• Tidak ada hasil yang ditemukan

Advokasi Dan Pendampingan Terhadap Pelanggaran Hukum Dalam Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan 1 Oleh: RB Sularto

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Advokasi Dan Pendampingan Terhadap Pelanggaran Hukum Dalam Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan 1 Oleh: RB Sularto"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Advokasi Dan Pendampingan Terhadap Pelanggaran Hukum Dalam Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan

1

Oleh: RB Sularto

A. Pendahuluan

Pemilihan tema kegiatan ini sebagaimana tersurat dalam Kerangka Acuan Kegiatan yang diberi judul “Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Rangka Pencegahan Pelanggaran Hukum” dilatarbelakangi adanya temuan terkait banyaknya terjadi kekeliruan dan ketidaktransparanan dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan. Kekeliruan dan ketidaktransparanan yang berupa penyalahgunaan prosedur dan penyalahgunaan dana merupakan permasalahan hukum yang cukup berat mengingat sumber pendanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jika terjadi penyalahgunaan prosedur dan penyalahgunaan dana APBN, pada umumnya dalam ranah hukum hal ini akan menjadi perkara tindak pidana korupsi.

Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang dipandang luar biasa dan penanganannya mendapat prioritas dari berbagai lembaga penegakan hukum. Pada tingkat penyelidikan dan penyidikan saja terdapat tiga institusi yang berkompeten yaitu kepolisian, kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Demikian pula dalam proses persidangan, semua perkara korupsi disidangkan dalam pengadilan khusus yaitu Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada pengadilan negeri yang berada di masing-masing ibukota provinsi. Dengan adanya pemberantasan tindak pidana korupsi yang demikian gencarnya, maka diperlukan sikap kehati-hatian yang tinggi dalam pengelolaan kegiatan yang mempergunakan dana yang bersumber dari keuangan negara (APBN).

Sikap ketidakhati-hatian dalam pengelolaan suatu kegiatan sering menampakkan perwujudan berupa penyalahgunaan prosedur. Meskipun tidak terdapat penyalahgunaan dana tetapi jika terjadi kesalahan prosedur yang mengakibatkan kerugian pada keuangan negara, kondisi ini tetap dapat diklasifikasikan sebagai tindak pidana korupsi.

2

Oleh karena itu, sangatlah tepat apabila Rapat Koordinasi ini bertujuan untuk mengeleminir pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di masyarakat dengan memberikan bekal pemahaman dan pencegahan terhadap pelanggaran hukum.

1

Disampaikan dalam acara Rapat Koordinasi Teknis PNPM Mandiri Perkotaan Oversight Consultans Region V Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta di Hotel Plaza Semarang tanggal 11 Juli 2012.

2

Tindak pidana korupsi yang banyak diterapkan berasal dari UU No. 31/1999 Jo UU No.

20/2001 terutama Pasal 2 yang mengatur perbuatan korupsi berupa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.

Demikian pula Pasal 3 UU yang sama mengatur perbuatan berupa setiap orang yang dengan

tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan

kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan

yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara.

(2)

B. Advokasi dan Pendampingan Program PNPM Mandiri Perkotaan

Ruang lingkup pelanggaran hukum dalam pelaksanaan kegiatan Program PNPM Mandiri Perkotaan dapat berupa pelanggaraan hukum perdata, hukum administrasi (tata usaha) negara ataupun hukum pidana.

Sedangkan jika terjadi pelanggaran hukum, pelaku pelanggaran hukum tersebut dimungkinkan tidak saja pemilik pekerjaan (pelaku PNPM Mandiri Perkotaan) dan penyedia jasa/barang tetapi juga anggota masyarakat penerima manfaat sebagai sasaran kegiatan ini.

Jika terjadi pelanggaran hukum, memang tidak mudah untuk diselesaikan sendiri dan seringkali dibutuhkan advokasi dan pendampingan dari pihak lain, khususnya kalangan pemberi bantuan hukum. Hak untuk mendapatkan advokasi dan pendampingan bagi setiap orang yang menghadapi permasalahan hukum merupakan hak konstitusional warga negara sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Penegasan dalam UUD 1945 tersebut sebagai sarana perlindungan hak asasi manusia.

Pemberian bantuan hukum dilaksanakan menurut cara yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Bagi kalangan masyarakat miskin, landasan memperoleh bantuan hukum merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.

Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang tersebut mencantumkan antara lain pengaturan tentang definisi, ruang lingkup pemberian bantuan hukum serta hak dan kewajiban penerima bantuan hukum, yaitu :

1. Pasal 1 :

a. Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum (Angka 1).

b. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin (Angka 2).

c. Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini(Angka 3)

2. Pasal 4

a. Bantuan Hukum diberikan kepada Penerima Bantuan Hukum yang menghadapi masalah hukum {Ayat (1)}.

b. Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik litigasi maupun nonlitigasi {Ayat (2)}.

c. Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi

menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau

(3)

3. Pasal 5

Penerima Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) meliputi setiap orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri {Ayat (1)}.

5. Pasal 12

Penerima Bantuan Hukum berhak:

a. mendapatkan Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan tidak mencabut surat kuasa;

b. mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standar Bantuan Hukum dan/atau Kode Etik Advokat; dan

c. mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Pasal 13

Penerima Bantuan Hukum wajib:

a. menyampaikan bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara secara benar kepada Pemberi Bantuan Hukum;

b. membantu kelancaran pemberian Bantuan Hukum.

Sedangkan untuk kalangan di luar masyarakat miskin, termasuk pada pemilik pekerjaan (pelaku PNPM Mandiri Perkotaan) dan penyedia jasa/barang, pemberian bantuan hukum dapat dilayani oleh advokat yang bekerja dengan landasan hukum yang merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat tersebut yang menjelaskan definisi, hak dan kewajiban serta honorarium advokat antara lain sebagai berikut :

1. Pasal 1

a. Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini (Angka 1).

b. Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien (Angka2).

c. Klien adalah orang, badan hukum, atau lembaga lain yang menerima jasa hukum dari Advokat (Angka 3).

2. Pasal 18

Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan perlakuan terhadap Klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya.

3. Pasal 21

a. Advokat berhak menerima Honorarium atas Jasa Hukum yang telah

diberikan kepada Kliennya {Ayat (1)}.

(4)

b. Besarnya Honorarium atas Jasa Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan secara wajar berdasarkan persetujuan kedua belah pihak {Ayat (2)}.

4. Pasal 19

a. Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari Kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang {Ayat (1)}.

b. Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan Klien, termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik Advokat {Ayat (2)}.

Sudah menjadi rahasia umum, pemberian layanan bantuan hukum oleh kalangan advokat seringkali membutuhkan biaya yang cukup besar, bahkan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan bantuan hukum tersebut bisa melebihi nilai kerugian yang sebenarnya diderita oleh negara. Kondisi ini sering dirasakan cukup memberatkan bagi orang-orang yang sedang menghadapi permasalahan hukum.

Untuk mengantisipasi kendala pembiayaan terkait dengan pemberian bantuan hukum tersebut, perlu dipertimbangkan kehadiran lembaga bantuan hukum yang dikelola oleh perguruan tinggi ataupun yayasan. Perguruan tinggi memberikan layanan bantuan hukum yang merupakan salah satu bentuk kegiatan yang diletakkan dalam kerangka Tri Darma Perguruan Tinggi yaitu Pengabdian Pada Masyarakat. Demikian pula yayasan mengelola lembaga bantuan hukum yang dipandang sebagai aktualisasi dari pendiriannya sebagai badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.

3

Beranjak dari kehadiran lembaga bantuan hukum yang dikelola oleh yayasan dan perguruan tinggi, maka kebutuhan untuk pelayanan bantuan hukum bagi pelaku PNPM Mandiri Perkotaan yang terkena permasalahan hukum perlu difasilitasi oleh Satker (APBN/APBD) dalam struktur organisasi PNPM Mandiri. Bentuk fasilitas yang dibangun tentunya di dalam kerangka kerja sama Perguruan Tinggi/Yayasan dengan Kementerian atau Lembaga atau Pemerintah Daerah sebagai pelaksana PNPM Mandiri Perkotaan.

Salah satu skema yang bisa dipikirkan adalah pemberian hibah (block grant) kepada Lembaga Bantuan Hukum Perguruan Tinggi/Yayasan untuk melaksanakan kegiatan sosialisasi dan pendampingan pelaku PNPM Mandiri Perkotaan.

C. Penutup

Secara teoritis di kalangan akademis sendiri telah dikenal upaya

penanggulangan kejahatan tidak hanya semata-mata dapat dilakukan

dengan mengedepankan sarana hukum pidana (penal) tetapi harus juga

(5)

disinergikan dengan penggunaan sarana lain di luar hukum pidana (non penal) yang banyak bersifat sebagai pencegahan (preventive).

Pada dasarnya upaya-upaya yang bersifat preventif untuk mengurangi penyimpangan dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan memegang peranan yang sangat penting. Upaya preventif ini sangat tepat antara lain melalui media Rapat Koordinasi di antara pelaku PNPM Mandiri Perkotaan sebagaimana terjadi dalam forum ini.

******

CURRICULUM VITAE

A. Nama : Dr. RB Sularto, SH., M.Hum.

B. Tmpt/Tgl. Lahir : Garut/1 Januari 1967 C. NIP : 19670101 199103 1 005 D. Pangkat/Gol : Pembina/IV A

E. Jabatan : Rektor Kepala

F. Alamat : Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Jalan Prof. Sudarto, SH Tembalang, Semarang G. Email : sularto_rb@yahoo.com H. Telepon : 024-76918205/08157746216 I. Riwayat Pendidikan

1. Formal :

a. Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (1990)

b. Progam Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegro (1997) c. Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro (2010) 2. Informal :

a. Penataran Nasional Hukum Pidana dan Kriminologi Semarang (1993) b. Salzburg Law School on International Criminal Law, Humanitarian Law

and Human Rights Law, Salzburg Austria (2009)

c. Sandwichlike Program pada Raoul Wallenberg Institute Lund University, Lund Sweden (2009-2010)

J. Riwayat Pekerjaan 1. Fungsional :

a. Dosen Tetap Program S1, S2, & S3 Fakultas Hukum UNDIP (sejak 1991)

b. Dosen Tidak Tetap Akademi Kepolisian/Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian RI (sejak 1993)

c. Dosen Tidak Tetap Program Magister Ilmu Hukum UNS (2012) 2. Non Struktural:

a. Ketua Program Studi S1 Reguler II Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (2011- sekarang)

b. Ketua Panitia/Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (2006-sekarang)

c. Sekretaris Badan Konsultasi Hukum Fakultas Hukum Universitas

Diponegoro (2006- 2011)

Referensi

Dokumen terkait

Jika mahasiswa mempunyai kesamaan jawaban dalam representasi yang berbeda dan dalam satu konsep permasalahan fisika, dapat dikatakan mempunyai konsistensi representasi, baik

Bahwa sehubungan dengan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi

2) Penetapan rencana strategis dan kebijakan operasional perusahaan. Perencanaan strategis membantu pengambilan keputusan untuk memilih secara rasional di antara berbagai

(1) Bantuan Hukum secara litigasi dalam penanganan perkara tata usaha negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) huruf c diberikan kepada Penerima

1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan

Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial

1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial

Selanjutnya berdasarkan Pasal 16 ayat (1) UUPA, hak-hak atas tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4