• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

MOMENTUM ANGULAR

Pengukuran Simultan Beberapa Properti

 Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan.

 Kriteria apa saja yang dapat digunakan untuk menentukan properti apa saja dari suatu sistem yang nilainya dapat ditentukan secara simultan.

 Dalam mekanika kuantum ada pasangan-pasangan properti yang pengukurannya tidak dapat secara simultan, sebagai contoh posisi dan momentum merupakan dua properti pengukurannya tidak dapat secara simultan.

 Ada juga pasangan-pasangan properti yang pengukurannya dapat secara simultan, karena masing-masing mempunyai hasil pengukuran yang pasti.

 Jika fungsi  adalah fungsi eigen dari operator A

dengan nilai

eigen a, maka a adalah nilai properti A.

(2)

 Contoh jika  adalah fungsi eigen dari operator energi kinetik T

dengan nilai eigen t, maka t adalah nilai energi kinetik T.

 Jika  secara simultan merupakan fungsi eigen dari dua buah operator yaitu A

dan B

dengan nilai eigen a dan b, (ditulis:

A

 = a dan B

 = b, maka secara simultan dapat diketahui secara pasti nilai properti A dan B, yaitu a dan b.

Kapankah terjadi kemungkinan bahwa  menjadi fungsi eigen dari dua buah operator berbeda ?

 Fungsi  akan secara simultan merupakan fungsi eigen dari dua buah operator A

dan B

jika kedua operator tersebut adalah pasangan operator yang commute atau jika [ A

, B

] = 0.

 Jika dua buah operator A

dan B

adalah commute, maka  dapat menjadi fungsi eigen bagi A

maupun B  .

! Ingat !

Commutator A

dan B

adalah [ A  , B

] = AB

BA

.

(3)

 Beberapa commutator identitas yang sangat membantu dalam mengevaluasi commutator.

[ A  , B

] = [ B  , A

] (5-1)

[ A

, An

] = 0 (5-2)

[k A  , B

] = [ A

, k B

] = k[ A  , B

] (5-3)

[ A  , A

+ C

] = [ A  , B

] + [ A  ,C 

];

[ A  + B

, C

] = [ A  , C

] + [ B  ,C 

] (5-4)

[ A  , B

C

] = [ A  , B

]C 

+ B  [ A

, C

] ; [ A

B  ,C 

] = [ A  , C

] B

+ A  [ B

, C

] (5-5)

Contoh:

Buktikanlah bahwa x dan p x tidak dapat diukur secara simultan!

Jawab:

Ujilah bahwa [ x, px

]  0 [ x, px

] = [ x pxpx

x ]

Jika dioperasikan pada sembarang fungsi :

(4)

[ x, px ]  = [ x pxpx x ]

= x px  px x  Karena px =  i

x

  , maka:

[ x , px ]  = x ( i

x

  )  ( i

x

  )x 

i ( x

x

  

x

 x )

i { x

x

   ( 

x

 x + x

x

 ) }

i { x

x

   (  + x

x

 ) }

i { x

x

     x

x

  }

i { x

x

    x

x

 }

(5)

i {   }

i   Jadi:

[ x , px ] = i 

Karena [x, p  ] ≠ 0, maka x  tidak mungkin merupakan fungsi eigen simultan terhadap x dan px

sehingga pengukuran x dan p x harus secara simultan dan mengikuti prinsip ketidakpastian.

5.2 Momentum Angular Sistem Partikel Tunggal

Momentum Angular Dalam Mekanika Klasik

 Jika sebuah partikel bermassa m melintas dan dalam sistem koordinat Cartessius dengan r adalah vektor dari titik acuan ke posisi partikel pada saat itu, maka hubungan antara vektor r dengan komponen-komponennya adalah

r = x i + y j + z k (5-6)

(6)

dengan x, y dan z adalah koordinat partikel sedang i, j, k adalah

unit vektor berarah x, y dan x.

(7)

Jika vektor momentum linear adalah p maka hubungan antara vektor p dengan komponen-komponennya adalah:

p = p x i + p y j + p z k (5-7)

dengan p x = m v x ; p y = m v y dan p z = m v z

(8)

Menurut mekanika klasik, vektor momentum angular L didefinisikan sebagai :

L = r x p =

x z

x z

p y p

y p

i j k

= y p . z z p . y i  xp z zp x j + xp y yp x k (5-8)

Karena hubungan antara vektor L dan komponen-komponennya adalah:

L = L x i + L y j + L z k (5-9) Maka kita peroleh:

. .

x z y

Ly pz p

. .

y x z

Lz px p (5-10)

. .

z y x

Lx py p

(9)

Hubungan antara harga L dengan L x , l y dan L z adalah:

L 2 = L 2 xL 2 yL 2 z (5-11) Operator Momentum Angular

Operator momentum angular diperoleh dari persamaan klasik (5- 11) dan (2-10) setelah mengganti p x , p y dan p z dengan operator p , x

p y dan p yaitu: z p = x i

x

 

p y = i

y

 

 (5-12)

p = z i z

 

(10)

sehingga:

L x =  i y z

z y

 

 

  

 

 

L = yi z x

x z

 

  

   

  (5-13)

L = zi x y

y x

 

  

   

 

Selanjutnya kita tahu bahwa besarnya harga skalar L adalah:

L 2 = L 2 x  L 2 y  L 2 z

Jadi operator L 2 = L 2 x + L 2 y + L 2 z (5-14)

(11)

Commutator antara Momentum Angular dengan Komponen- komponennya

Selanjutnya karena pasangan commutator sangat penting untuk mengetahui apakah dua buah properti dapat diukur secara simultan atau tidak, maka sekarang kita akan melihat bagaimana harga pasangan-pasangan commutator antar komponen momentum angular, yaitu [ L x , L ]; [ y L x , L ]; [ z L , y L ] dan juga pasangan z commutator antara operator momentum angular L 2 dengan komponen-komponennya yaitu commutator [ L 2 , L x ]; [ L 2 , L ] dan y [ L 2 , L ]. z

Pertama kita akan mengevaluasi commutator [ L x , L ]. Kita tahu y bahwa:

[ L x , L ] = y L x L  y L y L x

Jika dioperasikan pada sembarang fungsi F maka:

[ L x , L ] F = y L x L F  y L y L x F

(12)

= 2 { y z

z y

 

 

  

 

  z x

x z

 

  

   

  F z x

x z

 

  

   

  y z

z y

 

 

  

 

  F}

2 2 2 2 2 2

2 2 2

2 2

y z F yx F z F zx F zy F z F xy F x z F

z x z y x y z x z x y z z y

           

                          

2 2

2 y z F zx F zy F x z F

z x y z x z z y

       

                

2 F F

y x

x y

 

 

        

2 y x F

x y

 

 

        

=  i L F z Jadi:

[ L x , L ] = yi L z (5-15)

(13)

Analog dengan cara diatas maka diperoleh (Buktikan):

[ L , y L ] = zi L x (5-16) [ L , z L x ] =  i L y (5-17)

Dari (2-11) tampak bahwa pasangan commutator antar komponen momentum angular adalah non-commute. Sekarang akan kita selidiki pasangan commutator antara operator momentum angular dengan komponen-komponennya yaitu: [ L 2 , L x ] ; [ L 2 , L ] dan y [ L 2 , L ]. Pertama akan kita selidiki dulu: [ z L 2 , L x ] dengan memanfaatkan sifat commutator identitas pada awal bab ini.

Karena: L 2 = L x 2 + L y 2 + L z 2 maka:

[ L 2 , L x ] = [ L x 2 + L y 2 + L z 2 , L x ]

= [ L x 2 , L x ] + [ L y 2 , L x ] + [ L z 2 , L x ]

(14)

Menurut sifat (5-2), [ L 2 , L x ] = 0, jadi:

[ L 2 , L x ] = [ L 2 , L x ] + [ L 2 , L x ] atau:

[ L 2 , L x ] = [ L y L , y L x ] + [ L z L , z L x ]

Dengan menggunakan sifat (5-5) yaitu [ A B ,

C

] = [ A ,

C

] B + A [ B ,

C

], maka:

[ L 2 , L x ] = [ L , y L x ] L + y L [ y L , y L x ] + [ L , z L x ] L + z L [ z L , z L x ] =   i L z L y   i L y L + zi L y L + zi L z L = 0 y Jadi:

[ L 2 , L x ] = 0 (5-18)

Analog dengan cara di atas maka diperoleh:

[ L 2 , L ] = 0 y (5-19)

[ L 2 , L ] = 0 z (5-20)

(15)

Dari persamaan (5-18) sampai dengan (5-20) tampak bahwa operator momentum angular L 2 dan salah satu komponen- komponen bersifat commute, jadi antara L 2 dengan salah satu L x atau L atau y L mempunyai fungsi eigen yang sama. z

Operator Momentum Angular dalam Koordinat Spherik

Persamaan (5-13) dan (5-14) itu adalah operator untuk menghitung L x , L y dan L z dengan menggunakan koordinat Cartessius.

Mengingat momentum angular terjadi pada partikel yang bergerak melengkung, maka penggunaan operator kuantum angular dalam koordinat bola, ternyata lebih menguntungkan, oleh karena itu, kita perlu mengetahui, bagaimana pernyataan operator tersebut dalam koordinat bola.

Buku ini tidak akan membahas bagaimana penurunan operator

tersebut dalam koordinat bola, tetapi bagi yang ingin mengetahui

(16)

penurunannya dianjurkan untuk membaca literatur mekanika kuantum. Adapun dalam koordinat bola (Hanna, 1969: 137):

L x =  i sin   cot cos   

 

  

 

 

L = yi cos   cot sin   

 

  

 

  (5-14)

L = zi



Telah kita ketahui, bahwa hubungan antara suatu vektor dengan komponen-komponennya adalah kuadrat vektor = jumlah kuadrat komponen-komponennya, jadi:

2 2 2 2

x y z

LLLL

Dengan demikian diperoleh:

L 2 =

2 2

2 2

1 1

sin sin  sin

    

    

         (5-18)

(17)

atau:

L 2 =

2 2

2

2 2 2

ot 1 c  sin

   

    

          (5-19)

Fungsi Eigen Dan Nilai Eigen Momentum Angular Orbital Partikel Tunggal

Sekarang kita akan menurunkan fungsi eigen dari operator L 2 dan L . Dengan memperhatikan bahwa operator tersebut melibatkan  z

dan , maka fungsi tersebut kita sebut fungsi (,) yang merupakan fungsi  dan fungsi  dalam relasi:

(,) = f() . f() (5-20)

Jika agar praktis f() ditulis T dan fungsi f() ditulis , maka:

(,) = T .  (5-21)

(18)

Jika b adalah nilai eigen untuk L dan c adalah nilai eigen untuk z L 2 , maka persamaan eigennya dapat ditulis:

L z  = b  (5-22)

L 2  = c  (5-23)

Kita selesaikan dulu (5-22). Dengan menggunakan operator L dan z fungsi  ditulis T. maka (5-22) dapat ditulis:

i

 T. = b T. atau

i T d d

 = b T.atau

T d d

 = (b/  i ) T.atau

d d

 = ib .atau 1

 d ib d atau

(19)

ln  = ib  C atau

 = e ib / C = e C e ib / = A e ib / (5-24) dengan A adalah tetapan sembarang.

Apakah setiap  (5-24) dapat menjadi fungsi eigen ? Jawabnya tidak. Karena tidak semua bentuk (5-24) adalah bernilai tunggal (singled valued). Agar (5-24) singled valued maka jika  ditambah 2 harga  tidak berubah. Jadi (5-24) adalah fungsi eigen jika:

A e ib / = A e ib (   2 )/ = A e ib / e ib 2 / sehingga

2 /

e ib = 1 (5-25)

2 /

e ib adalah cos 2b/ + i sin 2b/ . Jadi

cos 2b/ + i sin 2b/ = 1 (5-26)

Untuk memenuhi (5-26) maka

2 b/ harus = 2  m dengan m = 0, 1, 2, 3 . . .

(20)

sehingga

b = m m = 0, 1, 2, 3, 4, 5 . . . (5-27) Karena b adalah nilai eigen dari operator

L

z

 maka harga L z pasti = b, atau:

L z = m m = 0, 1, 2, 3, 4, 5 . . . . (5-28)

Jika harga b dimasukkan ke dalam (5-24) maka fungsi eigen  diperoleh, yaitu:

 = A e i m  (5-29)

Dengan normalisasi, harga A diperoleh, yaitu A =

1 1/2

2 

 

 

 

sehingga:

 =

1 1/2

2 

 

 

  e i m  (5-30)

(21)

dengan m adalah bilangan kuantum magnetik.

Sekarang kita akan menyelesaikan persamaan (5-23) yaitu

L2

= c yang dapat ditulis:

2 2

2

2 2 2

ot 1 c  sin

   

    

           = c atau

2 2

2

2 2 2

ot 1 c  sin

   

    

           = c atau

2 2

2

2 2 2

ot 1 c  sin

   

    

         

 1

1/2

2 

 

 

  e i m  = c 1

1/2

2 

 

 

  e i m  atau

2 2

2 2 2

cot c

sin

d T dT m

d d  T (Buktikan !) (5-31)

Untuk menyelesaikan (5-31) kita lakukan dengan melakukan manipulasi matematika, pertama diadakan perubahan variabel bebas, dengan cara mensubstitusi:

cos  = x (5-32)

(22)

Jika cos  = x maka:

sin  = (1  x 2 ) 1/2 (5-33) icot  = x / (1  x 2 ) 1/2

Akibat perubahan variabel ini, maka terjadi transformasi fungsi T yang semula fungsi  menjadi fungsi x. Kita misalkan fungsi baru sebagai akibat transformasi itu adalah G (x) Jadi:

T = G (x) (5-34)

sehingga, dengan aturan berantai yaitu:

dT

d . dG dx

dx d=

. cos dG d

dx d

 =  sin  dG

dx = (1  x 2 ) 1/2 dG dx

(5-35) Untuk mengevaluasi

2 2

d T

d  kita gunakan operator aljabar:

d

d = (1  x

2 ) 1/2 d

dx

(23)

Jadi

2 2

d T

d = (1  x

2 ) 1/2

dx

d

[(1  x 2 ) 1/2

dx dG

] = (1  x 2 ) 1/2

dx

d

[ (1  x 2 ) 1/2

dx dG

] = (1  x 2 ) 1/2 {

dx

d

(1  x 2 ) 1/2 .

dx

dG

+ (1  x 2 ) 1/2

22

dx G

d

]

= (1  x 2 ) 1/2 { (1/2) (1  x 2 ) 1/2 (2x).

dx

dG

+ (1  x 2 ) 1/2

22

dx G

d

]

= (1  x 2 ) 1/2 { (1/2) (1  x 2 ) 1/2 (2x).

dx

dG

+ (1  x 2 ) 1/2

22

dx G

d

]

= (1  x 2 ) 1/2 { x) (1  x 2 ) 1/2 .

dx

dG

+ (1  x 2 ) 1/2

22

dx G

d

]

= x

dx

dG

+ (1  x 2 )

22

dx G d

Jadi:

2 2

d T

d = (1  x

2 )

22

dx G

d

x

dx

dG

(5-36)

Dengan menggunakan (5-32) s/d (5-36), maka (5-31) dapat ditulis:

(1  x 2 )

22

dx G

d

x

dx

dG

+  





  2 2

2 1 x

m c

G = 0 (5-37)

(24)

dengan x adalah 1 < x < +1 (Mengapa ?) atau:

(1  x 2 ) G'' x G'+

 

2

2 2

1

c m

x

 

  

  

  G = 0 (5-38)

Agar penyelesaiannya tidak rumit ketika kita melakukan penyelesaian dengan menggunakan metode deret penyelesaian, maka kita nyata G kedalam fungsi x yang lain yaitu H (x) dengan relasi:

G =  1 x 2 m / 2 H (5-39)

Dari (5-39) kita cari G' dan G'' untuk disubstitusikan ke (5-38) dan setelah dibagi dengan  1 x 2 m / 2 , maka (5-38) menjadi:

(1  x 2 ) H''  2

m 1

x H' + [ c

2

m

m 1

H = 0 (5-40)

(25)

Sekarang akan kita selesaikan (5-40) dengan metode deret, yaitu dengan memisalkan:

H =

0

j j j

a x

  (5-41)

Turunannya adalah:

H' =

0

j j j

a x

  (5-42)

H'' = 2

0

( 1) . j . j j

j

j a x

 

  = 2 2

0

( 1) . j 2 . j j

j

j a x

 

 

 

(5-43)

Substitusi (5-41) s/d (5-43) ke dalam (5-40) menghasilkan::

2 2 2

j

2 j

0

( 1) . (j 2) .

j

2 m c/ m m a x

j

j a j j j

          

 

= 0

Karena x j pasti tidak nol maka koefisiennya yang nol jadi:

2 2 2

j

2 j

0

( 1) . (j 2) .

j

2 m c/ m m a x

j

j a j j j

          

 

= 0

dan diperoleh:

(26)

2

a j =    

   

2

j

m m 1 c/

2 j 1 a

j j

j

     

 

  (5-44)

Sebagaimana dalam osilator harmonis, bentuk umum penyelesaian (5-40) adalah kombinasi linear dari fungsi berpangkat genap (yang koefisiennya ditentukan oleh harga a 0 ) dan fungsi berpangkat ganjil (yang koefisiennya ditentukan oleh harga a 1 ). Kedua fungsi penyelesaian ini tampak merupakan fungsi berbentuk deret pangkat sampai tak terhingga, sehingga tidak merupakan well behaved eigenfunctions.

Namun seperti halnya yang sudah kita kenal pada osilator

harmonis, kita dapat membuat salah satu deret penyelesaian itu

berhenti pada suku berpangkat tertentu, yaitu dengan membuat

koefisien pada suku tersebut berharga nol. Jika kita misalkan deret

penyelesaian berhenti pada suku berpangkat k, artinya jika kita

mengganti j dengan k, maka koefisiennya suku itu, yang dapat

(27)

dihitung dari (5-38) menjadi berharga nol, sehingga kita akan memperoleh:

c = 2k m   k m 1(5-45)

dan karena k adalah j, sedang j berharga 0, 1, 2, . . . ., maka k juga berharga 0, 1, 2, . . . .. Selanjutnya karena m juga berharga 0, 1, 2, . . . . maka  k m  juga berharga 0, 1, 2, 3 . . .

yang untuk selanjutnya  k m  disebut bilangan kuantum azymuth atau bilangan kuantum angular translasi dan diberi notasi

jadi:

=  k m (5-46)

dan dengan demikian maka (5-45) menjadi:

c = 2 ( +1) (5-47)

Karena menurut (5-23), c adalah nilai eigen dari operator

momentum L 2 , maka dapat disimpulkan bahwa harga skalar L 2

adalah:

(28)

L 2 = 2 ( +1) (5-48) atau:

L =  1(5-49)

Marilah kita amati lagi persamaan (5-46). Hal penting yang diperhatikan dari persamaan (5-45) itu adalah bahwa harga m tidak melebihi , sebab jika m melebihi maka k akan negatif.

Padahal harus diingat bahwa k adalah j sedang j adalah pangkat x dari deret penyelesaian persamaan diferensial orde dua, dengan harga paling kecil nol. Karena j paling kecil nol, maka k paling kecil nol. Kalau k paling kecil nol, maka m paling besar = atau kita biasa menulis:

m < (5-50)

atau:

m = 0 , + 1, +2, +3, . . . +

(5-51)

(29)

Penurunan Fungsi 

Menurut (5-34) fungsi nya adalah T = G (x) dengan G =

1 x 2 m / 2 H (menurut 2-31) sehingga:

T =  1 x 2 m / 2 H (5-52)

Karena x adalah cos , maka:

T = (sin )  m H (5-53) Menurut (5-41), H =

0

j j j

a x

  , sehingga:

T = (sin )  m

0

j j j

a x

  (5-54)

Karena fungsi dikehendaki hanya sampai suku k dengan k =

 m , maka (5-54) dapat ditulis:

T = (sin )  m .

0 m

j j j

a x

  (5-55)

(30)

Karena penyelesaian

0

j j j

a x

  pada dasarnya adalah salah satu kemungkinan genap, atau ganjil, maka (5-55) dapat dipecah bentuknya menjadi:

T = (sin )  m .

0, 2, 4 . . m

j j j

a x

  jika  m genap (5-56) T

= (sin )  m .

1, 3, . . . . m

j j j

a x

  jika  m ganjil (5-57) Jika x kita kembalikan ke asalnya yaitu cos , maka:

T = (sin )  m .

0, 2, 4 . . . .

cos

m

j j

j

a

  jika  m genap (5-58)

T = (sin )  m .

1, 3, . . . .

cos

m

j j

j

a

 

jika ganjil (5-59)

(31)

Koefisien a, mengikuti (5-44), yang setelah harga nilai eigen c, dimasukkan menjadi:

2

a j =  

    j

( m ) ( m 1) ( 1) 2 j 1 a

j j

j

    

  (5-60)

Setelah T diperoleh, maka (,) juga diperoleh, yaitu:

 

1 1/2

2 

 

 

  e i m  (5-61)

dengan T adalah salah satu dari (2-49). Karena  (,) ditentukan oleh  dan m, maka fungsi eigen momentum angular juga sering ditulis  ( , ) m , sehingga:

( , ) m

 = 

1 1/2

2 

 

 

  e i m  (5-62)

(32)

Contoh:

Sebuah partikel yang diperikan oleh bilangan kuantum = 3 dan m = 1, tentukan:

a) Komponen momentum L z b) Momentum angular L

c) Fungsi gelombang eigennya Jawab:

a) L z = m =

b) L = (  1) = 6

c) karena = 3 dan m = 1, maka  m = 2, jadi fungsi genap, dan untuk menentukan fungsi T kita gunakan (5-58):

T = (sin )  m .

2

0, 2.

cos j

j j

a

 

= sin  ( a 0 + a 2 cos 2  )

a 2 kita cari dari relasi:

(33)

2

a j =  

    j

( m ) ( m 1) ( 1) 2 j 1 a

j j

j

    

 

2

a j =  

    j

( m ) ( m 1) ( 1) 2 j 1 a

j j

j

    

 

a 2 = (0 1) (0 1 1) 3(3 1) (0 2) (0 1)

    

  a 0 =  a 0 Jadi:

: T = sin  ( a 0 a 0 cos 2  ) = a 0 sin  (1  5cos 2 ) =  a 0 sin  (5cos 2 1)

Harga a 0 dicari dengan normalisasi:

* 0

T d T

 

= 1

d = r 2 dr sin  d d

(34)

Karena T hanya fungsi , maka :

* 0

T sin d T

  

 = 1 atau:

* 0

T sin d T

  

 = 1 atau:

2 2 2 2

0 0

sin (5cos 1) sin d a

     

= 1

3 4 2

0

sin (25cos 10cos 1) d

      

= 1/a 0 2

25

0

3 4 sin d

cos

 10

0

3 2 sin d cos

+

0

3 d

sin

= 1/a 0 2 25 (12/105)  10 (4/15) +4/3 = 1/a 0 2

160/105 = 1/a 0 2 a 0 = +

160

105

= +

640

420

= +

42

8 1

(35)

Kita pilih a 0 =  1 42

8 , supaya fungsi T Jadi:

T = 1 42

8 sin  (5cos 2 )

Karena T sudah diperoleh maka  orbital momentum angularnya adalah:

( , ) m

 = 

1 1/2

2 

 

 

  e i m 

(3 , 1)

 =  1 42 8

1 1/2

2 

 

 

  sin  (5cos 2 ) e i  Cara lain menentukan fungsi T (fungsi )

Persamaan (5-38) sangat dikenal dalam matematika, dan disebut

Persamaan Legendre terasosiasi, Yang penyelesaiannya adalah:

(36)

P = m 1

2 . ! (1 - cos

2

) m /2

(cos )

m m

d

d

 (cos

2

 - 1)

(5-63) Penyelesaian (5-62) di atas disebut Polinomial Legendre terasosiasi, P . Setelah m P diperoleh, fungsi tetha T diperoleh m dengan cara sebagai berikut:



1/2

! m + . 2

! m - 1 + 2





 

Pm

(5-64)

Jika T sudah diperoleh maka (

,m) segera diketahui.

Contoh: Sekarang kita akan mencoba menghitung 3,1) tetapi menggunakan Polinomial Legendre.

Jawab:

Kita hitung dulu P : m P = m 1

2 . ! (1 - cos

2

) m /2

(cos )

m m

d

d

 (cos

2

 - 1)

(37)

= 3 1

2 . 3 ! (1 - cos

2

)

1/2

4 4 (cos )

d

d(cos

2

 - 1)

3

= 1

48 sin  4 4 (cos )

d

d(cos

2

 - 1)

3

Kita selesaikan dulu

4

(cos ) 4

d

d(cos

2

 - 1)

3 dan supaya tampak sederhana cos  kita ganti x sehingga:

4

(cos ) 4

d

d(cos

2

 - 1) 3 =

4 4

d

dx (x

2

 1) 3

 = d 4 4

dx (x 6  3x 4 + 3x 2  1)

 = d 3 3

dx (6x 5  12x 3 + 6x)

 = d 2 2

dx (30x 4  36x 2 + 6)

(38)

 = d

dx (120x 3  72x)

 = (360x 2 72) = (360 cos 2   72) = 72 (5 cos 2  1) Jadi:

P = m 1

48 sin  4 4 (cos )

d

d(cos

2

 - 1)

3

= 1

48 sin  { 72 (5 cos 2  1) } = 3

2 sin  (5 cos 2  1) Setelah itu, T dapat ditentukan:

    

 

2 +1 - m ! 1/2

2 . + m !

 

 

   P m

    

 

7 2 ! 1/2

2 . 4 !

 

 

   3

2 sin  (5 cos 2  1)

(39)



14 1/2

48

 

 

   3

2 sin  (5 cos 2  1)  1 42

8 sin  (5 cos 2  1) Akhirnya ( 3, 1) diperoleh, yaitu:

( , ) m

 = 

1 1/2

2 

 

 

  e i m 

( 3, 1) =  1 42 8

1 1/2

2 

 

 

  sin  (5cos 2 ) e i 

(40)

Soal-soal Bab 5 1. Buktikan commutator identitas berikut:

(a)[ A , B ] = = [ B , A ] (5-1) (b)[ A , A n ] = 0 (5-2) (c)[k A , B ] = [ A , k B ] = k[ A , B ] (5-3)

(d)[ A , B +

C

] = [ A , B ] + [ A ,

C

]; [ A + B ,

C

] = [ A ,

C

] + [ B ,

C

] (5-4) (e)[ A ,

BC

] = [ A , B ]

C

+ B [ A ,

C

]; [ A B ,

C

] = [ A ,

C

] B + A [ B ,

C

] (5-5) 2. Buktikan [

px

px

, H ] =

i

 x

V

3. Buktikan [ x ,

px

] = i

4. Dengan menggunakan [ x ,

px

] = i

dan commutator identitas, tentukan [ x ,

p2x

]

5. Diketahui vektor A mempunyai komponen (3, 2, 6) dan vektor B komponennya (1,4, 4) .

Tentukan (a) harga skalar A dan B; (b) A + B ; (c) A  B; (d)

A . B (e) A x B; (f) sudut antara A dan B.

(41)

6. Buktikan bahwa:

Jika f dan g masing-masing adalah fungsi koordinat, buktikan bahwa:

 2 f . g = g  2 f + 2  f .  g + f  2 g

7. Jika f = 2x 2  5 xyz + z 2  1, maka tentukan (a) gradien f ;

(b)  2 f

8. Buktikan bahwa cross vektor L x L = i L 9. Tentukan [ L 2 , L ] y

10. Tentukan koordinat polar dari titik-titik yang koordinat rektangularnya adalah:

(a) ( 1, 2, 0 ) ; (b) ( 1, 0, 3 ) ; (c) ( 3, 1, 2 ) ; (d) ( 1, 1, 1 )

Tentukan koordinat rektangular dari titik-titik yang koordinat polarnya adalah:

(a) ( 1, 2

 ,  ) ; (b) ( 2, 4

 ; 0 )

(42)

12. Tentukan kemungkinan-kemungkinan sudut antara L dengan z, jika = 2.

13. (a) Jika kita mengukur Lz dari sebuah partikel yang bilangan kuantum momentum angularnya adalah = 2, ada berapakah kemungkinan hasilnya ?

(b) Jika kita mengukur Lz dari sebuah partikel yang momentum angularnya adalah 12, ada berapakah kemungkinan hasilnya

?

14. Pada saat tertentu, sebuah partikel mempunyai fungsi  = N .

a r

2

e  1 2 (,

(a) Tentukan berapa momentum angular L nya ? (b) berapa Lz nya ?

(c) Berapa sudut antara L dengan sumbu z ?

15. Fungsi orbital momentum angular sebuah partikel adalah:

 = A sin 2  cos  e 2 i

(a) Tentukan berapa momentum angular L nya ?

(b) berapa Lz nya ?

(43)

(c) Berapa sudut antara L dengan sumbu z ?

16. Jika = 3 dan m = 3, tentukan fungsi gelombang orbital momentum angularnya.

===000===

Referensi

Dokumen terkait

Laju perkecambahan juga tergantung pada tanggapan dari jenis benih terhadap daya penghambat dari allelopathy dimana benih jagung memiliki laju lebih perkecambahan benih yang

Sushi Indo Sukses Mandiri sering terjadi kendala sistem yaitu penentuannya masih manual tidak menggunakan sistem, sedangkan kriteria yang ada sangatlah banyak

Dengan demikian dalam proses pelatihan keterampilan tari harus diberikan dengan. cara dan suatu pendekatan yang dapat memudahkan bagi siswa untuk

Untuk itu penulis menciptakan sebuah sistem sebagai media pembelajaran yang terstruktur dalam sebuah database sehingga penyimpanan data pengajar, siswa maupun member

Dalam sistem penyampaian informasi tentang nilai, absensi, jadwal dan pengumuman di LKP Tidar Bangka Belitung yang saat ini sedang berjalan, yaitu dari pihak

Koordinasi dalam penyusunan perencanaan pemulangan TKI dari titik debarkasi sampai ke daerah asal dilakukan oleh Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan Balai

Program ini terkenal dengan nama Little Miss Indonesia (LMI). Program LMI merupakan salah satu program yang digagas oleh salah satu acara kuis di salah satu stasiun

Penelitian tindakan kelas tentang meningkatkan kemampuan sosial melalui bermain peran pada anak didik kelompok B TK Mojorejo 2 Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen