• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4. ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

Analisa pada bab ini akan ditinjau dari dua sisi, yaitu dari sisi studi literatur dan juga dari analisa hasil wawancara perusahaan besar yang ada di Jawa Timur. Hasil analisis ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan dunia industri akan pekerja dengan kualifikasi pendidikan S2 Teknik Industri.

4.1. Perkembangan Industri di Indonesia

Perkembangan industri didasarkan pada indikator sisi jumlah tenaga kerja, jumlah unit, dan output yang dihasilkan oleh industri besar. Industri besar yang dimaksud adalah industri yang memiliki pekerja lebih dari seratus orang.

Perkembangan industri dapat dikatakan meningkat jika ketiga indikator ini mengalami peningkatan.

Jumlah tenaga kerja untuk industri besar yang ada di Indonesia cenderung menurun. Jumlah tenaga kerja yang ada pada gambar berikut merupakan jumlah tenaga kerja yang berstatus pegawai tetap, seperti yang tampak dalam Gambar 4.1. berikut ini.

4 4.05 4.1 4.15 4.2 4.25 4.3 4.35 4.4

2000 2001 2002 2003 2004 2005

Millions

Gambar 4.1. Grafik Jumlah Tenaga Kerja Industri Besar di Indonesia (Tahun 2000-2005)

Sumber: www.advsofteng.com

(2)

Penurunan ini sejalan dengan penurunan jumlah industri besar yang ada di Indonesia. Gambar 4.2. adalah diagram batang grafik jumlah industri di Indonesia tahun 2000-2005. Melalui grafik ini terlihat penurunan yang cukup signifikan dari tahun 2000 ke tahun 2001. Setelah tahun 2001 jumlah industri besar di Indonesia terlihat cenderung stabil di kisaran jumlah 17000 dan 16000.

21328

17377 17245

16517 16806 16846

13000 15000 17000 19000 21000 23000 25000

2000 2001 2002 2003 2004 2005

Gambar 4.2. Grafik Jumlah Industri Besar di Indonesia (Tahun 2000-2005) Sumber: www.advsofteng.com

Di lain pihak, Gambar 4.3. mendeskripsikan jumlah tenaga kerja di segala sektor industri (besar hingga kecil) mengalami peningkatan secara linier.

Pekerja total yang dimaksudkan adalah pekerja yang berasal dari industri kecil hingga industri besar, dari level buruh hingga staff dan top management.

Peningkatan juga terjadi pada jumlah pekerja yang berasal dari lulusan universitas, seperti terdapat pada Gambar 4.4.

87 88 89 90 91 92 93 94 95 96

2000 2001 2002 2003 2004 2005

Millions

Gambar 4.3. Grafik Jumlah Tenaga Kerja Total di Indonesia (Tahun 2000-2005)

Sumber: www.advsofteng.com

(3)

Gambar 4.4. Grafik Jumlah Tenaga Kerja Lulusan Universitas di Indonesia (Tahun 2000-2005)

Sumber: www.advsofteng.com

Jumlah pekerja S1 jauh lebih kecil dibandingkan jumlah pekerja total yang ada di Indonesia. Namun, jumlah pekerja S1 tiap tahun jumlahnya selalu meningkat. Peningkatan tersebut dapat dilihat melalui Gambar 4.5. Kebutuhan tenaga kerja dengan kualifikasi pendidikan S1 tiap tahun meningkat.

2.0%

2.2%

2.4%

2.6%

2.8%

3.0%

3.2%

3.4%

3.6%

2000 2001 2002 2003 2004 2005

Gambar 4.5. Grafik Prosentase Perbandingan Jumlah Tenaga Kerja Lulusan Universitas dan Jumlah Tenaga Kerja Total di Indonesia (Tahun 2000-2005)

1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 2.2 2.4 2.6 2.8 3 3.2 3.4

2000 2001 2002 2003 2004 2005

Milli ons

(4)

Grafik di bawah ini menampilkan nilai output perusahaan dan juga nilai ekspor serta nilai penjualan dalam negeri dari industri besar di Indonesia.

626.43

705.27

863.52 822.41

967.82

1068.68

Rp50.00 Rp250.00 Rp450.00 Rp650.00 Rp850.00 Rp1,050.00 Rp1,250.00

2000 2001 2002 2003 2004 2005

Billions

Gambar 4.6. Grafik Nilai Output Industri (Tahun 2000-2005)

Rp0 Rp200 Rp400 Rp600 Rp800 Rp1,000

2000 2001 2002 2003 2004 2005

Billions

Gambar 4.7. Grafik Nilai Ekspor Industri Besar di Indonesia (Tahun 2000-2005) Sumber: www.advsofteng.com

Rp30 Rp40 Rp50 Rp60 Rp70 Rp80 Rp90

2000 2001 2002 2003 2004 2005

Billions

Gambar 4.8. Grafik Nilai Penjualan Produk untuk Dalam Negeri di Indonesia (Tahun 2000-2005)

(5)

Melihat jumlah industri besar yang rata-rata tiap tahunnya menurun, seharusnya nilai output dari industri-industri besar juga semakin menurun.

Namun, hal tersebut terjadi sebaliknya. Nilai output yang dihasilkan oleh industri besar yang ada di Indonesia selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya. Hal ini berarti industri dengan jenis padat karya semakin lama menjadi sedikit dan tidak berkembang, sedangkan industri padat modal semakin lama berkembang pesat. Prioritas kemana produk tersebut akan didistribusikan, dapat dilihat bahwa industri lebih banyak mendistribusikan barangnya untuk komoditi ekspor daripada dijual untuk komoditi dalam negeri. Pada Gambar 4.6 dan 4.7 bahwa terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara nilai penjualan untuk dalam negeri dan ekspor.

Industri di Indonesia berdasarkan nilai output produksi yang dihasilkan menunjukkan perkembangan yang positif. Namun, jumlah pekerja industri besar dan jumlah unit industri besar di Indonesia cenderung menurun. Hal ini menandakan industri yang berkembang di Indonesia ialah industri padat modal, yaitu industri yang lebih mengutamakan modal dalam pengembangan usahanya.

4.2. Perkembangan Ekonomi Makro di Indonesia

Perkembangan ekonomi makro di Indonesia dapat dilihat dari nilai inflasi yang ada. Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus.Inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Perubahan nilai inflasi dapat diakibatkan adanya perubahan nilai mata uang rupiah terhadap mata uang asing, khususnya Dollar AS, suhu politik di Indonesia, kebijakan pemerintah dan juga meningkatnya kebutuhan suatu barang dalam kurun waktu tertentu. Inflasi yang ada di Indonesia dapat dilihat dalam Tabel 4.1 berikut ini.

(6)

Tabel 4.1. Perkembangan Nilai Inflasi di Indonesia PERKEMBANGAN INFLASI DI INDONESIA

TAHUN Nilai (dalam %)

2000 9,35

2001 12,55

2002 10,03

2003 5,06

2004 6,40

2005 16,21

2006 6,41

Gambar 4.9. Grafik Nilai Inflasi Juli 2007-Maret 2008 Sumber: www.bi.go.id

Tabel 4.1. dan Gambar 4.9. menunjukkan inflasi di Indonesia bersifat fluktuatif dan tidak dapat diprediksi. Periode Juli 2007 sampai dengan Maret 2008 menunjukkan nilai inflasi di Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Data dari Badan Pusat Statistik tanggal 2 Juli 2008, menunjukkan peningkatan inflasi yang signifikan yaitu dari 1,9% di bulan Maret 2005 menjadi 2,46% di bulan Juni 2008. Kedua kasus ini dibandingkan karena inflasi yang terjadi sama-sama satu bulan setelah pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM sebesar kurang lebih 30%. Jadi bisa dikatakan kondisi ekonomi pada Maret 2005 lebih baik daripada sekarang ini. Nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing, khususnya terhadap mata uang Dollar AS tidak terlalu mempengaruhi nilai inflasi

(7)

karena nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS sejak tahun 2001 sampai dengan 2008 cenderung stabil di kisaran Rp.8000 sampai dengan Rp.10000.

Berdasarkan perhitungan pemerintah, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2005 sebesar 5,6%, sedangkan untuk tahun 2006 turun, hanya berkisar 5,5%. Ini karena pada tahun 2006 terjadi begitu banyak bencana alam, seperti tsunami di Aceh dan gempa di Jogja. Menurut Kepala Badan Pusat Statistik Rusman Heriawan, bila tidak terjadi bencana maka ekonomi bisa tumbuh diatas 5,6%. Pada tahun 2007, BPS (Badan Pusat Statistik) mencatat pertumbuhan ekonomi mencapai 6,32%. Hasil yang dicapai ini telah melebihi target dari pemerintah, yaitu sekitar 6,2%. Proyeksi untuk 2008, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak jauh dari angka yang diraih di tahun sebelumnya, yaitu di kisaran enam persen lebih. Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani mengatakan tahun 2008 pemerintah memproyeksikan perekonomian akan tumbuh 6,8%. Menurut Joachim von Amsberg, Country Director Bank Dunia untuk Indonesia, angka enam persen masih cukup bagus untuk Indonesia di tengah ekonomi global yang tidak stabil (ANTARA News, 2008, Maret).

Menurut pengamat ekonomi Pande Silalahi, pada bulan Oktober 2005 lalu terdapat sebanyak 106,9 juta angkatan kerja dan 95,3 juta di antaranya bekerja serta 11,6 juta orang penganggur. Selama periode Agustus 2004 - Oktober 2005, jumlah angkatan kerja bertambah sekitar 2,9 juta, sementara dalam periode yang sama jumlah pertambahan tenaga kerja yang terserap hanya 1,6 juta orang.

Perkembangan ini dengan jelas menunjukkan bahwa kesempatan kerja adalah masalah yang sangat serius bagi Indonesia.

Pengamat ekonomi Ida Bagus Raka Suardana mengatakan baik di tingkat Nasional maupun kabupaten atau kota, pengangguran mencapai 10,99%. Sedang daya serap tenaga kerja bergantung pada laju pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi pada 2007 adalah 6,3% dengan tingkat daya serap hanya 1 juta lebih tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi sebesar 1% mampu menyerap 200.000 sampai dengan 250.000 tenaga kerja. Padahal sebelum negeri Indonesia dilanda badai krisis, daya serap dalam 1% pertumbuhan ekonomi mencapai 400.000 tenaga kerja.

(8)

Masalah pengangguran makin lama makin mencemaskan karena jumlah pengangguran dalam beberapa tahun belakangan ini meningkat dengan jumlah yang relatif besar. Pada tahun 2001, jumlah pengangguran telah mencapai 8,0 juta orang (8,10% dari angkatan kerja). Kemudian tahun 2002 meningkat menjadi 9,1 juta (9,06%), tahun 2003 mencapai 9,8 juta (9,57%), tahun 2004 mencapai 10,3 juta (9,86%), dan pada bulan Februari 2005 mencapai 10,9 juta (10,26%). Rama Pratama, Anggota Komisi XI DPR RI bependapat bahwa hal ini disebabkan sisi penyerapan tenaga kerja, tahun 2004 sektor industri pengolahan hanya menyerap 13 ribu orang, di bawah target rata-rata 528 ribu orang per tahun. Rendahnya daya serap pertumbuhan ekonomi terhadap tenaga kerja, diketahui dari perbedaan sektoral yang tajam. Sektor padat modal mengalami pertumbuhan, sedangkan sektor-sektor padat karya stagnan atau cenderung menurun.

Ekonomi makro di Indonesia bila dilihat dari nilai inflasi sangat fluktuatif, karena penyebab perubahannya tidak dapat diprediksi dan dipengaruhi oleh banyak hal. Pertumbuhan ekonomi hasil perhitungan pemerintah dalam beberapa tahun ini telah mencapai target yang dicanangkan pemerintah, hanya pada tahun 2006 saja yang tidak mencapai target karena terjadi banyak bencana alam di Indonesia. Menurut Joachim von Amsberg, Country Director Bank Dunia untuk Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia berkisar di angka 6,5% cukup bagus untuk Indonesia di tengah ekonomi global yang kurang stabil. Namun, nilai pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan ini tidak sesuai dengan jumlah tenaga kerja yang diserap tiap tahunnya, malah jumlah pengangguran semakin lama semakin meningkat. Peningkatan jumlah pengangguran ini disebabkan oleh sektor-sektor industri padat karya yang cenderung stagnan.

4.3. Perkembangan Teknologi dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia

Dewasa ini, pengguna teknologi informasi di Indonesia berkembang sangat pesat, namun sebenarnya perkembangan teknologi di Indonesia karena dampak dari perkembangan teknologi di luar negeri. Bangsa Indonesia hanya menjadi user. Pengguna teknologi tersebut mulai dari penggunaan telepon genggam sampai dengan penggunaan internet. Perkembangan ini dapat dilihat dari semakin banyaknya pengguna handphone sekarang ini, selain itu juga semakin

(9)

banyaknya provider handphone sekarang ini. Perkembangan teknologi informasi ini sangat mendorong pertumbuhan ekonomi dunia, paling tidak menyangkut dua sisi. Sisi yang pertama yaitu mendorong permintaan produk teknologi informasi itu sendiri, yaitu alat-alat seperti handphone, komputer, jaringan internet, dan lain- lain. Sisi yang kedua adalah memudahkan transaksi bisnis, terutama bisnis keuangan.

Harapan terhadap teknologi informasi tentu tidak terbatas pada masalah yang hanya disebutkan di atas. Meningkatnya arus informasi diharapkan akan mampu memberi peluang kepada banyak orang untuk mengakses informasi. Hal ini tentu saja akan berperan besar dalam meningkatkan kualitas manusia sehingga lebih terpelajar dan terdidik. Ini tentu berlaku jika informasi dipandang sebagai sumber pokok pengetahuan termasuk pengembangan keilmuan serta peradaban itu sendiri.

Menurut Miranda Goeltom, Total Factor Productivity (TFP) merupakan sebuah tolok ukur tentang kemajuan iptek terhadap pertumbuhan ekonomi. Jika dilihat dari beberapa penelitian yang dilakukan, nilai TFP Indonesia sejak tahun 1960 tidak pernah mencapai angka 2%. Pada tahun 2007 Bank Indonesia mengestimasi TFP pada periode 1985-2006 hanya mencapai 1,3%. Beberapa pihak peneliti lainnya bahkan mengestimasi TFP Indonesia berada di bawah angka 1%, sangat jauh dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand yang mana keduanya memiliki angka TFP 2%, apalagi jika dibandingkan dengan Republik Korea Selatan yang memiliki TFP lebih tinggi lagi, yakni 3,1%.

Melihat fenomena yang ada, campur tangan pemerintah sangat dibutuhkan dalam era persaingan globalisasi saat ini dan masa mendatang di bidang penelitian dan pengembangan iptek. Kedua bidang ini merupakan suatu keharusan yang tidak dapat dihindari jika bangsa Indonesia tidak ingin tertinggal dari bangsa-bangsa lain di dunia.

4.4. Perkembangan Industri di Jawa Timur

Perkembangan dunia industri, khususnya di Jawa timur mengalami peningkatan yang positif, ini dapat dilihat dari jumlah pekerja total di Jawa timur

(10)

cenderung mengalami kenaikan pada tahun 2000 sampai dengan 2005. Seperti tampak pada grafik berikut

16 17 17 17 17 17 18 18

2000 2001 2002 2003 2004 2005

Millions

Gambar 4.10. Grafik perbandingan Jumlah Tenaga Kerja Total di Wilayah Jawa Timur

Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur

100 200 300 400 500 600 700

2000 2001 2002 2003 2004 2005

Thousands

Gambar 4.11. Grafik perbandingan Jumlah Tenaga Kerja Lulusan Universitas di Wilayah Jawa Timur

Gambar 4.10. dan 4.11. di atas menampilkan jumlah keseluruhan tenaga kerja dan jumlah tenaga kerja dengan lulusan S1 universitas dalam skala wilayah Jawa Timur. Perbandingan jumlah tenaga kerja lulusan universitas dengan jumlah tenaga kerja total tidak setiap tahun mengalami peningkatan, akan tetapi bila dibandingkan antara tahun 2000 dengan tahun 2005 dapat diketahui bahwa terjadi

(11)

peningkatan lebih dari 1%. Gambar 4.12. merupakan gambar perbandingan pekerja lulusan S1 dan pekerja total.

2.00%

2.20%

2.40%

2.60%

2.80%

3.00%

3.20%

3.40%

2000 2001 2002 2003 2004 2005

Gambar 4.12. Grafik perbandingan Jumlah Tenaga Kerja Total dan Tenaga Kerja Lulusan Universitas di Wilayah Jawa Timur

Jumlah pekerja di industri besar tidak setiap tahunnya meningkat. Hal ini tidak sama dengan jumlah industri besar yang ada di Jawa Timur yang cenderung selalu mengalami peningkatan.

Jumlah Pekerja untuk industri besar

145000 150000 155000 160000 165000 170000 175000

2003 2004 2005 2006 2007

orang

Series1

Gambar 4.13. Grafik Jumlah Pekerja untuk Industri Besar di Jawa Timur Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur

Peningkatan industri di Jawa Timur dapat didukung dengan melihat pada Gambar 4.14, yang mana jumlah industri yang ada di Jawa Timur setiap tahunnya meningkat.

(12)

Jumlah unit industri besar di Jawa Timur

620 640 660 680 700 720 740 760

2003 2004 2005 2006 2007

Tahun

Unit

Gambar 4.14. Grafik Jumlah Industri Besar di Jawa Timur.

Grafik di atas ini menunjukkan bahwa industri yang ada di Jawa Timur berkembang. Perkembangan rata-rata tiap tahunnya untuk jumlah industri besar sebesar 2,75%.

Jumlah produksi yang dicapai oleh industri-industri yang ada di Jawa Timur juga mengalami peningkatan, ini dapat dilihat dari data di bawah ini.

7 8 9 10 11 12 13 Trillions

2003 2004 2005 2006 2007

Nilai Produksi Industri Besar di Jawa Timur

Gambar 4.15. Grafik Nilai Produksi Industri Besar di Jawa Timur.

Melihat segi nilai produksinya, industri di Jawa Timur juga dapat dikatakan berkembang. Pada industri besar, perkembangan rata-rata tiap tahunnya untuk nilai jumlah produksinya yaitu sebesar 8,76%.

(13)

4.5. Perkembangan Ekonomi Makro di Jawa Timur

Ekonomi makro di Jawa Timur dilihat dari jumlah pengangguran, dapat dikatakan bahwa ekonomi makro di Jawa Timur menurun, karena jumlah pengangguran di Jawa Timur setiap tahun mengalami peningkatan seperti di dalam grafik berikut.

700000 800000 900000 1000000 1100000 1200000 1300000 1400000

2002 2003 2004 2005 2006

Jumlah Pengangguran di Jawa Timur

Gambar 4.16. Grafik Jumlah Pengangguran di Jawa Timur Sumber: Badan Statistik provinsi Jawa Timur (Juni 2008)

Tingkatan inflasi menurut BPS (Badan Pusat Statistik) selama tahun 2007, Propinsi Jawa Timur mengalami inflasi 6,48%, sedangkan inflasi nasional 6,59%. Sementara pada 2005 inflasi Jatim 15,19% sedang nasional 17,11% dan pada 2006 inflasi Jatim 6,76% sedang nasional 6,60%. BPS Provinsi Jawa Timur melalui BRS (Berita Resmi Statistik) 1 Juli 2008 menyatakan bahwa Jawa Timur mengalami inflasi sebesar 2,24% di bulan Juni. Angka ini masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 2,46%. Melihat angka inflasi yang ada selama tiga tahun terakhir (tahun 2005-2008) angka inflasi Jawa Timur lebih rendah dibandingkan dengan angka inflasi nasional atau keseluruhan Indonesia.

Pendorong utama inflasi Jatim selama tahun 2007 diakibatkan naiknya harga komoditi minyak goreng, bawang merah dan makanan pokok beras, sedangkan penghambat utamanya inflasi akibat turunnya harga produk bawang putih, cabe dan sayuran segar. Tingginya inflasi kelompok bahan makanan, selain disebabkan faktor musiman juga karena perilaku pasar yang beraksi negatif terhadap beberapa kebijakan pemerintah. Pada 2005 dan 2006, komoditi beras

(14)

terus mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan, namum pada 2007 setelah fungsi buffer beras dikembalikan ke Perusahaan Umum Bulog dan dibukanya kembali impor beras, harga beras mulai terkoreksi cukup tajam.

Pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur pada tahun 2006 hanya mampu mencapai 5,80% dan pada tahun 2007 sebesar 6,02 % ini diakibatkan berlarut- larutnya penanganan sumber lumpur panas Porong dan belum ada penggantian infrastruktur yang rusak, beban pengusaha sangat berat akibat mahalnya tarif listrik multiguna, sulitnya memperoleh BBM (Bahan Bakar Minyak) industri dan makin mahalnya BBM industri.

4.6.Analisa Deskriptif Hasil Wawancara

Analisa hasil wawancara berasal dari dua puluh lima perusahaan yang menjadi responden. Perusahan-perusahaan tersebut dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 56. Perusahaan-perusahaan yang menjadi responden adalah perusahaan yang berwilayah di kota Surabaya, Sidoarjo, Gresik dan Pasuruan. Pada awalnya, responden diambil dari enam kota yang ditentukan. Namun, untuk perusahaan di wilayah Mojokerto dan Malang tidak berhasil diwawancarai karena perusahaan yang dihubungi menolak dan penulis kesulitan menghubungi perusahaan lain yang ingin dihubungi.

Kesulitan lain yang dihadapi penulis adalah mendapatkan narasumber perusahaan yang mau untuk diwawancarai demi kepentingan tugas akhir ini. Dua puluh lima perusahaan ini terdiri dari banyak jenis industri yang jenis produksinya pun berbeda-beda. Maka dari itu, dua puluh lima perusahaan ini digunakan penulis sebagai wakil dari industri yang berada di wilayah Jawa Timur. Panduan wawancara yang digunakan dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 54.

Berdasarkan hasil wawancara, dua puluh lima perusahaan menyebutkan bahwa perkembangan industri di Jawa Timur dapat dikatakan meningkat, indikasinya adalah mayoritas perusahaan di Jawa Timur mengatakan bahwa industri mereka meningkat, baik secara modal perusahaan, tenaga kerja, dan order. Sebanyak 92% perusahaan dari dua puluh lima perusahaan mengatakan bahwa modal di perusahaan mereka berkembang, sedangkan sisanya sebanyak 4%

menyatakan bahwa modal usaha mereka cenderung stagnan. Perusahaan yang

(15)

modalnya stagnan adalah perusahaan yang bergerak dibidang pemotongan kayu dan furniture, mereka tidak dapat mengembangkan modal usahanya karena keterbatasan dan kesulitan dalam memperoleh bahan baku.

Berdasarkan segi jumlah tenaga kerja, sebanyak 72% perusahaan besar yang diwawancarai menyatakan bahwa tenaga kerja mereka meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini, 16% menyatakan turun dan 12% lainnya menyatakan bahwa jumlah pekerja mereka cenderung stagnan. Jumlah pekerja yang turun dikarenakan adanya efisiensi dari penggunaan tenaga manusia. Tenaga manusia tersebut digantikan oleh tenaga mesin ataupun adanya perbaikan metode kerja.

Perusahaan yang memiliki jumlah tenaga kerja stagnan cenderung memilih untuk mensubkontrakkan order yang diterima ataupun juga memakai sistem pembayaran pegawai dengan sistem borongan.

Perusahaan yang menyatakan bahwa order perusahaan meningkat adalah sebanyak 84% dari dua puluh lima perusahaan. Jawaban ini didapatkan dari mayoritas perusahaan yang melakukan kegiatan ekspor, karena permintaan dari luar negeri terus mengalir, akan tetapi ada juga perusahaan yang melakukan ekspor, order perusahaannya turun. Tabel 4.2. mendeskripsikan prosentase perusahaan berdasarkan order dan area pemasaran.

Tabel 4.2. Prosentase Order Perusahaan yang Mempertimbangkan Pangsa Pemasaran

Area pemasaran

Order

perusahaan Ekspor Lokal

Berkembang 56% 24%

Stagnan 4% 4%

Turun 12% 0%

Persebaran tenaga kerja berdasarkan jenjang pendidikan untuk industri besar di Jawa Timur dapat dilihat pada Gambar 4.17.

(16)

Perbandingan status pendidikan karyawan di 25 perusahaan di Jawa Timur

91%

8% 1%

jmlh kary S1 S2

Gambar 4.17. Pie chart Jumlah Total Karyawan Dibandingkan dengan Lulusan S1 dan S2

Prosentase pekerja lulusan S2 relatif sedikit, kurang lebih hanya satu persen untuk berbagai jurusan, sedangkan untuk lulusan S1 sekitar 8 persen, sisanya merupakan pekerja dengan pendidikan D3 ke bawah. Perusahaan lebih menyukai training dan seminar-seminar untuk meningkatkan kemampuan tenaga kerja mereka. Pembelajaran ini menurut mereka lebih tepat guna dan spesifik serta hanya memerlukan biaya yang jauh lebih murah. Gambar 4.18 menunjukkan prosentase lulusan S2 Teknik Industri dengan S2 lainnya.

Perbandingan jumlah karyawan yang bergelar S2 dengan S2 Teknik Industri di 25 perusahaan di

Jawa Timur

94%

6%

S2

S2 Teknik Industri

Gambar 4.18. Pie chart Jumlah Lulusan S2 Teknik Industri Dibandingkan dengan S2 Non-Teknik Industri

(17)

Perusahaan besar di Jawa Timur tidak banyak yang mempekerjakan lulusan S2 Teknik Industri, karena mereka lebih memilih karyawan yang memiliki kemampuan dalam analisa riset (contohnya riset dalam hal pangan), manajemen, pemasaran dan akuntansi. Pie chart di atas juga dapat menggambarkan bahwa lulusan S2 Teknik Industri masih sangat sedikit sekali di Jawa Timur.

Perbandingan jumlah industri dilihat dari proses produksinya

32%

68%

automasi semi automasi

Gambar 4.19. Pie chart Jumlah Responden dalam Proses Produksinya Perbandingan teknologi dapat dilihat dari sistem kerja yang diberlakukan di perusahaan dapat dilihat pada pie chart di atas. Sebanyak 32% perusahaan dari perusahaan yang berhasil diwawancarai menerapkan proses automasi, ini membuktikan teknologi yang ada cukup berkembang. Sisanya 68% melakukan sistem semi automasi yang pekerjanya terlibat secara langsung dalam proses dibantu dengan adanya mesin.

Perkembangan industri pada masa sekarang ini tidak membuat serta merta industri membutuhkan S2, khususnya S2 Teknik Industri, karena hanya sedikit sekali perusahaan yang membutuhkan lulusan S2 Teknik Industri. Pada Gambar 4.20. dapat menunjukkan perbandingannya.

(18)

Perbandingan perusahaan yang membutuhkan S2 TI dan tidak sekarang ini

64%

20%

16%

Tidak butuh S2 sekarang Sekarang butuh S2 non TI Sekarang butuh S2 TI

Gambar 4.20. Pie chart Perbandingan Jumlah Responden akan Kebutuhan S2 Perusahaan mengatakan bahwa tenaga kerja yang ada sekarang sudah mencukupi untuk mengatasi permasalahan di perusahaan. Kebanyakan dari perusahaan mempekerjakan lulusan S1 dan tingkat pendidikan di bawahnya.

Sedangkan pada masa mendatang, perusahaan dengan target dan keinginan yang dimiliki berpendapat bahwa lulusan S2, khususnya S2 Teknik Industri lebih dibutuhkan daripada masa sekarang. Prosentase kebutuhan tersebut dapat ditunjukkan pada Gambar 4.21.

Perbandingan kebutuhan S2 TI dan tidak membutuhkan di masa mendatang

48%

8%

44%

Butuh S2 TI di masa mendatang

Butuh S2 lainnya di masa mendatang Tidak butuh S2 di masa mendatang

Gambar 4.21. Pie chart Perbandingan Jumlah Responden yang Membutuhkan dan Tidak Membutuhkan S2 Teknik Industri Pada Masa akan Datang

Terdapat peningkatan yang cukup signifikan, dari 16% perusahaan menjadi 48% perusahaan yang akan membutuhkan S2 Teknik Industri di masa

(19)

yang akan datang. Kebutuhan lulusan S2 Teknik Industri di masa mendatang, memiliki beberapa aspek yang mendukungnya. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut:

1. Jumlah perusahaan yang membutuhkan tenaga S2 Teknik Industri di masa mendatang dilihat dari status kepemilikkan perusahaan.

Tabel 4.3. Jumlah Prosentase Responden Dilihat dari Hubungan Antara Kepemilikan dan Kebutuhan S2 Teknik Industri Pada Masa Depan

Kebutuhan S2 TI di masa mendatang Status

kepemilikan Butuh Tidak butuh

Asing 16% 0%

Lokal 32% 52%

Perusahaan yang dimiliki pihak asing sebanyak 16% dari dua puluh lima perusahaan, mengatakan bahwa perusahaan tersebut membutuhkan tenaga kerja lulusan S2 Teknik Industri dalam waktu kurang lebih sepuluh tahun ke depan. Kebutuhan tenaga kerja lulusan S2 tersebut adalah untuk menduduki level manajerial yang harus dipimpin oleh orang yang memiliki tingkat pendidikan di atas S1. Perusahaan asing sangat menghargai tenaga kerja yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi, dengan perbedaan starting salary antara lulusan S1 dan S2.

Perusahaan yang dimiliki pihak lokal sebanyak 32 %, mereka juga membutuhkan lulusan S2 Teknik Industri untuk memenuhi kebutuhan perusahaan. Kebutuhan tersebut adalah untuk mengelola manajemen industri yang ada di dalamnya, seperti SCM (Supply Chain Management), riset mengenai inovasi produk yang baru dan biasanya mereka tidak membedakan starting salary antara lulusan S1 dan S2.

2. Jumlah perusahaan yang membutuhkan tenaga S2 Teknik Industri di masa mendatang dilihat dari kebutuhan perusahaan ke depan untuk memenuhi target dan keinginan perusahaan.

(20)

Kebutuhan perusahaan

inve stasi, te

knologi Inve

stasi d an T

eknol SDM

dan T eknolo

gi Inov

asi p roduk Inve

stasi Tekn

ologi SDM

Count

3.5

3.0

2.5

2.0

1.5

1.0

.5

0.0

Kebutuhan S2 ke depa

butuh s2 TI

tidak butuh S2

S2 Lainnya

Gambar 4.22. Bar Chart Perbandingan Kebutuhan Perusahaan untuk Perkembangan Kedepan dengan Kebutuhan Lulusan S2 Teknik Industri

Perkembangan sepuluh tahun kedepan, perusahaan banyak memiliki kebutuhan sebagai penunjangnya. Kebutuhan tersebut adalah SDM (Sumber Daya Manusia), Teknologi, Investasi, dan Inovasi produk. Sebanyak 44% dari perusahaan yang diwawancarai mengatakan bahwa mereka lebih membutuhkan SDM yang berkualitas untuk perkembangan perusahaan. Kemudian diikuti dengan teknologi sebesar 37%, lalu investasi sebesar 17%, dan yang terkecil adalah inovasi produk sebesar 2%.

Sebanyak 44% perusahaan yang membutuhkan SDM yang berkualitas, hampir setengah diantaranya berpendapat membutuhkan tenaga kerja S2 Teknik Industri dan setengahnya lagi berpendapat tidak membutuhkan tenaga kerja S2 ataupun membutuhkan S2 lainnya. Perusahaan yang berpendapat tidak membutuhkan tenaga kerja S2 Teknik Industri, mereka lebih condong untuk mendapatkan SDM yang berkualitas bukan dari jurusan S2 Teknik industri, melainkan dari S2 jurusan lain, lulusan S1 dan dari jenjang pendidikan non- formal. Perusahaan lebih suka untuk memberikan pelajaran yang lebih spesifik tentang kebutuhan perusahaan dengan cara training dan mengirim mereka ke

(21)

acara seminar-seminar karena biaya yang dikeluarkan lebih murah. Mereka juga berpendapat bahwa dengan mengirim orang-orang yang sudah bekerja, mereka dapat mengetahui kapasitas pekerja yang akan dikirim.

3. Jumlah perusahaan yang membutuhkan tenaga S2 Teknik Industri di masa mendatang dilihat dari wilayah perusahaan

Tabel 4.4. Jumlah Prosentase Responden Dilihat dari Hubungan Antara Kebutuhan S2 Teknik Industri dan Wilayah Perusahaan

Kebutuhan S2 TI di masa mendatang

Wilayah perusahaan Butuh Tidak butuh

Surabaya 16% 32%

Luar surabaya 32% 20%

Kebutuhan lulusan S2 Teknik Industri pada masa mendatang banyak berasal dari perusahaan di daerah luar Surabaya. Terdapat beberapa perusahaan di Surabaya telah memiliki pekerja lulusan S2 Teknik Industri dan mereka memiliki pemikiran untuk memidahkan pabrik dan kantor mereka ke luar kota dikarenakan adanya peraturan pemerintah Jawa Timur yang mengatakan bahwa ke depan, Surabaya hanya akan dipakai untuk area pergudangan, sedangkan pabrik manufaktur akan ditempatkan di daerah luar Surabaya. Kebanyakan perusahaan berpikir, jika mereka mempekerjakan lulusan S2 pada masa sekarang dan pada saat mereka berekspansi pekerja lulusan S2 mereka mengundurkan diri, mereka akan merasa dirugikan.

Dua puluh lima perusahaan yang menjadi responden, ternyata tiga belas perusahaan menyatakan membutuhkan S2 Teknik Industri untuk pertimbangan perkembangan perusahaan pada masa yang akan datang. Tiga belas perusahaan tersebut merupakan industri yang memproduksi produk yang berbeda-beda.

Secara prosentase jenis industri tersebut dibentuk dengan pie chart yang ada berikut ini.

(22)

Jenis industri yang membutuhkan S2 Teknik Industri di masa mendatang

26%

17%

8%

8% 8%

8%

17%

8% food

electronik benang kertas otomotif baja keramik plastik

Gambar 4.23. Pie chart Jenis Industri yang Membutuhkan S2 Teknik Industri di Masa Mendatang

1. Jumlah Perusahaan dengan caranya untuk mendapatkan tenaga kerja baru dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi

Tabel 4.5. Jumlah Responden Dilihat dari Cara untuk Mendapatkan Tenaga Kerja Baru

Kebutuhan S2 TI di masa mendatang Cara Perusahaan mendapat tenaga

kerja Butuh Tidak butuh

Rekrut baru 36% 32%

Disekolahkan kembali 4% 16%

Fasilitas tambahan 8% 4%

Dua puluh lima perusahaan yang berhasil diwawancarai mengatakan bahwa mayoritas dari mereka lebih suka mendapatkan tenaga kerja baru dengan cara merekrut tenaga kerja baru karena perusahaan merasa tidak repot dan tidak membutuhkan biaya yang besar. Perusahaan yang lainnya memilih untuk menyekolahkan kembali dan memberi fasilitas khusus bagi karyawan lama karena mereka merasa karyawan lama sudah cukup baik performanya dan merasa sulit untuk menemukan pegawai baru seperti pegawai yang sudah ada.

(23)

4.7.Analisa Regresi Logistik

Dalam pembahasan sub-bab ini akan dibahas mengenai analisis hubungan antara variabel-variabel yang telah digunakan dalam wawancara terhadap responden perusahaan. Analisa ini menggunakan regresi logistik untuk mencari hubungan antara variabel dependen (kebutuhan S2 Teknik Industri) dengan variabel independen (misalnya, jumlah order, jumlah karyawan, dan lain- lain).

Hasil jawaban dari responden perusahaan kemudian diolah menggunakan software Minitab. Model regresi selanjutnya dipakai untuk mencari hubungan kebutuhan S2 Teknik Industri di masa sekarang dan di masa yang akan datang dengan variabel lainnya.

4.7.1. Analisa Regresi Logistik Kebutuhan S2 Teknik Industri di Masa Sekarang Kebutuhan S2 Teknik Industri dimasa sekarang akan menjadi respon dan variabel bebasnya antara lain perkembangan modal, jumlah karyawan, dan order.

Selain itu juga dibandingkan dengan penjualan produk oleh perusahaan (ekspor atau dalam negeri), proses produksi perusahaan (automasi atau tidak) dan kepemilikan perusahaan (asing atau lokal). Adapun hasil output p-value dari Minitab adalah sebagai berikut:

Tabel 4.6. Output P-value Minitab Kebutuhan S2 Teknik Industri Masa Sekarang Respon: Kebutuhan S2 Teknik Industri Masa Sekarang

Variabel bebas P-Value

Modal 0.999

Order 0.999

Jumlah Karyawan 0.852

Penjualan Produk 0.555

Proses Produksi 0.211

Kepemilikan 0.315

Nilai p-value Logistic Regression Table dan Goodness-of-Fit Tests yang dihasilkan oleh output minitab untuk semua variabel nilainya lebih dari alpha (0,05). Hasil p-value yang besarnya lebih dari alpha dikarenakan jumlah sampel yang ada belum cukup untuk meneliti hubungan antara variabel-variabel yang ada.

Namun, dari hasil output diatas dapat disimpulkan bahwa kebutuhan S2 Teknik Industri di masa sekarang kemungkinan tidak dipengaruhi oleh modal, order,

(24)

jumlah karyawan, proses produksi (automasi atau tidak), dan kepemilikan dari perusahaan (asing atau lokal). Hasil output Minitab secara keseluruhan dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 81.

4.7.2. Analisa Regresi Logistik Kebutuhan S2 Teknik Industri di Masa akan Datang

Kebutuhan S2 Teknik Industri dimasa akan datang akan dilihat dengan variabel kebutuhan perusahaan untuk sepuluh tahun kedepan dan kebutuhan kebutuhan akan S2 Teknik Industridi masa sekarang. Adapun hasil output p-value dari Minitab adalah sebagai berikut:

Tabel 4.7. Output P-value Minitab Kebutuhan S2 Teknik Industri Masa Depan Respon: Kebutuhan S2 Teknik Industri Masa Depan

Variabel bebas: Kebutuhan Perusahaan P-Value

SDM 0.999

Teknologi 0.88

Investasi 0.999

Inovasi produk 0.999

SDM dan Teknologi 0.482

Investasi dan teknologi 0.999

Investasi, teknologi dan SDM 0.482

Variabel bebas: Kebutuhan S2 Teknik Industri

Masa Sekarang 0.999

Nilai p-value Logistic Regression Table dan Goodness-of-Fit Tests yang dihasilkan oleh output minitab untuk semua variabel nilainya lebih dari alpha (0,05). Hasil p-value yang besarnya lebih dari alpha dikarenakan jumlah sampel yang ada belum cukup untuk meneliti hubungan antara variabel-variabel yang ada.

Namun, dari hasil output diatas dapat disimpulkan bahwa kebutuhan S2 Teknik Industri di masa depan kemungkinan tidak dipengaruhi oleh kebutuhan perusahaan di masa depan dan kebutuhan S2 Teknik Industri di masa sekarang.

Hasil output Minitab secara keseluruhan dapat dilihat pada lampiran 4 halaman 83.

4.8. Analisa Keseluruhan dari Studi Literatur dan Hasil Wawancara

Perkembangan industri besar di Indonesia dapat dikatakan berkembang dari segi nilai produk yang dihasilkan, akan tetapi turun dari jumlah pekerja dan

(25)

jumlah unit untuk industri besar, namun untuk tahun 2003–2005 terjadi peningkatan biarpun relatif kecil. Industri yang berkembang di Indonesia dapat disimpulkan adalah industri jenis padat modal. Industri keseluruhan di Indonesia dapat dikatakan meningkat, karena jumlah tenaga kerja selalu meningkat pertahunnya, juga untuk kebutuhan akan tenaga kerja berpendidikan minimal S1 juga mengalami peningkatan tiap tahunnya.

Perkembangan ekonomi makro di Indonesia bisa disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi mencapai target yang dicanangkan pemerintah, akan tetapi ini tidak dapat mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia, bahkan jumlah pengangguran di Indonesia tiap tahunnya meningkat. Nilai inflasi di Indonesia juga bersifat fluktuatif dan tidak bisa diprediksi, karena ini dipengaruhi oleh banyak hal, seperti nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya Dollar AS, kebijakan pemerintah dan juga kondisi politik di dalam negeri.

Perkembangan industri di Jawa Timur dapat dikatakan berkembang, ini dapat dilihat dari hasil wawancara, banyak perusahaan yang meningkat dalam hal order, tenaga kerja dan modal. Data dari studi literatur juga mendukung hasil wawancara. Pada studi literatur menjelaskan bahwa jumlah tenaga kerja, nilai produksi dan unit industri besar di Jawa Timur juga meningkat.

Ekonomi makro yang ada di Jawa Timur dapat dikatakan stabil atau bahkan dapat dikatakan tumbuh dengan baik, karena inflasi yang terjadi di Jawa Timur dalam tiga tahun terakhir selalu menurun nilainya, dan juga pertumbuhan ekonomi yang meningkat pada tahun 2006 dan 2007, meskipun bencana alam yang terjadi di Sidoarjo mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara langsung.

Nilai inflasi di Jawa Timur dalam tiga tahun terakhir lebih kecil dibandingkan dengan Indonesia.

Perkembangan industri besar dan ekonomi makro yang ada di Indonesia dapat disimpulkan berkontradiksi dengan perkembangan industri yang ada di Jawa Timur, namun dalam tugas akhir kali ini lebih dititikberatkan pada analisa perkembangan industri di Jawa Timur, mengingat program S2 UK Petra nantinya akan didirikan di Surabaya, yang berada di dalam area Jawa Timur.

Perkembangan industri di Jawa Timur dari hasil studi literatur dan wawancara dapat dikatakan bertumbuh dengan baik. Ini dapat dilihat dari hasil jawaban

(26)

wawancara perusahaan yang mayoritas mengatakan bahwa industri mereka berkembang dalam hal modal, jumlah karyawan dan juga order yang mereka terima, ini sejalan dengan apa yang didapat dari studi literatur.

Jenjang pendidikan lulusan universitas semakin lama semakin dibutuhkan oleh industri yang ada di Indonesia dan juga di Jawa Timur, ini dapat dilihat dari meningkatnya perbandingan prosentase pekerja lulusan universitas bila dibandingkan dengan pekerja total yang ada di Indonesia dan Jawa Timur.

Variabel pertanyaan yang diolah dari analisis regresi logistik memiliki angka p-value lebih dari alpha. Hal ini menyebabkan analisa untuk kebutuhan S2 Teknik Industri di masa sekarang tidak dipengaruhi oleh modal, order, jumlah karyawan, proses produksi (automasi atau tidak), dan kepemilikan dari perusahaan (asing atau lokal). Serta untuk kebutuhan S2 Teknik Industri di masa depan kemungkinan tidak dipengaruhi oleh kebutuhan perusahaan di masa depan dan kebutuhan S2 Teknik Industri di masa sekarang. Nilai p-value yang lebih besar dari alpha tersebut disebabkan karena jumlah sampel yang ada belum cukup untuk meneliti hubungan antara variabel-variabel yang ada.

Gambar

Gambar 4.1. Grafik Jumlah Tenaga Kerja Industri Besar di Indonesia       (Tahun 2000-2005)
Gambar 4.2. Grafik Jumlah Industri Besar di Indonesia (Tahun 2000-2005)  Sumber: www.advsofteng.com
Gambar 4.4. Grafik Jumlah Tenaga Kerja Lulusan Universitas di Indonesia  (Tahun 2000-2005)
Grafik di bawah ini menampilkan nilai output perusahaan dan juga nilai  ekspor serta nilai penjualan dalam negeri dari industri besar di Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

a) Diketahui bahwa BI Rate tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham sektor pertambangan. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari tingkat alpha

Pasca Operasi Pembebasan Irak (Operation Iraqi Freedom/OIF) yang terjadi pada pertengahan 2003, Amerika Serikat dan koalisinya serta berbagai bantuan organisasi

Oleh karena itu, dalam penelitian ini dikembangkan alat ukur tinggi badan dan berat badan yang hasil pengukurannya serta informasi ideal atau tidaknya berat

Selain itu agar tujuan kegiatan dapat tercapai dengan baik, dilakukan pembuatan keripik kelapa yang digunakan sebagai contoh produk yang akan ditunjukkan kepada

Benturan kepentingan yang muncul dari adanya penggabungan 2 (dua) fungsi yang berbeda didalam satu lembaga merupakan suatu kenyataan dan pengalaman yang terjadi di beberapa

Padahal di DKI Jakarta Sendiri, terdapat 3(tiga) Instansi Badan Narkotika Nasional yaitu Badan Narkotika Nasional Pusat, Badan Narkotika Nasional Provinsi DKI Jakarta,

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan dengan proporsi dewan

Sedangkan upaya sekolah yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam kegiatan tidak terprogram (kegiatan rutin, kegiatan spontan, kegiatan keteladanan) yaitu; (a)