ANALISIS KEMAMPUAN GURU DALAM MENGELOLA
PEMBELAJARAN IPS UNTUK MENGEMBANGKAN
BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR
(Analisis Deskriptif Pada Lima Sekolah Dasar di Gugus II Kecamatan
Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Dasar
Oleh
Ai Nurhayati
NIM 1204717
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR
SEKOLAH PASCASARJANA
ANALISIS KEMAMPUAN GURU DALAM MENGELOLA
PEMBELAJARAN IPS UNTUK MENGEMBANGKAN
BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR
(Analisis Deskriptif Pada Lima Sekolah Dasar di Gugus II Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat)
Oleh Ai Nurhayati
S.Pd. SD Universitas Terbuka, 2008
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Dasar
Konsentrasi Pendidikan IPS
© Ai Nurhayati 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Februari 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,
Ai Nurhayati, 2014
DAFTAR ISI
Hal.
PERNYATAAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Struktur Organisasi... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13
A. Kemampuan Guru ... 13
B. Teori Kompetensi Guru ... 17
C. Kemampuan Mengelola Pembelajaran ... 19
1. Kemampuan Merencanakan Pembelajaran Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis Siswa ... 22
2. Kemampuan Melaksanakan Pembelajaran Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis Siswa ... 26
3. Kemampuan Melaksanakan Penilaian (Evaluasi) Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis Siswa ... 31
D. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ... 33
1. Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ... 33
2. Pengertian Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ... 34
3. Karakteristik Mata Pelajaran IPS ... 35
4. Tujuan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar ... 36
E. Berfikir Kritis Dalam Pembelajaran IPS ... 38
G. Berpikir Kritis Siswa SD ... 47
H. Hasil Penelitian Yang Relevan ... 49
I. Kerangka Berpikir Penelitian ... 53
BAB III METODE PENELITIAN ... 57
A. Lokasi dan SubjekPenelitian... 57
1. Lokasi Penelitian ... 57
1. Deskripsi Umum Lokasi dan Subjek Penelitian ... 74
2. Kemampuan Guru Dalam Perencanaan Pembelajaran Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis Siswa ... 83
Analisis Setiap Komponen Dalam RPP Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis... 84
a. Indikator Dalam Mengembangkan berpikir kritis ... 86
b. Tujuan Pembelajaran dalam Mengembangkan Berpikir Kritis ... 91
c. Metode Pembelajaran Dalam Mengembangkan Berpikir Kritis ... 94
d. Langkah-langkah Pembelajaran Dalam Mengembangkan Berpikir Kritis ... 96
e. Penilaian Dalam Kegiatan Pembelajaran Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis ... 101
3. Kemampuan Guru Dalam Melaksanakan Pembelajaran Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis Siswa ... 106
Analisis Pelaksanaan Pembelajaran Dalam Mengembangkan Berpikir Kritis... 107
Ai Nurhayati, 2014
Berpikir Kritis ... 113 c. Langkah-langkah Pembelajaran dari Mulai
Kegiatan Awal, Kegiatan Inti, dan Kegiatan
Akhir dalam Mengembangkan Berpikir Kritis... 117 d. Pertanyaan Guru Dalam Mengembangkan
Berpikir Kritis ... 130 e. Pertanyaan Siswa Dalam Mengembangkan
Berpikir Kritis ... 133 f. Interaksi Dalam Kegiatan Pembelajaran Untuk
Mengembangkan Berpikir Kritis ... 135 g. Penjelasan Materi Pelajaran Dalam
MengembangkanBerpikir Kritis ... 137 h. Sumber dan Media Pembelajaran Dalam
Mengembangkan Berpikir Kritis ... 139 4. Kemampuan Guru Melaksanaan Penilaian
Pembelajaran untuk Mengembangkan Berpikir
Kritis Siswa ... 143 Analisis Penilaian Dalam Proses Pembelajaran Untuk
Mengembangkan Berpiker Kritis ... 143 5. Upaya-Upaya Yang Dilakukan Guru Dalam Kegiatan
Pembelajaran Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis
Siswa ... 148 Analisis Terhadap Upaya-Upaya yang Dilakukan
Guru Dalam Kegiatan Pembelajaran Untuk
Mengembangkan Berpikir Kritis... 148 6. Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi Guru dalam
Mengembangkan Berpikir Kritis Siswa ... 152 Analisis Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi Guru
Dalam Mengembangkan Berpikir Kritis ... 153 B. Pembahasan ... 159
1. Perencanaan Pembelajaran dalam Mengembangkan
Berpikir Kritis ... 159 2. Pelaksanaan Pembelajaran dalam Mengembangkan
Berpikir Kritis ... 168 3. Penilaian Pembelajaran dalam Mengembangkan
Berpikir Kritis ... 176 4. Upaya-Upaya Yang Dilakukan Guru Dalam Kegiatan
Pembelajaran Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis ... 179 5. Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi Guru dalam
Mengembangkan Berpikir Kritis ... 180
A. Simpulan ... 182 B. Saran ... 183
DAFTAR PUSTAKA ... 186
Ai Nurhayati, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel Hal.
4.1 Hasil observasi terhadap RPP dalam mengembangkan
berikir kritis ... 85 4.2 Hasil observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran dalam
mengembangkan berpikir kritis ... 108 4.3 Hasil observasi terhadap penilaian proses pembelajaran
dalam mengembangkan berpikir kritis ... 144 4.4 Upaya-upaya yang dilakukan guru dalam kegiatan
pembelajaran untuk mengembangkan berpikir kritis ... 149 4.5 Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi Guru Dalam
DAFTAR LAMPIRAN
A. SK Bimbingan
B. Surat Izin Melakukan Penelitian dari SPs UPI
C. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari Sekolah yang Menjadi
Lokasi Penelitian
D. Kartu Kegiatan Bimbingan Penelitian dan Penulisan Tesis
E. Kisi-kisi Instrumen Tes
F. Pedoman Wawancara dengan Guru
G. Pedoman Wawancara dengan Siswa
H. Pedoman Observasi Terhadap RPP
I. Pedoman Obsevasi Pelaksanaan Pembelajaran
J. Pedoman Observasi Pertanyaan Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran
ANALISIS KEMAMPUAN GURU DALAM MENGELOLA PEMBELAJARAN IPS UNTUK MENGEMBANGKAN
BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR
AI NURHAYATI NIM 1204717
ABSTRAK
Penelitian ini didasarkan pada permasalahan rendahnya kemampuan siswa dalam berpikir kritis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran IPS untuk mengembangkan berpikir kritis siswa di sekolah dasar, dilihat dari kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran, melaksanaan pembelajaran, dan melakukan penilaian pembelajaran. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif yang dilakukan di lima buah sekolah dasar di Gugus II Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat. Subyek penelitian adalah lima orang guru kelas VI. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, studi dokumentasi, dan studi pustaka. Hasil penelitian adalah kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran secara keseluruhan mampu mengembangkan berpikir kritis, melalui kemampuan dalam merumuskan komponen-komponen yang ada dalam RPP yaitu; indikator, tujuan pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan juga dalam menentukan metode dan media pembelajaran. Sedangkan dalam pelaksanaan pembelajaran baru sebagian kecil guru yang mampu mengembangkan berpikir kritis, melalui kegiatan tanya jawab dan kemampuan menerapkan keterampilan mengajar yang dilaksanakan dengan baik selama proses pembelajaran. Penilaian yang dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran belum sepenuhnya dapat mengembangkan berpikir kritis. Penilaian proses yang dilakukan guru selama kegiatan pembelajaran melalui tanya jawab mampu mengembangkan berpikir kritis siswa. Sedangkan penilaian hasil yang dilaksanakan di akhir kegiatan pembelajaran melalui evaluasi secara individual, belum mampu mengembangkan berpikir kritis, dikarenakan soal-soal yang diberikan baru sebatas ingatan saja.
Reinforcement, dan juga waktu yang diberikan baik untuk bertanya ataupun
menjawab pertanyaan merupakan upaya-upaya yang dilakukan guru dalam mengembangkan berpikir kritis. Adapun hambatan-hambatan yang dihadapi guru dalam mengembangkan berpikir kritis siswa berasal dari guru itu sendiri, siswa, dan juga lingkungan sekitar. Berdasarkan hasil penelitian, direkomendasikan untuk lebih memotivasi guru agar dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam merancang dan melaksanakan penilaian dalam kegiatan pembelajaran yang dapat mengembangkan berpikir kritis dalam rangka meningkatkan diri sebagai guru profesional.
Ai Nurhayati, 2014
ANALYZING TEACHER’S ABILITY IN THE MANAGEMENT OF SOCIAL STUDIES EDUCATION TEACHING AND LEARNING TO DEVELOP
ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS’ CRITICAL THINKING
AI NURHAYATI STUDENT ID 1204717
ABSTRACT
The research was based on the issue of students’ low ability in critical thinking. The aim of this research is thus to analyze teacher’s ability in the management of Social Studies Education teaching and learning to develop students’ critical thinking in elementary schools, viewed from teacher’s ability in planning, conducting, and assessing the teaching and learning. The method employed for the research was descriptive analysis, conducted at five elementary schools in the Cluster II of Cipongkor District, Bandung Barat Regency. The subjects consisted of five sixth grade teachers. The data were collected through observation, interview, documentary study, and literary study. The results of the research demonstrated that in general the teachers were able to plan the teaching and learning to develop students’ critical thinking through the ability of formulating the components of a lesson plan, namely indicators, teaching and learning objectives, teaching and learning stages; and also the ability of determining teaching and learning method and media. Meanwhile, in conducting the new teaching and learning, only a minority of the teachers were able to develop critical thinking through question-answer activity and the ability of implementing good teaching skills during the teaching and learning process. The assessment done in the teaching and learning activities had not fully developed critical thinking. On the other hand, the assessment conducted during the process of teaching and learning through question and answer could develop students’ critical thinking. Meanwhile, the assessment of learning results at the end of teaching and learning activities through individual evaluation could not develop critical thinking skill because the questions given by teachers were only at the level of memorization. Reinforcement and time given for asking or answering questions were some of the attempts made by the teachers to develop critical thinking. The obstacles faced by the teachers in developing students’ critical thinking came from the teachers themselves, the students, and the surrounding environment. Based on the outcomes of the research it is recommended that teachers be more motivated to improve the ability and skills of planning and conducting the teaching and learning activities that can develop
students’ critical thinking in an attempt of improving themselves as professional
teachers.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Manusia sebagai individu dan sebagai warga Negara perlu mengembangkan
kemampuan diri untuk dapat hidup di tengah-tengah komunitasnya. Salah satu
caranya adalah dengan meningkatkan wawasan melalui jalan pendidikan. Hal ini
dinyatakan dalam pasal 3 Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yaitu:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan juga perlu mengembangkan kemampuan berpikir. Costa Arthur
L.(Al Muchtar, 2007) mengemukakan bahwa pengembangan kemampuan berpikir
ini terkait dengan asumsi bahwa berpikir merupakan potensi manusia yang perlu
secara sengaja dikembangkan untuk mencapai kapasitas optimal. Proses pendidikan
dalam konteks ini merupakan sarana untuk mengembangkannya. Kemampuan
berpikir dianggap sebagai sumberdaya yang amat vital bagi suatu bangsa, karena itu
dibutuhkan dari kaum pendidik untuk menyelenggarakan pendidikan berpikir.
Salah satu hal yang terkait dengan bidang pendidikan adalah guru. Guru
merupakan komponen yang sangat penting dalam pendidikan, karena secara
keseluruhan merupakan komponen yang paling menentukan dalam sistem
pendidikan, khususnya yang diselenggarakan secara formal di sekolah, terutama yang
berkaitan dengan proses belajar mengajar. Guru merupakan komponen yang paling
Ai Nurhayati, 2014
Pendidikan yang berkualitas adalah yang mampu mengembangkan potensi
yang ada pada siswa. Kemampuan berpikir merupakan salah satu potensi yang harus
dikembangkan. Dalam mengembangkan kemampuan berpikir diperlukan suatu proses
keterampilan berpikir yang melibatkan aktivitas mental. Aktivitas tersebut dapat
dijelaskan berdasarkan pada apa yang dilakukan ketika berpikir. Berpikir pada
umumnya dianggap suatu proses yang akan melahirkan pengetahuan, sikap maupun
tindakan.
Pendidikan berpikir diperlukan untuk mengembangkan intelegensi yang
merupakan potensi kodrati untuk ditumbuhkembangkan tanpa henti. Intelegensi
menentukan harkat sebagai manusia dalam mengembangkan kemampuan
berpikirnya. Semakin tinggi kemampuan berpikir seseorang makin tinggi kemampuan
intelegensi orang itu. Bahkan kemampuan berpikir itu dapat mendorong
perkembangan potensi lain yang ada pada diri siswa. Pendidikan dalam hal ini
merupakan wadah yang dapat mengoptimalkan potensi diri sehingga tercapai kualitas
sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam kaitannya dengan kemampuan berpikir Fakri, (Almuhtar, 2007)
mengatakan bahwa pendidikan berpikir itu ditunjukan untuk mengembangkan
kualitas anak agar proses perkembangan kognitifnya (intelegensi) ini memperoleh
peluang secara optimal pula. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa
apabila kemampuan berpikir anak dikembangkan maka perkembangan
intelegensinyapun berkembang sesuai dengan yang diharapkan. Bila dihubungkan
dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan, apabila guru mampu
mengembangkan proses berpikir siswa, maka kemampuan-kemampuan yang lainpun
akan berkembang salah satunya adalah kemampuan kognitifnya.Walaupun belajar
selalu mengandung kegiatan berpikir, namun apabila tidak diprogram secara khusus
proses pendidikan berpikir ini hanya sekedarnya dan tidak memadai untuk melatih
3
Banyak pakar psikologi dan pendidikan yang mengemukakan perlunya
aplikasi pendidikan berpikir.Walaupun pendidikan itu sebagai sarana pengembangan
berpikir ia sering diabaikan dalam praktek, sehingga dilihat dari dimensi kualitas
pendidikan pengembangan berpikir ini masih lemah. Salah satu cirinya adalah banyak
proses pendidikan memberikan sebanyak mungkin bahan pelajaran untuk mencapai
“target kurikulum”, sedang kapasitas berpikir tidak ditingkatkan kepada tarap yang
optimal (higher order thinking skills).
Keterampilan berpikir adalah salah satu bidang terpenting dalam kurikulum.
Membantu anak mengembangkan dan meningkatkan keterampilan berpikir
merupakan tugas guru yang tidak boleh terlewatkan karena keterampilan berpikir
merupakan bekal anak untuk menghadapai kehidupan nantinya.
Bob Kizlik (Aisyah & Setiawan, 2010) menyatakan bahwa berpikir mengacu pada proses membuat satu seri terstruktur dari transaksi yang berhubungan di antara bagian-bagian yang diterima. Bob kizlik juga mendefinisikan keterampilan berpikir sebagai satu set keterampilan dasar dan lanjut yang merupakan bagian dari keterampilan yang mengendalikan proses mental seseorang.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan berpikir pada umumnya dianggap
suatu proses kognitif, suatu aksi mental yang dengan proses dan tindakan
pengetahuan itu diperoleh. Proses berpikir berhubungan dengan bentuk-bentuk
tingkah laku yang lain dan memerlukan keterlibatan aktif pada bagian-bagian tertentu
karena melibatkan proses mental.
Salah satu dimensi keterampilan berpikir adalah berpikir kritis (critical
thinking). Paul (Fisher, 2008) mendefinisikan berpikir kritis adalah mode berpikir
mengenai hal, substansi atau masalah apa saja, dimana si pemikir meningkatkan
kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil struktur-struktur yang
melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar-standar intelektual padanya.
Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa berpikir kritis merupakan sebuah
Ai Nurhayati, 2014
masalah, mengambil keputusan, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian
ilmiah. Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpendapat dengan cara yang
terorganisasi dan mengevaluasi secara sistematis melalui bobot pendapat pribadi dan
orang lain. Dengan berpikir kritis memungkinkan siswa untuk mempelajari masalah
secara sistematis, menghadapi berbagai tantangan dengan cara yang terorganisasi, dan
merumuskan pertanyaan inovatif beserta solusi yang rasional.
Ilmu Pengetahuan Sosial, merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan
mulai dari Sekolah Dasar yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan
generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Melalui mata pelajaran IPS, siswa
diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan
bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Diharapkan dengan
mempelajari IPS siswa akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam
tentang keterkaitan antara berbagai bidang ilmu. Sehingga menjadikan sesuatu yang
bermakna dan menyenangkan bagi siswa yang akan diaplikasikan dalam
kehidupannya.
Apabila dikaitkan dengan kondisi pendidikan IPS saat ini, proses berpikir ini
sangat lemah. Hal ini ditunjukan dengan hasil pembelajaran tersebut lebih
menekankan siswa untuk menghapal dan mengingat, dan kurang memfasilitasi siswa
untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Pembelajaran IPS selama ini hanya
mengarahkan kepada kemampuan untuk menghafal informasi sehingga siswa kurang
didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Pada akhirnya siswa
menjadi pasif yang menjadikannya tidak tanggap terhadap lingkungan sekitar.
Dalam praktek pembelajaran IPS saat ini siswa dipaksa untuk mengingat dan
mengemukakan berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang
diingatnya itu untuk menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari sehingga ketika
siswa lulus sekolah, mereka pintar teoritis tetapi miskin aplikasi. Siswa kurang
mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana
5
Beberapa penelitian telah dilakukan berkaitan dengan kegiatan pembelajaran
IPS. Hasil Penelitian Samsani (2009) menyatakan bahwa pembelajaran IPS di
sekolah dasar selama ini menitik beratkan pada bagaimana menghabiskan materi
pelajaran dari buku teks melalui metode ceramah, dan menuliskan materi di papan
tulis, sehingga siswa tidak begitu aktif dalam proses pembelajaran. Hal inilah yang
menjadikan kegiatan pembelajaran yang membosankan dan siswa tidak termotivasi
untuk belajar sehingga kemampuan berpikirnyapun tidak berkembang. Romi Junior
(2008) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa ada kecenderungan menempatkan
masalah pendidikan IPS terbatas pada kurikulum persekolahan, dengan dominasi
teknik guru bercerita dan siswa mengingat. Di samping itu perkembangan ilmu dan
teknologi dalam era informasi modern yang ditandai dengan banyak terjadinya
pergeseran nilai dalam perubahan sosial budaya tidak terantisipasi secara konstruktif
dalam pembaharuan pendidikan IPS. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Rofi’uddin (2009) bahwasanya pendidikan berpikir tidak tetangani secara sistematis dan dilaksanakan secara parsial. Sebagai akibatnya, kemampuan berpikir lulusan SD
masih sangat rendah
Hasil penelitian Suharkat (2011) menyatakan permasalahan yang
berhubungan dengan pembelajaran IPS bila dikaitkan dengan kondisi guru yang ada
di lapangan masih banyak hal yang dianggap kurang memadai dan harus segera
dibenahi, diantaranya :1) Adanya keengganan guru untuk mengajar secara
proporsional. Hal ini dikarenakan materi pembelajaran yang begitu banyak dalam
jatah waktu yang terbatas. Sebagai penyelesaiannya guru hanya mendiktekan
ringkasan dari materi pelajaran untuk dihapal siswa. Pola pengajaran seperti ini yang
secara tidak langsung membangun apatisme dalam diri siswa terhadap pembelajaran
IPS. 2) Isi materi pembelajaran yang banyak secara kuantitas tidak dibarengi dengan
kualitas yang memadai. Pernyataan ini didasarkan pada kenyataan bahwa guru tidak
mengemas materi pembelajaran pada situasi yang memberi peluang pada siswa untuk
Ai Nurhayati, 2014
jarang dihubungkan dengan masalah yang ada menyangkut kehidupan sosial di
sekitarnya. Siswa tidak dituntun untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya. Dimana kemampuan tersebut akan membentuk
kompetensi-kompetensi sosial yang menjadi tuntunan mata pelajaran IPS. 3) Guru
masih mendominasi dalam proses pembelajaran. Hal ini berakibat komunikasi searah,
dimana guru menempatkan dirinya sebagai komponen yang paling aktif dan siswa
hanya sebagai penerima pasif informasi.
Kualitas guru dapat ditinjau dari dua segi, dari segi proses dan segi hasil. Dari
segi proses guru dikatakan berhasil apabila mampu melibatkan sebagian besar siswa
secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran. Di
samping itu, dapat dilihat dari gairah dan semangat mengajarnya, serta adanya rasa
percaya diri. Adapun dari segi hasil, guru dikatakan berhasil apabila pembelajaran
yang diberikannya mampu mengubah perilaku sebagian besar siswa ke arah
penguasaan kompetensi dasar yang lebih baik.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan guru sangat berperan dalam
mengembangkan standar isi dan membentuk kompetensi siswa. Sehubungan dengan
itu, guru harus kreatif, profesional dan menyenangkan. Guru harus kreatif memilih
dan mengembangkan standar isi sebagai bahan untuk membentuk kompetensi peseta
didik. Guru harus profesional dalam membentuk kompetensi siswa sesuai dengan
karakteristik individual masing-masing. Guru juga harus menyenangkan, tidak saja
bagi siswa,tetapi juga dirinya. Artinya, belajar dan pembelajaran harus menjadi
makanan pokok bagi guru sehari-hari, harus dicintai agar dapat membentuk dan
membangkitkan rasa cinta dan semangat belajar siswa.
Keberhasilan dan proses belajar mengajar di sekolah sangat dipengaruhi oleh
faktor guru dan siswa. Pola mengajar guru dan cara belajar siswa mempunyai peranan
penting dalam mencapai tujuan pendidikan. Ini berarti, bahwa di dalam proses belajar
mengajar memerlukan tenaga yang profesional dalam menjalankan aktivitas sebagai
7
lebih meningkatkan kualitas mengajarnya, kekompakan dan kerjasama dengan
sesama guru, orang tua dan tenaga pendidikan lainnya sangatlah dibutuhkan dalam
mengelola belajar para siswa, sebab apalah artinya kerja keras dan semangat belajar
guru dalam proses mengajar bila anak menerimanya dengan malas dan tak
bersemangat. Disinilah letak pentingnya pengelolaan belajar agar pendidikan yang
diselenggarakan mencapai hasil dan tujuan sesuai dengan yang diharapkan.
Tujuan dan fungsi mata pelajaran IPS yang tercantum dalam standar isi
diantaranya agar siswa memiliki kemampuan dasar untuk berpikir kritis.Untuk
mencapai tujuan tersebut maka pembelajaran yang mampu mengembangkan berpikir
kritis merupakan hal yang vital. Karena sumber daya manusia yang berkualitas akan
tercipta jika ilmu yang diperoleh digali lebih dalam dengan mengembangkan budaya
berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan dalam pembelajaran IPS,
karena melalui kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran IPS akan menjadikan
siswa membiasakan diri untuk berpikir sehingga keterampilan-keterampilan lainpun
akan berkembang dengan baik. Berpikir kritis sebagai sebuah proses aktif dimana
informasi atau gagasan yang diterima atau disampaikan tidak begitu saja diterima,
akan tetapi dipikirkan dulu alasan-alasan yang mendukung suatu keyakinan dan
kesimpulan-kesimpulan dari suatu hal yang dikemukakan.
Berpikir kritis dalam pembelajaran IPS berkenaan juga dengan peningkatan
mutu pendidikan. Dalam hal ini sejauh mana pembelajaran IPS dapat
mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa melalui kegiatan belajarnya.
Bagaimana kegiatan proses belajar yang mengandung latihan atau kegiatan berpikir
kritis itu, sebab tidak setiap proses kegiatan belajar selalu ada kegiatan yang
mengandung proses berpikir kritis. Walaupun tidak dipungkiri bahwa setiap kegiatan
belajar pasti melibatkan kegiatan ataupun latihan berpikir.
Dari hasil pengamatan awal yang dilakukan pada lima sekolah dasar di gugus
II Kecamatan Cipongkor (SDN Cibangban, SDN Citalem, SDN Ciburuy, SDN Pasir
Ai Nurhayati, 2014
jauh berbeda dengan permasalahan yang terjadi pada umumnya. Pembelajaran IPS
yang dilaksanakan hanya berorientasi mendengar dan mencatat pelajaran setelah itu
menghapal. Hal ini sangat tidak efektif untuk diterapkan, karena siswa tidak
memperoleh penguasaan konsep dan kurang mengembangkan kemampuan berpikir
kritis secara baik. Harapan dari tujuan pembelajaran yang telah dirumusakan tidak
tercapai dengan maksimal, dikarenakan kegiatan pembelajaran lebih menekankan
pada penyampaian materi semata yang mengakibatkan pembelajaran bersifat
monoton, tidak menantang sehingga membosankan untuk dipelajari. Hal inipula yang
menjadi salah satu penyebab kemampuan berpikir siswa tidak berkembang. Padahal
salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam pembelajaran IPS adalah
berpikir kritis (Critical thinking). Kemampuan mereka yang hanya bisa menerima
ceramah dari guru tanpa adanya latihan untuk berpikir kritis menimbulkan titik jenuh
dalam kegiatan pembelajaran, sehingga tujuan dari pendidikan IPS belum tercapai
secara optimal. Permasalahan tersebut dikaitkan dengan guru dalam mengelola
kegiatan pembelajaran, guru belum mengemas kegiatan pembelajaran yang membuat
siswa belajar. Komunikasi masih searah hingga pembelajaran bersifat teacher
centered siswa hanya sebagai penerima informasi saja.Kegiatan pembelajaran belum
dikaitkan pada masalah yang terjadi dalam kehidupan siswa, hal ini dikarenakan guru
terfokus pada satu sumber belajar yaitu buku teks. Isu-isu dan masalah sosial yang
terjadi di sekeliling siswa belum dijadikan sebagai sumber belajar, karena kurikulum
menjadi target utama dalam kegiatan pembelajaran. Hal inilah yang menjadikan siswa
kurang peka terhadap lingkungan sekitar sehingga kemampuan berpikir siswa tidak
terlatih dengan baik.
Sehubungan dengan permasalahan di atas maka upaya peningkatan proses
belajar mengajar pendidikan IPS yang melibatkan siswa dalam pembelajaran hingga
dapat mengembangkan berpikir kritis pada diri siswa merupakan kebutuhan yang
sangat mendesak untuk dilakukan. Salah satu alternative untuk memecahkan
9
dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu guru dituntut untuk memiliki
kemampuan yang mendalam dalam mengelola pembelajaran, sehingga pembelajaran
menjadi suatu kegiatan yang bermakna dan menyenangkan bagi siswa.Untuk itu
dibutuhkan kemauan dan kemampuan dari guru dalam pengelolan pembelajaran.
Mengamati kondisi yang ada di lapangan, penulis ingin mengungkap sejauh manakah
kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran IPS sehingga dapat
mengembangkan berpikir kritis pada siswa.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian tentang“Analisis Kemampuan Guru Dalam Mengelola Pembelajaran
IPS Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar”
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Berdasarksan latar belakang penelitian diatas, maka penulis
mengidentifikasikannya menjadi beberapa permasalahan yang ingin diungkap dalam
penelitian ini, yakni :
a. Bagaimanakah kemampuan guru dalam merencanakan kegiatan pembelajaran
IPS untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa?
b. Bagaimanakah kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran IPS
untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa?
c. Bagaimanakah kemampuan guru dalam melaksanakan penilaian
pembelajaran IPS untuk mengembangkan berpikir kritis siswa?
d. Upaya-upaya apa yang dilakukan guru agar siswa dapat berpartisipasi aktif
dalam kegiatan pembelajaran IPS sehingga kemampuan berpikir kritisnya
dapat berkembang?
e. Hambatan-hambatan apa yang dihadapai guru dalam mengembangkan
berpikir kritis pada pembelajaran IPS?
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih tajam maka fokus kajian
Ai Nurhayati, 2014
pembelajaran IPS yang dibatasi pada segi perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian
pembelajaran, yang berkaitan dengan pengembangan keterampilan berpikir kritis.
Sesuai dengan uraian di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah : “Bagaimanakah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran IPS untuk
mengembangkan berfikir kritis siswa sekolah dasar ?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini ingin mengungkapkan dan menganalisis tentang
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran IPS untuk mengembangkan berpikir
kritis siswa di lima sekolah dasar.
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dan menganalisis
kemampuan guru yang berkaitan dengan :
a. Perencanaan pembelajaran IPS yang dapat mengembangkan berpikir kritis
pada siswa.
b. Pelaksanaan Pembelajaran IPS yang dapat mengembangkan berpikir kritis
pada siswa.
c. Penilaian dalam proses pembelajaran yang dapat mendukung pengembangan
kemampuan berpikir kritis pada siswa.
d. Upaya-upaya yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran IPS sehingga
membuat siswa aktif dan kemampuan berpikir kritisnya dapat berkembang.
e. Hambatan-hambatan dalam mengembangkan berpikir kritis siswa pada
pembelajaran IPS.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran untuk
mengembangkan berpikir kritis siswa, melalui kemampuan guru dalam
11
2. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini adalah :
a. Bagi Siswa
1. Memberikan kemudahan bagi siswa dalam memahami konsep yang
dipelajari.
2. Kegiatan pembelajaran IPS menjadi sesuatu yang bermakna dan
menyenangkan karena menantang untuk dipelajari.
3. Meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam kegiatan
pembelajaran khususnya pada mata pelajaran IPS.
b. Bagi Guru
1. Menambah pengetahuan guru dalam merancang dan mengelola pembelajaran
IPS.
2. Memberikan alternative perbaikan cara mengajar dan memperbaiki kegiatan
pembelajaran IPS.
3. Meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran IPS untuk
mengembangkan berpikir kritis pada siswa.
c. Bagi Sekolah
1. Meningkatkan kualitas pembelajaran IPS di sekolah tersebut.
2. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai upaya inovatif pendidikan
dalam rangka peningkatan keilmuan dan sebagai masukan dalam mengelola
kegiatan pembelajaran IPS untuk mengembangkan berpikir kritis.
d. Bagi Peneliti
1. Menjadi suatu titik awal untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang
pembelajaran yang dapat mengembangkan berpikir kritis.
2. Menjadi acuan untuk melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan
pengembangan berpikir lainnya seperti berpikir logis atau berpikir kreatif
Ai Nurhayati, 2014
E. Struktur Organisasi
Struktur penulisan tesis ini didasarkan pada pedoman penulisan karya ilmiah
UPI 2012
Bab I Pendahuluan, pada bab ini dikemukakan latar belakang penelitian,
identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian,
Bab II Kajian Pustaka, tentang teori yang relevan dengan masalah yang
sedang diteliti, yaitu kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran IPS
untuk mengembangkan berpikir kritis siswa di sekolah dasar.
Bab III Metode Penelitian, diuraikan lokasi dan subjek penelitian, pendekatan
penelitian, metode penelitian, penjelasan istilah, instrument penelitian, teknik
pengumpulan data, tahap-tahap penelitian, teknik analisis data, dan keabsahan data.
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan meliputi analisis setiap kemampuan
guru dari rumusan masalah yang diteliti yaitu kemampuan guru dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran serta upaya-upaya dan hambatan-hambatan
dalam mengembangkan berpikir kritis pada siswa
Bab V Kesimpulan dan saran yaitu kesimpulan hasil penelitian dan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian.
1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di lima sekolah dasar, yaitu SD Negeri Cibangban, SD
Negeri Cibeureum, SD Negeri Citalem, SD Negeri Ciburuy, dan SD Negeri Pasir
Banteng. Lima sekolah tersebut berada dalam satu gugus yaitu gugus II yang berada
di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat. Ketertarikan peneliti dalam hal
ini ingin mengetahui kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran IPS untuk
mengembangkan berfikir kritis pada siswa.
Ada beberapa alasan pemilihan lokasi penelitian yaitu :
1. Ingin mengetahui kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran IPS di
gugus II Kecamatan Cipongkor Bandung Barat baik dalam perencanaan,
pelaksanaan dan penilaian pembelajaran dalam mengembangkan berpikir
kritis.
2. Dipilih di gugus II Kecamatan Cipongkor Bandung Barat dimaksudkan agar
hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi daerah asal peneliti.
3. Salah satu SD di gugus II Kecamatan Cipongkor Bandung Barat merupakan
sekolah Sekolah Dasar Standar Nasional, sehingga peneliti ingin mengetahui
gambaran tentang perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran serta
inovasi-inovasi yang dilakukan dalam pembelajaran.
4. Dilihat dari segi prestasi gugus II ini selalu bersaing dengan gugus yang
lainnya yang ada di Cipongkor dan dari berbagai lomba selalu menjadi juara
baik di tingkat Kecamatan bahkan ada yang sampai tingkat Kabupaten.
5. Belum adanya penelitian yang berorientasi kepada kemampuan guru dalam
pengelolaan pembelajaran IPS baik dari segi perencanaan, pelaksanaan
Ai Nurhayati, 2014
Berdasarkan alasan tersebut penulis ingin menganalisis dan mendeskripsikan
kemampuan guru dalam mengembangkan berpikir kritis melalui pengelolaan
pembelajaran IPS. Kemampuan guru yang akan diteliti di sini yaitu kemampuan
dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran. Adapun berpikir kritis
siswa dalam penelitian ini dibatasi pada kemampuan untuk mengklarifikasi masalah
atau isu-isu, memutuskan dan menggunakan informasi serta menarik kesimpulan.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa di lima sekolah dasar di
Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat. Sampel penelitian dipilih secara
purposif (purposive sample), yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah guru
dan siswa kelas VI di lima sekolah dasar yang diteliti. Sampel ini memfokuskan pada
informan-informan terpilih yang kaya dengan informasi yang bersifat mendalam.
Sebelum sampel dipilih perlu dihimpun sejumlah informasi tentang sub-sub unit dan
informan-informan di dalam masalah yang akan diteliti. Kemudian peneliti memilih
informan, kelompok, tempat, kegiatan, dan peristiwa yang kaya dengan informasi.
Dengan perkataan lain sampel purposif dipilih karena memang menjadi
sumber dan kaya dengan informasi tentang penomena yang ingin diteliti. Kekuatan
dari sampel purposif adalah dari sedikit kasus yang diteliti secara mendalam
memberikan banyak pemahaman tentang topik yang di teliti.
Lincoln dan Guba (Satori & Komariah, 2011) ciri-ciri khusus sampel
purposive yaitu:
a. Emergent sampling design; bersifat sementara; sebagai pedoman awal terjun ke lapangan, setelah sampai di lapangan boleh saja berubah sesuai dengan keadaan.
b. Serial selection of sample units; menggelinding seperti bola salju (snow ball); sesuai dengan petunjuk yang didapatkan dari informan-informan yang telah diwawancarai.
59
sesuai dengan kebutuhan penelitian, unit sampel yang dipilih makin lama makin terarah sejalan dengan terarahnya fokus penelitian.
d. Selection to the point of redundancy; pengembangan informan dilakukan terus
sampai informasi mengarah ke titik jenuh/ sama.
Jadi, penentuan sampel dalam penelitian kualitatif lebih banyak ditentukan saat
peneliti mulai memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung (emergent
sampling design). Caranya yaitu, peneliti memilih orang tertentu yang
dipertimbangkan akan memberikan data yang diperlukan, selanjutnya berdasarkan
data atau informasi yang diperoleh dari sampel sebelumnya itu, peneliti dapat
menentukan sampel lainnya yang dipertimbangkan akan memberikan data lebih
lengkap. Praktik seperti inilah yang disebut sebagai”serial selection of sample units” atau dinamakan”“snowball sampling technique”. Unit sampel yang dipilih makin lama makin terarah sejalan dengan makin terarahnya fokus penelitian. Proses ini
dinamakan “continuous of focusing of the sample”. (Bodan dan Biklen, 1992). Hal ini dapat dipahami karena kekuatan dari penelitian kualitatif terletak pada
kekayaan informasi yang dimilki oleh responden, dari apa yang diteliti, dan
kemampuan analitis peneliti. Artinya dalam penelitian kualitatif, masalah yang
dihadapi dalam penarikan sampel, ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan
(judgment) peneliti, berkaitan dengan perlunya memperoleh informasi yang lengkap
dan mencukupi, sesuai dengan tujuan atau masalah penelitian. Miles dan Huberman
(Satori & Komariah, 2011) menyatakan, sampel-sampel kualitatif cenderung :
a. Menggunakan orang yang lebih kecil jumlahnya.( mengambil sepenggalan kecil dari suatu keseluruhan yang lebih besar).
b. Bersifat purposif; karena proses sosial memiliki suatu logika dan perpaduan, sehingga suatu penarikan sampel secara acak pada peristiwa-peristiwa atau perlakuan-perlakuan, biasanya mengurangi jumlah hal-hal kecil yang tidak akan dapat ditafsirkan.
c. Dapat berubah; pilihan awal seorang informan dapat berubah kepada informan-informan baru sebagai perbandingan atau untuk menemukan hubungan.
Ai Nurhayati, 2014
membandingkan, mereplikasikan, menyusun katalog, dan mengklasifikasikan suatu objek penelitian.
e. Penarikan sampel (pada kasus berganda) terkait dengan kehandalan menggeneralisasi dalam hubungannya dengan kelompok orang yang lebih luas, peristiwa-peristiwa, latar-latar atau proses yang berhubungan dengan masalah penelitian.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penarikan sampel
meliputi keputusan-keputusan tentang orang-orang mana yang akan diamati atau
diwawancara. Jadi penentuan sampel dalam penelitian kualitatif ini didasarkan pada
tujuan atau masalah penelitian, yang menggunakan pertimbangan-pertimbangan dari
peneliti itu sendiri, dalam rangka memperoleh ketepatan dan kecukupan informasi
yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan atau masalah yang dikaji. Oleh karena itu
informan yang ditetapkan adalah yang sesuai dengan katagori penelitian (unit
analisis) oleh karena itu, tipe yang digunakan adalah purposive sampling.
B. Pendekatan Penelitian
Sesuai dengan batasan dan rumusan masalah yang telah dijelaskan pada bagian
awal, penelitian ini akan mengkaji, mendeskripsikan, dan menganalisis masalah yang
dikembangkan sesuai dengan tujuan utama penelitian. Oleh sebab itu pendekatan
penelitian yang dilaksanakan adalah kualitatif. Menurut Margono, (1997) penelitan
kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa
kata-kata, tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Tujuan dari
penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita empirik dibalik
penomena secara mendalam, rinci dan tuntas.
Untuk menghasilkan data-data yang berbentuk kata-kata dan tindakan, Nasution
(1992) mengatakan, dalam penelitian kualitatif, peneliti harus langsung
mengumpulkan data dalam situasi sesungguhnya. Selanjutnya menurut Biklen,
Lincoln dan Guba (Moleong, 2007) beberapa ciri pokok penelitian kualitatif ini: yaitu
61
instrumen utama pengumpuilan data, analisis data dilakukan secara induktuf, bersifat
deskriptif.
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
analisis. Menurut Moh. Nazir (2003), pengertian dari metode deskriptif analisis
adalah “Penelitian yang ditujukan untuk menyelidiki secara terperinci aktivitas dan
pekerjaan manusia dan hasil penelitian tersebut dapat memberikan
rekomendasi-rekomendasi untuk keperluan masa yang akan datang.
Penggunaan metode dan pendekatan ini berdasarkan tujuan untuk mengkaji,
mendeskripsikan dan menganalisis sejauh mana kemampuan guru dalam
pengelolaan pembelajaran IPS sehingga mampu mengembangkan berpikir kritis pada
siswa di lima Sekolah Dasar di Gugus II Kecamatan Cipongkor Kabupaten Bandung
Barat, Peneliti langsung mengamati di lapangan untuk memahami cara, pola
perbuatan dan prilaku objek yang diteliti untuk menghasilkan temuan-temuan yang
dapat dipertanggung jawabkan.
Pemilihan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini didasarkan atas
pertimbangan sebagai berikut:
Mengamati secara langsung cara mengajar yang dilakukan guru di dalam kelas.
Ingin mengamati secara dekat perilaku belajar siswa ketika ketika sedang menerima pelajaran.
Penelitian kualitatif sering disebut dengan metode naturalistik. Lebih lanjut
Nasution (1996 ) mengemukakan ciri-ciri metode penelitian kualitatif sebagai
berikut:
1)Sumber data adalah situasi yang wajar, berdasarkan observasi situasi yang wajar dan sebagaimana adanya.
2)Peneliti berperan sebagai instrument peneliti yang utama, peneliti mengadakan sendiri pengamatan dan wawancara langsung.
Ai Nurhayati, 2014
4)Mementingkan proses maupun produk.
5)Mencari makna di belakang kelakuan atau perbuatan, sehingga dapat memahami masalah dan situasi.
6)Mengutamakan data langsung, peneliti sendiri yang terjun ke lapangan mengadakan observasi dan wawancara.
7)Tringulasi, data-data atau informasi dari satu pihak di chek kebenarannya dari sumber lain.
8)Menonjolkan rincian kontekstual, peneliti mengumpulkan dan mencatat data dengan sangat rinci.
9) Subyek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti.
10)Mengutamakan perspektif enemic, yakni mementingkan pandangan dan penafsiran responden sesuai dengan pendiriannya.
11)Verifikasi, antara lain melalui kasus yang bertentangan atau negatif untuk memperoleh hasil yang dapat lebih dipercaya.
12)Sampling yang purposive, yakni tidak menggunakan sampel yang banyak tetapi sampelnya sedikit dipilih menurut tujuan.
13)Menggunakan audit trail, untuk mengetahui apakah laporan sesuai dengan data yang dikumpulkan.
14)Partisipasi tanpa menggangu, artinya observasi dilakukan secara wajar (natural) sehingga tidak mengganggu kewajaran situasi, dan
15)Mengadakan analisis sejak awal penelitian.
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode interaktif yang
menggunakan teknik pengumpulan data langsung dari orang dalam lingkungan
alamiahnya. Dalam hal ini peneliti menginterpretasikan fenomena-fenomena
bagaimana orang mencari makna daripadanya dengan didasarkan pada rumusan
masalah penelitian yang menuntut peneliti melakukan eksplorasi dalam memahami
dan menjelaskan masalah yang diteliti melalui hubungan yang intensif dengan
sumber data, sedangkan untuk menjawab permasalahan secara teoritis digunakan
studi kepustakaan dengan harapan penganalisaan terhadap beberapa variabel yang
dijadikan faktor penelitian akan menjadi lebih akurat. Dalam peneliti ini, peneliti
mengumpulkan data mengenai kegiatan atau prilaku subyek yang diteliti, baik
persepsinya maupun pendapat-pendapatnya serta aspek-aspek lain yang relevan yang
63
D. Penjelasan Istilah
Beberapa istilah penting dalam penelitian ini dapat diinterprestasikan sebagai
berikut:
1. Kemampuan guru yaitu dari segi kemampuan perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian pembelajaran. Perencanaan yang dibuat, merupakan antisipasi dan
perkiraan tentang apa yang dilakukan dalam pengajaran, sehingga tercipta
situasi yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar yang dapat
mengantar siswa mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Pelaksanaan pengajaran selayaknya berpegang pada apa yang tertuang pada
perencanaan. Penilaian pembelajaran adalah kegiatan yang dilaksanakan
untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan yang ditetapkan dalam
kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan, melalui pengamatan yang terus
menerus tentang perubahan dan kemajuan ataupun melalui pemberian skor
angka atau nilai terhadap hasil belajar siswa.
Dalam penelitian ini berpikir kritis siswa yang dimaksud bagaimana guru
mengembangkannya melalui pengelolaan dalam pelaksanaan pembelajaran.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ennis (Mayadiana, 2009) berpikir kritis
yaitu kemampuan memberikan alasan, berpikir secara reflektifdan fokus
untuk memutuskan apa yang akan dilakukan atau apa yang diyakini. Dari
pernyataan tersebut bila dihubungkan dengan kemampuan guru dalam
pelaksanaan pembelajaran dapat dilihat dari indikator pertanyaan yang
digunakan guru dalam proses pembelajaran.
Indikator Keterampilan Berpikir Kritis
Komponen Keterampilan Berpikir Kritis
Indikator
Pertanyaan guru dalam pelaksanaan pembelajaran
1. Memberikan
penjelasan sederhana
Memfokuskan pertanyaan
Ai Nurhayati, 2014
untuk
mengembangkan berpikir kritis
Bertanya dan
menjawab pertanyaan yang menantang 2. Membangun
keterampilan dasar
Mempertimbangkan kriteria suatu sumber
3. Menyimpulkan Membuat dan
mempertimbangkan nilai keputusan
2. Berpikir kritis dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir
siswa sekolah dasar. Siswa secara beralasan dan pertimbangan mendalam
yang dapat membantu dalam mengemukakan gagasan/ide melalui pertanyaan
ataupun jawaban, mengevaluasi, mengambil, dan memperkuat suatu
keputusan atau kesimpulan tentang pembelajaran yang dihadapinya, dan
untuk membantu memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-harinya.
3. Pembelajaran IPS di sekolah dasar adalah kegiatan belajar mengajar yang
dilakukan oleh siswa dan guru dan ada interaksi edukatif untuk mencapai
tujuan pembelajaran IPS yang telah ditetapkan pada tingkat satuan pendidikan
dasar.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian menggunakan prinsip bahwa peneliti sebagai instrument
yang utama. Hal ini sangat tepat karena hanya penelitilah yang dapat secara fleksibel
mengumpulkan data dari berbagai subjek penelitian yang mungkin menunjukan
kemajemukannya. Hal seperti ini hanya bisa dilakukan secara fungsional apabila
peneliti sendiri berperan sebagai instrument, sehingga dapat menggali sekaligus
menafsirkan data untuk pelacakan berikutnya, sehingga gagasan untuk
mengaplikasikan hasil penelitian ini dibangun atas dasar pendapat yang bersifat
alami. Dalam hal ini peneliti secara langsung berhubungan dengan subjek penelitian
65
Dalam penelitian naturalistik/ kualitatif peranan peneliti sangat menentukan,
peneliti secara pribadi langsung terjun ke lapangan untuk berusaha sendiri
mengumpulkan informasi melalui observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Oleh
karena itu, “metode naturalistik sangat mengutamakan peneliti sebagai instrument penelitian. Dengan peneliti sebagai instrument, senantiasa dapat memperluas
pertanyaan untuk memperoleh data yang rinci menurut keinginannya dan dapat
menyesuaikan diri dengan situasi yang berubah-ubah yang mungkin dihadapi oleh
peneliti.
F. Teknik Pengumpulan Data
Data utama yang akan dikumpulkan melalui studi lapangan yang menggunakan
instrumen tertentu hanya bersifat kata-kata atau kalimat. Teknik pengumpulan data
yang akan digunakan adalah observasi dan wawancara. Observasi digunakan untuk
mengamati pola mengajar guru dan pola belajar siswa. Sedangkan wawancara
digunakan dalam upaya menggali lebih jauh telaah observasi. Sumber informasi
adalah guru dan siswa yang berada di lima sekolah dasar pada gugus II yang berada
di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat.
1. Observasi
Observasi merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan
mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Kegiatan
tersebut bisa berkenaan dengan cara mengajar guru, siswa yang sedang belajar,
kepala sekolah yang sedang memberikan pengarahan, dan sebagainya (Sukmadinata,
2005). Observasi yang dipilih disini adalah observasi non partisipatif, dimana peneliti
tidak ikut serta dalam kegiatan namun hanya berperan mengamati kegiatan, tidak ikut
dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Kegiatan yang diobservasi dalam penelitian
ini yaitu pengelolaan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru meliputi
perencanaan pembelajaran (RPP), pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian dalam
Ai Nurhayati, 2014
Peneliti secara langsung melakukan pengamatan terhadap subyek penelitian
guna memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan sesuai dengan fokus
penelitian, sehingga peneliti akan memperoleh makna dari informasi yang
dikumpulkan.
Kaitannya dengan hal tersebut di atas, manfaat dari teknik pengamatan adalah
sebagai berikut : Pertama, dengan berada di lapangan peneliti lebih mampu
memahami konteks data dalam arti keseluruhan situasi (holistik). Kedua, pengalaman
langsung memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, sehingga
membuka kemungkinan melakukan penemuan atau discovery. Ketiga, peneliti dapat
melihat hal-hal yang kurang atau tidak yang tidak diamati orang lain, karena telah
dianggap “biasa” dan karena itu tidak akan terungkapkan dalam wawancara.
Keempat, peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak akan terungkapkan
oleh responden karena bersifat sensitive atau ingin ditutupi. Kelima, peneliti dapat
menemukan hal-hal di luar persepsi responden, sehingga gambaran yang didapat
lebih komprehensif. Keenam, di lapangan peneliti tidak hanya dapat mengadakan
pengamatan akan tetapi juga memperoleh kesan-kesan secara pribadi.
2. Wawancara
Teknik wawancara dilakukan dalam rangka melengkapi data-data hasil
observasi. Wawancara dilakukan terhadap subjek penelitian, yang dalam hal ini
adalah guru, dan siswa. Teknik wawancara yang dilakukan adalah wawancara
terstruktur, dimana peneliti telah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum
pengumpulan data dilaksanakan. Sehingga wawancara dilakukan berdasarkan pada
topik permasalahan yang secara umum telah ditetapkan peneliti. Hal-hal yang akan
diwawancara adalah seputar kegiatan belajar mengajar. Bagaimana guru dalam
merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, penilaian pembelajaran,
67
kegiatan pembelajatan pembelajaran serta hambatan-hambatan yang dihadapi guru
berkaitan dengan pengembangan berpikir kritis pada pembelajaran IPS.
Tujuan wawancara ialah untuk mengetahui apa yang terkandung dalam
pikiran dan hati orang lain, bagaimana pandangannya tentang dunia, yaitu hal-hal
yang tidak dapat diketahui melalui observasi. Hubungan antara pewawancara dengan
yang diwawancara berlangsung dalam suasana biasa dan wajar, sehingga tanya jawab
berjalan seperti hanya obrolan santai sehari-hari. Situasi pelaksanaaan wawancara di
atas sengaja diciptakan oleh peneliti agar tidak menimbulkan kecurigaan dari pihak
yang diwawancara. Sebagai pegangan, peneliti menyediakan pedoman wawancara
meskipun dalam pelaksanaannya tidak terlalu terikat pada pedoman tersebut.
Pedoman tersebut disusun secara rinci, disesuaikan dengan paradigma penelitian.
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dilakukan untuk melengkapi data dan menjadi bukti bahwa
peneliti benar-benar melakukan penelitian. Dokumen adalah setiap bahan tertulis atau
film yang telah dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik (Moleong,
2002). Dalam penelitian ini, dokumen yang menjadi sumber data adalah dokumen
resmi yang diperoleh di lapangan seputar perencanaan pembelajaran (RPP) yang
dibuat guru sebelum kegiatan pembelajaran dan perencanaan penilaian yang akan
dilakukan guru yang tercantum dalam RPP.
Dalam penelitian ini, dokumen dapat digunakan sebagai bahan telaah yang
lebih luas mengenai langkah-langkah perencanaan pembelajaran sekaligus dijadikan
bahan triangulasi untuk mencek kesesuaian data hasil pengamatan dan wawancara
dengan dokumen yang tersedia.
4. Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan
Ai Nurhayati, 2014
dengan tujuan dan fokus masalah (Sukmadinata, 2005). Dalam hal ini, peneliti akan
mengumpulkan data ilmiah dari berbagai literatur yang berhubungan dengan
kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran IPS sehingga dapat
mengembangkan berpikir kritis pada siswa.
G. Tahap – Tahap Penelitian
Alwasilah (2009) mengemukakan bahwa ada beberapa tahapan yang perlu
dilakukan dalam upaya mengumpulkan data dalam sebuah penelitian, yaitu:
a. Tahap Orientasi
Pada tahap ini peneliti melakukan survei terhadap lima sekolah dasar di
Gugus II yang ada di Kecamatan Cipongkor, Bandung Barat. Kemudian melakukan
wawancara dengan guru, dengan pertanyaan-pertanyaan yang masih bersifat umum
dan terbuka. Informasi diperoleh, selanjutnya dikaji untuk menemukan hal-hal yang
menonjol, menarik, penting dan berguna untuk diteliti, dengan jalan menganalisis dan
mendiskusikannya bersama pihak-pihak yang dianggap kompeten. Kemudian
mengumpulkan informasi yang relevan dalam memahami fokus penelitian, peneliti
mencoba mengembangkannya dalam paradigma penelitian yang akan dijadikan
pedoman dalam proses penelitian.
Setelah ditentukan responden peneliti, peneliti mengadakan observasia awal
untuk memperoleh data tentang pembelajaran IPS. Pada tahap ini, peneliti mengurus
surat izin penelitian dalam rangka menjaga keamanan dan stabilitas sosial di lokasi
penelitian.
b. Tahap Eksplorasi
Peneliti mulai melakukan kunjungan pada responden. Mengadakan
pengamatan permulaan terhadap pelaksanaan pembelajaran IPS di lima sekolah dasar
yang ada di Kecamatan Cipongkor, Bandung Barat. Selain itu juga melakukan
69
Pada tahap ini penelitian lebih terfokus dan jelas, sehingga dapat
dikumpulkannya data yang lebih terarah dan spesifik. Observasi dilakukan pada
hal-hal yang ada hubungannya dengan fokus penelitian, sehingga wawancara tidak lagi
umum dan terbuka, akan tetapi sudah lebih terstruktur dalam memperoleh informasi
yang mendalam mengenai aspek-aspek yang menjadi fokus penelitian. Untuk
mendapatkan informasi yang lebih mendalam maka dilakukan diskusi yang lebih
mendalam dengan imformasi yang berkompeten dan memiliki pengetahuan tentang
hal-hal yang berhubungan dengan fokus penelitian. Selanjutnya seluruh informasi
yang diperoleh dituangkan dalam catatan lapangan (field notes).
c. Tahap pencatatan data
Catatan merupakan rekaman dari hasil observasi dan wawancara, dilakukan di
sekolah. Catatan memuat data penting yang dilihat dan ditanyakan sebagai catatan
kunci untuk kemudian ditulis ulang dalam rangka mengantisipai kelupaan. Pencatatan
data dapat dibedakan dalam dua bentuk yakni catatan deskriptif dan catatan reflektif.
Catatan deskriptip terdiri dari catatan lapangan, catatan laporan lapangan, dan catatan
harian lapangan. Sedangkan catatan reflektif berisi catatan tentang hubungan berbagai
data, menambahkan ide-ide, komentar-komentar, membuat kerangka berpikir,
menelaah desain dan metode, menuliskan hal-hal yang dapat memperjelas data yang
rancu, mencatat kata-kata kunci, dan selanjutnya didiskusikan dengan teman sejawat
atau dosen pembimbing.
d. Tahap Analisa Data
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang telah dituangkan ke dalam
catatan, selanjutnya data diolah dan dianalisa. Pengolahan dan penganalisaan data
merupakan upaya menata dan menjadi sistematis. Dengan penatan tersebut,
diharapkan dapat meningkatkan pemahaman peneliti terhadap masalah yang sedang
diteliti dan upaya memahami maknanya. Analisa data yang digunakan adalah analisa
Ai Nurhayati, 2014
menggunakan triangulasi (pengumpulan data dari individu dan latar dengan
menggunakan berbagi metode) member cheks (mendapat masukan dari responden),
dan rich data (data yang kaya merujuk pada data yang rinci, lengkap, dan beragam
sehingga mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi).
1. Mencari dan mengumpulkan data dari penelusuran empirik observasi
lapangan melalui wawancara langsung dengan para pendidik, dan siswa
sebagai pelengkap data.
2. Melakukan observasi dan penilaian terhadap subyek penelitian secara
seksama melalui materi observasi, wawancara dalam file, video dan tape
recorder.
3. Melakukan sejumlah langkah metodologis terhadap data yang telah dihimpun,
antara lain analisis data, komposisi dan deskripsi masalah dalam kerangka
pembahasan yang telah ditetapkan.
H. Teknis Analisis Data
Teknis analisis data yang digunakan adalah deskriptif analitis. Untuk
memberikan makna terhadap data yang telah dikumpulkan, dilakukan analisis dan
interpretasi. Sehubungan dengan penelitian ini dilaksanakan melalui pendekatan
kualitatif, maka analisis data dilakukan sejak pertama dikumpulkan sampai penelitian
berakhir secara terus menerus. Data hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan
kualitatif, pada awalnya masih sulit untuk diidentifikasi. Data yang diperoleh dari
lapangan sangat bervariasi, seperti catatan lapangan , komentar peneliti, gambar serta
berbagai dokumen yang berhubungan. Untuk memudahkan dalam menganalisis data,
tentu saja perlu diorganisasikan ke dalam bentuk yang lebih sederhana. Maka
pengolahan dilakukan dengan reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan/ verifikasi.
71
Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan tertulis dan lapangan (Miles, 2009). Laporan lapangan sebagai bahan
mentah terlebih dahulu akan direduksi, yakni dirangkum dipilih hal-hal yang pokok
untuk difokuskan kepada hal-hal yang lebih penting, disusun secara sistematis dengan
jalan dicari temanya atau polanya sehingga lebih mudah dipahami. Kegiatan reduksi
data ini dilakukan secara terus menerus sejak data dikumpulkan, sehingga kesimpulan
akhir dapat ditarik dan diverivikasi. Adapun data yang direduksi antar lain seluruh
data mengenai permasalahan penelitian dan kemudian dilakukan penggolongan ke
dalam beberapa bagian. Kemudian dari masing-masing bagian tersebut dikelompokan
lagi berdasarkan sistematisasinya. Perolehan data yang tidak relevan dalam penelitian
tidak dimasukan dalam penyajian hasil, namun tetap disimpan apabila suatu saat
diperlukan. Dengan demikian, data yang direduksi akan memberikan gambaran yang
lebih spesifik dan mempermudah peneliti melakukan pengumpulan data selanjutnya
serta mencari data tambahan jika diperlukan.
2. Penyajian Data ( Display Data)
Penyajian data yaitu penyajian informasi untuk memberikan kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data yang terkumpul,
selanjutnya dilakukan kegiatan “Display” data. Display data dilakukan dengan jalan membuat berbagai macam matrik, grafik, network dan chart, sehingga data yang
terkumpul dalam jumlah banyak dan bertumpuk akan lebih mudah dilihat
hubungannya. Dengan demikian peneliti akan lebih mudah menguasai data dan tidak
tenggelam dalam tumpukan detail.
3. Penarikan kesimpulan/ verifikasi
Penarikan kesimpulan/ verifikasi yaitu penarikan kesimpulan dari data yang
dianalisis. Kesimpulan yang diambil mula-mula masih sangat tentatif, kabur,
diragukan , akan tetapi dengan bertambahnya data maka kesimpulan lebih mendasar
Ai Nurhayati, 2014
secara terus menerus melakukan kegiatan verifikasi. Hal ini dimaksudkan untuk
menjamin tingkat kepercayaan hasil penelitian, sehingga prosesnya dapat
berlangsung dengan memberchek dan triangulasi.
I. Keabsahan Data
Dalam penelitian dilakukan pengecekan keabsahan data melalui :
1. Keterpercayaan (Credibility/Validitas Internal)
Penelitian berangkat dari data. Data adalah segala-galanya dalam
penelitian.Oleh karena itu, data harus benar-benar valid. Guna memenuhi kriteria
kredibilitas, dalam penelitian ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Member chek
Adalah kegiatan mengulang pertanyaan diakhiri dengan kegiatan wawancara
secara garis besar, sehingga informasi yang disampaikan narasumber dapat diperbaiki
jika ada kekeliruan atau menambahkan apa yang masih kurang.
Dalam pelaksanaannya, laporan hasil penelitian dituangkan oleh peneliti
dalam bentuk laporan lapangan dan selanjutnya diperlihatkan kepada sumber
informasi untuk dibaca dan diperiksa kebenarannya, apakah sesuai dengan yang
dikatakan ketika peneliti mengadakan kegiatan wawancara. Setiap koreksi ataupun
tambahan yang diberikan responden tidak segera/langsung diterima dan dibenarkan
oleh peneliti, akan tetapi dijadikan bahan masukan yang perlu dipertimbangkan
secara serius agar hasil penelitian mencapai tingkat kepercayaan yang lebih tinggi.
b. Triangulasi
Tujuan triangulasi adalah menchek kebenaran data tertentu dengan
membandingkannya dengan data yang diperoleh dari sumber lain, pada berbagai fase
penelitian, pada waktu yang berlainan, dan sering menggunakan metode yang
berlainan. Untuk membuktikan kebenaran informasi yang diperoleh dalam penelitian
73
penelitian dari seorang responden untuk diperiksa lagi kebenarannya oleh responden
lain sampai diperoleh informasi yang lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya.
c. Pengamatan Terus Menerus
Dilakukan dengan maksud agar peneliti dapat memperhatikan sesuatu secara
cermat, terinci, dan mendalam, selama pengumpulan data di lapangan. Peneliti dapat
membedakan hal-hal yang bermakna dan tidak bermakna untuk memahami gejala
tertentu. Melalui pengamatan yang kontinyu, peneliti dapat memberikan deskripsi
yang cermat dan terperinci mengenai segala yang diamati. Dan hasilnya akan
dituangkan dan disusun dalam catatan lapangan.
2. Kebergantungan (Debendabiliy/ realiabilitas)
Kebergantungan menunjukan bahwa penelitian memiliki sifat ketaatan dengan
menunjukan konsistensi dan stabilitas data atau temuan yang dapat direflikasi.
3. Kepastian(confirmability/ Objectivitas)
Kepastian yaitu bahwa data yang diperoleh dapat dilacak kebenarannya dan
sumber informasinya jelas.
4. Keteralihan( Transferability/Validitas Eksternal)
Validitas eksternal berkenaan dengan derajat akurasi apakah hasil penelitian
dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada populasi dimana sampel tersebut