Property

(66)

(4) Gerak Tubuh (Gesture)

Salah satu laki-laki itu berdiri berpamitan pulang dengan tiga orang laki-laki yang juga berada dalam ruangan yang sama. Ketiga orang laki-laki tersebut diasumsikan sebagai rekan kerja. Laki-laki yang berpamitan memegang ponsel dan jaket kulit berwarna hitam.

(5) Ekspresi

Pada scene ini ekspersi yang ditampilkan oleh model laki-laki adalah terlihat bahwa objek merasa tenang dan ingin pulang dengan segera, tiada firasat apapun mengenai accident yang berada di radar.

(6) Dialog

Scene ini tidak memperdengarkan back sound, hanya memperdengarkan sound effect dari suara hujan dan gemuruh angin kencang yang berhembus. Objek berkata “duluan ya?” kepada rekan-rekanya, dan salah satu rekannya menjawab “oke”

(67)

• Level Repr esentasi

(1) Sudut Pengambilan Gambar

Pada Scene 2, teknik pengambilan gambar pada scene ini adalah long shoot sehingga objek terlihat kecil. Pengambilan gambaar ini dimaksudkan agar memperlihatkan bagaimana suasana dari tempat kerja si laki-laki beserta laki-laki lainnya yang dapat diasumsikan sebagai rekan kerjanya. Menggunakan pergerakan kamera following shoot, kamera menitik beratkan pada objek yang berjalan dan mengikutinya dari ujung ruang kaerja hingga menuju tangga.

(2) Pencahayaan

Pencahayaan dalam scene ini menggunakan teknik pencahayaan indoor atau pencahayaan di dalam ruangan. Pada scene ini memerlukan banyak cahaya untuk memperlihatkan objek, sehingga terkesan rapih dan dinamis pada ruangan itu.

• Level Ideologi

(68)

Makna Keselur uhan

Makna keseluruhan dalam scene 2 ini adalah maskulinitas yang ada dalam scene ini adalah segi maskulinitas jika dilihat dari kesetiakawanannya yang dapat dilihat dari ketika objek sedang berpamitan dengan rekan-rekan kerjanya.

4.4.1.2 Scene 7

Tampilan gambar visual dalam scene 7

(69)

Analisis

• Level Realitas (1)Setting

Latar masih berada pada suatu ruangan yang terdapat banyak layar, meja dan banyak tombol-tombol yang terdapat disana. Dan tempat pada scene ini masih berada di kantor pengawas pada sebuah bandara.

(2) Wardrobe

Kostum yang digunakan oleh laki-laki ini kemeja berwarna putih, mengalungkan tali berwarna merah dengan menggantung sebuah id card atau tanda pengenal dari laki-laki tersebut. Warna hitam dan putih masih mendominasi pada scene ini. Warna putih yang terdapat pada kemeja, meja dan tiang, bisa diartikan sebagai warna yang bersih, natural, warna yang sangat bisa dipadukan dengan warna apapun. Jaket yang dibawa oleh sang laki-laki, bisa diartikan sebagai power, keagungan, berwibawa, disiplin, dan berkemauan keras. Make-up yang dipakai pada scene ini adalah make-up yan natural dengan menggunakan brewok yang dibiarkan tumbuh pada model agar tampak laki-laki yang maskulin.

(3) Property

Property yang di gunakan pada scene ini masih meliputi ponsel, komputer, monitor, kursi dan meja.

(4) Gerak Tubuh (gesture)

(70)

menuju tangga yang berada didepannya. (5) Ekspresi

Ekspesi yang ditonjolkan pada laki-laki ini adalah ekspersi santai karena telah selesai melaksanakan pekerjaannya dengan cepat. Santai dikarenaan pekerjaan telah selesai dan akan pulang.

(6) Dialog

Pada scene di atas memperlihatkan laki-laki sedang berbicara melalui telepon genggamnya. Laki-laki berbicara dengan seorang wanita yang dapat diasumsikan sebagai kekasihnya “iya, ini uda selesai kok”.

Analisis level Realitas dalam scene ini adalah tampilan sosok model laki-laki yang maskulin dengan ekspesi santai dengan pakaian kemeja lengan panjang berwarna putih, sedangkan gesture (gerak tubuh) yang ditunjukan dengan menelepon kekasihnya dengan berjalan menuju tangga yang berada didepannya. Model di arahkan berjalan dengan asumsi model akan menemui kekasihnya.

• Level Repr esentasi

(1)Sudut Pengambilan Gambar

(71)

mundur atau menyamping. Tracking shot mengikuti pergerakan karakter secara utuh sehingga selah – olah penonton ikut bergerak bersama karakter

(2)Pencahayaan

Teknik pencahayaan yang digunakan dalah teknik indor atau dalam ruangan, memperlihatkan pencahayaan yang natural, tampak terang agar ruangan tersebut tampak seperti ruang kerja namun masih terihat sisi mendung yang gelap yang nampak dari awan berwarna kelabu dari kaca ruang kerja tersebut.

(3)Sound effect

Memperdengarkan sound effect dari suara hujan dan gemuruh angin kencang yang berhembus, terlihat sambaran kilat yang tampak di depan kaca laki-laki yang duduk menghadap layar komputer.

(72)

• Level Ideologi

level ideologi pada scene ini masih menitikberatkan pada aspek pencitraan yang ada dalam suasana ruang kerja. Suasana ruang kerja yang hanya terlihat laki-laki sebagai karyawannya. Jika di asumsikan pada pekerjaan tersebut hanya di lakukan hanya oleh laki-laki. Level ideologi yang terkait dengan pencitraan laki-laki pada scene ini adalah laki-laki yang selalu di identikan dengan pribadi yang dinamis, mandiri.

Mak na Keselur uhan

(73)

4.4.1.3 Scence 22

Tampilan gambar visual dalam scene 22

Dalam scene 22 tampilan visual model laki-laki sedang mengangkat sepeda motor yang jatuh karena tertiup badai dan kemudian model segera mengendarainya.

Analisis

• Level Realitas (1) Setting

Latar belakang dari scene 3 di atas terlihat seperti arena parkir sepeda motor yang terletak pada hanggar pesawat. Langit yang mendung beserta hujan yang di identikan dengan kegentingan dan kegelisahan. Berjejer motor yang hampir sama disamping motor lelaki tersebut, namum motor yang di letakkan disamping motor lelaki tersebut berwarna hitam, karena memang yang lebih ditonjolkan adalah motor si lelaki tersebut.

(2) Wardrobe

(74)

yang biasa digunakan oleh laki-laki sehingga pemakainya terlihat lebih jantan.

(3) Property

Motor berwarna merah (4) Gerak Tubuh

Laki-laki pada scene ini memperlihatkan gerakan (gesture) yang cepat dan terkesan tergopoh-gopoh. Memperihatkan kekuatan laki-laki tersebut karena mengangkat motor besarnya. Mengandalkan kekuatan sendiri karena seorang lelaki haruslah mandiri dan bisa diandalkan. Pada scene 3 terlihat seorang laki-laki sedang mengangkat sepeda motor yang di jatuh tergeletak di parkiran. Sepeda motor yang digunakan oleh laki-laki itu adalah motor yang biasanya hanya laki-laki yang mengendarainya itu berwarna merah.

(5) Ekspresi

Tidak begitu tampak ekspresi pada scene ini karena model memakai helm teropong yang menutupi hampir seluruh kepalanya. Namun dapat dikatakan bahwa model sedang dikejar waktu untuk segera mengendarai motor yang jatuh itu.

(6) Dialog

Tidak ada dialog pada scene ini pula.

(75)

hanggar pesawat. • Level Repr esentasi

(1)Sudut Pengambilan Gambar

Pengambilan gambar pada scene ini adalah medium close up karena memperlihatkan separuh badan dari objek, yaitu dari pinggul sampai dengan kepala. Sedangkan pengambilan gambar yang dimaksudkan untuk memperlihatkan gerakan saat laki-laki mengangkat motor yang terjatuh. (2)Pencahayaan

Teknik pencahayaan yang digunakan dalah teknik outdoor atau luar ruangan, memperlihatkan pencahayaan yang natural, dengan setting hujan dan dengan awan berwarna gelap disertai hujan dan angin. Dengan menggunakan teknik pegerakan kamera Tracking shot pergerakan kamera yang menghasilkan tampilan bergerak maju, mundur atau menyamping. Tracking shot mengikuti pergerakan objek secara utuh sehingga selah – olah penonton ikut bergerak bersama objek.

(3)Sound effect

Sound effect yang digunakan pada scene ini adalah tetap menggunakan sound dari suara gemuruh angin yang berhembus kencang, dan di sertai suara hujan yang deras.

(76)

memperlihatkan separuh badan dari objek, yaitu dari pinggul sampai dengan kepala. Sedangkan pengambilan gambar yang dimaksudkan untuk memperlihatkan gerakan saat laki-laki mengangkat motor yang terjatuh.

• Level Ideologi

Dari scene diatas dapat di ambil ideologi tentang laki-laki yaitu, setiap laki-laki harus mempunyai keberanian dan agresi, serta harus mampu mengambil resiko. Banyak anggapan tentang laki-laki harus berani karena dianggap jantan.

Laki-laki pada gambar diatas diasosiakan sebagai wujud objek yang dinamis, secara kodrati laki-laki memang selalu ditampilkan sebagai sosok yang kuat dan mandiri.

Makna Keselur uhan

(77)

4.4.1.4 Scene 25

Tampilan gambar visual dalam scene 25

Dalam scene 25 tampilan visual model laki-laki sedang mengendarai motor dengan kencang sehingga depan motornya terangkat.

Analisis

• Level Realitas (1) Setting

Latar belakang dari scene ini masih berlokasi di lapangan bandar udara, langit yang berwarna kelabu di sertai hujan dan angin. Warna kelabu (abu-abu) di identikan dengan warna yang mengandung kesedihan dan kecemasan atau kekawatiran.

(2) Wardrobe

(78)

mempunyai makna Power, seksualitas, kecanggihan, misteri, ketakutan, keanggunan.

(3) Properti

Properti yang di gunakan pada scene ini adalah motor berwarna merah hitam.

(4) Gerakan tubuh (gesture)

Laki-laki pada scene 4 memperlihatkan gerakan yang gagah saat menarik gas motornya. Motor melaju dengan kecepatan tinggi sehingga ban depan ikut terangkat. Dalam gerakan yang ditunjukan di atas sangat memperhatikan maskulinitas, karena menunjukan bagaimana laki-laki yang berani menantang maut. Sepeda motor yang di kendarai oleh laki-laki ini motor jenis motor yang biasanya hanya lelaki-laki saja yang mengendarainya sehingga terlihat lebih jantan. Motor tersebut berwarna merah yang bisa di intrepetasikan sebagai warna yang berani, agresif, energik, dan penuh vitalitas.

(5) Ekspresi

Tidak tampak ekpresi dari model (6) Dialog

Tidak ada dialog pada scene ini

(79)

laki-laki ini motor jenis motor yang biasanya hanya lelaki-laki saja yang mengendarainya sehingga terlihat lebih jantan.

• Level Repr esentasi

(1)Sudut pengambilan gambar

Pengambilan gamabr pada scene ini adalah long shoot, laki-laki sebagai objek terlihat jauh dari kepala hingga motor yang di kendarai tampak jelas. Dimaksudkan agar laki-laki beserta motornya tampak jelas beserta gerakan-gerakan yang di lakukan oleh objek dapat terlihat jelas pula. Dengan menggunakan teknik pergerakan kamera Tracking shot pergerakan kamera yang menghasilkan tampilan bergerak maju, mundur atau menyamping.

(2)Pencahayaan

Pencahayaan yang dilakukan pada scene ini menggunakan teknik outdoor, atau pencahayaan di luar ruangan. Pencahayaan yang seperti ini biasanya tidak terlalu banyak menggunakan cahaya buatan karena scene ini dibuat siang hari meskipun cuaca yang di perlihatkan adalah cuaca buruk (awan gelap, hujan, petir).

(3)Sound Effect

(80)

Analisisnya adalah bahwa pada scene ini lebih menonjolkan sisi maskulinitas terlihat dari gerakan ia Motor melaju dengan kecepatan tinggi sehingga ban depan ikut terangkat. Dalam gerakan yang ditunjukan di atas sangat memperhatikan maskulinitas, karena menunjukan bagaimana laki-laki yang berani menantang maut.

• Level Ideologi

Ideologi pada scene ini yaitu, setiap laki-laki harus mempunyai keberanian dan agresi, serta harus mampu mengambil resiko walaupun alasan dan rasa takut. Banyak juga yang beranggapan bahwa laki-laki harus menerima tantangan yang diberikan kepadanya agar di sebut jantan.

Laki-laki pada gambar diatas diasosiasikan sebagai wujud objek yang dinamis, secara kodrat memang selalu ditampilkan sebagai sosok yang pemberani. Dalam kehidupan masyarakat, seorang lak-laki harus mempunyai sifat yang lebih berai dibandingkan perempuan, karena perempuan lebih lemah dibandingan dengan laki-laki.

Makna Keselur uhan

(81)

4.4.1.5. Scene 26

Tampilan gambar visual dalam scene 26

Dalam scene 26 tampilan visual model laki-laki ini tampak dari belakang. Model mengendarai motor sambil menghindari kardus-kardus yang berjatuhan karena angin yang berada di dalam kereta angkut.

Analisis

• Level Realitas

(1) Setting

(82)

(2) Wardrobe

Make-up yang di gunakan pada objek tidak nampak karena objek hanya terlihat dari belakangnya saja (pungung). Objek masih menggunakan motor yang biasa digunakan oleh laki-laki, jaket berwarna hitam, helm sebagai penganman juga berwarana hitam dan motor yang hanya tampak lampu belakangnya itu berwarna merah.

(3) Properti

Kardus-kardus, motor, kereta pengangkut kardus

(4) Gerakan tubuh (Gesture)

Gesture pada laki-laki ini sangat terlihat maskulin, karena si objek sedang memacu kendaraannya dengan kencang sehingga tampak terlihat jantan ketika mengendarai motor itu dengan sangat kencang. Dalam gerakan yang ditunjukan di atas sangat memperhatikan maskulinitas, karena menunjukan bagaimana laki-laki yang berani menantang maut. Kardus-kardus yang semula tersusun rapi pada kereta pengangkut barang pada scene ini berhamburan karena angin yang bertiup dengan kencangnya sehingga hampir menimpa pengendara motor tersebut.

(5) Ekspresi

(83)

(6) Dialog

Tidak ada dialog pada scene ini

Analisis level realitas di atas adalah latar gerakan yang dilakukan model sangat berbahaya, yakni Pada scene ini objek mengendarai motornya dengan sangat kencang, menikung menghindari kardus-kardus yang tersusun d atas kereta pengangkut barang dan berhamburan karena tertiup oleh kencangnya angin. Sehingga hal tersebut dapat dikatakan maskulin karena hal yang seperti ini di identikkan dengan laki-laki.

• Level Repr esentasi

(1) Sudut Pengambilan gambar

Teknik pengambilan gambar yang ada pada scene ini menggunakan pengambilan gambar long shoot. Objek yang terlihat pada gambar tampak jauh, karena yang di fokuskan adalah kardus-kardus yang berhamburan ketika si pengendara motor hendak akan melewatinya. Dengan teknik pergerakan kamera Follow shoot, karena kamera mengikuti objek.

(2) Pencahayaan

(84)

Referensi

Dokumen terkait

Chillán Viejo Unspecified Low Low Low. Bulnes Low Low

[r]

[r]

[r]

memperoleh barang dari agen, disalurkan kepada rekanan atau konsumen akhir. • Rekanan : memperoleh barang dari agen

A high blood level of retinol — from large amounts of vitamin A from food or supplements — apparently inhibits spe- cial cells that usually make new bone, revs up cells that

BPRS Saka Dana Mulia Ini merupakan salah satu lembaga keuangan alternatif yang bernafaskan Islam yang sesuai dengan visinya yakni menjadi BPRS yang sehat dan

Pie Chart Penilaian Terhadap PT HM Sampoerna Sebagai Perusahaan Yang Memberikan Kontribusi Langsung Kepada Masyarakat Kelurahan Wonorejo Melalui Program CSR Penanaman