• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PAPARAN PARTICULATE MATTER 10 (PM10) DAN GANGGUAN PERNAPASAN PADA PETUGAS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TERMINAL PINANG BARIS KOTA MEDAN TAHUN 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PAPARAN PARTICULATE MATTER 10 (PM10) DAN GANGGUAN PERNAPASAN PADA PETUGAS KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TERMINAL PINANG BARIS KOTA MEDAN TAHUN 2020"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PAPARAN PARTICULATE MATTER 10 (PM10) DAN GANGGUAN PERNAPASAN PADA PETUGAS KEMENTERIAN

PERHUBUNGAN TERMINAL PINANG BARIS KOTA MEDAN TAHUN 2020

SKRIPSI

Oleh

FIVY NAWARI PUTRI NIM: 161000088

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2020

Universitas Sumatera Utara

(2)

Universitas Sumatera Utara

(3)

Tanggal Lulus :

Telah diuji dan dipertahankan Pada tanggal :

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K.

Anggota : 1. dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S.

2. Umi Salmah S.KM., M. Kes.

Universitas Sumatera Utara

(4)

Pernyataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan dengan ini bahwa Skripsi saya yang berjudul “Analisis Paparan Particulate Matter 10 (PM10) dan Gangguan Pernapasan Pada Petugas Kementerian Perhubungan Terminal Pinang Baris Kota Medan Tahun 2020”

beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara – cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan,

Fivy Nawari Putri

Universitas Sumatera Utara

(5)

Abstrak

Petugas Kementerian Perhubungan yang bekerja di luar ruangan akan sangat berpotensi lebih besar untuk mengalami keluhan gangguan pernapasan terutama gangguan pernapasan bagian atas daripada petugas yang bekerja di dalam ruangan akibat Particulate Matter 10 (PM10) yang dikeluarkan dari emisi kendaraan di udara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis paparan particulate matter 10 (PM10)di udara dan keluhan gangguan pernapasan atas pada karakteristik pekerja Kementerian Perhubungan Terminal Pinang Baris. Jenis penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh petugas Kementerian Perhubungan yang bekerja di Terminal Pinang Baris. Sampel penelitian menggunakan Totally Sampling yaitu seluruh populasi yang berjumlah 33 petugas. Pengukuran kadar PM10 menggunakan TSI DustTrak DRX Particulate Monitor Model 8533 Desktop dan keluhan pernapasan atas yang sudah dibandingkan dengan karakteristik responden kemudian dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian dinarasikan. Hasil pengukuran kadar PM10 di 3 lokasi penelitian menunjukkan bahwa seluruhnya melebihi baku mutu dengan kadar PM10 tertinggi terdapat pada titik 3 yaitu sebesar 740 µg/Nm

3

. Dari 33 petugas terdapat 26 petugas yang sering mengalami keluhan saluran pernapasan atas. Batuk dan sesak napas merupakan jenis keluhan yang sering dialami petugas sebanyak 23,1%. Peneliti menyarankan untuk menambahkan tanaman penghijauan sebagai penghisap debu di tempat kerja. Bagi pengelola Terminal Pinang Baris agar menetapkan kebijakan pemakaian APD dan memberikan sanksi bagi petugas yang melanggarnya terlebih untuk jenis pekerjaan sebagai pengatur lalu lintas yang memiliki risiko terhadap paparan debu yang tinggi. Menggunakan filter pada knalpot kendaraan bermotor agar sumber bahan pencemar di udara dapat diminimalisirkan.

Kata Kunci : PM10, gangguan saluran pernapasan atas, terminal

Universitas Sumatera Utara

(6)

Abstract

Ministry of Transportation officers who work outside have the potential to get respiratory symptoms, especially the upper respiratory tract compared to officers who work indoors as a result of particulate matter 10 (PM10) obtained fr om vehicle emissions in the air. The purpose of this study was to analyze exposure to particulate matter 10 (PM10) in the air and symptoms of upper respiratory problems on the characteristics of the workers of the Ministry of Transportation at Pinang Baris bus station. The type of research method used descriptive research. The population of this research is all officers of the minister of transportation who work at the Pinang Baris terminal. The sample of this study used totally sampling, which is aimed at the entire population off 33 workers. Measuring PM10 levels using TSI DustTrak DRX Particulate Monitor Model 8533 Desktop and symptoms of upper respiratory disorders that have been compared with respondent charateristics will be analyzed descriptively and presented in the form of a frequency distribution table then narrated. The measurement result show that PM10 levels in 3 research locations show that all exceed the quality standard with the highest threshold value found at third location namely 740µg/Nm

3

. Of the 33 workers, there are 26 workers who often get upper respiratory tract symptoms. Cough and shortness of breath were the most common symptoms in 23 percent of workers. Researchs suggest adding plants as a vacuum cleaner in the work area. Pinangs bus station managers should establish policies on the use of APD and provide penalties for violators, especially workers who control traffic that has a high potential to be exposed to dust. Using filter on a vehicle exhaust so that the pollutants in the air can be minimized.

Keywords : PM10, upper respiratory tract, terminal

Universitas Sumatera Utara

(7)

Kata Pengantar

Puji Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala berkah yang melimpah yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Paparan Particulate Matter 10 (PM10) dan Gangguan Pernapasan Pada Petugas Kementerian Perhubungan Terminal Pinang Baris Kota Medan Tahun 2020”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar – besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes., selaku Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K., selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan dengan sabar memberikan bimbingan, arahan, dan masukan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara

(8)

5. dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S., selaku Dosen Penguji I, Umi Salmah S,KM., M.Kes., selaku Dosen Penguji II, dan drh. Rasmaliah, M. Kes., selaku dosen Penasehat Akademik yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam penyempurnaan skripsi ini.

6. Para Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara atas ilmu yang telah diajarkan selama ini kepada penulis.

7. Pegawai dan Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Pimpinan Balai Pengelolaan Transportasi Darat (BPTD) Wilayah II Provinsi Sumatera Utara dan Penanggung Jawab Kementerian Perhubungan Terminal Terpadu Pinang Baris yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian.

9. Teristimewa untuk orangtua (Basti Nawari dan Evanita) yang telah memberikan doa dan memberikan kasih sayang serta kesabaran dalam mendidik dan memberikan dukungan kepada penulis.

10. Dara Maulida, Tisya Angreini, Cut Mutiara Sara, Adinda Widyasari, Mafaza Fikria Pohan, Tika Arviyanti, dan Luthfi Aprilia Mawarni yang membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

11. Darin Fairus Bustan, Inayah Ulfah, Rahmah Riadil Jannah, Rynetta Rizky Nugroho, Diny Novia, Wulidha Fitri, Lisani Husna, Nanda Salsabila, dan Novita Alawiyah yang senantiasa mendukung penulis menyelesaikan skripsi ini.

12. Keluarga besar peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang telah memotivasi dan membantu saya dalam menyelesaikan penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

(9)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat bagi pembaca.

Medan,

Fivy Nawari Putri

Universitas Sumatera Utara

(10)

Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan ii

Halaman Penetapan Tim Penguji Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi Abstrak

Abstract Kata Pengantar

Daftar Isi iii

Daftar Tabel v

Daftar Gambar vi

Daftar Lampiran vii

Daftar Istilah

Riwayat Hidup viii

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 8

Tujuan Penelitian 9

Tujuan umum 9

Tujuan khusus 9

Manfaat Penelitian 10

Tinjauan Pustaka 11

Pencemaran Udara 11

Komponen pencemaran udara 12

Partikel (Particulate) 13

Particulate Matter 10 (PM10) 14

sumber dan distribusi particulate matter 10 16 efek paparan particulate matter 10 21 baku mutu particulate matter 10 22

Saluran Pernapasan 23

Saluran pernapasan atas 24

Gangguan saluran pernapasan atas 24

Kerangka Teori 31

Kerangka Konsep 32

Metode Penelitian 33

Jenis Penelitian 33

Lokasi dan Waktu Penelitian 33

Populasi dan Sampel 33

Definisi Konsep 34

Metode Pengumpulan Data 35

Universitas Sumatera Utara

(11)

Metode Pengukuran 35

Metode Analisis Data 42

Hasil Penelitian dan Pembahasan 49

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 49

Kadar Particulate Matter 10 (PM10) 49

Karakteristik Responden 51

Gangguan Saluran Pernapasan 56

Keterbatasan Penelitian 61

Kesimpulan dan Saran 62

Kesimpulan 62

Saran 63

Daftar Pustaka 64

Lampiran

Universitas Sumatera Utara

(12)

Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Hasil Pengukuran Particulate Matter 10 (PM10) 50 2 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Petugas

Kementerian Perhubungan Terminal Pinang Baris 52 3 Distribusi Responden Gangguan Saluran Pernapasan Atas

Berdasarkan Keluhan Yang Dirasakan Petugas Kementerian

Perhubungan Terminal Pinang Baris 56

4 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Keluhan Saluran Pernapasan Atas Yang Dirasakan Petugas Kementerian

Perhubungan Terminal Pinang Baris 56

5 Hasil Tabulasi Silang Karakteristik Responden Terhadap Keluhan Saluran Pernapasan Atas Pada Petugas Kementerian

Perhubungan Terminal Pinsng Baris 58

Universitas Sumatera Utara

(13)

Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Kerangka Teori Penelitian 31

2 Kerangka Konsep Penelitian 32

3 Alat Ukur DustTrak Aerosol Monitoring 8533 37 4 Pengukuran Kadar PM10 Di Udara Terminal Pinang Baris 77

Universitas Sumatera Utara

(14)

Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian 68

2 Surat Permohonan Survei Pendahuluan 70

3 Surat Izin Penelitian 71

4 Hasil Pengukuran Particulate Matter 10 (PM10) 72

5 Master Data Penelitian 73

6 Output SPSS 74

7 Dokumentasi 79

Universitas Sumatera Utara

(15)

Daftar Istilah EPA Environmental Protection Agency

IARC International Agency for Research on Cancer

NIOSH National Institute for Occupational Safety and Health PM10 Particulate Matter 10

WHO World Health Organitation AKAP Angkutan Kota Antar Propinsi AKDP Antar Kota Dalam Propinsi MPU Mobil Penumpang Umum

Universitas Sumatera Utara

(16)

Riwayat Hidup

Penulis bernama Fivy Nawari Putri berumur 22 tahun. Penulis lahir di Duri pada tanggal 5 April 1998. Penulis beragama Islam, anak terakhir dari 5 bersaudara dari pasangan Bapak Basti Nawari dan Ibu Evanita.

Pendidikan formal dimulai di TK IT Mutiara tahun 2003. Pendidikan sekolah dasar di SDS IT Mutiara tahun 2004 – 2010, sekolah menengah pertama di SMPS IT Mutiara tahun 2010 – 2013, sekolah menengah atas di SMAS IT Mutiara tahun 2013 – 2016, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan,

Fivy Nawari Putri

Universitas Sumatera Utara

(17)

Pendahuluan Latar Belakang

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sangat perlu di implementasikan karena memiliki tujuan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan manusia dan setiap manusia berhak mendapatkannya agar tercapainya derajat kesehatan yang optimal sehingga menjadi investasi pembangunan sebagai sumber daya manusia yang produktif secara soial dan ekonomi (Eko dan Bambang, 2016). Untuk menciptakan lingkungan kerja yang selamat, sehat, dan bebas dari pencemaran lingkungan, maka perlu dilakukan upaya pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja sehingga mampu mengurangi angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas kerja (Fauza, 2014).

Menurut Herry Prakoso (2013) menyatakan ada lima faktor lingkungan kerja yang merupakan beban tambahan bagi tenaga kerja yaitu faktor fisik, faktor kimia, faktor biologis, faktor fisiologis dan faktor mental psikologis. Faktor lingkungan kimia, meliputi gas, uap, debu, fume, kabut, asap, cairan, dan lain – lain.

Selanjutnya senada dengan penelitian Serdamayanti (2017) bahwa Kondisi lingkungan yang tercemar memerlukan tenaga dan waktu yang lebih banyak meskipun tidak didukung dengan rancangan sistem kerja yang efisien..

Berdasarkan bentuk Epidemiologi Kesehatan Masyarakat, Epidemiologi membahas terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) mengenai Epidemiologi Lingkungan dan Kesehatan Kerja. Hal ini diungkapkan oleh Nur Nasry Noor dari buku Epidemiloginya yang diterbitkan pada tahun 2014.

Universitas Sumatera Utara

(18)

11

Menurut Nur (2014) tentang bentuk epidemiologi lingkungan dan kesehatan kerja (occupational and environtmental epidemiology) bahwa bentuk epidemiologi ini sangat berguna karena dapat mempelajari dan menganalisis keadaan kesehatan tenaga kerja akibat pengaruh keterpaparan pada lingkungan kerja, baik yang bersifat fisik, kimia, biologis maupun sosial budaya serta kebiasaan hidup para pekerja.

Partikel debu dengan kadar tinggi di udara akan mengakibatkan pencemaran udara. Pencemaran udara merupakan munculnya bahan, zat, komponen lain di dalam udara yang menimbulkan perubahan substansi udara dan dapat membahayakan kesehatan manusia, tumbuhan bahkan hewan apabila dalam kadar yang berlebihan (Wardhana, 2007). Bahan ini dihasilkan salah satunya akibat aktivitas manusia yang berasal dari sumber pencemar tidak bergerak seperti lingkungan kerja industri dan perkantoran serta sumber pencemar yang bergerak seperti kendaraan bermotor (BBTKL dan PPM, 2009).

Pencemar udara yang paling dominan dan sering mengganggu kesehatan manusia adalah partikel, CO, Nox, Sox, dan Hidrokarbon (Sugiarti, 2009). Salah satu komposisi pencemar yang dijadikan sebagai salah satu indikator pencemaran udara dan dapat menunjukkan tingkat bahaya dalam ruangan maupun di luar ruangan lingkungan terhadap kesehatan dan keselamat kerja disebut partikel (Putri, 2012) yang dikutip melalui jurnal Devi dan Corie (2015) berjudul Kualitas Fisik dan Kimia Udara, Karakteristik Pekerja, serta Keluhan Pernapasan pada Pekerja percetakan di Surabaya. Partikel mempunyai beberapa ukuran dan susunannya terdiri dari banyak material serta unsur kimia. Particulate Matter adalah istilah

Universitas Sumatera Utara

(19)

12

untuk suatu campuran kompleks dari partikel padat dan cair sangat kecil yang ditemukan di udara.. Menurut EPA (2014) menyatakan bahwa particulate matter dibedakan menjadi dua kategori, yaitu partikel kurang dari sama dengan 10 mikron dan partikel kurang dari sama dengan 2,5 mikron.

Particulate matter 10 (PM10) merupakan partikel yang memiliki ukuran diameter 10 mikron atau kurang dan dapat menyebabkan pencemaran udara sehingga memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan salah satunya adalah partikel dapat masuk ke dalam saluran pernapasan. Partikel ini memiliki jenis debu inhalable dust yaitu jenis debu yang bisa masuk kedalam tubuh akan tetapi terperangkap atau tertahan di hidung, tenggorokan atau sistem pernapasan bagian atas (EPA, 2018). Ukuran PM yang kurang dari 5 mikron dapat masuk ke dalam paru – paru dan mengendap di alveoli, dan yang lebih besar dari 5 mikron dapat menimbulkan gangguan saluran pernapasan bagian atas dan menyebabkan iritasi (Kemenkes RI, 2004). Survei yang dilakukan oleh World Health Organization – WHO (2011) menyatakan bahwa dari berbagai jenis zat pencemar udara, benda particulate matter berdiamaeter 10 mikron (PM10) mendapatkan perhatian khusus karena dinilai memiliki pengaruh lebih besar terhadap gangguan kesehatan manusia dibandingkan denga zat pencemar lainnya.

Menurut Nurjanah (2014) yang dikutip oleh beberapa penelitian bahwa pada tahun 2011 WHO telah mengungkapkan dalam jangka waktu yang singkat dapat menimbulkan efek kesehatan dari paparan PM10 seperti radang paru – paru, infeksi saluran pernapasan atas, gangguan pada sistem kardiovaskuler, meningkatnya perawatan gawat darurat, peningkatan penggunaan obat, bahkan kematian.

Universitas Sumatera Utara

(20)

13

International Agency for Research on Cancer (IARC) telah mengemukakan bahwa polusi udara luar ruangan merupakan salah satu faktor karsinogenesis dengan particulate matter sebagai komponen penyebab utama. Wilayah yang banyak terkena dampak polusi udara luar ruangan adalah Pasifik Barat dan Asia Tenggara dengan Indonesia termasuk salah satunya.

Di Indonesia sumber utama PM10 berasal dari sektor transportasi (71%) dan sektor industri (25%), sedangkan sisanya (4%) adalah sektor rumah tangga atau domestik. Berdasarkan penelitian sebelumnya kualitas udara ambien di Terminal Bus Pulogadung Provinsi Jakarta Timur yang dilakukan ole Fauzia (2014) yang berjudul Tingkat Risiko Kesehatan Akibat Pajanan PM10 pada populasi Berisiko di Terminal Pulogadung Jakarta Timur , didapatkan bahwa kadar PM10 melebihi baku mutu yaitu sebesar 170µg/Nm

3

dan dari 58 total responden yang merupakan pedagang, timer angkutan serta petugas dinas perhubungan terdapat 40 orang (69%) mengalami keluhan pernapasan berupa batuk – batuk, sesak napas dan bersin.

Konsentrasi PM10 di Indonesia mengalami peningkatan hingga melebihi baku mutu (150µg/Nm

3

) yang terjadi pada bulan Agustus 2016. Adapun hasil penelitian Annas (2013) yang berjudul Hubungan Antara Kualitas Udara Ambien NO2, SO2, PM10 dengan Kejadian ISPA di Kota Medan , mendapatkan temuan bahwa konsentrasi PM10 di Kota Medan mulai mengkhawatirkan karena sudah melampaui baku mutu di tiga kecamatan selama tahun 2013 – 2016. Pada bulan Agustus 2016 di Kecamatan Medan Deli konsentrasi PM10 mencapai 153µg/Nm

3

, bulan Oktober 2015 di Kecamatan Medan Sunggal konsentrasi PM10 mencapai

Universitas Sumatera Utara

(21)

14

289,33µg/Nm

3

, dan bulan Oktober 2015 di Kecamatan Medan Kota mencapai 303µg/Nm

3

.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan No 35 Tahun 2003 bahwa terminal adalah prasarana transportasi untuk menurunkan dan menaikkan penumpang hingga sampai ke tujuan suatu perjalanan serta mengatur, mengawasi, mengendalikan kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum. Terminal Pinang Baris merupakan terminal penumpang tipe A yang terletak di Jl. Pinang Baris, Lalang, Kecamatan Medan Sunggal. Menurut Keputusan Direktorat Jendral Perhubungan Darat No. 31 Tahun 1993 dan hasil wawancara peneliti dengan pihak terminal bahwa prasarana tipe A tersebut memberikan pelayanan kendaraan umum untuk angkutan antar kota antar provinsi, angkutan antar kota dalam provinsi, angkutan kota, dan angkutan pedesaan. Terminal Pinang Baris mengalami pergantian pengelola dari Dinas Perhubungan Kota Medan ke Dirjen Perhubungan Darat Kemeneterian Perhubungan sehingga tugas Dinas Perhubungan untuk mengatur kendaraan bermotor yang keluar masuk terminal, memeriksa uji kelayakan kendaraan umum, menertibkan angkutan umum dan memeriksa kelengkapan kendaraan yang masuk akan dilanjutkan oleh petugas Kementerian Perhubungan.

Kondisi jalan raya di sekitar Terminal Pinang Baris sangat padat dengan kendaraan bermotor yang lalu lalang dan keluar masuk terminal sehingga berpotensi untuk menghasilkan polusi udara seperti gas – gas dan partikulat.

Penelitian Achmad (1993) memperkirakan bahwa transportasi memberikan kontribusi sekitar 80% dari total pencemaran udara, sedang sisanya (20%) berasal

Universitas Sumatera Utara

(22)

15

dari industri dan rumah tangga. Dalam paparan yang cukup lama oleh polusi udara dari emisi gas buang pada kendaaan bermotor yang mengandung polutan seperti PM10, petugas kementerian perhubungan yang bekerja di luar ruangan akan sangat berpotensi lebih besar untuk mengalami keluhan gangguan pernapasan terutama gangguan pernapasan bagian atas akibat PM10 di udara daripada petugas yang bekerja di dalam ruangan.

Dan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Isna (2017) yang berjudul Analisis Kadar Partikulat Materi 10 (PM10) dan Karakteristik Petugas Dinas Perhubungan Terhadap Keluhan Gangguan Saluran Pernapasan di Terminal Terpadu Kota Medan, ditemukan bahwa konsentrasi PM10 tertinggi di terminal Pinang Baris adalah 116µg/Nm

3

, namun kadar PM10 di terminal tersebut masih di bawah baku mutu. Menurut Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara menyatakan bahwa nilai baku mutu udara untuk PM10 adalah 150µg/m

3

.

Cara terbaik untuk pencegahan terhadap bahaya keselamatan dan kesehatan kerja dapat dilakukan dengan mengendalikan sumber bahaya menggunakan pendekatan pengendalian teknis (engineering control). Bila mempertimbangkan teknologi dan biaya sehingga cara ini tidak memungkinkan untuk diupayakan maka selanjutnya dapat dilakukan pendekatan pengendalian secara administratif (administrative control). Pendekatan pengendalian ini tidak dapat dilakukan sebagai pencegahan terhadap bahaya kecelakaan kerja. Bila ternyata pendekatan pengendalian ini tidak juga dapat dilakukan, maka keputusan terakhir yang diambil dalam pengendalian bahaya di tempat kerja adalah Alat Pelindung Diri (APD),

Universitas Sumatera Utara

(23)

16

(Silaban, 2012) yang dikutip dalam penelitian Sisca (2018) tentang gambaran perilaku penggunaan alat pelindung diri (APD) pada petugas instalasi sanitasi dan K3 di RSU Haji Kota Medan.

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 8 Tahun 2010 Tentang Alat Peindung Diri menyatakan bahwa Alat Pelindung diri atau disingkat APD merupakan suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian tubuh dan atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja.

Hasil penelitian Isna (2017) yang berjudul analisis kadar partikulat materi 10 (pm10) dan karakteristik petugas dinas perhubungan terhadap keluhan gangguan saluran pernapasan di terminal Kota Medan, menunjukkan bahwa dari 24 petugas Dinas Perhubungan Terminal Pinang Baris lebih banyak yang tidak memakai masker yaitu 14 orang (58,3%). Dari 10 petugas terminal memakai masker terdapat 6 orang (60%) memakai masker yang tidak memenuhi syarat. Selanjutnya dalam jurnal Haruyuki Dewi Faisal dan Agus Dwi Susanto (2017) yang berjudul Peran Masker/ Respirator dalam Pencegahan Dampak Kesehatan Paru Akibat Polusi Udara, mengemukakan bahwa Masker N95 merupakan bagian dari respirator pemurni udara jenis filtering piece karena mampu menyaring partikel seperti PM10 sebesar 95% dan mampu menyaring gas/ uap yang didapat akibat pengaruh di lingkungan kerja dan polusi udara.

Hasil Survei pendahuluan yang telah dilakukan adalah Kementerian Perhubungan Terminal Pinang Baris memiliki 33 petugas dengan satu shift kerja yaitu shift pagi. Satu shift kerja petugas bertugas selama 7- 10 jam/ hari. Lamanya

Universitas Sumatera Utara

(24)

17

waktu kerja perhari membuat petugas juga lama terpapar oleh partikel debu, namun sayangnya beberapa petugas sama sekali tidak memakai alat pelindung diri (APD) seperti masker walaupun sudah difasilitasi oleh kantor Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD). Hanya sedikit petugas yang menggunakan masker sebagai kebutuhan pribadi. Dari 33 petugas, baru diketahui 16 petugas yang mengalami gangguan saluran pernapasan atas seperti batuk, bersin, nyeri tenggorokan. Dan 5 dari 16 petugas tersebut memiliki riwayat penyakit radang paru- paru. Petugas mendapatkan Asuransi Kesehatan berupa BPJS Kesehatan dari Kementerian Perhubungan.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang analisis paparan Particulate Matter 10 (PM10) di udara Terminal Terpadu Pinang Baris dan gangguan pernapasan atas pada petugas Kementerian Perhubungan yang terpapar di Terminal Terpadu Pinang Baris Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan Tahun 2020.

Perumusan Masalah

Pencemar udara yang paling dominan dan sering mengganggu kesehatan manusia adalah partikel, CO, Nox, Sox, dan Hidrokarbon (Sugiarti, 2009).

Keberadaan particulate matter 10 (PM10) di lingkungan kerja terminal dapat mengganggu produktivitas serta kesehatan petugas, diperkirakan dalam jangka waktu tertentu para petugas kementerian perhubungan akan mengalami gangguan kesehatan akibat paparan PM10. Keluhan kesehatan yang dirasakan oleh petugas kementerian perhubungan seperti batuk, sesak napas, dan nyeri tenggorokan.

Selain itu lama kerja sekitar 7- 10 jam dapat memperlama paparan PM10 pada

Universitas Sumatera Utara

(25)

18

petugas. Perilaku petugas seperti penggunaan masker yang masih sangat kurang dan perilaku merokok saat bertugas. Maka dari itu, permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana hasil analisis paparan particulate matter 10 (PM10) di udara terhadap keluhan gangguan pernapasan atas pada karakteristik pekerja Kementerian Perhubungan Terminal Pinang Baris Kota Medan Tahun 2020.

Tujuan Penelitian Tujuan umum

Menganalisis paparan particulate matter 10 (PM10) di udara dan keluhan gangguan pernapasan atas pada karakteristik pekerja Kementerian Perhubungan Terminal Pinang Baris yang terletak di Jl. Pinang Baris, Lalang Kecamatan Sunggal Kota Medan.

Tujuan khusus

1. Menganalisis kadar particulate matter 10 (PM10) di lingkungan kerja terminal pinang baris.

2. Mengidentifikasi karakteristik petugas yaitu umur, jenis kelamin, masa kerja, lama paparan, kebiasaan merokok, penggunaan APD yang dapat mempengaruhi keluhan gangguan pernapasan akibat paparan PM10.

3. Menganalisis keluhan gangguan pernapasan atas seperti batuk, pilek, sesak napas, dan nyeri tenggorokan yang dialami petugas Kementerian Perhubungan yang bertugas di Terminal Pinang Baris akibat paparan PM10.

Manfaat Penelitian

Universitas Sumatera Utara

(26)

19

1. Menambah pengetahuan serta pengalaman bagi peneliti dalam melakukan analisis dampak paparan particulate matter 10 (PM10) terhadap keluhan gangguan pernapasan atas pada petugas yang menghirupnya.

2. Bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi petugas Kementerian Perhubungan di Terminal Pinang Baris.

3. Bahan masukan bagi pihak yang berwenang dalam mewujudkan perilaku petugas yang selamat, sehat serta sadar pentingnya manfaat pemakaian alat pelindung diri.

4. Bahan masukan informasi bagi peneliti selanjutnya mengenai particulate matter di udara.

Universitas Sumatera Utara

(27)

20

Tinjauan Pustaka 1. Pencemaran Udara

Udara adalah campuran dari beberapa macam gas dimana perbandingannya tergantung pada keaddaan suhu udara, tekanan udara, dan lingkungan sekitarnya.

Udara juga merupakan atmosfir yang berada di sekeliling bumi yang fungsinya sangat penting bagi kehidupan di dunia ini. Udara di alam tidak pernah ditemukan bersih tanpa polutan sama sekali. Dalam buku yang berjudul polusi air dan udara, Fardiaz menyatakan bahwa partikel – partikel padatan atan dan atau pencemaran cairan yang berukuran kecil dapat tersebar di udara oleh angin, letusan vulkanik, atau gangguan alam lainnya (Fardiaz, 1992).

Pencemaran udara menurut Masters (1991:270) dikutip pada buku yang di tuliskan oleh Mukono (2008) berjudul pencemaran udara dan pengaruhnya terhadap gangguan saluran pernapasan mengungkapkan bahwa bertambahnya bahan atau subtrat fisik atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu, sehingga dapat di deteksi, di ukur, dan atau di hitung oleh manusia serta dapat memberikan efek pada manusia, binatang, vegetasi, dan material. Faktor – faktor yang mempengaruhi pencemaran udara adalah kelembaban, suhu, sinar matahari, dan pergerakan udara, industri dan jumlah kendaraan bermotor.

Dikutip dari buku Mukono (2008) yang berjudul pencemaran udara dan pengaruhnya terhadap gangguan saluran pernapasan, bahwa (Corman, 1971 :7;

Kumar, 1987 :83) dapat membedakan pencemaran udara alamiah dengan pencemaran udara di tempat kerja (occupational air pollution) dilihat karena ulah manusia (man made). Hal ini juga didukung pada Undang – Undang Republik

Universitas Sumatera Utara

(28)

12

Indonesia Nomor 4 Tahun 1982 pasal 1 angka 7, bahwa pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun dan menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukannya. Pencemaran lingkungan biasanya berasal dari sumber kendaraan bermotor dan atau industri. Bahan pencemar yang dikeluarkan salah satunya adalah partikel debu.

Komponen pencemaran udara

Umumnya aktifitas di daerah perkotaan dan industri udaranya relatif sudah tidak bersih lagi. Padatnya kendaraan di lalu lintas membuat udara menjadi tercemar. Dari beberapa komponen bahan pencemar udara, komponen – komponen berikut ini paling banyak berpengaruh dalam pencemaran udara, yaitu :

1. Karbon monokside (CO) 2. Nitrogen okside (Nox) 3. Hidrokarbon (HC) 4. Sulfure diokside (Sox)

5. Partikel (Particulate), dan lain – lain

Komponen pencemaran udara tersebut diatas dapat mencemari udara sendiri atau bersama – sama. Jumlah komponen pencemar udara tergantung kepada sumbernya (Wardhana,2014). Transportasi merupakan sumber pencemar yang perlu dikendalikan karena dalam hubungannya dengan penyakit saluran pernapasan

Universitas Sumatera Utara

(29)

13

sumber pencemar tersebut memiliki komponen pencemar yang paling berpengaruh di udara.

Fraser (1990:25) yang dikutip oleh Mukono (2008) pada buku yang berjudul pencemaran udara dan pengaruhnya terhadap gangguan saluran pernapasan mengemukakan bahwa subjek yang berisiko tinggi terhadap paparan bahan pencemar udara adalah :

1. Individu yang berusia sangat muda atau sangat tua 2. Penderita penyakit asma

3. Penderita penyakit saluran pernapasan dan kardiovaskuler 4. Memiliki kebiasaan merokok, dan

5. Individu yang mempunyai aktivitas tinggi, karena memerlukan oksigen tinggi.

Padatnya kendaraan di lalu lintas membuat udara menjadi tercemar. Petugas pengatur lalu lintas pada Kementerian Perhubungan merupakan subjek yang berisiko tinggi terhadap paparan bahan pencemar udara akibat padatnya kendaraan yang lalu lalang. Selain sebagai pengatur lalu lintas, petugas kementerian perhubungan terminal pinang baris terbagi sebagai pencatatan/ administrasi dan pengecekan kendaraan bermotor. Hal ini sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK.5923/AJ.005/DR.ID/2016 Tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengoperasian Terminal Penumpang Tipe A.

2. Partikel (Particulate)

Partikel mempunyai karakteristik spesifik, dapat berupa zat padat maupun suspensi aerosol cair. Asap (smoke) seringkali dipakai untuk menunjukkan

Universitas Sumatera Utara

(30)

14

campuran bahan partikulat (particulate matter), uap (fumes), gas, dan kabut (mist).

Adapun pada buku yang berjudul pencemaran udara dan pengaruhnya terhadap gangguan saluran pernapasan yang dikutip oleh Mukono (2008:8) bahwa menurut Master, (1991) yang dimaksud dengan :

a. Asap adalah partikel karbon yang sangat halus (jelaga) dan merupakan hasil dari pembakaran yang tidak sempurna.

b. Debu adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan.

c. Uap adalah partikel padat yang merupakan hasil dari proses sublimasi, distilasi atau reaksi kimia.

d. Kabut adalah partikel cair dari reaksi kimia dan kondensasi uap air.

Dalam buku tersebut selanjutnya di ungkapkan oleh Corman (1971) bahwa berdasarkan ukuran, secara garis besar partikel dapat dibagi menjadi dua yaitu partikel debu kasar (coarse particle) berdiameter > 10 mikron, selanjutnya partikel debu, uap, dan asap, jika berdiameter antara 1-10 mikron dan yang terakhir adalah aerosol yang berdiameter <1 mikron.

Pada buku Fardiaz (1992) yang berjudul polusi air dan udara terdapat hubungan antara ukuran partikel polutan dengan sumbernya. Partikel yang berdianmeter lebih besar dari 10 mikron dihasilkan dari proses – proses mekanis seperti erosi angin,penghancuran dan penyemprotan, dan pelindasan benda – benda oleh kendaraan bentuk dari proses pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna.

Partikel yang mempunyai diameter lebih besar daripada 5 mikron akan terhenti dan terkumpul terutama di dalam hidung dan tenggorokan. Meskipun

Universitas Sumatera Utara

(31)

15

partikel tersebut sebagian dapat masuk ke dalam paru – paru tetapi tidak pernah lebih jauh dari kantung – kantung udara (bronchi), bahkan segera dapat dikeluarkan oleh gerakan silia.

Particulate matter 10

Polusi udara merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting, terutama di negara berkembang. Perkembangan ekonomi, kepadatan penduduk, urbanisasi, penggunaan energi, dan transportasi menjadi penyebab utama terjadinya polusi udara di negara berkembang, terutama di kota-kota besar.

Pada penelitian Napitupulu (2014) yang berjudul pengaruh konsentrasi PM2,5 dan karakteristik pekerja terhadap fungsi paru pada pekerja di industri penggilingan padi desa tanjung selamat kecamatan sunggal, mengutip kalimat bahwa (Chen and Haidong, 2008) mengungkapkan adapun zat yang biasa digunakan sebagai indikator terjadinya polusi udara disuatu tempat adalah SO2 Partikel debu (Particulate Matter), NO2, dan O3.

Partikulat didefinisikan sebagai partikel-partikel halus yang berasal dari padatan maupun cairan yang tersuspensi di dalam gas (udara). Partikel padatan atau cairan ini umumnya merupakan campuran dari beberapa materi organik dan non- organik seperti asam (partikel nitrat atau sulfat), logam, ataupun partikel debu dan tanah. Ukuran partikel sangatlah penting untuk diketahui karena memengaruhi dampak partikel tersebut terhadap manusia dan lingkungan. Ukuran dari partikel debu yang terdapat di udara secara langsung dapat berpengaruh terhadap kesehatan manusia.

Universitas Sumatera Utara

(32)

16

PM10 adalah partikel yang berukuran 10 mikrometer atau lebih kecil.

PM10 memiliki beberapa nama lain, yaitu inhalable particles, respirable particulate, respirable dust dan inhalable dust. Menurut Fitria (2009) yang dikutip dalam penelitian Annas (2017) berjudul hubungan antara kualitas udara ambien NO2, SO2, PM10 dengan kejadian ISPA di Medan bahwa, PM10 dapat bersifat toksik karena dapat mengandung campuran partikulat jelaga, kondensat asam, garam sulfat, partikel nitrat, ataupun logam-logam berat.

Dari jurnal Nanny dan Gunawan (2008) yang berjudul polusi udara akibat aktivitas kendaraan bermotor di jalan perkotaan Pulau Jawa dan Bali, membahas bahwa berdasarkan penelitian bank dunia tahun 1994 (Indonesia Environment and Development ) menunjukkan bahwa kendaraan di Jakarta ( diperkirakan kondisi yang sama terjadi di kota-kota besar lainnya) memberikan kontribusi timbal 100%, PM10 42%, hidrokarbon 89%, nitrogen oksida 64% dan hampir seluruh karbonmonoksida.

Pada tesis Rady (2016) yang berjudul rancang bangun alat ukur particulate matter < 10 µm (PM

10

) berbasis cyclone separator dan particle counter, mengutip menurut Chahaya (2005) menyebutkan bahwa, partikel debu ini juga terutama dihasilkan dari emisi gas buang kendaraan. Sekitar 50% - 60% dari partikel melayang merupakan partikel berdiameter 10 μm atau dikenal dengan PM10.

PM10 ini bersifat sangat mudah terhirup oleh pernapasan sehingga PM10 dikategorikan sebagai Respirable Particulate Matter ( RPM ). Partikel yang bediameter 10 μm terjebak dalam sistem pernapasan bagian atas, sehingga

Universitas Sumatera Utara

(33)

17

menyebabkan gangguan pernapasan yaitu hidung tersumbat dan gatal tenggorokan (Han, 2012 ).

sumber dan distribusi particulate matter 10

Beberapa studi mengenai sumber dan distribusi PM10 menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara ukuran partikel polutan dengan sumbernya.

Partikel yang berdiameter lebih besar dari 10 mikron dihasilkan dari proses-proses mekanis seperti erosi angin, penghancuran dan penyemprotan, dan pelindasan benda-benda oleh kendaraan atau pejalan kaki. Sumber utama PM10 di perkotaan adalah asap kendaraan bermotor. Jenis kendaraan terbanyak pada Terminal Pinang Baris adalah bus AKAP, mini bus AKDP, dan mobil penumpang umum lainnya dimana memiliki jenis asap yang mengandung timbal (timah hitam) sehingga dapat membahayakan kesehatan manusia. Partikel ini dapat terhisap ke dalam sistem pernapasan. Partikel yang berukuran diameter diantara 1 – 10 mikron biasanya termasuk tanah, debu, dan produk-produk pembakaran dari industri lokal. Partikel yang mempunyai diameter antara 0,1 – 1 mikron terutama merupakan produk- produk pembakaran dan aerosol fotokimia (Fardiaz ,1992).

Partikel sebagai pencemar udara mempunyai waktu hidup yaitu pada saat partikel masih melayang-layang sebagai pencemar di udara sebelum jatuh ke bumi. Sedangkan kecepatan pengendapannya tergantung pada ukuran partikel, masa jenis partikel serta arah dan kecepatan angin yang bertiup. Partikel yang sudah mati karena jatuh mengendap di bumi dapat hidup kembali apabila tertiup oleh angin kencang dan melayang-layang lagi di udara (Wardhana, 2004).

Universitas Sumatera Utara

(34)

18

dampak pencemaran particulate matter 10

Pada penelitian Simamora (2012) tentang hubungan kadar particulate matter 10 (pm10) di udara terhadap keluhan gangguan saluran pernapasan pada pekerja industri arang di kecamatan sunggal, telah mengutip Pudjiastuti (2002) bahwa partikel debu dapat menggangu kesehatan manusia seperti timbulnya iritasi pada mata, alergi, gangguan pernapasan dan kanker paru-paru. Efek debu terhadap kesehatan sangat tergantung pada : Solubity (mudah larut), komposisi kimia, konsentrasi debu dan ukuran partikel debu.

Sistem pernapasan mempunyai beberapa sistem pertahanan yang mencegah masuknya partikel-partikel baik berbentuk padat maupun cair, kedalam paru-paru.

Bulu-bulu hidung akan mencegah masuknya partikel-partikel berukuran besar, sedangkan partikel yang berukuran lebih kecil akan dicegah masuk oleh membran mukosa yang terdapat disepanjang sistem pernapasan dan merupakan permukaan tempat partikel menempel.

Menurut Sumakmur (1996) ukuran partikel debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernapasan. Dari hasil penelitian ukuran tersebut dapat mencapai organ target sebagai berikut:

a Partikel debu yang memiliki ukuran 5 µm atau lebih akan jatuh mengikuti gerakan gravitasi dan bila terhirup melalui pernapasan, akan jatuh pada alat pernapasan bagian atas. Efek yang ditimbulkan berupa iritasi yang ditandai dengan gelaja pharyngitis.

b Partikel debu yang berukuran 3-5 µm, partikel debu akan jatuh lebih kearah dalam, yaitu pada saluran pernapasan(bronchus/bronchioles). Hal ini akan

Universitas Sumatera Utara

(35)

19

menyebabkan gangguan fisiologis/pathologis berupa bronchitis, alergi atau asthma. Kondisi ini akan lebih cepat terlihat pada penderita yang sudah memiliki kepekaan.

c Partikel debu yang berukuran 1-3 µm, akan jauh lebih dalam lagi sampai pada alveoli, dimana gerakannya sejalan dengan kecepatan konstan untuk jenis- jenis partikel tertentu. Partikel-partikel tersebut akan menghambat fungsi alveoli sebagai media pertukaran gas zat asam arang, maka dengan melekatnya partikel-partikel ukuran tersebut gas lebih kecil ukurannya dan lebih perlahan jatuhnya.

Partikel debu yang berukuran 0,1-1 µm, karena terlalu ringan tidak dapat menempel pada permukaan alveoli, tetapi mengikuti gerak Brown dan berada dalam bentuk suspense (seperti fume atau smoke).

Menurut Pope yang dikutip oleh Mukono (2008) pada buku yang yang berjudul pencemaran udara dan pengaruhnya terhadap gangguan saluran pernapasan bahwa PM10 merupakan indikator yang baik untuk kelainan saluran pernapasan, karena didapatkannya hubungan yang kuat antara gejala penyakit saluran pernapasan dengan kadar partikel debu.

Menurut Fardiaz (2012), partikel-partikel yang masuk dan tertinggal di dalam paru-paru berbahaya bagi kesehatan karena tiga hal penting, yaitu:

1. Partikel tersebut beracun karena sifat-sifat kimia dan fisiknya.

2. Partikel tersebut bersifat inert (tidak bereaksi) tetapi jika tertinggal di dalam saluran pernapasan dapat mengganggu pembersihan bahan-bahan lain yang berbahaya.

Universitas Sumatera Utara

(36)

20

3. Partikel-partikel tersebut dapat membawa molekul-molekul gas yang berbahaya, baik dengan cara mengabsorbsi atau mengadsorbsi, sehingga molekul- molekul gas tersebut dapat mencapai dan tertinggal di bagian paru- paru yang sensitive.

Tidak ada debu yang benar-benar inert (tidak merusak paru-paru), dan pada konsentrasi tinggi semua debu bersifat merangsang dan menimbulkan reaksi produksi lender yang berlebihan. Debu fibrogenik dapat menimbulkan reaksi paru, yaitu pembentukan jaringan parut (fibrosis). Termasuk dalam golongan debu ini antara lain debu silica bebas, batu bara dan asbes, sedangkan penyakitnya disebut Pneumoconiosis collagen ( Yunus, 1997).

Menurut WHO 1996 ukuran partikel debu yang membahayakan adalah ukuran 0,1-5 atau ukuran 10 mikron. Depkes mengisyaratkan bahwa ukuran partikel debu yang membahayakan berkisar 0,1 sampai 10 mikron.

Pneumokoniosis disebabkan oleh debu mineral membentuk jaringan parut (slicosis, anthrakosilikosis, asbestosis). Gejala penyakit ini berupa sakit paru- paru, namun berbeda dengan penyakit TBC paru.

Partikel debu selain memiliki dampak terhadap kesehatan juga dapat menyebabkan gangguan sebagai berikut:

a. Gangguan estetik dan fisik seperti terganggunya pemandangan dan pelunturan warna bangunan dan pengotoran.

b. Merusak kehidupan tumbuhan yang terjadi akibat adanya penutupan pori-pori tumbuhan sehingga mengganggu jalannya fotosintesis.

c. Merubah iklim global regional maupun internasional

Universitas Sumatera Utara

(37)

21

d. Mengganggu perhubungan/penerbangan yang akhirnya menganggu kegiatan sosial ekonomi di masyarakat (Pudjiastuti, 2002).

Bahan yang dapat menganggu saluran pernapasan (paru) adalah bahan yang mudah menguap dan terhirup saat kita bernapas. Tubuh kita memiliki mekanisme pertahanan untuk mencegah masuknya lebih dalam, bahan yang padat mengganggu system pernapasan akan tetapi bila berlangsung cukup lama, maka sistem tersebut tidak dapat lagi menahan masuknya bahan tersebut ke paru-paru.

Debu, aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleks batuk atau spasme laring (penghentian bernapas), bila zat-zat tersebut masuk ke dalam paru-paru dapat menyebabkan bronchitis kronik, edema paru atau pneumonitis. Para pekerja menjadi toleran terhadap paparan iritan berkadar rendah dengan meningkatkan sekresi mucus, suatu mekanisme yang khas pada bronchitis dan juga terlihat pada perokok tembakau.

efek particulate matter 10 1. Kesehatan Manusia

PM10 dapat terhisap ke dalam sistem pernapasan manusia dan menyebabkan penyakit gangguan pernapasan bagian atas. Partikel yang terhisap ke dalam sistem pernapasan akan disisihkan tergantung dari diameternya. Partikel berukuran besar akan tertahan pada saluran pernapasan atas, sedangkan partikel kecil (inhalable) akan masuk ke paru-paru dan bertahan di dalam tubuh dalam waktu yang lama.

2. Ekosistem dan Lingkungan

Universitas Sumatera Utara

(38)

22

PM10 dapat mencemari lingkungan yang mengakibatkan visibilitas atau jarak pandang menjadi menurun.

3. Hewan

Dampak partikel debu pada hewan pada dasarnya sama seperti dampak yang ditimbulkan pada manusia. Efek toksik yang dapat ditimbulkan pada hewan yaitu penurunan fungsi paru-paru, terhalangnya saluran pernapasan, rusaknya alveoli, dan efek lainnya. Pemaparan partikel debu pada tikus di laboratorium menyebabkan tikus percobaan tersebut menderita kanker paru-paru.

4. Tumbuhan

PM10 jika bergabung dengan uap air atau air hujan akan membentuk kerak yang tebal pada permukaan daun. Lapisan kerak tersebut akan mengganggu proses fotosintesis pada tanaman karena menghambat masuknya sinar matahari dan mencegah pertukaran CO2 dengan atmosfer. Akibatnya pertumbuhan tanaman menjadi terganggu.

5. Material

Pada material, PM10 dapat menyebabkan beberapa dampak negatif yaitu : a. Menyebabkan logam berkarat

b. Merusak struktur tanah dan kendaraan bermotor c. Mengurangi nilai estetika bangunan

udara ambien

Udara ambient adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfer yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsure

Universitas Sumatera Utara

(39)

23

lingkunga hidup lainnya (PP no 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

baku mutu udara ambien

Untuk menghindari terjadinya pencemaran udara di lingkungan ditetapkan baku mutu udara yang dapat dibedakan atas baku mutu udara ambien dan baku mutu udara emisi. Baku mutu udara ambien adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di udara, namun tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh –tumbuhan dan atau benda. Baku mutu udara emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemaran ke udara, sehinga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambient (Fardiaz, 1992).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tangal 26 Mei 1999 Baku Mutu Udara Ambien Nasional, menyatakan bahwa kadar PM10 di udara yang memenuhi syarat adalah tidak melebihi dari 150 μg/Nm3.

3. Saluran Pernapasan

Secara umum pernapasan merupakan peristiwa menghirup atau pergerakan udara dari luar yang mengandung oksigen (O

2

) ke dalam tubuh atau paru – paru serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi ke luar dari tubuh (Syaifudin,1997). Saluran pernapasan merupakan jalur masuk udara ke dalam tubuh. Aliran udara dari bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah serta ke dalam paru – paru melalui sistem saluran yang berawal di rongga mulut dan rongga hidung. Jalur masuk udara ke salruran

Universitas Sumatera Utara

(40)

24

pernapasan terbagi menjadi dua yaitu saluran pernapasan atas dan saluran pernapasan bawah (Mukono, 2008).

Menurut Mukono (2008) yang dituliskan pada buku yang yang berjudul pencemaran udara dan pengaruhnya terhadap gangguan saluran pernapasan, secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernapasan dapat menyebabkan : 1. Iritasi pada saluran pernapasan

2. peningkatan produksi lendir akibat iritasi oleh bahan pencemar sehingga dapat menyebabkan penyempitan saluran pernapasan

3. rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernapasan 4. pembengkakan saluran pernapasan

5. lepasnya silia dan lapisan sel selaput lendir

Universitas Sumatera Utara

(41)

30

6. kesulitan bernapas, sehingga benda asing tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernapasan dan hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan.

Saluran pernapasan atas

Dalam buku berjudul Buku Ajar Farmakoterapi Gangguan Saluran Pernapasan yang dituliskan oleh Syamsudin dan Sesila (2013) menuliskan bahwa saluran pernapasan atas adalah jalur utama pada saat dimulai menarik napas (inspirasi) yaitu hidung, rongga hidung, mulut, tenggorokan (faring), dan kotak suara (laring).

Selanjutnya dalam buku Yekti dan Romiyanti (2016) yang berjudul Penyakit yang Sering Hinggap Pada Anak, mengungkapkan bahwa infeksi saluran pernapasan atas adalah infeksi yang terjadi pada saluran pernapasan bagian atas yang meliputi mulut, hidung, tenggorokan, laring ( kotak suara), dan trakea (batang tenggorokan). Gejala dari infeksi tersebut adalah sakit tenggorokan, beringus (rinorea), batuk, pilek, sakit kepala, mata merah, dan suhu tubuh meningkat selama empat sampai 7 hari lamanya. Terdapat beberapa infeksi saluran pernapasan atas antara lain :

a. Rhinitis atau radang selaput lendir adalah peradangan yang terjadi pada membran mukosa di hidung. Hal ini disebabkan oleh reaksi alergi pada rongga hidung, maka dari itu rinitis juga disebut dengan rinitis alergen. Rinitis memiliki gejala seperti hidung tersumbat; bersin; mengeluarkan air mata; serta pruritus pada mata, telinga, hidung, tenggorokan, dan langit – langit mulut. Sejumlah penelitian melaporkan bahwa penderita gejala – gejala rhinitis alergi ini berpeluang tiga kali lebih tinggi menderita asma.

Universitas Sumatera Utara

(42)

31

b. Tonsilitis merupakan suatu peradangan yang terjadi di tonsil atau amandel yang disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus pyogenes. Umumnya gejala yang dialami seperti, nyeri di tenggorokan ketika menelan, pembekakan dan kemerahan pada tonsil, suara serak, bau napas yang tidak sedap, demam, sakit kepala, dan muntah.

c. Sinusitis

Sinusistis ini biasanya diawali oleh rinitis dan jarang terjadi tanpa rinitis.

Sinusitis biasanya dikategorikan sebagai penyakit akut, karena gejalanya bertahan selama tiga sampai 4 minggu dan kadang – kadang hingga 12 minggu atau lebih. Gejala – gejala tersebut seperti, rongga sinus tersumbat, adanya aliran lendir namun tersembut, rasa sakit, dan peradangan.

d. Ototitis media

Ototitis media didefinisikan sebagai adanya cairan dibagian tengah telinga, karena gejala – gejala penyakit lokal akut atau penyakit sistemik. Gejala khas dari infeksi ini adalah adanya rasa sakit di telinga. Demam adalah jenis gejala tidak spesifik. Seperti penelitian dari Titisari pada tahun 2005 ysng mrngungkapkan bahwa dari 43 orang pasien terdapat 30,2 persen pasien tidak ada riwayat demam, dan 62,8 persen pasien mempunyai riwayat demam selama satu hingga 7 hari, serta 7 persen pasien miliki riwayat demam delapan hingga dua minggu.

e. Faringitis

Faringitis atau radang tenggorokan adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang tenggorokan atau hulu kerongkongan. Radang tenggorokan terbagi

Universitas Sumatera Utara

(43)

32

menjadi tiga, yaitu faringitis akut, subkronik, dan kronik. Secara umum faringitis memiliki gejala seperti, rasa sakit pada tenggorokan, bengkak atau kemerahan pada amandel, sulit untuk menelan, demam, sakit kepala, ruam pada kulit, dan pusing. Salah satu penyebab dari radang tenggorokan ini adalah sering terpaparnya oleh polusi udara (debu, asap rokok, atau sering berada di daerah industri. Maka dari itu perlu dicegah dengan menghindari sumber tersebut salah satunya dengan menggunakan masker yang sesuai dan tepat.

f. Influenza

Influenza adalah infeksi virus pada saluran pernapasan. Batuk biasa dan flu termasuk sindrom yang disebabkan ole infeksi saluran pernapasan. Batuk biasa memiliki gejala awal seperti, sakit kepala, bersin, kedinginan, nyeri tenggorokan.

Gejala ini berkembang cepat dan turun cepat pula setelah satu sampai 2 hari.

Kemudian diikuti gejala belakangan seperti cairan hidung, hidung tersumbat, batuk, dan rasa tidak enak badan. Perkembangan awal bersin dibandingkan dengan batuk pada kasus pilek biasa bisa dijelaskan karena infeksi saluran pernapasan atas berkembang terlebih dahulu disaluran napas atas dan kemudian menyebar kesaluran napas bawah.

Universitas Sumatera Utara

(44)

33

Kerangka Teori Penelitian

Lingkungan Kerja Terminal - Asap kendaraan bermotor - Debu / partikel

- Mikroorganisme (kuman, virus )

Inhalasi Udara

Peradangan Saluran Pernapasan

Peradangan Saluran Pernapasan Atas

Peradangan

Saluran Pernapasan Bawah Karakteristik Pekerja

- Umur

- Jenis Kelamin - Masa kerja - Lama paparan - Kebiasaan Merokok - Penggunaan APD

Paparan Kadar Perticulate Matter 10 (PM10) pada tiga titik di Terminal Pinang Baris

- Sesak Napas - Batuk - Pilek

- Nyeri tenggorokan

Gambar 1. Kerangka Teori

Universitas Sumatera Utara

(45)

34

Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2. Kerangka Konsep Paparan Kadar Perticulate Matter 10 (PM10) pada tiga titik di Terminal Pinang Baris

Karakteristik Pekerja - Umur

- Jenis Kelamin - Masa kerja - Lama paparan - Kebiasaan Merokok - Penggunaan APD

Gangguan Pernapasan Atas - Sesak Napas

- Batuk - Pilek

- Nyeri tenggorokan

Universitas Sumatera Utara

(46)

33

Metode Penelitian Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menganalisis paparan kadar particulate matter 10 (PM10) dan gangguan pernapasan pada petugas kementerian perhubungan di terminal pinang baris 2020.

Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Terminal Terpadu Pinang Baris Kecamatan Medan Sunggal yang merupakan pintu masuk Kota Medan dari sebelah barat yang dijadikan sebagai tempat keberangkatan dan pemberhentian bus dan angkutan umum sehingga dapat dipastikan terminal tersebut memiliki lingkungan kerja yang berbahaya karena berisiko terhadap kesehatan pekerja.

Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2020 sampai Oktober 2020

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian adalah seluruh Petugas Kementerian Perhubungan yang Bekerja di Terminal Terpadu Pinang Baris yang berjumlah 33 orang. Dari populasi 33 petugas, sampel yang diambil dengan menggunakan total sampling yang berarti bahwa sampel merupakan seluruh populasi yang ada.

Universitas Sumatera Utara

(47)

43

Variabel dan Definisi Operasional

1. Particulate Matter 10 (PM10) adalah partikel debu yang berukuran <10 mikron.

2. Petugas Kementerian Perhubungan Pinang Baris adalah pekerja yang bertugas mengatur lalu lintas kendaraan bermotor Antar Kota Antar Provinsi (AKAP), Antar Kota dan Antar Provisni yang hendak masuk/ keluar Terminal Pinang Baris setelah melakukan pencatatan/ administrasi.

3. Kadar debu Particulate Matter 10 (PM10) di udara ambien adalah kadar PM10 dalam udara ambien yang di ukur dengan menggunakan TSI DustTrak DRX Particulate Monitor Model 8533 Desktop.

4. Umur adalah lama waktu hidup responden yang di hitung sejak tahun kelahiran sampai batas waktu ulang tahun terakhir pada saat penelitian dilakukan.

5. Jenis kelamin adalah identitas pekerja, dengan kriteria : (a) Laki – Laki, (b) Perempuan.

6. Masa kerja adalah lamanya responden sebagai petugas kementerian perhubungan.

7. Lama paparan lamanya responden terpapar dengan Particulate Matter 10 (PM10) di tempat kerja dalam satu hari, dengan kriteria : (a) >8 jam, (b) ≤8 jam.

8. Kebiasaan merokok adalah kebiasaan responden dalam hal merokok dan rata- rata jumlah rokok yang di hisap setiap harinya.

9. Penggunaan alat pelindung diri (APD) adalah kebiasaan responden sewaktu bekerja berupa masker pada saat bekerja.

Universitas Sumatera Utara

(48)

44

10. Gangguan pernapasan Atas adalah Gangguan berdasarkan keluhan pada saluran pernapasan mulai dari hidung hingga laring yang berupa sesak napas, batuk baik kering maupun berdahak, pilek, dan nyeri tenggorokan.

11. Memenuhi syarat adalah konsentrasi debu masih berada di bawah baku mutu udara ambien, berdasarkan PP RI nomor 41 Tahun 1999 yaitu ≤ 150 µg/Nm

3

. 12. Tidak memenui syarat adalah konsentrasi debu berada di atas baku mutu udara

ambien, berdasarkan PP RI nomor 41 Tahun 1999 yaitu > 150 µg/Nm

3

.

Metode Pengumpulan Data Data Primer

1. Data hasil pengukuran kadar PM10 di udara ambien yang diperoleh langsung dari pengukuran yang dilakukan bersama pihak Balai Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kota Medan.

2. Melakukan wawancara menggunakan kuesioner kepada Pekerja Kementerian Perhubungan di Terminal Terpadu Pinang Baris Kecamatan Medan Sunggal.

Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Balai Pengelola Transportasi Darat Wilayah II Provinsi Sumatera Utara dan dibantu oleh pekerja Kementerian Perhubungan Pinang Baris yaitu data deskriptif wilayah Terminal Terpadu Pinang Baris, data jumlah petugas Kementerian Perhubungan Pinang Baris. Data juga diperoleh dari perpustakaan serta literatur – literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

(49)

45

Metode Pengukuran

Metode pengukuran adalah mengukur konsentrasi Perticulate Matter 10 dan mengenali keluhan gangguan pernapasan atas berdasarkan pada karakteristik petugas Kementerian Perhubungan di Terminal Pinang Baris. Untuk dapat mengetahuinya dilakukan pengukuran dengan menggunakan alat ukur TSI DustTrak DRX Particulate Monitor Model 8533 Desktop serta wawancara dengan menggunakan kuesioner mengenai keluhan gangguan pernapasan atas.

Karakteristik responden terdiri dari umur, jenis kelamin, masa kerja, lama paparan. Jawaban responden akan diolah dan disajikan secara distribusi oleh peneliti.

Konsentrasi Paparan Perticulate Matter 10

Konsentrasi Particulate Matter 10 (PM10) dapat diukur menggunakan TSI DustTrak DRX Particulate Monitor Model 8533 Desktop. Pada masing – masing titik pengukuran yaitu sekitar lokasi pintu kelua, sekitar lokasi pintu masuk, dan persimpangan jalan raya Terminal Pinang Baris akan diukur selama satu jam.

Adapun prosedur pengukuran PM10 yang dapat dijadikan sebagai panduan kita untuk mencapai hasil yang maksimal. Prosedur – prosedur pelaksanaan pengukuran PM10 adalah :

1. Pengukuran PM10 dilakukan oleh Balai Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kota Medan.

2. Pengukuran PM10 dilakukan pada 3 titik yaitu :

a Pos 1 sebagai titik 1 yang merupakan tempat yang berdekatan dengan lokasi pintu keluar terminal dan di tempat ini terdapat petugas

Universitas Sumatera Utara

(50)

46

Kementerian Perhubungan yang bekerja disekitar lokasi tersebut serta di tempat ini juga banyak orang yang menunggu angkutan mereka.

b Pos 2 sebagai titik 2 yang merupakan tempat yang berdekatan dengan lokasi pintu masuk terminal dan di tempat ini terdapat petugas Kementerian Perhubungan yang bekerja disekitar lokasi tersebut.

c Pos 3 sebagai titik 3 yang merupakan jalan raya tempat kendaraan berlalu lalang sekitaran terminal. Di tempat ini Petugas Kementerian Perhubungan melakukan tugasnya yaitu menertibkan dan mengatur bus – bus serta angkutan yang berada di persimpangan jalan.

3. Pengukuran PM10 dilakukan dengan metode Direct Reading menggunakan alat TSI DustTrak DRX Particulate Monitor Model 8533 Desktop yang merupakan alat yang digunakan untuk mengukur konsentrasi debu yang salah satu contohnya adalan particulate matter 10 yang dapat diaplikasikan pada industrial workplace, ruang kantor, hingga udara luar ruangan dan area konstruksi.

Prinsip kerja alat ini adalah pengambilan contoh uji selama satu jam dengan cara : (1) susun peralatan pengambilan contoh uji, (2) hidupkan pompa penghisap udara dan atur kecepatan alir 0.5 l/menit sampai 1 l/menit. Setelah stabil catat laju air awal F1, (3) lakukan pengambilan contoh uji selama satu jam dan catat temperatur dan tekanan udara, (4) setelah satu jam, catat laju alir akhir F2 dan kemudian matikan pompa penghisap udara, dan (5) diamkan selama sepuluh menit setelah pengambilan contoh uji untuk menghilangkan pengganggu.

Universitas Sumatera Utara

(51)

47

Gambar 3. Alat ukur DustTrak Model 8533

Gangguan Pernapasan Atas

Untuk mengetahui adanya gangguan pernapasan atas, dilihat berdasarkan jenis keluhan pernapasan atas (sesak napas, batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan ) yang dirasakan responden dan dilakukan menggunakan kuesioner. Pada gangguan pernapasan atas dilihat apabila pada saat pengambilan data responden mengatakan keluhan pernapasan atas (batuk, sesak napas, pilek, dan nyeri tenggorokan).

. Penilaian ini berdasarkan beberapa penelitian seperti pada laporan yang dikumpulkan oleh WHO (2003) berjudul Health Aspects of Air Pollution with Particulate Matter, Ozone, and Nitrogen Dioxide diketahui Ackermann-Liebrich dan Zemp, dkk melakukan penelitian pada 8 komunitas dewasa Swiss dan menemukan bahwa batuk kronis, dahak kronis, dan sesak nafas merupakan efek paparan jangka panjang terhadap TPS, PM10, dan NO

2

.

Penelitian skripsi Yolanda Mutiara (2016) yang berjudul Hubungan Konsentrasi PM10 dan Karakteristik Pekerja Terhadap Keluhan Subjektif Gangguan Pernapasan Akut pada Petugas di area Basement Parkir Mal Blok M dan Points Square menemukan hasil bahwa terdapat (59,5%) petugas memiliki keluhan batuk baik berdahak ataupun kering, juga mendapatkan (66,7%) petugas memiliki

Universitas Sumatera Utara

(52)

48

keluhan pilek/ hidung tersumbat, (61,9%) petugas mengeluhkan sesak nafas, dan (21%) petugas mengeluhkan keluarnya cairan dari teling tanpa rasa sakit.

Pada Jurnal Kesehatan Masyarakat yang di teliti oleh Asri Wulandari, dkk (2016) berjudul Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Pajanan Particulate Matter (PM10) pada Pedagang Kaki Lima Akibat Aktivitas Transportasi mendapatkan bahwa keluhan batuk (43%), sesak nafas (34%), nyeri dada (17%) merupakan gejala potensial yang dapat dialami seseorang apabila terpapar PM10 terutama dalam waktu yang cukup lama.

Metode Analisi Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian dinarasikan. Hasil pengukuran kadar Particulate Matter 10 (PM10) tersebut kemudian dibandingkan dengan baku mutu udara ambien menurut PP RI No. 41 Tahun 1999 dan melakukan wawancara terhadap para pekerja Kementerian Perhubungan tentang keluhan kesehatan pernapasan atas dengan menggunakan kuesioner kemudian dibandingkan dengan karakteristik responden.

Universitas Sumatera Utara

Gambar

Gambar 1. Kerangka Teori
Gambar 2. Kerangka Konsep  Paparan Kadar Perticulate  Matter 10 (PM10) pada tiga  titik di Terminal Pinang Baris
Gambar 3. Alat ukur DustTrak Model 8533
Gambar 4. Pengukuran PM10 Di Udara Terminal Pinang Baris

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Kadar Karbon Monoksida Dalam Darah (COHb) dengan Kelelahan Kerja pada Petugas Kementerian Perhubungan Terminal Tirtonadi Surakarta.. Latar Belakang: Emisi