• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEMAMPUAN GURU DALAM MENGELOLA PEMBELAJARAN IPS UNTUK MENGEMBANGKAN BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KEMAMPUAN GURU DALAM MENGELOLA PEMBELAJARAN IPS UNTUK MENGEMBANGKAN BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR."

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEMAMPUAN GURU DALAM MENGELOLA

PEMBELAJARAN IPS UNTUK MENGEMBANGKAN

BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR

(Analisis Deskriptif Pada Lima Sekolah Dasar di Gugus II Kecamatan

Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Dasar

Oleh

Ai Nurhayati

NIM 1204717

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR

SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

ANALISIS KEMAMPUAN GURU DALAM MENGELOLA

PEMBELAJARAN IPS UNTUK MENGEMBANGKAN

BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR

(Analisis Deskriptif Pada Lima Sekolah Dasar di Gugus II Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat)

Oleh Ai Nurhayati

S.Pd. SD Universitas Terbuka, 2008

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Dasar

Konsentrasi Pendidikan IPS

© Ai Nurhayati 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Februari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,

(3)
(4)

Ai Nurhayati, 2014

DAFTAR ISI

Hal.

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Struktur Organisasi... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13

A. Kemampuan Guru ... 13

B. Teori Kompetensi Guru ... 17

C. Kemampuan Mengelola Pembelajaran ... 19

1. Kemampuan Merencanakan Pembelajaran Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis Siswa ... 22

2. Kemampuan Melaksanakan Pembelajaran Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis Siswa ... 26

3. Kemampuan Melaksanakan Penilaian (Evaluasi) Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis Siswa ... 31

D. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ... 33

1. Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ... 33

2. Pengertian Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ... 34

3. Karakteristik Mata Pelajaran IPS ... 35

4. Tujuan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar ... 36

E. Berfikir Kritis Dalam Pembelajaran IPS ... 38

(5)

G. Berpikir Kritis Siswa SD ... 47

H. Hasil Penelitian Yang Relevan ... 49

I. Kerangka Berpikir Penelitian ... 53

BAB III METODE PENELITIAN ... 57

A. Lokasi dan SubjekPenelitian... 57

1. Lokasi Penelitian ... 57

1. Deskripsi Umum Lokasi dan Subjek Penelitian ... 74

2. Kemampuan Guru Dalam Perencanaan Pembelajaran Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis Siswa ... 83

Analisis Setiap Komponen Dalam RPP Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis... 84

a. Indikator Dalam Mengembangkan berpikir kritis ... 86

b. Tujuan Pembelajaran dalam Mengembangkan Berpikir Kritis ... 91

c. Metode Pembelajaran Dalam Mengembangkan Berpikir Kritis ... 94

d. Langkah-langkah Pembelajaran Dalam Mengembangkan Berpikir Kritis ... 96

e. Penilaian Dalam Kegiatan Pembelajaran Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis ... 101

3. Kemampuan Guru Dalam Melaksanakan Pembelajaran Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis Siswa ... 106

Analisis Pelaksanaan Pembelajaran Dalam Mengembangkan Berpikir Kritis... 107

(6)

Ai Nurhayati, 2014

Berpikir Kritis ... 113 c. Langkah-langkah Pembelajaran dari Mulai

Kegiatan Awal, Kegiatan Inti, dan Kegiatan

Akhir dalam Mengembangkan Berpikir Kritis... 117 d. Pertanyaan Guru Dalam Mengembangkan

Berpikir Kritis ... 130 e. Pertanyaan Siswa Dalam Mengembangkan

Berpikir Kritis ... 133 f. Interaksi Dalam Kegiatan Pembelajaran Untuk

Mengembangkan Berpikir Kritis ... 135 g. Penjelasan Materi Pelajaran Dalam

MengembangkanBerpikir Kritis ... 137 h. Sumber dan Media Pembelajaran Dalam

Mengembangkan Berpikir Kritis ... 139 4. Kemampuan Guru Melaksanaan Penilaian

Pembelajaran untuk Mengembangkan Berpikir

Kritis Siswa ... 143 Analisis Penilaian Dalam Proses Pembelajaran Untuk

Mengembangkan Berpiker Kritis ... 143 5. Upaya-Upaya Yang Dilakukan Guru Dalam Kegiatan

Pembelajaran Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis

Siswa ... 148 Analisis Terhadap Upaya-Upaya yang Dilakukan

Guru Dalam Kegiatan Pembelajaran Untuk

Mengembangkan Berpikir Kritis... 148 6. Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi Guru dalam

Mengembangkan Berpikir Kritis Siswa ... 152 Analisis Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi Guru

Dalam Mengembangkan Berpikir Kritis ... 153 B. Pembahasan ... 159

1. Perencanaan Pembelajaran dalam Mengembangkan

Berpikir Kritis ... 159 2. Pelaksanaan Pembelajaran dalam Mengembangkan

Berpikir Kritis ... 168 3. Penilaian Pembelajaran dalam Mengembangkan

Berpikir Kritis ... 176 4. Upaya-Upaya Yang Dilakukan Guru Dalam Kegiatan

Pembelajaran Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis ... 179 5. Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi Guru dalam

Mengembangkan Berpikir Kritis ... 180

(7)

A. Simpulan ... 182 B. Saran ... 183

DAFTAR PUSTAKA ... 186

(8)

Ai Nurhayati, 2014

DAFTAR TABEL

Tabel Hal.

4.1 Hasil observasi terhadap RPP dalam mengembangkan

berikir kritis ... 85 4.2 Hasil observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran dalam

mengembangkan berpikir kritis ... 108 4.3 Hasil observasi terhadap penilaian proses pembelajaran

dalam mengembangkan berpikir kritis ... 144 4.4 Upaya-upaya yang dilakukan guru dalam kegiatan

pembelajaran untuk mengembangkan berpikir kritis ... 149 4.5 Hambatan-Hambatan Yang Dihadapi Guru Dalam

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

A. SK Bimbingan

B. Surat Izin Melakukan Penelitian dari SPs UPI

C. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari Sekolah yang Menjadi

Lokasi Penelitian

D. Kartu Kegiatan Bimbingan Penelitian dan Penulisan Tesis

E. Kisi-kisi Instrumen Tes

F. Pedoman Wawancara dengan Guru

G. Pedoman Wawancara dengan Siswa

H. Pedoman Observasi Terhadap RPP

I. Pedoman Obsevasi Pelaksanaan Pembelajaran

J. Pedoman Observasi Pertanyaan Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran

(10)
(11)

ANALISIS KEMAMPUAN GURU DALAM MENGELOLA PEMBELAJARAN IPS UNTUK MENGEMBANGKAN

BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR

AI NURHAYATI NIM 1204717

ABSTRAK

Penelitian ini didasarkan pada permasalahan rendahnya kemampuan siswa dalam berpikir kritis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran IPS untuk mengembangkan berpikir kritis siswa di sekolah dasar, dilihat dari kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran, melaksanaan pembelajaran, dan melakukan penilaian pembelajaran. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif yang dilakukan di lima buah sekolah dasar di Gugus II Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat. Subyek penelitian adalah lima orang guru kelas VI. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, studi dokumentasi, dan studi pustaka. Hasil penelitian adalah kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran secara keseluruhan mampu mengembangkan berpikir kritis, melalui kemampuan dalam merumuskan komponen-komponen yang ada dalam RPP yaitu; indikator, tujuan pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan juga dalam menentukan metode dan media pembelajaran. Sedangkan dalam pelaksanaan pembelajaran baru sebagian kecil guru yang mampu mengembangkan berpikir kritis, melalui kegiatan tanya jawab dan kemampuan menerapkan keterampilan mengajar yang dilaksanakan dengan baik selama proses pembelajaran. Penilaian yang dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran belum sepenuhnya dapat mengembangkan berpikir kritis. Penilaian proses yang dilakukan guru selama kegiatan pembelajaran melalui tanya jawab mampu mengembangkan berpikir kritis siswa. Sedangkan penilaian hasil yang dilaksanakan di akhir kegiatan pembelajaran melalui evaluasi secara individual, belum mampu mengembangkan berpikir kritis, dikarenakan soal-soal yang diberikan baru sebatas ingatan saja.

Reinforcement, dan juga waktu yang diberikan baik untuk bertanya ataupun

menjawab pertanyaan merupakan upaya-upaya yang dilakukan guru dalam mengembangkan berpikir kritis. Adapun hambatan-hambatan yang dihadapi guru dalam mengembangkan berpikir kritis siswa berasal dari guru itu sendiri, siswa, dan juga lingkungan sekitar. Berdasarkan hasil penelitian, direkomendasikan untuk lebih memotivasi guru agar dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam merancang dan melaksanakan penilaian dalam kegiatan pembelajaran yang dapat mengembangkan berpikir kritis dalam rangka meningkatkan diri sebagai guru profesional.

(12)

Ai Nurhayati, 2014

ANALYZING TEACHER’S ABILITY IN THE MANAGEMENT OF SOCIAL STUDIES EDUCATION TEACHING AND LEARNING TO DEVELOP

ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS’ CRITICAL THINKING

AI NURHAYATI STUDENT ID 1204717

ABSTRACT

The research was based on the issue of students’ low ability in critical thinking. The aim of this research is thus to analyze teacher’s ability in the management of Social Studies Education teaching and learning to develop students’ critical thinking in elementary schools, viewed from teacher’s ability in planning, conducting, and assessing the teaching and learning. The method employed for the research was descriptive analysis, conducted at five elementary schools in the Cluster II of Cipongkor District, Bandung Barat Regency. The subjects consisted of five sixth grade teachers. The data were collected through observation, interview, documentary study, and literary study. The results of the research demonstrated that in general the teachers were able to plan the teaching and learning to develop students’ critical thinking through the ability of formulating the components of a lesson plan, namely indicators, teaching and learning objectives, teaching and learning stages; and also the ability of determining teaching and learning method and media. Meanwhile, in conducting the new teaching and learning, only a minority of the teachers were able to develop critical thinking through question-answer activity and the ability of implementing good teaching skills during the teaching and learning process. The assessment done in the teaching and learning activities had not fully developed critical thinking. On the other hand, the assessment conducted during the process of teaching and learning through question and answer could develop students’ critical thinking. Meanwhile, the assessment of learning results at the end of teaching and learning activities through individual evaluation could not develop critical thinking skill because the questions given by teachers were only at the level of memorization. Reinforcement and time given for asking or answering questions were some of the attempts made by the teachers to develop critical thinking. The obstacles faced by the teachers in developing students’ critical thinking came from the teachers themselves, the students, and the surrounding environment. Based on the outcomes of the research it is recommended that teachers be more motivated to improve the ability and skills of planning and conducting the teaching and learning activities that can develop

students’ critical thinking in an attempt of improving themselves as professional

teachers.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Manusia sebagai individu dan sebagai warga Negara perlu mengembangkan

kemampuan diri untuk dapat hidup di tengah-tengah komunitasnya. Salah satu

caranya adalah dengan meningkatkan wawasan melalui jalan pendidikan. Hal ini

dinyatakan dalam pasal 3 Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, yaitu:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan juga perlu mengembangkan kemampuan berpikir. Costa Arthur

L.(Al Muchtar, 2007) mengemukakan bahwa pengembangan kemampuan berpikir

ini terkait dengan asumsi bahwa berpikir merupakan potensi manusia yang perlu

secara sengaja dikembangkan untuk mencapai kapasitas optimal. Proses pendidikan

dalam konteks ini merupakan sarana untuk mengembangkannya. Kemampuan

berpikir dianggap sebagai sumberdaya yang amat vital bagi suatu bangsa, karena itu

dibutuhkan dari kaum pendidik untuk menyelenggarakan pendidikan berpikir.

Salah satu hal yang terkait dengan bidang pendidikan adalah guru. Guru

merupakan komponen yang sangat penting dalam pendidikan, karena secara

keseluruhan merupakan komponen yang paling menentukan dalam sistem

pendidikan, khususnya yang diselenggarakan secara formal di sekolah, terutama yang

berkaitan dengan proses belajar mengajar. Guru merupakan komponen yang paling

(14)

Ai Nurhayati, 2014

Pendidikan yang berkualitas adalah yang mampu mengembangkan potensi

yang ada pada siswa. Kemampuan berpikir merupakan salah satu potensi yang harus

dikembangkan. Dalam mengembangkan kemampuan berpikir diperlukan suatu proses

keterampilan berpikir yang melibatkan aktivitas mental. Aktivitas tersebut dapat

dijelaskan berdasarkan pada apa yang dilakukan ketika berpikir. Berpikir pada

umumnya dianggap suatu proses yang akan melahirkan pengetahuan, sikap maupun

tindakan.

Pendidikan berpikir diperlukan untuk mengembangkan intelegensi yang

merupakan potensi kodrati untuk ditumbuhkembangkan tanpa henti. Intelegensi

menentukan harkat sebagai manusia dalam mengembangkan kemampuan

berpikirnya. Semakin tinggi kemampuan berpikir seseorang makin tinggi kemampuan

intelegensi orang itu. Bahkan kemampuan berpikir itu dapat mendorong

perkembangan potensi lain yang ada pada diri siswa. Pendidikan dalam hal ini

merupakan wadah yang dapat mengoptimalkan potensi diri sehingga tercapai kualitas

sesuai dengan yang diharapkan.

Dalam kaitannya dengan kemampuan berpikir Fakri, (Almuhtar, 2007)

mengatakan bahwa pendidikan berpikir itu ditunjukan untuk mengembangkan

kualitas anak agar proses perkembangan kognitifnya (intelegensi) ini memperoleh

peluang secara optimal pula. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa

apabila kemampuan berpikir anak dikembangkan maka perkembangan

intelegensinyapun berkembang sesuai dengan yang diharapkan. Bila dihubungkan

dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan, apabila guru mampu

mengembangkan proses berpikir siswa, maka kemampuan-kemampuan yang lainpun

akan berkembang salah satunya adalah kemampuan kognitifnya.Walaupun belajar

selalu mengandung kegiatan berpikir, namun apabila tidak diprogram secara khusus

proses pendidikan berpikir ini hanya sekedarnya dan tidak memadai untuk melatih

(15)

3

Banyak pakar psikologi dan pendidikan yang mengemukakan perlunya

aplikasi pendidikan berpikir.Walaupun pendidikan itu sebagai sarana pengembangan

berpikir ia sering diabaikan dalam praktek, sehingga dilihat dari dimensi kualitas

pendidikan pengembangan berpikir ini masih lemah. Salah satu cirinya adalah banyak

proses pendidikan memberikan sebanyak mungkin bahan pelajaran untuk mencapai

“target kurikulum”, sedang kapasitas berpikir tidak ditingkatkan kepada tarap yang

optimal (higher order thinking skills).

Keterampilan berpikir adalah salah satu bidang terpenting dalam kurikulum.

Membantu anak mengembangkan dan meningkatkan keterampilan berpikir

merupakan tugas guru yang tidak boleh terlewatkan karena keterampilan berpikir

merupakan bekal anak untuk menghadapai kehidupan nantinya.

Bob Kizlik (Aisyah & Setiawan, 2010) menyatakan bahwa berpikir mengacu pada proses membuat satu seri terstruktur dari transaksi yang berhubungan di antara bagian-bagian yang diterima. Bob kizlik juga mendefinisikan keterampilan berpikir sebagai satu set keterampilan dasar dan lanjut yang merupakan bagian dari keterampilan yang mengendalikan proses mental seseorang.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan berpikir pada umumnya dianggap

suatu proses kognitif, suatu aksi mental yang dengan proses dan tindakan

pengetahuan itu diperoleh. Proses berpikir berhubungan dengan bentuk-bentuk

tingkah laku yang lain dan memerlukan keterlibatan aktif pada bagian-bagian tertentu

karena melibatkan proses mental.

Salah satu dimensi keterampilan berpikir adalah berpikir kritis (critical

thinking). Paul (Fisher, 2008) mendefinisikan berpikir kritis adalah mode berpikir

mengenai hal, substansi atau masalah apa saja, dimana si pemikir meningkatkan

kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil struktur-struktur yang

melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar-standar intelektual padanya.

Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa berpikir kritis merupakan sebuah

(16)

Ai Nurhayati, 2014

masalah, mengambil keputusan, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian

ilmiah. Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpendapat dengan cara yang

terorganisasi dan mengevaluasi secara sistematis melalui bobot pendapat pribadi dan

orang lain. Dengan berpikir kritis memungkinkan siswa untuk mempelajari masalah

secara sistematis, menghadapi berbagai tantangan dengan cara yang terorganisasi, dan

merumuskan pertanyaan inovatif beserta solusi yang rasional.

Ilmu Pengetahuan Sosial, merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan

mulai dari Sekolah Dasar yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan

generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Melalui mata pelajaran IPS, siswa

diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan

bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Diharapkan dengan

mempelajari IPS siswa akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam

tentang keterkaitan antara berbagai bidang ilmu. Sehingga menjadikan sesuatu yang

bermakna dan menyenangkan bagi siswa yang akan diaplikasikan dalam

kehidupannya.

Apabila dikaitkan dengan kondisi pendidikan IPS saat ini, proses berpikir ini

sangat lemah. Hal ini ditunjukan dengan hasil pembelajaran tersebut lebih

menekankan siswa untuk menghapal dan mengingat, dan kurang memfasilitasi siswa

untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Pembelajaran IPS selama ini hanya

mengarahkan kepada kemampuan untuk menghafal informasi sehingga siswa kurang

didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Pada akhirnya siswa

menjadi pasif yang menjadikannya tidak tanggap terhadap lingkungan sekitar.

Dalam praktek pembelajaran IPS saat ini siswa dipaksa untuk mengingat dan

mengemukakan berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang

diingatnya itu untuk menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari sehingga ketika

siswa lulus sekolah, mereka pintar teoritis tetapi miskin aplikasi. Siswa kurang

mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana

(17)

5

Beberapa penelitian telah dilakukan berkaitan dengan kegiatan pembelajaran

IPS. Hasil Penelitian Samsani (2009) menyatakan bahwa pembelajaran IPS di

sekolah dasar selama ini menitik beratkan pada bagaimana menghabiskan materi

pelajaran dari buku teks melalui metode ceramah, dan menuliskan materi di papan

tulis, sehingga siswa tidak begitu aktif dalam proses pembelajaran. Hal inilah yang

menjadikan kegiatan pembelajaran yang membosankan dan siswa tidak termotivasi

untuk belajar sehingga kemampuan berpikirnyapun tidak berkembang. Romi Junior

(2008) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa ada kecenderungan menempatkan

masalah pendidikan IPS terbatas pada kurikulum persekolahan, dengan dominasi

teknik guru bercerita dan siswa mengingat. Di samping itu perkembangan ilmu dan

teknologi dalam era informasi modern yang ditandai dengan banyak terjadinya

pergeseran nilai dalam perubahan sosial budaya tidak terantisipasi secara konstruktif

dalam pembaharuan pendidikan IPS. Sebagaimana yang dikemukakan oleh

Rofi’uddin (2009) bahwasanya pendidikan berpikir tidak tetangani secara sistematis dan dilaksanakan secara parsial. Sebagai akibatnya, kemampuan berpikir lulusan SD

masih sangat rendah

Hasil penelitian Suharkat (2011) menyatakan permasalahan yang

berhubungan dengan pembelajaran IPS bila dikaitkan dengan kondisi guru yang ada

di lapangan masih banyak hal yang dianggap kurang memadai dan harus segera

dibenahi, diantaranya :1) Adanya keengganan guru untuk mengajar secara

proporsional. Hal ini dikarenakan materi pembelajaran yang begitu banyak dalam

jatah waktu yang terbatas. Sebagai penyelesaiannya guru hanya mendiktekan

ringkasan dari materi pelajaran untuk dihapal siswa. Pola pengajaran seperti ini yang

secara tidak langsung membangun apatisme dalam diri siswa terhadap pembelajaran

IPS. 2) Isi materi pembelajaran yang banyak secara kuantitas tidak dibarengi dengan

kualitas yang memadai. Pernyataan ini didasarkan pada kenyataan bahwa guru tidak

mengemas materi pembelajaran pada situasi yang memberi peluang pada siswa untuk

(18)

Ai Nurhayati, 2014

jarang dihubungkan dengan masalah yang ada menyangkut kehidupan sosial di

sekitarnya. Siswa tidak dituntun untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan

kemampuan yang dimilikinya. Dimana kemampuan tersebut akan membentuk

kompetensi-kompetensi sosial yang menjadi tuntunan mata pelajaran IPS. 3) Guru

masih mendominasi dalam proses pembelajaran. Hal ini berakibat komunikasi searah,

dimana guru menempatkan dirinya sebagai komponen yang paling aktif dan siswa

hanya sebagai penerima pasif informasi.

Kualitas guru dapat ditinjau dari dua segi, dari segi proses dan segi hasil. Dari

segi proses guru dikatakan berhasil apabila mampu melibatkan sebagian besar siswa

secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran. Di

samping itu, dapat dilihat dari gairah dan semangat mengajarnya, serta adanya rasa

percaya diri. Adapun dari segi hasil, guru dikatakan berhasil apabila pembelajaran

yang diberikannya mampu mengubah perilaku sebagian besar siswa ke arah

penguasaan kompetensi dasar yang lebih baik.

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan guru sangat berperan dalam

mengembangkan standar isi dan membentuk kompetensi siswa. Sehubungan dengan

itu, guru harus kreatif, profesional dan menyenangkan. Guru harus kreatif memilih

dan mengembangkan standar isi sebagai bahan untuk membentuk kompetensi peseta

didik. Guru harus profesional dalam membentuk kompetensi siswa sesuai dengan

karakteristik individual masing-masing. Guru juga harus menyenangkan, tidak saja

bagi siswa,tetapi juga dirinya. Artinya, belajar dan pembelajaran harus menjadi

makanan pokok bagi guru sehari-hari, harus dicintai agar dapat membentuk dan

membangkitkan rasa cinta dan semangat belajar siswa.

Keberhasilan dan proses belajar mengajar di sekolah sangat dipengaruhi oleh

faktor guru dan siswa. Pola mengajar guru dan cara belajar siswa mempunyai peranan

penting dalam mencapai tujuan pendidikan. Ini berarti, bahwa di dalam proses belajar

mengajar memerlukan tenaga yang profesional dalam menjalankan aktivitas sebagai

(19)

7

lebih meningkatkan kualitas mengajarnya, kekompakan dan kerjasama dengan

sesama guru, orang tua dan tenaga pendidikan lainnya sangatlah dibutuhkan dalam

mengelola belajar para siswa, sebab apalah artinya kerja keras dan semangat belajar

guru dalam proses mengajar bila anak menerimanya dengan malas dan tak

bersemangat. Disinilah letak pentingnya pengelolaan belajar agar pendidikan yang

diselenggarakan mencapai hasil dan tujuan sesuai dengan yang diharapkan.

Tujuan dan fungsi mata pelajaran IPS yang tercantum dalam standar isi

diantaranya agar siswa memiliki kemampuan dasar untuk berpikir kritis.Untuk

mencapai tujuan tersebut maka pembelajaran yang mampu mengembangkan berpikir

kritis merupakan hal yang vital. Karena sumber daya manusia yang berkualitas akan

tercipta jika ilmu yang diperoleh digali lebih dalam dengan mengembangkan budaya

berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan dalam pembelajaran IPS,

karena melalui kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran IPS akan menjadikan

siswa membiasakan diri untuk berpikir sehingga keterampilan-keterampilan lainpun

akan berkembang dengan baik. Berpikir kritis sebagai sebuah proses aktif dimana

informasi atau gagasan yang diterima atau disampaikan tidak begitu saja diterima,

akan tetapi dipikirkan dulu alasan-alasan yang mendukung suatu keyakinan dan

kesimpulan-kesimpulan dari suatu hal yang dikemukakan.

Berpikir kritis dalam pembelajaran IPS berkenaan juga dengan peningkatan

mutu pendidikan. Dalam hal ini sejauh mana pembelajaran IPS dapat

mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa melalui kegiatan belajarnya.

Bagaimana kegiatan proses belajar yang mengandung latihan atau kegiatan berpikir

kritis itu, sebab tidak setiap proses kegiatan belajar selalu ada kegiatan yang

mengandung proses berpikir kritis. Walaupun tidak dipungkiri bahwa setiap kegiatan

belajar pasti melibatkan kegiatan ataupun latihan berpikir.

Dari hasil pengamatan awal yang dilakukan pada lima sekolah dasar di gugus

II Kecamatan Cipongkor (SDN Cibangban, SDN Citalem, SDN Ciburuy, SDN Pasir

(20)

Ai Nurhayati, 2014

jauh berbeda dengan permasalahan yang terjadi pada umumnya. Pembelajaran IPS

yang dilaksanakan hanya berorientasi mendengar dan mencatat pelajaran setelah itu

menghapal. Hal ini sangat tidak efektif untuk diterapkan, karena siswa tidak

memperoleh penguasaan konsep dan kurang mengembangkan kemampuan berpikir

kritis secara baik. Harapan dari tujuan pembelajaran yang telah dirumusakan tidak

tercapai dengan maksimal, dikarenakan kegiatan pembelajaran lebih menekankan

pada penyampaian materi semata yang mengakibatkan pembelajaran bersifat

monoton, tidak menantang sehingga membosankan untuk dipelajari. Hal inipula yang

menjadi salah satu penyebab kemampuan berpikir siswa tidak berkembang. Padahal

salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam pembelajaran IPS adalah

berpikir kritis (Critical thinking). Kemampuan mereka yang hanya bisa menerima

ceramah dari guru tanpa adanya latihan untuk berpikir kritis menimbulkan titik jenuh

dalam kegiatan pembelajaran, sehingga tujuan dari pendidikan IPS belum tercapai

secara optimal. Permasalahan tersebut dikaitkan dengan guru dalam mengelola

kegiatan pembelajaran, guru belum mengemas kegiatan pembelajaran yang membuat

siswa belajar. Komunikasi masih searah hingga pembelajaran bersifat teacher

centered siswa hanya sebagai penerima informasi saja.Kegiatan pembelajaran belum

dikaitkan pada masalah yang terjadi dalam kehidupan siswa, hal ini dikarenakan guru

terfokus pada satu sumber belajar yaitu buku teks. Isu-isu dan masalah sosial yang

terjadi di sekeliling siswa belum dijadikan sebagai sumber belajar, karena kurikulum

menjadi target utama dalam kegiatan pembelajaran. Hal inilah yang menjadikan siswa

kurang peka terhadap lingkungan sekitar sehingga kemampuan berpikir siswa tidak

terlatih dengan baik.

Sehubungan dengan permasalahan di atas maka upaya peningkatan proses

belajar mengajar pendidikan IPS yang melibatkan siswa dalam pembelajaran hingga

dapat mengembangkan berpikir kritis pada diri siswa merupakan kebutuhan yang

sangat mendesak untuk dilakukan. Salah satu alternative untuk memecahkan

(21)

9

dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu guru dituntut untuk memiliki

kemampuan yang mendalam dalam mengelola pembelajaran, sehingga pembelajaran

menjadi suatu kegiatan yang bermakna dan menyenangkan bagi siswa.Untuk itu

dibutuhkan kemauan dan kemampuan dari guru dalam pengelolan pembelajaran.

Mengamati kondisi yang ada di lapangan, penulis ingin mengungkap sejauh manakah

kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran IPS sehingga dapat

mengembangkan berpikir kritis pada siswa.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian tentang“Analisis Kemampuan Guru Dalam Mengelola Pembelajaran

IPS Untuk Mengembangkan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar”

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarksan latar belakang penelitian diatas, maka penulis

mengidentifikasikannya menjadi beberapa permasalahan yang ingin diungkap dalam

penelitian ini, yakni :

a. Bagaimanakah kemampuan guru dalam merencanakan kegiatan pembelajaran

IPS untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa?

b. Bagaimanakah kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran IPS

untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa?

c. Bagaimanakah kemampuan guru dalam melaksanakan penilaian

pembelajaran IPS untuk mengembangkan berpikir kritis siswa?

d. Upaya-upaya apa yang dilakukan guru agar siswa dapat berpartisipasi aktif

dalam kegiatan pembelajaran IPS sehingga kemampuan berpikir kritisnya

dapat berkembang?

e. Hambatan-hambatan apa yang dihadapai guru dalam mengembangkan

berpikir kritis pada pembelajaran IPS?

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih tajam maka fokus kajian

(22)

Ai Nurhayati, 2014

pembelajaran IPS yang dibatasi pada segi perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian

pembelajaran, yang berkaitan dengan pengembangan keterampilan berpikir kritis.

Sesuai dengan uraian di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah : “Bagaimanakah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran IPS untuk

mengembangkan berfikir kritis siswa sekolah dasar ?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini ingin mengungkapkan dan menganalisis tentang

kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran IPS untuk mengembangkan berpikir

kritis siswa di lima sekolah dasar.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dan menganalisis

kemampuan guru yang berkaitan dengan :

a. Perencanaan pembelajaran IPS yang dapat mengembangkan berpikir kritis

pada siswa.

b. Pelaksanaan Pembelajaran IPS yang dapat mengembangkan berpikir kritis

pada siswa.

c. Penilaian dalam proses pembelajaran yang dapat mendukung pengembangan

kemampuan berpikir kritis pada siswa.

d. Upaya-upaya yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran IPS sehingga

membuat siswa aktif dan kemampuan berpikir kritisnya dapat berkembang.

e. Hambatan-hambatan dalam mengembangkan berpikir kritis siswa pada

pembelajaran IPS.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran untuk

mengembangkan berpikir kritis siswa, melalui kemampuan guru dalam

(23)

11

2. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini adalah :

a. Bagi Siswa

1. Memberikan kemudahan bagi siswa dalam memahami konsep yang

dipelajari.

2. Kegiatan pembelajaran IPS menjadi sesuatu yang bermakna dan

menyenangkan karena menantang untuk dipelajari.

3. Meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam kegiatan

pembelajaran khususnya pada mata pelajaran IPS.

b. Bagi Guru

1. Menambah pengetahuan guru dalam merancang dan mengelola pembelajaran

IPS.

2. Memberikan alternative perbaikan cara mengajar dan memperbaiki kegiatan

pembelajaran IPS.

3. Meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran IPS untuk

mengembangkan berpikir kritis pada siswa.

c. Bagi Sekolah

1. Meningkatkan kualitas pembelajaran IPS di sekolah tersebut.

2. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai upaya inovatif pendidikan

dalam rangka peningkatan keilmuan dan sebagai masukan dalam mengelola

kegiatan pembelajaran IPS untuk mengembangkan berpikir kritis.

d. Bagi Peneliti

1. Menjadi suatu titik awal untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang

pembelajaran yang dapat mengembangkan berpikir kritis.

2. Menjadi acuan untuk melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan

pengembangan berpikir lainnya seperti berpikir logis atau berpikir kreatif

(24)

Ai Nurhayati, 2014

E. Struktur Organisasi

Struktur penulisan tesis ini didasarkan pada pedoman penulisan karya ilmiah

UPI 2012

Bab I Pendahuluan, pada bab ini dikemukakan latar belakang penelitian,

identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian,

Bab II Kajian Pustaka, tentang teori yang relevan dengan masalah yang

sedang diteliti, yaitu kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran IPS

untuk mengembangkan berpikir kritis siswa di sekolah dasar.

Bab III Metode Penelitian, diuraikan lokasi dan subjek penelitian, pendekatan

penelitian, metode penelitian, penjelasan istilah, instrument penelitian, teknik

pengumpulan data, tahap-tahap penelitian, teknik analisis data, dan keabsahan data.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan meliputi analisis setiap kemampuan

guru dari rumusan masalah yang diteliti yaitu kemampuan guru dalam perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran serta upaya-upaya dan hambatan-hambatan

dalam mengembangkan berpikir kritis pada siswa

Bab V Kesimpulan dan saran yaitu kesimpulan hasil penelitian dan

(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian.

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di lima sekolah dasar, yaitu SD Negeri Cibangban, SD

Negeri Cibeureum, SD Negeri Citalem, SD Negeri Ciburuy, dan SD Negeri Pasir

Banteng. Lima sekolah tersebut berada dalam satu gugus yaitu gugus II yang berada

di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat. Ketertarikan peneliti dalam hal

ini ingin mengetahui kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran IPS untuk

mengembangkan berfikir kritis pada siswa.

Ada beberapa alasan pemilihan lokasi penelitian yaitu :

1. Ingin mengetahui kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran IPS di

gugus II Kecamatan Cipongkor Bandung Barat baik dalam perencanaan,

pelaksanaan dan penilaian pembelajaran dalam mengembangkan berpikir

kritis.

2. Dipilih di gugus II Kecamatan Cipongkor Bandung Barat dimaksudkan agar

hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi daerah asal peneliti.

3. Salah satu SD di gugus II Kecamatan Cipongkor Bandung Barat merupakan

sekolah Sekolah Dasar Standar Nasional, sehingga peneliti ingin mengetahui

gambaran tentang perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran serta

inovasi-inovasi yang dilakukan dalam pembelajaran.

4. Dilihat dari segi prestasi gugus II ini selalu bersaing dengan gugus yang

lainnya yang ada di Cipongkor dan dari berbagai lomba selalu menjadi juara

baik di tingkat Kecamatan bahkan ada yang sampai tingkat Kabupaten.

5. Belum adanya penelitian yang berorientasi kepada kemampuan guru dalam

pengelolaan pembelajaran IPS baik dari segi perencanaan, pelaksanaan

(26)

Ai Nurhayati, 2014

Berdasarkan alasan tersebut penulis ingin menganalisis dan mendeskripsikan

kemampuan guru dalam mengembangkan berpikir kritis melalui pengelolaan

pembelajaran IPS. Kemampuan guru yang akan diteliti di sini yaitu kemampuan

dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran. Adapun berpikir kritis

siswa dalam penelitian ini dibatasi pada kemampuan untuk mengklarifikasi masalah

atau isu-isu, memutuskan dan menggunakan informasi serta menarik kesimpulan.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa di lima sekolah dasar di

Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat. Sampel penelitian dipilih secara

purposif (purposive sample), yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah guru

dan siswa kelas VI di lima sekolah dasar yang diteliti. Sampel ini memfokuskan pada

informan-informan terpilih yang kaya dengan informasi yang bersifat mendalam.

Sebelum sampel dipilih perlu dihimpun sejumlah informasi tentang sub-sub unit dan

informan-informan di dalam masalah yang akan diteliti. Kemudian peneliti memilih

informan, kelompok, tempat, kegiatan, dan peristiwa yang kaya dengan informasi.

Dengan perkataan lain sampel purposif dipilih karena memang menjadi

sumber dan kaya dengan informasi tentang penomena yang ingin diteliti. Kekuatan

dari sampel purposif adalah dari sedikit kasus yang diteliti secara mendalam

memberikan banyak pemahaman tentang topik yang di teliti.

Lincoln dan Guba (Satori & Komariah, 2011) ciri-ciri khusus sampel

purposive yaitu:

a. Emergent sampling design; bersifat sementara; sebagai pedoman awal terjun ke lapangan, setelah sampai di lapangan boleh saja berubah sesuai dengan keadaan.

b. Serial selection of sample units; menggelinding seperti bola salju (snow ball); sesuai dengan petunjuk yang didapatkan dari informan-informan yang telah diwawancarai.

(27)

59

sesuai dengan kebutuhan penelitian, unit sampel yang dipilih makin lama makin terarah sejalan dengan terarahnya fokus penelitian.

d. Selection to the point of redundancy; pengembangan informan dilakukan terus

sampai informasi mengarah ke titik jenuh/ sama.

Jadi, penentuan sampel dalam penelitian kualitatif lebih banyak ditentukan saat

peneliti mulai memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung (emergent

sampling design). Caranya yaitu, peneliti memilih orang tertentu yang

dipertimbangkan akan memberikan data yang diperlukan, selanjutnya berdasarkan

data atau informasi yang diperoleh dari sampel sebelumnya itu, peneliti dapat

menentukan sampel lainnya yang dipertimbangkan akan memberikan data lebih

lengkap. Praktik seperti inilah yang disebut sebagai”serial selection of sample units” atau dinamakan”“snowball sampling technique”. Unit sampel yang dipilih makin lama makin terarah sejalan dengan makin terarahnya fokus penelitian. Proses ini

dinamakan “continuous of focusing of the sample”. (Bodan dan Biklen, 1992). Hal ini dapat dipahami karena kekuatan dari penelitian kualitatif terletak pada

kekayaan informasi yang dimilki oleh responden, dari apa yang diteliti, dan

kemampuan analitis peneliti. Artinya dalam penelitian kualitatif, masalah yang

dihadapi dalam penarikan sampel, ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan

(judgment) peneliti, berkaitan dengan perlunya memperoleh informasi yang lengkap

dan mencukupi, sesuai dengan tujuan atau masalah penelitian. Miles dan Huberman

(Satori & Komariah, 2011) menyatakan, sampel-sampel kualitatif cenderung :

a. Menggunakan orang yang lebih kecil jumlahnya.( mengambil sepenggalan kecil dari suatu keseluruhan yang lebih besar).

b. Bersifat purposif; karena proses sosial memiliki suatu logika dan perpaduan, sehingga suatu penarikan sampel secara acak pada peristiwa-peristiwa atau perlakuan-perlakuan, biasanya mengurangi jumlah hal-hal kecil yang tidak akan dapat ditafsirkan.

c. Dapat berubah; pilihan awal seorang informan dapat berubah kepada informan-informan baru sebagai perbandingan atau untuk menemukan hubungan.

(28)

Ai Nurhayati, 2014

membandingkan, mereplikasikan, menyusun katalog, dan mengklasifikasikan suatu objek penelitian.

e. Penarikan sampel (pada kasus berganda) terkait dengan kehandalan menggeneralisasi dalam hubungannya dengan kelompok orang yang lebih luas, peristiwa-peristiwa, latar-latar atau proses yang berhubungan dengan masalah penelitian.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penarikan sampel

meliputi keputusan-keputusan tentang orang-orang mana yang akan diamati atau

diwawancara. Jadi penentuan sampel dalam penelitian kualitatif ini didasarkan pada

tujuan atau masalah penelitian, yang menggunakan pertimbangan-pertimbangan dari

peneliti itu sendiri, dalam rangka memperoleh ketepatan dan kecukupan informasi

yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan atau masalah yang dikaji. Oleh karena itu

informan yang ditetapkan adalah yang sesuai dengan katagori penelitian (unit

analisis) oleh karena itu, tipe yang digunakan adalah purposive sampling.

B. Pendekatan Penelitian

Sesuai dengan batasan dan rumusan masalah yang telah dijelaskan pada bagian

awal, penelitian ini akan mengkaji, mendeskripsikan, dan menganalisis masalah yang

dikembangkan sesuai dengan tujuan utama penelitian. Oleh sebab itu pendekatan

penelitian yang dilaksanakan adalah kualitatif. Menurut Margono, (1997) penelitan

kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa

kata-kata, tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Tujuan dari

penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita empirik dibalik

penomena secara mendalam, rinci dan tuntas.

Untuk menghasilkan data-data yang berbentuk kata-kata dan tindakan, Nasution

(1992) mengatakan, dalam penelitian kualitatif, peneliti harus langsung

mengumpulkan data dalam situasi sesungguhnya. Selanjutnya menurut Biklen,

Lincoln dan Guba (Moleong, 2007) beberapa ciri pokok penelitian kualitatif ini: yaitu

(29)

61

instrumen utama pengumpuilan data, analisis data dilakukan secara induktuf, bersifat

deskriptif.

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

analisis. Menurut Moh. Nazir (2003), pengertian dari metode deskriptif analisis

adalah “Penelitian yang ditujukan untuk menyelidiki secara terperinci aktivitas dan

pekerjaan manusia dan hasil penelitian tersebut dapat memberikan

rekomendasi-rekomendasi untuk keperluan masa yang akan datang.

Penggunaan metode dan pendekatan ini berdasarkan tujuan untuk mengkaji,

mendeskripsikan dan menganalisis sejauh mana kemampuan guru dalam

pengelolaan pembelajaran IPS sehingga mampu mengembangkan berpikir kritis pada

siswa di lima Sekolah Dasar di Gugus II Kecamatan Cipongkor Kabupaten Bandung

Barat, Peneliti langsung mengamati di lapangan untuk memahami cara, pola

perbuatan dan prilaku objek yang diteliti untuk menghasilkan temuan-temuan yang

dapat dipertanggung jawabkan.

Pemilihan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini didasarkan atas

pertimbangan sebagai berikut:

 Mengamati secara langsung cara mengajar yang dilakukan guru di dalam kelas.

 Ingin mengamati secara dekat perilaku belajar siswa ketika ketika sedang menerima pelajaran.

Penelitian kualitatif sering disebut dengan metode naturalistik. Lebih lanjut

Nasution (1996 ) mengemukakan ciri-ciri metode penelitian kualitatif sebagai

berikut:

1)Sumber data adalah situasi yang wajar, berdasarkan observasi situasi yang wajar dan sebagaimana adanya.

2)Peneliti berperan sebagai instrument peneliti yang utama, peneliti mengadakan sendiri pengamatan dan wawancara langsung.

(30)

Ai Nurhayati, 2014

4)Mementingkan proses maupun produk.

5)Mencari makna di belakang kelakuan atau perbuatan, sehingga dapat memahami masalah dan situasi.

6)Mengutamakan data langsung, peneliti sendiri yang terjun ke lapangan mengadakan observasi dan wawancara.

7)Tringulasi, data-data atau informasi dari satu pihak di chek kebenarannya dari sumber lain.

8)Menonjolkan rincian kontekstual, peneliti mengumpulkan dan mencatat data dengan sangat rinci.

9) Subyek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti.

10)Mengutamakan perspektif enemic, yakni mementingkan pandangan dan penafsiran responden sesuai dengan pendiriannya.

11)Verifikasi, antara lain melalui kasus yang bertentangan atau negatif untuk memperoleh hasil yang dapat lebih dipercaya.

12)Sampling yang purposive, yakni tidak menggunakan sampel yang banyak tetapi sampelnya sedikit dipilih menurut tujuan.

13)Menggunakan audit trail, untuk mengetahui apakah laporan sesuai dengan data yang dikumpulkan.

14)Partisipasi tanpa menggangu, artinya observasi dilakukan secara wajar (natural) sehingga tidak mengganggu kewajaran situasi, dan

15)Mengadakan analisis sejak awal penelitian.

Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode interaktif yang

menggunakan teknik pengumpulan data langsung dari orang dalam lingkungan

alamiahnya. Dalam hal ini peneliti menginterpretasikan fenomena-fenomena

bagaimana orang mencari makna daripadanya dengan didasarkan pada rumusan

masalah penelitian yang menuntut peneliti melakukan eksplorasi dalam memahami

dan menjelaskan masalah yang diteliti melalui hubungan yang intensif dengan

sumber data, sedangkan untuk menjawab permasalahan secara teoritis digunakan

studi kepustakaan dengan harapan penganalisaan terhadap beberapa variabel yang

dijadikan faktor penelitian akan menjadi lebih akurat. Dalam peneliti ini, peneliti

mengumpulkan data mengenai kegiatan atau prilaku subyek yang diteliti, baik

persepsinya maupun pendapat-pendapatnya serta aspek-aspek lain yang relevan yang

(31)

63

D. Penjelasan Istilah

Beberapa istilah penting dalam penelitian ini dapat diinterprestasikan sebagai

berikut:

1. Kemampuan guru yaitu dari segi kemampuan perencanaan, pelaksanaan, dan

penilaian pembelajaran. Perencanaan yang dibuat, merupakan antisipasi dan

perkiraan tentang apa yang dilakukan dalam pengajaran, sehingga tercipta

situasi yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar yang dapat

mengantar siswa mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Pelaksanaan pengajaran selayaknya berpegang pada apa yang tertuang pada

perencanaan. Penilaian pembelajaran adalah kegiatan yang dilaksanakan

untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan yang ditetapkan dalam

kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan, melalui pengamatan yang terus

menerus tentang perubahan dan kemajuan ataupun melalui pemberian skor

angka atau nilai terhadap hasil belajar siswa.

Dalam penelitian ini berpikir kritis siswa yang dimaksud bagaimana guru

mengembangkannya melalui pengelolaan dalam pelaksanaan pembelajaran.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ennis (Mayadiana, 2009) berpikir kritis

yaitu kemampuan memberikan alasan, berpikir secara reflektifdan fokus

untuk memutuskan apa yang akan dilakukan atau apa yang diyakini. Dari

pernyataan tersebut bila dihubungkan dengan kemampuan guru dalam

pelaksanaan pembelajaran dapat dilihat dari indikator pertanyaan yang

digunakan guru dalam proses pembelajaran.

Indikator Keterampilan Berpikir Kritis

Komponen Keterampilan Berpikir Kritis

Indikator

Pertanyaan guru dalam pelaksanaan pembelajaran

1. Memberikan

penjelasan sederhana 

Memfokuskan pertanyaan

(32)

Ai Nurhayati, 2014

untuk

mengembangkan berpikir kritis

 Bertanya dan

menjawab pertanyaan yang menantang 2. Membangun

keterampilan dasar 

Mempertimbangkan kriteria suatu sumber

3. Menyimpulkan  Membuat dan

mempertimbangkan nilai keputusan

2. Berpikir kritis dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir

siswa sekolah dasar. Siswa secara beralasan dan pertimbangan mendalam

yang dapat membantu dalam mengemukakan gagasan/ide melalui pertanyaan

ataupun jawaban, mengevaluasi, mengambil, dan memperkuat suatu

keputusan atau kesimpulan tentang pembelajaran yang dihadapinya, dan

untuk membantu memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-harinya.

3. Pembelajaran IPS di sekolah dasar adalah kegiatan belajar mengajar yang

dilakukan oleh siswa dan guru dan ada interaksi edukatif untuk mencapai

tujuan pembelajaran IPS yang telah ditetapkan pada tingkat satuan pendidikan

dasar.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian menggunakan prinsip bahwa peneliti sebagai instrument

yang utama. Hal ini sangat tepat karena hanya penelitilah yang dapat secara fleksibel

mengumpulkan data dari berbagai subjek penelitian yang mungkin menunjukan

kemajemukannya. Hal seperti ini hanya bisa dilakukan secara fungsional apabila

peneliti sendiri berperan sebagai instrument, sehingga dapat menggali sekaligus

menafsirkan data untuk pelacakan berikutnya, sehingga gagasan untuk

mengaplikasikan hasil penelitian ini dibangun atas dasar pendapat yang bersifat

alami. Dalam hal ini peneliti secara langsung berhubungan dengan subjek penelitian

(33)

65

Dalam penelitian naturalistik/ kualitatif peranan peneliti sangat menentukan,

peneliti secara pribadi langsung terjun ke lapangan untuk berusaha sendiri

mengumpulkan informasi melalui observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Oleh

karena itu, “metode naturalistik sangat mengutamakan peneliti sebagai instrument penelitian. Dengan peneliti sebagai instrument, senantiasa dapat memperluas

pertanyaan untuk memperoleh data yang rinci menurut keinginannya dan dapat

menyesuaikan diri dengan situasi yang berubah-ubah yang mungkin dihadapi oleh

peneliti.

F. Teknik Pengumpulan Data

Data utama yang akan dikumpulkan melalui studi lapangan yang menggunakan

instrumen tertentu hanya bersifat kata-kata atau kalimat. Teknik pengumpulan data

yang akan digunakan adalah observasi dan wawancara. Observasi digunakan untuk

mengamati pola mengajar guru dan pola belajar siswa. Sedangkan wawancara

digunakan dalam upaya menggali lebih jauh telaah observasi. Sumber informasi

adalah guru dan siswa yang berada di lima sekolah dasar pada gugus II yang berada

di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat.

1. Observasi

Observasi merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan

mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Kegiatan

tersebut bisa berkenaan dengan cara mengajar guru, siswa yang sedang belajar,

kepala sekolah yang sedang memberikan pengarahan, dan sebagainya (Sukmadinata,

2005). Observasi yang dipilih disini adalah observasi non partisipatif, dimana peneliti

tidak ikut serta dalam kegiatan namun hanya berperan mengamati kegiatan, tidak ikut

dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Kegiatan yang diobservasi dalam penelitian

ini yaitu pengelolaan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru meliputi

perencanaan pembelajaran (RPP), pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian dalam

(34)

Ai Nurhayati, 2014

Peneliti secara langsung melakukan pengamatan terhadap subyek penelitian

guna memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan sesuai dengan fokus

penelitian, sehingga peneliti akan memperoleh makna dari informasi yang

dikumpulkan.

Kaitannya dengan hal tersebut di atas, manfaat dari teknik pengamatan adalah

sebagai berikut : Pertama, dengan berada di lapangan peneliti lebih mampu

memahami konteks data dalam arti keseluruhan situasi (holistik). Kedua, pengalaman

langsung memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, sehingga

membuka kemungkinan melakukan penemuan atau discovery. Ketiga, peneliti dapat

melihat hal-hal yang kurang atau tidak yang tidak diamati orang lain, karena telah

dianggap “biasa” dan karena itu tidak akan terungkapkan dalam wawancara.

Keempat, peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak akan terungkapkan

oleh responden karena bersifat sensitive atau ingin ditutupi. Kelima, peneliti dapat

menemukan hal-hal di luar persepsi responden, sehingga gambaran yang didapat

lebih komprehensif. Keenam, di lapangan peneliti tidak hanya dapat mengadakan

pengamatan akan tetapi juga memperoleh kesan-kesan secara pribadi.

2. Wawancara

Teknik wawancara dilakukan dalam rangka melengkapi data-data hasil

observasi. Wawancara dilakukan terhadap subjek penelitian, yang dalam hal ini

adalah guru, dan siswa. Teknik wawancara yang dilakukan adalah wawancara

terstruktur, dimana peneliti telah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum

pengumpulan data dilaksanakan. Sehingga wawancara dilakukan berdasarkan pada

topik permasalahan yang secara umum telah ditetapkan peneliti. Hal-hal yang akan

diwawancara adalah seputar kegiatan belajar mengajar. Bagaimana guru dalam

merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, penilaian pembelajaran,

(35)

67

kegiatan pembelajatan pembelajaran serta hambatan-hambatan yang dihadapi guru

berkaitan dengan pengembangan berpikir kritis pada pembelajaran IPS.

Tujuan wawancara ialah untuk mengetahui apa yang terkandung dalam

pikiran dan hati orang lain, bagaimana pandangannya tentang dunia, yaitu hal-hal

yang tidak dapat diketahui melalui observasi. Hubungan antara pewawancara dengan

yang diwawancara berlangsung dalam suasana biasa dan wajar, sehingga tanya jawab

berjalan seperti hanya obrolan santai sehari-hari. Situasi pelaksanaaan wawancara di

atas sengaja diciptakan oleh peneliti agar tidak menimbulkan kecurigaan dari pihak

yang diwawancara. Sebagai pegangan, peneliti menyediakan pedoman wawancara

meskipun dalam pelaksanaannya tidak terlalu terikat pada pedoman tersebut.

Pedoman tersebut disusun secara rinci, disesuaikan dengan paradigma penelitian.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dilakukan untuk melengkapi data dan menjadi bukti bahwa

peneliti benar-benar melakukan penelitian. Dokumen adalah setiap bahan tertulis atau

film yang telah dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik (Moleong,

2002). Dalam penelitian ini, dokumen yang menjadi sumber data adalah dokumen

resmi yang diperoleh di lapangan seputar perencanaan pembelajaran (RPP) yang

dibuat guru sebelum kegiatan pembelajaran dan perencanaan penilaian yang akan

dilakukan guru yang tercantum dalam RPP.

Dalam penelitian ini, dokumen dapat digunakan sebagai bahan telaah yang

lebih luas mengenai langkah-langkah perencanaan pembelajaran sekaligus dijadikan

bahan triangulasi untuk mencek kesesuaian data hasil pengamatan dan wawancara

dengan dokumen yang tersedia.

4. Studi Pustaka

Studi pustaka merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan

(36)

Ai Nurhayati, 2014

dengan tujuan dan fokus masalah (Sukmadinata, 2005). Dalam hal ini, peneliti akan

mengumpulkan data ilmiah dari berbagai literatur yang berhubungan dengan

kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran IPS sehingga dapat

mengembangkan berpikir kritis pada siswa.

G. Tahap – Tahap Penelitian

Alwasilah (2009) mengemukakan bahwa ada beberapa tahapan yang perlu

dilakukan dalam upaya mengumpulkan data dalam sebuah penelitian, yaitu:

a. Tahap Orientasi

Pada tahap ini peneliti melakukan survei terhadap lima sekolah dasar di

Gugus II yang ada di Kecamatan Cipongkor, Bandung Barat. Kemudian melakukan

wawancara dengan guru, dengan pertanyaan-pertanyaan yang masih bersifat umum

dan terbuka. Informasi diperoleh, selanjutnya dikaji untuk menemukan hal-hal yang

menonjol, menarik, penting dan berguna untuk diteliti, dengan jalan menganalisis dan

mendiskusikannya bersama pihak-pihak yang dianggap kompeten. Kemudian

mengumpulkan informasi yang relevan dalam memahami fokus penelitian, peneliti

mencoba mengembangkannya dalam paradigma penelitian yang akan dijadikan

pedoman dalam proses penelitian.

Setelah ditentukan responden peneliti, peneliti mengadakan observasia awal

untuk memperoleh data tentang pembelajaran IPS. Pada tahap ini, peneliti mengurus

surat izin penelitian dalam rangka menjaga keamanan dan stabilitas sosial di lokasi

penelitian.

b. Tahap Eksplorasi

Peneliti mulai melakukan kunjungan pada responden. Mengadakan

pengamatan permulaan terhadap pelaksanaan pembelajaran IPS di lima sekolah dasar

yang ada di Kecamatan Cipongkor, Bandung Barat. Selain itu juga melakukan

(37)

69

Pada tahap ini penelitian lebih terfokus dan jelas, sehingga dapat

dikumpulkannya data yang lebih terarah dan spesifik. Observasi dilakukan pada

hal-hal yang ada hubungannya dengan fokus penelitian, sehingga wawancara tidak lagi

umum dan terbuka, akan tetapi sudah lebih terstruktur dalam memperoleh informasi

yang mendalam mengenai aspek-aspek yang menjadi fokus penelitian. Untuk

mendapatkan informasi yang lebih mendalam maka dilakukan diskusi yang lebih

mendalam dengan imformasi yang berkompeten dan memiliki pengetahuan tentang

hal-hal yang berhubungan dengan fokus penelitian. Selanjutnya seluruh informasi

yang diperoleh dituangkan dalam catatan lapangan (field notes).

c. Tahap pencatatan data

Catatan merupakan rekaman dari hasil observasi dan wawancara, dilakukan di

sekolah. Catatan memuat data penting yang dilihat dan ditanyakan sebagai catatan

kunci untuk kemudian ditulis ulang dalam rangka mengantisipai kelupaan. Pencatatan

data dapat dibedakan dalam dua bentuk yakni catatan deskriptif dan catatan reflektif.

Catatan deskriptip terdiri dari catatan lapangan, catatan laporan lapangan, dan catatan

harian lapangan. Sedangkan catatan reflektif berisi catatan tentang hubungan berbagai

data, menambahkan ide-ide, komentar-komentar, membuat kerangka berpikir,

menelaah desain dan metode, menuliskan hal-hal yang dapat memperjelas data yang

rancu, mencatat kata-kata kunci, dan selanjutnya didiskusikan dengan teman sejawat

atau dosen pembimbing.

d. Tahap Analisa Data

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang telah dituangkan ke dalam

catatan, selanjutnya data diolah dan dianalisa. Pengolahan dan penganalisaan data

merupakan upaya menata dan menjadi sistematis. Dengan penatan tersebut,

diharapkan dapat meningkatkan pemahaman peneliti terhadap masalah yang sedang

diteliti dan upaya memahami maknanya. Analisa data yang digunakan adalah analisa

(38)

Ai Nurhayati, 2014

menggunakan triangulasi (pengumpulan data dari individu dan latar dengan

menggunakan berbagi metode) member cheks (mendapat masukan dari responden),

dan rich data (data yang kaya merujuk pada data yang rinci, lengkap, dan beragam

sehingga mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi).

1. Mencari dan mengumpulkan data dari penelusuran empirik observasi

lapangan melalui wawancara langsung dengan para pendidik, dan siswa

sebagai pelengkap data.

2. Melakukan observasi dan penilaian terhadap subyek penelitian secara

seksama melalui materi observasi, wawancara dalam file, video dan tape

recorder.

3. Melakukan sejumlah langkah metodologis terhadap data yang telah dihimpun,

antara lain analisis data, komposisi dan deskripsi masalah dalam kerangka

pembahasan yang telah ditetapkan.

H. Teknis Analisis Data

Teknis analisis data yang digunakan adalah deskriptif analitis. Untuk

memberikan makna terhadap data yang telah dikumpulkan, dilakukan analisis dan

interpretasi. Sehubungan dengan penelitian ini dilaksanakan melalui pendekatan

kualitatif, maka analisis data dilakukan sejak pertama dikumpulkan sampai penelitian

berakhir secara terus menerus. Data hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan

kualitatif, pada awalnya masih sulit untuk diidentifikasi. Data yang diperoleh dari

lapangan sangat bervariasi, seperti catatan lapangan , komentar peneliti, gambar serta

berbagai dokumen yang berhubungan. Untuk memudahkan dalam menganalisis data,

tentu saja perlu diorganisasikan ke dalam bentuk yang lebih sederhana. Maka

pengolahan dilakukan dengan reduksi data, penyajian data dan penarikan

kesimpulan/ verifikasi.

(39)

71

Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari

catatan-catatan tertulis dan lapangan (Miles, 2009). Laporan lapangan sebagai bahan

mentah terlebih dahulu akan direduksi, yakni dirangkum dipilih hal-hal yang pokok

untuk difokuskan kepada hal-hal yang lebih penting, disusun secara sistematis dengan

jalan dicari temanya atau polanya sehingga lebih mudah dipahami. Kegiatan reduksi

data ini dilakukan secara terus menerus sejak data dikumpulkan, sehingga kesimpulan

akhir dapat ditarik dan diverivikasi. Adapun data yang direduksi antar lain seluruh

data mengenai permasalahan penelitian dan kemudian dilakukan penggolongan ke

dalam beberapa bagian. Kemudian dari masing-masing bagian tersebut dikelompokan

lagi berdasarkan sistematisasinya. Perolehan data yang tidak relevan dalam penelitian

tidak dimasukan dalam penyajian hasil, namun tetap disimpan apabila suatu saat

diperlukan. Dengan demikian, data yang direduksi akan memberikan gambaran yang

lebih spesifik dan mempermudah peneliti melakukan pengumpulan data selanjutnya

serta mencari data tambahan jika diperlukan.

2. Penyajian Data ( Display Data)

Penyajian data yaitu penyajian informasi untuk memberikan kemungkinan

adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data yang terkumpul,

selanjutnya dilakukan kegiatan “Display” data. Display data dilakukan dengan jalan membuat berbagai macam matrik, grafik, network dan chart, sehingga data yang

terkumpul dalam jumlah banyak dan bertumpuk akan lebih mudah dilihat

hubungannya. Dengan demikian peneliti akan lebih mudah menguasai data dan tidak

tenggelam dalam tumpukan detail.

3. Penarikan kesimpulan/ verifikasi

Penarikan kesimpulan/ verifikasi yaitu penarikan kesimpulan dari data yang

dianalisis. Kesimpulan yang diambil mula-mula masih sangat tentatif, kabur,

diragukan , akan tetapi dengan bertambahnya data maka kesimpulan lebih mendasar

(40)

Ai Nurhayati, 2014

secara terus menerus melakukan kegiatan verifikasi. Hal ini dimaksudkan untuk

menjamin tingkat kepercayaan hasil penelitian, sehingga prosesnya dapat

berlangsung dengan memberchek dan triangulasi.

I. Keabsahan Data

Dalam penelitian dilakukan pengecekan keabsahan data melalui :

1. Keterpercayaan (Credibility/Validitas Internal)

Penelitian berangkat dari data. Data adalah segala-galanya dalam

penelitian.Oleh karena itu, data harus benar-benar valid. Guna memenuhi kriteria

kredibilitas, dalam penelitian ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Member chek

Adalah kegiatan mengulang pertanyaan diakhiri dengan kegiatan wawancara

secara garis besar, sehingga informasi yang disampaikan narasumber dapat diperbaiki

jika ada kekeliruan atau menambahkan apa yang masih kurang.

Dalam pelaksanaannya, laporan hasil penelitian dituangkan oleh peneliti

dalam bentuk laporan lapangan dan selanjutnya diperlihatkan kepada sumber

informasi untuk dibaca dan diperiksa kebenarannya, apakah sesuai dengan yang

dikatakan ketika peneliti mengadakan kegiatan wawancara. Setiap koreksi ataupun

tambahan yang diberikan responden tidak segera/langsung diterima dan dibenarkan

oleh peneliti, akan tetapi dijadikan bahan masukan yang perlu dipertimbangkan

secara serius agar hasil penelitian mencapai tingkat kepercayaan yang lebih tinggi.

b. Triangulasi

Tujuan triangulasi adalah menchek kebenaran data tertentu dengan

membandingkannya dengan data yang diperoleh dari sumber lain, pada berbagai fase

penelitian, pada waktu yang berlainan, dan sering menggunakan metode yang

berlainan. Untuk membuktikan kebenaran informasi yang diperoleh dalam penelitian

(41)

73

penelitian dari seorang responden untuk diperiksa lagi kebenarannya oleh responden

lain sampai diperoleh informasi yang lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan

kebenarannya.

c. Pengamatan Terus Menerus

Dilakukan dengan maksud agar peneliti dapat memperhatikan sesuatu secara

cermat, terinci, dan mendalam, selama pengumpulan data di lapangan. Peneliti dapat

membedakan hal-hal yang bermakna dan tidak bermakna untuk memahami gejala

tertentu. Melalui pengamatan yang kontinyu, peneliti dapat memberikan deskripsi

yang cermat dan terperinci mengenai segala yang diamati. Dan hasilnya akan

dituangkan dan disusun dalam catatan lapangan.

2. Kebergantungan (Debendabiliy/ realiabilitas)

Kebergantungan menunjukan bahwa penelitian memiliki sifat ketaatan dengan

menunjukan konsistensi dan stabilitas data atau temuan yang dapat direflikasi.

3. Kepastian(confirmability/ Objectivitas)

Kepastian yaitu bahwa data yang diperoleh dapat dilacak kebenarannya dan

sumber informasinya jelas.

4. Keteralihan( Transferability/Validitas Eksternal)

Validitas eksternal berkenaan dengan derajat akurasi apakah hasil penelitian

dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada populasi dimana sampel tersebut

Referensi

Dokumen terkait

Dari pengolahan data diketahui bahwa kemampuan menulis teks eksplanasi siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tigapanah Tahun Pembelajaran 2015/2016 sebelum menggunakan

The objectives of our study were: (i) to quantify the biomass fuel and charcoal produced during a typical slash-and-burn event in a temperate deciduous forest, (ii) to determine

Karena melalui pengukuran rasio keuangan dengan rasio - rasio ini dapat mengetahui kondisi keuangan dari suatu perusahaan yang berhubungan dengan kemapuan perusahaan

Berdasarkan data angket pascakegiatan yang diisi 15 peserta menunjukkan keterserapan akhir tentang pembuatan soal interaktif menggunakan aplikasi komputer wondershare Quiz

Selain itu pengaruh senyawa organik yang berasal dari pupuk guano dapat bereaksi dengan kation Al membentuk senyawa khelat Al sebagai penyumbang ion H + yang

Berdasarkan estimasi terhadap persamaan regresi, diketahui nilai R 2 sebesar 81,22 persen berarti variabel belanja modal dan tenaga kerja dapat menjelaskan pertumbuhan

Meskipun penelitian ini termasuk penelitian yang mempelopori kajian mengenai pola musiman (terutama month of the year effect) pada pasar obligasi di Indonesia,

Data-data yang diperoleh dari hasil menghitung atau membilang termasuk dalam data diskrit, sedangkan data-data yang diperoleh dari hasil mengukur termasuk dalam data kontinu..