• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TELAAH PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TELAAH PUSTAKA"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1 Pengertian Bank

Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tantang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (Pasal 1 ayat 1).

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/ atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak ( Pasal 1 ayat 2).

Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. ( Pasal 1 ayat 3 ).

2.2 Pengertian Bank Syariah

Bank Syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank syariah merupakan lembaga keuangan perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadist Nabi SAW. Dengan kata lain Bank Umum Syariah adalah bank yang melakukan kegiatan usaha atau beroperasi berdasarkan prinsip syariah dan tidak mengandalkan pada bunga dalam memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran (Muhammad, 2005: 13).

(2)

2.3 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional

Untuk mengetahui perbadaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional, berikut ini akan dijelaskan dalam bentuk tabel.

Tabel 2.1

Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional

BANK SYARIAH BANK KONVENSIONAL

1. Berdasarkan margin keuntungan 2. Profit dan falah oriented

3. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan

4. User of real funds

5. Melakukan investasi yang halal saja

6. Penyerahan/penyaluran dana harus sesuai pendapat Dewan Pengawas Syariah

1. Memakai perangkat bunga atau bagi hasil

2. Profit oriented

3. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk debitur-kreditur 4. Reator of money supply

5. Investasi yang halal dan haram

6. Tidak terdapat dewan sejenis ini.

Sumber : Buku

(3)

2.4 Dasar Hukum Bank Syariah

Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang merupakan sumber hukum yang utama bagi pegaturan kehidupan perbankan Islam di Indonesia. Ketentuan-ketentuan mengenai Bank Umum Syariah (BUS) yang di atur oleh Undang-Undang telah memperoleh peraturan pelaksanaan berupa Surat Keputusan Direksi Bank Indoesia No.32/34/KEP/DIR tentang Bank Umum berdasarkan prinsip syariah pada tanggal 12 Mei 1999.

Bank Umum Syariah hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usahanya setelah mendapat izin Direksi Bank Indonesia. Sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Ayat (1) dari Sk Direksi BI, bank umum syariah yang telah mendapat izin usaha dari Direksi Bank Indonesia wajib melakukan kegiatan usaha selambat- lambatnya 60 hari terhitung sejak tanggal izin usaha di keluarkan. Untuk dapat mendirikan suatu BUS jumlah modal disetor sekurang-kurangnya sebesar RP.3.000.000.000.000 (3 triliun rupiah), sebagaimana ditentukan oleh pasal 4 ayat (1) SK DIR Bank Indonesia 32/34/1999.

Bank Umum yang telah diberi izin oleh Bank indonesia khusus untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dilarang melakukan kegiatan usaha perbankan secara konvensional. Dengan kata lain tidak dimungkinkan suatu bank BUS dikonversi menjadi suatu bank konvensional.

Namun tidak demikian halnya dengan bank umum konvensional, menurut ketentuan pasal 6 huruf m Undang-undang No. 10 tahun 1998 dan penjelasannya,

(4)

suatu bank umum melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat juga melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.

2.5 Kegiatan Usaha Bank Syariah

Pasal 6 Undang-undang No 10. Tahun 1998 menentukan bahwa usaha bank umum dalam menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah ditetapkan dengan ketentuan Bank Indonesia.

Kegiatan-kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh suatu bank umum yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah di Indonesia menurut Pasal 28 SK DIR BI 32/34/1999 adalah sebagai berikut:

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi :

1. Giro berdasarkan prinsip wadi’ah ;

2. Tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah ; 3. Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah ; b. Melakukan penyaluran dana melalui :

1. Transaksi jual beli berdasarkan prinsip : a. Murabahah;

b. Istishna;

c. Ijaraah;

d. Salam;

e. Jual beli lainnya

(5)

2. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip : a) Mudharabah;

b) Musyarakah;

c) Bagi hasil lainnya.

3. Pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip : a) Hiwalah;

b) Rahn;

c) Qardh.

c. Membeli, menjual dan atau menjamin atas risiko sendiri surat-surat berharga pihak ketiga yang di terbitkan atas dasar transaksi nyata (underlying transacsion ) berdasarkan prinsip jual beli atau hiwalah;

d. Membeli surat-surat berharga Pemerintah dan atau Bank Indonesia yang diterbitkan atas dasar Prinsip Syariah;

e. Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri atau nasabah berdasarkan prinsip wakalah;

f. Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip wakalah;

g. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasarkan prinsip wadi’ah yad amanah;

h. Melakukan kegiatan penitipan termasuk penatausahaannya untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah;

(6)

i. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabahlain dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek berdasarkan prinsip ujr;

Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.

2.6 Akad Bank Syariah

Akad (ikatan, keputusan, atau penguatan) atau perjanjian atau kesepakatan atau transaksi dapat diartikan sebagai komitmen yang terbingkai dengan nilai-nilai syariah.

Secara khusus akad berarti keterkaitan antara ijab (pernyataan penawaran/pemindahan kepemilikan) dan qabul (pernyataan penerimaan kepemilikan) dalam lingkup yang disyariatkan dan berpengaruh pada sesuatu (Santoso, 2003).

(7)

Rukun didalam akad terdiri atas : 1. Pelaku akad

2. Objek akad

3. Shighah atau pernyataan pelaku akad, yaitu ijab dan qabul Syarat dalam akad terbagi atas empat, yaitu :

1. Syarat berlakunya akad ( In’Iqod ) 2. Syarat sahnya akad ( Shihah )

3. Syarat terealisasikannya akad (Nafadz ) 4. Syarat Lazim

Akad atau transaksi yang digunakan bank syariah dalam operasinya terutama diturunkan dari kegiatan mencari keuntungan (tijarah) dan sebagian dari kegiatan tolong menolong (tabarru’).

2.7 Produk Bank Syariah

Produk-produk bank syariah muncul karena didasari oleh operasionalisasi fungsi bank syariah (Baraba, 2000). Dalam menjalankan operasinya bank syariah memiliki empat fungsi, yaitu :

1. Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi dana-dana yang diperayakan oleh pemegang rekening investasi/deposan atas dasar prinsip bagi hasil sesuai dengan kebijakan investasi bank;

2. Sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki pemilik dana/ shahibul mal sesuai dengan arahan investasi yang dikehendaki pemilik dana;

(8)

3. Sebagai penyedia jalan lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; dan

4. Sebagai pengelola fungsi sosial.

Dari keempat fungsi operasional tersebut kemudian diturunkan menjadi produk-produk bank syariah, yang secara garis besar dikelompokkan dalam produk pendanaan, produk pembiayaan, produk jasa perbankan.

2.7.1 Produk Pendanaan

Produk-produk bank syariah ditujukan untuk mobilisasi dan investasi tabungan untuk pembangunan perekonomian dengan cara yang adil sehingga keuntungan yang adil dapat dijamin bagi semua pihak.

1) Pendanaan dengan prinsip wadi’ah a. Giro Wadi’ah

Giro wadi’ah adalah produk pendanaan bank syariah berupa simpanan dari nasabah dalam bentuk rekening giro (current acount) untuk keamanan dan kemudahan pemakaiannya.

b. Tabungan Wadi’ah

Tabungan wadi’ah adlaah produk pendanaan bank syariah berupa simpanan dari nasabah dalam bentuk rekening tabungan (savings acount) untuk keamaan dan kemudahan pemakainnya.

(9)

2) Pendanaan dengan prinsip Qardh

Giro dan tabungan Qardh memiliki karakteristik menyerupai giro dan tabungan wadia’ah. Bank sebagai peminjam dapat memberikan bonus karena bank menggunakan dana untuk tujuan produktif dan menghasilkan profit.

Bonus tabungan qarh lebih besar daripada bonus giro qardh karena lebih leluasa dalam menggunakan dana untuk tujuan produktif.

3) Pendanaan dengan prinsip Mudharabah a. Tabungan mudharabah

Bank Syariah menerima simpanan dari nasabah dalam bentuk rekening tabungan (saving aount) untuk keamanan dan kemudahan pemakaian.bank dapat mengintegrasikan rekening tabungan dengan rekening investasi dengan prinsip mudharabah dengan hasil yang disepakati bersama.

Mudaharabah merupakan prinsip bagi hasil dan bagi kerugian ketika nasabah sebagai pemilik modal (shahibul mal) menyerahkan uangnya kepada bank sebgai pengusaha (mudharib) untuk diusakan.

b. Deposito/Investasi Umum ( Tidak Terikat)

Bank syariah menerima simpanan deposito berjanga (pada umumnya untuk satu bulan ke atas) ke dalam rekening investasi umum(general invesment acount) dengan prinsip mudharabah al- muthlaqah.nasabah rekening investasi lebih bertujuan untuk mencari keuntungan daripada untuk mengamankan uangnya.

(10)

c. Deposito/Investasi Khusus (Terikat)

Bank syariah juga menawarkan rekening khusus (speial investment acount) kepada nasabah yang ingin menginvestasikan dananya langsung

dalam proyek yang disukainya yang dilaksanakan oleh bank dengaan prinsip mudharabah al-muqayadah. Rekening investasi biasanya ditujukan kepada para nasabah/investor besar dan institusi.

d. Sukuk Al-Mudharabah

Akad mudharabah juga dapat dimanfaatkan oleh bank syariah untuk penghimpunan dana dengan menerbitkan Sukuk yang merupakan obligasi syariah. Dengan obligasi syariah, bank mendapatkan alternatif sumber dana berjangka panjang ( lima tahun atau lebih) sehingga dapat digunakan untuk pembiayaan-pembiayaan berjangka panjang.

4) Pendanaan dengan Prinsip Ijarah a. Sukuk Al-Ijarah

Penerbitan sukuk melibatkan empat pihak, yaitu pemilik aset penyewa, investor, dan Speial Puspose Vehile (SPV).pemilik aset adalah pihak yang sedang menari pendanaan. Dalam hal ini Bank syariah adalah pihak pemilik aset tersebut. Penyewa adalah pihak yang menyewa aset,.

Pihak investor adalah pihak yang membeli sertifikat sukuk al-ijarah. SPV adalah institusi yang khusus didirian dalam rangka penerbitan sukuk.

(11)

2.7.2 Produk Pembiayaan

Pembiayaan dalam Perbankan Syariah menurut Al-Harran (1999) dapat dibagi 3, yaitu :

a. Return bearing financing, yaitu bentuk pembiayaan yang secara komersial menguntungkan, ketika pemilik modal mau menanggung risiko kerugian dan nasabah juga memberikan keuntungan.

b. Return free financing, yaitu bentuk pembiayaan yang tidak untuk mencari keuntungan yang lebih ditjukan kepada orang yang membutuhkan (poor), sehingga tidak ada keuntungan yang dapat diberikan.

c. Harity financing, yaitu bentuk pembiayaan yang memang diberikan kepada orang miskin dan membutuhkan, sehingga tidak ada klaim terhadap pokok keuntungan.

Tabel 2.2

Produk-produk pembiayaan

No. Produk Pembiayaan Prinsip

1 Modal Kerja Mudhaarabah, Musyarakah,

Murabahah, Salam

2 Investasi Mudharabah, Musyarakah,

Murabahah, Istisnha, Ijarah Ijarah muntahiya bittamlik

3 Pengadaan barang

investasi, Aneka barang

Murabahah, Ijarah muntahiya bittamlik, Musyarakah,

(12)

Mutanaqisah

4 Perumahan, Properti Murabahah, Ijarah muntahiya bittamlik, Musyarakah, Mutanaqisah

5 Proyek Mudharabah, Musyarakah

6 Ekspor Mudharabah, Musyarakah,

Murabahah

7 Produksi Agribisniss Salam, Salam Paralel 8 Manufaktur, Konstruksi Isthisna, Isthisna Paralel

9 Penyertaan Musyarakah

10 Surat Berharga Mudharabah, Qardh 11 Sewa Beli Ijarah muntahiya bittamlik 12 Akuisisi Aset Ijarah muntahiya bittamlik Sumber : Buku

2.7.3 Produk Jasa Perbankan

Produk-produk jasa perbankan pada umumnya menggunakan akad- akad tabbaru` yang dimaksudkan tidak untuk mencari keuntungan, tetapi dimaksudkan sebagai fasilitas pelayanan kepada nasabah dalam melakukan transaksi perbankan.

(13)

Tabel 2.3

Produk-produk Jasa Perbankan

No. Produk Prinsip

Jasa Keuangan

1 Dana Talangan Qardh

2 Anjak Piutang Hiwalah

3 L/ ,Transfer, Inkaso, Kliring, RTGS

Wakalah

4 Jual beli Valuta Asing Sharf

5 Gadai Rahn

6 Payroll Ujr/Wakalah

7 Bak Garansi Kafalah

Jasa Nonkeuangan

8 Safe Deposit Box Wadiah Yad amanah / Ujr

Jasa Keagenan

9 Investasi Terikat (hanneling) Mudharabah Muqayyadah Kegiatan Sosial

10 Pinjaman Sosial Qardhul Hasan

Sumber : Buku

(14)

2.8 Profitabilitas

Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri (Sartono, 2001). Angka profitabilitas dinyatakan antara lain dalam angka laba sebelum atau sesudah pajak, laba investasi, pendapatan per saham, dan laba penjualan.

Dalam penelitian ini menggunakan ROA sebagai pengukur tingkat profitabilitas. ROA merupakan rasio yang digunakan untuk megukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan.

Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang di capai bank dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan asset.

Dalam rangka mengukur tingkat kesehatan bank, terdapat perbedaan kecil antara perhitungan ROA berdasarkan teoritis dan cara perhitungan berdasarkan ketentuan Bank Indonesia. Secara teoritis, laba yang diperhitungkan adalah laba setelah pajak, sedangkan dalam sistem CAMEL, laba yang diperhitungkan adalah laba sebelum pajak.

Besarnya nilai (angka) untuk “laba sebelum pajak” dapat dibaca pada perhitungan laba rugi yang disusun oleh bank yang bersangkutan, sedangkan

“total aktiva” dapat dilihat pada neraca.

(15)

2.9 Kinerja Keuangan Bank

Secara umum kinerja bank merupakan gambaran prestasi yang telah dicapai oleh bank di dalam operasionalnya. Kinerja keuangan bank menggambarkan kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu yang mencakup aspek penghimpun dana maupun penyaluran dananya. Kinerja dapat menunjukkan kelemahan serta kelebihan suatu perusahaan, dimana kelebihan di dalam perusahaan dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk meningkatkan posisi perusahaan tersebut. Sedangkan dengan diketahuinya kelemahan suatu perusahaan, maka dapat dilakukan langkah-langkah perbaikan. Kinerja keuangan perusahaan dapat diukur dengan mengevaluasi laporan keuangan. Dengan melihat informasi tentang posisi keuangan di masa lalu yang digunakan untuk memprediksi posisi keuangan di masa yang akan datang.

Kinerja suatu bank sering kali dikaitkan dengan tingkat kesehatan bank, dimana baik buruknya kinerja bank dapat dilihat dengan sehat atau tidaknya bank tersebut. Dalam rangka menjaga agar bank-bank lebih melaksanakan fungsi prudential banking ( prinsip kehati-hatian dalam menjalankan bisnis perbankan ),

maka dari itu Bank Indonesia selaku pengawas dan pembina bank nasional telah menetapkan ketentuan tentang penilaian tingkat kesehatan bank dengan Surat Edaran BI NO. 26/BPPP/1993, tanggal 29 mei 1993, yang dikenal dengan nama metode CAMEL.

(16)

2.9.1 CAR

CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank, disamping memperoleh dana- dana dari sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain. Dengan kata lain, Capital Adequay Ratio adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan.

CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva yang berisiko. Berdasarkan ketentuan yang dibuat Bank Indonesia dalam rangka tata cara penilaian tingkat kesehatan bank, terdapat ketentuan bahwa modal bank terdiri atas modal inti dan modal pelengkap.

Ketentuan BI juga mengatur cara perhitungan aktiva tertimbang menurut risiko, yang terdiri atas jumlah antara ATMR yang dihitung berdasarkan nilai masing-masing dan ATMR yang dihitung berdasarkan nilai masing-masing pos aktiva pada rekening administratif bank dikalikan dengan bobot risikonya masing- masing.

Modal inti bank terdiri atas modal disetor, agio saham, cadangan umum dan laba ditahan. Yang termasuk modal pelengkap antara lain adalah cadangan revaluasi aktiva tetap.

(17)

Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, bank yang dinyatakan termasuk sebagai bank yang sehat harus memiliki CAR paling sedikit 8%. Hal ini didasarkan kepada ketentuan yang ditetapkan oleh BIS (Bank for international settements).

2.9.1.1 NPF

Non Performing Financing (NPF) atau Non Performing Loan (NPL)

adalah kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Termin NPL diperuntukkan bagi bank umum, sedangkan NPF untuk bank syariah. Semakin rendah tingkat NPF suatu bank maka keuntungan yang diperoleh bank akan semakin tinggi, sebaliknya jika tingkat NPF tinggi maka bank tersebut akan mengalami kerugian yang diakibatkan tingkat pengembalian kredit macet.

2.9.1.2 BOPO

Rasio BOPO adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rasio biaya operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya.

Semakin rendah BOPO berarti semakin efisien bank tersebut dalam mengendalikan biaya operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh bank akan semakin besar.

(18)

Tabel 2.4

Perkembangan rata-rata Rasio Keuangan Bank Syariah Periode 2013-2015 (dalam persentase)

Nama bank Periode ROA CAR NPF BOPO

Bank Syariah Mandiri

2013 1,85 28,97 5,15 80,61

2014 0,85 30,07 10,0 91, 63

2015 0,49 26,32 10,98 96,07

Bank BNI Syariah

2013 1,36 33,11 3,32 83,85

2014 1,18 34,22 3,24 85,43

2015 1,31 21,48 3,80 90, 37

Bank BRI Syariah

2013 1,41 27,98 5,58 87,28

2014 0,19 27,45 8,16 97,19

2015 0,72 23,82 9,03 94,42

Bank Mega Syariah

2013 2,85 26,1 4,52 92,45

2014 0,68 33,44 4,32 94,32

2015 -0, 5 28,7 7,38 104,29

Bank Muamalat

2013 1,65 27,94 3,49 83,16

2014 0.69 31,45 6,90 92,58

2015 0,32 24,74 9,87 96,48

Bank Panin Dubai Syariah

2013 8,27 45,39 1,50 67,31

2014 1,73 54,26 1,34 74,24

2015 1,15 25,70 3,4 89,24

Bank BCA Syariah

2013 0,97 52,87 0,07 87,87

2014 0,75 54,13 0,20 87,85

2015 1,65 35.69 1.28 93,57

Bank Victoria Syariah

2013 1,18 48,52 6,13 82,76

2014 0,37 43,42 11 111,95

2015 -0,83 34,46 12,19 107,04

Bank Jabar Banten Syariah

2013 1,17 37,71 4,61 81,70

2014 0,35 33,43 8,17 95,06

2015 -0,10 33,49 11,34 100,32

(19)

Bank Maybank Syariah Indonesia

2013 3,31 131,65 3,13 69,68

2014 3,83 121,23 5,81 67,8

2015 -12,44 86,15 22,42 168,77

Sumber : www.ojk.go.id (Data diolah)

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa Return On Asset (ROA) mengalami fluktuasi setiap tahunnya (periode 2013-2015). Pada tahun 2013 Bank Mega Syariah memiliki ROA tertinggi yaitu sebesar 2,85 %. Hal ini menunjukkan bahwa bank menggunakan aktivanya secara efektif untuk mendapatkan laba yang maksimal.

Namun pada tahun 2015 Bank Maybank syariah mengalami kerugian dengan nilai ROA (12,44)%. Hal ini dikarenakan tingginya nilai BOPO sebesar 168,77% yang menunjukkan bahwa bank tidak mampu menjalankan kegiatan usahanya dengan efisien. Semakin tinggi biaya pendapatan bank maka semakin tidak efisien kegiatan operasionalnya yang berakibat pendapatan/keuntungan yang diperoleh juga semakin kecil.

2.10 Makroekonomi

Makroekonomi adalah studi tentang ekonomi secara keseluruhan. Ilmu ekonomi makro mempelajari variabel-variabel ekonomi secara agregat (keseluruhan). Variabel-variabel tersebut antara lain : pendapatan nasional, kesempatan kerja dan atau pengangguran, jumlah uang beredar, laju inflasi, pertumbuhan ekonomi, maupun neraca pembayaran internasional. Makroekonomi

(20)

menjelaskan perubahan ekonomi yang mempengaruhi masyarakat banyak, perusahaan, dan pasar.

Stabilitas makroekonomi merupakan faktor fundamental untuk menjamin pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable economic growth). Upaya untuk menjaga stabilitas ekonomi makro tersebut dilakukan melalui langkah- langkah untuk memperkuat daya tahan perekonomian domestik terhadap berbagai gejolak yang muncul, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Upaya tersebut juga disertai dengan program kegiatan pembangunan yang dalam pelaksanaannya diharuskan menyertakan langkah langkah untuk mengendalikan laju inflasi, stabilitas nilai tukar, serta tingkat bunga yang rendah.

Stabilitas ekonomi yang membaik didukung oleh langkah langkah penguatan dalam sektor keuangan yang mendorong kegiatan ekonomi tumbuh lebih cepat. Untuk meningkatkan kinerja dan sekaligus kesinambungan sektor keuangan sebagai sumber pendanaan pembangunan, kebijakan sektor keuangan diarahkan pada upaya menjaga ketahanan industri jasa keuangan, peningkatan fungsi intermediasi dana masyarakat, serta pengembangan sistem jaring pengamanan sektor keuangan. Sebagai lembaga keuangan yang mempunyai fungsi intermediasi keuangan terbesar di Indonesia, perbankan nasional diarahkan untuk dapat lebih berperan dalam mendorong pembangunan dalam berbagai sektor dengan penyaluran kredit yang lebih merata di seluruh wilayah tanah air, serta terjangkau oleh seluruh pelaku ekonomi terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

(21)

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh faktor makroekonomi terhadap profitabilitas, maka dalam penelitian ini digunakan variabel inflasi untuk melihat pengaruh faktor makroekonomi terhadap profitabilitas bank syariah.

2.10.1 Inflasi

Inflasi adalah suatu gejala dimana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus menerus. Venieris dan sebold (1978:603), mendefenisikan inflasi sebagai suatu kecenderungan meningkatnya tingkat harga umum secara terus menerus sepanjang waktu.

1. Teori Inflasi

Teori-teori inflasi adalah teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi untuk menjelaskan penyebab terjadinya inflasi. Dalam ilmu ekonomi, ada 3 teori yang dikenal, yaitu teori kuantitas Irving Fischer, teori Keynes, dan teori strukturalis.

1) Teori Kuantitas

Teori ini dikemukakan oleh Irving Fisher. Teori kuantitas membahas proses terjadinya inflasi yang disebabkan oleh dua faktor, yaitu:

a. Jumlah uang yang beredar

Inflasi hanya terjadi jika jumlah uang yang beredar ditambah.

Jadi seandainya terjadi kenaikan harga, asalkan jumlah uang yang beredar tidak ditambah, maka harga akan turun dengan sendirinya, dan inflasi yang ditakutkan pun tidak mungkin terjadi.

(22)

b. Psikologi masyarakat

Yang dimaksud psikologi masyarakat adalah sikap dan harapan (ekspektasi) masyarakat terhadap kenaikan harga.

Umumnya masyarakat tidak mengharapkan terjadinya kenaikan harga sehingga jika mereka menerima pendapatan, sebagian akan ditabung. Akan tetapi, jika masyarakat mulai sadar akan adanya inflasi maka ketika menerima pendapatan, seluruhnya akan dibelanjakan. Dengan demikian, permintaan akan naik. Akibatnya harga-harga ikut naik, dan inflasi pun semakin meningkat.

Selanjutnya, masyarakat mulai kehilangan kepercayaan terhadap nilai uang yang mereka miliki.

2) Teori Keynes

Teori ini dikemukakan oleh ahli ekonomi bernama Keynes, yang menyatakan bahwa terjadinya inflasi disebabkan oleh masyarakat yang ingin hidup melebihi batas kemampuan ekonominya. Masyarakat saling berebut rezeki agar dapat menggunakan lebih banyak barang dan jasa yang tersedia, akibatnya permintaan akan melebihi penawaran. Dalam kondisi ini, terjadilah inflationary gap (celah inflasi). Celah inflasi terjadi karena adanya kelompok pemenang (yang terdiri dari pemerintah, pengusaha dan buruh) yang mampu mewujudkan keinginannya karena didukung sejumlah dana. Pemerintah memperoleh dana dengan menjalankan anggaran defisit yang ditutup dengan pencetakan uang baru. Pencetakan uang baru akan

(23)

mendorong timbulnya inflasi. Buruh memperoleh dana dengan cara menuntut upah yang lebih tinggi. Pemberian upah yang lebih tinggi, akan memicu kenaikan harga-harga barang dan terjadilah inflasi.

3) Teori Strukturalis

Menurut teori ini, inflasi terjadi karena kekakuan struktur ekonomi yang terutama terjadi di negara berkembang. Ada dua kekakuan utama pada struktur ekonomi negara berkembang, yaitu:

1. Kekakuan penerimaan ekspor, yaitu bahwa nilai penerimaan ekspor selalu bertambah lebih lamban daripada nilai impor, akibat kelambanan tersebut negara mengalami kesulitan membiayai impor bahan-bahan baku dan barang modal (mesin-mesin). Karena itu, pemerintah menggiatkan industri dalam negeri dalam rangka mengganti barang- barang yang selama ini diimpor. Oleh karena umumnya biaya produksi industri dalam negeri cenderung lebih mahal maka harga-harga jual barang pun menjadi naik dan terjadilah inflasi.

2. Kekakuan penawaran bahan makanan, Pada umumnya di negara berkembang penawaran bahan makanan lebih lamban jika dibandingkan pertambahan jumlah penduduk dan pendapatan per kapita, akibatnya harga bahan makanan akan naik melebihi harga barang- barang lain. Karena bahan makanan merupakan kebutuhan primer maka naiknya harga bahan makanan mendorong para buruh menuntut kenaikan upah. Upah yang naik mengakibatkan naiknya

(24)

biaya produksi di berbagai perusahaan yang pada akhirnya mengakibatkan naiknya harga jual berbagai macam barang dan jasa sehingga terjadilah inflasi.

2. Macam-macam Inflasi

1. Inflasi berdasarkan tingkat keparahannya

a. Inflasi ringan adalah inflaasai yang masih belum terlalu mengganggu keadaan ekonomi. Inflasi ini dapat dikendalikan karena harga-harga naik secara umum. Inflasi ringan nilainya berkisar 10% per tahun

b. Inflasi sedang belum membahayakan kegiatan ekonomi, tetapi inflasi ini dapat menurunkan kesejahteraan masyarakat yang mempunyai penghasilan yang tetap. Inflasi ini berkisar 10% - 30%

per tahun.

c. Inflasi berat. Inflasi ini dapat mengacaukan kondisi perekonomian.

Pada kondisi ini orang-orang lebih cenderung menyimpan barang.

Inflasi berkisar antara 30% - 100%.

d. Hiperinflasi / Inflasi sangat berat. Inflasi ini sangat mengacaukan kondisi perekonomian dan susah dikendalikan walaupun dengan tindakan moneter dan tindakan fiskal. Inflasi ini nilainya diatas 100%pertahun.

(25)

2. Inflasi berdasarkan sebab-musababnya

- Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai baraang terlalu kuat ( demand inflation ).

- Inflasi yang timbul karena kenaikan ongkos produksi ( cost inflation ) 3. Inflasi berdasarkan asal dari inflasi

- Inflasi dari dalam negeri ( domestic inflation ) - Inflasi dari luar negeri ( imported inflasion )

Inflasi timbul sebagai kecenderungan harga-harga untuk naik.

Sampai batas masih bisa menganalisis sebab-sebab ekonomis objektif bukanlah tugas yang sulit. Dalam praktiknya, untuk mengetahui sebab- sebab timbulmya inflasi dan merumuskan yang kemudian melaksanakan kebijaksanaan untuk menanggulanginya merupakan masalah yang sulit dan pelik. Masalah inflasi dalam arti luas bukan semata-mata masalah ekonomi, tetapi masalah sosio-ekonomis-politis.

3. Dampak terjadinya inflasi

Inflasi yang terjadi di dalam suatu perekonomian memiliki beberapa dampak atau yaitu sebagai berikut :

Pertama, inflasi dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan

diantara anggota masyarakat, dan inilah yang disebut efek redistribusi dari inflasi (redistribution effect of inflasion). Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan ekonomi dari anggota masyarakat, karena redistribusi pendapatan yang terjadi akan menyebabkan pendapatan riil satu orang meningkat, tetapi pendapatan riil orang lainnya jatuh.

(26)

Kedua, inflasi dapat menyebabkan penurunan dalam efisiensi ekonomi

(economic efficiency). Hal ini dapat terjadi karena inflasi dapat mengalihkan sumber daya dari investasi yang produktif ( productive investment ) ke investasi yang tidak produktif (unproductive investment) sehingga mengurangi kapasitas ekonomi produktif.

Ketiga, inflasi juga dapat mengakibatkan perubahan-perubahan di

dalam output dan kesempatan kerja (employment), dengan cara yang lebih langsung yaitu dengan memotivasi perusahaan untuk memproduksi lebih atau kurang dari yang telahn dilakukan, dan juga memotivasi orang untuk bekerja lebih atau kurang dari yang telah dilakukan selama ini.

Keempat, inflasi dapat menciptakan suatu lingkungan yang tidak stabil

(unstable environment) bagi keputusan ekonomi. Jika sekiranya konsumen memperkirakan bahwa tingkat inflasi dimasa mendatang akan naik, maka akan mendorong mereka untuk melakukan pembelian barang-barang dan jasa secara besar-besaran pada saat sekarang ketimbang mereka menunggu dimana tingkat harga sudah meningkat lagi. Begitu pula halnya dengan bank, atau lembaga peminjaman (lenders). Sjika tingkat inflasi akan naik di masa mendatang, maka mereka akan mengenakan tingkat bunga yang tinggi atas pinjaman yang diberikan sebagai langkah proteksi dalam menghadapi penurunan pendapatan riil dan kekayaan (losses of real income and wealth) (Bradley, 1985 : 95).

(27)

McKinnon (1973) mengemukakan bahwa inflasi cenderung memperendah tingkat bunga riil, menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan di pasar modal. Hal ini akan menyebabkan penawaran dana untuk investasi menurun, dan sebagai akibatnya, investasi sector swasta tertekan sampai kebawah tingkat keseimbangannya, yang disebsabkan terbatasnya penawaran dana yang dapat dipinjamkan (loanable funds). Oleh karena itu, sel;ama inflasi menuntun kearah tingkat bunga riil

yang rendah dan ketidakseimbangan pasar modal, maka inflasi tersebut akan menurunkan investasi dan pertumbuhan.

Untuk mengetahui bagaimana pergerakan inflasi di indonesia, berikut akan disajikan perkembangan/pergerakan inflasi yang terjadi di indonesia pada periode 2013-2015 dalam bentuk tabel di bawah ini.

Tabel 2.5

Data Pertumbuhan Inflasi Periode Januari 2013 – Desember 2015

Periode

Tahun

2013 2014 2015

Januari 4.57 % 8.22 % 6,96 %

Februari 5.31 % 7.75 % 6,29 %

Maret 5.90 % 7.32 % 6,38 %

April 5.57 % 7.25 % 6,79 %

Mei 5.47 % 7.32 % 7,15 %

Juni 5.90 % 6.70 % 7,26 %

(28)

Juli 8.61 % 4.53 % 7,26 %

Agustus 8.79 % 3.99 % 7,18 %

September 8.40 % 4.53 % 6,83 %

Oktober 8.32 % 4.83 % 6,25 %

November 8.37 % 6.23 % 4,89 %

Desember 8.38 % 8.36 % 3,35 %

Rata-rata 6.97 % 6,42 % 6,38 % Sumber : www.bi.go.id

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai dari inflasi mengalami fluktuasi dari tahun 2013-2015. Dimana pada januari 2013 angka inflasi teratat sebesar 4,57 % kemudian meningkat dengan pesat pada bulan agustus dengan angka 8,79 %. Agustus juga menjadi bulan dengan tingkat inflasi tertinggi pada tahun 2013.

Terhitung dari desember 2013 ke januari 2015, inflasi menurun sebesar 0,16 % dengan angka inflasi pada januri 2014 sebesar 8,22 %. Bulan mei hingga agustus menunjukkan angka inflasi yang cenderung menurun.

Angka inflasi agustus 2014 sebesar 3,99 % dan merupakan angka inflasi terendah pada tahun 2014. Namun menginjak bulan september – desember inflasi kembali menunjukkan kenaikan yang signifikan dengan angka 8,36

% pada bulan desember dan menjadi bulan dengan angka inflasi tertinggi pada tahun 2014.

(29)

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya inflasi tertinggi pada tahun 2015 berkisar antara 7,26 % lebih rendah 1,5 % dari angka inflasi tertinggi pada tahun 2013-2014 yang menapai 8,79 %. Dari bulan juli hingga desember inflasi menunjukkan penurunan dengan angka inflasi 3,35 % pada bulan desember dan merupakan angka inflasi terendah pada tahun 2015.

2.11 Penelitian Terdahulu

Berbagai penelitian telah banyak dilakukan sebelumnya untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi profitabilitas bank syariah.

Berikut ini disajikan beberapa penelitian terdahulu.

Tabel 2.6 Penelitian terdahulu Nama

Peneliti

Judul Penelitian

Permasalahan Penelitian

Varaibel Penelitian

Hasil Penelitian

Imam Muklis (Universitas Negeri Malang, 2012)

Kinerja

keuangan bank dan stabilitas makroekonomi terhadap profitabilitas bank syariah di Indonesia

Menganalisis bagaimana pengaruh kinerja keuangan bank dan kondisi makroekonomi terhadap profitabilitas

Variabel X : - CAR - FDR - NPL - NPR - INF - GRW Variabel Y:

- Variabel car memiliki

pengaruh negatif signifikan

terhadap ROA, dengan nilai koefisiennya sebesar -0,076

(30)

Bank Umum Syariah di Indonesia selama tahun 2008- 2010.

- ROA - Variabel pertumbuhan ekonomi (GR) memiliki

pengaruh positif signifikan

terhadap ROA, dengan besarnya koefisiennya yaitu 0,542

Edhi Satriyo Wibowo (Universitas Diponegoro, 2012)

Analisis

Pengaruh Suku Bunga, Inflasi, CAR, BOPO, NPF Terhadap Profitabilitas Bank Syariah (Studi Kasus pada Bank Mega, Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri

Bagaimana pengaruh CAR, BOPO, NPF, Inflasi, dan Suku Bunga terhadap profitabilitas Bank Syariah.

Variabel X:

-CAR - BOPO - NPF - Inflasi - SukuBunga

Variabel Y:

- ROA

-CAR berpengaruh positif terhadap ROA

-BOPO berpengaruh negatif terhadap ROA

-NPF berpegaruh negatif terhadap ROA

-Inflasi berpengaruh negatif terhadap

(31)

Periode Tahun 2008-2011)

ROA

-Suku Bunga berpengaruh positif terhadap ROA

Lyla Rahma Adyani (Universitas Diponegoro, 2011)

Analisis Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Profitabilitas (ROA)

(Pada Bank Umum Syariah Yang Terdaftar Di Bei Periode Desember 2005- September 2010

Apakah rasio CAR, NPF, BOPO, dan FDR berpengaruh secara

bersamasama terhadap profitabilitas (ROA) pada

bank umum

syariah?

Variabel X:

- CAR - NPF - BOPO - FDR Variabel Y:

- ROA

- CAR

berpengaruh positif terhadap ROA

- NPF

berpengaruh negatif terhadap ROA

- BOPO berpengaruh negatif

terhaadap ROA - FDR

berpengaruh positif terhadap ROA

Sumber : Jurnal-jurnal

(32)

2.12 Kerangka Pemikiran Teoritis

Berdasarkan variabel-variabel yang digunakan sebagai kerangka pemikiran teoritis, berikut ini dijelaskan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen

2.12.1 Pengaruh Capital Adequacy Ratio terhadap Return On Asset

CAR merupakan rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko. Rendahnya CAR dikarenakan peningkatan ekspansi aset beresiko yang tidak diimbangi dengan penambahan modal menurunkan kesempatan bank untuk berinvestasi dan menurunkan kepercayaan masyarakat sehingga berpengaruh pada penurunan profitabilitas (Hesti Werdaningtyas, 2002

).

CAR mencerminkan modal sendiri perusahaan dalam mengahasilkan laba. Jika nilai CAR tinggi maka semakin besar pula kesempatan bank dalam menghasilkan laba karena dengan modal yang besar, manajemen bank sangat leluasa dalam menempatkan dananya kedalam aktivitas investasi yang menguntungkan. Dari uraian tersebut dapat dilihat bahwa CAR berpengaruh positif terhadap ROA.

(33)

2.12.2 Pengaruh Non Performing Financing terhadap Return On Asset

NPF mencerminkan risiko pembiayaan. Semakin tinggi rasio ini, menunjukkan kualitas pembiayaan bank syariah semakin buruk Risiko pembiayaan yang diterima bank merupakan salah satu risiko usaha bank, yang diakibatkan dari tidak dilunasinya kembali cicilan pokok dan bagi hasil dari pinjaman yang diberikan atau investasi yang sedang dilakukan oleh pihak bank (Muhammad,2005:358). Pembiayaan bermasalah yang besar dapat mengakibatkan hilangnya kesempatan bank untuk memperoleh pendapatan dari pembiayaan yang diberikan sehingga mempengaruhi perolehan laba dan berpengaruh buruk terhadap ROA. Dengan demikian semakin besar NPF akan mengakibatkan menurunnya ROA. Begitu pula sebaliknya, jika NPF turun, maka ROA akan meningkat. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa NPF berpengaruh negatif terhadap ROA.

2.12.3 Pengaruh BOPO terhadap Return On Asset

Rasio biaya operasional adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rasio biaya operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasi (Dendawijaya, 2000). Semakin rendah BOPO berarti semakin efisien bank tersebut dalam mengendalikan biaya operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh bank akan semakin besar. Sebaliknya, jika semakin tinggi BOPO berarti kegiatan operasionalnya semakin tidak efisien sehingga pendapatan yang diperoleh juga semakin kecil. Dari uaraian tersebut dapat diketahui bahwa BOPO berpengaruh negatif terhadap ROA.

(34)

2.12.4 Pengaruh Inflasi terhadap Return On Asset

Inflasi merupakan suatu keadaan dimana harga cenderung naik secara terus menerus. Inflasi yang buruk dan tidak terkendali dapat berakibat buruk bagi perekonomian. Bagi perusahaan sebuah inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi maupun operasional mereka sehingga pada akhirnya merugikan bank itu sendiri. Inflasi yang tinggi mengakibatkan minat masyarakat dalam menabung ataupun berinvestasi menjadi berkurang, hal ini tentunya akan berakibat menurunnya keuntungan yang diperoleh bank.

Dengan demikian inflasi berpengaruh negatif terhadap ROA.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

AR

Sumber : buku CAR (𝑋1)

PROFITABILITAS (Y) NPF (𝑋2)

BOPO (𝑋3)

INFLASI (𝑋4)

(35)

2.13 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, yang kebenarannya harus dibuktikan melalui data yang terkumpul (Sugiyono, 2006). Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah dan uraian teoritis yang telah diungkapkan sebelumnya serta hasil penelitian terdahulu maka dapat dibuat suatu hipotesis sebagai berikut:

“Diduga faktor-faktor yang mempengaruhi profitabilitas bank syariah di Indonesia antara lain (CAR, NPF, BOPO dan Inflasi) berpengaruh terhadap profitabilitas (ROA)”

Gambar

Tabel 2.6  Penelitian terdahulu  Nama  Peneliti  Judul  Penelitian  Permasalahan Penelitian  Varaibel  Penelitian  Hasil Penelitian  Imam  Muklis  (Universitas  Negeri  Malang,  2012)  Kinerja  keuangan  bank dan  stabilitas makroekonomi terhadap profitabi
Gambar 2.1  Kerangka Pemikiran  AR      Sumber : buku CAR (

Referensi

Dokumen terkait

TLD yang dibuat memiliki akurasi dan presisi yang tinggi terhadap radiasi karena memiliki nilai R2 = 0,992 yang berarti bahawa TLD yang dibuat memiliki liniearitas

DENPASAR TIMUR,

Yaitu kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan manfaat dari produknya dan untuk meyakinkan konsumen sasaran untuk membeli produknya, hal ini

28 Dari Tabel 4.14 juga dapat dilihat bahwa kecepatan sesaat pada segmen II lebih cepat dibandingkan dengan segmen III, hal ini tentu saja terjadi dikarenakan pada

tercapai kesepakatan harga penawaran dengan peserta. c) Peserta tidak mentaati persyaratan dalam ketentuan yang ditetapkan dan peraturan pengadaan barang/jasa serta kebijakan

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah apakah karakteristik teknologi dan karakteristik pengguna berpengaruh secara signifikan terhadap persepsi kemudahan

Penelitian mengenai korelasi tingkat kecemasan dengan fungsi atensi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya yang di laksanakan

For further information on technology, delivery terms and conditions and prices please contact your nearest Infineon Technologies