• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterangan Saksi Yang Tidak Hadir Dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Keterangan Saksi Yang Tidak Hadir Dalam"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Di dalam proses peradilan, pembuktian adalah tahapan yang sangat penting untuk dilakukan. Seorang hakim tidak mungkin dapat untuk menjatuhkan putusan kepada terdakwa tanpa adanya proses pembuktian. Berdasarkan Pasal 183 KUHP, seorang hakim tidak dapat menjatuhkan hukuman kepada terdakwa tanpa adanya dua alat bukti yang sah.1 Berikut adalah alat bukti yang diatur di dalam Pasal 184 KUHP, yaitu:2

a. Keterangan Saksi; b. Keterangan Ahli; c. Alat Bukti Surat; dan d. Alat Bukti Petunjuk.

Keterangan saksi sebagai fokus dari analisis laporan ini adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia liat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengertahuannya itu.3 Dalam keterangan saksi tidak termasuk keterangan

yang diperoleh dari orang lain atau testimonium de auditu.4

Saksi terbagi atas saksi yang memberatkan terdakwa (a charge) dan saksi yang meringankan terdakwa (a de charge).5 Pemeriksaan keterangan saksi yang menjadi

fokus dalam analisis laporan ini adalah saksi a charge. Di dalam persidangan dalam tahap pembuktian yang ideal, saksi a charge hadir dengan sebelumnya telah dipanggil oleh penuntut umum setelah mendapat izin dari majelis hakim. Setelah itu, saksi akan dibawa masuk oleh petugas untuk dihadirkan di persidangan.

Di dalam laporan pengamatan ini, penulis akan menganalisis mengenai pengamatan yang penulis lakukan di Pengadilan Negeri Bogor pada hari Selasa, tanggal 28 April 2015. Pengadilan pada hari itu adalah tahap Pembuktian sidang dengan nomor perkara 73/PID.Sus/2015/PN.Bgr. Laporan pengamatan dari persidangan perkara ini

1 Indonesia (a), Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU No. 8 Tahun 1981, LN No. 76 Tahun 1981, TLN No. 3258, Ps. 183.

2Ibid., Ps. 184.

3Ibid., Pasal 1 angka 27.

4 Andi Sofyan dan Abd. Asis, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 239.

(2)

berjudul “Keterangan Saksi Yang Tidak Hadir Dalam Persidangan: Pengamatan di Pengadilan Negeri Bogor”.

B. Kasus Posisi

1. Identitas Terdakwa

Terdakwa dalam kasus ini adalah RICKY SANJAYA yang beralamat di Desa Kencana RT. 02/02 Kelurahan Kencana Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Dalam perkara ini, terdakwa tidak diwakili oleh penasihat hukum.

2. Dakwaan

Bahwa Terdawa dengan sengaja dan tanpa hak, mendistribusikan dan/atau menstramisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi eletronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman yang diancam dalam Pasal 27 ayat (4) juncto Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transasi Elektronika. Terdakwa didakwa demikian dikarenakan melakukan perbuatan berupa mengirimkan pesan singkat kepada Lela Khotimatul Kholilah (+6283877190619), Asisten Manager Pemasaran Radar Bogor yang nomornya tertera dalam koran Radar Bogor. Pesan singkat tersebut kurang lebih berisikan ancaman bom yang akan diledakkan di Botani Square, Bogor Trade Mall, dan Stasiun Bogor pada natal dan tahun baru. Terdakwa mengaku merupakan jaringan ISIS basis Bogor.

3. Persidangan

(3)

meringankannya. Sehingga, pemeriksaan berlanjut pada pemeriksaan Terdakwa. Selama persidangan, juga terlihat bahwa salah satu hakim anggota dari majelis hakim sempat tertidur.

II. LANDASAN TEORI DAN YURIDIS

Berdasarkan Pasal 1 Angka 26 KUHAP, yang dimaksud dengan saksi adalah setiap orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, peradilan tentang suatu perkara yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.6

Secara umum, hal yang sangat diperlukan dalam pembuktian adalah mendengar keterangan saksi karena saksi adalah saksi hidup dari peristiwa pidana tersebut. Keterangan saksi sebagai alat bukti merupakan alat bukti yang paling utama dalam perkara pidana.7 Jarang sekali

sebuah pembuktian kasus pidana dilakukan tanpa mendengarkan keterangan saksi. Karena pada dasarnya, dalam membuat surat dakwaan pun Jaksa Penuntut Umum memerlukan fakta-fakta yang biasanya didapatkan oleh saksi, selain didapatkan dari Terdakwa dan Korban.

Selain mendengar sendiri, melihat sendiri, dan mengalami sendiri, terdapat syarat lain untuk menjadi seorang saksi. Seorang saksi tidak dapat didengarkan keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi apabila:8

a. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ke ketiga dari terdakwa atau bersama-sama sebagai terdakwa;

b. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;

c. Suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau bersama-sama sebagai terdakwa.

Disamping itu, apabila saksi karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat meminta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, dalam hal yang dipercayakan kepada mereka.

6 Indonesia (a), Op.cit., Psl. 1 Angka 24.

7 Yahya Harahap, Op.cit., hlm.286.

(4)

Di dalam KUHAP, diatur mengenai tata cara pemeriksaan saksi, dengan penjabaran sebagai berikut:9

- Saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang demi menurut urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelah mendengarkan pendapat umum, terdakwa atau penasihat hukum (diatur dalam Pasal 160 ayat (1) huruf a KUHAP).

- Saksi yang lebih dulu diperiksa adalah korban yang menjadi saksi (diatur dalam Pasal 160 ayat (1) huruf b KUHAP).

- Hakim ketua sidang menyatakan identitas saksi tentang nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, pekerjaan, dan apakah kenal dengan terdakwa sebelumnya dan kembali mengkonfirmasi status saksi apakah ada hubungan keluarga sedarah, semenda sampai derajat keberapa dengan terdakwa, ataupun saksi suami atau isteri dari terdakwa meskipun sudah bercerai atau terikat hubungan kerja dengan terdakwa (diatur dalam Pasal 160 ayat (2) KUHAP). - Sebelum memberikan keterangan di persidangan, seorang saksi harus disumpah menurut

agamanya masing-masing bahwa ia akan memberikan keterangan dengan sebenar-benarnnya (diatur dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP).

- Hakim dapat meminta kepada saksi segala keterangan yang dipandang perlu untuk mendapatkan kebenaran. Penuntut umum, penasihat hukum dan terdakwa diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dengan perantara hakim ketua sidang (diatur dalam Pasal 165 ayat (1) dan (2) serta Pasal 164 ayat (2) KUHAP).

- Setiap kali seorang saksi selesai memberikan keterangan, hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa bagaimana pendapatnya tentang keterangan tersebut. (diatur dalam Pasal 164 ayat (1) KUHAP).

- Setelah saksi memberikan keterangannya, saksi tetap berada di persidangan kecuali diizinkan untuk meninggalkan ruang sidang oleh hakim. Para saksi dalam persidangan dilarang saling bercakap-cakap (diatur dalam Pasal 167 KUHAP).

Ditinjau dari segi kekuatan pembuktian atau ”the degree of evidence”, keterangan saksi harus memiliki beberapa hal agar mempunyai nilai kekuatan, yaitu:10

(5)

a. Harus mengucapkan sumpah atau janji (diatur dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP)

Sumpah atau janji ini dilakukan menurut cara agamanya masing-masing. Lafal sumpah atau janji berisi bahwa saksi akan memberikan keterangan yang sebenar-benarnya dan tiada lain daripada sebenarnya. Apabila saksi menolak untuk memberikan sumpah maka akan disandera sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 161 KUHAP. Berdasarkan Pasal 171 KUHAP, yang diperbolehkan memberikan keterangan tanpa sumpah adalah anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin serta orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya baik kembali.

b. Yang ia lihat sendiri, ia dengar sendiri, ia alami sendiri, dan menyebut alasan dari pengetahuannya (diatur dalam Pasal 1 angka 27 KUHAP juncto Pasal 185 ayat (1) KUHAP)

Tidak semua keterangan saksi bernilai sebagai alat bukti, keterangan saksi yang bernilai alat bukti adalah yang ia lihat sendiri, ia dengar sendiri, ia alami sendiri, dan menyebut alasan dari pengetahuannya. Diluar itu, keterangannya bukanlah keterangan yang tidak dapat dijadikan atau dinilai sebagai alat bukti. Mengenai keterangan yang didapatkannya dari orang lain atau yang biasa disebut sebagai ”testimonium de auditu” tidak dapat dianggap sebagai alat bukti. Pedapat atau rekaan yang saksi peroleh dari pemikiran bukan merupakan keterangan saksi.

c. Harus diberikan di sidang pengadilan (diatur dalam Pasal 185 ayat (1) KUHAP)

Keterangan saksi yang berisi penjelasan tetang apa yang didengarnya, dilihatnya dan dialaminya sendiri baru dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah apabila dinyatakan di persidangan. Keterangan yang dinyatakan diluar sidang bukan alat bukti dan tidak dapat dipergunakan untuk membuktikan kesalahan terdakwa.

d. Keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup (diatur dalam Pasal 185 ayat (2) KUHAP)

Untuk dapat membuktikan kesalahan terdakwa paling sedikit harus didukung oleh dua orang saksi, atau jika saksi yang ada hanya terdiri dari seorang saksi maka kesaksian tunggal itu harus dicukupi atau ditambah dengan salah satu alat bukti yang lain.

(6)

e. Keterangan saksi tidak berdiri sendiri (diatur dalam Pasal 185 ayat (4) KUHAP)

Walaupun saksi yang dihadirkan di hadapan sidang telah terpenuhi secara kuantitatif sebagai alat bukti yang sah, tidak ada gunanya jika secara kualitatif keterangan mereka saling berdiri sendiri atau dengan kata lain tidak berkesesuaian.

Dalam hal saksi tidak hadir di hadapan sidang, Pasal 162 mengatur bahwa jika saksi sesudah memberi keterangan dalam penyidikan meninggal dunia atau karena halangan yang sah tidak dapat hadir di sidang atau tidak dipanggil karena jauh tempat kediaman atau tempat tinggalnya atau karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan negara, maka keterangan yang telah diberikannya itu dibacakan. Jika keterangan itu sebelumnya telah diberikan di bawah sumpah, maka keterangan itu disamakan nilainya dengan keterangan saksi di bawah sumpah yang diucapkan di sidang.

Sedangkan di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU Perlindungan Saksi dan Korban), dinyatakan bahwa seorang saksi dan/atau korban dapat memberikan kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan.11 Namun,

hal ini merupakan pengecualian apabila saksi berada dalam ancaman yang sangat besar. Di dalam penjelasan undang-undang ini dijelaskan bahwa pengertian ancama yang sangat besar adanya ancaman yang menyebabkan saksi tidak dapat memberikan kesaksiannya. Saksi tersebut dapat memberikan kesaksiannya secara tertulis yang disampaikan di hadapan pejabat yang berwenang dan membubuhkan tanda tangannya pada berita acara yang memuat tentang kesaksian tersebut.12

III. ANALISIS HASIL PENGAMATAN

Dalam menganalisis hasil pengamatan yang penulis lakukan di Pengadilan Negeri Bogor tepatnya hari Selasa, tanggal 28 April 2015, pada pukul 13.26 dalam perkara 73/PID.Sus/2015/PN.Bgr., dengan terdakwa RICKY SANJAYA, penulis akan menggarisbawahi dua hal, yaitu mengenai:

1. keterangan dari saksi yang tidak hadir, dan

2. kekuataan pembuktian dari keterangan saksi tersebut.

11 Indonesia (b), Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban, UU NO. 13 Tahun 2006, LN No. 64 Tahun 2006, TLN No.4635, Psl. 9 ayat (1).

(7)

Dengan menganalisis kedua hal ini, penulis akan mengetahui apakah keterangan saksi tersebut dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah atau tidak.

A. Keterangan Saksi dari Saksi yang Tidak Hadir

Pada persidangan hari itu, Jaksa Penuntut Umum mengajukan saksi yang bernama Mito sebagai keterangan saksi yang akan dijadikan alat bukti dalam persidangan. Namun, saksi tersebut tidak dapat hadir di hadapan persidangan. Pada saat itu, Jaksa Penuntut Umum tidak menjelaskan alasan ketidakhadiran dari saksi dan Hakim Ketua Sidang juga tidak menanyakannya. Hakim Ketua Sidang tetap mengizinkan Jaksa Penuntut Umum untuk membacakan berita acara pemeriksaan.

Berdasarkan Pasal 162 KUHAP, diatur bahwa jika saksi sesudah memberi keterangan dalam penyidikan meninggal dunia atau karena halangan yang sah tidak dapat hadir di sidang atau tidak dipanggil karena jauh tempat kediaman atau tempat tinggalnya atau karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan negara, maka keterangan yang telah diberikannya itu dibacakan. Namun, di dalam sidang yang diamati oleh penulis, tidak terungkap alasan dari tidak hadirnya saksi ke persidangan. Sehingga, menurut penulis hal-hal yang dinyatakan di dalam berita acara pemeriksaan masih dapat dipertanyakan. Hal ini juga seharusnya menjadi perhatian dari Hakim Ketua Sidang dengan menanyakan alasannya. Karena yang diperkenankan memberikan keterangan dengan tidak menghadiri sidang hanyalah yang diatur di dalam Pasal 162 KUHAP, dimana saksi tersebut harus sudah meninggal dunia, atau halangan yang sah, atau tinggal di tempat yang sangat jauh, ataupun sedang menjalankan kepentingan negara. Sehingga, apabila saksi bukanlah seperti apa yang dijelaskan dalam Pasal 162 KUHAP, maka keterangan saksi yang dijadikan alat bukti haruslah dihadirkan di persidangan jika ingin diajukan sebagai alat bukti dalam perkara tersebut. Apabila ternyata dalam sidang tersebut terdapat keterangan yang menunjukkan bahwa saksi memenuhi hal-hal yang dimaksud dalam Pasal 162 KUHAP, maka keterangannya itu dapat disamakan nilainya dengan keterangan saksi di bahwa sumpah yang diucapkan di sidang.

(8)

besar yang ada di dalam penjelasan UU ini masih tidak dapat menjelaskan ukuran dari ancaman yang besar itu. Karena pengertiannya hanyalah ancaman yang menyebabkan saksi tidak dapat memberikan kesaksiannya. Terlepas dari tidak jelasnya ukuran dari ancaman yang besar ini, dengan tidak diketahuinya atau tidak tereksposnya alasan saksi tidak dapat menghadiri persidangan, maka hal ini tidak dapat dibenarkan apabila keterangan saksi Mito yang berupa Berita Acara Pemeriksaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum dijadikan sebagai alat bukti. Dan dengan tidak ternyatanya alasan saksi Mito tidak dapat menghadiri sidang, maka keterangan tersebut tidak dapat disamakan nilainya dengan keterangan saksi di bawah sumpah yang diucapkan di persidangan dan tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti. Karena keterangan saksi yang dapat dijadikan alat bukti adalah keterangan yang dapat memenuhi syarat sah keterangan saksi yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.

B. Kekuatan Pembuktian

Kekuatan pembuktian dari keterangan saksi dapat dilihat dari terpenuhi atau tidaknya syarat-syarat sahnya keterangan saski, yaitu:

1. Harus mengucapkan sumpah atau janji

Dengan tidak hadirnya saksi Mito, maka saksi tidak dapat disumpah. Padahal berdasarkan Pasal 160 ayat (3), pada prinsipnya sumpah wajib dilakukan sebelum saksi memberikan keterangan. Walaupun sebelumnya dalam pembuatan Berita Acara Pemeriksaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum tersebut Mito telah disumpah terlebih dahulu, keterangan ini tidak dapat disamakan dengan keterangan saksi yang diberikan dibawah sumpah. Karena alasan saksi tidak menghadiri sidang tidak ternyata di dalam persidangan sehingga tidak diketahui bahwa alasannya dapat dibenarkan dalam Pasal 162 KUHAP maupun Pasal 9 UU Perlindungan Saksi dan Korban.

2. Yang ia lihat sendiri, ia dengar sendiri, ia alami sendiri, dan menyebut alasan dari pengetahuannya

(9)

singkat tersebut sebanyak dua kali. Karena pada saat Lela menerima pesan tersebut, Lela sedang bersama Mito.

3. Harus diberikan di sidang pengadilan

Syarat ini tidak terpenuhi sama juga dengan syarat kesatu. Karena secara jelas Mito tidak hadir di persidangan walaupun sudah diwakilkan dengan Berita Acara Pemeriksaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum, karena tidak ternyatanya alasan Mito tidak menghadiri persidangan, maka Berita Acara Pemeriksaan tersebut tidak dapat mewakili kehadiran Mito di Persidangan.

4. Keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup

Untuk syarat ini, analisis dari keterangan saksi Mito saja tidak cukup. Namun, jika dilihat dalam persidangan, terlihat bahwa Lela sebagai saksi korban telah diperiksa sebelumnya. Dan setelah pembacaan berita acara pemeriksaan Mito terdapat saksi lagi yaitu pimpinan redaksi dari Radar Bogor.

5. Keterangan saksi tidak berdiri sendiri

Untuk syarat ini, analisis dari keterangan saksi Mito saja juga tidak cukup. Namun, penulis juga mengikuti persidangan hingga selesai sehingga dapat mendengar keterangan saksi dari pimpinan redaksi Radar Bogor. Keterangan Mito dalam Berita Acara Pemeriksaan dan keterangan dari pimpinan redaksi Radar Bogor adalah saling berkesesuaian.

Jika dilihat dari penjabaran diatas, maka dapat diketahui bahwa keterangan saksi yang dianalisis oleh penulis yaitu keterangan saksi Mito, tidak memenuhi syarat sah dari keterangan saksi yang dijadikan sebagai alat bukti.

C. Analisis Sidang Secara Keseluruhan

Hal lain yang patut diperhatikan adalah mengenai sikap hakim selama proses persidangan. Salah satu Hakim Anggota Sidang sempat tertidur ketika sidang sedang berlangsung. Hal ini tentunya akan mencederai integritas dan perilaku hakim. Perilaku ini akan menimbulkan kesan bahwa hakim tidak pantas dalam mengadili perkara dan menyalahi etika.

(10)

A. Kesimpulan

Sidang secara keseluruhan berjalan baik dan tenang. Namun memang permasalahan keterangan saksi Mito yang dibacakan di hadapan sidang oleh Jaksa Penuntut Umum ini patut dipermasalahkan jika ini dijadikan sebagai alat bukti yang sah. Berdasarkan analisis yang dilakukan penulis jika dilihat secara yuridis dapat disimpulkan bahwa keterangan saksi Mito yang berupa pembacaan Berita Acara Pemeriksaan oleh Jaksa Penuntut Umum tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah dalam Pembuktian Pekara 73/PID.Sus/2015/PN.Bgr.

B. Saran

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Indonesia. Undang-Undang Hukum Acara Pidana. UU No. 8 Tahun 1981. LN No. 76 Tahun 1981, TLN No. 3258.

______. Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. UU No. 13 Tahun 2006. LN No. 64 Tahun 2006. TLN No.4635

Harahap, Yahya. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Ed.2, cet.11. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Sofyan, Andi dan Abd. Asis. Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Jakarta: Kencana, 2014. Wisnubroto, Al. Praktek Peradilan Pidana: Proses Persidangan Perkara Pidana. Bekasi: PT.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dua siklus dengan hasil : Pendekatan Kontekstual ( Contextual Teaching and Learning -CTL) dapat meningkatkan pemahaman

Dalam pembebanan nonlinier seperti Contoh-3.6 dan Contoh-3.7, daya nyata yang diserap beban melalui komponen fundamental selalu lebih kecil dari daya nyata yang

Berdasarkan hasil uji korelasi pearson untuk menemukan hubungan antara 2 variabel atau lebih dapat diketahui bahwa hubungan knowledge gap dengan kepuasan pasien

penerimaan sumber pendapatan negara yang diperoleh dari kontribusi wajib pajak.. rakyat, dimana peraturan pungutannya diatur dalam undang-undang

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

M eteorologi mengenal sistem skala dalam melakukan sebuah analisis. Skala global merupakan skala meteorologi yang paling luas. Skala global dapat mempengaruhi fenomena meteorologi

Tahap pertama adalah kegiatan penerimaan BBM dilakukan dari mobil tangki pengangkut BBM ke dalam Tangki Timbun, pada proses pengisian ini yang perlu

kegiatan” dan “menyangkut jenis sumber daya tertentu” yang penentuanya akan diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, maka penerapan asas strcit liability