• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi kasus tentang proses penjurusan beberapa SMA di Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi kasus tentang proses penjurusan beberapa SMA di Yogyakarta."

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Veronika Niken Widowati. 2015. Studi Kasus Tentang Proses Penjurusan Beberapa SMA Di Yogyakarta. Skripsi. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Telah dilakukan penelitian studi kasus mengenai proses seleksi penjurusan beberapa SMA di Yogyakarta. Penjurusan di SMA mengacu pada tiga pedoman yang berasal dari dinas pendidikan, yaitu nilai akademis, minat dan psikotes (tes psikologi). Penempatan siswa pada jurusan di SMA dimulai dengan penelusuran identifikasi minat, melihat nilai akademis siswa dan diakhiri dengan psikotes. Pengambilan data dalam penelitian dilakukan dengan mewawancarai guru-guru yang berperan dalam penjurusan, yaitu guru IPA (fisika) kelas X, guru BK, dan Wakasek Kurikulum. Dalam penjurusan, selain ketiga pedoman tersebut sekolah maupun guru mempunyai pedoman lain yang digunakan sebagai acuan dalam menjuruskan siswa untuk masuk jurusan IPA maupun jurusan IPS.

Penjurusan di SMA terlihat sederhana, namun pada relita sering terdapat banyak kendala. Kendala-kendala tersebut bisa berasal dari siswa maupun berasal dari orang tua siswa. Kendala dalam penjurusan ini bisa diselesaikan oleh guru BK maupun guru mata pelajaran yang bersangkutan. Sebagai calon terutama guru fisika, sudah sewajarnya jika kita mengetahui hal-hal apa saja yang dipertimbangkan dalam penjurusan. Dari hasil penelitian, terlihat bahwa hal utama yang dijadikan acuan dalam penjurusan adalah dengan melihat ketuntasan nilai akademis. Karena ketuntasan nilai akademis ini yang menjadi keputusan jurusan yang akan dijalani siswa.

(2)

ABSTRACT

Veronika Niken Widowati. 2015. A Case Study on Process of Class Majoring from Some High Schools in Yogyakarta. Thesis. Physics Education Study Program, Departement Matematics and Science Education, Faculty of Techers Training and education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

A case study has been conducted on the process of selection in

determining student’s major class in several High Schools in Jogjakarta. The student placement in major classes for High School is referred to the three guidelines that are derived from education authorities. Those are academic values, interests and psycho-test (psychological tests). It begins with the identification of interests, referring to students score or academic value and ends with a psychological test. In this research the data are collected by interviewing the teachers who play the role in major classes. Those are the Science teacher (physics) for grade X, Counseling teachers and the teachers who work on curriculum. Beside those three guidelines, schools and teachers

have other guidelines that are used as a reference to determine students’ major

class, both in Science and Social.

The student placement in major class looks simple but in fact there are many obstacles that appeared in the process. These problems faced might come from students and their parents. Therefore counseling teachers and the major class teachers must hold the role to find the solution. As the future physics teacher, we should know what to be considered in placing students in their

major class. The result from this research shows that students’ academic score

should be the primarily considered. Since the mastery of their academic value will be undertaken their majors.

(3)

i

STUDI KASUS TENTANG PROSES PENJURUSAN BEBERAPA SMA DI YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Disusun Oleh :

VERONIKA NIKEN WIDOWATI NIM : 111424023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Mundur beberapa langkah untuk melesat lebih jauh”

Kupersembahkan karyaku ini untuk:

Ibundaku tercinta dan Papah Budi tersayang

kak Adimas yang selalu ada untukku

Keluarga Besar Prodi Pendidikan Fisika

“Akhirnya, saudara

-saudaraku, bersukacitalah

dalam Tuhan”

(7)
(8)
(9)

vii ABSTRAK

Veronika Niken Widowati. 2015. Studi Kasus Tentang Proses Penjurusan Beberapa SMA Di Yogyakarta. Skripsi. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Telah dilakukan penelitian studi kasus mengenai proses seleksi penjurusan beberapa SMA di Yogyakarta. Penjurusan di SMA mengacu pada tiga pedoman yang berasal dari dinas pendidikan, yaitu nilai akademis, minat dan psikotes (tes psikologi). Penempatan siswa pada jurusan di SMA dimulai dengan penelusuran identifikasi minat, melihat nilai akademis siswa dan diakhiri dengan psikotes. Pengambilan data dalam penelitian dilakukan dengan mewawancarai guru-guru yang berperan dalam penjurusan, yaitu guru IPA (fisika) kelas X, guru BK, dan Wakasek Kurikulum. Dalam penjurusan, selain ketiga pedoman tersebut sekolah maupun guru mempunyai pedoman lain yang digunakan sebagai acuan dalam menjuruskan siswa untuk masuk jurusan IPA maupun jurusan IPS.

Penjurusan di SMA terlihat sederhana, namun pada relita sering terdapat banyak kendala. Kendala-kendala tersebut bisa berasal dari siswa maupun berasal dari orang tua siswa. Kendala dalam penjurusan ini bisa diselesaikan oleh guru BK maupun guru mata pelajaran yang bersangkutan. Sebagai calon terutama guru fisika, sudah sewajarnya jika kita mengetahui hal-hal apa saja yang dipertimbangkan dalam penjurusan. Dari hasil penelitian, terlihat bahwa hal utama yang dijadikan acuan dalam penjurusan adalah dengan melihat ketuntasan nilai akademis. Karena ketuntasan nilai akademis ini yang menjadi keputusan jurusan yang akan dijalani siswa.

(10)

viii ABSTRACT

Veronika Niken Widowati. 2015. A Case Study on Process of Class Majoring from Some High Schools in Yogyakarta. Thesis. Physics Education Study Program, Departement Matematics and Science Education, Faculty of Techers Training and education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

A case study has been conducted on the process of selection in

determining student‟s major class in several High Schools in Jogjakarta. The student placement in major classes for High School is referred to the three guidelines that are derived from education authorities. Those are academic values, interests and psycho-test (psychological tests). It begins with the identification of interests, referring to students score or academic value and ends with a psychological test. In this research the data are collected by interviewing the teachers who play the role in major classes. Those are the Science teacher (physics) for grade X, Counseling teachers and the teachers who work on curriculum. Beside those three guidelines, schools and teachers

have other guidelines that are used as a reference to determine students‟ major

class, both in Science and Social.

The student placement in major class looks simple but in fact there are many obstacles that appeared in the process. These problems faced might come from students and their parents. Therefore counseling teachers and the major class teachers must hold the role to find the solution. As the future physics teacher, we should know what to be considered in placing students in their

major class. The result from this research shows that students‟ academic score

should be the primarily considered. Since the mastery of their academic value will be undertaken their majors.

(11)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

skripsi ini. Skripsi ini ditulis dengan tujuan untuk memenuhi salah satu syarat

untuk memperoleh gelar sarjana pada program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Sanata Dharma.

Dalam penulisan skripsi ini. Tentunya penulis banyak mendapatkan bantuan

dari berbagai pihak. Baik bantuan berupa tenaga maupun dukungan yang selalu

ada. Selain bantuan tersebut, penulis juga mendapat bantuan berupa bimbingan

dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima

kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Rohandi,Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah membantu

serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

2. Kepala sekolah SMAN 6 Yogyakarta, SMAN 9 Yogyakarta, SMA PIRI 1

dan SMA Immanuel Kalasan yang telah menginjinkan penulis untuk

mengambil data di sekolah.

3. Kepada Bapak dan Ibu guru di SMAN 6 Yogyakarta, SMAN 9

Yogyakarta, SMA PIRI 1, dan SMA Immanuel Kalasan yang telah

bersedia menjadi narasumber dalam pengambilan data.

4. Mamah dan Papah tercinta yang selalu mendukung dalam penyelesaian

(12)

x

5. Dion, Eri dan Pery teman seperjuangan dalam skripsi yang telah

membantu menyumbangkan ide dan pemikirannya.

6. Temanku tersayang Felbi, Tammy, Lisa, Vensy, dan Erlin yang selalu

menyemangatiku dan membantu dalam berbagai kesempatan.

7. Kak Adimas yang selalu menemani dalam penyelesaian skripsi, tempat

emosiku, dan selalu mendengarkan keluh kesahku.

8. Keluarga besar prodi pendidikan fisika angkatan 2011.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya,

oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat

membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Penulis

(13)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

(14)

xii

a. Faktor-faktor dalam diri individu ... 7

b. Faktor-faktor lingkungan ... 8

4. Pembelajaran di IPA ... 8

a. Minat siswa IPA ... 8

b. Karakteristik siswa IPA ... 9

C. Penjurusan di SMA ... 12

1. Pengertian Penjurusan ... 12

2 .Tujuan Penjurusan ... 13

3. Persyaratan dalam Penjurusan ... 13

D. Bimbingan Karir ... 14

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

C. Subyek Penelitian ... 18

A. Pelaksanaan penelitian ... 23

B. Analisa Data ... 24

1.Latar Belakang Sekolah ... 24

a. SMAN 6 Yogyakarta ... 24

b. SMAN 9 Yogyakarta... 25

c. SMA PIRI1 1 Yogyakarta ... 26

d. SMA IMMANUEL Yogyakarta ... 26

2. Kebijakan Jurusan di Sekolah ... 27

3. Faktor –Faktor yan Dipertimbangkan dalam Penjurusan ... 28

a. Nilai Akademis ... 29

(15)

xiii

c. Psikotes ... 32

4. Peran Guru Fisika dalam Penjurusan ... 39

5. Peran Bimbingan Karir ... 41

6. Penyelesaian Masalah dalam Penjurusan ... 43

a. masalah dari lingkungan sekolah ... 43

b. masalah dari luar lingkungan sekolah ... 45

C. Implikasi ... 47

BAB V ... 49

KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

A. Kesimpulan ... 49

B. Saran ... 50

(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Nilai akademis minimal tiap sekolah ... 30

Tabel 2. : Cara mengetahui minat siswa dari setiap sekolah... 31

Tabel 3. : Penjurusan IPA di SMA ... 34

(17)

xv

DAFTAR BAGAN

(18)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

SURAT IJIN PENELITIAN ... 53

A. SMAN 6 dan SMAN 9 Yogyakarta ... 53

B. SMA PIRI1 1 Yogyakarta ... 55

C.SMA IMMANUEL Yogyakarta ... 56

SURAT SELESAI PENELITIAN ... 57

A. SMAN 6 Yogyakarta ... 57

B. SMAN 9 Yogyakarta ... 58

C. SMA PIRI 1 Yogyakarta ... 59

D. SMA IMMANUEL Yogyakarta... 60

Contoh Pedoman penjurusan sekolah dari SMAIMMANUEL ... 61

Pedoman wawancara A. Pedoman wawancara dengan guru BK... 63

B. Pedoman wawancara dengan guru mata pelajaran IPA (fisika) ... 63

C. Pedoman wawancara dengan Wakasek Kurikulum ... 63

Contoh hasil wawancara ... 64

A. Wawancara dengan Pak Bambang Widodo ... 64

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi pengembangan

kualitas sumber daya manusia (SDM). Tujuan pengembangan kualitas ini untuk

meningkatkan taraf kehidupan. Salah satu upaya untuk mengembangkan kualitas

sumber daya manusia adalah melalui pendidikan. Pendidikan dibedakan menjadi

dua, yaitu pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal

adalah pendidikan yang terikat dengan sebuah instansi, contohnya pendidikan di

lingkungan sekolah. Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang tidak terikat

dengan instansi, contohnya pendidikan di lingkungan keluarga.

Pendidikan formal di Indonesia dimulai dari taman bermain hingga

perguruan tinggi. Pendidikan formal yang wajib diikuti warga Indonesia adalah

selama 9 (sembilan) tahun. Wajib belajar ini terhitung sejak sekolah dasar (SD)

hingga sekolah menengah pertama (SMP). Seiring berkembangnya jaman, warga

Indonesia menempuh pendidikan formal melebihi wajib belajar sembilan tahun.

Saat siswa telah menyelesaikan pendidikan di sekolah menengah pertama

(SMP), selanjutnya akan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu sekolah

menengah atas (SMA) atau sekolah menengah kejuruan (SMK). Pada jenjang

pendidikan ini siswa mulai lebih diarahkan untuk memilih dunia kerja. Jika siswa

memilih SMA, maka siswa akan dipilihkan 3 (tiga) jurusan yaitu IPA (Ilmu

(20)

Penjurusan di SMA (Sekolah Menengah Atas) merupakan suatu hal yang

wajib dan tidak terelakkan dari dunia pendidikan. Penjurusan dilakukan untuk

mengarahkan siswa agar menekuni karir yang dinginkan dan sesuai dengan

kemampuan. Dalam penjurusan ada beberapa hal yang dipertimbangkan sekolah

untuk menempatkan siswa pada jurusan yang sesuai. Peraturan penjurusan sudah

diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 74 tahun 2008 tentang guru.

Diluar peraturan tersebut, sekolah mempunyai peraturan khusus yang digunakan

sebagai pedoman penjurusan seperti halnya penetapan nilai ketuntasan minimal.

Penjurusan merupakan suatu proses penempatan dalam pemilihan program

studi siswa. Penjurusan ini diadakan karena yang akan menentukan keberhasilan

para siswa; baik pada waktu belajar di SMA maupun setelah perguruan tinggi

maka diperlukan suatu bimbingan penjurusan. Karena hal tersebut, Williamson

berpendapat bahwa di dalam penjurusan ini terdapat kaitan yang erat antara

bimbingan penjurusan dengan bimbingan karir, yaitu merupakan suatu proses

yang bebas, meluas dan berurutan. (Gani, 1986).

Sebagai calon guru yang akan terjun didunia pendidikan, sudah sewajarnya

untuk mengetahui detail-detail pertimbangan dalam menjuruskan siswa baik ke

IPA maupun IPS. Untuk mengetahui pertimbangan-pertimbangan yang sekolah

lakukan untuk menjuruskan siswa ke jurusan IPA atau jurusan IPS, diperlukan

(21)

B. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, tidak akan diteliti seluruh faktor-faktor yang

mempengaruhi dalam penjurusan siswa oleh sekolah di jenjang pendidikan SMA.

Adapun faktor-faktor yang diteliti adalah faktor eksternal berdasarkan jawaban

hasil wawancara yang dipandu dengan pertanyaan terstruktur.

C.Permasalahan yang akan diteliti

Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu :

1. Pedoman dan aspek utama apa yang digunakan oleh sekolah dalam

menjuruskan siswa ke jurusan IPA ?

2. Bagaimana kebijakan sekolah tentang penjurusan?

3. Bagaimana cara sekolah menyelesaikan permasalahan yang timbul akibat

kurang sesuainya jurusan yang diinginkan siswa?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk

1. Mengetahui pedoman dan aspek utama yang digunakan sekolah dalam

penjurusan.

2. Mengetahui kebijakan sekolah perihal penjurusan.

3. Mengetahui cara sekolah dalam menyelesaikan permasalahan akibat

(22)

E. Manfaat penelitian

1. Bagi guru dan guru muda

Menjadi referensi saat penjurusan dilakukan, agar guru mempunyai

gambaran atau kriteria-kriteria yang sesuai sehingga tidak terjadi kurang

sesuainya penjurusan berdasarkan kemampuan siswa.

2. Bagi peneliti dan calon guru

Memberikan gambaran sebagai calon guru tentang penjurusan di SMA

yang terdapat beberapa aspek yang yang harus diperhitungkan agar siswa

tidak salah jurusan.

3. Bagi pembaca

Dapat dijadikan pedoman maupun referensi saat akan memilih suatu

jurusan dengan mengetahui poin-poin yang harus terpenuhi sebagai syarat

dalam penjurusan, serta sebagai bahan kajian untuk dikembangkan dalam

(23)

5 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pendidikan

Pengertian atau konsep pendidikan bisa ditemukan dalam berbagai

hubungan dan lingkungan. Lingkungan pendidikan terdiri dari tiga macam, yaitu :

a. Lingkungan keluarga;

b. Lingkungan sekolah;

c. Lingkungan masyarakat

Secara umum, fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu anak

didik berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, terutama berbagai sumber

daya pendidikan yang tersedia, agar mencapai tujuan pendidikan yang optimal.

( Tatang S, 2012).

Menurut Pribadi dalam Rasyidin (2014:17) dalam bahasa Inggris,

pendidikan digunakan istilah „education‟. Itu adalah kata benda atau hal-aktif

yang terikat erat dengan perkataan bahas Latin “educere”, yang berarti

„mengeluarkan atau melahirkan suatu kemampuan”; “education/educating”

berarti membimbing dalam pergaulan untuk mewujudkan sesuatu kemampuan

yang tersimpan atau terpendam dalam diri anak (Rasyidin, 2014).

Pendidikan memiliki dua fungsi, yaitu memberikan arah kepada segenap

kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap

kegiatan pendidikan (Afifuddin, 2011). Tujuan pendidikan di Indonesia tertulis

(24)

Sistem Pendidikan Nasional serta peraturan-peraturan pemerintah yang

bertalian dengan pendidikan (Pidarta, 2014).

B. Belajar dan Pembelajaran

1. Pengertian belajar dan pembelajaran

Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses

perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan

lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan

tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku ( Slameto, 2010).

2. Tujuan Pembelajaran

Tujuan belajar penting bagi guru dan siswa sendiri. Dalam desain

intruksional guru merumuskan tujuan intruksional khusus atau sasaran belajar

siswa. Rumusan tersebut disesuaikan dengan perilaku yang hendaknya dapat

dilakukan siswa. Sebagai ilustrasi, misalnya guru merumuskan sasaran belajar

sebagai “siswa dapat menyebutkan ciri khas suatu prosa atau puisi”. Sasaran

belajar tersebut berfaedah bagi guru untuk membelajarkan siswa. Dalam hal

ini, ada kesejajaran pada sasaran belajar (rumusan guru dan diinformasikan

kepada siswa) dengan tujuan belajar (Dimyati. Mudjiono,2006).

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Usaha dan keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor

faktor-faktor tersebut dapat bersumber pada dirinya atau di luar dirinya atau di luar

(25)

a. Faktor-faktor dalam diri individu

Aspek jasmaniah mencakup kondisi dan kesehatan jasmani dari

individu. Tiap orang memiliki kondisi fisik yang berbeda, ada yang tahan

belajar selama lima atau enam jam terus-menerus, tetapi ada juga yang hanya

tahan satu sampai dua jam saja. Indra yang paling penting dalam belajar adalah

penglihatan dan pendengaran. Kesehatan merupakan syarat muthlak bagi

keberhasilan belajar.

Aspek psikis atau rohaniah tidak kalah pentingnya dalam belajar

dengan aspek jasmaniah. Aspek psikis menyangkut kesehatan psikis,

kemampuan-kemampuan intelektual, sosial, psikomotor serta kondisi afektif

dan kognitif dari individu. Kondisi intelektual juga berpengaruh terhadap

keberhasilan belajar. Kondisi intelektual ini menyangkut tingkat kecerdasan,

bakat-bakat, baik bakat sekolah maupun pekerjaan

Kondisi sosial menyangkut hubungan siswa dengan orang lain, baik

gurunya, temannya, orang tuanya, maupun teman-teman lainnya. Seseorang

yang memiliki kondisi hubungan yang wajar dengan orang-orang disekitarnya

akan memiliki ketentraman hidup, dan hal ini mempengaruhi konsentrasi dan

kegiatan belajarnya. Hal lain yang ada pada diri individu yang juga

berpengaruh terhadap kondisi belajar adalah situsi afektif, selain ketenangan

(26)

b. Faktor-faktor lingkungan

Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama dalam

pendidikan, memberi landasan bagi proses belajar pada lingkungan sekolah dan

masyarakat. Lingkungan sekolah juga memegang peranan penting bagi

perkembangan belajar para siswanya. Lingkungan ini meliputi lingkungan fisik

seperti lingkungan kampus, sarana dan prasarana belajar yang ada,

sumber-sumber belajar, media belajar, dsb. Lingkungan masyarakat dimana siswa atau

individu berada juga berpengaruh terhadap semangat dan aktivitas belajarnya.

Lingkungan masyarakat dimana dimana warganya memiliki latar belakang

pendidikan yang cukup, terdapat lembaga-lembaga pendidikan dan

sumber-sumber belajar di dalamnya akan memberi pengaruh yang positif terhadap

semangat dan perkembangan belajar generasi mudanya (Sukmadinata, 2009).

4. Pembelajaran di IPA

a. Minat siswa IPA

Dalam proses pembelajaran, salah satu yang mempengaruhi adalah

motivasi siswa. Memotivasi belajar penting artinya dalam proses belajar

siswa, karena fungsinya yang mendorong, menggerakkan, dan mengarahkan

kegiatan belajar (Hamalik, 2001). Minat berperan sangat penting dalam

kehidupan peserta didik dan mempunyai dampak yang besar terhadap sikap

dan perilaku. Siswa yang berminat terhadap kegiatan belajar akan berusaha

(27)

IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang mempelajari berbagai

peristiwa di sekitar kita. Dalam IPA, anak dibekali dengan berbagai

keterampilan. Selain melatih anak untuk mampu mengembangkan fakta,

konsep, dan prinsip, dalam IPA juga anak dilatih untuk memiliki berbagai

keterampilan proses. Hal yang menarik dari IPA adalah proses pembelajaran

yang dilakukan lebih menekankan pada pengalaman langsung, sehingga hal

ini akan membantu dan mempermudah anak mempelajari tentang berbagai

fenomena yang terjadi di lingkungan. Hal yang demikian akan merangsang

siswa untuk berpikir kritis dan bersikap alamiah (Rosdiani, 2013, hal 6).

b. Karakteristik siswa IPA

Sains merupakan ilmu yang terkonstruksi baik secara personal maupun

sosial. IPA merupakan rumpun ilmu, memiliki karakteristik khusus yang

mempelajari fenomena alam yang faktual (factual), baik berupa kenyataan

(reality) atau kejadian (events) dan hubungan sebab-akibatnya.

IPA merupakan ilmu yang awalnya diperoleh dan dikembangkan

berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya IPA

juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif). Ada dua hal

yang tak terpisahkan dengan IPA, yaitu IPA sebagai produk, pengetahuan IPA

yang merupakan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan

metakognitif, dan IPA sebagai proses yaitu kerja ilmiah.

Menurut Carin dan Sund (1993) dalam Wisudawati dan Sulistyowati

(2014:24) mendefinisikan IPA sebagai “pengetahuan yang sistematis dan

(28)

observasi dan eksperimen”. Merujuk pada definisi Carin dan Sund tersebut

maka IPA memiliki empat unsur utama, yaitu :

1) Sikap : IPA memunculkan rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam,

mahluk hidup, serta hubungan sebab akibat. Persoalan IPA dapat

dipecahkan dengan prosedur yang bersifat open ended.

2) Proses : Proses pemecahan masalah pada IPA memungkinkan adanya

prosedur yang runtut dan sistematis melalui metode ilmiah. Metode

ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau

percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan.

3) Produk : IPA menghasilkan produk berupa fakta, prinsip, teori dan

hukum.

4) Aplikasi : penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan

sehari-hari.

Dalam proses pembelajaran IPA, keempat unsur tersebut dapat muncul

sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh dan

menggunakan rasa ingin tahunya untuk memahami fenomena alam melalui

pemecahan masalah yang menerapkan langkah-langkah metode ilmiah.

IPA mempunyai cara berpikir yang khusus. Cara berpikir IPA

merupakan ciri-ciri orang IPA. Adapaun cara berpikir IPA tersebut adalah

(29)

1) Percaya (believe)

Kecenderungan para ilmuwan melakukan penelitian terhadap masalah

gejala alam dimotivasi oleh kepercayaan bahwa hukum alam dapat

dikonstruksi, diobservasi, diterangkan dengan pemikiran dan penalaran.

2) Rasa ingin tahu (Curiosity)

Kepercayaan alam dapat didorong rasa ingin tahu untuk menemukannya.

3) Imajinasi (imagination)

Para ilmuwan sangat mengandalkan pada kemampuan imajinasinya

dalam memecahkan masalah gejala alam.

4) Penalaran (Reasoning)

Penalaran setingkat dengan imajinasi. Para ilmuwan juga mengandalkan

penalaran dalam memecahkan masalah gejala alam.

5) Koreksi diri (Self examination)

Pemikiran ilmiah adalah sesuatu yang lebih tinggi dari pada sekedar

usaha untuk mengerti alam. Pemikiran ilmiah juga merupakan sarana

untuk memahami dirinya, untuk melihat seberapa jauh para ahli sampai

pada kesimpulan tentang alam (Wisudawati dan Sulistyowati, 2014).

C. Penjurusan di SMA 1. Pengertian penjurusan

Penjurusan adalah merupakan suatu proses penempatan dalam pemilihan

(30)

keberhasilan para siswa; baik pada waktu belajar di SMA maupun setelah

perguruan tinggi maka diperlukan suatu bimbingan penjurusan. Karena hal

tersebut, Williamson berpendapat bahwa di dalam penjurusan ini terdapat

kaitan yang erat antara bimbingan penjurusan dengan bimbingan karir, yaitu

merupakan suatu proses yang bebas, meluas dan berurutan. Para pembimbing

diharapkan dapat memilihkan program studi, jurusan, studi lanjutan atau

pekerjaan. Para pembimbing diharapkan pula memperhatikan ciri-ciri

kepribadian siswa dan pengaruh lingkungan terhadap diri siswa yang

bersangkutan.

Suatu pihak yang membedakan atau memisahkan antara : inteligensi, bakat

khusus, minat dan kepribadian dengan dasar dari setiap faktor ini dapat

diukur melalui indikatornya masing-masing. Dilain pihak, berpendapat bahwa

kepribadian tersebut meliputi seluruh faktor-faktor di atas. Hal ini pun dapat

diterima karena individu adalah merupakan pribadi tersendiri yang

terintegrasi secara keseluruhan.yang dimaksud oleh Williamson mengenai

kepribadian ini yaitu kepribadian meliputi faktor-faktor secara keseluruhan.

Sedang yang dimaksud faktor lingkungan didalamnya antar lain faktor

(peran) orang tua dan pendidikan (Gani : 1986).

2. Tujuan Penjurusan

Penjurusan di SMA ini diadakan atas dasar bahwa para siswa adalah

merupakan individu-individu yang mandiri dengan keanekaragamannya

(31)

a. Mengelompokkan para siswa yang mempunyai kecakapan, kemampuan,

bakat, dan minat yang relatif sama.

b. Membantu mempersiapkan para siswa dalam melanjutkan studi dan

memilih dunia kerjanya.

c. Membantu meramalkan keberhasilan untuk mencapai prestasi yang baik ;

dalam kelanjutan studi dan dunia kerjanya.

d. Membantu memperkokoh keberhasilan dan kecococokan atas prestasi

yang akan dicapai diwaktu mendatang (kelanjutan studi dan dunia kerja).

3. Persyaratan dalam Penjurusan

Penjurusan akan terlaksana dengan baik, apabila persyaratan-persyaratan

untuk hal itu terpenuhi. Untuk memenuhi persyaratan yang lengkap tergantung

pada :

a. Kondisi sekolah yang bersangkutan; fasilitas, dan personalia di dalamnya

(kepala sekolah, guru bidang studi, guru BP/Penyuluh)

b. Kemauan/keinginan dari setiap personalia di atas dalam melengkapi data

yang diperlukan untuk penjurusan.

c. Pengetahuan dan kemampuan dari staf pelaksana tersebut mengenai data

yang diperlukan

d. Pengertian dari pihak orang tua siswa; atas obyektivitas dalam menilai

(32)

Persyaratan dalam penjurusan selain di atas, terdapat data yang harus

dipertimbangkan dalam hal penjurusan, yaitu; prestasi belajar, pengukuran tes

psikologis dan hasil bimbingan karir (Gani, 1986).

Untuk kurikulum SMA (Sekolah Mengenengah Atas) terdapat rancangan

kurikulum, khususnya pada kurikulum 2013, yaitu :

a. Penjurusan mulai kelas X (sepuluh)

Kelebihan dari kebijakan ini adalah ada pengurangan pelajaran di kelas X

yang dianggap memberatkan. Sehingga siswa dapat berkonsentrasi penuh

mempelajari bidang tertentu.

b. Berdasarkan minat pada pendidikan lanjutan

Kelebihan dari kebijakan ini, pemilihan mata pelajaran ke pendidikan

lanjutan, memungkinkan untuk memilih mata peljaran pada bidang yang

berbeda dan tidak harus mengambil mata pelajaran yang tidak disukai

c. Non penjurusan (SKS)

Kelebihan dari kebijakan ini adalah siswa belajar mata pelajaran yang

sesuai dengan minatnya serta tersedia pilihan mata pelajaran untuk

melanjutkan ke perguruan tinggi, atau sekedar ingin tahu (Hidayat, 2013).

D. Bimbingan Karir

1. Definisi Bimbingan Karir

Menurut Herr dalam Manrihu (1988:15) bimbingan karir adalah suatu

(33)

teknik-teknik, atau layanan-layanan yang dimaksudkan untuk membantu individu

memahami dan berbuat atas dasar pengenalan diri dan pengenalan

kesempatan-kesempatan dalam pekerjaan, pendidikan, dan waktu luang, serta

mengembangkan keterampilan-keterampilan yang bersangkutan dapat

menciptakan dan mengelola perkembangan karirnya (Manrihu,1988).

2. Perlunya Bimbingan Karir

Implikasi utama bimbingan dan konseling komprehensif adalah

penerapannya pada berbagai jenis populasi. Dalam pada itu, individu-individu

secara berangsur-angsur menuntut agar pekerjaanya memberikan dorongan

untuk berprestasi dan identitas kepadanya. Beberapa orang mencari jalan-jalan

lain untuk sampai kepada tujuan ini melalui gaya-gaya hidup yang bersifat

mengurangi aktivitas-aktivitas yang ditunjukan untuk mengejar pendapatan yang

banyak ke arah posisi-posisi yang relatif kurang berarti.

Pekerjaan yang kurang sesuai dapat sangat positif bagi keseluruhan

pengalaman individu. Keuntungan-keuntungan potensial dari pekerjaan yang

sesuai dapat dijelaskan berdasarkan efek-efek yang membawa malapetaka

karena kurang pekerjaan. Menurut O‟Toole dalam Manrihu (1988:17) walaupun

kurangnya pekerjaan membawa akibat yang sangat negatif, juga melemahkan

dorongan berprestasi individu. Tidak semua pekerjaan memiliki potensi yang

menantang dan mendorong, dan dalam berbagai situasi, pengaturan kembali

lingkungan kerja sangat dibutuhkan. Tetapi pilihan dan perencanaan yang lebih

(34)

memungkinkan memainkan peranan-peranan yang lebih disukai dalam hidupnya

(Manrihu, 1988).

3. Tujuan Bimbingan Karir

Tujuan umum bimbingan karir ialah membantu individu (siswa) agar

memperoleh pemahaman diri dalam proses mempersiapkan diri untuk berkarier,

sehingga dapat berguna dalam masyarakat. Tujuan khusus bimbingan karir:

a. Agar siswa dapat memahami dan menilai dirinya mengenai potensi

dasar tentang bakat, minat, sikap, kecakapan, dan cita-citanya

b. Agar siswa sadar dan memahami nilai-nilai dirinya dan nilai-nilai yang

ada dalam masyarakat

c. Agar siswa mengetahui jenis-jenis pendidikan yang berkaitan dengan

pemilihan program

d. Agar siswa dapat menemukan hambatan-hambatan yang disebabkan

oleh faktor dirinya dan faktor lingkungannya serta dapat mengatasi

hambatan-hambatan itu

e. Agar siswa dapat menentukan pilihan program sesuai dengan

kemampuan, bakat, dan minat dalam pemantapan pemilihannya, dan

siswa dapat merencanakan keputusan pemilihan untuk masa depannya.

(35)

17

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Metode penelitian yang

digunakan adalah studi kasus dan deskriptif analisis. Menurut Whitney dalam

Prastowo (2010:17) penelitian deskriptif merupakan pencarian fakta dengan

interprestasi tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam

masyarakat dan tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi

tertentu, termasuk hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap,

pandangan-pandangan, serta protes-protes yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh

dalam suatu fenomena (Prastowo, 2010).

Menurut Maxfield dalam Prastowo (2010:127) studi kasus adalah

penelitian tentang subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase yang

spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas (Prastowo, 2010). Penelitian

studi kasus ini digunakan untuk memperoleh informasi tentang proses

penjurusan IPA yang telah berlangsung di beberapa SMA di Yogyakarta.

Dengan demikian kesimpulan yang akan ditarik dalam penelitian ini berlaku

pada beberapa SMA yang terletak di kota Yogyakarta.

B.Tempat dan Waktu Penelitian

(36)

beberapa SMA di Yogyakarta. Adapun SMA-SMA tersebut adalah; SMAN 6

IMMANUEL Kalasan Yogyakarta pada tahun ajaran 2014/2015.

C.Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah guru-guru yang berperan langsung dalam

penjurusan. Adapun guru-guru yang berperan dalam penjurusan meliputi:

Wakasek kurikulum, guru BK, dan guru IPA kelas X (guru fisika kelas X).

Guru-guru tersebut yang berperan dalam penjurusan di SMA-SMA yang

menjadi subyek penelitian pada tahun ajaran 2014/2015.

D. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah cara sekolah menyeleksi siswa untuk

masuk ke jurusan IPA. Cara penyeleksian penjurusan yang termasuk dalam

kriteria-kriteria penjurusan, yaitu penjurusan siswa untuk masuk ke jurusan IPA.

E. Desain Penelitian 1. Kegiatan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti mencari informasi bagaimana cara dan

pertimbangan apa saja yang sekolah lakukan untuk menyeleksi siswa yang

masuk jurusan IPA. Perolehan informasi diperoleh dengan melakukan

wawancara kepada guru maupun perangkat sekolah yang berperan dalam

penjurusan. Adapun guru-guru yang berperan dalam penjurusan adalah;

(37)

Setelah diperoleh data mengenai apa saja pertimbangan yang sekolah

lakukan dalam penjurusan, kemudian peneliti mencari informasi lebih lanjut

sebagai tambahan. Kemudian data-data yang telah diperoleh nantinya akan

analisis lebih lanjut sehingga hasilnya dapat menjadi referensi maupun gambaran

umum untuk mengambil keputusan bagi yang akan memilih jurusan di SMA.

2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan instrumen wawancara. Wawancara

yang dilakukan bersifat terstruktur dengan adanya pedoman wawancara.

Jawaban hasil wawancara dapat menghasilkan pertanyaan tambahan untuk

mendapatkan data yang lebih lengkap. Data tentang informasi penjurusan dari

setiap sekolah yang diperoleh kemudian dianalisis lebih lanjut untuk

mendapatkan hasil dan kesimpulan dari penelitian. Adapun wawancara yang

ditunjukan adalah wawancara dengan guru yang berperan dalam penjurusan,

yaitu :

a) Wawancara dengan Guru BK

Wawancara dengan guru BK dilakukan untuk mengetahui

permasalahan-permasalahan dalam penjurusan yang berhubungan dengan guru BK.

Permasalahan-permasalahan itu biasanya berkaitan dengan kebimbangan siswa

saat pemilihan jurusan ataupun masalah yang diakibatkan oleh kehendak orang

(38)

b) Wawancara dengan Guru Mata pelajaran IPA

Wawancara dengan guru IPA dimaksudkan untuk melihat pertimbangan

penjurusan perihal nilai akademis siswa. Adapun guru IPA yang diwawancara

dalam penelitian ini adalah guru Fisika kelas X (sepuluh). Wawancara dengan

guru IPA juga dimaksudkan untuk mengetahui kreteria-kriteria khusus yang

menjadi pedoman guru dalam untuk menjuruskan siswa.

c) Wawancara dengan Wakasek Kurikulum

Wawancara dengan Wakasek kurikulum bertujuan untuk memperoleh data

lengkap mengenai pertimbangan-pertimbangan dalam penjurusan yang

ditetapkan di SMA.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam

penelitian (Suparno,2010:56). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu berupa pedoman wawancara. Pedoman wawancara tersebut diperoleh dari

berbagai sumber yang relevan dan realita dalam dunia pendidikan.

Pedoman wawancara merupakan sebuah alat yang dapat membantu

diperolehnya informasi yang lebih akurat. Wawancara dalam pengambilan data

dilakukan secara bebas dan terstruktur. Artinya peneliti mempunyai pedoman

wawancara, namun dari hasil wawancara bisa diperoleh pertanyaan baru yang

dapat ditanyakan pada narasumber untuk memperkaya data. Pedoman wawancara

berisi beberapa pertanyaan terkait dengan penjurusan siswa. Seperti halnya,

(39)

sekolah, kendala dan cara mengatasinya, serta bimbingan yang diberikan oleh

sekolah dalam penjurusan tersebut. Pedoman wawancara dapat dilihat pada

lampiran.

G. Metode Pengumpulan Data

Winarno Surakhman dalam Prastowo (2010:17) mengemukakan bahwa

metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan

(Prastowo, 2010). Metode perolehan data dalam penelitian ini menggunakan

instrumen pedoman wawancara. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam

wawancara berupa pertanyaan untuk memperoleh informasi perihal penjurusan di

SMA. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada narasumber berasal dari

pedoman wawancara yang telah dipersiapkan lebih dahulu. Pertanyaan-pertanyaan

dalam wawancara dapat berkembang berdasarkan jawaban dari narasumber.

H. Analisis Data

Lodico, Spaulding dan Voegtle dalam Emzir (2010:2) mendefinisikan

penelitian kualitatif yang juga disebut penelitian interpretif atau penelitian

lapangan adalah suatu metodologi yang dipinjam dari disiplin ilmu seperti

sosiologi dan antropologi dan diadaptasi kedalam seting pendidikan (Emzir,

2010).

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara kualitatif. Data

diperoleh dari hasil wawancara. Saat pengambilan data diperlukan bantuan alat

(40)

digunakan saat pengambilan data minimal menggunakan dua alat rekam, hal ini

dilakukan sebagai antisipasi jika salah satu alat rekam kurang baik saat merekam

ataupun menghindari kemungkinan kehilangan data dari rekaman tersebut.

Data yang diperoleh saat wawancara terlebih dahulu di tuliskan atau diubah

dari bentuk rekaman suara dalam bentuk teks. Penerjemahan data dilakukan

dengan mendengarkan rekaman hasil wawancara, kemudian seluruh percakapan

ditulis dalam ms word. Setelah penerjemahan data selesai, data asli ini diringkas

untuk mendapatkan data yang diinginkan. Kemudian data dianalisis secara

(41)

23

BAB IV

DATA DAN ANALISA

A.Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di empat SMA di Yogyakarta yang berlangsung

selama bulan Maret 2015 - April 2015. Adapun sekolah yang dijadikan subyek

penelitian adalah SMAN 6 Yogyakarta, SMAN 9 Yogyakarta, SMA PIRI 1

Yogyakarta dan SMA IMMANUEL YOGYAKARTA.

Penelitian dimulai pada hari kamis tanggal 26 Maret 2015 dan diakhiri pada

hari rabu tanggal 1 April 2015. Pengambilan data pertama kali dilakukan di

SMAN 6 Yogyakarta dan diakhiri di SMAN 9 Yogyakarta. Pengambilan data

dilakukan dengan mewawancarai tiga guru yang berperan dalam penjurusan

siswa, yaitu guru mata pelajaran IPA (fisika) kelas X, guru BK (Bimbingan dan

Konseling), serta guru yang memegang jabatan sebagai Wakasek kurikulum di

sekolah. Namun pada kasus yang terjadi di SMA IMMANUEL YOGYAKARTA,

pengambilan data pada guru BK digantikan dengan guru biologi, hal ini karena

guru BK di sekolah sedang cuti panjang. Selain itu, wawancara guru mata

pelajaran fisika kelas X di SMA IMMANUEL dilakukan pada guru mata

pelajaran fisika yang mengajar di kelas XII. Keputusan ini diambil karena guru

mata pelajaran fisika yang mengajar kelas X adalah guru baru, jadi peneliti

mewawancarai guru yang lebih senior.

Secara keseluruhan penelitian di setiap sekolah dilakukan dengan

(42)

antara narasumber dan peneliti. Akan tetapi untuk SMA IMMANUEL

Yogyakarta, saat pengambilan data wawacara dengan Wakasek kurikulum dan

guru biologi (pengganti BK), wawancara dilakukan secara bersamaan. Hal ini

dilakukan agar guru biologi (Bu Anna) dan Wakasek Kurikulum (Pak Yakobus)

saling melengkapi jawaban. Jenis wawancara yang dilakukan yaitu wawancara

terstruktur dengan pedoman pertanyaan dan bisa menghasilkan pertanyaan baru

sesuai jawaban dari narasumber. Saat melakukan wawancara, peneliti

menggunakan alat bantu berupa rekaman dalam bentuk redorcer maupun video.

B.Analisa Data

1. Latar Belakang Sekolah

Sekolah yang dijadikan subyek dalam penelitian berjumlah 4 (empat)

sekolah, yang dipilih berdasarkan status dalam pemerintah yaitu sekolah Negeri

dan sekolah Swasta. Selain dilihat dari status, subyek penelitian juga dipilih

berdasarkan adanya jurusan IPA dan jurusan IPS di sekolah tersebut. Keempat

sekolah yang dijadikan subyek penelitian adalah SMAN 6 Yogyakarta, SMAN 9

Yogyakarta, SMA PIRI 1, dan SMA IMMANUEL Yogyakarta. Pemilihan

sekolah yang berbeda ini bertujuan agar peneliti memperoleh gambaran yang

lebih signifikan tentang proses penjurusan yang dilakukan oleh setiap sekolah.

a) SMAN 6 Yogyakarta

SMAN 6 Yogyakarta terletak di Jl. C. Simanjutak no 2 Yogyakarta.

SMAN 6 Yogyakarta ini merupakan sekolah Negeri dengan akreditasi A. SMAN

(43)

Yogyakarta mendapat julukan The Research School Of Jogja. SMAN 6

Yogyakarta membuka dua jurusan yaitu jurusan IPA dan jurusan IPS. SMAN 6

mempunyai kelas IPA lebih banyak dibandingkan kelas IPS. Jumlah kelas yang

dimiliki oleh SMAN 6 sebanyak 24 kelas yang terbagi atas 8 kelas untuk kelas

X, 8 kelas untuk kelas XI (6 kelas IPA dan 2 kelas IPS) dan 8 kelas untuk kelas

XII (6 kelas IPA dan 2 kelas IPS). Penempatan siswa dalam kelas di sekolah ini

tidak berdasarkan pada kepandaian siswa. Hal ini dikarenakan sekolah

menginginkan persaingan antar siswa dalam kelas yang lebih merata. Untuk

masuk di SMAN 6 Yogyakarta pada tahun ajaran 2014/2015 mempunyai nilai

UN minimal 36,25.

b) SMAN 9 Yogyakarta

SMAN 9 Yogyakarta terletak di Jl. Sagan, Gondokusuman, Kota

Yogyakarta. SMAN 9 Yogyakarta mempunyai akreditasi A dengan motto

sekolah yang mengembangkan budaya. Hal ini terlihat saat memasuki ruang

tamu di SMAN 9 Yogyakarta terdapat berbagai lukisan jenis-jenis batik, dan

suara lonceng pertanda pergantian jam pelajaran maupun waktu istirahat

bernada gamelan oleh karena itu sekolah ini dijuluki sebagai The Art and

Culture School. SMAN 9 Yogyakarta membuka dua jurusan yaitu IPA dan IPS.

Jumlah kelas yang dimiliki oleh SMAN 9 Yogya sebanyak 20 kelas yang

terbagi atas 6 kelas untuk kelas X, 7 kelas untuk kelas XI (5 kelas IPA dan 2

kelas IPS), dan 7 kelas untuk kelas XII (5 kelas IPA dan 2 kelas IPS). Di

SMAN 9, penempatan siswa dalam kelas tidak berdasarkan kepandaian siswa.

(44)

dan dengan adanya kualitas antar kelas yang merata diharapkan antar siswa

mampu lebih bekerjasama dengan baik. Siswa yang ingin masuk di sekolah ini

pada tahun ajaran 2014/2015 mempunyai nilai UN minimal 35,85.

c) SMA PIRI 1 Yogyakarta

Subyek penelitian selanjutnya adalah SMA PIRI 1 Yogyakarta. SMA

PIRI 1 Yogyakarta adalah salah satu sekolah Swasta bernuansa muslim dengan

akreditasi sekolah A yang terletak di Jl. Kemuning No 14, Yogyakarta, Daerah

Istimewa Yogyakarta. SMA PIRI 1 membuka jurusan IPA dan IPS yang

masing-masing jurusan dalam setiap angkatan berjumlah satu kelas dan setiap

kelas rata-rata diisi 29-30 siswa. SMA PIRI 1 ini mempunyai 6 kelas yaitu 2

kelas untuk kelas X (X.1 dan X.2), 2 kelas untuk kelas XI (IPA dan IPS) dan 2

kelas untuk kelas XII (IPA dan IPS). Penempatan siswa di kelas X.1 dan X.2

melalui penyeleksian terlebih dahulu. Artinya, SMA PIRI 1 ini sudah

menyiapkan siswa yang akan masuk jurusan IPA ataupun IPS dari awal siswa

masuk kelas X yaitu dengan penempatan kelas yang dilakukan oleh sekolah.

Dengan kata lain, kelas X.1 berisi siswa yang cenderung masuk ke IPA,

sedangkan kelas X.2 berisi siswa yang cenderung masuk ke IPS. Persiapan ini

dilakukan sejak awal agar guru lebih mudah mengontrol siswa dan siswa dapat

mempersiapkan diri untuk masuk jurusan yang sudah terlihat lebih awal.

d) SMA IMMANUEL Yogyakarta

Sekolah terakhir yang dijadikan subyek penelitian adalah SMA

(45)

Sleman, Yogyakarta. SMA IMMANUEL Yogyakarta merupakan sekolah

Swasta yang bernuansa nasrani dengan akreditasi sekolah B. SMA

IMMANUEL Yogyakarta merupakan sekolah kecil dengan jumlah siswa yang

terhitung sedikit. Untuk kelas X tahun 2014/2015 ini SMA IMMANUEL

mempunyai siswa baru yang mengisi dua kelas, dan setiap kelas tidak diisi oleh

siswa dengan jumlah banyak. SMA IMMANUEL membuka dua jurusan yaitu

IPA dan IPS. Untuk kelas XI siswa IPA di SMA IMMANUEL berjumlah 9

siswa, sedangkan untuk kelas XII IPA jumlah siswa sebanyak 4 siswa. SMA

IMMANUEL mempunyai 6 kelas yaitu 2 kelas untuk kelas X (X.1 dan X.2), 2

kelas untuk kelas XI (IPA dan IPS), dan 2 kelas untuk kelas XII (IPA dan IPS).

2. Kebijakan Jurusan di Sekolah

Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah jenjang pendidikan dimana karir

siswa mulai dibentuk. Saat siswa mulai memasuki jenjang ini, mereka sudah

dihadapkan pada pemilihan jurusan yang merupakan langkah awal untuk menata

masa depan, hal ini terlihat dari adanya penjurusan.

Adanya dua jurusan di SMA diimbangi dengan adanya sumber daya

manusia yang mengampu. Dengan adanya jurusan IPA dan jurusan IPS tentu ada

guru di kedua jurusan tersebut. Akan tetapi dengan adanya dua jurusan, sering

terjadi ketidakseimbangan antara jumlah guru dan kelas yang akan diampu.

Ketidakseimbangan jumlah guru bisa terjadi bagi guru jurusan IPA

maupun guru jurusan IPS. Berdasarkan hasil penelitian, untuk SMA Negeri

(46)

yang terjadi di SMAN 9 Yogyakarta, untuk guru jurusan IPS yaitu untuk guru

Sosiologi, Ekonomi, dan Akuntasi masing-masing diampu oleh satu guru yang

mengajar di kelas X, XI dan kelas XII. Sehingga tidak ada guru yang

kekurangan jam mengajar yang mengharuskan guru keluar untuk mengajar di

sekolah lain. Sedangkan untuk SMA swasta, yaitu SMA Immanuel ada beberapa

guru yang kekurangan jam mengajar sehingga harus mengajar di sekolah lain.

Pembukaan dua jurusan selain biaya operasionalnya berat, hal lain yang

menjadi faktor pertimbangan adalah adanya hak guru yang sudah menjadi

ketetapan untuk memperoleh jam mengajar. Syarat para guru mendapatkan hak

adalah jika jam mengajar minimal terpenuhi dan memenuhi syarat minimal

siswa yang diajar dalam satu kelas. Adapun syarat minimal tersebut dalam satu

kelas rombongan belajar adalah sejumlah 20 siswa untuk jenjang sekololah

menengah atas (SMA) dengan tatap muka minimal 20 jam setiap minggunya hal

ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 74 tahun 2008 tentang guru.

3. Faktor-Faktor yang Dipertimbangkan dalam Penjurusan

Pada dasarnya, setiap sekolah mempunyai pedoman penjurusan yang sama,

karena peraturan penjurusan sudah ditetapkan dalam peraturan yang mengacu

pada SK Dirjen Mendikdasmen No 12/C/kep/TU/2008. Selain peraturan

tersebut, ada beberapa peraturan yang dibuat oleh sekolah yang tidak lebih berat

dari peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Contoh peraturan yang

(47)

Secara keseluruhan, faktor-faktor yang menjadi pertimbangan oleh setiap

sekolah adalah sama, yaitu dengan mempertimbangkan tiga faktor dalam

penjurusan. Faktor-faktor tersebut adalah :

a) Nilai Akademis

Nilai akademis yang dimaksud di sini adalah nilai tuntas dari standar

KKM yang telah ditentukan oleh sekolah. Standar KKM yang ditentukan

oleh setiap sekolah berbeda dikarenakan kondisi sekolah dan keadaan siswa

yang berbeda. Penetapan standar KKM dilakukan melalui rapat oleh para

dewan guru dan dimusyawarahkan bersama.

Siswa dapat masuk di jurusan yang dikehendaki apabila telah

memenuhi KKM yang ditetapkan oleh sekolah. Jika siswa ingin masuk

jurusan IPA, maka nilai mata pelajaran IPA harus memenuhi KKM. Standar

KKM untuk seleksi masuk jurusan yang ditetapkan setiap sekolah berbeda.

Untuk SMAN 6 Yogyakarta KKM yang ditentukan sekolah adalah

75, artinya jika ingin masuk jurusan IPA maka nilai Biologi, Kimia dan

Fisika haruslah minimal 75. Jika nilai siswa sudah mencapai 75 maka

siswa tersebut dapat masuk ke jurusan IPA. Hal ini juga berlaku bagi

siswa yang ingin masuk jurusan IPS. Untuk SMAN 9 Yogyakarta, KKM

yang ditetapkan sekolah adalah 76 akan tetapi jika siswa ingin masuk

jurusan IPA maka syarat untuk mata pelajaran di jurusan adalah KKM+1

yang artinya nilai minimal siswa untuk masuk jurusan IPA adalah 77.

(48)

sekolah adalah 70. Sedangkan untuk SMA PIRI1 1, KKM setiap mata

pelajaran berbeda tergantung guru mata pelajaran yang menetapkan. Untuk

mata pelajaran fisika, KKM yang ditetapkan adalah 75 sedangkan secara

keseluruhan KKM di SMA PIRI1 1 adalah 76. Penetapan KKM yang

berbeda ini dikarenakan pertimbangan akan tingkat kesulitan setiap mata

pelajaran berbeda.

Jika dibuat dalam bentuk tabel, syarat penjurusan ke-empat sekolah

tersebut dalam hal nilai akademis adalah:

Tabel 1. Nilai akademis minimal tiap sekolah

Sekolah SMAN 6

sekolah. Sekolah melihat minat siswa terlebih dahulu untuk identifikasi

siswa yang memiliki minat ke jurusan IPA dan yang memiliki minat ke

jurusan IPS. Setelah dilakukan identifikasi minat siswa, nilai akademis

siswa dievaluasi. Jika nilai akademis siswa yang minat ke IPA maupun yang

minat ke IPS memenuhi syarat maka siswa akan masuk jurusan yang

(49)

sekolah dalam menjuruskan siswa baik ke IPA maupun ke IPS adalah

dengan melihat nilai siswa di mata pelajaran pokok jurusan yang berada

diatas atau berada minimal KKM.

Identifikasi minat yang dilakukan setiap sekolah berbeda, ada yang

menggunakan angket dan ada yang menggunakan wawancara. Berdasarkan

hasil penelitian, SMA IMMANUEL Yogyakarta yang menggunakan

wawancara untuk mengetahui minat siswa. Hal yang menjadi pertimbangan

dari SMA IMMANUEL adalah agar guru dapat mengetahui minat dan

rencana siswa lebih jelas.

Jika dibuat dalam bentuk tabel, syarat penjurusan di ke-empat

sekolah mengenai cara mengetahui minat adalah:

Tabel 2. Cara mengetahui minat siswa dari setiap sekolah

Sekolah SMAN 6

Angket Angket Angket Wawancara

Proses pemberian angket dan penjaringan minat siswa di sekolah

dilakukan oleh guru BK. Akan tetapi untuk SMA IMMANUEL, proses

penjaringan minat dilakukan oleh hampir semua guru. Berdasarkan hasil

penelitian, jika siswa minat masuk ke jurusan IPA namun nilai akademisnya

(50)

dengan catatan kekurangan nilai tidak banyak. Hal ini kembali lagi pada

guru yang mengampu meskipun tidak semua dapat membantu.

c) Psikotes (Tes Psikologi)

Hasil psikotes merupakan salah satu pertimbangan dalam

menempatan siswa di suatu jurusan. Psikotes berfungsi untuk melihat

seberapa besar IQ siswa. Prosedur pemilihan jurusan yang digunakan oleh

setiap sekolah, sebagaimana telah dipaparkan pada bagian sebelumnya,

dimulai dari penelusuran minat, identifikasi minat siswa digunakan sebagai

acuan untuk mengelompokkan siswa. Sebut saja siswa itu berminat masuk

jurusan IPA, maka setelah mengetahui minat siswa, kemudian melihat nilai

siswa cukup atau tidak untuk masuk di jurusan IPA, setelah itu melihat hasil

psikotesnya. Jika ketiga unsur tersebut terjadi kecocokan maka siswa

tersebut dinyatakan lolos seleksi dan dapat masuk jurusan IPA.

Selain untuk melihat IQ, psikotes berfungsi sebagai pertimbangan

dalam menjuruskan siswa. Artinya, meskipun nilai siswa baik namun hasil

psikotesnya kurang baik untuk jurusan yang diinginkan, maka siswa

tersebut ada kemungkinan tidak dapat masuk jurusan yang diinginkan. Akan

tetapi psikotes yang dipertimbangkan sekolah tidak berlaku bagi siswa yang

mendapat nilai di bawah KKM pada jurusan tertentu yang diinginkan.

Psikotes merupakan faktor dalam penjurusan yang dipertimbangkan

sekolah dan menjadi hasil akhir dalam pengambilan keputusan. Di SMA

(51)

agar memperoleh data yang lebih valid. Akan tetapi, untuk sekolah Swasta

seperti halnya SMA IMMANUEL psikotes tidak dilkukan saat sekolah

menjuruskan siswanya. Hal ini dikarenakan sekolah tersebut mempunyai

siswa yang terhitung sedikit jadi guru lebih mengenal siswa. Meskipun di

SMA IMMANUEL tidak melakukan Psikotes, namun psikotes tetap

menjadi peraturan yang ditetapkan dalam penjurusan. Sedangkan untuk

SMA PIRI 1, psikotes diuji oleh guru BK.

Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan seperti nilai akedemis, minat, dan

tes psikologi merupakan cara penyeleksian sekolah dalam penjurusan dan

berjalan secara beriringan. Pertimbangan yang dilakukan sekolah dalam

penyeleksian yang cenderung ketat adalah untuk menghindari kegagalan siswa

dikemudian hari karena jurusan yang kurang sesuai. Berikut ini adalah bagan

penjurusan yang dilakukan oleh sekolah terkait minat dan KKM siswa :

Bagan 1. Penjurusan Tentang Minat dan KKM siswa

Dari bagan di atas terlihat bila siswa minat ke jurusan IPA sedangkan KKM

di rapot adalah IPS, maka keputusan jurusan dipertimbangkan. Begitu pula siswa

(52)

jurusan siswa bisa dipertimbangkan. Sedangkan bagi siswa yang nilai KKM

kurang dari mata pelajaran pokok IPA dan IPS, maka siswa tersebut akan tinggal

kelas. Hal ini seperti yang dikatakan oleh bu Dita yaitu “Parahnya kalau tidak

memenuhi semuanya ya dia tinggal kelas, tapi hal ini jarang terjadi [jawaban

dari pertanyaan ke 11 hal 7]”.

Keputusan penjurusan bagi siswa yang menunjukkan minat dan KKM

kurang sesuai dapat dipertimbangkan. Pertimbangan penjurusan dapat

dipertimbangkan karena terdapat masa percobaan pindah jurusan selama kurang

lebih satu bulan. Proses pindah jurusan ini dapat dilakukan dengan catatan nilai

siswa untuk mata pelajaran pokok IPA dan IPS berada di atas KKM. Pindah

jurusan juga dapat dilakukan jika siswa merasa bimbang untuk memilih suatu

jurusan tertentu.

Tabel 3. Penjurusan IPA di SMA

(53)

IPS IPS IPS IPA Masa Percobaan IPS

IPS IPA IPA/IPS IPA Masa Percobaan IPS

Tabel di atas terlihat bahwa selain minat dan nilai akademis, psikotes juga

dipertimbangkan dalam penjurusan. Bagi siswa yang memiliki kecocokan

jurusan dari minat, nilai KKM serta potensi akademis dapat langsung diputuskan

lolos seleksi jurusan yang diinginkan, sedangkan bagi siswa yang kurang terjadi

kecocokan antara minat, nilai KKM dan potensi akademis akan berada pada

masa percobaan. Kasus lain bagi siswa yang minat jurusan IPA, namun nilai

KKM dan potensi akademis berada di IPS maka siswa tersebut secara otomatis

akan masuk jurusan IPS.

Selain pedoman penjurusan yang dikeluarkan oleh Peraturan Pemerintah

(PP), guru juga mempunyai pemikiran lain dalam memberi pertimbangan

menjuruskan siswa. Misalnya pemikiran yang dimiliki oleh guru BK SMA

PIRI1 yaitu pak Tarda yang berpikir siswa aktif berorganisasi cocok untuk

masuk jurusan IPA, hal ini terlihat dalam percakapan sebagai berikut :

Peneliti : “Menurut bapak sendiri, aktivitas siswa yang nunjukin dia cocok di IPA seperti apa ?”

Pak Tarda :“Kalau yang cocok IPA itu saya pikir gimana, karena saya ini mengagungkan osis karena ini kuat. Jadi sepintas kalau mereka tidak terfokus pada sekolah saja tapi mau berorganisasi itu IPA yang baik menurut saya

(54)

Pak Tarda berpendapat demikian karena menurut beliau siswa yang cocok

di jurusan IPA adalah yang mempunyai motivasi tinggi serta selalu berusaha

menjadi lebih baik dan itu ditunjukan dengan kegiatan siswa di OSIS.

Hasil percakapan dengan bu Esti selaku guru fisika SMAN 6 Yogyakarta

yang mengatakan bahwa yang menjadi eksekutor utama dalam penjurusan

adalah nilai akademis siswa.

Peneliti :“Selain nilai akademik, apakah ibu punya pedoman lain dalam menjuruskan siswa ke IPA?

Bu Esti:“Untuk penjurusan, pyur 100% saya berasal dari nilai akademik. Tidak ada nilai sikap, tidak ada nilai lain, jadi betul-betul nilai akademik mereka”

Peneliti : “Bagaimana dengan proses belajar mereka?”

Bu Esti : “Susahnya ada anak yang benar-benar belajar tapi hasilnya tetap dibawah standar dan itu tidak bisa. Karena kemampuannya hanya disitu. Bahkan ada anak yang pelajaran IPA sambil lalu tapi ketika dia dikasih pertanyaan, ketika diberikan soal bisa. Berarti kemampuan dasar anaknya itu ada di IPA. jadi nilai

yang ibu gali ya kemampuan dasarnya itu”.

[Pertanyaan dan jawaban wawancara dengan bu Esti ke 7 dan 8 di halaman 4]

Pendapat yang dikemukakan Bu Esti berbeda dengan pendapat yang

dikemukakan oleh pak Bambang selaku guru fisika di SMAN 9 Yogyakarta,

beliau berpendapat bahwa nilai siswa tidaklah menjadi syarat mutlak dalam

penjurusan, melainkan ada pertimbangan khususnya untuk motivasi siswa.

Peneliti : Kalau menurut bapak antara minat dan nilai mana yang lebih penting dalam penjurusan?” Pak Bambang :“Sebenarnya kalau dari guru-guru ya nilainya,

ya sebenarnya dua-duanya saling mengisilah” Peneliti : “kalau menurut bapak sendiri?”

(55)

Peneliti :“Kenapa menurut bapak itu penting?”

Pak Bambang :“Karena saya sendiri termasuk termotivasi disitu. Jadi nilai saya saat disemester 1 dulu tidak bagus tapi ada motivasi dari kakak bahwa kalau masuk jurusan IPA bisa gini-gini akhirnya saya kejar dan masuk jurusan IPA. Saya membayangkan bahwa saya bisa, jadi jika ada motivasi ya bisa karena punya target. Dan itu seterusnya untuk jurusan. Jadi tak pindah haluan. Waktu SMA fisika saya 5, untungnya penjurusan dikelas 2. Jadi saya naik kan bisa masuk jurusan IPA, jadi saya berpandangan bahwa jika ada motivasi bisa”

[Hasil wawancara dengan Pak Bambang Widodo pada pertanyaan dan jawaban ke 6 hal 3-4]

Kedua pendapat tersebut meskipun berlainan namun mereka mempunyai

alasan yang cukup kuat tentang pemikiran pribadi dalam menjuruskan siswa.

Jika dilihat kembali, baik pendapat bu Esti maupun pak Bambang sama-sama

relevan. Mereka mempunyai pendapat yang beralasan cukup kuat. Pendapat pak

Bambang yang mengatakan motivasi juga diperhitungkan di dukung oleh pak

Gampang selaku guru fisika dari SMA PIRI 1

Peneliti :“Untuk SMA PIRI 1, minat dan nilai mana

yang lebih penting?”

Pak Gampang :”Yang minatnya, karena nilai itu nanti dapat kita maaf bukan rekayasa jadi karena minat lebih dominan dari pada nilai. Karena bisa jadi saat ulangan kondisi anak kita nggak tau, kemudian kondisi keluarganya saat kita mengadakan ulangan seperti apa. Maka minat

lebih dominan dari pada nilai kognitifnya”.

[Pertanyaan dan jawaban wawancara ke 5 dengan pak Gampang di hal 2]

Penjurusan di SMA jika dilihat secara sepintas memang terlihat sederhana,

(56)

kerena secara tidak langsung penjurusan adalah satu langkah awal untuk

menentukan masa depan siswa. Aspek utama yang ditentukan dalam penjurusan

khususnya oleh sekolah dan guru merupakan cara untuk menyeleksi siswa yang

cocok di jurusan tertentu. Dalam penjurusan, guru mata pelajaran berperan

penting, karena guru mata pelajaran selalu membimbing dan lebih mengerti

kemampuan siswa.

Jika dilihat dalam bentuk tabel, maka aspek utama yang dipertimbangkan

dalam penjurusan dari keempat sekolah tersebut yaitu :

Tabel 4. Aspek utama dalam penjurusan di sekolah

Sekolah SMAN 6 SMAN 9 SMA

mengenal siswa dengan baik. Sederhana saja, guru maupun sekolah tidak dapat

serta merta menempatkan siswa pada suatu jurusan tertentu jika belum

mengetahui secara pasti kemampuan siswa, hal ini perlu dihindari agar siswa

tidak berada dijurusan yang kurang sesuai dengan kemampuannya. Selain itu

jika dilihat secara lebih detail, dalam penjurusan hal yang paling utama

(57)

sendiri, sedangkan nilai akademis akan mengikuti minat. Hal ini terlihat dari

syarat penjurusan adalah nilai siswa yang berada diatas KKM. Dimana nilai

berada diatas KKM juga merupakan syarat utama agar siswa bisa naik kelas.

SMAN 6 Yogyakarta mempunyai cara lain dalam menempatkan siswa di

suatu jurusan, yaitu dengan mengambil nilai rata-rata dari siswa. Bagi siswa

yang nilainya berada di bawah rata-rata, maka akan berada di jurusan IPS

sedangkan bagi siswa yang nilainya berada diatas rata-rata akan berada di

jurusan IPA, hal ini dapat dilakukan dengan melihat minat dari siswa.

4. Peran Guru Fisika dalam Penjurusan

Proses penjurusan melibatkan guru bidang IPA. Dalam hal ini, guru

fisika mengambil peran yang besar dalam penjurusan. Guru fisika berperan

dalam mengevaluasi ketuntasan nilai akademis siswa dan bertanggung jawab

terhadap nilai siswa dalam ketuntasan belajar. Selain itu, peran guru fisika dalam

penjurusan yang utama adalah untuk memotivasi dan menambah minat belajar

siswa terutama bagi siswa yang nilai akademisnya kurang baik.

Setiap guru mempunyai cara yang berbeda dalam memotivasi siswa. Bu

Esti selaku guru fisika dari SMAN 6 Yogyakarta mempunyai cara sendiri dalam

memotivasi siswa yaitu dengan mencontohkan dirinya sendiri. Seperti jawaban

beliau saat wawancara berlangsung.

(58)

Bu Esti: “Ya bentuk dukungan saya mengatakan bahwa semua itu bisa dipelajari. Saya mendukung anak itu dengan saya apa mencontohkan diri saya sendiri. Bahwa saya pernah tidak naik kelas, saya pernah mempunyai nilai matematika dan IPA tidak terlalu bagus. Tapi ada suatu hal yang memotivasi saya bangkit, ya itu yang saya gunakan untuk mengejar ketertinggalan dan ternyata bisa. Artinya semua bisa dipelajari, tidak ada yang tidak mungkin. Saya selalu mengingatkan anak seperti itu. Jika kita punya niat, kita punya semangat, kelemahan itu bisa ditutupi bahkan bisa melampaui mereka yang bakatnya lebih baik. Terutama yang memiliki potensi lebih, namun belum dikembangkan. Saya selalu bilang seperti itu kepada anak-anak.”

[Pertanyaan dan jawaban ke 9 wawancara dengan bu Esti halaman 5] penjurusan kan. Saya hubungkan materi saya dengan kehidupan sehari-hari, jadi misalnya tentang pengukuran, listrik kan ada juga itu sedikit, kemudian saya mengajak mereka menghitung apa, arus listrik sehari-hari dengan setrum, yang kedua ya hanya sedikit ya tidak tidak merasa ketakutan dengan fisika”

[Pertanyaan dan Jawaban ke 3 wawancara dengan Bu Christina hal 1]

Jadi, dalam penjurusan peran utama guru fisika adalah sebagai

penanggung jawab dalam ketuntasan nilai siswa. Selain itu sebagai seorang

Gambar

Tabel 3. : Aspek utama dalam penjurusan di sekolah ........................................................
Tabel 1. Nilai akademis minimal tiap sekolah
Tabel 2. Cara mengetahui minat siswa dari setiap sekolah
Tabel 3.  Penjurusan IPA di SMA
+3

Referensi

Dokumen terkait

 Pilihlah jawaban yang paling benar pada hu paling benar pada huruf A, B, C, atau D di lemba ruf A, B, C, atau D di lembar jawab yang tersedia3. r jawab

Untuk masalah Software Adjustment Printer CX5500 tidak saya bahas disini, karena sudah banyak sekali blog-blog yang sudah membahas tentang : Download

Data sekunder tersebut berupa perturan perundang-undangan dan literatur- literatur yang terkait, yang kemudian dihubungkan dengan fakta-fakta yang ada dari permasalah

PT Mari mempersembahkan hidup kita pada Tuhan karena kasih-Nya yang besar yang dilimpahkan-Nya kepada kita.. Kasih setia-Nya ditunjukkan- Nya dari satu generasi ke

Tujuan: Untuk mengukur perbedaan hasil belajar mahasiswa antara metode inkuiri dan CTJ, Untuk mengukur perbedaan peningkatan hasil belajar mahasiswa antara metode inkuiri

Salah satu indikator yang dapat digunakan dalam menentukan efisiensi dari suatu aktivitas tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima perusahaan produsen

“Not Business As Usual” RESOURCES ACCOUNTING beneficial transformative STRENGTHENING HUMAN RESOURCES CAPABILITY AND SCI - TECH STRENGTHENING CONNECTIVITY ECONOMIC

Salah satu alat untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang