29
DATA DAN ANALISIS
Bab ini berisi tentang data hasil penelitian serta analisis perbandingan variasi sudut pengapian pada mesin berkapasitas 100 cc dengan sistem bahan bakar menggunakan karburator. Bahan utama yang digunakan untuk penelitian ini yaitu CDI programmable. Penelitian diawali dengan menentukan sudut pengapian pada putaran mesin tertentu dengan menggunakan alat timing light dan tachometer.
Setelah mendapatkan data sudut pengapian standar dilanjutkan dengan memasukan variasi sudut pengapian yang sudah ditentukan.
Sistem pengapian pada penelitian ini menggunakan CDI (Capacitor Discharge Ignition) programmable BRT. Variasi sudut pengapian yang digunakan yaitu sudut pengapian standar, sudut pengapian standar +3°, sudut pengapian standar +6°, dan sudut pengapian standar +9°. Pemograman CDI menggunakan software BRT pada laptop. Bahan bakar Pertamax yang memiliki angka oktan 92 digunakan dalam penelitian ini.
Pengujian unjuk kerja mesin dilakukan menggunakan alat dinamometer dynojet 250i yang merupakan jenis dinamometer inersia. Data yang diperoleh dari alat uji tersebut berupa torsi mesin, daya mesin serta laju aliran bahan bakar. Proses pengujian diawali dengan mempersiapkan kendaraan di atas dinamometer dynojet 250i dengan posisi roda depan terikat pada pengunci dan roda belakang tepat di atas roller pembebanan. Setelah itu mempersiapkan instrumen yang ada pada dinamometer dynojet 250i seperti menyalakan komputer, blower, dinamometer serta memasang indikator putaran mesin pada kabel koil. Pengujian data daya dan torsi menggunakan perbandingan gigi ketiga dengan menarik gas secara full throttle mulai dari putaran mesin 4000 rpm hingga putaran mesin 9000 rpm. Pengujian data laju aliran bahan bakar dilakukan dengan cara melepas saluran tangki bahan bakar dan menggantinya menggunakan burret. Putaran mesin dimulai dari 4000 rpm hingga 9000 rpm dengan kenaikan setiap 1000 rpm untuk menghabiskan 10 ml bahan bakar dan dihitung waktunya menggunakan stopwatch.
IV.1 Data Hasil Pengukuran Sudut Pengapian
Pengukuran sudut pengapian sebagai input data pada CDI programmable yaitu standar,+3°, +6°, dan +9° sebelum TMA.
Keterangan :
a. Sumbu vertikal yaitu sudut pengapaian btdc (derajat) b. Kurva pengapian seluruh variasi
c. Sumbu horizontal yaitu putaran mesin (rpm) d. Batas putaran mesin atau limiter
e. Keterangan kurva pengapian
Table 4. 1 Variasi Sudut Pengapian Putaran
Mesin (rpm)
Sudut Pengapian Sebelum TMA (derajat)
Standar +3 +6 +9
2000 15 18 21 24
2250 17 20 23 26
2500 19 22 25 28
2750 21 24 27 30
3000 23 26 29 32
3250 24,5 27,5 30,5 33,5
3500 26 29 32 35
3750 27 30 33 36
4000 27,5 30,5 33,5 36,5
4250 28 31 34 37
4500 28,5 31,5 34,5 37,5
4750 29 32 35 38
5000 29,5 32,5 35,5 38,5
5250 - 9000 30 33 36 39
Gambar 4. 1 Pengukuran Sudut Pengapian
IV.2 Data Hasil Pengujian
Hasil pengujian memperoleh data torsi, daya dan konsumsi bahan bakar spesifik (bsfc) dari variasi sudut pengapian standar, +3°, +6°, dan +9° sebelum TMA. Data hasil pengujian torsi, daya, dan konsumsi bahan bakar spesifik (bsfc) beserta efisiensi termal ditampilkan pada gambar sebagai berikut:
(a) (b)
(a) (b)
Gambar 4. 2 (a) Hasil pengujian torsi dan daya sudut pengapian standar (b) Hasil pengujian bsfc dan bte sudut pengapian standar
Gambar 4. 3 (a) Hasil pengujian torsi dan daya sudut pengapian +3°
(b) Hasil pengujian bsfc dan bte sudut pengapian +3°
(a) (b)
(a) (b)
IV.3 Analisis Unjuk Kerja Mesin IV.3.1 Torsi
Pada Gambar 4. 6 merupakan data perubahan sudut pengapian pada hubungan torsi dan putaran mesin. Berdasarkan data berikut dapat diketahui pengaruh perubahan sudut pengapian pada nilai torsi. Sudut pengapian standar memiliki torsi puncak senilai 6,41 N.m pada putaran mesin 4000 rpm, sudut pengapian standar +3° memiliki torsi puncak senilai 6,49 N.m pada putaran mesin 6000 rpm, sudut
Gambar 4. 5 (a) Hasil pengujian torsi dan daya sudut pengapian +6°
(b) Hasil pengujian bsfc dan bte sudut pengapian +6°
Gambar 4. 4 (a) Hasil pengujian torsi dan daya sudut pengapian +9°
(b) Hasil pengujian bsfc dan bte sudut pengapian +9°
pengapian standar +6° memiliki torsi puncak senilai 6,68 N.m pada putaran mesin 6000 rpm, dan sudut pengapian standar +9° memiliki torsi puncak senilai 6,91 N.m pada putaran mesin 6000 rpm.
Penggunaan sudut pengapian standar +3° mengalami penurunan torsi senilai 0,15 N.m pada putaran mesin 4000 rpm dibandingkan dengan penggunaan sudut pengapian standar. Namun, pada rentang putaran mesin 5000 rpm hingga 9000 rpm mengalami peningkatan torsi berurutan senilai 0,09 N.m, 0,32 N.m, 0,34 N.m, 0,20 N.m, dan 0,03 N.m dibandingkan dengan penggunaan sudut pengapian standar.
Penggunaan sudut pengapian standar +6° dan standar +9° mengalami peningkatan torsi pada putaran mesin 4000 rpm hingga 9000 rpm dibandingkan dengan penggunaan sudut pengapian standar. Pada sudut pengapian standar +6° peningkatan torsi berurutan senilai 0,05 N.m, 0,25 N.m, 0,52 N.m, 0,65 N.m, 0,65 N.m, dan 0,57 N.m. Sedangkan, pada sudut pengapian standar +9° peningkatan torsi berurutan senilai 0,42 N.m, 0,61 N.m, 0,74 N.m, 1,01 N.m, 1,02 N.m, dan 1,30 N.m.
Gambar 4. 6 Hasil pengujian torsi untuk semua variasi sudut pengapian
IV.3.2 Daya
Pada Gambar 4. 7 merupakan data perubahan sudut pengapian pada hubungan daya dan putaran mesin. Berdasarkan data berikut dapat diketahui pengaruh perubahan sudut pengapian pada nilai daya. Sudut pengapian standar memiliki daya puncak senilai 3,98 kW pada putaran mesin 7000 rpm, sudut pengapian standar +3° memiliki daya puncak senilai 4,19 kW pada putaran mesin 7000 rpm, sudut pengapian standar +6° memiliki daya puncak senilai 4,43 kW pada putaran mesin 7000 rpm, dan sudut pengapian standar +9° memiliki daya puncak senilai 4,80 kW pada putaran mesin 8000 rpm.
Penggunaan sudut pengapian standar +3° mengalami penurunan daya senilai 0,07 kW pada putaran mesin 4000 rpm dibandingkan dengan penggunaan sudut pengapian standar. Namun, pada rentang putaran mesin 5000 rpm hingga 9000 rpm mengalami peningkatan daya berurutan senilai 0,03 kW, 0,19 kW, 0,21 kW, 0,18 kW, dan 0,03 kW dibandingkan dengan penggunaan sudut pengapian standar.
Penggunaan sudut pengapian standar +6° dan standar +9° mengalami peningkatan daya pada putaran mesin 4000 rpm hingga 9000 rpm dibandingkan dengan penggunaan sudut pengapian standar. Pada sudut pengapian standar +6° peningkatan daya berurutan senilai 0,04 kW, 0,14 kW, 0,35 kW, 0,45 kW, 0,57 kW, dan 0,53 kW. Sedangkan, pada sudut pengapian standar +9° peningkatan daya berurutan senilai 0,18 kW, 0,33 kW, 0,45 kW, 0,80 kW, 0,99 kW dan 1,02 kW.
Gambar 4. 7 Hasil pengujian daya untuk semua variasi sudut pengapian
IV.3.3 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (BSFC)
Pada Gambar 4. 8 merupakan data perubahan sudut pengapian pada hubungan bsfc dan putaran mesin. Berdasarkan data berikut dapat diketahui pengaruh perubahan sudut pengapian pada nilai bsfc. Penggunaan variasi sudut pengapian +3°, +6°, dan +9° mengalami penurunan nilai konsumsi bahan bakar spesifik pada putaran mesin 4000 rpm hingga 9000 rpm dari sudut pengapian standar. Pada penggunaan sudut pengapian +3° penurunan konsumsi bahan bakar spesifik berurutan senilai 0,003 Kg/kW.h, 0,02 Kg/kW.h, 0,025 Kg/kW.h, 0,023 Kg/kW.h, 0,028 Kg/kW.h, dan 0,033 Kg/kW.h. Lalu pada penggunaan sudut pengapian +6° penurunan konsumsi bahan bakar spesifik berurutan senilai 0,016 Kg/kW.h, 0,015 Kg/kW.h, 0,033 Kg/kW.h, 0,037 Kg/kW.h, 0,062 Kg/kW.h, dan 0,116 Kg/kW.h.
Kemudian pada penggunaan sudut pengapian +9° penurunan konsumsi bahan bakar spesifik berurutan senilai 0,040 Kg/kW.h, 0,045 Kg/kW.h, 0,059 Kg/kW.h, 0,070 Kg/kW.h, 0,090 Kg/kW.h, 0,162 Kg/kW.h.
Gambar 4. 8 Hasil pengujian bsfc untuk semua variasi sudut pengapian
IV.3.4 Efisiensi Termal (BTE)
Pada Gambar 4. 9 merupakan data perubahan sudut pengapian pada hubungan bte dengan putaran mesin. Berdasarkan data berikut dapat diketahui pengaruh perubahan sudut pengapian pada nilai bte. Penggunaan variasi sudut pengapian +3°, +6°, dan +9° mengalami peningkatan nilai efisiensi termal pada putaran mesin 4000 rpm hingga 9000 rpm dari sudut pengapian standar. Pada penggunaan sudut pengapian +3° peningkatan efisiensi termal berurutan senilai 0,34 %, 0,26 %, 2,72
%, 2,11 %, 2,08 %, dan 1,35 %. Lalu pada penggunaan sudut pengapian +6° peningkatan efisiensi termal berurutan senilai 1,65 %, 1,49 %, 3,69 %, 3,63 %, 5,16
%, dan 5,78 %. Kemudian pada penggunaan sudut pengapian +9° peningkatan efisiensi termal berurutan senilai 4,46 %, 5,15 %, 7,24 %, 7,74 %, 8,24 %, dan 9,26
%.
IV.4 Diskusi
IV.4.1 Torsi dan Daya
Perubahan sudut pengapian sesuai dengan variasi yang sudah ditentukan menghasilkan data dari hasil pengujian. Torsi merupakan kekuatan atau gaya untuk memutar suatu poros dan daya merupakan kemampuan untuk menghasilkan kecepatan kerja. Penggunaan CDI programmable untuk merubah ignition timing dengan memajukan sudut pengapian dari standarnya menghasilkan peningkatan nilai torsi dan daya.
Gambar 4. 9 Hasil pengujian bte untuk semua variasi sudut pengapian
Pada mesin Otto, posisi pengapian diukur dalam derajat perputaran poros engkol, yaitu sebelum TMA pada saat langkah kompresi. Jika waktu pengapian terlalu lambat, proses pembakaran tekanan gas silinder maksimum terjadi saat torak sudah mulai bergerak turun dari TMA menuju TMB sehingga mengakibatkan kinerja motor menjadi lemah, emisi buang tinggi, kehilangan daya, dan masih ada bahan bakar yang tidak terbakar. Sedangkan waktu pengapian yang lebih awal, menyebabkan percikan busi membakar campuran udara dan bahan bakar sehingga torak bergerak menuju TMB dan mengakibatkan tekanan pembakaran meskipun proses kompresi masih berlangsung. Untuk menghasilkan proses pembakaran yang sempurna, maka waktu pengapian harus tepat sehingga percikan api tegangan tinggi dari busi mengakibatkan proses pembakaran berakhir di sekitar TMA[17].
Bukaan katup gas akan berpengaruh sebagai penghambat aliran udara ke intake manifold akibatnya tekanan pada intake manifold menjadi lebih rendah dibandingkan tekanan udara di sekitar. Adanya hambatan aliran udara untuk bercampur dengan bahan bakar menyebabkan performa turun. Memajukan sudut pengapian akan mempercepat penyalaan busi sehingga proses pembakaran dan tekanan maksimal. Dari tekanan ini akan memberikan gerak translasi piston yang kemudian dirubah menjadi gerak rotasi oleh poros engkol dan menghasilkan nilai torsi dan daya.
Seiring dengan pertambahan bukaan katup gas, hambatan yang dihasilkan oleh katup gas akan semakin kecil sehingga tingkat kevakuman pada intake manifold akan semakin kecil. Selain itu. menurunnya torsi dan daya pada putaran mesin tinggi membuat tingginya aliran masuk bahan bakar terhambat sebab peningkatan kecepatan putaran mesin tidak diiringi dengan kecepatan aliran bahan bakar. Dengan demikian torsi dan daya akan mencapai puncak lalu menurun saat putaran mesin tinggi.
Penggunaan sudut pengapian +9° memiliki nilai torsi dan daya tertinggi dari pada variasi sudut pengapian lainnya sehingga efisiensi termal pada sudut pengapian ini lebih besar. Berdasarkan seluruh variasi sudut pengapian diperoleh nilai peningkatan torsi dan daya terbesar pada sudut pengapian +9° dengan putaran 9000 rpm masing-masing yaitu sebesar 1,30 N.m dan 1,02 kW. Kualitas suatu mesin kalor dapat dilihat dari seberapa besar efisiensi termal, semakin besar nilai
efisiensi termal maka semakin besar juga presentase energi kimia yang diubah menjadi energi gerak oleh mesin tersebut. Peningkatan efisiensi termal disebabkan oleh pembakaran yang sempurna. Untuk memperoleh pembakaran yang sempurna diperlukan bahan bakar, kompresi, dan pengapian yang tepat. Sebagian besar energi yang terkandung dalam bahan bakar dapat diubah menjadi tenaga pendorong piston, dengan demikian nilai torsi dan daya akan mengalami peningkatan[15].
IV.4.2 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (BSFC)
Pengujian konsumsi bahan bakar pada mesin bensin diukur berdasarkan laju aliran bahan bakar setiap satuan waktu. Perbandingan input laju aliran bahan bakar dengan unjuk kerja daya pada proses pembakaran menghasilkan nilai konsumsi bahan bakar spesifik[15]. Pada Gambar merupakan grafik konsumsi bahan bakar spesifik dari seluruh variasi sudut pengapian. Hasil pengujian konsumsi bahan bakar spesifik memiliki titik terendah pada putaran mesin 6000 rpm dari pengujian semua variasi sudut pengapian. Konsumsi bahan bakar spesifik terbaik diperoleh pada sudut pengapian +9° dengan nilai 0,234 Kg/kW.h. Laju aliran konsumsi bahan bakar yang dibutuhkan dapat didefinisikan sebagai persatuan daya per jam operasi atau banyaknya bahan bakar untuk menghasilkan daya 1 kW selama 1 jam.
Kondisi menurunnya nilai bsfc pada saat mesin menghasilkan torsi dan daya meningkat untuk setiap pengujian sudut pengapian. Grafik bsfc menunjukkan penurunan hingga titik terendah kemudian meningkat seiring bertambah putaran mesin. Peningkatan konsumsi bahan bakar pada putaran mesin tinggi disebabkan kerugian gesekan yang besar[17].