• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1.1 Kajian Teori

1.1.1 Cooperatif learning

Roger, dkk. dalam Miftahul Huda ( 2013 ) menyatakan cooperative learning is group learning activity organized in such a way that learning is based on the socially structured change of information between learners in group in which each learner is held accountable for is or her own learning and is motivated to increase the learning of others ( pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial diantara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.

Parker dalam Miftahul Huda ( 2013 ) mendefinisikan kelompok kecil kooperatif sebagai suasana pembelajaran dimana para siswa saling berinteraksi dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengerjakan tugas akademik demi mencapai tujuan bersama. Sementara itu, Davidson Miftahul Huda ( 2013 )mendefinisikan pembelajaran kooperatif secara terminologis dan perbedaannya dengan pembelajaran koolaboratif. Menurutnya, pembelajaran kooperatif merupakan suatu konsep yang sebenarnya sudah ada sejak dulu dalam kehidupan sehari-hari. Konsep ini dikenal sangat penting untuk meningkatkan kinerja kelompok, organisasi, dan perkumpulan manusia.

(2)

didefinisikan sebagai pembentukan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari siswa-siswa yang dituntut untuk bekerja sama, tanggung jawab dan saling meningkatkan pembelajarannya dan pembelajaran siswa-siswa lain.

Menurut Artz dan Newman dalam Miftahul Huda (2013) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai small group of leaners working together as a team to solve a problem, complete a task, or accomplish a common goal ( kelompok kecil pembelajar/ siswa yang bekerja sama dalam satu tim untuk mengatasi suatu masalah, menyelesaikan sebuah tugas, atau mencapai satu tujuan bersama )

Menurut Slavin (2005), dalam metode pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru.

Menurut Jhonson and Jhonson dalam Anita Lie (2004), suasana belajar cooperative learning menghasilkan prestasi yang lebih tinggi, hubungan yang lebih positif, dan penyesuaian psikologis yang lebih baik daripada suasana belajar yang penuh dengan persaingan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah interaksi yang terjadi dalam kelompok-kelompok kecil beranggotakan empat orang yang didalamnya terdapat suatu tujuan bersama untuk mengatasi masalah, menyelesaikan sebuah tugas, berdiskusi dimana setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan meningkatkan pembelajaran kelompok-kelompok lain sehingga menghasilkan prestasi yang tinggi dan hubungan yang lebih positif.

1.1.2 Metode Snowball Throwing 1.1.2.1 Pengertian Metode

(3)

cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.

Sagala (2003) dalam Mawardi (2011), metode adalah cara yang digunakan oleh guru atau siswa dalam mengolah informasi yang berupa fakta, data, dan konsep dalam proses pembelajaran yang mungkin terjadi dalam suatu strategi.

Sudjana ( 2011 ), metode mengajar ialah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pembelajaran. Oleh karena itu peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan proses mengajar dan belajar. Dengan metode ini diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan kegiatan belajar guru. Dengan kata lain terciptalah interaksi edukatif. Dalam interaksi ini guru berperan sebagai penggerak atau pembimbing, sedangkan siswa berperan sebagai penerima atau yang dibimbing. Proses interaksi ini akan berjalan baik kalau siswa banyak aktif dibandingkan dengan guru. Oleh karenanya metode mengajar yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar siswa.

Jadi berdasarkan pengertian di atas, yang dimaksud dengan metode adalah cara/ teknik yang digunakan untuk mengolah informasi yang berupa fakta, data, dan konsep sehingga mencapai suatu kegiatan yang diharapkan. Metode mengajar adalah teknik atau cara yng digunakan oleh guru untuk mempermudah siswa menerima proses pembelajaran/transfer pengetahuan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan siswa

Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah snowball throwing. Guru memilih metode tersebut dengan pertimbangan bahwa tidak memerlukan banyak biaya, mendorong siswa untuk aktif dan sesuai dengan tujuan pembelajaran, dan mudah di bawa ke dalam kelas sebagai alat pembelajaran.

1.1.2.2 Fungsi Metode Pembelajaran

(4)

Dalam konteks lain, metode dapat merupakan sarana untuk menemukan, menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan suatu disiplin ilmu. Dari dua pendekatan ini, dapat dilihat bahwa intinya metode berfungsi mengantarkan suatu tujuan kepada objek sasaran dengan cara yang sesuai dengan perkembangan objek sasaran tersebut.

Metode dapat digunakan sebagai saluran penyampaian materi pelajaran. Oleh karenanya terdapat prinsip umum dalam memfungsikan metode, yaitu: prinsip agar pengajaran dapat di sampaikan dalam suasana menyenangkan, menggembirakan, penuh dorongan, dan motivasi, sehingga materi pembelajaran itu dapat diberikan.

1.1.2.3 Snowball Throwing

Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran, guru harus memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkan dan memahami berbagai motode pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang.

Salah satu pendekatan pembelajaran yang diduga mampu mewujudkan situasi pembelajaran yang kondusif, aktif, kreatif, dan menyenangkan adalah menggunakan motode “ Snowball Throwing”. Snowball artinya bola salju sedangkan throwing artinya melempar. Jadi Snowball Throwing adalah “pelemparan bola salju”, (Asrori, 2010 : 1).

Snowball Throwing adalah paradigma pembelajaran efektif yang merupakan rekomendasi UNESCO, yakni: belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be) (Depdiknas, 2001:5).

(5)

pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh (Kisworo, dalam Mukhtari, 2010: 6).

Metode Pembelajaran Snowball Throwing adalah suatu tipe metode pembelajaran kooperatif. Metode pembelajaran ini menggali potensi kepemimpinan murid dalam kelompok dan keterampilan membuat-menjawab pertanyaan yang di padukan melalui permainan imajinatif membentuk dan melempar bola salju (Komalasari: 2010).

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Snowball Throwing merupakan metode pembelajaran yang menitikberatkan pada kemampuan merumuskan pertanyaan yang dikemas dalam sebuah permainan yang menarik yaitu saling melemparkan bola salju (Snowball Throwing) yang berisi pertanyaan kepada sesama teman. Metode yang dikemas dalam sebuah permainan ini membutuhkan kemampuan yang sangat sederhana yang bisa dilakukan oleh hampir semua siswa dalam mengemukakan pertanyaan sesuai dengan materi yang dipelajarinya.

Prinsip pembelajaran dengan metode Snowball Throwing termuat di dalam prinsip pendekatan kooperatif yang didasarkan pada lima prinsip yaitu :

1. Prinsip belajar siswa aktif (student active learning). 2. Belajar kerjasama (cooperative learning).

3. Pembelajaran partisipatorik.

4. Mengajar reaktif (reactive teaching), dan pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning).

(6)

kepada siswa lain. Siswa yang mendapat bola kertas lalu membuka dan menjawab pertanyaannya (Widodo, 2009: 1).

Di dalam motode pembelajaran Snowball Throwing strategi memperoleh dan pendalaman pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan tersebut ( Tunggal, 2011 : 17).

Kesimpulan dari uraian diatas mengenai tujuan pembelajaran dengan menggunakan metode Snowball Throwing adalah untuk meningkatkan keberanian siswa dalam menyusun pertanyaan dan bertanya dengan tuntunan pertanyaan yang diberikan oleh teman ataupun guru.

Menurut Suprijono (2009:128) dan (Suyatno 2009:125), langkah-langkah metode pembelajaran snowball throwing adalah sebagai berikut.

1) Guru menyampaikan materi yang akan disajikan,

2) Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi,

3) Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya,

4) Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kerja untuk menuliskan pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok,

5) Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama kurang lebih 15 menit,

6) Setelah siswa mendapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian,

7) Guru memberikan kesimpulan, 8) Evaluasi,

9) Penutup.

Jadi kesimpulan langkah-langkah metode Snowball Throwing yaitu:

1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan pengantar materi yang akan disajikan,

(7)

3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya, 4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk

menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok,

5. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain,

6. Setiap siswa akan mendapat satu bola kertas yang berisi pertanyaan. Siswa tersebut diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian,

7. Guru mengadakan evaluasi tentang materi yang baru saja dijelaskan, 8. Guru menutup pelajaran.

- Kelebihan metode pembelajaran Snowball Throwing

1. Melatih kesiapan siswa dalam merumuskan pertanyaan dengan bersumber pada materi yang diajarkan serta saling memberikan pengetahuan.

2. Siswa lebih memahami dan mengerti secara mendalam tentang materi pelajaran yang dipelajari. Hal ini disebabkan karena siswa mendapat penjelasan dari teman sebaya yang secara khusus disiapkan oleh guru serta mengerahkan penglihatan, pendengaran, menulis dan berbicara mengenai materi yang didiskusikan dalam kelompok.

3. Dapat melatih siswa berpikir kritis dalam menyusun pertanyaan.

4. Melatih keberanian siswa dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya dengan baik.

5. Merangsang siswa mengemukakan pertanyaan sesuai dengan topik yang sedang dibicarakan dalam pelajaran tersebut.

6. Dapat mengurangi rasa takut siswa dalam bertanya kepada teman maupun guru.

(8)

8. Siswa akan memahami makna tanggung jawab.

9. Siswa akan lebih bisa menerima keragaman atau heterogenitas suku, sosial, budaya, bakat dan intelegensi.

10. Siswa akan terus termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya. - Kelemahan pembelajaran dengan model Snowball Throwing

1) Pengetahuan tidak luas hanya berkutat pada pengetahuan yang diketahui oleh siswa, hal tersebut terjadi karena pertanyaan yang diajukan siswa tidak jauh dari materi yang diberikan oleh guru.

2) Terciptanya suasana kelas yang kurang kondusif .

3) Adanya siswa yang bergantung pada siswa lain dalam kelompoknya, pembelajaran berjalan tidak efektif.

4) Ketua kelompok yang tidak mampu menjelaskan dengan baik tentu menjadi penghambat bagi anggota lain untuk memahami materi sehingga diperlukan waktu yang tidak sedikit untuk siswa mendiskusikan materi pelajaran. 5) Tidak ada kuis individu maupun penghargaan kelompok sehingga siswa

saat berkelompok kurang termotivasi untuk bekerja sama tetapi tidak menutup kemungkinan bagi guru untuk menambahkan pemberiaan kuis individu dan penghargaan kelompok.

6) Memerlukan waktu yang panjang.

7) Murid yang nakal cenderung untuk berbuat onar.

8) Kelas sering kali gaduh karena kelompok dibuat oleh murid.

Kelemahan dalam penggunaan metode tersebut juga dapat tertutupi dengan cara sebagai berikut.

1) Guru menerangkan terlebih dahulu materi yang akan didemontrasikan secara singkat dan jelas disertai dengan aplikasinya.

2) Mengoptimalisasi waktu dengan cara memberi batasan dalam pembuatan kelompok dan pembuatan pertanyaan.

(9)

4) Memisahkan kelompok anak yang dianggap sering membuat gaduh dalam kelompok yang berbeda.

1.1.3 Hasil Belajar 1.1.3.1 Hakekat Belajar

Belajar menurut Slameto ( 2010 ) adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Jenis-jenis belajar menurut Slameto ( 2010 ) adalah sebagai berikut : 1. Belajar bagian

Dalam hal ini individu memecah seluruh materi pelajaran menjadi bagian-bagian yang satu sama lain berdiri sendiri.

2. Belajar dengan wawasan

Konsep ini diperkanalkan oleh W. Kohler, salah seorang tokoh psikologi Gestalt pada permulaan tahun 1971. Sebagai suatu konsep, wawasan ini merupakan pokok utama dalam pembicaraan psikologi belajar dan proses berpikir.

3. Belajar diskriminatif

Belajar diskriminatif diartikan sebagai suatu usaha untuk memilih beberapa sifat situasi dan kemudian menjadikannya sebagai pedoman dalam bertingkah laku.

4. Belajar global

Bahan pelajaran dipelajari secara keseluruhan berulang sampai pelajar menguasainya.

5. Belajar insidental

(10)

6. Belajar instrumental

Pada belajar instrumental, reaksi-reaksi seseorang siswa yang diperlihatkan diikuti oleh tanda-tanda yang mengarah pada apakah siswa tersebut akan mendapat hadiah, hukuman, berhasil, atau gagal. 7. Belajar intensional

Belajar dalam arah tujuan, merupakan lawan dari belajar insidental. 8. Belajar laten

Dalam belajar laten, perubahan-perubahan tingkah laku yang terlihat tidak terjadi secara segera, dan karena itu disebut laten.

9. Belajar mental

Perubahan kemungkinan tingkah laku yang terjadi disini tidak nyata terlihat, melainkan hanya berupa perubahan proses kognitif karena ada bahan yang dipelajari.

10. Belajar produktif

Belajar disebut produktif bila individu mampu mentransfer prinsip menyelesaikan satu persoalan dalam satu situasi ke situasi lain.

11. Belajar verbal

Belajar verbal adalah belajar mengenai materi verbal dengan melalui ingatan dan latihan.

Teori belajar menurut Bruner dalam Slameto (2010 ) adalah belajar tidak untuk mengubah tingkah laku seseorang tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah.

Prinsip-prinsip belajar menurut Slameto ( 2010 ) ada 2 adalah sebagai berikut: a. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar

(11)

2. Belajar harus dapat menimbulkan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional.

3. Belajar perlu lingkungan yang menantang di mana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif.

4. Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya. b. Sesuai hakikat belajar

1. Belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya.

2. Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi, dan discovery. 3. Belajar adalah proses kontinguitas sehingga mendapatkan pengertian

yang diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan response yang diharapkan.

c. Sesuai materi yang harus dipelajari

1. Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya.

2. Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya.

d. Syarat keberhasilan belajar

1. Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan tenang.

2. Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian/ keterampilan/ sikap itu mendalam pada siswa.

(12)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak tahu menjadi tahu yang melibatkan pengalaman dan interaksi dengan lingkungan sehingga merupakan proses kontinyu. Oleh karena itu, seseorang dikatakan belajar apabila dalam diri orang tersebut terjadi perubahan tingkah laku hasil atau akibat dari upaya-upaya atau latihan yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan. Perubahan tingkah laku dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubahnya pengetahuan, sikap, percakapan, kebiasaan, dan lain-lain.

2.1.3.2 Hasil Belajar

Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar dalam pembelajaran di kelas, seorang guru harus mengetahui hasil belajar setiap siswa. Definisi belajar menurut Sadiman AM (2009), hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Pengertian hasil belajar menurut Sumarso (2009) adalah segala sesuatu yang diperoleh, dikuasai atau merupakan hasil proses belajar mengajar. Pengertian hasil belajar menurut Nana Sudjana (2005) adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley dalam Nana Sudjana (2005) membagi 3 macam hasil belajar, yakni keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum.

(13)

dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan social. Ranah afektif terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Hasil belajar ini sebenarnya lanjutan dari hasil belajar afektif yang baru tampak dalam kecenderungan-kecenderungan untuk berperilaku. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perceptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretative.

Contoh hasil belajar dalam ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1

Hasil Belajar Dalam Ranah Kognitif, Afektif, Dan Psikomotoris

Hasil belajar kognitif Hasil belajar afektif Hasil belajar psikomotoris  Penguasaan materi  Pemahaman konsep  Kemauan untuk menerima pelajaran dari guru  Perhatian siswa terhadap penjelasan guru  Hasrat untuk bertanya pada guru  Kemauan untuk

mempelajari bahan pelajaran lebih lanjut

 Senang terhadap guru dan mata pelajaran yang diberikan  Segera memasuki kelasdan mempersiapkan kebutuhan belajar  Mencatat bahan

pelajaran dengan baik  Mengangkat tangan dan

bertanya kepada guru mengenai materi yang belum jelas

 Ke perpustakaan untuk belajar

(14)

Ketiga hasil belajar yang telah dijelaskan diatas penting diketahui oleh guru dalam rangka merumuskan tujuan pembelajaran dan menyusun alat-alat penilaian, baik melalui tes atau bukan tes.

Berdasarkan ketiga pendapat dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang didapat melalui pengalaman belajar setelah mengalami aktivitas belajar. Kemudian mengartikan hal-hal yang mereka dapatkan, membuat kesimpulan atau rangkuman dan dapat menjelaskan dengan kata-kata atau bahasa siswa sendiri.

Adapun faktor yang mempengaruhi dalam hasil belajar menurut sumarso (2009) adalah :

a. Faktor internal ( dalam diri siswa ) yakni keadaan/ kondisi jasmani (fisiologis) dan rohani (aspek psikologis) seperti tingkat kecerdasan/ intelegensi siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa, motivasi siswa. Contoh : siswa yang sehat dan tidak memiliki penyakit kronis.

b. Faktor eksternal ( faktor luar dari siswa ), yakni kondisi lingkungan di sekitar diri siswa yang terdiri dari dua macam yakni : faktor lingkungan sosial dan lingkungan non sosial. Contoh : lingkungan rumah yang aman dan nyaman. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan oleh Sumarso (2009) dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan eksternal sehingga hasil belajar kurang sesuai dengan yang diharapkan oleh guru maupun siswa itu sendiri.

2.1.4 Mata Pelajaran IPA 2.1.4.1 Hakikat IPA

(15)

ilmiah, Usman Samatowa dalam Sinta Rahadi (2012). Pendidikan IPA adalah lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakna fakta. IPA merupakan kumpulan pengetahuan dan juga proses. Pembelajaran IPA di sekolah diharapkan memberi berbagai pengalaman pada anak yang mengijinkan mereka melakukan berbagai penelusuran ilmiah yang relevan Agus. S. (Khalimah, 2010).

Secara sistematis, Ilmu Pengetahuan Alam berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di salam kehidupan sehari-hari. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan pengertian IPA , IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang terdapat di alam, baik itu zat yang terkandung atau gejala yang terdapat di alam.

2.1.4.2 Tujuan pembelajaran IPA

Menurut Dede Awan dalam Sinta Rahadi (2012) tujuan pengajaran IPA adalah untuk memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan pengetahuan sehari-hari, memiliki ketrampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan gagasan alam sekitar, mempunyai minat untuk mengenal dan mempelajari benda-benda serta kejadian di lingkungan sekitar, bekerja sama dan mandiri, mampu menerapkan berbagai konsep IPA, mampu menggunakan teknologi sederhana, mengenal dan memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar.

2.2 Penelitian yang Relevan

(16)

dalam mata pelajaran kewarganegaraan. Penelitian ini disimpulkan bahwa upaya meningkatkan motivasi siswa bertanya melalui metode snowball throwing dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan ternyata sungguh dapat meningkatkan kesiapan siswa dalam menerima materi, ketrampilan siswa dalam bertanya dan menjawab dan keaktifan siswa meningkat.

Penelitian yang lain dilakukan oleh Diyan Tunggal Safitri, S. Pd (2011) dengan judul “Metode Pembelajaran Snowball Throwing Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan langkah-langkah pembelajaran melalui metode snowball throwing yang dapat meningkatkan hasil belajar Matematika pada materi bangun ruang sisi datar. Sehingga nantinya dapat dilihat sejauh mana pembelajaran menggunakan metode Snowball Throwing ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil evaluasi di akhir siklus. Dari siklus I yang mencapai taraf ketuntasan klasikal 66,7% meningkat menjadi 97,4%. Jika dilihat dari hasil pengamatan kegiatan pembelajaran siswa siklus I adalah 77,5% sedangkan siklus II 87,5%. Dan hasil observasi terhadap kegiatan guru selama proses pembelajaran juga menunjukkan peningkatan dari 77% di siklus I menjadi 95,8% pada siklus II. Hal ini membuktikan bahwa metode pembelajaran Snowball Throwing dapat meningkatkan hasil belajar.

(17)

dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa seiring meningkatkan hasil belajar siswa tersebut.Perolehan tes hasil belajar siklusI dan II berturut-turut 67,18 dan 75,39. Berdasarkan hasil belajar siswa pada siklus I menunjukkan siswa yang tuntas sebanyak 13 orang (54,17%)dan siklus II sebanyak 21orang(87,50%). Jadi, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran snowball throwing dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa yang berdampak pada meningkatnya hasil belajar siswa.

2.3 Kerangka Pikir

Interaksi antara guru dan siswa saat pembelajaran akan berhasil jika menggunakan metode pembelajaran yang tepat. Snowball throwing merupakan metode pembelajaran yang menarik sekaligus efektif untuk pembelajaran karena metode ini dapat melatih kesiapan siswa untuk menerima materi atau tanggap menerima pesan dari orang lain, melatih siswa berpikir kritis dalam menyusun pertanyaan, melatih keberanian siswa untuk mengemukakan jawabannya, dan melatih siswa untuk aktif dalam bertanya dan menjawab, serta melibatkan aktivitas fisik yaitu dengan melempar-lempar bola yang membuat siswa merasa senang.

Berdasarkan uraian di atas, dapat di tarik kesimpulan apabila siswa merasa senang dan tertarik dengan metode snowball throwing, maka siswa pastinya juga akan paham dengan materi yang disampaikan sehingga hasil belajar siswa meningkat.

2.4 Hipotesis Tindakan

Hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban penelitian sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. (Suharsimi Arikunto, 1992:62) dalam Yayah Fatmiyati (2007)

Referensi

Dokumen terkait

Daftar ini BUK AN m erupakan alokasi DYS final mas ing-masing perguruan tinggi, namun data dosen yang e ligible untuk diikutsertakan dalam serdos tahun 2015 sesuai dengan hasil

PELUANG PENGEMBANGAN MOCAF SEBAGAI SUBSTITUSI TERIGU Pengolahan aneka umbi menjadi tepung merupakan pilihan terbaik karena: (1) penggu- naannya praktis sehingga dapat langsung

Perubahan ketinggian yang semakin besar mengindikasikan bahwa medan gravitasi tidak konstan, kemudian perubahan jarak horisontal semakin kecil mengindikasikan bahwa gesekan

Selain itu kajian yang menggunakan kaedah ini memberi satu peluang perluahan yang begitu baik terhadap masalah yang dihadapi oleh pelajar dengan hanya melakukan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasannya penelitian dapat disimpulkan bahwa; (1) Ada hubungan positif yang signifikan antara kreativitas siswa dengan

Alasan lain leverage tidak berpengaruh terhadap Intellectual Capital Disclosure (ICD) dapat dikarenakan manajemen ingin kinerjanya dinilai baik, sehingga terkadang

Dalam penulisan ilmiah ini penulis membuat suatu sistem yang dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman Microsoft Visual Basic 6.0, berbasis sistem operasi Windows 98, dengan

Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) guru SMP Muhammadiyah 1 Sukoharjo belum siap dalam melaksakan penilaian kinerja, (2) dalam pembuatan instrumen guru masih kebingungan