• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DENGAN ANGSURAN YANG DIBUAT DI BAWAH TANGAN TESIS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS YURIDIS TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DENGAN ANGSURAN YANG DIBUAT DI BAWAH TANGAN TESIS."

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

ERLIASNA BR.TARIGAN 137011060

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

JUDICIAL ANALYSIS OF STAKEHOLDERS’ LIABILTY IM UNDERHANDED CONTRACT OF HOUSE SITE LAND

ACQUISITION

THESIS

By

ERLIASNA BR.TARIGAN 137011061/M.Kn

MAGISTER OF NOTARIAL AFFAIRS STUDY PROGRAM FACULTY OF LAM

UNIVERSITY OF SUMATER UTARA MEDAN

2016

(3)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ERLIASNA BR.TARIGAN 137011060

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(4)

i ABSTRAK

Perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah yang dibuat dibawah tangan merupakan suatu perjajian yang kesepakatan antara para pihak yang membuatnya, dimana salah satu pihak sebagai calon penjual yang memiliki sebidang tanah dan calon pembeli yang memiliki kewajiban untuk mengangsur atas pembelian sebidang tanah tersebut. Perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah secara mengangsur yang dibawah tangan pada dasarnya tidak dikenal dalam sistem hukum agraria indonesia. Perjanjian ini menggunakan judul pengadaan tanah tetapi tidak mengikuti aturan yang yaitu Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2015 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan bentuk perjanjian tersebut tidak mendekati perjanjian jual beli pada umumnya sehingga dapat dikatakan bahwa ada kekosongan norma dalam peraturan perundang- undangan yang berlaku mengenai perjanjian tersebut.

Jenis penelitian ini adalah dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan studi pustaka dan wawancara, dimana bahan atau data yang diperoleh akan disusun secara sistematis dan dianalisa dengan menggunakan prosedur logika ilmiah yang sifatnya kualitatif.

Hasil penelitian diharapkan akan dapat menjawab permasalahan yang diteliti, dan pada akhirnya akan dapat memberikan saran solusi terhadap permasalahan tersebut.

Penelitian ini kemudian menghasilkan beberapa kesimpulan, dimana bentuk perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah adalah bentuk perjanjian baku yang menggunakan klausula khusus karena memenuhi karteristik-karateristik yang dimaksud, tanggung jawab para pihak dalam penelitian yang diperoleh adalah tanggung jawab calon pembeli ketika wanprestasi yaitu denda dan tenggang waktu sedangkan calon penjual memiliki tanggung jawab dengan pembatasan dan kekuatan urusan pengadaan tanah tapak rumah ini hanya memiliki kekuatan pembuktian materill karena hanya di buat dibawah tangan dan tidak ditandatangani di depan pejabat dan memiliki daya bukti yang lemah.

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini, disaran agar ada perhatian khusus yang harus diberikan oleh beberapa pihak yang secara langsung terkait dalam jual beli tanah yang benar atau dalam perjanjian pada umumnya, diantaranya adalah oleh Camat, Kepala desa selaku pihak yang paling dekat dengan masyarakat serta ada aturan tegas dan lembaga pengawas terhadap perjanjian baku yang menggunakan klausula khusus.

(5)

ii

ABSTRACT

A contract on the acquisition of land with buildings on it is made underhandedly between the seller of the land and a buyer who will pay for it by installment. This kind of contract is basically unrecognized in the Indonesian agrarian system. An underhanded contract on land with buildings on it is also unrecognized in the Civil Code because it is not buying and selling of immovable property so that it can be said that there is the absence of norm in the prevailing legal provisions about this kind of contract.

The research used judicial normative approach. The data were gathered by conducting library research and interviews. The gathered data were organized systematically and analyzed by using qualitative scientific logical procedure. The result of the research was expected to be able to answer the problems which would eventually be able to provide suggestions from the solution of the problems.

The conclusions of the research were as follows: a contract on the acquisition of land for constructing buildings on it is a standard contract because it has met its characteristics, the responsibility which will be taken by the buyer when he is default is fine and time limit, while the seller is responsible for limitation, and the acquisition of land with buildings on it only has legal force of material evidence because it is made underhandedly and is not signed before a Notary so that it has weak evidence.

It is recommended that the parties concerned pay specific attention to the right buying and selling of land, especially in a contract, it should be signed by a Subdistrict head and village heads who are close to their people, and there should be a firm regulation and controllers on standard contracts which have specific clauses.

Keywords: Standard Contract, Land, Responsibility, Evidence

(6)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kemudahan sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis ini yang berjudul “ANALISIS YURIDIS TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN URUSAN PENGADAAN TANAH TAPAK RUMAH YANG DIBUAT DI BAWAH TANGAN”

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini dengan kerendahan hati, Penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu, D.T.M. & H, M.SC, (C.T.M), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara ,atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis untuk mengikuti pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultah Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin SH, MS, CN, selaku ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Pembimbing Pertama yang dengan penuh perhatian memberikan bimbingan dan saran kepada PeNulis.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program studi Kenotariatan Fakultah Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Penguji yang telah memberikan masukan serta kritik yang membangun kepada Penulis.

5. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, CN, MS, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan perhatian, dukungan dan masukan kepada Penulis.

(7)

iv

6. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, CN, MS, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan perhatian, dukungan dan masukan kepada Penulis.

7. Bapak Prof. Dr. Syafruddim Kalo, SH, M.Hum, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan perhatian, dukungan dan masukan kepada Penulis.

8. Almarhum Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan perhatian, dukungan dan masukan kepada Penulis.

9. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar SH, CN, M.Hum, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan perhatian, dukungan dan masukan kepada Penulis.

10. Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum, selaku dosen penguji saya yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun kepada Penulis.

11. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum, selaku dosen penguji saya yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun kepada Penulis.

12. Bapak-bapak dan Ibu-ibu staf pengajar serta para pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

13. Kepada yang terhormat dan terkasih kedua orang tua, Bapak saya J.A Tarigan dan Ibu saya Erna Dri Hati, yang dengan penuh perjuangan telah selalu mendoakan, membesarkan dan mendukung serta mendidik sedemikian rupa sehingga Penulis dapat sampai pada jenjang ini.

14. Kepada Keluarga Saudara Saya, Ua Pipit, Bang Asep, Ngah Indra, Kak Nina dan adik bungsu saya Trisno, serta keponakan saya Raka, Aqil dan Dira yang selalu memberi semangat serta bantuan-bantuan lainya kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan studi ini.

15. Kepada Sahabat saya “ROBINN”: Sri Ayu Utami, Nur Afrila, dan Jumiati Harahap serta Thommy Hengkari Sihite, dan Rudy Faular Sembirimg, terimakasih atas segala doa, dukungan, waktu, kepercayaan, motivasi serta kebersamaan kepada Penulis.

16. Kepada Sahabat Saya Adu Fanny Athe Awi, yang selalu mengontrol saya dari jauh dan selalu menyemangati dan dukungan doa kepada saya.

(8)

v

17. Kepada keluarga besar mahasiswa-mahasiswi Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Angkatan 2013 terkhusus group C yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga kita semua sukses selalu. Amin.

Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan perhatiannya sehingga Penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penulisan tesis ini Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari kesempurna, namun diharapkan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Nopember 2015 Penulis

Erliasna Br. Tarigan

NIM.137011061

(9)

vi

RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Erliasna Br. Tarigan Tempat/Tanggal lahir : Binjai, 05 April 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : Jl. Binjai Kuala No 17 A Sei Skala, Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara

II. KELUARGA

Nama Ayah : J.A Tarigan Nama Ibu : Erna Sri hati

III. PENDIDIKAN

1. SD Negeri Nomor 054875 Sei Limbat (1996-2001) 2. SMP Taman Siswa Binjai (2001-2004)

3. SMA Negeri 1 Binjai (2004-2007)

4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto (2007-2011) 5. S-2 Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara (2013-2016)

(10)

vii

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini : Nama : ERLIASNA BR.TARIGAN Nim : 137011061

Program Studi : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum USU

JudulTesis : ANALISIS YURIDIS TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN URUSAN PENGADAAN TANAH TAPAK RUMAH YANG DIBUAT DI BAWAH TANGAN Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan plagiat, apabila di kemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : ERLIASNA BR TARIGAN Nim : 137011061

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

SURAT PERNYATAAN ... vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 11

1. Kerangka Teori ... 12

2. Kerangka Konsepsi ... 16

G. Metode Penelitian ... 18

1. Sifat Penelitian ... 18

2. Jenis Penelitian ... 19

3. Metode Pengumpulan Data ... 20

4. Alat Pengumpulan Data ... 21

5. Analisis Data ... 22 BAB II BENTUK DAN PENGATURAN PERJANJIAN

(12)

ix

ix

URUSAN PENGADAAN TANAH TAPAK RUMAH DI INDONESIA 24

A. Perjanjian Secara Umum ... 24

B. Perjanjian Yang Memuat Klausula Khusus ... 46

C. Aspek Hukum Pengadaan Tanah Yang Dilakukan Secara Langsung Melalui Jual Beli ... 52

1. Perjanjian Jual Beli Secara Umum ... 52

2. Aspek Hukum Pengadaan Tanah Yang Dilakukan Dengan Jual Beli ... 59

D. Bentuk Perjanjian Urusan Pengadaan Tanah Tapak Rumah ... 63

BAB III TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PENYELESAIAN WANPRESTASI YANG TERJADI KARENA PERJANJIAN PENGADAAN URUSAN TANAH TAPAK RUMAH . 71 A. Wanprestasi Secara Umum ... 71

B. Penyelesaian Wanprestasi ... 78

C. Tanggung Jawab Para Pihak dalam Penyelesaian Wanprestasi Yang Terjadi Dalam Perjanjian karena Perjanjian Pengadaan Urusan Tanah Tapak Rumah ... 88

BAB IV KEKUATAN PEMBUKTIAN PERJANJIAN URUSAN PENGADAAN TANAH TAPAK RUMAH YANG DIBUAT DI BAWAH TANGAN ... 94

A. Kekuatan Pembuktian Menurut Hukum Acara Perdata ... 94

B. Alat Bukti ... 102

C. Kekuatan Pembuktian Perjanjian Urusan Pengadaan Tanah Tapak Tapak Rumah Yang Dibuat Di Bawah Tangan ... 108

KESIMPULAN DAN SARAN ... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 118

(13)

i ABSTRAK

Perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah yang dibuat dibawah tangan merupakan suatu perjajian yang kesepakatan antara para pihak yang membuatnya, dimana salah satu pihak sebagai calon penjual yang memiliki sebidang tanah dan calon pembeli yang memiliki kewajiban untuk mengangsur atas pembelian sebidang tanah tersebut. Perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah secara mengangsur yang dibawah tangan pada dasarnya tidak dikenal dalam sistem hukum agraria indonesia. Perjanjian ini menggunakan judul pengadaan tanah tetapi tidak mengikuti aturan yang yaitu Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2015 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan bentuk perjanjian tersebut tidak mendekati perjanjian jual beli pada umumnya sehingga dapat dikatakan bahwa ada kekosongan norma dalam peraturan perundang- undangan yang berlaku mengenai perjanjian tersebut.

Jenis penelitian ini adalah dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan studi pustaka dan wawancara, dimana bahan atau data yang diperoleh akan disusun secara sistematis dan dianalisa dengan menggunakan prosedur logika ilmiah yang sifatnya kualitatif.

Hasil penelitian diharapkan akan dapat menjawab permasalahan yang diteliti, dan pada akhirnya akan dapat memberikan saran solusi terhadap permasalahan tersebut.

Penelitian ini kemudian menghasilkan beberapa kesimpulan, dimana bentuk perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah adalah bentuk perjanjian baku yang menggunakan klausula khusus karena memenuhi karteristik-karateristik yang dimaksud, tanggung jawab para pihak dalam penelitian yang diperoleh adalah tanggung jawab calon pembeli ketika wanprestasi yaitu denda dan tenggang waktu sedangkan calon penjual memiliki tanggung jawab dengan pembatasan dan kekuatan urusan pengadaan tanah tapak rumah ini hanya memiliki kekuatan pembuktian materill karena hanya di buat dibawah tangan dan tidak ditandatangani di depan pejabat dan memiliki daya bukti yang lemah.

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini, disaran agar ada perhatian khusus yang harus diberikan oleh beberapa pihak yang secara langsung terkait dalam jual beli tanah yang benar atau dalam perjanjian pada umumnya, diantaranya adalah oleh Camat, Kepala desa selaku pihak yang paling dekat dengan masyarakat serta ada aturan tegas dan lembaga pengawas terhadap perjanjian baku yang menggunakan klausula khusus.

(14)

ii

ABSTRACT

A contract on the acquisition of land with buildings on it is made underhandedly between the seller of the land and a buyer who will pay for it by installment. This kind of contract is basically unrecognized in the Indonesian agrarian system. An underhanded contract on land with buildings on it is also unrecognized in the Civil Code because it is not buying and selling of immovable property so that it can be said that there is the absence of norm in the prevailing legal provisions about this kind of contract.

The research used judicial normative approach. The data were gathered by conducting library research and interviews. The gathered data were organized systematically and analyzed by using qualitative scientific logical procedure. The result of the research was expected to be able to answer the problems which would eventually be able to provide suggestions from the solution of the problems.

The conclusions of the research were as follows: a contract on the acquisition of land for constructing buildings on it is a standard contract because it has met its characteristics, the responsibility which will be taken by the buyer when he is default is fine and time limit, while the seller is responsible for limitation, and the acquisition of land with buildings on it only has legal force of material evidence because it is made underhandedly and is not signed before a Notary so that it has weak evidence.

It is recommended that the parties concerned pay specific attention to the right buying and selling of land, especially in a contract, it should be signed by a Subdistrict head and village heads who are close to their people, and there should be a firm regulation and controllers on standard contracts which have specific clauses.

Keywords: Standard Contract, Land, Responsibility, Evidence

(15)

1

orang harus diberi akses untuk memperoleh, mempunyai, memanfaatkan dan mempertahankan bidang tanah yang akan atau yang sudah dipunyainya. Sebagai hak dasar hak atas tanah sangat berarti bagi eksistensi seseorang, kebebasan dan harkat dirinya sebagai manusia, sehingga pemenuhannya harus selalu diupayakan.1

Tanah tapak menjadi bahasa yang umum akhir-akhir ini terutama dalam hal jual beli tanah karena jual beli secara kapling lebih menarik bagi masyarakat umum salah satunya efek globalisasi yang terjadi, tanah tapak atau kapling adalah bagian tanah yang sudah dipetak-petak dengan ukuran tertentu untuk bangunan atau tempat tinggal.2

Salah satu bentuk peralihan hak atas tanah adalah jual beli yang berarti pengalihan hak atas tanah kepada pihak/orang lain yang berupa dari penjual kepada pembeli tanah.3 Jual beli adalah suatu perjanjian timbal balik yang dalam hal ini pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang lainnya (pembeli) berjanji untuk membayar

1 Syafruddin Kalo, Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum,(Medan, Pustaka Bangsa Press, 2004), hal.8.

2 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga,(Jakarta, Balai Pustaka, 2001), hal. 518.

3 Harun Al Rasyid, Sekilas Tentang Jual Beli Tanah (berikut Peraturan-peraturannya), (Jakarta, Ghalia Indonesia, 1987), hal. 50.

(16)

2

harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.4

Menurut Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Jual beli tidak hanya dapat dilakukan secara berhadapan langsung antara penjual dengan pembeli, tetapi juga dapat dilakukan secara terpisah antara penjual dan pembeli.

Salah satu obyek jual adalah tanah, dan ada beberapa peraturan perundang- undangan yang mengatur tentang jual beli tanah yang belum dibukukan/- didaftarkan atau belum memiliki tanda bukti hak adalah`:

1. Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang berbunyi Akta untuk memindahkan hak, memberikan hak baru, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan tanggungan hak atas tanah yang belum dibukukan dibuat oleh Penjabat jika kepadanya, dengan menyimpang dari ketentuan dalam Pasal 22 ayat (1) sub. a, diserahkan surat- keterangan Kepala Kantor. Pendaftaran Tanah yang menyatakan, bahwa hak atas tanah itu belum mempunyai sertifikat atau sertifikat-sementara. Di daerah-daerah kecamatan di luar kota tempat kedudukan Kepala Kantor Pendaftaran Tanah surat keterangan Kepala Kantor Pendaftaran Tanah

4 Richard Eddy, Aspek Legal Property, Teori, Contoh, dan Aplikasi, (Yogyakarta, Andi, 2010), hal. 55

(17)

tersebut dapat diganti dengan pernyataan yang memindahkan, memberikan menggadaikan atau menanggungkan hak itu, yang dikuatkan oleh Kepala Desa dan seorang anggota Pemerintah Desa yang bersangkutan. Selain surat- keterangan tersebut, kepada Pejabat itu harus diserahkan pula:

a. surat bukti hak dan keterangan Kepala Desa yang dikuatkan oleh Asisten Wedana yang membenarkan surat-bukti hak itu,

b. surat tanda bukti pembayaran biaya pendaftaran.

2. Penjelasan Pasal 24 ayat (1) point f dan g dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang berbunyi akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dan akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan

3. Pasal 60 ayat (2) poin g dan h dari Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah yang berbunyi akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau

(18)

4

Peraturan perundang-undangan diatas menjelaskan bahwa apabila ada peralihan/perpindahan hak atas tanah yang belum dibukukan/didaftarkan maka setidaknya proses tersebut disaksikan oleh kepala desa atau pejabat pemerintahan.

Jual beli yang dilakukan terhadap tanah sebagai obyeknya pasti memerlukan suatu perjanjian. Perjanjian secara umum adalah suatu peristiwa yang berupa suatu rangkaian janji-janji.5 Suatu perjanjian menimbulkan perikatan, atau perjanjian merupakan sumber utama dari perikatan.6 Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata perikatan adalah suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu.

Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan prestasi, yang menurut Undang-Undang dapat berupa :7

1. Menyerahkan suatu barang;

2. Melakukan suatu perbuatan;

3. Tidak melakukan suatu perbuatan.

Unsur-unsur dalam perikatan adalah :8

1. Bahwa perikatan itu adalah suatu hubungan hukum;

5 Subekti, Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional, ( Bandung, Alumni, 1976), hal. 12.

6 Ibid., hal. 13.

7 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, ( Jakarta, PT. Intermasa, 2003), hal. 123.

8 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 17.

(19)

2. Hubungan hukum tersebut melibatkan dua atau tiga orang orang (pihak);

3. Hubungan hukum tersebut adalah hubungan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan;

4. Hubungan hukum tersebut melahirkan kewajiban pada salah satu pihak dalam perikatan.

Hubungan hukum dalam jual beli dinyatakan dengan pernyataan tertulis, yaitu perjanjian jual beli ialah perjanjian konseptual karena mengikat para pihak saat terjadinya kesepakatan para pihak tersebut mengenai unsur esencial dan aksidentalia dari perjanjian tersebut.9 Setelah dilakukan perjanjian jual beli maka dilakukan penyerahan terhadap obyek yang diperjual belikan, penyerahan terhadap barang tidak bergerak atau tanah dilakukan dengan pendaftaran atau balik nama.10

Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pembeli. Di dalam perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan berhak menerima objek tersebut.11

Salah satu yang timbul di masayarakat adalah timbulnya surat perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah yang secara garis besar berisi tentang jual beli

9 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 126.

10 Ibid., hal. 129

11 Salim, H.S, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta, Sinar Grafika, 2011), hal. 49.

(20)

6

tanah tapak rumah secara angsuran. Jual beli secara angsuran bisa memiliki persamaan dengan sewa beli yaitu tentang klausul yang menyebabkan pembeli tidak diberi kebebasan untuk mengalihkan barang yang dibeli secara angsuran atau disewa beli sebelum barang tersebut dibayar lunas,12 dan perbedaannya adalah pada proses penyerahan hak milik barang yang akan diterima pembeli pada jual beli angsuran pada dasarnya hak milih sudah beralih pada saat barang yang menjadi obyek jual beli diserahkan kepada pembeli sedangkan pada sewa beli hak milik naru beralih pada saat pembayaran angsuran telah lunas.

Perjanjian jual beli tanah biasanya dibuat dalam akta autentik yang dibuat oleh pejabat yang berwenang untuk itu,13 di Indonesia tentang jual beli hak atas tanah seperti yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus dilakukan dihadapan yang berwenang, dalam hal ini adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Khusus untuk tanah-tanah yang bersertipikat, jual beli yang merupakan bentuk peralihan hak atas tanah dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), tetapi ada kalanya pelaksanaan jual beli ini dilakukan di hadapan Notaris.

Sedangkan untuk tanah yang belum bersertipikat yaitu tanah yang alas haknya berupa Surat Keterangan Camat, bisa dilakukan di hadapan notaris umumnya dengan akta pelepasan hak atas sebidang tanah dengan ganti rugi.

12Ahmadi Miru, Op.Cit, hal. 139.

13 Ibid.

(21)

Pembayaran harga barang pada umumnya dilakukan secara tunai bersamaan dengan penyerahan barang. Akan tetapi, dalam beberapa jenis perjanjian harga barang tersebut tidak dilakukan secara tunai, akan tetapi dilakukan dengan angsuran.14 Dalam hal ini suatu perjanjian yang dimaksudkan untuk mengalihkan hak milik atas suatu barang, namun hak milik atas suatu barang itu tidak beralih pada saat penyerahan barang karena orang yang berkehendak untuk memiliki barang tersebut statusnya bukan sebagai pembeli, tetapi hanya sebagai penyewa atas barang yang diserahkan kepadanya dan status ini akan berubah menjadi pembeli pada saat pembayaran angsuran terakhir dilunas oleh pihak yang berkehendak memiliki barang tersebut.15

Dalam jual beli proses penyerahan obyek jual beli menurut Kitab Undang- Undang Hukum Perdata sangat berbeda dengan menurut hukum adat. Kitab Undang–

undang hukum perdata menyatakan bahwa penyerahan fisik bukan unsur jual beli tetapi kewajiban penjual karena obyek jual beli adalah hak atas tanah sedangkan menurut hukum adat penyerahan fisik adalah unsur jual beli.16

Dalam praktek yang terjadi ada surat perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah yang dibuat di bawah tangan yang obyeknya adalah tanah tapak dan belum bersertipikat di Kota Binjai. Bentuk perjanjian tersebut dibuat tidak didepan pejabat yang berwenang sehingga kedudukan pembeli kurang terjamin selama angsuran itu

14 Ibid.,hal.131.

15 Ibid., hal. 132

16 Effendi Perangin, Praktek Jual Beli Tanah, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1994), hal.

15.

(22)

8

berjalan didukung fakta bahwa proses administrasi dan penyerahan terhadap tanah tersebut akan diproses setelah angsuran lunas, seperti balik nama menjadi milik pembeli.

Pembeli dalam hal ini hanya memiliki surat perjanjian dibawah tangan tersebut dan kwitansi pembayaran angsurannya dan berpegang pada kepercayaan masing-masing pihak, dan selama angsuran belum lunas maka surat asli tanah yang diperjual belikan tidak diproses balik nama menjadi nama pembeli dan masih berada di bawah kekuasaan pihak penjual.

Nama perjanjiannya tersebut mengandung unsur kata pengadaan tanah, di indonesia sendiri aturan tentang pengadaan tanah sudah diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2015 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dalam Pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Dan ayat 3 Pasal tersebut menyebutkan bahwa pihak yang berhak adalah pihak yang menguasai atau memiliki objek pengadaan tanah. Pihak yang membayar ganti kerugian dan menerima objek pengadaan tanah adalah intansi pemerintah yang sudah mendapat kuasa atas hal tersebut.

Sehingga ciri khas dari pengadaan tanah ada keterlibatan pihak pemerintah yang diwakilkan oleh instansi pemerintahan, namun dalam surat perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah tidak ada keterlibatan pemerintah namun pihak

(23)

masyarakat dengan direksi sebuah perseroan komanditer, sehingga ada kesenjangan yang terjadi dalam surat perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah tersebut.

Dalam hal jual beli secara angsuran yang terjadi dalam surat perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah, pembeli sudah melakukan kewajibannya (prestasi) yaitu menyerahkan sesuatu yakni uang angsuran, sedangkan penjual hanya memberi kwitansi pembayaran angsuran, dalam hal ini bagaimana tanggung jawab para pihak ketika timbul masalah dari perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah tersebut seperti seperti penjual meninggal dunia, surat tanah yang menjadi obyek jual beli bermasalah, atau perjanjian tersebut dibatalkan sepihak serta bagaimana kekuatan pembuktiannya secara Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata.

Oleh karena itu, penelitian ini berjudul “Analisis Yuridis Tanggung Jawab Para Pihak daam Perjanjian Urusan Pengadaan Tanah Tapak Rumah yang dibuat di Bawah Tangan”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk dan pengaturan perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah di Indonesia?

2. Bagaimana tanggung jawab para pihak dalam penyelesaian wanprestasi yang terjadi karena perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah?

3. Bagaimana kekuatan pembuktian perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata?

(24)

10

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah memberikan pemahaman yang benar tentang permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan, kemudian untuk menemukan jawaban-jawaban atas permasalahan-permasalahan tersebut dalam lingkup yang lebih khusus penelitian ini ditujukan untuk hal-hal sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bentuk dan pengaturan perjanjian perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah di Indonesia.

2. Untuk mengetahui tanggung jawab para pihak dalam penyelesaian masalah- masalah yang terjadi karena perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah.

3. Untuk mengetahui kekuatan pembuktian perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

D. Manfaat Penelitian

Terjawabnya permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan serta tercapainya tujuan penelitian diharapkan memberikan sejumlah manfaat secara teoritis maupun secara praktis, antara lain:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi data tentang tentang bentuk perjanjian perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tanggung jawab para pihak dalam penyelesaian masalah-masalah yang terjadi karena perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah dan kekuatan pembuktian perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah ditinjau dari Kitab Undang- Undang Hukum Perdata agar dapat disebar luaskan dan dibaca, baik oleh

(25)

kalangan akademisi maupun praktisi serta masyarakat pada umumnya karena penting untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

2. Secara Praktis, hasil penelitian diharapkan memberikan sumbangan pikiran:

a. Sebagai bahan masukan dan panduan bagi para paktisi hukum dalam menyelesaikan kasus yang dihadapi

b. Untuk menambah khazanah dan wawasan pemikiran hukum tentang bentuk dan pengaturan perjanjian perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah di Indonesia, tanggung jawab para pihak dalam penyelesaian masalah-masalah yang terjadi karena perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah dan kekuatan pembuktian perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

c. Dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang hukum kepada almamater.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan, menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini belum pernah dilakukan. Akan tetapi ditemukan judul tesis yang berhubungan dengan topik dalam tesis ini yaitu tesis atas nama Wanda Lucia, Nim. 117011154, dengan judul Tinjau Yuridis atas akta notaris terkait dengan pengikatan jual beli hak atas tanah dengan cicilan, dengan perumusan masalah:

(26)

12

1. Apakah pengikatan jual beli tanah secara cicilan disebut sebagai jual beli yang disebut dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata?

2. Bagaimana proses hukum jual beli tanah secara cicilan?

3. Bagaimana status hukum penjual dan pembeli terhadap tanah yang dibeli secara cicilan dalam hal penjual wanprestasi ?

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut berbeda dengan permasalahan yang akan dibahas dengan penelitian ini. Oleh karena itu penelitian ini dapat menjamin dengan sepenuhnya tentang keaslian penelitian dan dapat dikategorikan sebagai penelitian yang baru dan dapat dipertanggung jawabkan secara akademik.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori harus mengungkapkan suatu tesis atau argumentasi tentang fenomena tertentu yang dapat menerangkan bentuk substansi atau eksistensinya,17dan suatu teori harus konsisten tentang apa yang diketahui tentang dunia sosial oleh partisipan dan ahli lainnya, minimal harus ada aturan-aturan penerjemah yang dapat menghubungkan teori dengan ilmu bahkan pengetahuan lain,18 sedangkan kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, tesis mengenai suatu kasus atau

17 H.R. Otje Salman, S dan Anton F Susanto, Teori Hukum, (Bandung, Refika Aditama 2005), hal. 23.

18 Ibid .

(27)

permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan pegangan teoritis.19

Menurut J.J.H Bruggink yang dikutip oleh Titik Triwulan Tutik teori hukum adalah “suatu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual antara aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum dan sistem tersebut untuk sebagian yang penting dipositifkan”.20

Sedangkan, menurut Bernard Arief Sidharta yang dikutip oleh Hasim Purba teori hukum diartikan sebagai ilmu atau disiplin hukum yang dalam perspektif interdisipliner dan eksternal secara kritis mengalisis berbagai aspek gejala hukum, baik tersendiri maupun dalam kaitan keseluruhan, baik dalam konsepsi teoritisnya maupun praktisnya dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dan memberikan penjelasan sejernih mungkin tentang bahan hukum yang tersaji dan kegiatan yuridis dalam kenyataan kemasyarakatan .21

Bagi suatu penelitian, teori atau kerangka teoritis mempunyai beberapa kegunaan. Kegunaan tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut: 22

a. Teori berguna untuk lebih mempertajam dan menkhususkan faktor- faktor yang hendak diselidiki atai dikaji kebenarannya.

19 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung, Mandar Maju, , 1994), hal. 80.

20 Titik Triwulan Tutik, Pengantar Ilmu Hukum,(Jakarta, Prestasi Pustakaraya. 2006), hal.

145.

21 Hasim Purba, Suatu Pedoman Memahami Ilmu Hukum, ( Medan, CV. Cahaya Ilmu, 2006), hal. 98.

22 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta, Universitas Indonesia Press, 1982), hal. 121.

(28)

14

b. Teori sangat berguna di dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta membina struktur konsep-konsep serta mengembangkan definisi- definisi.

c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkit objek yang diteliti d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah dikatahui sebab-sebab terjaadi fakta tersebut mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa mendatang.

e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhdap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti.

Teori hukum yang digunakan adalah teori kepastian hukum dari Soerjono Soekanto yang menyatakan yang penting dalam kepastian hukum adalah peraturan dan dilaksanakan peraturan itu sebagaimana yang ditentukan.

Apakah peraturan itu harus adil dan mempunyai kegunaan bagi masyarakat adalah diluar pengutamaan kepastian hukum. Dengan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, siapapun yang berkepentingan akan mudah mengetahui kemungkinan apa yang tersedia baginya untuk menguasai dan menggunakan tanah yang diperlukannya, bagaimana cara memperolehnya, hak-hak, kewajiban serta larangan yang ada di dalamnya.23

Teori kepastian hukum menekankan pada penafsiran dan sanksi yang

23 Soerjono Soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-Masalah Sosial, (Bandung, Alumni, 1982), hal. 21.

(29)

jelas agar suatu perjanjian dapat memberikan kedudukan yang sama antar subyek hukum yang membuat perjanjian itu. Kepastian memberikan kejelasan dalam melakukan perbuatan hukum saat pelaksanaan perjanjian dalam bentuk prestasi bahkan saat perjanjian tersebut telah masuk kepada wanprestasi.24

Memperbaiki kepastian hukum, memang bukan satu-satunya dan juga tidak dapat berdiri sendiri, namun dengan mengetahui hak dan kewajiban masing-masing yang diatur dalam hukum sangat dimungkinkan tidak terjadi sengketa,25 artinya bila kepastian hukum yang dijadikan sasaran, maka hukum formal adalah wujud yang dapat diambil sebagai tolak ukurnya, dengan demikian perlu mengkaji hukum formal sebagai basis dalam menganalis suatu kebijakan yang dapat memberikan suatu kepastian hukum. Teori kepastian hukum ini digunakan untuk mencari kepastian hukum bagi pembeli yang melakukan jual beli terhadap tanah kapling secara mengangsur dengan perjanjian yang dilakukan dibawah tangan.

Teori kedua yang digunakan adalah teori tanggung jawab hukum dari Hans Kelsen yang menyatakan bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab atas suatu sanksi

24 Thomas Widinarto, Asas-asas Hukum Perjanjian Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta, Salemba Empat, 2012), hal. 46.

25 Muhammad Yamin, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, (Medan, Pustaka Bangsa Press, 2003), hal. 41-42.

(30)

16

dalam hal perbuatan yang bertentangan.26 Pertanggungjawaban berdasar kesalahan biasanya mencakup persoalan kelalaian.27 Prinsip ini menyatakan seseorang baru dapat dimintakan untuk bertanggungjawab secara hukum apabila terdapat unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dikenal dengan pasal perbuatan melawan hukum mengharuskan empat unsur kesalahan, adanya kerugian yang diderita, dan adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian. Pertanggungjawaban mutlak biasanya kejadian yang tidak terperkirakan atau tidak disengaja.28 Karena itu tanggung jawab mutlak sering disebut dengan tanggung jawab tanpa kesalahan. Bentuk pertanggungjawaban dalam hukum perdata dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pertama, pertanggungjawaban kontraktual dan kedua, pertanggungjawaban perbuatan melawan hukum.

Perbedaan antara tanggung jawab kontraktual dengan tanggung jawab perbuatan melawan hukum adalah apakah dalam hubungan hukum tersebut terdapat perjanjian atau tidak. Apabila terdapat perjanjian tanggung jawabnya adalah tanggung jawab kontraktual. Sementara apabila tidak ada perjanjian namun terdapat satu pihak merugikan pihak lain, pihak yang dirugikan dapat menggugat, pihak yang merugikan bertanggung jawab dengan dasar perbuatan melawan hukum.29 Teori ini digunakan

26 Jimly Asshidiqie dan Ali Safaat, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekretariat Jendrall dan kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, 2006, halaman 63.

27 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Bandung, Nusamedia, 2008, halaman 140.

28 Ibid.

29 Rosa Agustina dkk, Hukum Perikatan (Law of Obligations), Denpasar, Pustaka Larasan;

Jakarta, 2012, halaman 4.

(31)

untuk meneliti seperti apa tanggung jawab para pihak dalam perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah ketika ada salah satu pihak melakukan wanprestasi.

2. Kerangka Konsepsi

Dalam kerangka konseptional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.30 Selanjutnya konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau masalah dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, maka sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari sekolompok fakta atau gejala itu. Maka konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, Konsep menentukan antara variable-variable yang ingin menentukan antara variable-variable yang ingin menentukan adanya gejala empiris.31

Konsepsional pada hakikatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih kongkrit dari kerangka teoritis (tinjauan pustaka) yanh sering kali masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsional belaka kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang akan menjadi pegangan konkrit

30 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 7.

31 Koentjoro Ningrat, Metode-metode Penelitian masyarakat, (Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997), hal. 21.

(32)

18

di dalam penelitian.32

Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitin tesis ini perlu didefinisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi agar secara operasional dapat dibatasi ruang lingkup variabel dan dapat diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan.

Konsep itu adalah sebagai berikut:

a. Tanggung jawab para pihak adalah kewajiban para pihak dalam melaksanakan segala kewajiban yang tertulis di dalam Perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah yang menjadi obyek penelitian ini.

b. Perjanjian adalah suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. 33 c. Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara

memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang behak. 34 d. Dibawah tangan adalah suatu perjanjian yang ditandatangani oleh para

pihak yang bersangkutan saja.35

32 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakara, UII Press, 2007), hal. 21.

33 Salim, H.S, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta, Sinar Grafika, 2011), hal. 25.

34 Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

35 Salim, H.S, Ibid, hal. 43.

(33)

F. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian.

Spesifikasi penelitian dalam penulisan bersifat deskriptif analitis, dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan dalam menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut .36

Pendekatan kualitatif memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia, atau pola-pola yang yang dianalisis gejala-gejala sosial budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku.37

2. Jenis Penelitian.

Penelitian ini menggunakan metode atau jenis penelitian yuridis normatif, pendekatan teradap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan mengenai tanggung jawab para pihak dalam perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah yang dibuat di bawah tangan. Menggunakan pendekatan yuridis normatif oleh karena sasaran penelitian ini adalah hukum

36 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Normatif, (Jakarta, UII Press, 2001), hal.

30.

37 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta, Rineka Cipta, 2007), hal. 20-21

(34)

20

atau kaedah (norm). Pengertian kaedah meliputi asas hukum, kaedah dalam arti sempit (value), Peraturan hukum konkret. Penelitian yang berobjekan hukum normatif berupa asas-asas hukum, sistem hukum, taraf sinkronisasi vertikal dan horisontal.38

Penelitian ini sering disebut juga penelitian dokumenter untuk memperoleh data sekunder dibidang hukum. Penelitian lebih meliputi penelitian asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, Peraturan perUndang- Undangan yang berlaku, literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini. Titik berat penelitian tertuju pada penelitian dokumenter, yang berarti lebih banyak menelaah dan mengkaji data sekunder yang diperoleh dari penelitian.

Dalam penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah tanggung jawab para pihak dalam perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah yang dibuat di bawah tangan

3. Metode Pengumpulan Data.

Sebagai penelitian hukum Normatif, penelitian ini menitikberatkan pada studi kepustakaan. Dalam mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan dalam penulisan tesis ini, penulis menggunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dari arsip-arsip, bahan pustaka, data resmi pada instansi Pemerintah, Undang-

38 Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit, hal. 70.

(35)

Undang, makalah yang ada kaitannya dengan masalah yang sedang diteliti, yang terdiri dari :

a. Bahan hukum primer, 39 yaitu bahan hukum yang mengikat seperti peraturam perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

b. Bahan hukum sekunder,40 yaitu bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer, antara lain berupa tulisan atau pendapat pakar hukum dibidang Perjanjian atau Pertanahan.

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan hukum yang sifatnya penunjang untuk dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti jurnal hukum, jurnal ilmiah, surat kabar, internet serta makalah-makalah yang berkaitan dengan objek penelitian.41

Selain data sekunder, penulis juga menggunakan data primer, yaitu data yang diambil langsung dengan wawancara yang dilakukan secara terarah (directive interview),42 yaitu pembeli dan direktur CV. Putra Agung sebagai pihak yang terlibat di dalam perjanjian urusan pengadaan tanah tapak rumah, yang dalam penelitian ini memiliki kapasitas sebagai informan dan narasumber. 43 Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui ketentuan dan tata

39 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988), hal. 55.

40 Ibid.

41 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit., hal. 14.

42 Ronny Hanitijo Soemitro, Op.Cit., hal. 60.

43 Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang, Banyu Media, 2005), hal. 28.

(36)

22

cara penyelesaian wanpretasi dalam perjanjian jual beli tanah kaplingan secara mengangsur yang dilakukan dibawah tangan.

4. Alat Pengumpulan Data.

Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini diperoleh melalui alat pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan cara :

a. Studi dokumen digunakan untuk memperoleh data sekunder dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis data sekunder yang berkaitan dengan materi penelitian.44

b. wawancara merupakan teknik pengumpulan data dimana penulis melakukan percakapan atau tatap muka yang terarah kepada pihak yang berkepentingan guna memperoleh keterangan atau data-data yang diperlukan. Wawancara merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan lisan guna mencapai tujuan tertentu.45

44 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta, Universitas Indonesia Press, 1986), hal. 21.

45 Burhan Ashshofa, Op.Cit, hal. 95.

(37)

5. Analisis Data.

Penelitian ini bersifat deskriptif. Data hasil penelitian yang berupa data hasil studi dokumen (data sekunder), data hasil pengamatan dan wawancara dianalisis dengan metode kualitatif,46 dengan maksud untuk memaparkan apa yang dianalisis tadi secara sistematis dan menyeluruh untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode deduktif.

Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan baik secara studi dokumen dan wawancara. Setelah itu secara keseluruhan data tersebut akan dianalisis dan disistematisasikan secara kualitatif yang artinya menjelaskan dengan kalimat sendiri semua kenyataan yang terungkap dari data sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, dengan tujuan untuk memperoleh jawaban terhadap permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

46 Ibid., hal. 58.

(38)

24 BAB II

BENTUK DAN PENGATURAN PERJANJIAN URUSAN PENGADAAN TANAH TAPAK RUMAH DI INDONESIA

A. Perjanjian Secara Umum

Perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pengertian perjanjian tertuang di dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Definisi dari Pasal tersebut adalah :47

1. Tidak jelas, karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian;

2. Tidak tampak asas konsesualisme 3. Bersifat dualisme.

Tidak jelasnya definisi ini disebabkan dalam rumusan tersebut hanya disebutkan perbuatan saja. Maka yang bukan perbuatan hukum pun disebut dengan perjanjian. Untuk memperjelas pengertian itu maka harus dicari dalam doktrin. Jadi menurut doktrin (teori lama) yang disebut perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum dengan unsur-unsur sebagai berikut:48

1. Adanya perbuatan hukum;

2. Persesuaian pernyataan kehendak dari beberapa orang;

3. Persesuaian kehendak harus dipublikasikan/dinyatakan;

47 Salim, H.S, Op.Cit, hal. 25.

48 Ibid.

(39)

4. Perbuatan hukum terjadi karena kerja sama antara dua orang atau lebih;

5. Pernyataan kehendak yang sesuai harus saling bergantung satu sama lain;

6. Kehendak ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum;

7. Akibat hukum itu untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau timbal balik;

8. Persesuaian kehendak harus dengan mengingat peraturan perundang- undangan.

Perjanjian diartikan sebagai suatu hubungan hukum di bidang harta kekayaan yang didasari kata sepakat antara subjek hukum yang satu dengan yang lain, dan diantara mereka (para pihak/subjek hukum) saling mengikatkan dirinya sehingga subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan subjek hukum yang lain berkewajiban melaksanakan prestasinya sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati para pihak tersebut serta menimbulkan akibat hukum.49

Perjanjian adalah peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu.50 Bentuk perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu, dapat dibuat secara lisan dan andaikata dibuat secara tertulis maka ini bersifat sebagai alat bukti apabila terjadi perselisihan.51

49 Handri Raharjo. Hukum Perjanjian di Indonesia. (Yogyakarta, Pustaka Yustisia, 2009), hal.

42.

50 R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta , Intermasa,1998), hal. 1.

51 Mariam Darus Badrulzaman, DKK, Op.Cit, hal. 65.

(40)

26

Perjanjian sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan dua belah pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal sedang pihak yang lain berhak menuntut perjanjian itu.52 Suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu.53

Tiap hubungan hukum tentu menimbulkan hak dan kewajiban, selain itu masing-masing anggota masyarakat tentu mempunyai hubungan kepentingan yang berbeda-beda dan saling berhadapan atau berlawanan, untuk mengurangi ketegangan dan konflik maka tampil hukum yang mengatur dan melindungi kepentingan tersebut yang dinamakan perlindungan hukum.

Untuk beberapa perjanjian tertentu undang-undang menentukan suatu bentuk tertentu, sehingga apabila bentuk itu tidak dituruti maka perjanjian itu tidak sah. Dengan demikian bentuk tertulis tadi tidaklah hanya semata-mata merupakan alat pembuktian saja, tetapi merupakan syarat untuk adanya perjanjian itu.54

Ada beberapa jenis perjanjian tertentu yang mensyaratkan dibuat dalam bentuk tertulis, atau bahkan harus dibuat oleh atau dihadapan pejabat tertentu, sehingga disebut dengan kontrak formal. Hal ini merupakan pengecualian dari

52 Wiryono Projodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, (Bandung, Bale Bandung, 1989), hal.

9.

53 Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan Dan Hukum Jaminan, (Yogyakarta, Liberty,1984), hal. 78.

54 Mariam Darus Badrulzaman, DKK, Op.Cit, hal. 66.

(41)

prinsip umum tentang asas konsensual tersebut. Contoh kontrak yang harus dibuat secara tertulis adalah :

a. Kontrak perdamaian;

b. Kontrak pertanggungan;

c. Kontrak penghibahan;

Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara, pembedaan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Perjanjian timbal balik, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak.55

2. Perjanjian cuma-cuma, yang diatur dalam Pasal 1314 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi suatu persetujuan diadakan dengan cuma-cuma atau dengan memberatkan. Suatu persetujuan cuma-cuma adalah suatu persetujuan, bahwa pihak yang satu akan memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima imbalan. Suatu persetujuan memberatkan adalah suatu persetujuan yang mewajibkan tiap pihak untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.

Perjanjian cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak

3. Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestassi itu ada hubungannya menurut hukum.56

55 Ibid.

(42)

28

4. Perjanjian bernama, perjanjian yang mempunyai nama sendiri, maksudnya ialah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. 57 Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

5. Perjanjian tidak bernama, yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya seperti perjanjian kerja sama, perjanjian pemasaran dan lainnya, hal ini lahir dikarenakan adanya asas kebebasan berkontrak dalam sistem perjanjian tersebut.58

6. Perjanjian Obligatoir, yaitu perjanjian dimana pihak-pihak sepakat mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain.59

7. Perjanjian Kebendaan, yaitu perjanjian dengan mana seseorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain.60 Dalam hal perjanjian jual beli benda tetap, maka perjanjian jual belinya disebutkan juga

56 Ibid., hal. 67.

57 Ibid.

58 Ibid.

59 Ibid.

60 Ibid., hal. 68.

(43)

perjanjian jual beli sementara, dan untuk perjanjian jual beli benda-benda bergerak, maka perjanjian obligatoir dan perjanjian kebendaannya jatuh bersamaan.

8. Perjanjian Konesensual, adalah perjanjian dimana di anatara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan,61 sesuai Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik, perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat.

9. Perjanjian Rill, adalah perjanjian yang berlaku setalah terjadinya penyerahan barang. 62

10. Perjanjian Liberatoir, yaitu perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan utang.63

11. Perjanjian Pembuktian, adalah perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka.64

61 Ibid.

62 Ibid.

63 Ibid.

64 Ibid.

(44)

30

12. Perjanjian Untung-untungan, yaitu perjanjian yang obyeknya ditentukan di kemudian hari, misalnya perjanjian asuransi.65

13. Perjanjian Publik, adalah perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainnya adalah swasta. Diantaranya terdapat hubungan atasan dan bawahan, jadi tidak berada dalam kedudukan yang sama.66

14. Perjanjian Campuran, perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian, yang dalam perjanjian ini terdapat beberapa paham yaitu :67

a. Paham pertama mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian khusus diterapkan secara analogis sehingga setiap unsur dari perjanjian khusus tetap ada;

b. Paham kedua mengatakan ketentuan-ketentuan yang dipaai adalah ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang paling menguntungkan.

Hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu saling setuju untuk melakukan sesuatu.

Dalam suatu perjanjian unsur yang terpenting adalah pelakunya atau disebut dengan subyek. Subyek perjanjian adalah pihak-pihak yang terikat dengan

65 Ibid., hal. 69.

66 Ibid.

67 Ibid.

(45)

diadakannya suatu perjanjian, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata membedakan 3 (tiga) golongan yang tersangkut pada perjanjian yaitu:68

1. Para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri;

2. Para ahli waris mereka dan mereka yang mendapat hak dari padanya;

3. Pihak ketiga.

Pada dasarnya mengenai subyek perjanjian, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengaturnya secara teratur di dalam Pasal 1315, Pasal 1340. Pasal 1317 dan Pasal 1318. Suatu perjanjian ketika memenuhi syarat-syarat yang tercantum di dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;

1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. suatu pokok persoalan tertentu;

4. suatu sebab yang tidak terlarang.

Dari pasal tersebut, dapat dibedakan dua syarat yaitu:

1. Syarat Subjektif yaitu sepakat yang mengikatkan dirinya dan cakap untuk membuat suatu perikatan karena mengenai subjek perjanjian. Kata sepakat daam mengadakan perjanjian, maka kedua belah pihak haruslah memunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak mendapat suatu tekanan yang mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak tersebut.69

68 Ibid.,hal. 70.

69 Ibid., hal. 73.

Referensi

Dokumen terkait

Activity diagram digunakan untuk mendeskripsikan kegiatan-kegiatan dalam sebuah operasi meskipun juga dapat unakan untuk mendeskripsikan alur kegiatan yang lainnya seperti

(2008: 154) juga menyatakan bahwa pembelajaran yang melibatkan aktivitas Problem Posing dapat menimbulkan ketertarikan peserta didik terhadap matematika, meningkatkan

Salah seorang tokoh yang dapat dianggap sebagai pelopor lahirnya Ilmu Pengetahuan Alam di samping Galileo Galilei adalah Francis Bacon (1560 – 1626) yang ajarannya dalam

Langkah- langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia agar mampu bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya untuk menghadapi MEA, adalah sebagai berikut:...  Perbaikan

Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang. Kata Kunci : Balanced Score Card, Perusahaan. Poliplas Makmur Santosa Ungaran adalah perusahaan manufaktur yang

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur memiliki 4 (empat) sasaran strategis dan 30 Indikator Kinerja Utama (IKU) beserta 30 target kinerja yang mendukung

Faktor yang melatarbelakangi adanya perilaku yang menyimpang tersebut adalah adanya perbedaan lingkungan pekerjaan, masih rendahnya pengetahuan pemakai mengenai

[r]