• Tidak ada hasil yang ditemukan

RISALAH RUANG DAN WAKTU, oleh: Jaki Umam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RISALAH RUANG DAN WAKTU, oleh: Jaki Umam"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

Risalah ini ditulis oleh:

Jaki Umam

(2)

Intisari

“Segala sesuatu bersifat terbatas dan berpasangan; merupakan dalil hukum primer.

Objek-objek di alam semesta memiliki informasi nilai dan arah yang melekat dalam dirinya secara terbatas. Karena keterbatasan tersebut, nilai dan arah itu sendiri membentuk dua sistem bilangan yang saling berpasangan dan pun begitu himpunan- himpunannya yang membentuk basis-basis bilangan yang saling berpasangan.

Norma-norma perubahan nilai dan arah kemudian membentuk hukum-hukum

aljabar, yang pun saling berpasangan. Di sisi lain, definisi-definisi dalam geometri

yang berkaitan dengan basis-basis bilangan pun saling berpasangan sehingga

besaran-besaran fisika yang dapat didefinisikan pun saling berpasangan. Ruang dan

waktu adalah besaran fisika asli yang berasal dari dua sistem geometri yang saling

berpasangan, dimana geometri real membentuk sifat-sifat spasial dan geometri

imajiner membentuk sifat-sifat temporal. Oleh karena itu, ruang dan waktu itu

sendiri juga bersifat berpasangan. Dan seluruh besaran fisika yang berkaitan

dengan materi dan energi serta muatan-muatannya merupakan hasil mutasi dari

besaran asli ruang dan waktu tersebut, pun saling berpasangan.”

(3)

Gagasan umum

Risalah ini memuat 20 gagasan umum:

1. Baris bilangan terbagi menjadi dua: baris bilangan real dan imajiner.

2. Baris bilangan real menghitung maju 0, 1, 2, 3 … seperti yang telah umum digunakan, ditemukan Alkhwarizmi.

3. Baris bilangan imajiner adalah kebalikan dari baris bilangan real, yakni menghitung mundur ∞, ̇, ̇, ̇ … 1

4. Dan baris bilangan real dan imajiner adalah berpasangan.

5. Aljabar pada bilangan real adalah aljabar yang telah umum digunakan, ditemukan Alkhwarizmi.

6. Aljabar pada bilangan imajiner adalah kebalikan dari aljabar pada bilangan real.

7. Dan aljabar pada bilangan real dan imajiner adalah berpasangan.

8. Himpunan bilangan real membentuk basis-basis bilangan real seperti yang telah umum digunakan, ditemukan Cantor.

9. Himpunan bilangan imajiner adalah kebalikan dari himpunan bilangan real, membentuk basis-basis bilangan imajiner.

10. Dan basis-basis bilangan real dan imajiner adalah berpasangan.

11. Basis bilangan real membentuk geometri real yang telah umum digunakan, ditemukan Euclid dan disempurnakan para penemu Non-Euclid.

12. Basis bilangan imajiner adalah kebalikan dari basis bilangan real, membentuk geometri imajiner.

13. Dan geometri real dan imajiner adalah berpasangan.

14. Geometri real membentuk hukum-hukum spasial sebagai penjelasan atas fenomena ruang yang telah umum digunakan, ditemukan Newton dan disempurnakan Einstein.

15. Geometri imajiner adalah kebalikan dari geometri real, membentuk hukum- hukum temporal sebagai penjelasan atas fenomena waktu.

16. Dan sifat-sifat ruang dan waktu pun berpasangan.

17. Secara fisis, ruang memiliki topologi dan waktu pun memiliki topologi dimana sifat mereka saling berpasangan.

1

Menggunakan notasi angka dengan titik di atasnya untuk membedakannya dengan angka-angka negatif.

(4)

18. Semua interaksi diantara ruang dan waktu dengan semua sifatnya membentuk semua hukum kinematika.

19. Hukum-hukum kinematika tersebut dan suatu konstanta berinteraksi membentuk semua hukum dinamika.

20. Sebagai besaran asli, ruang dan waktu adalah yang paling mendasar, sedangkan

hukum-hukum kinematika dan dinamika tidaklah mendasar.

(5)

Dalil mengenai keterbatasan

“Segala sesuatu adalah terbatas.”

Dari dulu saya yakin kalau pekerjaan manusia dalam memahami alam semesta ini tak akan pernah berakhir, merupakan pekerjaan abadi yang tak akan pernah berhenti pada suatu titik sejarah. Karena manusia hidup dengan rasa ingin tahunya.

Jika ada Allah yang menciptakan alam semesta ini, maka saya pun yakin bahwa apa-yang-dimaksud penjelasan terakhir pastilah telah termaktub dalam kitab suci.

Seperti halnya seorang insinyur membuat buku petunjuk untuk mesin buatannya, tentu pun Allah membuat semisal buku petunjuk untuk alam semesta ini.

Informasi mengenai ada atau tidak adanya Allah (vis a vis kitab suci) bukan merupakan ruang lingkup ilmu pengetahuan, namun akan menentukan pemahaman mendasar mengenai objek-objek ilmu pengetahuan itu sendiri. Maka mengambil beberapa dalil dalam kitab suci untuk “diilmiahkan” adalah suatu upaya yang masuk akal, sekaligus juga untuk mengobati rasa ingin tahu kita mengenai hal-hal metafisika.

Dari semua kitab suci yang pernah ada, dijelaskan secara repetitif bahwa ada satu hal yang membedakan sifat sang pencipta dan yang dicipta, sifat mendasar sang pencipta adalah tak terbatas sedangkan apa yang dicipta adalah kebalikannya, yakni terbatas. Ilmu pengetahuan tak mungkin mampu menelaah suatu “bilangan” atau

“besaran” atau apapun itu yang bersifat tak terbatas, karena perihal itu sendiri tidak masuk akal. Namun, sangat mungkin bagi ilmu pengetahuan untuk menelaah

“bilangan” atau “besaran” yang bersifat terbatas sehingga objek-objek alam harus terbatas. Itulah mengapa kita tidak membutuhkan pembuktian untuk keimanan, namun pembuktian-pembuktian yang terjadi di wilayah ilmu pengetahuan akan berimbas pada keimanan.

Hukum primer keterbatasan

(6)

Finitisme adalah dalil yang saya ambil dari kitab suci yang digunakan sepenuhnya untuk mengembangkan gagasan umum (general notion) yang akan dibangun melalui buku ini. Saya tidak mengutip secara eksplisit, karena pengetahuan mengenai dalil-dalil tersebut telah menjadi hal yang generik dalam kehidupan manusia.

1.1. Tidak ada ketakhinggaan di alam semesta

Implikasi pertama dari finitisme adalah penolakan terhadap ketakhinggaan.

Konsep tersebut tertolak karena melanggar logika dasar finitisme. Fakta sejarah mengungkapkan bahwa apa-yang-diyakini-sebagai ketakhinggaan telah membuat paradoks-paradoks menjengkelkan yang melanggar aturan-aturan matematika, bahkan ketika cara-cara yang benar digunakan. Ketakhinggaan telah merusak logika alam pikiran manusia. Aristoteles yang pertama kali mengungkapkan kebimbangannya.

Sebagai objek ilmu pengetahuan, alam semesta harus memiliki batas-batas untuk semua hal, semua definisi, semua benda dan semua-yang-belum-diketahui. Sangat disayangkan, beberapa gagasan yang tidak sesuai dengan hukum primer ini harus diabaikan. Misalnya apa-yang-menjadi-keyakinan banyak orang mengenai konsep ketakhinggaan dalam matematika, ruang-waktu infinituum dalam fisika yang tak cocok diterapkan dalam semua aspek dari sifat-sifat alam. Oleh karena itu, menjadi tidak relevan membicarakan hal-hal yang tak terbatas, ketakhinggaan, infinity, infinituum atau apapun namanya di dalam ruang lingkup ilmu pengetahuan. Hal-hal yang tak terbatas bukanlah domain ilmu pengetahuan. Pisau cukur Okham harus menebasnya.

Contoh paling dikenal adalah kesalahan logika dalam pembagian terhadap nol.

Matematikawan berpendapat bahwa hasil dari bilangan atau besaran yang dibagi nol adalah ketakhinggaan yang tak terdefinisi, yang berarti ia tidak bisa digunakan. Jika pun ketakterdefinisian itu diabaikan, maka akan menghasilkan kesalahan-kesalahan lain yang sangat merusak logika, meskipun telah menggunakan aturan-aturan matematika yang benar.

Jika a  1 dan b  1 , maka:

b a

ab

a

2

masing-masing dikalikan a

(7)

7

2 2

2

b ab b

a    masing-masing dikurangi b

2

) ( ) )(

( ab abb ab masing-masing difaktorkan

) (

) ( )

(

) )(

(

b a

b a b b

a b a b a

 

 masing-masing dibagi ( ab )

b b a  

sehingga terbukti 1  1  1 yang salah secara logika. Disebabkan a b  0 dan bilangan apapun dibagi 0 adalah tak terdefinisi, maka pembuktian disebut falasi matematika.

Jika ketakhinggaan adalah sesuatu yang tak terdefinisi, mengapa ia sering terlibat dalam persamaan-persamaan penting? Misalnya infinitesimal dalam kalkulus dan singularitas dalam teori dentuman besar--bahkan sampai saat ini belum ada satu pun aturan dalam matematika yang menjelaskan tentang singularitas padahal lubang hitam telah terkonfirmasi. 2 Apakah masuk akal menurunkan formula dari sesuatu yang belum masuk akal? Ada pemaksaan sistemik terhadap logika matematika kita sehingga terjadinya kesalahan-kesalahan yang konsisten merupakan ketakberdayaan nalar yang tak terhindarkan.

Wawasan keilmuan kita menempatkan ketakhinggaan sebagai konsep penting.

Sebuah dalil tentang monyet tak terhingga diusulkan. 3 Dalil ini menyatakan, “seekor monyet yang memencet tombol-tombol pada keyboard secara acak dalam waktu yang sangat panjang hampir pasti dapat menyelesaikan suatu naskah, misalnya karya Shakespeare.” Dalam konteks ini, hampir pasti adalah istilah matematika untuk peluang dan monyet adalah metafora untuk perangkat yang menghasilkan urutan acak huruf sampai tak terhingga.

Tentunya, peluang monyet mengetik teks tertentu sangatlah kecil, namun tidak mustahil. Maksudnya, jika eksperimen tersebut dilakukan, maka peluang monyet menyelesaikan sebuah naskah sepanjang usia alam semesta sangatlah kecil, namun tidak nol.

Dalil ini diusulkan untuk menggambarkan betapa berbahayanya jika kita membayangkan ketakhinggaan sebagai bilangan yang sangat besar tapi terbatas-- analog dengan banyaknya ketikan monyet, maupun bilangan yang sangat kecil tapi terbatas--analog dengan peluang monyet menyelesaikan pekerjaan. Jika bilangan- bilangan itu ada, maka kemungkinan monyet mengetik akan terbatas dan

2

doi:10.3847/2041-8213/ab0ec7.

3

doi:10.1088/1751-8113/47/3/035101.

(8)

kemungkinan monyet menyelesaikan naskah juga terbatas. Menurut dalil ini, hal itu tidak mungkin.

Orang-orang berpikir bahwa monyet suatu saat pasti akan menghasilkan sebuah karya, namun tidak tahu pasti kapan ia akan menyelesaikannya. Oleh karena itu, asumsi tentang waktu infinituum dianggap benar untuk mengakomodasi kapan monyet akan menyelesaikan pekerjaannya, persis hipotesis ruang infinituum yang harus dianggap benar untuk mengakomodasi teori dentuman besar. “Seekor monyet”

telah memaksa ilmu pengetahuan mengabaikan sifat tidak logis ketakhinggaan, meskipun faktanya konsep tersebut masih tak terdefinisi.

Dalam sejarah, ketakhinggaan telah diperdebatkan sejak zaman Pythagoras. 4 Alam semesta Pythagoras adalah susunan bilangan yang teratur dan harmoni. Ia membagi sistem bilangan menjadi sistem bilangan ganjil dan genap. Ia pun mengusulkan sebuah dalil terkenal yang menyatakan “akar dari penjumlahan kuadrat sisi-sisi dari sebuah segitiga siku-siku adalah panjang sisi miringnya.”

2

2

C

B

A  

sebagai contoh, jika sebuah segitiga siku-siku terpasang 4 ubin pada sisi B dan 3 ubin pada sisi , maka harus ada 5 ubin yang tepat terpasang pada sisi A.

Dalil itu kemudian menghancurkan kesimetrisan alam semesta Pythagoras. Suatu kali, Hippasus, murid Pythagoras, merangkai 1 ubin pada sisi dan 1 ubin lagi pada sisi C. Ternyata harus ada ubin yang dipotong-potong agar tepat mengisi sisi . Dengan prosedur yang sama, Hippasus menemukan bilangan yang ganjil dan genap secara simultan.

2 1 1

2

2

dan semua upaya untuk menemukan nilai pasti 2 tersebut tidak berhasil.

237...

1.41421356 2 

4

Sejarah pemikiran Pythagoras dapat dibaca di buku Bertrand Russell (2008) [1945], A History of Western

Philosophy, A Touchstone Book, New York City, New York: Simon & Schuster.

(9)

9

Penjelasan dalil Pythagoras

Berabad setelah Pythagoras dan Hippasus, Zeno mengusulkan sebuah dalil bernama paradoks Achilles. 5 Zeno berasumsi bahwa Achilles adalah pelari tercepat dan kura-kura adalah pelari terlambat. Dalam arena lomba, Achilles mencoba mencapai kura-kura. Ketika ia mencapai posisi dimana kura-kura mulai bergerak, kura-kura telah jauh melampauinya. Ia mencoba mencapai kura-kura kembali, lalu ketika ia mencapai posisinya, tiba-tiba kura-kura telah jauh melampauinya kembali.

Dan ketika ia mencoba lagi, hal yang sama terjadi lagi dan terjadi lagi dan terjadi lagi sampai tak terhingga.

Tidak ada yang tahu kapan Achilles akan mencapai kura-kura sama seperti tidak ada yang tahu kapan monyet akan menyelesaikan karya Shakespeare dan kapan 2 akan menemukan nilai pastinya. Meskipun peluang dalam ketiga dalil tersebut sangat-sangat kecil, namun masuk akal suatu saat di masa depan yang sangat-sangat lama mereka akan menemukan kepastiannya. Karena manusia malas memikirkan betapa kecilnya peluang yang dimiliki dan betapa besarnya waktu yang dibutuhkan, maka cukup dikatakan “tak terhingga.”

Namun, nila setitik, rusak susu sebelanga. Konsep tersebut telah merusak alam pikiran manusia sehingga banyak hal menjadi paradoks. Ia harus dicukur dengan pisau cukur Okham, diabaikan sama sekali atau diganti, agar ilmu pengetahuan kembali kepada hukum primernya.

1.2. Semua informasi mengenai nilai dan arah dari suatu objek bersifat terbatas

5

Nick Huggett, Zeno’s Paradoxes, The Stanford Encyclopedia of Philoso-phy (Spring 2019 Edition),

Edward N. Zalta (editor).

(10)

Implikasi kedua dari finitisme adalah keterbatasan informasi. Ilmu pengetahuan kita mengenai alam semesta adalah bahasa atau pernyataan-pernyataan gramatikal untuk mengekspresikan apa yang diketahui. Sesuatu yang belum diketahui bukanlah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, jika dipersempit, ilmu pengetahuan hanyalah pernyataan-pernyataan gramatikal.

Pernyataan dapat berupa kalimat tunggal atau jamak yang mengilustrasikan apapun, yakni bilangan, besaran atau keduanya. Dapat dikatakan pula bahwa dalam sistem linguistik kita, bilangan dan besaran adalah dua hal yang identik, yang dapat mewakili semua objek ilmu pengetahuan. Bilangan adalah objek ilmu pengetahuan yang nilai dan arahnya tertentu dan besaran adalah objek ilmu pengetahuan yang nilai dan arahnya tak tertentu.

Nilai itu sendiri semacam kuantitas yang melekat pada objek sedangkan arah adalah semacam kualitas yang pun melekat padanya sehingga objek-objek tersebut dapat dipahami. Konsep nilai dan arah (vis a vis kuantitas dan kualitas) ini adalah asal-usul untuk aturan-aturan berhitung kita yang selama ini tersembunyi, yang bahkan Alkhwarizmi pun tidak menjelaskan asal-usul keterampilan berhitung tersebut.

Entitas ilmu pengetahuan dapat berupa objek, benda-benda, partikel-partikel, bilangan-bilangan atau besaran-besaran di alam semesta. Nah, hal mendasar mengenai apa yang membuat mereka dapat dipahami adalah karena informasi tentang nilai dan arahnya yang bersifat terbatas. Bagaimana mungkin sesuatu yang memiliki entitas tak terbatas dapat dipahami? Oleh karena itu, finitisme adalah solusi pertama untuk semua hal, bahkan konsep ketakhinggaan sekalipun haruslah terbatas.

Jika pernyataan-pernyataan gramatikal di dalam ilmu pengetahuan yang mengandung informasi nilai dan arah yang terbatas berlaku umum, maka sistem alam semesta secara keseluruhan pun harus dibatasi. Anggaplah sistem alam semesta kita seperti sebuah gelas, tak kurang dan tak lebih, harus hanya sebatas “satu gelas,”

sehingga garis-garis di tepi gelas adalah batas-batas yang dimaksud.

(11)

11

Analogi gelas semesta

Semua yang akan kita definisikan di dalam gelas tersebut harus terbatas pada garis- garis tepi gelas. Tidak mungkin alam pikiran kita melampaui garis-garis tersebut.

Analogi gelas semesta ini akan memperbaharui semua kerangka berpikir dan paradigma kita mengenai alam semesta. Misalnya pada kasus Achilles, sebagai pelari tercepat, sangat paradoks ia tak mampu mengejar kura-kura yang berjalan sangat lambat. Jarak yang memisahkan mereka berdua hanya menghitung mundur, 2000, 1000, 500, 250, 125 … sampai tak hingga kecilnya, namun tidak benar-benar hilang.

Begitu pun pada kasus bilangan 2 yang memaksa Hippasus harus memotong- motong ubin dengan ketelitian yang sangat-sangat kecil sampai tak hingga. Pun

“seekor monyet” yang memiliki peluang sangat-sangat kecil yang tak terhingga untuk menyelesaikan sebuah karya sastra, sehingga menjadi masuk akal ia akan menyelesaikannya dalam waktu sangat-sangat lama yang tak terhingga.

Semua pernyataan “tak hingga” atau “tak terhingga” yang tertulis pada paragraf sebelumnya adalah garis-garis tepi pada gelas semesta. Garis-garis tersebut adalah informasi mengenai nilai dan arah maksimum yang dapat dicapai, bahkan jika hal tersebut hanya dapat dicapai di dalam alam pikiran saja. Garis-garis tersebut adalah perwujudan hukum primer ilmu pengetahuan.

1.3. Batas terbawah nilai dan arah adalah kosong dan batas teratasnya adalah penuh, dimana keduanya merupakan informasi yang setara

Implikasi ketiga dari finitisme adalah adanya batas terbawah dan teratas suatu informasi. Nilai dan arah adalah dua karakteristik mendasar yang mewakili semua informasi atas objek-objek dari partikel-partikel terkecil di dalam bumi terdalam hingga galaksi-galaksi terbesar di langit tertinggi. Nilai adalah informasi mengenai

Alam

semesta

(12)

kuantitas suatu objek sedangkan arah adalah informasi mengenai kualitas suatu objek. Nilai menginformasikan tentang jumlah atau besarnya material dalam diri suatu objek yang dapat diilustrasikan dengan titik hitam di dalam gelas semesta sedangkan arah menginformasikan tentang apa yang dikerjakan material tersebut dan dilustrasikan dengan arah anak panah.

Peradaban manusia memiliki instrumen yang dapat menjelaskan karakteristik- karakteristik tersebut dengan cara yang jauh lebih efisien dan sederhana, yakni bilangan dan besaran. Mereka menyusun struktur bahasa matematika yang abstraktif untuk kemudian menyusun bahasa fisika yang faktual dan deskriptif. Struktur bahasa manusia yang kompleks dan tidak efektif dapat digantikan dengan bahasa matematika dan fisika yang sederhana dan efektif untuk menjelaskan nilai dan arah yang dimiliki objek-objek alam semesta.

Nilai dan arah suatu objek

Suatu bilangan atau besaran atau keduanya memiliki karakteristik yang dapat diwakili sebuah nilai berupa titik-titik atau himpunannya dalam gelas semesta dan arah yang hanya menuju 2 direksi: maju-mundur, kanan-kiri atau apapun istilahnya.

Dengan kata lain, titik-titik bisa saja sangat banyak mengisi dan eksis di dalam gelas semesta, namun arah dan resultan arahnya hanya bermakna 2 saja: positif atau negatif.

Jika nilai “gelas kosong” semesta dapat diwakili dengan simbol 0 dengan arah positif maupun negatif, maka “gelas penuh” dapat diwakili dengan simbol  pun dengan arah positif maupun negatif. Kedua bilangan tersebut memenuhi hukum primer. Gelas kosong adalah sebuah bilangan sangat penting dalam ilmu pengetahuan kita, sama seperti gelas penuh yang juga merupakan bilangan yang setara.



 0

Harus diingat, dalil ini memiliki peran sangat penting untuk membentuk semua logika yang akan dibangun melalui buku ini. Sistem bilangan (dan variannya

(13)

13

“besaran”) dapat diturunkan dari dalil tersebut, sehingga semua logika kita tentang alam semesta ini akan lengkap. Kosong dan penuh adalah perwujudan dari batas- batas alam semesta yang lengkap sehingga semua hal yang ada di dalamnya dapat mengacu kepadanya.

Prinsip keterbatasan untuk segala hal yang berada dalam lingkup alam semesta

ini sangat krusial diterapkan untuk menumpas semua ketakterdefinisian yang

merusak alam pikiran manusia. Ilmu pengetahuan akan lengkap dengannya.

(14)

Dalil mengenai keberpasangan

“Segala sesuatu adalah berpasangan.”

Prinsip keberpasangan berkaitan dengan cara pandang terhadap fenomena- fenomena alam, bahwa tidak ada yang tunggal di alam semesta, semuanya berpasangan. Prinsip ini adalah hukum primer yang juga harus dipatuhi, selain finitisme, agar pemahaman kita mengenai alam semesta menjadi lengkap.

Etika memahami sesuatu sebaiknya dimulai dari atas ke bawah, dari hal yang paling akbar sampai akar-akar yang paling kecil. Siapa yang paling akbar? Allah.

Bagaimana sifatnya? Selain maha (tak terbatas), juga tunggal.

Sebagai antitesis dari Allah yang bersifat tunggal, alam semesta harus bersifat tak tunggal atau dapat dibagi-bagi, sama seperti logika bahwa sifat-sifat Allah adalah tak terbatas, maka sifat-sifat alam semesta harus terbatas. Konsekuensinya, tak ada sesuatu pun yang tunggal di seluruh semesta. Coba sebutkan apapun yang berada di sekitar kita, maka ia pasti memiliki bagian-bagiannya. Pembagian yang paling sederhana adalah dua divisi yang selalu terikat satu sama lain, yakni menjadi dua definisi yang saling mendefinisikan.

Terlalu banyak contoh yang dapat disebut. Objek bernama sandal, sepatu, kaki, tangan eksis karena mereka ada dua sisi. Pun objek-objek yang tampaknya tunggal, misalnya hidung dan jantung, ternyata memiliki divisi-divisi juga dalam dirinya, dua lubang hidung dan serambi-bilik jantung yang saling berpasangan. Kalaupun ada benda yang tampak sangat independen, misalnya bintang-bintang di langit, ternyata aktivitas mereka senantiasa berpasangan dengan yang lainnya untuk menghasilkan struktur jagat yang rapi, tak ada satu benda langit pun yang terisolasi dari gravitasi benda-benda lainnya di alam semesta.

Hukum primer keberpasangan

(15)

15

Kalaupun kita sudah sangat mentok mencari apa atau siapa pasangan seorang waria misalnya, kita dapat menelusurinya dari terminologi seumantiknya, bahwa ada yang namanya “waria,” pasti ada yang namanya “bukan waria;” itu adalah sebuah pasangan. Bahkan definisi segala sesuatu pun selalu membutuhkan sesuatu yang lain sebagai referensi untuk mendefinisikan “sesuatu itu.” Pokoknya tidak ada yang tidak berpasangan, itu adalah prinsip umum yang berlaku di lingkup alam semesta.

Jika keberpasangan adalah prinsip yang mengatur segala sesuatu, maka seharusnya ia akan mempengaruhi bagaimana ilmu pengetahuan kita dibangun dari dasar-dasarnya. Nalar ini telah tumbuh dalam diri saya sejak SMP, dan tidak pernah bisa terlepas sedikit pun sejak saat itu.

Lalu pertanyaannya, bagaimana pola umumnya agar alam ini bisa dipahami sebagai sesuatu yang berpasangan, tak tunggal? Dan bagaimana aplikasinya?

2.1. Objek-objek alam semesta dapat ditelusuri ke bagian-bagian penyusunnya yang selalu terbagi menjadi dua divisi yang saling berpasangan.

Implikasi pertama keberpasangan adalah sifat partisipatif, dimana objek-objek alam semesta tidak bisa berdiri sendiri tanpa bantuan objek lainnya. Tak masuk akal untuk membicarakan entitas-entitas mandiri tanpa terpengaruh apapun di alam semesta. Tak ada entitas semacam itu, kecuali mereka partisipatif, yakni dapat dipecah-pecah ke bagian-bagian penyusunnya. Bagian-bagian tersebut memiliki

“jenis kelamin” yang saling “berpasangan.” Dengan kata lain, suatu fenomena berasal dari fenomena lainnya, namun pengukurannya dapat dilakukan di dalam dua jenis sistem yang berpasangan, namun hasilnya setara.

Sifat independen diyakini sebagian pemikir sebagai sifat mendasar objek-objek alam semesta kita, benda-benda, planet-planet, atom-atom dan bahkan partikel paling kecil. Masih ada definisi “partikel tunggal” yang sering diperoleh di kelas-kelas ilmiah. Sifat ini tak relevan dengan hukum primer keberpasangan.

Objek-objek alam semesta dapat dipecah ke bagian-bagian penyusunnya, sehingga setiap partisi berpasangan satu sama lain. Benda-benda dapat dipartisi menjadi molekul-molekul. Molekul dapat dipartisi menjadi atom-atom. Atom dapat dipartisi menjadi inti-inti atom. Inti atom dapat dipartisi menjadi hadron-hadron.

Hadron dapat dipartisi menjadi fermion-fermion. Dan di dalam partisi-partisinya,

mereka membentuk pola berpasangan yang khas dan saling terbelit.

(16)

Asal-mula gagasan keberpasangan muncul ketika saya menyusuri sebuah mal besar di Jakarta. Ketika melewati sebuah toko pakaian, seorang wanita tiba-tiba menabrak. Dengan lemah-lembut dia mengatakan, “Eh, maaf mas!” Namun seorang pria kekar di sampingnya mengumbar pandangan penuh amarah, sambil berucap,

“Jangan macam-macam!” Hampir saja kepalan tangannya melayang. Untungnya, si wanita meredamnya.

Keberpasangan menjawab pertanyaan, mengapa karakter pria dan wanita bertolak-belakang? Ada semacam kaidah yang memperlakukan dua objek berpasangan untuk saling bertolak-belakang, sehingga kode-kode genom pada pria membentuk struktur fisik dan psikis yang bertolak-belakang dengan wanita, bahkan tanpa bersinggungan sebelumnya.

Dalam bentuk embrio, probabilitas protein-protein pada cikal-bakal manusia pria membentuk penis “yang seperti itu bentuknya,” misalnya, sebagai alat kelamin sangat tinggi meskipun mereka tak memiliki cara apapun untuk berkomunikasi dengan protein-protein pada cikal-bakal manusia wanita di luar sana yang membentuk vagina “yang seperti itu bentuknya” sebagai alat kelamin. Tidak ada contoh genom wanita akan mengodekan protein untuk membentuk penis atau juga sebaliknya. Jadi, secara teori, keterbelitan antara manusia pria dan wanita telah mengurutkan kode-kode genom mereka dengan sendirinya. Inilah keterbelitan objek- objek alam yang menyebabkan mereka inseparable (tak terpisahkan).

2.2. Cara pandang terhadap objek-objek alam semesta pun berlaku terbatas di dunianya masing-masing

Dalam sejarah peradaban manusia, ada dua cara pandang mendasar yang mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan, yakni determinisme Laplace 6 dan ketakpastian Heisenberg, 7 yang dianggap saling bertentangan. Dalam hal ini, untuk mendamaikan kedua cara pandang itu, finitisme harus diterima lebih dahulu karena ia membatasi determinisme dan ketakpastian dalam lingkupnya masing-masing, tidak ada hukum yang berlaku tak terbatas.

6

Pierre de Laplace, 1902, A Philosophical Essay on Probabilities, John Wiley and Sons, London: Chapman Hall Limited.

7

doi:10.1007/BF01397280.

(17)

17

Pada awalnya, determinisme menjadikan wajah ilmu pengetahuan sangat cantik sehingga banyak ilmuwan yang terpesona dengannya. Berdasarkan model berpikir analitis, alam semesta yang sangat besar ini bisa dipandang melalui bagian- bagiannya. Segala akibat yang muncul pada setiap fenomena alam dapat ditelusuri penyebabnya ke dalam partisi-partisinya. Cara pandang ini mirip kerja seorang tukang jam yang tengah memperbaiki arloji, seperti seorang montir yang memperbaiki mesin mobilnya, atau seperti dokter yang mendiagnosis penyakit pasiennya.

Tidak ada pandangan yang menyeluruh, semua benda bisa direduksi ke dalam bagian-bagiannya. Inilah filsafat Newtonian 8 yang mendorong ilmu pengetahuan menguraikan benda-benda ke dalam bagian-bagiannya. Model berpikir ini diterjemahkan Laplace sebagai determinisme.

Newton memperkenalkan hukum-hukum geraknya bahwa benda-benda akan selalu diam atau bergerak beraturan dalam garis lurus selama tidak ada gaya yang mengusiknya, besarnya gaya tersebut berbanding lurus dengan massa benda itu dan percepatan yang timbul, dan jika ia bekerja pada suatu benda, maka benda akan bereaksi sebesar gaya yang dikenakan terhadapnya dengan arah yang berlawanan.

Dalam bukunya, ia menulis, “Law I, Every body perseveres in its state of rest, or of uniform motion in a right line, unless it is compelled to change that state by forces impressed thereon. Law II, The alteration of motion is ever proportional to the motive force impressed; and is made in the direction of the right line in which that force is impressed. Law III, To every action there is always opposed an equal reaction: or the mutual actions of two bodies upon each other are always equal, and directed to contrary parts.” 9 -- Hukum I, Setiap benda selalu berada dalam kondisi diam atau bergerak seragam dalam garis lurus, kecuali ia dipaksa untuk mengubah keadaan itu dengan suatu gaya yang mengenainya. Hukum II, Perubahan gerak selalu proporsional dengan gaya yang mengenainya; dan mengikuti arah dimana gaya itu bekerja. Hukum III, Untuk setiap tindakan selalu ada reaksi yang sama yang menentang atau tindakan timbal-balik dari dua benda satu sama lain selalu sama, dan diarahkan ke bagian yang berlawanan.

8

Isaac Newton, 1846, Newton’s Principia: The Mathematical Principles of Natural Philosophy, 1st American Edition, New York: Daniel Adee 45 Liberty Street, diterjemahkan oleh Andrew Motte.

9

Isaac Newton, 1846, Newton’s Principia: The Mathematical Principles of Natural Philosophy, 1st American

Edition, New York: Daniel Adee 45 Liberty Street, diterjemahkan oleh Andrew Motte, h. 83.

(18)

Selain itu, Newton juga memperkenalkan hukum gravitasi universal untuk benda-benda. Pergerakan alami benda-benda disebabkan karena bekerjanya tarikan gravitasi dari interaksi dua benda berbanding lurus dengan perkalian massa kedua benda dan berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya. Redaksi dalam bukunya,

“Corollary IV, The common centre of gravity of two or more bodies does not alter its state of motion or rest by the actions of the bodies among themselves; and therefore the common centre of gravity of all bodies acting upon each other (excluding outward actions and impediments) is either at rest, or moves uniformly in a right line.

Corollary V, The motions of bodies included in a given space are the same among themselves, whether that space is at rest, or moves uniformly forwards in a right line without any circular motion. Corollary VI, If bodies, any how moved among themselves, are urged in the direction of parallel lines by equal accelerative forces, they will all continue to move among themselves, after the same manner as if they had been urged by no such forces.” 10 -- Konsekuensi IV, pusat gravitasi dari dua benda atau lebih tidak mengubah keadaan gerak atau diamnya dengan tindakan benda-benda itu sendiri; dan oleh karena itu pusat gravitasi dari semua benda yang bekerja satu sama lain (tindakan luar dan gangguan diabaikan) adalah diam atau bergerak seragam dalam garis lurus. Konsekuensi V, Gerakan benda di dalam ruang adalah sama diantara mereka sendiri, apakah ruang itu diam, atau bergerak seragam dalam garis lurus tanpa gerakan melingkar. Konsekuensi VI, Jika benda, bagaimana pun mereka bergerak di antara mereka sendiri, didorong ke arah garis paralel oleh gaya yang sama, mereka semua akan terus bergerak di antara mereka sendiri, dengan cara yang sama seolah-olah mereka bergerak sendiri-sendiri.

Hukum Newton berimplikasi bahwa akibat-akibat yang timbul dari gaya-gaya dapat dihitung dengan akurat, misalnya posisi, kecepatan dan momentumnya, jika informasi tentang penyebabnya diketahui. Secara filosofis, akibat-akibat yang bisa diamati sekarang terjadi karena sebab-sebab tertentu yang terjadi di masa lalu.

Dengan mengubah besarnya sebab, maka akibat yang timbul pun akan berubah.

Perubahannya dapat diramalkan.

Pola berpikir tersebut sangat meyakinkan untuk menunjukkan berlakunya determinisme (vis a vis hukum sebab-akibat). Maka mekanika terbukti bukan hanya bisa menjelaskan secara rasional tentang gerak benda, melainkan juga

10

Isaac Newton, 1846, Newton’s Principia: The Mathematical Principles of Natural Philosophy, 1st American

Edition, New York: Daniel Adee 45 Liberty Street, diterjemahkan oleh Andrew Motte, h. 87.

(19)

19

meramalkannya dan menghitungnya secara kuantitatif. Bagaimana planet-planet dapat bertahan di wilayah edarnya tanpa tertarik oleh matahari, bagaimana bulan dan sateli-satelit lainnya beredar, atau bagaimana meteor bergerak dan akhirnya jatuh.

Semuanya dapat dijelaskan dengan gamblang.

Newton melukis alam semesta sebagai sebuah mesin yang bekerja secara deterministik. Ia mereduksi fenomena alam sebatas wilayah mekanika saja.

Perubahan cuaca panas-dingin adalah karena perubahan posisi matahari, migrasi burung-burung dari utara ke selatan atau sebaliknya terjadi bersamaan dengan perubahan posisi bumi, pasang-surut air laut terjadi bersamaan dengan perubahan posisi bulan serta berbagai fenomena alam lainnya direduksi sebab-sebabnya melalui mekanika.

Akhirnya peran Allah dalam penyelenggaraan alam semesta pun hilang. Allah tidak lagi dianggap memiliki andil atas fenomena alam seperti saat pertama penciptaan; dianggap sudah tidak diperlukan lagi persis seperti pembuat arloji yang kehilangan kuasa setelah arloji buatannya bekerja dan dapat bergerak secara otomatis. Genderang penolakan terhadap agama pun nyaring ditabuh. Persoalan tentang mukjizat, peran ilahi dalam penyelenggaraan alam, keberadaan hal-hal gaib serta kebebasan dalam kehendak manusiawi dianggap doktrin-doktrin yang tak masuk akal.

Laplace berkata dalam esainya, “Jika kita tahu lokasi dan momentum yang tepat dari setiap atom di alam semesta, maka kita akan dapat memprediksi dengan tepat semua peristiwa yang akan terjadi di masa depan.” 11 Siapa pemenang liga Champion tahun ini, hingga saham siapa yang akan mengalami peningkatan minggu depan, semua peristiwa dapat kita prediksi termasuk di dalamnya aktivitas manusia.

Laplace membawa mekanika Newton ke ranah determinisme yang lebih luas. Ia memandang bahwa ada mekanisme kausalistik diantara fenomena-fenomena yang terjadi, suatu fenomena menyebabkan fenomena lainnya secara berantai. Bayangkan sebuah pohon yang mulai kehilangan daunnya sembari menunggu musim dingin datang, dan pada suatu hari daun terakhir gugur. Tentu saja gugurnya daun tidak terjadi dengan sendirinya, ada banyak faktor mengapa daun-daun bisa gugur.

11

Pierre de Laplace, 1902, A Philosophical Essay on Probabilities, John Wiley and Sons, London: Chapman

Hall Limited.

(20)

Mungkin karena tidak lamanya matahari menyinari bagian bumi yang sedang mengalami musim gugur atau karena angin yang berhembus sangat kencang.

Faktor-faktor tersebut “mengharuskan” daun-daun untuk jatuh. Maksudnya, determinisme menjelaskan bahwa fenomena cahaya matahari yang sedikit dan angin yang kencang telah terjadi, maka daun-daun “harus” jatuh, tidak ada pilihan lain.

Sebaliknya, sebelum fenomena yang menyebabkan suatu kejadian terjadi, maka daun-daun tidak akan jatuh, karena segala sesuatu tidak terjadi dengan sendirinya, akibat tidak mungkin mendahului sebab. Sebuah aksi memerlukan faktor-faktor yang mendukungnya, maka sebelum faktor-faktor pendukungnya terjadi, daun-daun tidak dapat jatuh. Namun setelah faktor-faktor pendukungnya terjadi, daun-daun “harus”

jatuh, bukan sebaliknya.

Oleh karena itu, apabila kita mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai rotasi bumi, pergerakan angin dan seluruh hal-hal rumit yang menyokongnya, maka kita dapat memperkirakan dengan tepat kapan daun-daun akan berguguran. Prinsip ini juga berlaku untuk memperkirakan gerakan planet-planet, gelombang laut, cuaca atau aktivitas lempeng tektonik dalam kerak bumi, badai tornado yang akan terjadi, bahkan aktivitas-aktivitas kita sendiri di suatu hari.

Determinisme menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa di alam semesta

“diharuskan” untuk terjadi oleh peristiwa-peristiwa sebelumnya. Maksudnya, karena sebab-sebab telah terjadi maka akibat-akibat “harus” terjadi pula. Tetapi manusia adalah makhluk fisik juga, otak kita terbentuk secara fisik maupun intelektual oleh dunia di sekitar kita. Apakah lalu kita tidak punya kehendak bebas? Apakah semua telah diatur oleh faktor-faktor yang telah terjadi sebelumnya? Apakah daun-daun tidak punya pilihan lain dan “harus” jatuh?

Jika determinisme benar, maka seluruh moralitas akan menghilang, tidak ada

lagi. Karena sangat mustahil dan tidak masuk akal untuk berkata, “Anda seharusnya

tidak mencuri.” Sedangkan ia tidak punya pilihan lain, ia tidak bisa melakukan hal-

hal lain karena faktor-faktor yang menyebabkan “ia mencuri” telah terjadi. Maka

determinisme mempunyai implikasi yang sangat besar, yaitu hilangnya seluruh

moralitas dan etika. Implikasi yang mengerikan. Pada saat seseorang divonis hakim

karena ia mencuri, maka jika determinisme benar, ia sama sekali tidak bisa

menghindari perbuatan mencuri seperti tidak bisa menghindari dilahirkan sebagai

orang yang pendek. Hukuman mungkin membuat orang-orang tidak mencuri, tetapi

(21)

21

sangat tidak masuk akal untuk menghukum mereka yang secara moral, jika mereka tidak punya pilihan lain, melakukan perbuatan tidak baik itu.

Determinisme tampak sangat mengerikan, namun menjadi sangat bermanfaat menyederhanakan cara pandang terhadap sesuatu. Berabad lamanya peradaban mengakui kecantikan determinisme, sebelum ia menua. Kini bayi baru lahir dari rahim filosofi modern, bernama ketakpastian, dan siapapun belum menangkap wajah cantiknya. Yang jelas, gagasan tersebut memorak-porandakan wajah cantik ilmu pengetahuan yang deterministik. Determinisme mendapat pukulan berat manakala Heisenberg menemukan prinsip ketakpastian. Ia memandang bahwa fenomena hanyalah probabilitas-probabilitas tertentu tanpa penyebab. 12

Berbagai konsep fisika modern justru membawa pandangan-pandangan baru yang meruntuhkan gambar semesta yang dilukis Newton dan Laplace. Paling tidak, konsekuensi tersebut adalah runtuhnya pandangan deterministik. Dari hasil pengamatan teliti dalam skala subatomik, Heisenberg menyimpulkan bahwa hasil pengukuran terhadap momentum (posisi) atau energi (waktu) sangat dipengaruhi oleh subjektivitas alat ukur, sehingga muncul semacam ketidakpastian pengukuran yang konstan. Misalnya pengukuran posisi dan momentum sekaligus akan menghasilkan ketidaktelitian sekurang-kurangnya sebesar konstanta Planck.

Heisenberg mengerjakan eksperimen untuk mengukur besaran-besaran pada elektron dalam tabung sinar gamma. Sinar gamma saling tumbuk dengan elektron- elektron. Karena ukuran elektron lebih kecil daripada panjang gelombang sinar gamma, saling tumbuk itu tentu akan mengganggu aktivitas alami elektron, yakni posisi dan momentumnya atau energi dan waktunya.

12

doi:10.1007/BF01397280.

(22)

Eksperimen Heisenberg

Yang menjadi masalah, untuk mengukur besaran-besaran itu, mikroskop elektron betul-betul membutuhkan berkas-berkas sinar gamma. Kebutuhan inilah yang kemudian menimbulkan ketidakpastian dilematis, misalnya kian tepat pengukuran terhadap posisinya, akan membuat semakin tak tepat pengukuran terhadap momentum atau kecepatannya, dan begitu juga sebaliknya.

Hal itu disebabkan ketika kita mengukur sesuatu dan mengamatinya, pada saat yang sama terjadi interaksi antara alat ukur, dalam hal ini misalnya gelombang elektromagnetik yang digunakan dalam pengamatan, dan objek eksperimen. Ketika sebuah objek diukur posisinya, pada saat yang sama sulit untuk diukur momentumnya dengan pasti, begitu pula sebaliknya.

Bagaimanapun karena piranti penginderaan selalu membutuhkan cahaya, ketakpastian akan selalu berlaku umum, meski secara teoretis sekalipun. Jadi, ketakpastian akan selalu membatasi ketelitian pengamatan kita terhadap alam. Meski ketidakpastian semacam itu tak teramati dalam kehidupan sehari-hari, konsekuensi filosofisnya sungguh sangat besar, bahwa ada batasan dalam determinisme.

Heisenberg yakin ketidakpastian adalah sebuah prinsip yang berlaku umum, sehingga makin memudarkan pandangan determinisme. Maka penggambaran realitas dalam skala sub-atomik yang berbasis sebab-akibat pun gugur. Hukum kausalitas digantikan oleh hukum-hukum undeterministik yang bersifat kebolehjadian.

Alam semesta yang semula digambarkan melalui hukum-hukum yang

deterministik, yang menghapuskan mukjizat, kehendak bebas, keberadaan roh dan

alam gaib, peranan Tuhan dalam penyelenggaraan alam, serta cara pandang parsial,

(23)

23

telah digantikan dengan gambaran alam yang undeterministik, probabilistik dan holistik.

Terjadi perubahan cara pandang terhadap realitas secara radikal. Melalui fisika modern, peluang penjelasan bagi mukjizat, kehendak bebas, dan peran ilahi menjadi terbuka kembali. Secara teologis, fisika modern membuka ruang bagi fenomena- fenomena yang tak bisa dijelaskan dengan sebab-akibat.

Sampai saat ini, baik determinisme maupun ketakpastian masih bekerja di dalam mazhabnya masing-masing, seakan-akan saling bertentangan. Sebagian besar orang masih percaya sebab-akibat, namun ketakpastian justru yang paling banyak terkonfirmasi eksperimen. Saat ini, tak ada cara apapun untuk mengalahkan ketakpastian, kecuali serangan Einstein yang bertajuk paradoks EPR, 13 namun masih diperdebatkan.

Sistem keberpasangan menjelaskan relasi kedua cara pandang tersebut sebagai dua hal yang saling melengkapi. Karena cara pandang terhadap segala sesuatu bersifat terbatas, kedua mazhab tersebut bekerja di dunianya masing-masing, prinsip determinisme bekerja pada dunia makroskopis yang cenderung diam dan prinsip ketakpastian bekerja pada dunia mikroskopis yang cenderung bergerak terus- menerus.

2.3. Alam semesta yang deterministik dan undeterministik adalah berpasangan

Implikasi berikutnya dari keberpasangan adalah kesetaraan antara determinisme dan ketakpastian. Sistem keberpasangan berlaku pada dua partisi yang saling terkait, misalnya dua elektron dalam 1 orbital, genom manusia, desain sandal, besaran- besaran pokok fisika dan sebagainya, yang dipisahkan dalam ruang dan waktu sehingga seolah-olah mereka berkomunikasi meskipun tidak pernah bersinggungan.

Keberpasangan memperlakukan objek-objek atau partisi-partisi tersebut untuk saling terbelit.

Saling terbelit adalah mekanisme korespondensi untuk saling mempengaruhi satu sama lain yang terjadi dengan sendirinya. Korespondensi antar objek tersebut dapat menyebabkan karakteristik mereka berubah. Pengetahuan mengenai korespondensi ini sangat penting untuk mengembangkan informasi-informasi yang berkaitan dengan objek tersebut. Oleh karena itu, jika ada dua informasi yang saling

13

doi:10.1103/PhysRev.47.777.

(24)

terkait, keduanya otomatis terikat sistem keberpasangan. Informasi yang dimaksud mencakup semua hal: prinsip dasar, besaran fisik, aksioma dan teorema matematika, reaksi kimia, hukum fisika, spesies, organisme dan bahkan semua hal yang belum diketahui.

Sistem ini memungkinkan hubungan A dan B dapat diterapkan secara umum dalam ilmu pengetahuan kita, khususnya matematika dan fisika, sebagai mekanisme alamiah yang disebut keterbelitan intrinsik yang dapat dinyatakan:

B k A  .

dimana A adalah sifat-sifat partisi yang terbentuk, B adalah sifat-sifat partisi asal dan k adalah faktor pembelit. Secara definitif, karakter-karakter mereka saling terbelit sebagai “dua sejoli,” dan sesuai dengan hukum primer, A dan B haruslah mengandung informasi yang terbatas. Kita yang terlibat langsung di dalam ilmu pengetahuan sebenarnya adalah para pemburu “harta karun k ” yang tersimpan di penjuru dan sudut-sudut alam semesta.

Berdasarkan informasi yang terkandung di dalamnya, faktor pembelit terbagi menjadi 3, yakni nilai, arah serta nilai-arah. Pertama, faktor pembelit k dapat berupa nilai yang mereprentasikan kesetaraan partisi-partisi. Misalnya pada hubungan antara energi kuantum dan frekuensi Ehf dimana h adalah suatu konstanta yang memiliki nilai tertentu. Begitu pun kaitan antara energi potensial dan massa Ec

2

m dan kaitan antara ruang dan waktu rct dimana c dan c

2

adalah konstanta cahaya dengan nilai tertentu.

Yang kedua, faktor pembelit k dapat berupa arah yang merepresentasikan keterbalikan partisi-partisi. Contoh yang sangat terkenal adalah hubungan antara gaya aksi dan reaksi Newton  F F , dimana -1 menandakan suatu arah yang saling berlawanan. Demikian juga definisi “gelas kosong” yang setara dengan “gelas penuh” 0   (penjelasannya di dalil tentang bilangan) sehingga mereka memiliki faktor -1 yang melekat secara intrinsik.

Yang terakhir, faktor pembelit k dapat berupa nilai dan arah yang menunjukkan

sifat dan perilaku partisi-partisi. Misalnya pada hubungan antara manusia “pria” dan

manusia “wanita,” dimana secara fisik dan psikis berlawanan. Aspek fisik mewakili

suatu sifat tertentu yang menentukan karakter tubuh dan aspek psikis mewakili suatu

sifat tertentu yang menentukan kecenderungan perilaku. Dan masih banyak contoh

lainnya.

(25)

25

Desain alam semesta yang berpasangan sesuai dengan determinisme, yang tentunya dapat diabaikan dalam dunia kuantum yang mikroskopis dan sangat memperhitungkan ketakpastian. Jika kita dapat mengukur keberadaan suatu besaran, misalnya posisi dan momentum, maka dengan faktor pembelit dapat ditentukan dengan tepat keberadaan besaran lain yang berpasangan. Oleh karena itu, berdasarkan cara pandang terhadap segala sesuatu, faktor pembelit itu sendiri terbagi menjadi 2, yakni faktor determinisme dan ketakpastian.

B y x A

B k A

) (

.

dimana ekspresi itu mewakili sistem keberpasangan yang lengkap, yaitu sisi kiri berpasangan dengan sisi kanan sehingga faktor determinisme x dapat tertelusur sampai ke Laplace dan ketakpastian y dapat tertelusur sampai ke Heisenberg.

Kaidah di atas berlaku umum dan dapat diterapkan ke seluruh objek alam semesta. Semakin makroskopis suatu sistem, faktor determinismenya semakin diperhitungkan. Semakin mikroskopis suatu sistem, faktor ketakpastiannya yang semakin diperhitungkan. Jika faktor ketakpastian lebih besar dari faktor determinismenya, misalnya yang terjadi pada objek-objek renik yang hidup di dalam dunia kuantum, maka faktor determinismenya dapat diabaikan. Jika faktor determinisme lebih besar dari faktor ketakpastiannya, misalnya yang terjadi pada benda-benda dalam kehidupan sehari-hari, maka faktor ketakpastiannya dapat diabaikan. Bohr menganggap kaitan-kaitan yang membelit objek-objek sebagai hasil ukur dari peralatan eksperimen yang dipilih sehingga prinsip saling melengkapi terpenuhi. 14

Contoh pengukuran yang makroskopis adalah kalibrasi massa. Sekarung gabah dengan bobot 50 kilogram dan ketakpastiannya sebesar 0,5 kilogram. Artinya, jika bobot sekarung gabah adalah A dan unit materi sebesar 50 kilogram adalah B, maka secara pasti dapat dikatakan bahwa fenomena bobot sekarung gabah tersebut disebabkan adanya unit-unit materi seberat 50 kilogram meskipun ada sedikit koreksi ketakpastian yang tak berarti:

B B

A  50  0 , 5

Dalam kehidupan sehari-hari, orang-orang yang menimbang sekarung gabah akan memaklumi adanya kelebihan 0,5 kilogram atau kekurangan 0,5 kilogram

14

doi:10.1103/PhysRev.48.696.

(26)

dalam gabahnya. Meskipun bukan hal yang penting untuk mereka, sebab-sebab ketidaktelitian itu bisa berasal dari ausnya alat timbang atau para penimbangnya yang kurang fokus. Sistem makroskopis memakluminya.

Hal yang sangat berbeda jika pengukuran dilakukan pada objek-objek yang sangat kecil. Contoh pengukuran yang mikroskopis adalah penentuan posisi elektron.

Sebut saja seharusnya posisi elektron ada di jarak 5 nm dari inti atom, maka karena dunia kuantum yang sangat dinamis, ketakpastiannya bisa jauh lebih besar dari posisi yang dipastikan tersebut, misalnya 100 nm dari inti atom. Jika posisi elektron adalah besaran bernama A dan jarak dengan inti atom adalah B, maka dapat dituliskan:

B B

A  5  100

Jelas sekali, ketakpastian yang seperti itu tidak dapat diabaikan, karena nilainya yang jauh lebih besar dari nilai pastinya. Oleh karena itu, para pengamat sistem mikroskopis justru mengambil hasil ketakpastian dari posisi elektron tersebut sebagai hasil yang maklum untuk disebutkan. Aneh bukan? Ini sangat bertolak-belakang dengan kehidupan sehari-hari. Contoh yang sangat viral adalah kucing Schrodinger, 15 yang salah kaprahnya dianalogikan seperti sistem “hidup dan mati” dalam dunia mikroskopis. Kucing Schrodinger akan berstatus deterministik hidup atau mati dalam dunia makroskopis, sementara bagian-bagian terkecil dalam tubuhnya “partikel- partikel subatomik” berada dalam dunia yang undeterministik.

Sistem keberpasangan memaklumi keduanya dan mengakui keduanya bekerja di dalam dunianya masing-masing. Namun, saat ini, ada fenomena yang masih diperdebatkan apakah ia deterministik atau tak pasti, yakni fenomena yang dijelaskan dalam serangan Einstein kepada Heisenberg yang bertajuk paradoks EPR, 16 satu- satunya paradoks mengerikan bagi para pendiri teori kuantum. Paradoks yang mengandung keserentakan ini membingungkan karena tidak sesuai dengan prinsip- prinsip dalam teori relativitas khusus, yakni tidak ada informasi yang dapat merambat lebih cepat dari cahaya.

Elektron-elektron memiliki sifat intrinsik saling berpasangan, bukan karena loophole (area kosong yang tak terikat ruang dan waktu) atau interaksi seketika. Spin elektron A telah terkodekan sebagai “pria” atau “wanita” tergantung dari “genom”

yang ia bawa sehingga ia akan memiliki probabilitas tinggi untuk membentuk spin yang berpasangan dengan spin elektron B, begitu pula sebaliknya.

15

jstor:stable/986572.

16

doi:10.1103/PhysRev.47.777.

(27)

27

Heisenberg melihat bahwa semua besaran di alam semesta bersifat tak pasti, termasuk besaran-besaran pada elektron dan genom manusia. Karena tempat hidup elektron di dalam dunia kuantum yang bergerak terus-menerus, maka ketakpastiannya menjadi sangat krusial diperhitungkan, sehingga determinisme tidak memiliki makna. Namun pada dasarnya, keberpasangan yang mengatur mereka untuk saling terbelit sehingga spin pada elektron-elektron akan selalu bertolak-belakang.

Spin elektron A selalu menjadi antitesis spin elektron B, sama halnya mengatakan pria adalah antitesis dari wanita.

Jika ada cara untuk mengisolasi “sebuah” elektron sehingga kita dapat melihatnya sebagai objek seperti “orang” atau benda-benda makroskopik, maka kita akan mendapatkan informasi akurat mengenai apakah ia “pria” atau “wanita.”

Sayangnya hal itu tak mungkin dilakukan. Namun, dari sudut pandang keberpasangan, elektron seharusnya bersifat partisipatif; ada elektron pria, ada elektron wanita. Pola ini berlaku untuk partisi-partisi pada semua objek alam semesta, tanpa kecuali.

Paradoks ini adalah contoh sistem yang setengah makroskopis dan setengah mikroskopis, sehingga menjadi paradoks untuk mereka yang berpikir deterministik maupun undeterministik. Jika umumnya dalam dunia kuantum faktor ketakpastian lebih besar dari determinismenya. Hal yang berbeda terjadi pada fenomena EPR.

Dalil keberpasangan berlaku dalam pengukuran-pengukuran fisika, misalnya ketika mengukur spin elektron A yang terkait dengan spin elektron B dimana mereka telah dipastikan dalam keadaan spin atas dan spin bawah.

B B B

y x

A 2

1 2 ) 1

(    

 dimana A

2

 1 adalah spin atas dan B 2

 1 adalah spin bawah misalnya.

Dalam fenomena tersebut, faktor determinisme sama dengan faktor ketakpastian, sehingga terjadi paradoks mengenai siapa yang harus didahulukan. Sifat dasar spin elektron A yang berpasangan dengan spin elektron B menyebabkan keserentakan menjadi tidak relevan, karena bagaimana pun terdapat kaitan intrinsik antara elektron A dan elektron B dari dalam desain dirinya, sama seperti manusia

“pria” dan manusia “wanita.” Permasalahan sesungguhnya adalah ukuran sistem

yang diukur, dimana fenomena ini secara berani bisa berada di dalam kedua sistem

tersebut.

(28)

Dengan kata lain, jika berdasarkan sistem mikroskopis, salah satu spin dalam sistem tersebut harus diukur terlebih dahulu sehingga hasil pengukuran tersebut berakibat akan mempengaruhi spin lainnya secara intrinsik (karena elektron memiliki genom “pria” atau “wanita”). Cara kedua, secara makroskopis, kedua elektron memiliki jenis kelamin yang berbeda, “pria” dan “wanita,” sehingga pengukuran apapun akan menghasilkan kedua jenis kelamin tersebut secara intrinsik.

Ketakpastian dalam dunia kuantum bisa juga terjadi karena manusia terbiasa menggunakan basis-basis ruang untuk mengukur posisi-posisi partikel subatom, padahal mereka tak pernah diam. Oleh karena itu, posisi partikel subatom yang bersifat temporal akan menjadi tak pasti dalam basis ruang.

Dari sudut pandang keberpasangan, determinisme dan ketidakpastian bukan dua prinsip yang saling mengalahkan. Mereka berlaku sederajat sebagai relasi keberpasangan. Alat ukur kita yang tidak bisa lebih halus dari gelombang elektromagnetik menyebabkan usikan-usikan dalam proses pengukuran kuantum yang berada dalam sistem mikroskopis. Bagi objek-objek halus seperti elektron, usikan itu akan sangat mengganggu ketelitian pengukuran, sedangkan bagi objek- objek besar seperti sekarung gabah, bola, meja, bintang, planet, usikan-usikan tidaklah berarti. Maka ruang lingkup ketakpastian adalah dunia mikroskopis dan ruang lingkup determinisme adalah dunia makroskopis. Oleh karena itu, terlihat jelas bahwa determinisme dan ketakpastian adalah sebuah lingkaran keberpasangan yang harmonis.

Gagasan ini mirip ide quantum foam atau busa kuantum, yang merupakan teori yang menjadi salah satu pembentuk utama fisika kuantum, diajukan oleh Wheeler. 17 Teori tersebut menyatakan bahwa jauh di dalam tingkat kuantum hal-hal ada dan bergerak tanpa sebab atau lebih tepatnya secara acak. Namun dalam dunia makroskopis, sebab-sebab tersebut dapat lebih terlihat.

17

doi:10.1103/PhysRev.97.511, dan baca juga John A. Wheeler dan Kenneth W. Ford. (2010) [1998].

Geons, Blackholes, and Quantum Foam: A Life in Physics. New York: W. W. Norton & Company.

(29)

Dalil mengenai sistem bilangan

“Segala sesuatu memiliki informasi tentang nilai dan arah yang melekat di dalam dirinya.”

Disclaimer: semua penjelasan di bagian ini menggunakan sudut pandang dalam sistem makroskopis, sehingga ketakpastian dapat diabaikan.

Jika kita bertemu dengan orang yang sukses, kadang kala kita mengatakan

“Anda hebat.” Kalimat tersebut merepresentasikan sebuah pernyataan yang terdiri dari “Anda” sebagai sebuah kuantitas, dalam konteks ini sinomin dengan nilai, dan

“hebat” sebagai sebuah kualitas, dalam konteks ini sinomin dengan arah.

Contoh di atas adalah kalimat sempurna yang setidaknya memiliki satu subjek dan satu predikat. Dari bahasa apapun, secara substansial, kalimat sempurna selalu mengandung subjek dan predikat yang merepresentasikan nilai dan arah, meskipun dalam bentuk inplisit sekalipun. Sebagai contoh: “Pergi!” artinya “Anda pergi!”

Dalam kasus ini, “Anda” adalah subjek dan “pergi” adalah predikat.

Setiap bilangan atau variabel terdiri dari sebuah pasangan nilai dan arah sebagai karakteristik yang dapat dipahami. Karena karakteristik yang digambarkan dalam sebuah kalimat sempurna memiliki nilai dan arah tertentu, maka sifat bilangan atau variabel harus terbatas agar dapat dipahami. Dengan demikian, keterbatasan adalah sifat fundamental yang selalu terkandung dalam setiap pernyataan gramatikal.

Pernyataan gramatikal yang berkaitan dengan sistem bahasa manusia memiliki sifat intrinsik yang dapat dideskripsikan menggunakan huruf dan angka. Huruf dan angka adalah partisi terkecil dari susunan kata atau kalimat yang menggambarkan suatu pernyataan gramatikal.

Bahasa memiliki tujuan agar pernyataan dapat dipahami. Pernyataan apapun dapat dipahami selalu mengandung variabel yang terbatas. Oleh karena itu, huruf dan angka adalah instrumen yang dapat merepresentasikan sifat-sifat terbatas sebuah variabel, tergantung preferensi penggunanya saja. Jika pernyataan ditulis dengan bahasa manusia, maka menggunakan huruf dan jika ditulis dengan bahasa matematika, maka menggunakan angka.

Huruf adalah salah satu instrumen yang digunakan manusia dalam

mengekspresikan suatu pernyataan gramatikal. Meskipun huruf sangat beragam di

(30)

dunia ini, tetapi memiliki satu sistem linguistik universal. Sepanjang sejarah manusia, ada banyak jenis huruf yang dimiliki manusia. Setiap jenis memiliki metode dan aturan sendiri sehingga tidak mungkin menyatukan mereka menjadi satu instrumen yang efisien.

Sebagai contoh, dalam sistem alfabet Latin, tertulis “saya bekerja.” Kalimat sempurna tersebut terdiri dari sebelas huruf yang menjelaskan karakteristik nilai yang terkandung dalam subjek “saya” dan karakteristik arah yang terkandung dalam predikat “bekerja.” Dalam sistem alfabet Arab, tertulis لمعا انا. Kalimat sempurna tersebut terdiri dari tujuh huruf yang menjelaskan karakteristik nilai yang terkandung dalam subjek انا dan karakteristik arah yang terkandung dalam predikat لمعا. Jenis huruf dari sistem alfabet apapun yang digunakan, pernyataan gramatikal selalu mengandung makna dari pasangan karakteristik nilai dan arah secara tak terpisahkan.

3.1. Informasi mengenai nilai dan arah suatu objek dapat diberikan dalam bentuk bilangan dan besaran

Nilai dan arah adalah dua karakteristik mendasar untuk memanifestasikan informasi atas segala sesuatu di sekitar kita dari partikel terkecil di dalam bumi hingga galaksi tertinggi di langit. Peradaban manusia memiliki instrumen yang dapat menjelaskan karakteristik-karakteristik tersebut dengan cara yang jauh lebih sederhana, efektif dan efisien, yakni menggunakan bilangan dan beaaran. Kedua hal tersebut menyusun struktur bahasa matematika. Dan bahasa manusia yang memiliki struktur kompleks dan kurang efektif dapat digantikan dengan bahasa matematika yang sederhana dan efektif.

Bilangan (dan variannya besaran) jauh lebih powerful menggambarkan suatu pernyataan gramatikal daripada huruf, kata atau kalimat. Ia dapat meyatukan sangat banyak gagasan dalam bahasa-bahasa tingkat tinggi manusia yang beragam menjadi hanya satu bahasa matematika. Ia adalah instrumen yang powerful untuk menginformasikan suatu karakteristik. Oleh karena itu, dunia ilmu pengetahuan kita menggunakan bahasa matematika karena strukturnya yang sederhana dan efektif.

Sebagai contoh, kalimat “ia tak bernilai sama sekali” dalam konteks tertentu dapat disederhanakan dengan simbol bilangan 0, yang berarti tidak ada nilai dan arah.

Kalimat “bobot batu itu sembilan belas kilogram” dapat disederhanakan dengan

simbol bilangan 19, yang berarti ia mengandung nilai 19 dan arah +1 (biasanya tidak

(31)

31

dituliskan). Kalimat “uang elektroniknya hilang sejumlah seribu seratus dua puluh dua” dapat disederhanakan dengan simbol bilangan -1122, yang berarti ia mengandung nilai 1122 dan arah -1 yang mengurangi status awalnya. Jika nilai dan arah mereka belum pasti, gunakan simbol-simbol besaran untuk menggantikannya.

3.2. Informasi primer adalah batas minimal dan maksimal suatu nilai dan arah yang dapat dicapai logika sehingga mereka berpasangan

Konsep ketakhinggaan “yang baru” harus bersifat terbatas agar dapat dipahami.

Tidak ada sesuatu yang tak terbatas di alam semesta karena makna tidak terbatas itu tidak masuk akal dan bukan sifat alami objek-objek alam semesta. Keterbatasan berlaku untuk setiap pernyataan yang mencakup segala sesuatu. Meskipun seseorang mengatakan “tak terhingga,” namun ketakhinggaan tersebut harus terbatas. Ini adalah paradigma.

Bahasa matematika disusun oleh bilangan-bilangan, yang terbagi menjadi dua, yakni bilangan referensi dan bilangan terdefinisi. Bilangan referensi sendiri adalah konsep ketakhinggaan terbatas yang dimaksud pada dalil. Bilangan ini dibagi menjadi dua, yaitu ketakhinggaan yang menunjukkan nilai dan arah dengan batas paling kecil 0 dan paling besar ∞. Berdasar prinsip finitisme dan berpasangan, kedua bilangan tersebut bulat dan setara.

Informasi primer terdiri dari ketakhinggaan yang mendekati kosong (gelas kosong) dan ketakhinggaan yang mendekati penuh (gelas penuh) yang setara dan berlawanan arah.

Ruang lingkup keberpasangan sangat lah luas, berlaku di dalam ilmu-ilmu dasar seperti matematika dan fisika, ilmu-ilmu lanjut seperti teknik dan rekayasa serta ilmu-ilmu apapun tentang objek-objek alam semesta. Prinsip-prinsipnya dapat diterapkan, salah satu yang paling mendasar adalah dalam sistem bilangan.

Informasi primer adalah informasi yang selalu melekat pada objek-objek alam.

Informasi primer terdiri dari suatu bilangan yang dapat mewakili kekosongan pada

gelas semesta dan suatu bilangan yang dapat mewakili suatu definisi yang merupakan

lawan dari kekosongan pada gelas semesta. Kedua hal tersebut adalah informasi

primer yang bisa kita dapatkan dari setiap objek alam semesta. Dengan kata lain,

semua objek memiliki informasi tersebut dalam dirinya secara intrinsik. Ini adalah

(32)

prinsip yang membentuk definisi bilangan-bilangan yang kita gunakan (bisa dilihat pada dalil mengenai bilangan terdefinisi).

Dalam sistem alam semesta yang terbatas, gelas kosong adalah bilangan paling kecil di alam semesta, yang merupakan informasi primer terkecil yang melekat pada objek-objek alam semesta. Jika diibaratkan kerangka alam semesta seperti gelas kosong dan beras-beras seperti besaran-besaran yang mengisinya, maka gelas tanpa beras sama sekali adalah platform (kerangka utama) yang merupakan informasi primer untuk mendefinisikan beras-beras yang “mungkin” muncul di penjuru alam semesta.

Dua jenis informasi primer

Begitupun jika gelas terisi penuh dengan beras-beras. Gelas penuh tersebut adalah bilangan paling besar yang “mungkin” dicapai dan melekat pada besaran- besaran alam. Seperti halnya gelas kosong, gelas penuh juga merupakan platform yang dapat digunakan untuk mendefinisikan beras-beras.

Berdasarkan analogi gelas dan beras, karena kaidah berpasangan berlaku pada keduanya, maka gelas kosong dan gelas penuh adalah dua hal yang setara, namun arahnya berlawanan.



 0 atau sebaliknya:



0

dimana 0 adalah simbol untuk nilai gelas kosong, ∞ adalah simbol untuk nilai gelas penuh dan -1 adalah faktor pembelit yang berarti arah mereka saling berlawanan.

Persamaan antara gelas kosong dan gelas penuh dapat dianalogikan sebagai dua gelas yang saling berkaitan.

Gelas kosong

Gelas penuh

(33)

33

Hubungan dua informasi primer

dimana k adalah faktor pembelit yang menentukan berlawanannya arah antara gelas kosong dan gelas penuh.

Persamaan ini sebetulnya telah sangat familiar dalam kehidupan kita, namun kita tak menyadari betapa penting perannya dalam cara pandang kita mengenai logika matematika.

3.3. Bilangan terdefinisi adalah bilangan-bilangan yang mengacu pada informasi primer

Kesetaraan gelas kosong dan penuh didasarkan pada analogi gelas dan beras yang menggambarkan batas-batas karakteristik nilai dan arah yang dapat dicapai pengetahuan manusia. Bilangan referensi 0 adalah batas paling kecil dan bilangan referensi ∞ adalah batas paling besar. Kedua bilangan ini merupakan kerangka acuan sehingga semua bilangan yang dapat didefinisikan akan merujuk pada mereka.

Sebagai instrumen dasar untuk memahami alam semesta, definisi bilangan tak pernah bisa berdiri sendiri. Setiap angka yang kita kenal, tidak muncul dengan sendirinya. Mereka memiliki kerangka acuan. Sebagai contoh, jika kita mengatakan sebuah simbol angka memiliki nilai 5 (dengan arah +1), definisinya harus mengacu pada salah satu bilangan referensi. Jika angka-angka tidak memiliki referensi, setiap orang dapat menafsirkan makna angka tersebut secara subjektif. Misalnya angka 5 tersebut mengambil referensi dari 0, seperti menghitung beras dari gelas kosong:

5 0 5  

Yang dicetak tebal adalah bilangan terdefinisi untuk menunjukkan bahwa ia telah memiliki kerangka acuan atau mengandung salah satu informasi primer.

Gelas kosong

Gelas penuh

= k

Gambar

Grafik A adalah contoh penurunan hukum kinematika yang dibentuk dari basis  r dan basis identitas:
Grafik hasil eksperimen

Referensi

Dokumen terkait

Bakal calon Anggota DP diusulkan oleh paling sedikit 20 calon anggota MAPPI kepada Panitia Munas sebelum Munas dilaksanakan untuk diverifikasi dan dimintakan

permasalahan dalam pengajaran bahasa Jerman. 3) Mengurus surat ijin penelitian ke SMA Pasundan Cikalong Cianjur.. 7) Melakukan pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa.

Kegiatan Usaha Perdagangan, pecetakan, jasa, serta pemegang hak waralaba “7-Eleven” Jumlah Saham yang ditawarkan 959.726.853 Saham Biasa Atas Nama dengan Nilai Nominal Rp.. [Div/ C

Terlepas dari tidak jelasnya ukuran dari ancaman yang besar ini, dengan tidak diketahuinya atau tidak tereksposnya alasan saksi tidak dapat menghadiri persidangan, maka hal

Dalam identifikasi bakteri patogen Salmonella sp menggunakan medium pembenihan Selenite Cystine Broth (SCB), yang mengandung kasein yang menyediakan nitrogen

Kajian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengukur tingkat Tenaga Kependidikan terhadap pengelolaam Sumberdaya Manusia di lingkungan UMMI.. Saudara yang terpilih

Pada sub bab ini, akan membahas mengenai identifikasi faktor penyebab pangan yang mengakibatkan keracunan yang terjadi selama tahun 2015. Faktor penyebab pangan adalah

Siang Juragan, Alhamdulillah Hari ini Sastra Blog Bisa Update Postinggan tentang Cara Menghilangkan Blacklist SMADAV 8.9.1 + Key Pro yang pastinya udah ditunggu-tunggu oleh