• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia saat ini sangat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia saat ini sangat"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia saat ini sangat mencemaskan. Berdasarkan data BPS1, dalam satu dekade terakhir jumlah kecelakaan lalu lintas dengan korban jiwa maupun kerugian materi cenderung mengalami peningkatan. Seperti terlihat pada Tabel 1, dalam kurun waktu sepuluh tahun mulai dari tahun 2001 hingga tahun 2010, terjadi peningkatan jumlah kecelakaan lebih lima kali lipat atau sekitar 420% dengan korban jiwa meningkat 109%. Bahkan tahun 2011 terjadi peningkatan luar biasa dari rata-rata tahun sebelumnya. Dari data tahun 2008 hingga 2010, kecelakaan lalu lintas di Indonesia meningkat 5-6%

tiap tahun, namun pada tahun 2011 peningkatan menjadi lebih 63%.

Tabel 1.

Jumlah Kecelakaan, Koban Mati, Luka Berat, Luka Ringan, dan Kerugian Materi yang Diderita Tahun 2001-2011

Tahun Jumlah

Kecelakaan Korban

Mati Luka

Berat Luka Ringan

Kerugian Materi (Juta Rp)

2001 12.791 9.522 6.656 9.181 37.617

2002 12.267 8.762 6.012 8.929 41.030

2003 13.399 9.856 6.142 8.694 45.778

2004 17.732 11.204 8.983 12.084 53.044

2005 91.623 16.115 35.891 51.317 51.556

2006 87.020 15.762 33.282 52.310 81.848

2007 49.553 16.955 20.181 46.827 103.289

2008 59.164 20.188 23.440 55.731 131.207

2009 62.960 19.979 23.469 62.936 136.285

2010 66.488 19.873 26.196 63.809 158.259

2011 108.696 31.195 35.285 108.945 217.435                                                                                                                          

1  http://www.bps.go.id  

(2)

Kondisi pada tahun 2012 tidak jauh berbeda. Badan Intelijen Nasional (2013) merilis data dari Kepolisian RI bahwa tahun 2012 terjadi kecelakaan lalu lintas sebanyak 109.083 dengan korban meninggal dunia sebanyak 27.441 jiwa.

Data tersebut di atas bahkan lebih kecil dari kondisi sebenarnya yang terjadi. Menurut pengajar Keselamatan Transportasi Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI), Tri Tjahjono (Kompas,2012), dalam sebuah penelitian, pernah ada angka yang menyebut 40.000 jiwa tewas karena kecelakaan lalu lintas. Jika diakumulasi dalam waktu lima tahun, jumlahnya mendekati jumlah korban tsunami di Aceh tahun 2004, sebanyak 230.000 jiwa melayang. Sementara itu, data Kepolisian Republik Indonesia menyebutkan sebanyak 60 orang tewas setiap hari akibat kecelakaan sepanjang enam bulan pertama 2011. Angka itu meningkat dibandingkan 56 orang yang tewas setiap hari pada periode sama tahun sebelumnya2. Begitu banyak nyawa melayang sia-sia di jalan.

Kecelakaan lalu lintas telah menjadi mesin pembunuh di Indonesia.

Menurut Direktur Keselamatan Angkutan Darat, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan RI, Hotma Simanjuntak, kecelakaan lalu lintas merupakan pembunuh ketiga terbesar di Indonesia setelah HIV/AIDS dan TBC3. Lebih parahnya lagi dari jumlah tersebut, 67% korban berada pada usia produktif, 22-50 tahun. Bukan hanya korban jiwa, kecelakaan lalu lintas juga menimbulkan cacat fisik, sementara kerugian akibat kecelakaan mencapai Rp 200 triliun setahun!

                                                                                                                         

2  Data  Ditlantas  Polri  dalam  berita.yahoo.com  tanggal  12  Maret  2012.  

3   Ditjen   Hubdat   Kementerian   Perhubungan.10   Mai   2011.   Kecelakaan   Lalu   Lintas   Tempati   Urutan   Tiga   Penyebab  Kematian.  

(3)

Belum lagi jika dihitung dampak psikologis dan materi pasca kecelakaan mengingat rata-rata korban kecelakaan pada usia produktif merupakan tulang punggung ekonomi keluarga.

Kecelakaan lalu lintas memang tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Masalah tingginya angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas telah menjadi keprihatinan dunia bahkan sejak lama. Organisasi Kesehatan Dunia WHO (2012) mengungkapkan bahwa setiap tahunnya lebih dari 1,2 juta orang di dunia meninggal akibat kecelakaan di jalan, sementara korban luka mencapai antara 20 - 50 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, sekitar 90% kematian terjadi di Negara berpendapatan rendah hingga menengah, yang justru memiliki hampir separuh jumlah kendaraan di dunia. Badan dunia PBB memperkirakan, jika tidak segera diantisipasi dengan tindakan yang efektif, kecelakaan lalu lintas akan segera menduduki peringkat kelima penyebab kematian di dunia, dengan perkiraaan 2,4 juta kematian setiap tahun4.

Sejak tahun 2004 PBB telah mengeluarkan berbagai resolusi disertai rekomendasi aksi untuk keselamatan jalan kepada negara-negara anggotanya serta komunitas internasional. PBB mengharapkan peningkatan kesadaran dan komitmen negara-negara terhadap masalah keselamatan di jalan, dengan political will serta pendanaan yang memadai. Penanganan krisis global ini membutuhkan visi yang ambisius, peningkatan investasi serta kolaborasi antar negara yang lebih baik.

Untuk itu, berdasarkan tuntutan Komisi Internasional Keselamatan Jalan

                                                                                                                         

4  UN.  A  decade  of  Action  For  Road  Safety  

(4)

tahun 2009, maka PBB mendeklarasikan program Decade of Action (DoA) 2011-2020 sebagai tindakan nyata disertai kerangka waktu untuk meningkatkan komitmen politik dan sumber daya baik global maupun nasional. Program ini sekaligus menjadi stimulus bagi negara-negara donor untuk melakukan kolaborasi dan investasi pada keselamatan jalan di negara-negara yang berpendapatan rendah dan menengah. Program DoA merekomendasikan panduan tindakan untuk mendorong negara- negara melaksanakan lima pilar, yaitu 1) manajemen keselamatan jalan, 2) infrastruktur, 3) kendaraan berkeselamatan, 4) perilaku pengguna jalan yang berkeselamatan, dan 5) manajemen pasca kecelakaan.

Sebagai negara anggota PBB, Indonesia memiliki komitmen yang sama terhadap keselamatan di jalan. Hal ini ditandai dengan pencanangan

“Aksi Keselamtan Jalan Indonesia“ dengan pengesahan “Rencana Umum Nasional Keselamatan Lalu Lintas Angkutan Jalan” oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 11 Mei 2011. Sejalan dengan DoA yang dicanangkan PBB, tujuan utama aksi keselamatan jalan Indonesia adalah penurunan jumlah kecelakaan di Indonesia. Pencanangan program nasional ini menunjukkan keseriusan pemerintah Republik Indonesia terhadap keselamatan lalu lintas. Masalah kecelakaan lalu lintas di Indonesia telah menunjukkan angka yang luar biasa, sehingga tidak bisa diselesaikan dengan cara-cara biasa. ‘Cara-cara extraordinary’ harus dilakukan, demikian ungkapan dari Kementerian Perhubungan RI.5 Untuk itu disusunlah Rencana Umum Nasional Keselamatan Lalu Lintas Angkutan                                                                                                                          

5  Gede  Pasek  Swardika,  Kasubdit  Manajemen  Keselamatan    Direktorat  Keselamatan  Transportasi   Darat  KemenHub  mengungkapkan  hal  ini  dalam  suatu  perbincangan  membahas  RUNK  LLAJ   dengan  KBR68H.  

(5)

Jalan (RUNK LLAJ). Penyusunan RUNK Jalan bertujuan untuk memberikan panduan/pedoman bagi pemangku kebijakan agar dapat merencanakan dan melaksanakan penanganan keselamatan jalan secara terkoordinir dan selaras, dengan menjalankan 5 pilar seperti yang telah ditetapkan oleh PBB.

Namun sebagaimana sebuah program, pelaksanaan aksi keselamatan jalan dengan RUNK ini tetap harus mengacu kepada peraturan yang lebih tinggi, terutama peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini. Keberhasilan pelaksanaan program ini tergantung kepada aturan perundang-undangan yang mendukungnya, dalam hal ini Undang-Undang tentang lalu lintas. Sebagaimana kita ketahui bersama, undang-undang merupakan sebuah produk politik, yang dibentuk melalui proses politik oleh pemerintah melalui lembaga eksekutif dan legislatif.

Suatu produk undang-undang merupakan perwujudan dari political will dan komitmen pemerintah dalam menjalankan perannya untuk mencapai tujuan Negara. Sehubungan dengan rencana aksi keselamatan jalan tersebut di atas selayaknya undang-undang yang mengatur tentang lalu lintas di Indonesia sudah sejalan dengan program tersebut, menjadi kebijakan yang komprehensif mengatur tentang pengelolaan lalu lintas, dengan mengakomodir 5 pilar keselamatan yang diajukan PBB.

Pada tahun 2009 Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menggantikan Undang-Undang Nomor 14 tahun 1992 sebagai pedoman pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia. Tujuan

(6)

penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang diatur di dalam Undang-Udang tersebut antara lain 1) terwujudnya pelayanan lalu lintas yang aman, selamat, tertib dan lancar dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa; 2) terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan 3) terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. Intinya, dengan dikeluarkannya Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ini akan dapat menghasilkan tindakan yang komprehensif oleh Pemerintah baik Pusat maupun Daerah, Badan Hukum, dan/atau masyarakat, dalam rangka mengurangi angka kecelakaan yang tinggi, bahkan suatu saat nanti diharapkan bisa mencapai angka nol.

Konsep kebijakan dalam bentuk tujuan yang dicita-citakan oleh Undang-Undang tersebut cukup ideal untuk mewujudkan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 ini merupakan perbaikan dan pengembangan dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992. Hal ini dapat dilihat dari jumlah klausul yang diaturnya, dimana UU No.14/1992 terdiri dari 16 Bab dan 74 pasal, menjadi 22 Bab dan 326 pasal dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 ini.

Pengembangan lain yang terlihat signifikan dari Undang-Undang ini adalah pembagian peran dan tanggungjawab yang jelas untuk pelaksana pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang belum diatur pada Undang-Undang sebelumnya.

(7)

Permasalahan peran dan tanggungjawab pembina dan penyelenggara lalu lintas memang sangat krusial dan menjadi salah satu kelemahan dalam implementasi undang-undang sebelumnya. Bukan rahasia bahwa pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan selama ini terkendala masalah koordinasi antar instansi terkait oleh karena ego sektoral masing-masing, yang berakibat banyak terjadi tumpang tindih kewenangan dan urusan. Yuniza (2008) menyebutkan bahwa kelemahan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 salah satunya adalah masih kurangnya aspek koordinatif antar lembaga terkait sehingga terkesan adanya terjadi tumpang tindih kewenangan dalam pelaksanaan UU LLAJ6. Sementara untuk permasalahan substantif keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, terutama ketika terjadi kecelakaan lalu lintas, masing-masing instansi terkait terkesan saling lempar tanggungjawab.

Hal ini yang berusaha diatasi oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dengan mengatur pembagian peran dan tanggung jawab yang jelas antar lembaga pembina dan penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan.

Undang-Undang ini juga sudah mengakomodir desentralisasi dan otonomi daerah dengan penyerahan sebagian urusan pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan kepada pemerintah propinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota. Dengan penyerahan sebagian urusan dan kewenangan kepada pemerintah daerah tersebut diharapkan akan lebih mendekatkan aspek pelayanan publik kepada masyarakat, sehingga permasalahan lalu lintas yang dihadapi dapat lebih cepat ditangani dan lebih menyentuh substansi permasalahannya.

                                                                                                                         

6  Laporan  Hasil  Penelitian  Fakultas  Hukum  Universitas  Gajah  Mada  2008.  

(8)

Selanjutnya, koordinasi penyelenggaran lalu lintas dan angkutan jalan antar lembaga terkait dilakukan oleh Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang terdiri atas unsur pembina, penyelenggara, akademisi dan masyarakat.

Namun setelah berjalan hampir tiga tahun sejak ditetapkannya Undang-Undang tersebut, permasalahan kecelakaan lalu lintas dan angkutan jalan belum memperlihatkan tanda-tanda penurunan, bahkan masih cenderung meningkat. Data terakhir tahun 2012 menunjukkan, angka kecelakaan selama arus mudik dan balik Lebaran 2012 naik hingga 10,3% dibandingkan tahun lalu. Kecelakaan lalu lintas mencapai 5.233 kasus, dengan korban tercatat sebesar 908 korban meningal dunia atau 16% lebih tinggi dari tahun 2011. Sementara, korban yang mengalami luka berat sebanyak 1.505 orang dan luka ringan 5.139 orang.

Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib dan lancar belum menunjukkan hasil yang nyata. Adanya kendala dalam implemetasi kebijakan tersebut menunjukkan belum berjalannya peran pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan.

Pertanyaan yang timbul adalah apakah kendala implementasi tersebut muncul semata akibat belum berjalannya fungsi peran dan tanggung jawab pembina dan penyelenggara sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, atau karena justru Undang-Undang tersebut belum secara komprehensif mengatur pengelolaan lalu lintas dan angkutan jalan dan belum menyentuh substansi permasalahan lalu lintas dan angkutan jalan yang sesungguhnya termasuk peran dan tanggungjawab baik pembina,

(9)

penyelenggara, maupun masyarakat? Hal inilah yang ingin dijawab di dalam penelitian ini agar didapat gambaran yang lebih jelas mengenai permasalahan sesungguhnya dari tingginya angka kecelakaan lalu lintas dan angkutan jalan, serta akan dapat menjadi rekomendasi perbaikan kedepannya.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah pokok dari penelitian ini adalah : Mengapa pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan belum mampu mewujudkan keselamatan di jalan?

Rumusan masalah pokok tersebut akan dijawab melalui pertanyaan penelitian sebagai berikut :

o Bagaimana konsep keselamatan jalan di Indonesia menurut Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009?

o Faktor-faktor apa saja yang menghambat implementasi kebijakan pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan?

o Bagaimana langkah strategis pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan untuk mewujudkan keselamatan di jalan di Indonesia?

(10)

C. Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan pertanyaan penelitian tersebut, maka tujuan pokok dari penelitian tesis ini adalah teridentifikasinya konsep kebijakan pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia saat ini sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009, dan teridentifikasinya faktor-faktor yang menghambat implementasi kebijakan pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas tersebut, dan pada akhirnya dapat diketahui langkah strategis pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang mampu mewujudkan keselamatan di jalan.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat sebagai bahan masukan dalam pengembangan Ilmu Administrasi Publik terutama berkaitan dengan isi kebijakan dengan mengkaji undang-undang yang telah ditetapkan dilihat melalui perspektif kebijakan publik. Manfaat lainnya adalah agar dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran bagi perumusan kebijakan turunan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang belum tersedia berupa Peraturan Pemerintah dan seterusnya, atau bahkan mungkin perubahan atau revisi terhadap undang-undang yang relatif masih baru tersebut.

E. Keaslian Penelitian

Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian tentang konsep kebijakan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

(11)

Lintas dan Angkutan Jalan belum pernah dilakukan. Identifikasi konsep kebijakan dilakukan untuk mengetahui political will pemerintah terhadap pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas yang berkeselamatan, mengidentifikasi kelemahan kebijakan tersebut, sehingga dapat dimunculkan saran perbaikan konsep kebijakan yang lebih strategis dalam mewujudkan keselamatan di jalan.

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan lebih mengarah kepada operasionalisasi undang-undang tersebut. Anggarasena (2010) membahas tentang kondisi keselamatan lalu lintas ditinjau dari sisi penegakan hukum yang diatur dalam undang-undang lalu lintas tersebut, mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kecelakaan lalu lintas, kualitas penegak hukum dan tingkat kepatuhan hukum masyarakat, serta strategi penegakan hukum yang akan mampu meningkatkan keselamatan dan kepatuhan hukum masyarakat. Selanjutnya Laia (2011) mengidentifikasi kendala yang menghambat implementasi undang-undang lalu lintas, mulai dari kurangnya sosialisasi undang-undang kepada masyarakat, hingga banyaknya peraturan pelaksanaan yang harus dikeluarkan untuk pelaksanaan undang-undang tersebut, baik Peraturan Pemerintah, Peraturan Kapolri, sampai Peraturan Daerah, total berjumlah 58 peraturan pelaksana dan teknis yang harus dibuat. Sementara itu, Permana (2011) menitikberatkan pembahasan terhadap inkonsistensi pelaksanaan undang-undang lalu lintas ditinjau dari penerapan pidana denda yang tidak mengacu kepada Pasal 30 KUHP, serta kurangya profesionalisme aparat penegak hukum dan kurangnya penyuluhan hukum terhadap masyarakat.

(12)

Selain beberapa penelitian di atas, pernah juga dilakukan kajian terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tersebut yang ditujukan sebagai Judicial Review (Umarjohar, 2011). Materi judicial review membahas pasal demi pasal dari undang-undang tersebut yang diangggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, namun dari hasil persidangan ditetapkan tidak terdapat pasal-pasal yang menyalahi konstitusi, dan materi judicial review ditolak seluruhnya.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk Audit Keselamatan Jalan, target yang harus dicapai mulai tahun depan (program RUNK), adalah 10% dari Pekerjaan Ruas jalan Nasional sudah harus di Audit. Oleh karena itu:

Berdasarkan latar belakang yang telah di jelaskan, dapat dirumuskan masalah penelitian berikut : (1) Apakah modal intelektual (intellectual capital) yang diproksikan

maka penulis dapat menyelesaikan studi S3 dengan menyusun disertasi berjudul: Nilai Manfaat Ekonomi dan Pemanfaatan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) bagi

Implementasi sistem, penulis melakukan implementasi dengan cara mengambil data dari sumber sistem, melakukan normalisasi data, pemindahan data ke arsitektur

Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kualitas laporan keuangan pada perspektif manajemen laba dan relevansi nilai setelah penerapan SAK adopsi IFRS namun

Suasana nuksma yang terlihat dalam pocapan- pocapan di wilayah pathet manyura dapat dirasakan dengan nada lagu yang menyatu dengan ulon grimingan gender. Ulon grimingan

pembangunan selalu menjadi perhatian, karena kawasan pemukiman masyarakat nelayan dianggap tingkat kesejahteraannya masih rendah. Masyarakat Kelurahan Kota Karang

Seiring dengan berlangsungnya proses pertumbuhan didalam tubuh organisme terjadi proses pertambahan jenis sel atau disebut perkembangan melalui proses