• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara No. 05/01/Th.XII, 03 Januari 2017 1

05/01/Th.XII, 03 JANUARI 2017

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016

RINGKASAN

 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan September 2016 adalah 327,29 ribu orang (12,77 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2016 yang berjumlah 326,87 ribu orang (12,88 persen), berarti jumlah penduduk miskin naik 0,42 ribu orang.

 Selama periode Maret - September 2016, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,75 ribu orang, sementara di daerah perkotaan bertambah 2,17 ribu orang.

 Persentase penduduk miskin daerah perkotaan mengalami sedikit peningkatan sedangkan daerah perdesaan terjadi sedikit penurunan. Pada bulan September 2016, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan 6,87 persen, meningkat 0,13 poin terhadap Maret 2016 (6,74 persen). Sementara di daerah perdesaan pada September 2016 persentase penduduk miskin sebesar 15,31 persen menurun 0,18 poin terhadap Maret 2015 (15,49 persen). Sehingga di Sulawesi Tenggara selama periode Maret – September 2016 persentase penduduk miskin mengalami penurunan sebesar 0,11 persen.

 Selama Maret - September 2016, Garis Kemiskinan naik sebesar 1,76 persen, yaitu dari Rp. 277.288,- per kapita per bulan pada Maret 2016 menjadi Rp.282.161,- per kapita per bulan pada September 2016.

 Pada periode Maret - September 2016, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan penurunan. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin mengecil/rapat.

(2)

Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara No. 05/01/Th.XII, 03 Januari 2017 2

1. Perkembangan Penduduk Miskin di Sulawesi Tenggara, 2014-2016

Pada periode September 2014 – September 2016 jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan sebesar 13,20 ribu orang, yaitu dari 314,09 ribu orang pada September 2014 menjadi 327,29 ribu orang pada September 2016. Persentase penduduk miskin relatif tidak berubah pada nilai 12,77 persen pada periode yang sama.

Tabel 1.

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Sulawesi Tenggara Menurut Daerah, 2014-2016

Tahun Jumlah Penduduk Miskin (000) Persentase Penduduk Miskin

Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa

September 2014 45,79 268,30 314,09 6,62 15,17 12,77

Maret 2015 52,06 269,82 321,88 7,24 15,19 12,90

September 2015 56,77 288,25 345,02 7,84 16,12 13,74

Maret 2016 51,01 275,86 326,87 6,74 15,49 12,88

September 2016 53,18 274,11 327,29 6,87 15,31 12,77

2. Perkembangan Penduduk Miskin Maret - September 2016

Jumlah penduduk miskin di Sulawesi Tenggara pada bulan September 2016 adalah 327,29 ribu orang (12,77 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2016 yang berjumlah 326,87 ribu orang (12,88 persen), berarti terjadi peningkatan sejumlah 0,42 ribu orang. Selama periode Maret - September 2016, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,75 ribu orang, sementara di daerah perkotaan bertambah 2,17 ribu orang (Tabel 1).

Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah tetapi ada penurunan persentase khususnya di wilayah perdesaan. Pada bulan Maret 2016, sebagian besar penduduk miskin berada di daerah perdesaan yakni 275,86 ribu orang (84,39 persen) dari total penduduk miskin di Sulawesi Tenggara, dan pada bulan September 2016 penduduk miskin yang berada di daerah perdesaan berjumlah 274,11 ribu orang (83,75 persen) dari total penduduk miskin (Tabel 1).

(3)

Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara No. 05/01/Th.XII, 03 Januari 2017 3

Tabel 2.

Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2016 – September 2016

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Jumlah penduduk

miskin (000)

Persentase penduduk miskin Daerah/Tahun Makanan Bukan

Makanan Total

Perkotaan

Maret 2016 205.281 84.546 289.827 51,01 6,74

September 2016 209.281 85.004 294.286 53,18 6,87

Perdesaan

Maret 2016 212.249 59.712 271.961 275.86 15,49

September 2016 215.718 61.261 276.978 274.11 15,31 Kota+Desa

Maret 2016 210.619 66.669 277.288 326.87 12,88

September 2016 213.918 68.243 282.161 327.29 12,77

3. Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2016 – September 2016

Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan.

Selama Maret - September 2016, Garis Kemiskinan naik sebesar 1,76 persen, yaitu dari Rp.

277.288,- per kapita per bulan pada Maret 2016 menjadi Rp.282.161,- per kapita per bulan pada September 2016.

Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Bulan Maret 2016, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 75,96 persen (Rp.210.619,- dari total GK Rp.

277.288,-) tetapi pada Bulan September 2016 peranannya sedikit turun menjadi 75,81 persen (Rp.213.918,- dari total GK Rp. 282.161,-).

(4)

Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara No. 05/01/Th.XII, 03 Januari 2017 4

4. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.

Pada periode Maret - September 2016 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 2,758 pada keadaan Maret 2016 menjadi 1,982 pada keadaaan September 2016. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 0,898 menjadi 0,459 pada periode yang sama (Tabel 3). Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin mengecil.

Pada Bulan September, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan lebih tinggi dari pada perkotaan. Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan hanya 1,142 sementara di daerah perdesaan mencapai 2,346. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan hanya 0,292 sementara di daerah perdesaan mencapai 0,531. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih parah dari pada daerah perkotaan.

Tabel 3

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Sulawesi Tenggara Menurut Daerah, Maret 2016 - September 2016

Tahun Kota Desa Kota + Desa

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Maret 2016 1,325 3,367 2,758

September 2016 1,142 2,346 1,982

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Maret 2016 0,438 1,093 0,898

September 2016 0,292 0,531 0,459

(5)

Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara No. 05/01/Th.XII, 03 Januari 2017 5

5. Penjelasan Teknis dan Sumber Data

a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.

b. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan c. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkal per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).

d. Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.

e. Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Indekx – P1), merupakan ukuran rata- rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.

f. Indeks Keparahan kemiskinan ( Poverty Severity Index – P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semkain tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.

g. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan September 2016 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Konsumsi bulan September 2016. Jumlah sampel Sulawesi Tenggara adalah 1540 rumahtangga yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota.

Referensi

Dokumen terkait

Waktu yang sangat terbatas dengan jumlah yang cukup banyak yaitu 20 UKM masih kurang sehingga Pendampingan yang kami lakukan ke masing – masing UKM untuk lebih mengerti dalam

Pengaruh pembelajaran daring menggunakan bahan ajar sorogan hanacaraka terhadap kemampuan menulis akasara Jawa peserta didik pada mata pelajaran bahasa Jawa SD dilakukan dengan

Maka dapat dikatakan latihan ini sangat baik sekali digunakan dalam latihan dalam permainan bola voli guna untuk meningkatkan lompat yaitu daya ledak otot tungkai dari

Namun proses dari metode latihan yang dapat memberikan stimulus lebih baik pada sistem saraf pusat, saraf sensorik hingga respon saraf motorik yang akan mengaktifkan

Dari keseluruhan nilai rata-rata TCR dari kedua kantor camat di kabupaten Rokan Hulu tersebut dapat disimpulkan bahwa perbandingan kinerja pegawai dikantor camat

Dengan menggunakan analisis regresi multilinier, sebanyak 20 senyawa xanton yang sudah diketahui nilai IC50-nya digunakan sebagai senyawa fitting untuk mendapatkan

Masuknya air laut kedalam estuari sangat mempengaruhi keadaan komponen bathimetri, arus, temperatur, salinitas, dan kadar sedimen melayang estuari Sungai Belawan sejauh 18 km

Analisis komponensial adalah penguraian unsur-unsur yang membentuk makna kosakata tertentu.. dalam analisis komponensional adalah penemuan kandungan makna kata atau