• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN OTONOMI DAERAH BAGI PENGEMBANGAN SISTEM HUKUM INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN OTONOMI DAERAH BAGI PENGEMBANGAN SISTEM HUKUM INDONESIA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1). _-=-. .. -.-" . . .. Prosiding Seminar Nasional dan Call Paper. ~. 3TEKDIKTI. PERAN OTONOMI DAERAH BAGI PENGEMBANGAN SISTEM HUKUM INDONESIA I\ ;. u. · Editor I-"" Dr. Sulaiman, S.H.,M.~; d~~= '. - ··'. ~ ~-- ., ,/////// I n--_. ~. j' ::::..::-. -. 1---. ;. I. !. ,. -. i. I___ I. I.:=_. 1,,. '. I. 1nnr1rmr1r1r11. i. , --. .i: .. .. -. -·1 I."''''. •. '. 1+~ I. I. . ... I. --. '. :. i. I. -. I. II. I!. I. ,-,I I ' i. I. I. I. I. I i;. ___;__ I. :. · - '1 I I\ ~:. -. ~r -. \ 1 I. -I /!; !l'i11l ! l! Uii,! I. I-. I .. !. 11 , 1 !. '. ·:. .. I I. •. I. l== --·. t. !. I. i. \. t. I. --. -. Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh, 5-6 De- . ~-~-b~:_ _ , ~-~B~·· · · -~~ - -. . ,_,... ~. '. l:_~. .. -:::-!:k:!T::;;::~. I .. -1. ;. ..

(2) Prosiding Seminar Nasional dan Call Paper. Peran Otonomi Daerah bagi Pengembangan Sistem Hukum Indonesia. Editor Dr. Sulaiman,. S.H.,M.H, dkk. Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh, 5-6 Desember 2018.

(3) Pengantar-pengantar. Proseding. Seminar. "Peran Otda dalam Pengembangan. Nasional. Sistem. dan Call Paper. Hukum. Indonesia". SAMBUTAN PEMERINTAH ACEH. Assalamu'alaikum. warahmatullahi urabarakatuh,. Pemerintah Aceh menyambut baik pelaksanaan Seminar Nasional dan Call Paper bertema "Peran Otonomi Daerah dalam Pengembangan Sistem Hukum Indonesia", yang dilaksanakan di Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, pada tanggal 5-6 Desember 2018. Kegiatan ini sangat penting untuk melihat kajian otonomi da rah yang dikaitkan dengan kondisi keilmuan hukum, khususnya kajian sistem hukum Indonesia. Tentu saja berbagai ha! yang dibicarakan akan memberikan berbagai masukan bagi kebijakan daerah di Indonesia. Pada kesempatan ini, Pernerintah Aceh mengucapkan selamat datang kepada semua pemakalah dan peserta yang hadir dari sejumlah perguruan tinggi di Indonesia. Mudah-rnudahan kunjungan tersebut akan membawa sisi positif bagi keadaan dan suasana di Provinsi Aceh, seraya berharap untuk masa mendatang, peserta akan mengunjungi kembali provinsi ini. Kami mengucapkan terima kasih atas berbagai upaya panitia yang mengumpulkan naskah seminar ke dalam prosiding yang ada di hadapan Pembaca sekalian. Prosiding ini akan menjadi catatan penting dari berbagai masukan dan pemikiran masing-masing pemakah bagi pengembangan ilmu hukum, sekaligus pengembangan kebijakan. Secara khusus, apa yang didiskusikan dalam seminar ini, juga menjadi catatan untuk melakukan refleksi bagi Pemerintah Aceh khususnya yang telah lama mendapat status otonomi khusus di Indonesia. Retleksi ini bisa dipahami sebagai masukan dari kaum intelektual bagi perbaikan hukum dan kebijakan. Atas berbagai masukan dan pemikiran yang disampaikan, kami mengucapkan terima kasih. Kami berharap diskusi terkait tema ini juga terus dilakukan agar berbagai kelemahan yang ada bisa diperbaiki. Kami berharap prosiding ini dapat menjadi catatan awal dalam rangka melakukan kajian secara lebih mendalam. Wassalamu'alaikum. warahmatullahi wabarakatuh. Banda Aceh, 6 Desember Asisten 1. 2018. Dr. M. Jafar, S.H.,M.Hum. iii.

(4) Proseding. Seminar. "Per an Otda. Nasional. Pengantar-pengantar. dan Call Paper. dalam Pengembangan. Sistem Hukum Indonesia". SAMBUTAN DEKAN FH UNSYIAH. Assalamu'alaikum. warahmatullahi uiabarakatuh.. Alhamdulillah, puji dan rasa syukur kepada Allah swt, karena dengan karunia-Nya, prosiding ini bisa diselesaikan dengan baik oleh tim yang bekerja keras secara sukarela. Buku prosiding ini berasal dari artikel Seminar Nasional clan Call Paper yang bertema "Peran Otonomi Daerah dalam Pengembangan Sistem Hukum Indonesia", yang dilaksanakan di Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, kampus Darussalam pada tanggal 5-6 Desember 2018. Terna yang dipilih panitia, kenyataa nya cukup menarik. Hal ini dibuktikan dengan naskah yang masuk dalam pelaksanaan seminar, datang dari sejumlah daerah di Indonesia, mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Jawa, bahkan hingga ke Ternate. Semua makalah yang disampaikan tersebut dirangkum dalam prosiding yang sangat penting ini. Pimpinan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, sangat berharap apa yang ada dalam prosiding menjadi sumbangsih pemikiran, media tukar menukar informasi clan pengalaman, ajang cliskusi ilmiah, bagi kepentingan keilmu n yang lebih besar dalam konteks Indonesia, yakni pergulatan mengenai sistem hukum Indonesia. Pergulatan pemikiran ini masih terasa kontekstual dibicarakan bagi pengembangan ilmu hukum itu sendiri. Di samping itu, dengan dikaitkan dengan otonomi daerah, diharapkan dapat menjadi acuan dalam berbagai kebijakan di berbagai daerah di Indonesia. Pada masa mendatang, tuntutan untuk memperbanyak kegiatan ilmiah sangat penting. Karnpus dituntut tidak hanya berhenti pada kegiatan diskusi dan semacamnya, melainkan juga harus melahirkan publikasi ilmiah. Kami sadar bahwa publikasi ilmiah tidak mungkin berdiri sendiri. Mereka yang aktif mengikuti berbagai kegiatan ilmiah , pada akhirnya turut berkontribusi dalam memperbanyak karya ilmiah mereka. Kami mengucapkan terirna kasih atas kerja keras panitia menghadirkan dua kegiatan sekaligus, yakni seminar nasional dan prosiding yang luar biasa ini. Fakultas memiliki banyak keterbatasan, sehingga sudah pada tempatnya, karni mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkonstribusi. Mudah-mudahan ini menjadi awal bagi kita untuk menggerakkan lagi tradisi ilmiah semacam ini, untuk tahun-tahun mendatanz. Wassalamu'alaikum. warahmatullahi ioobarokatuh. Darussalam, Dekan. 6 Desember 2018. Prof. Dr. Ilyas, S.H.,M.Hum NIP.196506281990031001. iv.

(5) Presiding Seminar Peran Otonomi. Nasional. Daerah bagi Pengembangan. Sulaiman, dkk, Banda Aceh xii, 430 him, 29,7 x 21 cm Cetakan Pertama,. dan Call Paper. Bandar. Publishing,. Sistem. Hukum. Indonesia. 2019. Oesember 2018. Diterbtkan oleh: Panitia Seminar Nasional dan Call Paper Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Bekerjasama dengan: Bandar Publishing Lamgugob, Syiah Kuala Banda Aceh, Provinsi Aceh Mobile Phone: 085360606071 E-mail: bandar.publishing@gmail.com. ISBN: 978 - 602 - 5440 - 92 - 2. Tim Redaksi Penasihat. : Prof. Dr. llyas, S.H ,M.Hum Dr. Azhari, S.H.,MCL,MA.. Pengarah. : Prof. Dr. Faisal A. Rani, S.H.,M.Hum Prof. Dr. Adwani, S.H.,M.Hum Dr. M. Jafar, S.H.,M.Hum Wakil Dekan I Wakil Dekan Ill Koordinator MKn Ketua Bagian Perdata Ketua Bagian Hukum lnternasional Ketua Bagian Hukum Adm. Negara Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad, Ph.D. Prof. Dr. Husni, S.H.,M.Hum Prof. Dr. Eddy Purnama, S.H.,M.Hum Muhammad Siddiq Armia, Ph.D Wakil Dekan II Koordinator PDIH Koordinator MIH Ketua Bagian Pidana Ketua Bagian Hukum Tata Negara Ketua Bagian Hukum dan Masyarakat Dr. Mukhlisuddin llyas. Tim Editor dan Reviewer Ketua Anggota. : Dr. Sulaiman, S.H.,M.H : Dr. Teuku Muttaqin Mansur, MH Nellyana Roesa, SH,LLM Lena Farsia, SH, MH, LLM Wardah, SH, MH, LLM Lia Sautunnida, SH, LLM Sophia Listriani, SH, LLM Syamsul Bahri, S.HI, M.A. Dr. Muhammad Adli Abdullah, SH, MCL Safrina, SH, MH, M.EPM M. Ya'kub Aiyub Kadir, SH, Ph.D Susiana, SH, MH Yunita, SH, LLM Indra Kesuma Hadi, SH, MH Chadijah Rizki Lestari, SH, MH.

(6) Doftar lsi. Proseding Seminar Nasional dan Call Paper "Peran Otda dalam Pengembangan Sistem Hukum Indonesia". DAFTARISI. Pengantar Panitia I iii Sarnbutan Pernerintah Aceh v Sarnbutan Dekan Fakultas Hukurn Universitas Syiah Kuala. I. Daftar Isi. I. vi. vin. Bagian I: Makalah Utama Otonorni Daerah, Kebijakan, dan Kearifan Lokal Mernbahagiakan bagi Rakyat) I 1 Prof D~·. Esmi Warassih Pujirahayu, S.H.,M.S. Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang 2. 3. (Mewujudkan. Kesejahteraan. dan. Reforrnulasi Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Penyelesaian Sengketa Tanah I 9 Prof Dr. Ilyas Ismail, SH, M.Hum, Abdurrahinan, S.H.,M.Hum, Sufijan, S.H.,M.Hum. Fakultas Hukuni Uniuersitas Syiah Kuala, Banda Aceh Penerapan Syari'at Islam di Aceh dan Sistem Hukum Nasional I 19 Prof Dr. Faisal A. Rani, SH, M.Hum. Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah XIII dan Fakultas Hukurri Uniuersitas Syiah Kuala, Banda Aceh Pengawasan Represif terhadap Qanun dalam Penyelenggaraan Pascaputusan Mahkarnah Konstitusi I 27 Prof Dr. Husni Jalil, SH, M.Hum. ~ l·akuhas Hukum Umversztas Sywh Kuaki, Banda Aceh. Pemerintahan. 5. Qanun sebagai instrurnen Otonomi Khusus: Eksistensi dan Problematikanya 37 Dr. M. Jafar, S.H., M.Hum. Pemerintah Aceh dan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. 6. Pluralitas dalam Uniformitas: Analisis Peran Hukum Lokal dalam Pembangunan Nasional I 43 Mawardi Ismail, S.H., M.Hum. Fakultas Hukum Uniuersitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Aceh. Hukum. Kerjasama Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry, Pemerintah Aceh, Kanun: Jurnal llmu Hukum, Kedhewa, Bandar Publishing, Geuthee Institute, dan Pengelola Video Conference FH Unsyiah dan MK. Kegiatan berlangsung di Ruang Video Conference, FH Unsyiah, Karn pus Darussalam, 5-6 Desember 2018.

(7) Proseding. Seminar. Nasional. dan Call Paper. "Per an Otda dalarn Pengembangan. 7. Daftar lsi. Sistem Hukum. Indonesia". Hubungan Pcmcrintah Pusat dan Pemerintahan Dacrah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia 47 Dr . Atnrizal J. Prang. SH .. LL.J1.. I. Kepala Biro Hukum Setda Aceli dan Dosen Fakultas Hukum dan Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Malikussaleh 8. Implementasi Waqaf Uang Perspektif Peraturan Perundang-Undangan. I. Indonesia. 55. Muhammad Siddiq Armia, Ph.D. Fakultas Syariah don Hukum Unit ersitas Islam Negeri (UIN) Ar-Ranirq, Banda Aceh 9. Hubungan Pusat dan Daerah dalam Kerangka NKRI. I. 59. Dr. Muhammad Adli A.bdullah,S.H.,J\1CL Fakultas Hukum Uniuersitas Syiah Kuala, Banda Aceh 10. Refleksi Perjanjian Damai Helsinki 2005-2018: Kesuksesan dan Tantangan M. Yakub Aiyub Kadir, Ph.D. I. Kedepan. 63. Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Bagian II: Otonomi Khusus dan Otonomi Daerah, serta Produk Hukurn Daerah. 11. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Laut Wilayah di Provinsi Aceh 77. I. dan Pengawasan Sumber Perikanan. Prof Dr. Adioani, SH. JI.Hum. Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 12. Eksistensi Suku Togutil sebagai Indigenous People di Halmahera Timur: Tidak Adanya Kebijakan Daerah dan Kurangnya Perhatian (Sebuah Kajian Antropologi Hukum) 85. I. Huseti A/ting dan Nam Rumkel Fakultas Hukurri Uniuersitas Khairun Moh. Muzni Harbelubun Fakultas Teknik Uniuersitas Khairun, Ternate 13. Dualisme Kewenangan Pemerintah dalam Pengaturan Konsolidasi Tanah Setelah Otonomi Daerah 97. I. Ria Fitri, SH, M'Hum. Fakultas Hukum Uniuersitas Syiah Kuala, Banda Aceh 14. Naskah Akademik, Pemantauan dan Evaluasi Peraturan Daerah: Kajian Norrnatif 109 Ricca Anggraeni & Indah Mutiara Sari Fakultas Hukum Uniuersitas Pancasila. Jakarta. 15. Analisa Penerapan Kebijakan Syariat [slam di Kabupaten Aceh Barat Tahun 2016-2017 (Studi tentang Peraturan Bupati No. 5/2010 tentang Pemakaian Busana Muslim) 119. viii. I. sebagai. Upaya. Peningkatan. Kualitas. I.

(8) Proseding Seminar Nasional dan Call Paper "Peran Otda dalam Pengembangan Sistern Hukum Indonesia". Daftar lsi. Fadliil lllunnsual: FJSIP Utiiuersitas Teuku Umar. Meulaboli 16. Lembaga Penyelenggara Pemilu di Aceh (Analisis Pencabutan Pasal 57 dan Pasal 60 ayat (1), (2), dan (4) Undang-Undang No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh) 125 Zahlul Pasha Lembaga Kajian Konstitusi Indonesia (LKKI) Fakultas Syariah dan Hukum UIN ArRaniry, Banda Aceh. 17. Pengakuan Hukum terhadap Lembaga Panglima Laot dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam di Aceh I 133 Bak ti Fakultas Hukum Uniuersitas Syiah Kuala, Banda Aceh. 18. Kesiapan Pemerintahan Daerah Kabupaten Aceh Jaya dalam lmplementasi Permen KP Nomor 12 Tahun 2013 I 141 Nodi Marefanda & Apri Rotin Djusfi Fakultas Jlmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Teuku Umar. Meulaboli. 19. Analisis Pengaruh Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PSRB) Pascagempa Bumi/Tsunami di Kabupaten Aceh Barat 145 Yayuk Eko Wahyuningsih, Fajri Hadi, Leli Putri Ansari, Ivon Jalil Fakultos Ekonomi Universitas Teuku Umar, Meulaboli. 20. Analisis Pengaruh Inflasi terhadap Pengangguran Pascaotonomi Daerah di Kabupaten Aceh Barat I 153 Leli Putri Ansari & Fajri Hadi Fakultas Ekonomi Uniuersitas Teuku Umar .• Heulaboh. 21. Indoktrinasi Para Figur dalam Menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia di Provinsi Aceh Era Otonomi Daerah 161 Wirduna & Saifudditi FKIP Uniuersitas Abulyatama. Aceh Besar Sanusi & Ramli FKIP Uniuersitas Syiah Kuala, Banda Aceh. I. I. I. Bagian III: Hukum Islam, Hukum Adat, Kearifan Lokal, dan Pluralisme Hukum 22. Pemajuan Ekspresi Budaya Tradisional Lagu Aceh clan Perlindungannya Dr. Sri Walny Rahayu, S.H., vt.Hum Fakultas Hukum Uniuersitas Syiah Kuala. Banda Aceli Widiya Fitrianda, S.H. Alumni Fakultas Hukum Uniuersitas Syiah Kuala, Banda Aceh. I. 171. ix.

(9) Proseding. Seminar. Nasiona!. Daftar lsi. dan Call Paper. "Peran Otda dalam Pengembangan. Sistem. Hukum tndonesia". 23. Perlindungan Produk Berrnuatan K< arifan Lokal Melalui Indikasi Geografis (Studi terhadap Indikasi Geografis Kopi Gayo) I 183 Rr. Aline Gratika Nuqraliani Fakultas Hukuni Universitas Trisakti. Jakarta. 24. Pelestarian Lingkungan Berdasarkan Syariat Islam clan Hukum Adat di Aceh Dr. Zahratul Idami, SH, M.Hum. Fakultas Hukum Uniuersitas Syiah Kuala. Banda Aceli. 25. Eksistensi Pemukiman Wisatawan Asing terhadap Pelestarian Budaya Kearifan Lokal di Kabupaten Simeulue I 205 Hasbi Ali FKJP Universitas Syiah Kuala, Banca Aceh. 26. Praktik Merawat Kebhinekaan Indonesia Melalui Kearifan Lokal Laut Aceh Nurkhalis & !wan Doa Sempena FISIP Uniuersitas Teuku Umar, Mei laboli. 27. 28. 29. I. I. 195. 215. Analisis Aceh dan Persoalan Politik IJentitas I 227 Taufiq A. Rahim Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Aceh, Banda Aceh Pluralisme Hukum dalarn Hukun Perjanjian di Indonesia Pembentukan Hukum Nasional) I 2:\7 Ery Agus Priyono & Budiharto Fakultas Hukuni Uniuersitas Diponeqoro. Semarang Dharu Triasih Fakultas Hukum Uniuersitas Semarang. (Suatu Gagasan dalarn. Kajian Yuridis Penyelesaian Sengket 1 Keluarga Ditinjau Menurut Sistem Hukum Islam 249. Dr. Muzakkir Abubakar. S.H, S.U. Fakultas Hukum Uniuersitas Syiah Kuala, Banda Aceh 30. Penguatan Peran dan Fungsi Wilayatul Hisbah dalam Penegakan Qanun di Aceh Syamsul Bahri, Sufyan. Jt. Iqbal Fakultas Hukum Uniuersitas Syiah Kuala. Banda Aceli. 31. Konversi Bank Daerab dalam Implernentasi Syariat Islam di Aceh Susiana Fakultas Hukum Uniuersitas Syiah K ta/a, Banda Aceli. 32. 261. 269. Reformulasi Syarat Beristeri Lebih Sa u Orang Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam Saiful Abib Fakultas Hukum Uniuersitas Semaranq. Agus. x. I. I. I. 277.

(10) Proseding Seminar Nasional dan Cali Paper "Peran Otda dalam Pengembangan Sistem Hukum Indonesia". Oaf tar lsi. Bagian IV: Hukum Agraria, Hukum Lingkungan, Pembangunan, Produk Hukum Desa. I. 33. Hak Atas Mineral dan Batubara Terrnasuk Kategori Hak Kebendaan Arif Firmansyah Fakultas Hukum Uniuersitas Islam Bandung. 285. 34. Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Modal Ventura sebagai AJternatif Pembiayaan Bagi Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Dalam Rangka Mewujudkan Pembangunan Ekonomi .asional I 295 Tri Setiady Fakultas Hukum Uniuersitas Wiralodra. 35. Mempertegas Materi Muatan Peraturan Desa dalam Rangka Optimalisasi Pembangunan Desa I 305 Ali Rido Fakultas Hukum Unioersitas Trisakti. 36. Implernentasi Kehijakan Pernerintah Daerah untuk Pelestarian Lingkungan Berkenaan dengan Daerah Resapan Air di Kota Cirebon I 315 Endang Sutrisno, Ibnu Artadi, Alip Rahman. Hilman Agustian Pascasarjana Uniuersitas Sioadaija Gununq Jati Cirebon Jauia Barat. 37. Hak Anak Laki-Laki yang Melangsungkan Perkawinan Nyentana Berdasarkan Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali Nomor 01/KEP/PS'.\1-3/l\IDP Bali/X/2010 I 321 I Gusti Agung Ayu Putu Cahyania Tamara Buana, Rach ma Fitriijanti Nasri, Rizka Wulan Prauitasari. Moza Fausta Maqister Ilmu Hukum Universiias Airlangga. 38. Penguatan Kapasitas Anggota Badan Perrnusyawaratan Desa (BPD) Dibidang Pembentukan Peraturan Desa I 331 Jamaludin Ghafur, S.H .. M.H. Fakultas Hukum Uniiiersitas Islam Indonesia, Yogyakarta. 39. Desain Perubahan Elite Desa untuk Mengelola Dana Desa dengan Model Village Driven Development I 343 Tri Mulyani Fakultas Hukurn Uniuersitas Sema=anq. 40. Membangun Kembali Reforma Agraria Melalui Merti Desa di Wilayah Urutsewu Kebumen. Hidup. I sss. Ahmad Taufiq, lt\"ahid Abdulrahman. Susanto DIII Pertanahan Sekolali \ 'okasi Uniuersitas Diponeqoro. Semarang 41. Kebijakan Tam bang Rakyat untuk Pelestarian Lingkungan Derita Prapti Rahayu. Yokotani. Toni Fakultas Hukum Uniuersitas Banqka Belitunq. !. 361. xi.

(11) Oaf car lsi. Proseding Seminar Nasional dan Call Paper "Peran Otda dalam Pengembangan Sistem Hukum Indonesia". 42. Ganti Rugi dalam Pengadaan Ta-rah untuk Kcpentingan Umum dalam Perspektif Hukum Islam I 369 Mukmin Zakie Fakultas Hukutn Universitas Isla n Indonesia. Yogyakarta. 43. Pernbagian Harta Warisan Berdasarkan Tingkat Ekonomi Ahli Waris dalam Kajian Kompilasi Hukum Islam di Masyarakat Desa Sei-Sembilang Kecamatan Sei- Kepayang Timur Kabupaten Asahan I 379 Tetty Martina Tarigan .. \1.Kn. Fakultas Syariah dan Hukum Umversitas Islam Negeri Sumatera Utara, Medan. 44. Analisis tentang Pengaturan Pendidikan Pendekatan Perbandingan Hukum 389 Agus Surano, Maslihati Nurhidaqati Fakultas Hukum Universitas Al Arhar. 45. Pengrajin Sapu Lidi Perempuan: Kajian Modal dan Tenaga Kerja Terhadap Produksi Sapu Lidi di Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat 401 Juan Jalil, l'ayuk Eko waiujuninq ·ih Fakultas Ekonomi Uniuersitas Tei ku Umar, Meulaboh. 46. Pengaturan Hukwn Penerapan lnstrumen Insentif dan Disinsentif terhadap Nasabah Debitur dalam Kebijakan Pember an Kredit Perbankan yang Berwawasan Lingkungan I. I. Budaya Antikorupsi. di Indonesia:. I. 409. Syapri Chan, Bismar Xasution. Tan Kamello, Zulkarnain Sitompul Program Doktor Ilmu Hukutn Fak iltas Hukum Universitas Sumatera Utara. Medan 47. xii. Suatu. Mukirn di Acch dalam Kaitannya dengan Otonomi Daerah Mukhlisuddin Ilyas Bandar Publishing, Banda Aceh. I. 423.

(12) Bog1on 1 Husni Jalil. Proseding Seminar Nas onal dan Call Paper (FH Unsyiah, 5-6 Desember 2018) "Peran Otda dalam Per:gembangan Sistern Hukurn Indonesia". PENG:\\\TASA.'\l REPRESIFTERJIADAP Q ..\J~t:N DAL.\_"\I PEN\"ELENGGARAAN PE.l\tERJNTAH....\J~ ..\CEH P..\SCAPUTl'SA ..~ :\L.\HKA."\1AH KONSTITUSI Prof. Dr. Husni Jalil, S.H.,M.Hum Fakultas Huki.m Universitas Syiah Kuala JI. Putroe Phang No 1 Darussalam Banda Aceh 23111 Email : ht snijalil@uns)iah.ac.id Ahstrak Dalam penyelenggaraan pernerintahan daerah fungsi pengawasan memegang peranan penting, agar setiap tindakan dan kebijakan daera h sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selah satu bentuk kebijakan daerah y,mg memerlukan pengawasan adalah perda atau Qanun. Salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh pejabat rang berwenang adalah pengawasan represif, dan hanya terhadap hal tcrtentu saja pengas ·asan yang bersifat preventif dilakukan. Pengawasan represif terhadap Perda atau Qanun, dilaksanakan atas dasar UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan dacrah. Kajian yang berkaitan dengan penelitian ini masuk dalam katagori kajian hukum normatif, untuk itu pendekatan yang digunakan adalah pendekatan peraturan perundangundangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Sebelum UU No. 32/2004 dicabut dengan UU No. 23/~014, proses pengawasan represif terhadap qanun yang bcrtentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dibatalkan dengan peraturan presiden. Setelah berlakunya LU Xo. 23/201-l semakin menegaskan hubungan yang sentralistik antara pemerintah pusat dar pemerintah daerah, terutama dalam hal hubungan pengawasan, di mana sernua perda/qanun provinsi yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangru yang lebih tinggi. dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri, akibatnya ketentuan Pasal 251 UU Ko. 23 2014 dibatalkan dengan .\!ahkamah Konstitusi No. 56/PUU-XlV /2016 dan No. 137/PUV XIII/2015. Dengan keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, pemerintah pusat l dak lagi merniliki kewenangan untuk membatalkan Perda/qanun baik provinsi rnaupun kabup. ten/kota. Kata kunci: Sistem hukuin nasional. syari it Islam. Pendahuluan Peraturan daerah (qanun) adalah nstru~en aturan yang secara sah diberikan kepada pemerintah daerah dalam menyelenggarasan pemerintahan di daerah. Kewenangan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan cerminan dari Pasal 18 ayat (2), dan ayat (6) Undang-Undang Dasar Xegara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi clan tugas pemban uan (Pasal 18 ayat (2) UUD Tahun 1945), dan berhak menetapkan peraturan daerah dan perati ran-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan (Pasal 18 ayat (6) UCD Tahun 1945). Oleh karena itu dibentuklah undangundang yang baru guna mengatur mengen ri pemerintahan daerah yaitu, Uli Xo. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang merupakan perubahan atas UU No. 32/2004. Kewenangan pernbentukan peraturan daerah tetap harus sesuai dengan peran pemerintah daerah dalam konteks negara kesatuan. sehingga pelaksanaannya terbatas oleh kekuasaan dari pemerintah pusat. Hubungan antara pernerintah pusat dan pemerintah daerah inilah yang kerap menimbulkan permasalahan.1 Fajri 'ursyamsi. '.WIS. Pengawasan Pera1111 11 Daerah Pada C11d,111g-l ndang vomor !J la/11111 !nJ./ tentang Pe111eri111aha11 Daerah, Jumal llmu Hukurn. Padjadj rran. Vol. 2 "o. 3. him. 524.. Kerjasama Fakultas Hukum Universitas Sy1ah Kuala, Fa~ ultas Syariah dan Hukum UIN Ar·Raniry, Pemerintah Aceh, Kanun: Jumal. llmu Hukum, Kedhewa, Bandar Publishing, Geuthee irsutute, dan Pengelola Video Conference fH unsyiah dan MK. Kegiatan berlangsung di Ruang Video Conference, FH Unsyiah, K nnpus Darussalam, 5-6 Desember 2018.

(13) Proseding Seminar. Nasional dan Call P3per (FH Unsyiah,. 5-6 Desember. "Peran Otda dalam Pengembangan Sistem Hukum lndoresia". 2018). Bagian 1 Husni Jalil. Dcngan dcmikian. pemerintah daerah dibcri keleluasan dalarn menetapkan kebijakan dacrah yang dirumuskan antara lain dalarn perda/canun, peraturan kepala daerah, dan ketentuan daerah lainnya. Akan tetapi semua kebijakan daerah tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturau yang lebih tinggi dan kepentingan umum. Peran pemerintah, khususnya terhadap pelaksanaan otonorni dan urusan pemerintah yang telah menjadi kewenangan daerah lebih diarahkan pada pembinaan dan pengawasan. Hal ini diperlukan untuk rnewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Oleh karena itu diperlukan pengawasan agar dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan fungsi dan kewenangannya masing-masing. Mengenai hal ini, pembinaan ditekankan pada fasilitasi upaya pernberdayaan daerah otonom, sedangkan pengawasan lebih bersifat represif untuk memberikan kebebasan kepada daerah otonom dalam mengambil keputusan disamping mendorong peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam mewujudkan fungsinya sebagai pengawas terhadap pelaksanaan otonomi daerah.2 Ada dua jenis pengawasan baku terhadap satuan pemerintahan otonom yaitu pengawasan preventif (preventief toezicht) dan pengawasan represif (repressief toezicht). Pengawasan ini berkaitan dengan produk hukum daerah dan tindakan tertentu organ pemerintahan daerah. Pengawasan preventif dikaitkan dengan wewenang mengesahkan (goedkeuring), Pengawasan represif adalah wewenang pembatalan (uernietiging) atau penangguhan(schorsing).J Bentuk pengawasan represif yang dilakukan oleh pemerintah berupa pengawasan terhadap suatu qanun yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau pcraturan perundangundangan yang lebih tinggi,s sehingga dapat dibatalkan oleh pemerintah. Ini rnerupakan hak pengawasan yang dimiliki pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah, yang melalui kcwenanganuya dapat membatalkan qanun dan keputusan kepala dacrah yang bertentangan dcngan kepentingan umum.s Kepentingan umum yang dimaksud disini adalah kepentingan dari seluruh rakyat Republik Indonesia. Menurut Agus Kusnardi, perda yang berlaku sebagai undang-undang bagi daerah, proses penyusunan maupun implernentasinya perlu dipantau terus-rnenerus untuk memberikan jaminan kepada publik bahwa semua ketentuan yang diatur dalam perda tersebut sudah mengikuti norrnanorrna/kaidah-kaidah yang berlaku yaitu memenuhi persyaratan sebagai peraturan yang baik. e Khusus bagi Provinsi Aceh, telah berlaku lJU No. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh yang disahkan 11 Juli 2006. Undang-undang inilal yang kemudian dijadikan dasar bagi Pemerintahan Aceh, baik dalam pelaksanaan pemerintahan maupun dalam pembentukan qanun (Perda). Sebelum UU No. 32/2004 dicabut dengan UU No. 23/2014, mengenai pengawasan represif, pernah diatur dalam Pasal 145 ayat (3) UU. Io. 32/2004, namun tidak pernah dijalankan untuk rnelakukan pembatalan perda/qanun, tetapi Jilakukan dengan menggunakan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri). - Hal tersebut menunjukkan selama ini ada kesalahan dalam pelaksanaan pembatalan perda oleh pemerintah.. {. : Husni Jalil, 2002. Hukum Perintahan Daerah. Syrih Kuala University Press. Banda Aceh 2008. him. I 87. Lihat 010110111i Daerav . Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum Ull. Yogyakarta.. juga, Bagir \1anan. vtenyonsong Fajar him. -tO. 1. Agus K urnardi, 1017, Re-Evaluasi I /11b11nga11 Pe ngawasan P11sa1 Dun Daerah Setelah Berlakunya UU \'o 2 3 Tuhun 101-1 T1tn1a11g Pemerintahan Daerah, Jurnal ARl:. \ .l HCA.."l \I rot JO. So I him 6-1. • Husni Jalil. Op cit. him. 183. ~ C. S. T. Kansil. 1990. / luk11111 Tata vegara Republi Indonesiu. Ghalia Indonesia. Jakarta. him. 161. 0 Agus Kurnardi. Loe.cit. ' Pusat Studi Hukurn dan Kebijakan Indonesia. Kajtan tentang lmplementasi Pengawasan Perda oleh Pe111eri111ah dun slahkamah Agung··, Makalah Seminar Kajian Imp/ mentasi Pengawasan Perda oleh Pemerintah dan Mahkamah. 28. I I.

(14) Bagian 1 Husni Jalil. Prosec:hng Seminar Nasional dan Call Paper (FH Unsyiah, 5-6 Desernber 2018) "Peran Otda dalam Pengembangan Sistem Hukurn Indonesia". Namun dengan berlakunya UU No. 23/2014. kewcnangan tersebut telah dicabut dan sebagaimana diatur dalam Pasal 251 (1) yang disebutkan bahwa pembatalan perda provinsi ditetapkan dengan keputusan menteri dan pernbatalan perda kabupaten/kota ditetapkan dengan keputusan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Tarik menarik hubungan pusat dan Daerah selalu bersifat dinamis, yang selalu berayun sesuai dengan dinamika yang yang berkembang. UU No. 23/2014 ini, terkesan sentralistik semakin terasa sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 251 ayat (3) yang dinyatakan bahwa menteri berwenang untuk membatalkan perda kabupaten/kota apabila gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat tidak melakukan kewajibannya itu. Dengan menempatkan menteri sebagai aktor yang dapat mengeluarkan keputusan untuk membatalkan suatu perda/qanun semakin mengindikasikan bahwa posisi pemerintah pusat sangat kuat terbadap pemerintah daerah." Ketentuan Pasal 251 UU No. 23/2014 diajukan uji material ke Mahkamah Konstitusi dengan Perkara No. 56/PUU-XIV /2016 dan No. 56/PUU-XIV /2016. Mahkamah Konstitusi memutuskan menghapus wewenang Kemendagri membatalkan perda/qanun provinsi yang dalam putusan sebelumnya banya perda kabupaten/kota, sehingga pembatalan perda sepenuhnya menjadi wewenang Mabkamah Agung (.MA). Sejalan dengan hal tersebut di atas. maka yang menjadi permasalaban adalah bagaimana konsekuensi terhadap perda/qanun yang berlaku, bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinzgi? Bagairnana mekanisme pengawasan represif terhadap qanun di Provinsi Aceh pascaputusan Mahkamah Konstiusi Republik Indonesia? Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam pe-ielitian ini adalah metode yuridis normatif. Teknik pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan (library research) guna memperoleh data skunder dan mengunduh berbagai situs internet yang ada kaitannya dengan penelitian ini. dan Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis kualitatif. Konsekuensi terhadap Qanun yang Bertentangan dengan Peraturan PerundangUndangan yang Lebih Tinggi Pada uraian terdahulu telah disinggung mengenai qanun yang dianggap perlu mendapatkan pengawasan dari pemerintah. Hal ini guna meneliti apakah suatu qanun tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan ~ ang 1ebih tinggi maupun kepentingan umum. Sistem pengawasan preventif, yang dilakukan oleh pemerintah pusat adalah berbentuk memberi pengesahan, atau tidak memberi (menolak) pengesahan memberi pengesahan atau menolak pengesahan, dalarn hal ini pemerintah daerah mengajukan suatu rancangan undang-undang, dan pemerintah pusatlah yang menetapkan apakah qanun tersebut layak untuk disahkan atau tidak. Provinsi Aceh merupakan daerah yang memiliki otonomi khusus, oleh karenanya pemerintah daerah bersama DPRD berhak untuk membentuk qanun/qanunnya sendiri. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku selain terhadap qanun/qanun yang memerlukan pengawasan preventif, yaitu qanun yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBD, perubahan APBD, dan tata ruang, maka pemerintah daerah berwenang untuk membentuk serta mengesahkan suatu qanun. Peran pengawasan yang dilakukan pemerintah adalah pengawasan represif yang tentunya lebih memberi kebebasan bagi pemerintah daerah dalam membentuk suatu qanun yang sesuai dan dibutuhkan bagi perkembangan di Aceh. Agung, Maret, 2011, him. 29. 8. Fajri Nursyamsi, op.cit, him. 537.. 29.

(15) Seminar Nasional dar Call Paper (FH unsyian, 5-6 Desember 2018) "Peran Otda dalam Pengembangan Sistem Hukum Indonesia" Proseding. Bagian 1 Husni Jalil. H. Syaukani HR, dkk menyebutkan bahwa dalam ha) proses legislasi dan rcgulasi di daerah terdapat penegasan, dimana semua qanun yang dikeluarkan oleh pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota tidak lagi harus disahkan oleh pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Bila DPRD telah menyetujui sebuah rancangan perda/qanun dan gubernur/bupati/wali kota mengesahkannya, maka dengan sendirinya menjadi perda/qanun, tidak lagi menunggu pengesahan dari pemerintah pusat.s Pada sistem pengawasan represif, peran pemerintah pusat dalam mengevaluasi qanun tersebut dalam UU Pemda telah disebutkan, yaitu setelah suatu qanun tersebut mendapat pengesahan oleh pejabat yang berwenang di daerah, atau telah disahkan, dan wewenang pemerintah pusat adalah sesuai dengan mekanisme pengawasannya, yaitu pemerintah pusat memiliki jangka waktu paling lama 60 hari sejak qanun diterima untuk membatalkan ataupun meneruskannya. Apabila qanun tersebut dianggap tidak sesuai dan harus dibatalkan, maka pembatalan tersebut harus dengan peraturan presiden. Apabila dalam jangka waktu 60 hari tersebut pemerintah pusat tidak mengeluarkan keputusan pernbatalan, maka qanun tersebut sah dan dinyatakan berlaku (Pasal 145 ayat (3) UU No. 32/2004). Qanun yang telah dikeluarkan keputusan pernbatalannya dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka paling lama tujuh hari setelah keputusan pembatalan, kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan perda/qanun dan selanjutnya bersama dengan DPRD mencabut qanun tersebut (Pasal 145 ayat (4) UU No. 32/2004). Setelah UU No. 32/2004 dicabut dcngan UU No. 23/2014, kewenangan dalam untuk membatalkan perda/qanun tidak lagi melalui peraturan presiden akan tetapi dilakukan Menteri Dalam Negeri. Sistem pengawasan represif pada dasarnya adalah untuk rnengantisipasi agar suatu qanun tidak melanggar ketentuan yang telah ditetapkan, sehingga apabila terdapat suatu qanun yang ketentuannya melanggar peraturan yang lebih tinggi serta kepentingan umum, maka konsekuensinya adalah pembatalan qanun yang dimaksud. Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan sekarang ini terdapat adanya qanun-qanun yang dianggap bertentangan dan tidak sesuai dengan ketentuan umum dan/atau peraturan perundang-undangan, salah satu hal yang terjadi adalah Qanun Ko. 3/2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh sangat bernuasa politis. Menurut versi pemerintah, qanun tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (PP No. 77/2007 tentang Lambang Daerah), namun pemerintah tidak membatalkan dengan peraturan presiden dan juga keputusan Menteri Dalam Negeri, di lain pihak Pemerintah Aceh dan DPR Aceh juga bersedia untuk mengubahnya. Mengenai hal di atas, terlihat bahwa pemerintah pusat memiliki kewenangan yang sangat besar dalam berbagai hal, meskipun qanun tersebut tidak sesuai atau bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi, namun pemerintah pusat tidak membatalkannya, sehingga qanun tersebut menjadi dilema dan tidak ada kepastian hukum, sehingga pemerintah Aceh tidak dapat menjalankannya. Begitu pula mengenai sistem pengawasan yang telah diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah, pemerintah pusat belum dapat menjalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pada dasarnya merupakan pengayoman terhadap kepentingan rakyat, terutama yang menyangkut hajat hidup orang banyak, sehingga dirasa perlu untuk membatalkan suatu qanun yang dianggap menyirnpang ataupun tidak sesuai dan seharusnya pemerintah pusat juga dapat melaksanakannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. sehingga tidak menimbulkan suatu polernik dalam rnasyarakat. 9. 30. Syukani HR, dkk, 200-l, Otonomi Daerah Dalam Xegara Kesatuan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. him. 186..

(16) Bagian 1. Husni Jalil. ProsedingSeminar Nasional dan Call Paper (FH Unsyiah, 5-6 oesember 2018) "Peran Otda dalam Pengembangan Sistem Hukum Indonesia". Provinsi Aceh yang telah memiliki kewenangan dalam membentuk suatu qanun, seharusnya ada batasan tertentu bagi pcmerintah pusat, sehingga bila pemerintah pusat ingin memberikan konrribusinya harus melalui ketentuan ~ ang berlaku. dimana pemerintah pusat telah diberi kewenangan dalam melakukan pengawasan secara represif. Sedangkan bagi pemerintah daerah sendiri diharapkan dapat menciptakan suatu qanun yang sesuai dan tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat. Dalam hal ini kewenangan gubernur untuk melakukan reuiew atas qanun-qanun bermasalah akan amat membantu fungsi pengawasan terhadap qanun. Mengenai permasalahan Qanun No. 3/2013 yang telah terlebih dahulu dilakukan koreksi terhadap qanun dimaksud oleh Menteri Dalam Negeri dikarenakan terdapat pasal-pasal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Seharusnya pihak yang terkait telah memahami ketentuan yang berlaku, dan dapat melakukan koreksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu setelah perda/qanun tersebut disahkan, sehingga tidak menimbulkan permasalahan-permasalahan, karena telah mengekang kebebasan berfikir dari para pembuat hukum, yang diangggap sebagai cerrninan dari keinginan masyarakat di daerahnya, dalam hal ini merupakan keinginan dari masyarakat di Provinsi Aceh, sehingga menirnbulkan ketidakpercayaan terhadap fungsi otonomi itu sendiri. Mekanisme Pengawasan Rcpresif terhadap Qanun di Provirrsi Aceh Pascaputusan Mahkamah Konstiusi Republik Indonesia Tata cara pengawasan yang dilaksanakan terhadap berbagai qanun, mempunyai ruang lingkup yang luas dan kompleks, serta sejalan pula dengan fungsi qanun yang merupakan dasar hukum untuk dapat menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan di daerah. Qanun yang berlaku di provinsi Aceh, yang mengatur pola kerja pemerintahan di daerah, memerlukan pengawasan dari pemerintah pusat, terutama terhadap qanun dan peraturan kepala daerah mengenai hal-hal tertentu yang untuk berlakunya memerlukan pengesahan dari pejabat yang berwenang. Menurut ketentuan UU No. 23/2014 pengawasan terhadap qanun yang berwujud evaluasi atau pengawasan dari pejabat yang berwenang/pemerintah pusat dikenal dengan "pengawasan represif". Menurut I Gde Panca .Astawa, bahwa pengawasan represif dilakukan setelah perda/qanun disahkan dan berdasarkan akibat hukumnya, pengawasan respresif sudah mernperhitungkan akibat hukum yang timbul pada saat keberlakukannya.'? Dalam penerapan pengawasan represif berwujud menangguhkan atau r-iernbatalkan suatu qanun yang dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau kepentingan umum. Kata peraturan perundang-undangan mengandung arti bertentangan dengan UU, baik dalam arti formil maupun dalam arti materiil." Pemerintah dalam rnelakukan pengawasan terhadap perda/qanun didasarkan atas standar yang lebih luas yaitu pemerintah dalam menguji perda tidak hanya disandarkan pada aturan hukum yang lebih tinggi dari perda, tetapi juga didasarkan pada standar kepentingan um um dan kesusilaan.12 Hal ini secara tegas disebutkan dalam Pasal 250 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, antara lain rnenyebutkan: .. (1) Perda dan Perkada dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan. (2) Bertentangan dengan kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: (a) terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat: (b) terganggunya akses terhadap pelayanan I Gde Panca Astawa, Problematika Hukum Otonomi Daerah di Indonesia. Alumni. Bandung. 2009. him. 323. Husni Jal ii. Eksistensi Pemerintaluin Aceh Dulam Xegara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan UUD 19./5. Syiah Kuala University Press. Banda Aceh. 2015. him. 333 t: Efendi. Hok l.,.Ji stateri Pemerintuh Terhadap Peraturan Daerah (Kajian Terhadap Kewenangan Pemerintah Pusat Pasco Putusan Xlahkamah Konstitusi vomor 13- Pl.,L-.H!l 1015>. him. l-t3. 10. 11. 31.

(17) Prosed1ng Seminar Nasional dan Call Paper (FH unsytah, 5-6 Desember 2018) "Peran Otda dalam Pengembangan Sistem Hukum Indonesia". Bagian 1 Husni Jalil. publik; (c) terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum; (d) terganggunya kegiatan ekonorni untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; dan/atau (e) diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar-golongan, dan gender. UU No. n/2006 merupakan landasan hukum bagi penyelenggaraan pemerintahan Aceh. Akan tetapi k.ini yang menjadi dasar hukum penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Acch adalah UU No. 11/2006. Dalam hal pembentukan qanun di Provinsi Aceh yang disebut sebagai qanun yang merupakan pengaturan lebih lanjut dari undang-undang tersebut. Qanun yang dibentuk dilihat sebagai satu bagian yang tidak terpisahkan dari undang-undang itu sendiri. Klausul tersebut menandakan secara legal formal seluruh ketentuan tentang qanun menggunakan aturan dalam UU No. 11 2006, jika suatu persoalan tidak dijelaskan atau diatur dalam UU No. 11/2006, maka baru menggunakan UU No. 23/2014, sehingga dalam pelaksanaan pemerintahan daerah di Provinsi Aceh hams mengacu pada UU No. 11/2006 dengan merujuk pada penyempurnaan yang diatur dalam UU Pemda (dalam konteks ini berlaku asas hukum lex specialis derogat lex genera/is). Mengenai pembentukan qanun/qanun atau lebih lanjut mengenai pengawasan represif itu sendiri karena tidak diatur lebih lanjut pada UU No. 11/2006, maka mengacu pada UU No. 23/2014. Dalam Pasal 251 UU No. 23/2014 menentukan: "(1) Perda Provinsi dan peraturan gubernur yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh Menteri. (2) Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat." Undang-undang tersebut rnenyebutkan tata cara dari pelaksanaan pengawasan represif yang diawali gubernur wajib menyarnpaikan perda provinsi dan peraturan gubernur kepada menteri paling lama tujuh hari setelah ditetapkan. Apabila gubernur yang tidak menyarnpaikan perda provinsi dan peraturan gubernur kepada Menteri dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis dari Menteri (Pasal 249 ayat (1) dan Pasal 20 UU No. 23/2014). Perda/qanun provinsi dan peraturan gubernur yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh menteri yang ditetapkan dengan keputusan menteri (Pasal 251 ayat (1) UU No. 23/2014).. Perda/qanun yang telah dibatalkan paling lama tujuh hari setelah keputusan pembatalan kepala daerah harus menghentikan pelaksanaan perda dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah mencabut perda dimaksud (Pasal 251 ayat (5) UU No. 23/2014). Dalam ha] penyelenggara pemerintahan daerah provinsi tidak dapat menerima keputusan pembatalan perda provinsi dan gubernur tidak dapat menerima keputusan pembatalan peraturan gubernur dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan, gubernur dapat mengajukan keberatan kepada Presiden paling lambat 14 hari sejak keputusan pembatalan perda atau peraturan gubernur diterima. Untuk terjamin pelaksanaan ketentuan tersebut, maka diberlakukan ketentuan sanksi terbadap daerah yang tidak bersedia melaksanakan keputusan pemerintah dalarn ha! pembatalan perda/qanun. Sanksi berupa: sanksi administratif; dan/atau sanksi penundaan evaluasi rancangan perda. Sanksi administratif dikenai kepada kepala daerah dan anggota DPRD berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan selama tiga bulan dan sanksi tidak ditcrapkan pada saat penyelenggara pemerintahan daerah masih mengajukan keberatan kepada presiden untuk perda provinsi dan kepada menteri untuk perda kabupaten/kota.. 32.

(18) Proseding Seminar Nasional dan Call Paper (FH Unsyiah, 5-6 Desember 2018) "Peran Otda dalam Pengembangan Sistem Hukum Indonesia". Bagian 1 Husni Jalil. Dalam ha) penyelenggara peruerintahan daerah provinsi atau kabupaten/kota masih memberlakukan perda mengenai pajak daerah dan/atau retribusi daerah yang dibatalkan oleh menteri atau dibatalkan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, dikenai sanksi penundaan atau pemotongan DAU dan/atau DBH bagi Daerah bersangkutan. Dalam ha! ini, Husni Jalil mengatakan bahwa dalam rangka mengoptimalkan fungsi Pernbinaan dan pengawasan, pemerintah dapat menerapkan sanksi kepada pemerintah daerah apabila ditemukan adanya penyimpangan clan pelanggaran oleh penyelenggara pemerintah daerah.» Pascaputusan Mahkamah Konstitusi No. 56/PUU-XIV /2016 dan No. 137/PUU-XlII/2015, pembatalan peraturan daerah pasca Mahkamah Konstitusi kembali mengabulkan sebagian uji materi Pasal 251 ayat (1), ayat (2), ayat (7) clan ayat (8) UU No. 23/2014 yang dimohonkan Abda Khair Mufti, Muhammad Hafidz dkk. Intinya, Majelis MKjuga menghapus wewenang Kemendagri membatalkan Perda provinsi yang dalam putusan sebelumnya hanya perda kabupaten/kota, sehingga pembatalan perda sepeoubnya menjadi wewenang Mahkamah Agung (MA). Mahkamah Konstitusi dalam putusanya memuat lima alasan mencabut wewenang Menteri Dalam Negeri membatalkan perda/qanun: Pertama, keberadaan judicial review didalam suatu negara hukum, merupakan salah satu syarat tegaknya negara hukum itu sendiri, sebagaimana tersurat dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Peraturan perundang-undangan hanya layak diuji oleh suatu lembaga yustisi. Dengan bahasa lain, suatu produk hukurn hanya absah jika diuji melalui institusi hukum bernama pengadilan. Itulah nafas utama negara hukurn sebagaimana diajarkan pula dalam berbagai teori pemencaran dan pemisahan kekuasaan yang berujung pada pentingnya mekanisme saling mengawasi clan mengimbangi (checks and balances). Deskripsi pengaturan dalam berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana diuraikan di atas merupakan bukti nyata bahwa mekanisrne judicial review bahkan sudah diterapkan sebelum dilakukan perubahan UUD 1945. Kedua, menurut UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Perda jelas disebut sebagai salah satu ben uk peraturan perundang-undangan dengan hierarki di bawah UU. Maka sebagaimana ditentukan oleh Pasal 24A ayat (1) UUD 1945, pengujiannya hanya dapat dilakukan oleh Mahkamah Agung. bukan oleh lembaga lain. Ketiga, eksekutif bisa membatalkan perda menyirnpangi logika dan bangunan negara hukum Indonesia sebagaimana amanah Pasal 1 avat (3) UUD 1945 juga menegasikan peran dan fungsi Mahkamah Agung sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengujian peraturan perundangundangan dibav ...·ah UU in casu Perda Kabupaten/Kota sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24A ayat (1) UUD 1945. Keempat, ekses dari produk hukum pembatalan perda dalam lingkup eksekutif dengan produk hukum ketetapan gubernur sebagaimana ditentukan dalam Pasal 251 ayat (4) UU Pemda berpotensi menimbulkan dualisme putusan pengadilan jika kewenangan pengujian atau pernbatalan perda terdapat pada lembaga eksekutif dan lembaga yudikatif. Kelima, jika peraturan daerah itu sudah mengikat umum, maka sebaiknya yang mengujinya adalah lembaga peradilan sebagai pihak ketiga yang sama sekali tidak terlibat dalam proses pembentukan peraturan daerah yang bersangkutan sesuai dengan sistem yang dianut dan dikembangkan menurut UUD 1945 yakni "centralized model of judicial review", bukan decentralized model", seperti ditentukan dalam Pasal 24A ayat (1) dan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka Mahkamah Konstitusi memutuskan yang rnenyatakan Pasal 251 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (8) UU No. 23/2014 bertentangan dengan UUD Negara RI Tahun 1945, clan tidak mernpunyai kekuatan hukum mengikat, maka kewenangan uji 13. Husni Jal ii.. op.cit.. him. 327.. 33.

(19) Proseding Seminar Nasional dan Ca Paper (FH un. /iah, 5-6 Desernber 2018). "Per an Otda dalam Pengembangan Sistem Hukum ndonesia". Bagian 1 Husni Jalil. materi terhadap perda provinsi. kabup, ten kota dan tidak lagi bcrada dibawah pemerintah pusat, Namun dernikian, meskipun dengan Putusan MK, pemerintah kehilangan kcwenangan dalam pembatalan peraturan daerah qanun. cetapi berdasarkan ketentuan Pasal 245 UU No, 23/2014. pemerintah melalui Mentcri Dalam Negeri dan Gubernur masih dapat menjalankan fungsi pengawasan terhadap peraturan daerah. Fungsi pengawasan ini dapat dilakukan melalui mekanisme evaluasi rancangan peraturan daerah pengawasan preventif. Dalarn ha! ini, M. Nur Sholikin mengatakan bahwa: Putusan l\.lK ini mengakhiri perdebatan panjang dalam menentukan lembaga mana yang paling berhak membatalkan perda. Selama ini, pembatalan perda selalu dibawa ke dalam perdebatan antara masuk ke rezim hukum/perundang-undangan atau pemerintahan daerah. Rezim perundang-undangan lebih melihat perda sebagai produk legislatif sehingga pengujiannya harus ditempuh melalui judicial review. Sedangkan rezim pemerintahan daerah melihat perda sebagai produk hukum yang dibentuk oleh pemerintahan daerah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Sehingga pemerintah dapat membatalkan perda melalui excecutiue review. Selain mengakhiri perdebatan, putusan ini juga memberikan pengaruh yang besar bagi kcbijakan penataan regulasi, mekanisme pengawasan perda oleh pemerintah dan penataan pelaksanaan judicial review di MA. Konsekuensinya beberapa institusi hams berbenah dalam menjalankan fungsinya pascaputusan MK ini. Bagairnanapun juga, putusan ini bersifat final dan mengikat. sehingga harus dihorrnati dan dilaksanakan.« Penghapusan norma wewenang pembatalan perda/qanun oleh Mendagri akibatnya hilangnva jalan pintas Pcmerintah ketika melakukan deregulasi terhadap berbagai perda/qanu yang dinilai menghambat investasi di d ierah. Konsekuensi dari Putusan MK tersebut adalah Pernerintah dalam ha! ini Kemendagr dan Gubernur harus mengefektifkan metode pengawasan preventif ketika akan menerbitkan perc.a. Efektivitas pengawasan prevent f juga diperlukan bagi rancangan perda yang mengatur _.\PBD, retribusi, pajak dan tata ruan.; daerah yang potensial menghambat investasi di daerah. Kewenangan ini strategis untuk menekan terbitnya perda yang berpotensi menghambat investasi di daerah, terutama terkait dengan retribusi dan pajak.rs Untuk mengatasi ini, Kemendagri perlu melakukan penataan ulang mekanismc pengawasan preventif ini dari sisi regulasi maupun kelembagaan. Di sisi lain, putusan MK ini juga berpengaruh bagi MA, karena semua pembatalan perda hanya dapat dilakukan melalui judicial review di !\Li\, sehingga perkara yang masuk untuk pcngajuanjudicial review terhadap perda kabupaten/kota akan jauh lebih besar. Dengan demikian potensi jumlal perkarajudicial review atas perda semakin meningkat ini, sehingga perlu mengubah hukurn acarajudicial review agar lebih transparan dan akuntabel, dan "l\L-\ perlu juga mengkaji alternatif s stem penanganan perkara dengan melihat potensi sernua jenis perkara yang masuk yang tidak sebanding dengan jumlah hakim agung yang ada''. •6 Jika dilihat data pada tabun 2016, potensi perkara itu sangat besar, dimana Kemendagri melakukan pembatalan terhadap 3143 peraturan daerah yang ada di seluruh Indonesia.': Proses judicial review berbeda dengan executive review. Judicial review dilakukan atas dasar permohonan dari pihak baik kelornpok masyarakat atau perorangan, maka dalam ha! ini, MA tetap IJ M. ur Sholikin. 2017. Penghapusan Kew e11a11ga11 Pemerintuh {. ntuk stebatalkan Perdu. .\lome11111111 vtengefetaifkan Pengawasan Preventif dan Pt!laksu11aa11 L]i \lateriil \/.I. Jurnal Rechtsvinding on line. Media Pembinaan Hukurn ;-.:asional. him. 3 s Hukurn Online. Pt·111ba1<tlu11 Peraturan Daerah Pascap1111m111 .\lalzkamah Konstitusi \'omor 56 Pl l -.\'II" 1nt6 dan \"omor 13 ~ PL'l -XII/ Jn/ 5. www.hukum nline.com. diakses 11 November 1018.jam 15.25 WIB. Ibid. 'Efendi. Op.cit, him. 135.. 34.

(20) Bogian 1 Husni Jalil. Prosedang Seminar vas.onat dan Call Paper (FH Unsyiah, S·b Desember 2018) "Peran Otda dalam Pengembangan Srstern Hukum Indonesia". harus berbenah dalam menaatur pelaksa iaan sidang judicial reuieiu.v: Kini \IA menjadi satusatunya lembaga yang berwenang mernba alkan perda kabupaten kota. Perlu diingat juga bahwa kewenangan judicial review MA tidak hanya pada perda, tctapi seluruh peraturan perundangundangan dibawah undang-undang. Pernbenahan perlu dilakukan salah satunya melalui perubahan hukum acarajudicial review ye. ng selama ini diatur dalam Peraturan l\1A No. 1 Tahun 2011. Selain itu, MA perlu mempertimbangkan kebijakan lain penanganan perkarajudicia/ review dengan melihat potensi bertambahnya perJ<arajudicia/ review pascaputusan MK ini dibandingkan jumlah hakim agung kamar tata usaha negara yang akan menangani.19 Perda sebagai produk legislatif daerah yang dijamin dalarn UUD l\Rl 1945 akan terns bertarnbah. Sehingga kualitas perda masih berpotensi menjadi persoalan dalarn sistem perundangundangan yang dapat berimbas pada se rtor pembangunan yang menjadi wilayah pengaturan perda. Oleh karena itu, institusi yang berwenang terutama eksekutif dan yudikatif yang merniliki peran dalam meningkatkan dan menjaga kualitas perda perlu melakukan langkah-langah perbaikan pelaksanaan fungsi masing-riasing. Tak ada pilihan lain, selain mentaati dan melaksanakan putusan :\1K terkait penghapusan norma pembatalan perda kabupaten/kota yang dimiliki oleh Mendagri dan gubernur. Pu usan I\IK ini merupakan momentum yang baik dalam memperbaiki sistem pengawasan perda secara preventif dan pengawasan perda melalui judicial review yang selama ini belum berjalan secara efektif.w Upaya perbaikan sistem ini sanaat diperlukan untuk mendukung penciptaan peraturan perundang-undangan, dalam ha! ini perda, agar mampu mernberikan manfaat dalam mendukung perubahan-perubahan yang lebih baik di n asyarakat baik dari aspek sosial maupun ekonomi. Penutup Konsekuensi terhadap qanun yan], berlaku, bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dibatalkan oleh menteri yang ditetapkan dengan keputusan menteri, maka oaling Jama tujuh hari setelah keputusan pernbatalan kepala daerah barus menghentikan pelaksunaan pcrda dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah mencabut perda tersebut. Apabila dalarn hal penyelenggara pemerintahan daerah provinsi tidak dapat menerima keputusan pembata an perda provinsi dengan alasan yang dapat dibenarkan ketentuan peraturan perundang-undangat . gubernur dapat mengajukan keberatan kepada presiden paling lambat 14 hari sejak keputusan pembatalan perda atau peraturan gubernur diterima. Mekanisme pengawasan represif ter iadap qanun di Provinsi Aceh pascaputusan Mahkamab Konstitusi, pemerintah pusat (Menteri c alarn Negeri) tidak lagi merniliki kewenangan untuk membatalkan perda/qanun, baik provinsi maupun kabupaten/kota. tetapi kewenangan pembatalan menjadi kewenangan Mahkamah Agung melaluijudicia/ review. Pemerintah daerah dalam ha! pernbentukan perda/qanun, diharapkan dapat membentuk dan mensahkan suatu qanun dapat lebil' memahami ketentuan yang berlaku mengenai sistern pengawasan yang berlaku, yaitu (pengav asan represif), dan mcmperhatikan konsekuensi yang harus diterma apabila tidak mengindahka ·1 keputusan pemerintah, agar tidak menimbulkan suatu ha! yang dapat merugikan kepentingan davrah Aceh. Konsekuensi dari Putusan :\IK. rnaka disarankan kepada pemerintah dalam ha) ini Kemendagri dan gubernur untuk menge 'ektifkan evaluasi rnetode pengawasan preventif, ketika ingin menyiapkan rancangan perda/qanun dan perlu melakukan penataan ulang mekanisme pengawasan preventif ini dari sisi regulasi maupun kelembagaan. is l\l. Nur Sholikin. Op cit. him. 5 • ibid. co Ibid.. 35.

(21) Proseding. Seminar. "Peran Otda dalam. Nasional. dar. Call Paper (FH Unsyiah,. Pengembangan. <;-6 Desember. 2018). Sistem Hukum Indonesia". Bagian 1. Husni Jalil. Daftar Pustaka Agus Kurnardi, 2017, Re-Eualuasi Hubunqan Penqaiuasan Pusat Dan Daerah Setelah Berlakuruja UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Jurnal Arena Hukum Vol. 10, No. 1. Bagir Manan, 2002, Menyonsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum UIJ, Yogyakarta. Efendi, Hak Uji Materi Pemerintali Terhadap Peraturan Daerali (Kajian Terhadap Kewenangan Pemerintah Pusat Pascaputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 137/PUU-XIII/2015)_ Fajri Nursyamsi, 2015, Penqauiasan Peraturan Daerah Pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Jurnal Ilmu Hukum, Padjadjaran, Vol. 2 No. 3. Hukum Online. "Pembatalan Peraturan Daerah Pascaputusan Mahkarnah Konstitusi Nornor 56/PUUXIV/2016 dan Nomor 137/PUU-Xlll/2015-·_ 15.25 WIB.. ... f. t. '. www.hukurnonline.corn. diakses 21 November 2018. jam. Husni Jalil, 2008, Hukum Perintahan Daerah, Syiah Kuala University Press, Banda Aceh. Husni Jalil, 2015, Eksistensi Pemerintahan Aceh Dalam Negara Kesatuan Republil Indoensia Berdasarkan UUD 1945, Syiah Kuala Uniuersity Press, Banda Aceh. I Gde Panca Astawa, 2009, Problematika Hukum Otonomi Daerali di Indonesia, Alumni, Bandung. Indra J. Piliang. dkk. 2003. Otonomi Daerah Eualuasi dan Proueksi. Yatjasan Harkat Banqsa, Jakarta. Irawan Soejito, 1983, Pengawasan terhadap Qanun dan Keputusan Kepala Daerah, Bina Aksara, Jakarta. Kansil, C. S. T, 1990, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, Gbalia Indonesia, Jakarta. Marbun, B.N, 2005, Otonomi Daerah 1945-2005 Proses dan Realita, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Nur Sholikin, M, 2017, Penghapusan Kcuienanqan Pemerintah Untuk Mebatalkan Perda; Momentum Menqefektifkan Pengawasan Preuentif dan Pelaksanaan Uji Materiil MA, Jurnal Rechtsvinding online, Media Pembinaan Hukum Nasional. Paulus Effendie Lotulung, 1993, Beberapa Sistem Tentang Kontrol Segi Hukum Terhadap Pemerintah, Citra Aditya Bakti, Bandung. Philipus M. Hadjon dkk, 1993, Penqantar Hukuni Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, "Kajian tentang Implementasi Pengawasan Perda oleli Pemerintah dan Mahkamah Agung", Maka/ah Seminar Kajian Implementasi Pengawasan Perda oleh Pemerintah dan MahkamahAgung, Maret 2011. Syaukani HR, dkk, 2004, Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.. l. t. I. I. i. l. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nornor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pernerintahan Daerah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 137/PUU-XIII/2015. Putusan Mahkarnah Konstitusi Nomor 56/Pl U-XJV/2016.. 36. i.

(22)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Mahasiswa telah menyerahkan laporan KKN-P yang telah ditanda-tangani oleh dosen pembimbing dan pembimbing lapangan serta telah disahkan oleh Ketua Jurusan sebanyak

Melalui temuan dan analisis data di atas dapat dilihat bahwa adanya pembongkaran representasi kulit hitam dalam aspek kepemimpinan dan heroisme. Namun pembongkaran itu

Melalui penerapan sistem data warehouse dapat memberikan dampak positif bagi perusahaan, diantaranya proses analisis ataupun pengelolaan informasi berdasarkan data

Sistem ujian online (SUO) yang dilaksanakan bagi mahasiswa non-pendas masa ujian 2012.1 di UPBJJ-UT Surakarta adalah efektif, maka dapat direkomendasikan bahwa

Dalam hal ini penalaran deduktif memberlakukan prinsip-prinsip matematika umum untuk mencapai kesimpulan yang spesifik, atau dengan kata lain penalaran deduktif

27 Rajah berikut menunjukkan keluk permintaan dan penawaran bagi suatu barang di sebuah

 bayi dalam dalam bulan-bulan bulan-bulan pertama pertama kehidupannya kehidupannya sering sering diakibatkan diakibatkan oleh oleh kelainan kelainan kongenital